Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
PENGARUH ROOTONE-F DAN MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN STEK PUCUK ULIN (Eusideroxylon zwageri T et B)
The Effect Of Rootone-F And Substrates On The Growth Of Juvenile Cuttings Of Ulin (Eusideroxylon Zwageri T Et B)
Oleh/By BASIR
Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT
Ulin (Eusideroxylon zwageri T et B) is one of tropical forest tree species that is still in the best-seller due to its strength and durability. Unfortunately, it tends to be extinct because of continuous exploitation. To protect the ulin trees from the extinction, they should be cultivated through juvenile cuttings because the cultivation of ulin through old branch cuttings has been unsuccessful. Based on the result of Asnowos’ research in 1996, ulin was able to be propagated through juvenile cuttings from coppice garden of 2-3 years old with rootone-F as auxin. Yet, the optimum dosage of rootone-F per cutting was not known. Therefore, it was studied the effect of the variety of rootone-F doses on the growth of juvenile cuttings of ulin which were planted on sand and topsoil substrates.
The Objective of research was to find out the optimum dosage of rootone-F and the appropriate substrate on the growth of the juvenile cuttings. Factors applied were rootone-F (A) and substrates (B). Rootone-F consisted of four levels i.e. A1 = 25 mg, A2 = 50 mg, A3 = 75 mg and A4 = 100 mg per cutting. Substrates consisted of three levels i.e. B1 = 100% sand, B2 = 50% sand + 50% topsoil, and B3 = 100% topsoil. The result showed that the Interaction between rotone-F and a substrate (AB) gave significant effect on the height increment of the cuttings. A dosage of 75 mg/cutting planted on topsoil (A3B3) was the best treatment on the height increment of the cuttings (the increment reached 0.91 cm on average within four months).
Keywords: juvenile cuttings, rootone-F, substrates, effect and growth/increment.
Alamat Korespondensi : Telp. +62511-4772290, e-mail : [email protected]
PENDAHULUAN
Hutan hujan tropis yang terdapat di Kalimantan merupakan tipe hutan yang kaya akan jenis. Salah satu jenis yang sangat digemari masyarakat adalah ulin, karena mempunyai keistimewaan dari segi kekuatan dan keawetannya. Sampai saat ini, kayu ulin masih tetap dicari dan dieksploitasi secara terus menerus. Dipihak lain penanaman jenis tersebut belum dilakukan secara serius, karena belum diketahui teknik budidayanya yang tepat. Akibatnya kayu ulin sudah mulai langka, sehingga perlu dijaga kelestariannya, melalui
upaya penanaman dengan menggunakan berbagai teknik silvikultur.
Pengembangbiakan ulin melalui perbanyakan secara generatif (melalui biji) selalu mengalami kegagalan antara lain karena biji ulin sangat susah berkecambah karena mempunyai kulit yang tebal dan keras. Disamping itu, pengangkutan bibit yang berasal dari biji mengalami masalah karena biji ulin cukup besar dan berat sehingga memerlukan biaya cukup tinggi dan banyak mengalami kerusakan di
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
perjalanan. Masalah lainnya, yaitu pada saat ini sangat susah mendapatkan biji ulin yang utuh di lapangan. Hal ini disebabkan karena biji ulin yang baru jatuh sudah banyak dirusak oleh binatang seperti bajing dan beruang.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan penanaman ulin yaitu pengembangbiakan secara vegetatif
melalui stek pucuk. Berdasarkan hasil penelitian Aminuddin (1991), pengembangbiakan ulin melalui stek cabang dari pohon yang sudah tua tidak bisa tumbuh lagi. Untuk itu disarankan adanya penelitian yang serupa dengan menggunakan bagian lain dari tanaman ulin, yaitu dengan stek pucuk dari pohon yang lebih muda dengan menggunakan zat perangsang tumbuh akar seperti rootone-F.
Berdasarkan hasil penelitian Asnowo di Kalimantan Tengah (1996), ulin dapat dikembangbiakkan melalui stek pucuk dari kebun pangkas buatan yang berumur 2 - 3 tahun dengan menggunakan zat perangsang tumbuh akar rootone-F. Namun dalam hal ini belum diketahui dosis rootone-F yang tepat per batang stek yang dapat memberikan pertumbuhan terbaik
terhadap stek pucuk ulin. Hal ini sangat penting untuk memperkirakan kebutuhan rootone-F dalam penyediaan bibit ulin dari stek pucuk dalam sekala besar. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan pemberian rootone-F dengan berbagai dosis yang ditanam pada media pasir yang dikombinasikan dengan topsoil. Menurut Supriadi dkk. (1989), media perakaran dari pasir mempunyai aerasi baik dan kecil kemungkinan diserang jamur dan bakteri, sedangkan topsoil
mempunyai kemampuan menahan air yang tinggi dan banyak mengandung unsur hara.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kombinasi perlakuan dari rootone-F dan media sapih yang memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan stek pucuk ulin. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu paket teknologi tentang cara pengadaan/penyediaan bibit ulin secara vegetatif melalui stek pucuk, khususnya mengenai penggunaan zat perangsang tumbuh akar "rootone-F" dengan dosis yang tepat, serta penggunaan media sapih berupa pasir dan topsoil dan komposisinya yang paling sesuai dengan pertumbuhan stek pucuk ulin .
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di persemaian stek pucuk ulin HPH PT Antang Kalimantan di Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah selama lima bulan (satu bulan persiapan dan empat bulan pengamatan).
Bahan yang digunakan adalah: pasir dan topsoil sebagai media sapih, kerikil sebagai bagian dasar media sapih, stek pucuk ulin yang diambil dari kebun pangkas HPH PT Antang Kalimantan, rootone-F sebagai zat perangsang tumbuh akar, plastik transparan untuk penutup bak stek,
serta papan, balok, paku dan kawat untuk pembuatan bak stek.
Alat yang digunakan adalah: termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban udara di dalam dan di luar bak stek, timbangan untuk menimbang rootone-F, gunting dan cutter untuk memotong stek, mistar untuk mengukur panjang/tinggi stek, ember dan sprayer sebagai alat penyiram, dan alat tulis serta alat bantu lainnya.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 3 dengan 5 ulangan,
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
dimana setiap ulangan disediakan 4 stek. Perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu: Faktor A, dosis rootone-F yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: A1 = 25 mg, A2 = 50 mg, A3 = 75 mg, dan A4 = 100 mg per batang stek. Faktor B, media sapih yang terdiri dari: B1 = media 100 % pasir, B2 = media 50 % pasir + 50 % topsoil, dan B3 = media 100 % topsoil. Jumlah kombinasi perlakuan adalah 4 x 3 = 12 perlakuan. Jumlah stek yang diperlukan adalah 12 x 5 x 4 = 240 batang stek pucuk ulin.
Langkah-langkah/prosedur kerja dapat diurutkan sebagai berikut:
1. Pembuatan bak stek sebanyak 3 buah dengan ukuran masing-masing 2,5 m x 1 m. Pada dasar bak diisi dengan kerikil setinggi 5 cm agar tidak terjadi peng-genangan pada waktu penyiraman stek. Pada bagian atas bak stek terdapat plastik transparan sebagai penutup bak. Bak 1 diletakkan
polybag yang diisi pasir sebagai media stek, bak 2 diisi pasir 50 % +
topsoil 50 % dan bak 3 diisi topsoil. Pasir yang digunakan berukuran agak halus dengan warna putih kecoklatan yang diambil dari sungai terdekat, sedangkan topsoil diambil dari tanah hutan di bawah tegakan meranti. Topsoil yang dimanfaatkan mencapai kedalaman 20 cm, berwarna gelap dengan konsistensi
remah/gembur. Sebelum diperguinakan, topsoil tersebut
dibersihkan dari akar, daun dan ranting, kemudian diaduk agar tercampur merata antara lapisan atas dan lapisan bawah.
2. Pengambilan bahan stek pucuk ulin.
Bahan stek diperoleh dari kebun pangkas yang terdapat di areal HPH PT Antang Kalimantan. Pucuk yang digunakan adalah yang tumbuh tegak lurus (orthotrop), karena diharapkan akan menghasilkan stek yang tumbuh tegak lurus pula.
3. Pemberian rootone-F.
Rootone-F yang digunakan berupa bubuk. Sebelum digunakan, terlebih dahulu ditimbang sesuai dosis perlakuan, kemudian dicampur air secukupnya sehingga berbentuk pasta. Setelah itu dioleskan di sepanjang pangkal stek menurut kedalaman penanaman (3 cm), terutama pada bekas pemotongan stek.
4. Penanaman stek pada media sapih. Segera setelah diolesi rootone-F, stek ditanam pada media yang telah disiram. Agar rootone-F yang telah dioleskan pada stek tidak terganggu, maka sebelum penanaman, terlebih dahulu dibuat lubang pada media dengan ukuran lebih besar dari diameter stek. Setelah penanaman, bak stek ditutup dengan plastik untuk menjaga kelembaban dalam bak stek.
5. Pemeliharaan selama penelitian meliputi penyiraman dua kali (pagi dan sore), pembersihan rumput serta pemberantasan hama dan penyakit.
Peubah-peubah yang diukur meliputi: panjang akar, pertambahan tinggi stek pucuk, dan persentase tumbuh. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran peubah, selanjutnya dianalisis dalam suatu pola percobaan faktorial. Untuk analisis selanjutnya, pertama-tama data dari setiap peubah diuji homogenitasnya menurut Bartlet, kemudian diuji kenormalannya dengan metode Kolmogorof-Smirnov. Setelah data normal, maka untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, dilakukan perhitungan data melalui analisis keragaman. Pada Sidik ragam yang memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata antara setiap perlakuan dan interaksinya, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur Duncan (BNJD) untuk melihat perlakuan yang memberikan pengaruh nyata .
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis varian (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis rootone-F dengan media sapih (AB) berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi stek pucuk ulin, namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang akar dan persentase tumbuh. Untuk melihat pengaruh interaksi dosis rootone-F dengan media sapih terhadap pertambahan tinggi stek pucuk ulin tertera pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa perlakuan interaksi 75 mg rootone-F per batang stek yang ditanam pada topsoil (A3B3) memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan stek pucuk ulin dengan pertambahan tinggi rata-rata mencapai 0,91 cm selama empat bulan pengamatan. Perlakuan ini memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan 100 mg rootone-F per batang stek yang
ditanam pada topsoil (A4B3), dan berbeda nyata dengan perlakuan 25 mg rootone-F per batang yang ditanam pada media 50% pasir dan 50% topsoil
(A1B2), perlakuan 50 mg/batang yang ditanaman pada media pasir (A2B1), dan perlakuan 75 mg/batang dengan media pasir (A3B1).
Menurut Yasman dan Smits (1988), proses pemberian hormon pada stek sangat memegang peranan penting untuk keberhasilan sistem stek. Selanjutnya, Manurung (1987) berpendapat bahwa rootone-F berfungsi sebagai pelatuk (trigger) untuk mengaktifkan sel-sel parenchyma
untuk membelah, membesar dan memisah. Dari hasil penelitian Asnowo (1996) juga disimpulkan bahwa tunas stek pucuk ulin yang diberi rootone-F akan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan stek yang tidak diberi rootone-F.
Tabel 1. Nilai Rata-rata Panjang Tunas Stek Pucuk Ulin pada Setiap Interaksi Rootone-F dengan Media Sapih
Perlakuan Rata-rata P (Part) 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A4B3 0,370 - A1B2 0,420 0,050 - A2B1 0,430 0,010 0,060 - A3B1 0,462 0,032 0,042 0,092 - A3B2 0,530 0,068 0,100 0,110 0,160 - A4B2 0,548 0,018 0,086 0,118 0,128 0,178 - A4B1 0,596 0,048 0,065 0,134 0,166 0,176 0,226 - A1B1 0,600 0,004 0,052 0,070 0,138 0,170 0,180 0,230 - A2B3 0,700 0,100 0,104 0,152 0,170 0,238 0,270 0,280 0,330 - A1B3 0,702 0,002 0,102 0,106 0,154 0,172 0,240 0,272 0,282 0,332 - A2B2 0,750 0,048 0,050 0,150 0,154 0,202 0,220 0,288 0,320 0,330 0,380 - A3B3 0,906 0,156 0,204 0,206 0,306 0,310 0,358 0,376 0,444* 0,476* 0,486* 0,536** BJND (P.Sy’,5%) = BJND (P.Sy’,1%) = 0,327 0,436 0,344 0,454 0,355 0,467 0,362 0,476 0,368 0,481 0,374 0,490 0,377 0,494 0,381 0,498 0,383 0,502 0,386 0,505 0,388 0,508 Keterangan: * = Berbeda nyata.
** = Berbeda sangat nyata. Selanjutnya, Aminuddin (1992) mengutip beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penggunaan rootone-F, antara lain:
a) Supriadi (1980) melaporkan bahwa pemberian rootone-F dengan dosis
50 gr per cabutan memberikan proses tumbuh terbaik.
b) Sudrajat (1985) melaporkan bahwa hormon rootone-F pada Morus shima dengan dosis 75 gr dan 100 gr dapat meningkatkan
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
pertumbuhan stek secara nyata bila dibandingkan dengan kontrol.
c) Suseno (1984) melaporkan bahwa pemberian rootone-F dengan 100 mg per stek Dalbergia latifolia
merupakan dosis maksimal.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dosis rootone-F yang diperlukan oleh tumbuhan berbeda-beda, tergantung dari jenis stek dan jenis tumbuhan itu sendiri. Semakin besar dan semakin tua umur bahan stek memerlukan dosis rootone-F yang semakin tinggi. Khusus untuk stek pucuk ulin berdasarkan hasil penelitian ini memerlukan dosis rootone-F sebesar 75 mg/batang stek. Dosis yang kurang dan atau lebih dari 75 mg/batang stek menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan stek yang tidak optimal. Untuk itu diduga dengan pemberian rootone-F sebanyak 75 mg/stek, persediaan makanan (karbohidrat) dapat dipacu oleh auksin untuk membentuk sel-sel baru, perpanjangan sel dan penebalan dinding sel guna mempercepat pembentukan dan pembesaran jaringan baru yang berada pada titik tumbuh
(meristematik). sehingga pertumbuhan tunas berjalan dengan cepat.
Menurut Sarief (1986), Struktur tanah memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung yaitu terhadap tata air dan udara tanah, terutama terhadap permeabilitas tanah atau kemampuan tanah untuk mengalirkan air dan udara di dalam tanah. Selanjutnya dari hasil penelitian Asnowo (1996) disimpulkan bahwa media sapih topsoil merupakan perlakuan yang terbaik untuk pertumbuhan akar stek pucuk ulin. Dengan tumbuhnya akar akan mendorong pertumbuhan tunas pucuk hingga membentuk daun. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa untuk pertumbuhan tunas, perlakuan yang terbaik adalah pemberian rootone-F sebanyak 75 mg/batang stek yang ditanam pada media topsoil (A3B3). Rootone-F dengan dosis 75 mg/batang stek sangat efektif merangsang pertumbuhan akar pada media topsoil, sehingga mamacu pertumbuhan tunas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Interaksi antara dosis rotone-F dengan media sapih (AB) berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi stek pucuk ulin, namun tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang akar dan persentase tumbuh.
2. Dosis 75 mg/batang stek dengan media topsoil (A3B3) memberikan pengaruh paling baik terhadap pertambahan tinggi stek pucuk ulin.
Saran
Untuk memperbanyak tanaman ulin secara vegetative melalui stek pucuk, disarankan menggunakan rootone-F sebanyak 75 mg/batang dengan topsoil sebagai media tumbuh.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, M. 1992. Pengaruh Pemberian Rootone-F terhadap Pertumbuhan Stek Ulin (Eusideroxylon zwageri T.et B.) di Hutan Pendidikan Fakultas
Kehutanan Unlam Mandiangin Kalimantan Selatan. Skripsi Fakultas Kehutanan Unlam. Banjarbaru.
Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 22, Maret 2008
Asnowo, H.Y. 1996. Pengaruh Pemberian Rootone-F dan Komposisi Media Sapih terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Ulin (Eusideroxylon zwageri T et B). Skripsi Fakultas Kehutanan Unlam. Banjarbaru.
Manurung, S. O. 1987. Status dan Potensi Zat Pengatur Tumbuh serta Prospek Penggunaan Rootone-F dalam Perbanyakan
Tanaman Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Sarief, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka Buana. Bandung.
Yasman, I dan Smits, W.T.M. 1988. Metode Pembuatan Stek Dipterocarpaceae. Asosiasi Panel Kayu Indonesia. Jakarta. Lampiran 1. Analisis Varian Pertambahan Tinggi Stek Pucuk Ulin
SK db JK KT F-hitung F-tabel 5 % 1 % Perlakuan 11 1,37250 0,12478 Faktor A 3 0,15872 0,05291 0,8048 2,19 5,04 Faktor B 2 0,23275 0,11637 1,7703 2,50 4,22 Interaksi AB 6 0,98113 0,16352 2,4874 * 2,30 3,20 Galat 48 3,15548 0,06574 Total 59 4,52809
Keterangan : * = Berbeda nyata.