• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan)."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Donabedian dalam Notoatmodjo (2005), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks.

Donabedian dalam Notoatmodjo (2005), ada beberapa faktor - faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:

1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi

Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.

(2)

b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.

Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. 2. Faktor Organisasional

a. Ketersediaan Sumber Daya

Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia.

b. Akses Geografis

Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhan-keluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan.

(3)

c. Akses Sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi. Konsumen memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.

d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses

Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda.

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan.

Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh:

a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan).

b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap pelayanan medis atau dokter.

(4)

4. Faktor yang berhubungan dengan produsen.

Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan. Model pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Dever dalam Notoatmodjo (2005), dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Sumber : Dever dalam Notoatmodjo (2005)

2.1.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan

Sociocultural factors Organizational factors Consumer – Provider Interaction

Consumer Factors - Sociodemographic - Sociopsyhological - Epidemiological Perceived Evaluated Provider Factors Utilization Need

(5)

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan pemberi jasa (Peter et al, 2000).

Keputusan konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori Green dalam Notoatmodjo (2005), yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

b) Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.

(6)

c) Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Anderson dalam Notoatmodjo (2005), yang menyatakan bahwa keputusan seseorang dalam menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic)

Karakteristik predisposisi menggambarkan fakta bahwa individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni : a) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota

keluarga.

b) Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. c) Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic)

a) Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.

(7)

b) Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam masyarakat.

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristik)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori yakni :

a) Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan.

b) Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Anderson dalam Notoatmodjo (2005), sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services utilization).

Gambar 2.2 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Predisposing - Family Composition - Social Structure - Health Beliefs Enabling - Family Resources - Community Resources Need Illnes Response Use

(8)

Cumming dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan suatu set kategori variabel utama yang muncul dari analisa terhadap model-model yang terdahulu bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : (1). Hal-hal yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan; (2). Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia; (3). Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut; (4). Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit; (5). Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan (6). Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

Model penggunaan pelayanan kesehatan yang sering dipakai adalah Health Belief Model dicetuskan oleh Becker dalam Notoatmodjo (2005), yaitu model kepercayaan kesehatan menjelaskan kesiapan individu dalam memahami perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Ada 4 (empat) variabel yang terlibat dalam tindakan tersebut yaitu :

a. Perceived seriousness (keseriusan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap keseriusan dari penyakit yang didasarkan pada penilaian terhadap kerusakan yang ditimbulkan penyakit tertentu. Sebagai contoh seseorang yang

(9)

giginya berlubang namun tidak merasakan keluhan, maka dia tidak akan langsung mencari pengobatan. Tetapi apabila seseorang telah merasakan sakit gigi bahkan sampai bengkak, maka dia akan segera mencari pengobatan.

b. Perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan), yaitu kepekaan seseorang terhadap penyakit, agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, maka dia harus merasakan bahwa dia rentan atau peka terhadap penyakit tersebut. Seorang pasien akan yakin terhadap pentingnya kesehatan gigi apabila dia sering merasakan sakit gigi, sehingga timbul kesadarannya agar penyakitnya tidak timbul lagi atau bagaimana untuk mengobati serta mencegah penyakit tersebut.

c. Perceived benefits (manfaat yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap manfaat yang diperoleh apabila mengambil tindakan untuk mengobati atau mencegah penyakit. Sebagai contoh seorang pasien akan berperilaku memelihara kesehatan gigi dan mulutnya apabila dia merasakan manfaat dimana mencegah lebih murah daripada mengobati.

d. Perceived barriers (hambatan-hambatan yang dirasakan), yaitu persepsi seseorang terhadap hambatan-hambatan dalam bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit, dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan pada perawatan. Disamping itu hambatan dapat berupa biaya baik bersifat monetary cost yaitu biaya pengobatan ataupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, atau waktu yang digunakan selama perawatan,

(10)

dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan), serta kualitas pelayanan yang diberikan.

Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan, dan tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan harus diperhatikan. Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan, seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap kualitas pelayanan yang tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit seperti persepsi individu terhadap gejala-gejala penyakit dan kepercayaan terhadap gangguan serta akibat-akibat penyakit tersebut. Hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang penyakit. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial individu, norma sosial dan struktur sosial, dan hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik demografi (status sosial, penghasilan dan pendidikan).

2.1.2 Faktor yang Memengaruhi Kunjungan Ulang

Perilaku pembeli atau pengguna dapat dijadikan kiat dasar untuk menghubungkan kualitas pelayanan dan minat. Perilaku konsumen untuk menggunakan pelayanan yang sama apabila mereka merasa terpenuhi keinginannya dengan pelayanan yang mereka terima. Pembeli atau pengguna yang merasa terpenuhi keinginannya akan kualitas jasa yang mereka terima akan membeli atau mengguna ulang produk atau jasa itu kembali. Minat perilaku konsumen untuk

(11)

membeli atau menggunakan jasa dari pemberi jasa yang sama sangat dipengaruhi oleh pengalaman terhadap pelayanan yang diberikan sebelumnya.

Pengguna yang sudah terbiasa akan suatu produk atau jasa yang khusus tidaklah selalu sama, dikarenakan faktor pemilihan alternatif yang unik. Faktor lain lagi yang berhubungan dalam hal suka atau tidak suka, menolak tetapi sebenarnya menyukai dan beberapa fanatik yang tidak pernah mempertimbangkan pilihan lain.

Menurut Kotler (2000), beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan barang atau jasa, yaitu ;

1. Faktor pertama adalah marketing stimuli, faktor ini terdiri dari product, price, place dan promotion.

2. Faktor kedua adalah stimuli lain yang terdiri dari technological, political dan cultural.

Faktor ini akan masuk dalam buyer box yang terdiri dari dua (2) faktor, yaitu buyer characteristic yang memiliki variabel cultural, personal dan psychological, serta buyer decision process merupakan proses yang terjadi saat seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Tahapan proses keputusan pembelian yang merupakan bagian dari perilaku konsumen meliputi proses pengenalan kebutuhan, proses pencarian informasi dan proses evaluasi alternatif. Proses pemanfaatan di mulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan.

Mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat mengidentifikasikan rangsangan yang paling sering membangkitkan minat atau suatu

(12)

kategori produk. Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak yang dapat dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Konsumen akan membentuk preferensi tahap evaluasi atas merek dalam kumpulan pilihan konsumen, juga mungkin membentuk niat untuk membeli atau menggunakan produk yang disukai atau memanfaatkan ulang fasilitas kesehatan yang disukai.

2.2 Persepsi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai: (a) tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006), secara

etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian: (a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan

langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan peristiwa-peristiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan.

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ; (b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak menyenangkan pada pelayanan kesehatan gigi dan mulut atau informasi yang tidak

(13)

benar mengenai Poli Gigi dan Mulut akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang terhadap kebutuhan untuk melakukan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

Menurut Zastrow et al (2004), persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktifitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan.

Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak. Persepsi sebagai “suatu proses penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Kemp dan Dayton dalam Prawiradilaga dan Eveline (2004), menyatakan persepsi “sebagai satu proses dimana seseorang menyadari keberadaan lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya”. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indra untk menyerap objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Pada akhirnya, persepsi dapat mempengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut (Prawiradilaga dan Eveline, 2004).

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas terdapat perbedaan namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling

(14)

menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang muncul lewat panca indera, baik indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada kenyataan yang sebenarnya, proses ini yang dimaksud dengan persepsi.

2.3 Perilaku

2.3.1 Definisi Perilaku

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku.

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain:

(15)

berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (dua) : 1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

2.3.2 Aspek-aspek Perilaku

Aspek-aspek perilaku terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, adalah aspek perilaku yang merupakan hasil tahu, dimana ini terjadi bila seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

b. Sikap, merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi

(16)

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan seperti menerima, merespon, menghargai dan bertanggungjawab.

c. Tindakan, adalah sesuatu yang dilakukan. Suatu sikap belum terwujud dalam tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung dari pihak lain.

Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, berpikir, sifat, motivasi, reaksi dan sebagainya, namun demikian sulit dibedakan refleksi dan gejala kejiwaan yang mana seseorang itu berperilaku tertentu. Apabila kita telusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan yang tercermin dalam perilaku manusia itu adalah pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Dalam memahami konsumen sebagai pengguna Puskesmas, dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan perilaku konsumen, seperti yang didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk dalam Prasetijo (2004), yaitu merupakan proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari dan membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk maupun jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Proses ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a) Tahap perolehan (aquisition) : mencari (searching) dan membeli (purchasing) b) Tahap konsumsi (consumption) menggunakan (using) dan mengevaluasi

(evaluating).

(17)

2.3.3 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Perilaku konsumen dapat juga disebut sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini (Peter, 2000).

Beberapa macam teori tentang perilaku, antara lain (1) perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan, (2) perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti : pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat (Dharmmesta, 2000).

Perilaku seseorang terdiri dari tiga bagian penting, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau tanggapan dan psikomotori diukur melalui tindakan (praktik) yang dilakukan (Dharmmesta, 2000). Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan luar individu. Faktor dari dalam individu mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi dan motivasi yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. Faktor dari luar individu meliputi

(18)

lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

Peter (2000), menyatakan untuk mendorong pelanggan agar mau merubah sikapnya yang semula tidak berminat memanfaatkan pelayanan kesehatan menjadi mau memanfaatkan, dapat dilakukan strategi :

a. Mengubah komponen afektif

Merupakan hal biasa bagi perusahaan untuk memengaruhi rasa suka konsumen terhadap merek tertentu secara tidak langsung. Jika upaya ini berhasil, maka rasa suka yang meningkat tersebut cenderung meningkatkan kepercayaan positif yang dapat mengarah ke perilaku pembelian atau pemnafaatan sementara itu, cara umum untuk memengaruhi komponen afektif secara langsung adalah melalui classical conditioning. Berdasarkan pendekatan ini, perangsang yang digemari oleh kebanyakan orang secara konsisten dapat dihubungkan dengan merek.

b. Mengubah komponen perilaku

Perilaku pembelian mungkin mendahului perkembangan kognisi dan afektif. Contohnya, seorang konsumen tidak menyukai deterjen merek tertentu karena yakin bahwa deterjen tersebut tak dapat membersihkan kotoran secara sempurna. Tetapi karena terbujuk oleh temannya, akhirnya ia ingin mencoba dan percobaan itu mengubah persepsinya. Hal ini kemudian menuntunnya pada peningkatan pengetahuan yang dapat mengubah komponen kognitif.

Faktor-faktor pembentukan sikap untuk mencoba-coba produk tertentu harus tetap dapat dipertahankan. Personel pemasaran perlu mengetahui faktor-faktor

(19)

tersebut, misalnya dengan membujuk atau memberikan sampel produk sehingga konsumen tertarik untuk mencobanya.

c. Mengubah komponen kognitif

Pendekatan yang paling umum untuk mengubah sikap adalah berfokus pada komponen kognitif. Dengan berubahnya kepercayaan, perasaan dan perilaku, sikap juga akan berubah. Keikutsertaan seseorang di dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat dan perilakunya. Pengetahuan terhadap manfaat suatu kegiatan akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap yang positif ini akan memengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung pada seseorang mempunyai sikap positif atau tidak terhadap kegiatan. Adanya niat untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan akhirnya dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah yang disebut dengan perilaku.

2.3.4 Faktor-Faktor yang memengaruhi Perilaku

Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :

a) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan lain-lain.

(20)

b) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut WHO (World Health Organisation) dalam Notoatmodjo (2005), alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.

Gambar 2.3 Determinan Perilaku Manusia

Model kepercayaan terhadap suatu produk tertentu tersebut diperkuat dengan pengaruh yang mendasari pada perilaku konsumen seperti yang dikemukakan oleh Engel et.al (2000), pengaruh tersebut terdiri dari 3 faktor, yaitu :

a. Pengaruh lingkungan, meliputi : budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi.

b. Perbedaan dan pengaruh individu, meliputi : sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi.

c. Proses psikologis, meliputi : pengolahan informasi, pembelajaran dan perubahan sikap dan perilaku.

Pengalaman Keyakinan Fasilitas Sosial Budaya Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat PERILAKU

(21)

Sedangkan faktor yang memengaruhi diterima atau tidaknya suatu produk tertentu dapat dijelaskan dengan model kepercayaan Irwin M. Rosentock dalam Kotler et.al (2000), yaitu :

a. Faktor demografi, meliputi umur, jenis kelamin, ras, dan etnik.

b. Faktor sosio psikologis meliputi personality, kelas sosial, dan kelompok rujukan. c. Faktor struktural, meliputi pengetahuan dan sikap

d. Faktor keberadaan dan keseriusan masalah kesehatan yang diderita.

e. Faktor kepercayaan penerimaan dan penolakan terhadap untung ruginya tindakan medis tertentu, pengaruh berita dan informasi yang diperoleh dari media massa, kelompok masyarakat atau keluarga yang dipercaya, serta pengalaman orang lain. f. Berita-berita yang diterima dari majalah, koran, pelayanan keluarga, teman dan

lain-lain.

2.4 Pusat Kesehatan Masyarakat

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada mesyarakat di wilayah kerjanya dalam kegiatan pokok (Depkes RI, 2004).

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja. Dalam pengertian Puskesmas ini terdapat beberapa aspek, yaitu: (a) sebagai unit

(22)

pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional, (b) pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal, (c) Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya, dan (d) secara nasional, standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi dua (Depkes RI, 2004).

Tugas pokok Puskesmas meliputi 3 aspek, yaitu: (1) Memberikan pelayanan

bermutu, terjangkau, cakupannya luas, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, (2) Membina peran serta masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan, (3) Mengembangkan usaha-usaha inovatif agar terjamin pemerataan pelayanan dan

tergalinya potensi masyarakat (Depkes RI, 2004).

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, keduanya ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah :

1. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

(23)

2. Pelayanan medik dasar, yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga melalui upaya rawat jalan yang tujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu (Depkes RI, 2004).

2.4.1 Program Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas

Program kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas pada dasarnya dibagi dalam tiga kegiatan :

1. Pembinaan / Pengembangan

Pembinaan/pengembangan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam upaya pelihara diri (self care), melalui pengembangan upaya kesehatan yang bersumber pada aktivitas masyarakat dengan pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) dalam program Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD).

Kegiatan pembinaan/pengembangan dilakukan melalui :

a. Kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) berupa ; pendekatan lintas program/lintas sektoral, persiapan desa, latihan kader, diagnosa masalah, umpan balik, dan pelaksanaan kegiatan.

b. Pelayanan oleh kader : penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut, pemeriksaan sepintas, pengobatan sederhana dan rujukan.

c. Monitoring : sumber data dapat diambil dari buku catatan kader. 2. Pelayanan asuhan pada kelompok rawan :

a. Pada anak sekolah

(24)

3. Pelayanan medik gigi dasar

Pelayanan medik gigi dasar di Puskesmas dilaksanakan terhadap masyarakat yang datang mencari pengobatan maupun yang dirujuk. Pelayanan meliputi : pengobatan, pemulihan, pencegahan khusus, di samping penyuluhan secara individu maupun kelompok terhadap pengunjung Puskesmas (Eliza, 2002).

2.4.2 Tugas Tenaga Kesehatan Gigi di Puskesmas 1. Tugas Dokter Gigi

a. Medis Teknis

1) Melaksanakan pelayanan medik gigi umum dan khusus

2) Menerima rujukan kasus-kasus medik gigi dasar dan merujuk kasus-kasus spesialistik

3) Melaksanakan pelayanan asuhan baik asuhan sistematik maupun asuhan masyarakat (bila tidak ada perawat gigi)

b. Manajemen (makro)

Menyangkut masalah umum/luas seperti dalam mengidentifikasikan, merencanakan, memecahkan masalah, mengevaluasi program kesehatan gigi dan mulut di wilayahnya.

1) Mengkoordinir, memonitor keseluruhan program kesehatan gigi di Puskesmas. 2) Mengkoordinasi, menggerakkan perawat gigi dalam melaksanakan pelayanan

asuhan.

3) Membimbing dan mengawasi perawat gigi dalam bidang medis teknis.

4) Bertanggung jawab dalam pencatatan/pelaporan tentang pelayanan kesehatan gigi di wilayahnya.

(25)

2. Tugas Perawat Gigi

a. Pelayanan kesehatan gigi/mulut

1) .Pelayanan asuhan kesehatan gigi/mulut meliputi: pelayanan asuhan sistematik (pada kelompok anak sekolah/UKGS, ibu hamil/menyusui dan anak pra sekolah dan pelayanan asuhan kesehatan masyarakat).

2) .Berdasarkan pendelegasian dari dokter gigi, bila diperlukan dapat melakukan pelayanan medis gigi dasar.

b. Manajemen (makro)

1). Mempersiapkan pelaksanaan evaluasi program pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di sekolah.

2). Membina, mengkoordinasi, melatih prokesa dalam bidang kesehatan gigi dan mulut di posyandu.

3). Melaksanakan pencatatan/pelaporan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di klinik gigi.

2.4.3 Pelayanan Poli Gigi dan Mulut

Menurut pedoman pelayanan kesehatan Puskesmas dari Depkes RI (2004), salah satu jenis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya di bidang perawatan adalah pelayanan di poli gigi yang merupakan pelayanan rawat jalan yaitu pasien berkunjung ke poli gigi untuk memperoleh pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada waktu dan jam tertentu.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang ditujukan

(26)

kepada masyarakat, keluarga maupun perorangan baik yang sakit maupun yang sehat meliputi: peningkatan kesehatan gigi dan mulut, pencegahan penyakit gigi dan penyembuhan terbatas.

Pada saat pasien berkunjung ke Poli Gigi dan Mulut Puskesmas, maka pasien akan mendapatkan pelayanan antara lain: pelayanan administrasi/penerimaan, pelayanan tenaga medis/dokter, pelayanan tenaga para medis/perawat, penyediaan sarana medik/non medik.

a. Pelayanan Administrasi

Pelayanan administrasi merupakan tempat pasien mendaftarkan diri dan memperoleh kartu sebelum memasuki ruangan poli gigi. Bagian penerimaan pasien juga merupakan wajah Puskesmas serta merupakan tempat didapatnya kesan pertama tentang Puskesmas yang ditemui pasien, untuk itu diperlukan petugas-petugas yang dapat menggunakan prosedur kerja dengan baik, ramah, sopan, simpatik dan terampil (Depkes RI, 2004).

b. Pelayanan Tenaga Dokter

Tenaga dokter merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling besar dalam menentukan kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien di Puskesmas. Dokter juga dapat dianggap sebagai jantung sebuah Puskesmas. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran (Depkes RI. 2004).

(27)

c. Pelayanan Tenaga Perawat

Tenaga perawat adalah orang yang lebih dekat hubungannya dengan pasien karena pada umumnya pasien lebih sering berkomunikasi dengan perawat sebelum bertemu dengan dokter (Depkes RI, 2004).

d. Penyediaan Sarana Medis dan Non Medis

Peralatan standar menurut Depkes RI (2004), yang wajib disediakan di poli gigi Puskesmas untuk melaksanakan pelayanan kesehatan gigi terdiri atas sarana medis dan sarana non medis. Sarana medis yang dibutuhkan adalah:

a. Alat-alat diagnosa: kaca mulut, sonde, pinset dan ekscavator.

b. Alat-alat pencabutan gigi: tang ekstraksi, penambalan gigi, dan skeling c. Bahan-bahan penambalan gigi: phospat semen, amalgam, dan skeling d. Bahan-bahan saluran perawatan: gutta perca, endomethazone.

Sedangkan sarana non medis yang di perlukan di poli gigi yaitu dental unit atau dental chair. Selain itu juga diperlukan lemari obat, lemari alat, dan sterilisator (Depkes RI, 2004). Apabila sarana medis dan non medis di Poli Gigi dan Mulut Puskesmas sesuai dengan standar pelayanan, diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas.

Pasien dapat merasakan jenis pelayanan administrasi, dokter serta pelayanan perawat sehingga dapat dapat memberikan anggapan tentang baik atau buruknya pelayanan-pelayanan tersebut. Pelayanan yang dianggap baik tentunya akan memberikan rasa puas pada pasien, begitu pula sebaliknya pelayanan yang dianggap buruk akan memberikan rasa tidak puas pada diri pasien.

(28)

2.5 Landasan Teori

Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Donabedian, Green dan Anderson dalam Notoatmodjo (2005), dirangkum dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut ini:

Gambar 2.4. Landasan Teori Sumber: Donabedian, Green dan Anderson dalam Notoatmodjo (2005)

Organizational factors

a. Ketersediaan Sumber Daya b.Akses Geografis

c.Akses Sosial

d.Karakteristik Struktur Perawatan dan Proses

Consumer factors

Tingkat kesakitan dan Kebutuhan yang dirasakan (Perceived need) a. Faktor sosiodemografis

b. Faktor sosial psikologis

c. Diagnosa klinis (evaluated need)

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Socicioltural factors

a. Teknologi

b. Norma dan nilai Keyakinan

Provider factors

a. Sikap petugas

b. Keahlian petugas, serta c. Fasilitas yang dimiliki

Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Sikap c. Kepercayaan d. Persepsi e. Nila-nilai Karakteristik Predisposisi a. Jenis kelamin b. Umur c. Pendidikan d. Pekerjaan e. Suku/ ras f. Manfaat-manfaat kesehatan Faktor Pendorong a.Lingkungan fisik b.Fasilitas/ sarana pelayanan kesehatan Faktor Penguat a. Sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain b. Dukungan keluarga

Karakteristik Pendukung a.Sumber daya keluarga b.Sumber daya masyarakat

Karakteristik Kebutuhan Kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan

(29)

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Kunjungan pasien ke Poli Gigi dan Mulut yang rendah pada masyarakat menuntut dilakukannya program pelayanan dan penanganan secara terpadu dan komprehensif. Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir sebagai unit pelayanan dan penanggulangan masalah penyakit gigi dan mulut diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam mengurangi jumlah penderita penyakit gigi dan mulut di masyarakat.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut Puskesmas Buhit

oleh Pasien Faktor Sosiodemografi Pasien a. Umur b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Pengetahuan e. Penghasilan Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan Gigi

dan Mulut a. Sikap petugas medis

a. Dokter Gigi b. Perawat Gigi b. Ketersediaan Obat dan

peralatan medis

Faktor Psikologis Pasien a. Persepsi terhadap

penyakit

b. Persepsi tentang pelayanan kesehatan

Gambar

Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.2 Model Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Predisposing - Family Composition - Social Structure - Health Beliefs Enabling - Family Resources - Community Resources Need Illnes Response  Use
Gambar 2.3  Determinan Perilaku Manusia
Gambar 2.4. Landasan Teori
+2

Referensi

Dokumen terkait

Viabilitas Inokulan Azospirillum dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit steril Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan Autoklaf yang disimpan pada Suhu

informasi yang menjelaskan gaya permainan dari sebuah Game, dan sampai dengan sekarang ini sudah banyak kombinasi antara genre Game itu sendiri untuk melabeli sebuah Game..

8 Network Diagram Perhitungan Maju, Perhitungan Mundur, dan Penentuan Lintasan Jalur Kritis pada Kegiatan P24 Kereta B dan P .... 9 Context Diagram Sistem Informasi Perawatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kolkisin tidak berpengaruh terhadap fenotipe pertumbuhan awal, namun terdapat tanaman sirsak yang mempunyai sifat

Bandung: Program Magister Strategi Kebijakan Teknologi dan Industri PPS-ITB, 2005. Tesis (Magister Strategi Kebijakan Teknologi dan

〔商法 四九六〕 監査法人が架空取引を看過した場合に、善管注意義務違反による債務不履行が否定された事例 加藤, 修Katō, Osamu

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti bertujuan untuk menganalisis kontribusi dari variabel kinerja guru, sarana prasarana, dan layanan administrasi terhadap

De store bankene har imidlertid ikke i større grad enn små og mellomstore banker oppgitt at de vil øke sine utlån til husholdninger.. Oppsummering