PERTUMBUHAN STEK Duabanga moluccana, Blume.
KAKA ENINDHITA PRAKASA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERTUMBUHAN STEK Duabanga moluccana, Blume.
KAKA ENINDHITA PRAKASA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(Rootone-F) Terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga mollucana. Blume. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto
Ringkasan
Kebutuhan bahan baku kayu yang tinggi untuk menjalankan industri kehutanan menyebabkan para pengusaha kehutanan mulai beralih dari penggunaan kayu dari hutan alam ke hutan tanaman yang mengembangkan jenis - jenis cepat tumbuh. Duabanga moluccana
Blume, merupakan salah satu jenis pohon asli Indonesia yang cepat tumbuh dan memiliki karakteristik yang baik untuk bahan baku industri. Perbanyakan jenis D. mollucana selain dapat dilakukan melalui benih dapat juga dilakukan dengan perbanyakan vegetatif. Stek pucuk dan stek batang merupakan salah satu cara alternatif untuk memperoleh bibit unggul dalam jumlah yang memadai dalam waktu yang tepat. Penambahan zat pengatur tumbuh (Rootone - F) diharapkan dapat meningkatkan persentase berakar dan persentase hidup stek.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ZPT terhadap pertumbuhan stek pucuk dan stek batang bibit D. mollucana. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan dalam pengadaan bibit berkualitas dari kebun pangkas D. mollucana.
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dengan sistem KOFFCO (Komatsu-Forda Fog Cooling System) di Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Kementrian Kehutanan, Gunung batu, Bogor, Jawa Barat selama bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2010. Bahan yang digunakan adalah pucuk dan batang bibit
Duabanga mollucana dari benih pohon plus (M07) di Kebun SEAMEO BIOTROP. ROOTONE-F, Dithane M45. sekam padi, cocopeat, dan zeolite. Dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor yang pertama adalah bahan stek yaitu pucuk dan batang , dan faktor kedua adalah konsentrasi zat pengatur tumbuh dari Rootone-F yaitu 0 ppm, 500ppm, 1000ppm, 1500ppm. Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah : (1) Persentase hidup, (2) Persentase berakar, (3) Jumlah akar, (4) Panjang akar, (5) Berat basah dan berat kering akar, (6) Berat bash dan berat kering pucuk, (7) Nisbah pucuk akar. Kemudian data yang diperoleh diolah dan dilakukan sidik ragam dan uji lanjut.
ON CUTTINGS OF DUABANGA MOLLUCANA BLUME By :
Kaka E. Prakasa and Supriyanto
INTRODUCTION Insufficient supply of raw materials to support wood based industries in Indonesia cause of the changes on orientation for wood supply from natural forest to plantation forest in developing fast growing tree species. Duabanga mollucana Blume, is an Indonesian native fast growing tree species that have good characteristic as raw materials for wood based industries. Vegetative propagation can be done to this species besides their ability to be propagated from seed. Shoot and stem cuttings are alternative ways to obtain qualified seedlings in appropriate amounts and timely manner. Plant growth regulator treatment was expected to increase cutting's survival rate and rooting percentage.
Objective of this research was to determine the effect of plant growth regulator on the growth of shoot and stem cutting of Duabanga moluccana. This research would be useful to provide information for the production for high quality seedlings.
MATERIAL AND METHOD This research was carried out on green house with KOFFCO system (Komatsu-Forda Fog Cooling System) at Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Gunung Batu, Bogor, West Java. from August to october 2010. Materials used in this research were shoot and stem of Duabanga seedlings from selected mother trees (M07) from SEAMEO BIOTROP, Rootone-F, Dithane M-45, rice husk, cocopeat, and zeolite. The experimental design in this research was completely randomized design with 2 factors and 3 replicates. The first factor was source of cutting material (shoot and stem) and the second factor was concentration of plant growth regulator (0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, and 1500 ppm). Growth parameters observed were (1) survival rate, (2) rooting percentage, (3) number of roots, (4) root length, (5) root fresh weight and dry weight (6) shoot fresh weight and dry weight (7) shoot-root ratio. Data was processed with analysis of variance then followed by fisher's LSD test.
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian ZPT (Rootone-F) Terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga moluccana, Blume. adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing yang belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Pemberian ZPT (Rootone-F) Terhadap Pertumbuhan Stek
Duabanga moluccana. Blume. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini mengemukakan upaya penulis dalam mencari alternatif produksi bibit Duabanga dan upaya untuk meningkatkan keberhasilan produksinya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan produksi dalam pengadaan bibit Duabanga dan kegiatan konservasinya. Penulis mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan teknologi perbanyakan tanaman kehutanan di Indonesia. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Penyusunan skripsi ini yang tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah ikut mendukung dan memberi bantuan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Supriyanto selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu serta senantiasa selalu memberikan bimbingan, saran, dan koreksi kepada penulis sejak perencanaan praktek penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MSc dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.
3. Dr. Ir. Atok Subiakto, MSi. Atas fasilitas yang diberikan selama di Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor .
4. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS, Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana. MS. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda. MSc., Dr. Ir. Siti Chalimah. MSi., Drs. Imam Mawardi. yang telah memberikan saran-saran yang membangun bagi penulis.
5. Bapak dan Ibu, serta Mas Dodik, Dani, Dina, dan seluruh keluarga besar atas doa restu, kesabaran dan dorongan moril maupun materilnya selama ini.
6. Segenap pegawai Fakultas Kehutanan IPB, terutama Tata Usaha Fakultas Kehutanan IPB dan KPAP Silvikultur.
7. Asep dan rekan-rekan di Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, Sarif Wahyudi dan rekan-rekan di persemaian PT.ATN atas bantuan yang diberikan selama percobaan. tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 27 Juli 1986 sebagai putra
kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Sri Margono dan Ibu Titik
Marwati.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 – 1997 di SD Negeri
Jajar I Surakarta, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 2 Surakarta hingga lulus
tahun 2001 pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU
Negeri 2 Surakarta dan lulus pada tahun 2004.
Tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui program
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan
Departemen Silvikultur Program Studi Budidaya Hutan angkatan 41. Selama
kuliah di IPB, penulis aktif di UKM MAX!! (2004–2007), dan Badan Eksekutif
Mahasiswa (2005–2006) dan (2007–2008). Selain itu diluar kampus IPB penulis
aktif di Kelompok Pengguna Linux Indonesia (KPLI) cabang Bogor (2007–
sekarang) dan sebagai ketua KPLI Bogor pada tahun 2009 - 2010. Pada tahun
2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Cilacap –
Baturraden Jawa Tengah dan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Getas Jawa
Timur serta Praktek Kerja Lapangan di PT. TIMAH tbk pada tahun 2008.
Sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas
Kehutanan IPB, penulis melakukan praktek khusus berupa penelitian yang
berjudul Pengaruh Pemberian ZPT (Rootone-F) Terhadap Pertumbuhan Stek
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI...i
DAFTAR TABEL...iii
DAFTAR GAMBAR...v
DAFTAR LAMPIRAN...vi
I. PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Tujuan...2
1.3 Manfaat...2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...3
2.1 Tinjauan Umum Duabanga (Duabanga moluccana Blume.)...3
2.1.1 Klasifikasi dan penyebaran...3
2.1.2 Ekologi, botani dan silvikultur...4
2.1.3 Prospek dan manfaat...5
2.2 Pembiakan Vegetatif Stek...5
2.2.1 Fungsi stek...7
2.2.2 Stek pucuk...8
2.3 Batang tanaman...8
2.4 Faktor Penentu Keberhasilan stek...10
2.4.1 Faktor internal ...10
2.4.2 Faktor eksternal ...12
2.5 Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ...14
2.6 Sistem Perakaran Tanaman ...17
III. METODOLOGI...19
3.1 Waktu dan tempat...19
3.2 Bahan dan alat ...19
3.3.1 Parameter yang diukur...20
3.4 Metode Kerja ...21
3.4.1 Penyiapan media tanam...23
3.4.2 Penyiapan ZPT...23
3.4.3 Penyiapan bahan stek...23
3.4.4 Penanaman stek...24
3.4.5 Pemeliharaan ...24
3.4.6 Pengolahan data ...25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...26
4.1 Hasil...26
4.1.1 Pengamatan visual...26
4.1.2 Pengamatan parameter pertumbuhan...27
4.2Pembahasan...42
4.2.1 Pengaruh bahan stek...43
4.2.2 Pengaruh konsentrasi hormon...45
4.2.3 Pengaruh interaksi bahan stek dan konsentrasi hormon...48
V. KESIMPULAN DAN SARAN...50
5.1 Kesimpulan...50
5.2 Saran...50
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Keunggulan dan kelemahan perbanyakan dengan stek...7
2. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perbedaan konsentrasi ZPT
terhadap stek pucuk dan stek batang...28
3. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
persentase hidup...29
4. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
persentase hidup...29
5. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap
persentase hidup...30
6. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
persentase berakar...31
7. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek terhadap persentase berakar...31
8. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap
persentase berakar...32
9. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
jumlah akar...33
10. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
jumlah akar...33
11. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap jumlah akar...34
12. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
panjang akar...35
13. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
panjang akar...35
14. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap panjang akar...36
15. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
bobot kering pucuk...37
17. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap
bobot kering pucuk...38
18. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
bobot kering akar...39
19. Hasil sidik ragam pengaruh bahan dan konsentrasi ZPT terhadap
bobot kering akar...39
20. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap parameter
bobot kering akar...40
21. Rekapitulasi data pengaruh bahan dan konsentrasi ZPT terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA) ...41
22. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
Nisbah Pucuk Akar (NPA)...41
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Daun, Bunga dan Buah Duabanga moluccana...5
2. Ilustrasi Koffco System (Subiakto. et al., 2007)...22
3. Perendaman stek Duabanga moluccana dengan ZPT (Rootone-F)...23
4. Penanaman stek batang dan stek pucuk Duabanga moluccana...24
5. Kondisi stek batang Duabanga moluccana pada 6 MST...26
6. Kondisi stek pucuk Duabanga moluccana pada 6 MST...27
7. Stek Pucuk Duabanga moluccana...34
8. Stek batang Duabanga moluccana yang mati dan tidak berakar...34
9. Perakaran stek pucuk Duabanga moluccana pada 3 MST...44
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi data pengamatan stek pucuk pada perlakuan ZPT 0 ppm...52
2. Rekapitulasi data pengamatan stek pucuk pada perlakuan ZPT 500 ppm...53
3. Rekapitulasi data pengamatan stek pucuk pada perlakuan ZPT 1000 ppm...54
4. Rekapitulasi data pengamatan stek pucuk pada perlakuan ZPT 1500 ppm...55
5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 0 ppm...56
5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 500 ppm...57
5. Rekapitulasi data pengamatan Stek Batang pada perlakuan ZPT 0 ppm...58
1.1 Latar Belakang
Industri kehutanan pernah menjadi salah satu kontributor terbesar dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia, namun hal itu sudah tidak terjadi lagi sejak
kebutuhan bahan baku untuk menjalankan industri kehutanan tidak mampu
memenuhi kapasitas industri yang dibutuhkan (Kewilaa, 2007). Berdasarkan data
Departemen Kehutanan per Mei 2010 industri kayu lapis di pulau Jawa
membutuhkan bahan baku 114.000 m3/bulan untuk memenuhi kapasitas
produksinya, sedangkan kebutuhan Indonesia secara keseluruhan adalah
20.640.331 m3. Untuk menyikapi hal tersebut, banyak pengusaha mulai beralih
dari penggunaan bahan baku industri dari hutan alam ke hutan tanaman yang
mengembangkan jenis – jenis pohon cepat tumbuh seperti sengon dan saat
sekarang banyak ditanam jenis jabon karena sengon banyak diserang penyakit
karat puru.
Duabanga moluccana Blume, merupakan salah satu jenis pohon asli Indonesia yang cepat tumbuh dan memiliki karakteristik yang baik untuk bahan
baku industri. Pohon ini memiliki ketinggian hingga 45 meter dan diameter
hingga 100 cm (BPTH Bali dan Nusa Tenggara, 2009), disamping itu bentuk
batangnya yang bulat dan lurus membuat jenis ini cocok untuk bahan baku
berbagai industri kayu mulai dari bahan bangunan, kayu lapis, korek api, dan lain
lain sehingga jenis ini sangat potensial untuk dibudidayakan.
Perbanyakan jenis D. moluccana dapat dilakukan melalui benih karena jenis ini tergolong mudah berkecambah. Persentase kecambah tanaman ini
mencapai 87,5% (BPTH Bali dan Nusa Tenggara, 2009) namun kecambahnya
sangat mudah terserang dumping off atau busuk akar. Dalam perbanyakan bibit melalui benih, terdapat beberapa permasalahan yang seringkali dijumpai
langsung ketika buah belum pecah (3) Benih D.moluccana tidak dapat disimpan terlalu lama karena benihnya bersifat rekalsitran. (4) Pada saat dikecambahkan
jenis D. moluccana rentan terhadap serangan jamur Pythium yang menyebabkan lodoh, dan serangan ulat pemakan daun kecambah D.moluccana.
Perbanyakan vegetatif melalui stek batang dan pucuk merupakan salah
satu cara alternatif yang dapat dilakukan untuk memperoleh bibit unggul dalam
jumlah yang memadahi dan dalam waktu yang cepat, disamping itu tanaman hasil
perbanyakan vegetatif seperti stek memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Perbanyakan bibit melalui teknik stek pada umumnya tidak memerlukan biaya
yang besar sehingga lebih terjangkau dan dapat dilakukan sepanjang tahun.
Keberhasilan stek dapat ditentukan oleh faktor internal (mutu fisiologi) dan faktor
eksternal (lingkungan).
Penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) pada stek diharapkan dapat
meningkatkan persentase hidup dan persentase berakar stek D. moluccana seerta untuk menstimulir perakaran apabila hormon endogen tidak tercukupi. Pada
percobaan ini dilakukan stek pucuk dan stek batang bibit tanaman D. moluccana
dengan pemberian Rootone-F dengan beberapa konsentrasi yaitu 500 ppm, 1000
ppm, 1500 ppm.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ZPT
terhadap pertumbuhan stek pucuk dan stek batang bibit D. moluccana.
1.3 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan dalam pengadaan
bibit berkualitas dari kebun pangkas D. moluccana.
2.1 Tinjauan Umum Duabanga (Duabanga moluccana Blume.).
2.1.1 Klasifikasi dan penyebaran
Duabanga moluccana Blume. dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Plantamor, 2008) :
Kingdom : Tumbuhan tingkat tinggi
Sub-kingdom : Tracheobionta – Tanaman berpembuluh
Super-divisi : Spermatophyta – Tanaman berbiji
Divisi : Magnoliophyta – Tanaman berbunga
Klas : Magnoliopsida – Berkeping dua / dikotil
Sub-klas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Soneratiaceae
Genus : Duabanga
Species : Duabanga moluccana, Blume
Allaby (1998) menyatakan Duabanga merupakan salah satu jenis pohon
yang tersebar dari pegunungan Himalaya hingga New Guinea, tanaman ini
memiliki percabangan monopodial dan penyerbukannya terjadi di malam hari
dibantu oleh kelelawar, buahnya berbentuk kapsul. Duabanga menghasilkan kayu
ringan berwarna pucat yang berharga.
Nama Duabanga diberikan oleh Francis Hamilton dari bahasa daerah
Tripura yaitu Duyaabangga, pohon ini memiliki batang yang lurus setinggi 40 –
80 kaki atau sekitar 12 – 24 meter tumbuh lurus penuh atau membelah dari
bawah. Percabangannya menyebar dan terkulai dari batangnya, memiliki susunan
2.1.2 Ekologi, botani dan silvikultur a. Ekologi
Berdasarkan floristik melanesia, marga Duabanga terdiri dari D. grandiflora, D. moluccana, dan D. sonneratioides. D. grandiflora dan D. sonneratioides penyebarannya secara geografis terdapat di Malaysia Barat (Semenanjung Malaya), Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Nusa Tenggara. Sebaran
D. moluccana di Malaysia Timur, Sulawesi, kep. Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Khusus di Nusa Tenggara Barat di Gunung
Tambora Pulau Sumbawa D.moluccana tumbuh secara homogen.
Duabanga moluccana tumbuh di hutan yang terbuka pada ketinggian 300-1200 mdpl, secara alami pertumbuhan yang baik adalah 400- 900 mdpl, pada kondisi
hutan musim, dengan curah hujan rata-rata 2000-3500 mm/tahun, tipe iklim B-C
menurut Schmidt dan Ferguson, rata rata suhu 27oC-32oC pada siang hari dan
15oC-24oC pada malam hari, kelembaban relatif pada musim kemarau 60% - 70%.
Jenis ini termasuk intoleran (membutuhkan cahaya) untuk pertumbuhannya.
Sumber benih Duabanga di wilayah BPTH Bali dan Nusa Tenggara di Wanariset
Rarung Kabupaten Lombok Tengah Propinsi NTB.
b. Botani
Tinggi tanaman hingga 25- 45 m, diameter batang 70-100 cm, batang lurus
dan bulat. Permukaan kulit tidak teratur, tetapi agak pecah dan bersisik, ciri pohon
tua adalah kulit luar berwarna kelabu coklat muda dan memiliki lenti sel dengan
warna coklat tua, kulit bagian dalam berserat halus getah berwarna kecoklatan
pada bagian kambium sedikit berwama kemerahan. Banir batang rendah yaitu 50
cm dari permukaan tanah. Daun berbentuk bulat telur (ovate), panjang 9-14 cm, lebar 4-8 cm ujung daun runcing memanjang, dasar daun membulat. Tulang daun
primer pada bagan bawah daun menonjol. Tulang daun sekunder terdiri dari 15-16
pasang dan membentuk sudut 60 terhadap tulang daun primernya dengan tulang
c. Silvikultur
Buah Duabanga termasuk buah kapsul dan kemasakannya tidak seragam.
Buahnya berkatup 4-8, biji banyak, warna coklat tua sampai hitam, panjang rata
rata 2,65 cm. Benih sangat halus, albumen tidak ada, berekor di kedua ujungnya,
berwama coklat muda sampai tua, panjang rata-rata 0,6 cm, lebar rata-rata 0,1 cm.
2.1.3 Prospek dan manfaat
Tanaman D. moluccana, Blume. memiliki berat jenis 0,39 (0,27-0,52), kelas awet IV -V dan kelas kuat III- IV, banyak digunakan untuk kayu
pertukangan, veneer kayu lapis, pembuatan papan semen dan pulp. Kayu teras D.
molluccana berwarna kuning muda atau coklat kekuningan sedangkan kayu gubal berwarna lebih muda tetapi tidak ada batas yang jelas dengan kayu terasnya.
Tekstur urat kayunya kasar dengan arah serat lurus atau terpadu padat seratnya.
2.2 Pembiakan vegetatif stek
Pembiakan vegetatif adalah salah satu cara memperbanyak tumbuhan
tanpa menggunakan biji. Tumbuhan diperbanyak dari bagian-bagian vegetatif
yakni akar, batang dan daun. Individu yang terbentuk memiliki sifat yang sama
dengan induknya (Harahap, 1972). Pembiakan vegetatif (asexual propagation)
oleh karena adanya kemampuan dari bagian-bagian vegetatif untuk beregenerasi
(Hartmann dan Kester, 1968) .
Menurut Harahap (1972), pembiakan vegetatif secara garis besar dibagi
menjadi dua yaitu :
(1) Allovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif pada dua jenis genotip yang berbeda seperti pada sambungan dan okulasi.
(2) Autovegetative propagation, yaitu pembiakan vegetatif dari genotip yang sama seperti pada cangkok dan stek.
Dengan cara stek dan cangkok diusahakan agar terbentuk akar adventif
pada pangkal stek dan bidang cangkok, sedangkan pada penyambungan atau
tempel/okulasi tidak diperlukan terbentuknya akar adventif namun memiliki
tanaman baru hasil dari menggabungkan sifat tanaman yang dikehendaki (Moko,
2004).
Stek dapat dibedakan berdasarkan bagian tanaman yang dijadikan bahan
stek, yaitu stek akar, stek batang, stek pucuk, stek umbi dan sebagainya. Stek yang
dilakukan pada bagian atas tanaman disebut stek pucuk dan stek batang, bertujuan
untuk mengoptimalkan pembentukan sistem perakaran baru. Sementara stek yang
dilakukan pada bagian bawah tanaman seperti stek akar, bertujuan untuk
mengoptimalkan pembentukan sistem bagian atas tanaman. Stek daun bertujuan
pembentukan sistem perakaran dan batang tanaman (Rochiman dan Hardjadi,
Tabel 1. Keunggulan dan kelemahan perbanyakan dengan stek.
Keunggulan Kelemahan
• Menghasilkan pertumbuhan bibit yang homogen dengan jumlah dan waktu yang diinginkan, serta tahan terhadap hama dan penyakit.
• Dapat ditanam pada permukaan air tanah yang dangkal, karena tanaman hasil stek tidak memiliki akar tunggang
• Penyetekan dapat dilakukan secara
berulang, konsisten serta
Teknik perbanyakan vegetatif tanaman mempunyai peranan penting dalam
program pembangunan hutan tanaman (Moko, 2004 dalam Rochimi, 2008). Menurut Wright (1962) dalam Husnaeni (1996), pembiakan vegetatif dalam rangka pemuliaan pohon berfungsi untuk :
(1) Pembiakan secara besar-besaran, misalnya dengan stek.
(2) Mempermudah dan memperlancar penyerbukan terkontrol pada kebun
benih.
(3) Memperlancar produksi buah pada pohon-pohon kerdil.
(4) Menentukan variasi genetik suatu jenis pohon.
(5) Melindungi atau memelihara plasma nutfah yang unggul untuk percobaan
persilangan.
(6) Memperoleh tanaman yang mempunyai sifat genetik yang identik dengan
2.2.2 Stek pucuk
Stek pucuk adalah sebuah metode yang penting dalam perbanyakan
tanaman hutan. Stek pucuk merupakan sebuah teknik perbanyakan vegetatif
sederhana yang dapat diterapkan pada jenis tanaman pohon. Pada dasarnya teknik
stek pucuk dikembangkan dari teknik stek batang yang telah diaplikasikan secara
luas pada tanaman hutan seperti pada famili Dipterocarpaceae, Morus alba, Peronema canescens dan Pterocarpus indicus.(Subiakto, 2007).
Teknik yang tergolong sederhana namun dapat digunakan untuk produksi
masal bibit secara vegetatif adalah teknik stek pucuk (Kantarli, 1993; Zabala,
1993, dalam Subiakto 2007). Untuk perbanyakan secara masal jenis-jenis pohon hutan, stek pucuk merupakan teknik penting karena sederhana dan telah
diaplikasikan pada skala operasional pembangunan hutan tanaman (Subiakto,
2007).
2.3 Batang tanaman
Tjitrosoepomo (2000) menyatakan bahwa batang merupakan bagian tubuh
tumbuhan yang amat penting, mengingat tempat serta kedudukan batang bagi
tubuh tumbuhan. Batang dapat disamakan dengan sumbu tubuh tumbuhan
Pada umumnya batang memiliki sifat-sifat berikut:
(1) Umumnya berbentuk bulat panjang seperti silinder atau dapat pula
mempunyai bentuk lain. Akan tetapi selalu bersifat aktinomorf, artinya
dapat dengan sejumlah bidang dibagi menjadi dua bagian setangkup.
(2) Terdiri atas ruas-ruas yang masing-masing dibatasi oleh buku-buku, dan
pada buku-buku inilah terdapat daun.
(3) Tumbuhnya biasanya ke atas, menuju cahaya atau matahari (bersifat
fototrop atau heliotrop),
(4) Selalu bertambah panjang di ujungnya. Oleh sebab itu sering dikatakan,
bahwa batang mempunyai pertumbuhan yang tidak terbatas.
(5) Bercabang dan selama hidupnya tumbuhan tidak digugurkan, kecuali
(6) Umumnya tidak berwarna hijau, kecuali tumbuhan yang umurnya pendek,
misalnya rumput atau batang yang masih muda.
Sebagai bagian tubuh tumbuhan batang memiliki tugas untuk :
(1) Mendukung bagian-bagian tumbuhan yang ada di atas tanah, yaitu: daun,
bunga, dan buah.
(2) Dengan percabangannya memperluas bidang asimilasi, dan menempatkan
bagian-bagian tumbuhan di dalam ruang sedemikian rupa, hingga dari segi
kepentingan tumbuhan bagian-bagian tadi terdapat dalam posisi yang
paling menguntungkan
(3) Jalan pengangkutan air dan zat-zat makanan dari bawah ke atas dan jalan
pengangkutan hasil-hasil asimilasi dari atas ke bawah.
(4) Menjadi tempat penimbunan zat-zat makanan cadangan.
Batang tumbuhan dapat dibedakan seperti berikut :
(1) Batang basah (herbaceus), yaitu batang yang lunak dan berair, misalnya pada bayam (Amaranthus spinosus L.), krokot (Portulaca oleracea L.). (2) Batang berkayu (lignosus), yaitu batang yang biasa keras dan kuat, karena
sebagian besar terdiri atas kayu, yang terdapat pada pohon-pohon
(arbores) dan semak-semak (frutices) pada umumnya. Pohon adalah tumbuhan yang tinggi besar, batang berkayu dan bercabang jauh dari
permukaan tanah, sedangkan semak adalah tumbuhan yang tak seberapa
besar, batang berkayu, bercabang-cabang dekat dengan permukaan tanah
atau mungkin didalam tanah.
(3) Batang rumput (calmus), yaitu batang yang tidak keras, mempunyai ruas-ruas yang nyata dan seringkali beronga misalnya pada padi (Oryza sativa L.) dan rumput (Gramineae) pada umumnya.
2.4 Faktor Penentu Keberhasilan stek 2.4.1 Faktor internal
(1) Jenis tanaman
Jenis tanaman berpengaruh terhadap kemampuan stek menghasilkan akar
dan tunas baru (Kramer dan Kozlowski, 1960). Proses perakaran pada stek
tergantung dari spesies. Ada spesies yang mudah berakar cukup dengan air saja,
tetapi banyak pula yang susah berakar walaupun dengan perlakuan yang khusus
(Kusumo,1984. dalam Irwanto, 2003 ).
(2) Bahan stek
Kandungan nutrisi di bahan stek harus cukup, terutama persediaan
karbohidrat dan nitrogen sangat mempengaruhi perkembangan akar dan tunas
stek, Pada rasio C/N yang tinggi akan mempercepat pembentukan akar primordial,
sedangkan rasio C/N yang rendah akan pembentukan tunas (Kramer dan
Kozlowski, 1960). Daun muda dan tunas aktif dapat berperan mendorong inisiasi
akar (Salisbury dan Ross, 1995).
(3) Ketersediaan air
Kehilangan air akibat pemisahan bahan stek dengan pohon induk dapat
diatasi dengan memaksimalkan kelembaban udara di lingkungan sekitar bahan
tanaman, misalnya peletakan bahan stek di bawah sungkup, pengurangan dan
pengendalian suhu seperti memberikan naungan yang cukup terhadap sinar
matahari, dan pengurangan permukaan transpirasi dengan cara memotong
daun-daun stek, serta menutup ujung-ujung daun-daun dengan lilin (Kramer dan Kozlowski,
1960). Perbedaan tekanan uap daun dan udara pada stek harus dijaga serendah
mungkin agar pembentukan akar berlangsung dengan optimal (Subiakto et al.,
2005).
(4) Hormon endogen
Hormon endogen hanya diproduksi oleh bagian-bagian tertentu tanaman.
Apabila pada suatu tanaman dilakukan stek, maka suplai hormon dari induk akan
pembentukan akar dan pembelahan sel lainnya. Jika kandungan hormon endogen
mencukupi, maka hormon eksogen tidak perlu diberikan (Kramer dan Kozlowski,
1960).
(5) Umur dan tipe bahan stek
Kemampuan membentuk akar dari stek dipengaruhi umur bahan stek yang
bergantung pada umur pohon induk. Stek dari tanaman yang lebih muda akan
lebih mudah berakar dibanding dengan tanaman yang lebih tua. Namun, apabila
stek tersebut terlalu muda dan lunak, maka proses transpirasi menjadi sangat cepat
dan akhirnya stek menjadi kering dan mati (Rochiman dan Harjadi, 1973).
Selain itu, jenis bahan stek dari jaringan tanaman yang masih muda lebih
mudah diperbanyak dan lebih cepat terbentuk akar apabila dibandingkan dengan
jaringan tanaman yang sudah tua. Semakin tua jaringan tanaman, maka semakin
menurun kemampuan untuk berakar pada banyak jenis tanaman (Moko, 2004).
Menurut Hartmann dan Kester (1968), bahan stek yang gagal tumbuh diakibatkan
oleh :
a) Adanya penambahan produksi senyawa inhibitor yang muncul secara
alami pada bagian tunas dan terangkut dalam reaksi metabolik menuju
daerah perakaran
b) Pengurangan senyawa fenolik yang bersifat kofaktor auksin dalam proses
inisiasi akar
c) Adanya rintangan struktur anatomi batang.
Terkait pada cincin sklerenkima kontinyu yang melingkar antara floem dan
korteks tempat akar terbentuk, akan mempengaruhi dan menghalangi
pembentukan akar. Kondisi daun pada cabang yang hendak diambil sebaiknya
berwarna hijau tua. Dengan demikian seluruh daun dapat melakukan fotosintesis
yang akan menghasilkan zat makanan dan karbohidrat. Pada proses berikut, zat ini
akan disimpan dalam organ penyimpanan, antara lain di batang. Karbohidrat pada
batang ini penting sebagai sumber energi yang dibutuhkan pada waktu
(6) Kehadiran virus penyakit
Kehadiran virus penyakit mampu menghambat dan mengurangi persentase
berakar dan jumlah akar yang dibentuk (Kramer dan Kozlowski, 1960). Pada saat
pengambilan bahan stek, pohon induk harus dalam keadaan sehat dan tidak
sedang bertunas agar pertumbuhan stek menjadi tidak terhambat (mati atau
merana).
Salah satu jenis penyakit yang sering menyerang batang adalah penyakit
defisiensi nitrogen. Tanda-tanda penyakit ini adalah warna daun agak kekuningan.
Kandungan nitrogen yang sangat kurang akan menyulitkan akar untuk terbentuk
dan tunas-tunas yang tumbuh biasanya sangat lemah, berwarna hijau kekuningan.
Oleh karena itu, cabang yang dipilih sebaiknya berwarna kehijauan. Cara melihat
warna cabang tersebut adalah dengan mengelupas kulit ari cabang (Wudianto,
1996).
2.4.2 Faktor eksternal (1) Suhu
Menurut (Kramer dan Kozlowski, 1960) menyatakan bahwa, suhu udara
yang tepat untuk merangsang pembentukan akar primordial untuk setiap jenis
tanaman berbeda- beda. Kisaran suhu lingkungan yang baik untuk merangsang
pembentukan akar adalah 21 - 27° C (70 – 80 °F). Pada umumnya suhu yang
optimum digunakan adalah 29°C, sedangkan suhu media sekitar 24°C, karena
pada kisaran suhu tersebut terjadi pembagian sel dalam daerah perakaran yang
distimulir. Suhu rendah mampu membantu terbentuknya jaringan kalus dan suhu
yang tinggi dapat membantu pertumbuhan akar (Rochiman dan Harjadi, 1973).
(2) Kelembaban udara
Kelembaban udara yang tinggi akan menghambat laju evapotranspirasi
stek, mencegah stek dari kekeringan dan kematian sebelum stek mampu
membentuk akar (Rochiman dan Harjadi, 1973). Kelembaban di dalam media stek
harus tinggi dan dipertahankan mendekati 90 %, agar tidak terjadi transpirasi yang
pada stek harus diusahakan konstan di atas 90%, terutama sebelum stek berakar.
(3) Intensitas cahaya
Cahaya berfungsi untuk pembentukan auksin dan karbohidrat (proses
fotosintesis). Namun, cahaya yang diperlukan untuk proses sintesis stek dapat
meningkatkan perbedaan tekanan uap air dan udara. Apabila kebutuhan cahaya
telah mencukupi, cahaya dapat berpengaruh menghambat pembentukan akar. Pada
stek yang diberi perlindungan akan berakar lebih banyak daripada stek yang
menerima cahaya matahari langsung ( Subiakto et al., 2005).
Pengaturan intensitas cahaya dapat dilakukan melalui pengaturan
intensitas naungan (Kramer dan Kozlowski, 1960). Ruangan untuk penyetekan
diusahakan memiliki intensitas cahaya sekitar 5 – 12 % (Moko, 2004). Sungkup
plastik umum digunakan untuk meningkatkan kelembaban sehingga
meminimumkan perbedaan tekanan uap daun dan udara (Subiakto et al., 2005).
(4) Media perakaran
Menurut Kramer dan Kozlowski (1960), lingkungan perakaran atau media
tumbuh ideal adalah media yang dapat memberikan porositas yang cukup dengan
kemampuan drainase yang baik, serta bebas dari hama penyakit, sedangkan pH
yang baik adalah berkisar antara pH 7 (netral).
Rochiman dan Harjadi (1973) menyatakan bahwa media perakaran
diusahakan menggunakan bahan yang dapat mengikat air dalam waktu lama agar
kelembaban media tetap terjaga. Media dengan aerasi baik penting untuk
pembentukan akar. Sedangkan pembentukan suberin (gabus) dan kambium
memerlukan oksigen yang banyak. Menurut Prastowo et al., (2006), syarat media tumbuh yang baik adalah ringan, murah, mudah didapat, porus (gembur) dan
subur (kaya unsur hara). Media yang yang digunakan untuk penyetekan
diusahakan lembut, beraerasi baik dan steril. Media yang baik tersebut antara lain
vermikulit, perlit, gambut dan pasir. Selain itu, media yang berasal dari sabut
Wiguna (2007) mengungkapkan, cocopeat mempunyai kemampuan
menahan air cukup tinggi sampai 73 %. Pemberian air yang berlebih akan
menyebabkan media terlalu lembab sehingga dapat menyebabkan busuk akar.
Oleh sebab itu, dalam penggunaan media cocopeat biasanya dicampur dengan
media tanam lain yang daya ikat airnya tidak terlalu tinggi. Cocopeat mempunyai
banyak kandungan hara essensial seperti Kalsium, Magnesium, Kalium, Natrium
dan Fosfor .
(5) Teknik penyiapan stek
Dalam penyiapan bahan pada pembiakan vegetatif stek beberapa hal yang
perlu diperhatikan adalah perlakuan sebelum pengambilan stek, waktu
pengambilan stek, pemotongan stek dan pelukaan, penggunaan dan pemberian zat
pengatur tumbuh, serta kebersihan dan pemeliharaan (Rochiman dan Harjadi,
1973). Hal ini terkait pada keberhasilan pertumbuhan akar stek dengan faktor
mekanis (Kramer dan Kozlowski, 1960).
2.5 Zat Pengatur Tumbuh
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan
beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon . Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur
reaksi-reaksi metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam organisme
dengan proses metabolik dan tidak berfungsi didalam nutrisi (Heddy, 1986).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan
berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya
hormon tumbuhan. Apabila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu,
maka sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi, dari sudut
pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan
pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
jenisnya (Rochimi, 2008).
Hormon dibedakan menjadi dua tipe, yaitu hormon endogen, dihasilkan
tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan hormon eksogen yang diberikan
dari luar sistem individu. Hormon eksogen ini lebih dikenal sebagai zat pengatur
tumbuh (Irwanto, 2003).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah (< 1 mM) mendorong, menghambat atau secara
kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengaturan
pertumbuhan ini dilakukan dengan cara pembentukan hormon-hormon yang sama,
mempengaruhi sintesis hormon, perusakan translokasi atau dengan cara perubahan
tempat pembentukan hormon (Wattimena, 1992).
Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup
pengamanan hasil, memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk
(misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu
berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan
tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya. Sejauh ini dikenal
sejumlah golongan zat yang dianggap sebagai fitohormon, yaitu auksin, sitokinin,
giberilin atau asam giberelat (GA), etilena, asam absisat (ABA), asam jasmonat,
steroid (brasinosteroid), salisilat dan poliamina (Rochimi, 2008).
Auksin adalah suatu hormon yang bersifat merangsang pembelahan sel di
bagian tanaman yang masih aktif membelah diri seperti ujung akar atau pucuk
(Weaver, 1983). Auksin dapat ditemukan di seluruh jaringan tanaman yang
tertranslokasikan dari jaringan-jaringan yang masih meristematik, seperti pada
titik-titik pertumbuhan antara lain koleoptil, tunas, ujung daun dan ujung akar
(Devlin, 1975 dalam Rochimi, 2008). Secara umum, auksin berfungsi dalam pemanjangan sel dan pembesaran jaringan, pembelahan sel (pembentukan kalus),
Pembentukan tunas adventif, menghambat pembentukan tunas adventif dan tunas
aksiler serta embriogenesis pada kultur suspensi. Pada konsentrasi auksin yang
rendah dapat merangsang pembentukan akar adventif, namun pada konstrasi yang
tinggi justru terjadi pembentukan kalus sedangkan pembentukan akar gagal terjadi
Pada konsentrasi auksin yang rendah dapat merangsang pembentukan akar
adventif, namun pada konstrasi yang tinggi justru terjadi pembentukan kalus
sedangkan pembentukan akar gagal terjadi (Pierik, 1997 dalam Raharjo, 2004). Terdapat beberapa jenis auksin yang secara luas digunakan adalah Indole Acetic Acid (IAA), Indole Butiric Acid (IBA) dan Napthalene Acetic Acid (NAA). Jenis auksin yang dipergunakan secara luas dan merupakan bahan terbaik dibanding
jenis auksin lain adalah IBA (Hartmann dan Kester, 1997).
Rootone-F merupakan zat pengatur tumbuh yang bukan termasuk hormon.
Zat pengatur tumbuh ini terdiri atas lima macam senyawa yang menjadi bahan
aktifnya, yaitu :
a. Naphtalene acetamide (NAD) sebanyak 0,067%
b. Methy-1-Naphteleneacetic acid (MNAA) sebanyak 0,033% c. Methyle-1-Naptheleneacetamide (MNDA) sebanyak 0,013% d. Indole-3-butyric acid (IBA) sebanyak 0,057%
e. Tetramethylthiuram disulfide (Thiram) sebanyak 4,00
Campuran tersebut tidak dapat disebut auksin sintetik maupun alamiah,
karena kehadiran Thiram yang justru lebih banyak dibanding dengan NAD,
MNAA, MNAD dan IBA. Keempat bahan aktif yang pertama tampak berasosiasi
dengan auksin sintetik dan Thiram berfungsi sebagai fungisida. NAD, MNAA dan
MNAD merupakan turunan IAA, sedangkan IBA sudah lama diketahui memiliki
aktivitas serupa dengan IAA (Manurung, 1987).
Kusumo (1984) dalam Irwanto (2003) menyatakan cara pemberian zat pengatur tumbuh untuk perakaran stek atau cangkok, misalnya dengan pasta ,
bentuk larutan encer, bentuk larutan pekat, pemberian dengan tepung, dan
penyemprotan. Dari cara - cara tersebut, pemberian dengan larutan encer dianggap
cara yang paling efektif. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan
a) Kondisi pohon induk seperti umur, kesuburan dan bagian stek yang
diambil.
b) Faktor dalam seperti rhizokalin dan zat makanan organik.
2.6 Sistem Perakaran Tanaman
Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan
bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Gardner et al., 1991). Akar merupakan bagian bawah dari sumbu tanaman dan berkembang di bawah pemukaan tanah, namun terdapat akar yang mampu tumbuh
di luar tanah (Hidayat, 1995).
Menurut Weaver (1976) dalam Gardner et al., (1991), fungsi akar adalah : (1) penyerapan; (2) penambahan (anchorage); (3) penyimpanan; (4) transpor dan (5) pembiakan (propagation). Akar-akar berperan aktif dalam mengambil zat makanan (nutrisi) dan air, menyimpan karbohidrat hasil fotosintesa, memproduksi
hormon serta menyalurkan kembali hasil-hasil tersebut ke seluruh komponen
tanaman (Djapilus, 1990).
Pembentukan akar terjadi karena adanya pergerakan ke bawah dari auksin,
karbohidrat dan rooting cofactor (zat-zat yang berinteraksi dengan auksin yang mengakibatkan perakaran) baik dari tunas maupun daun. Zat-zat ini akan
menstimulir pembentukan akar. Proses pembentukan bakal akar berawal dengan
pembelahan sel-sel meristem yang terletak di antara atau di luar jaringan
pembuluh, kemudian memanjang membentuk kembali lebih banyak sel-sel yang
berkembang menjadi bakal akar yang disebut akar morfologi atau akar primordial.
Sebagian dari sel yang membelah atau membentuk ujung akar (root tip) yang tumbuh terus melewati korteks dan epidermis dan akan muncul di bagian stek atau
cangkok menjadi akar adventif atau akar lateral (Rochiman dan Harjadi, 1973).
Menurut Gardner et al., (1991), pembentukan akar lateral tersebut dikendalikan secara genetik maupun dipengaruhi lingkungan. Kendali genetik
a) Produksi penghambat -β pada ujung akar yang berhubungan dengan
dominansi ujung
b) Produksi bahan penggiat pertumbuhan pada pucuk yang ditranspor ke akar
(misalnya auksin, tiamin, asam nikotinat dan adenin)
c) Suatu keseimbangan atau interaksi antara bahan penghambat pertumbuhan
dan bahan penggiat pertumbuhan.
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan ruang KOFFCO Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, dan laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP,
Bogor Jawa barat selama 3 bulan dari bulan Agustus hingga bulan November
2010.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah pucuk dan batang bibit tanaman D. moluccana . berumur tiga bulan yang disemaikan dari benih pohon plus (M07) di Kebun SEAMEO BIOTROP. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah
ROOTONE-F dengan zat aktif sebagai berikut :
a) 1 – Naphthaleneacematide (0,06 %)
b) 2 – Methyl – 1 – Naphthaleneacetic Acid (0,033 %) c) 3 – Methyl – 1 – Naphthaleneacematide (0,013 %) d) Indole – 3 – Butiryc Acid (0,057 %)
e) Thiram (Tetramethyl thiuram disulfida) (4,000 %)
Untuk mencegah pertumbuhan jamur selama masa aklimatisasi stek digunakan
fungisida Dithane M-45. Media perakaran yang digunakan adalah campuran
antara sekam padi dengan cocopeat dengan perbandingan 1:2.(v/v) dan zeolite
(sebagai penutup alas).
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Gunting Stek,
Ember Plastik, kotak propagasi, Potray (45 bibit), sendok, gelas ukur, sprayer,
timbangan digital, oven, mistar ukur, dan alat tulis.
3.3 Rancangan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh kosentrasi zat pengatur tumbuh (Rootone-F)
dan bahan stek, digunakan rancangan percobaan acak lengkap pola faktorial 2 x 4
percobaan ini terdapat 8 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri atas
b2 : Konsentrasi 500 ppm
b3 : Konsentrasi 1000 ppm
b4 : Konsentrasi 1500 ppm
Perendaman bahan stek dilakukan selama 15 menit
Model umum percobaan faktorial dalam rancangan acak lengkap adalah sebagai
berikut :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + ∑ijk
keterangan :
Yijk : Nilai pengamatan
μ : Nilai rata-rata pengamatan
αi : Pengaruh perlakuan zat pengatur tumbuh Rootone – F taraf ke-i
βj : Pengaruh perlakuan diameter bahan stek batang taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi dosis zat pengatur tumbuh Rootone - F taraf
ke-i dengan diameter bahan stek batang ke-j
∑ijk : Galat percobaan
3.3.1 Parameter yang diukur
Parameter yang diukur dalam percobaan ini meliputi :
a) Persentase berakar
Persentase berakar=Jumlah stek yang berakar Jumlah stek yang ditanam×100
b) Persentase hidup
c) Jumlah akar
Jumlah akar primer dihitung secara manual diakhir pengamatan.
d) Bobot kering akar
Diukur dengan cara menimbang akar stek setelah dilakukan pengovenan
dengan suhu 70 oC selama 48 jam, pemilihan suhu 70oC agar kandungan
nitrogen tidak menguap
e) Bobot kering pucuk
Diukur dengan cara menimbang pucuk stek setelah dilakukan pengovenan
dengan suhu 70 oC selama 48 jam
f) Panjang akar
Panjang akar dihitung dengan cara mengukur panjang akar terpanjang
pada setiap stek pada 8 minggu setelah tanam (MST) dengan
menggunakan penggaris.
g) Nisbah pucuk akar
Nisbah pucuk akar dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot kering
pucuk dengan bobot kering akar.
NPA=bobot kering pucuk bobot kering akar
3.4 Metode Kerja
Percobaan ini dilakukan pada KOFFCO system ( Komatsu FORDA Fog
Coolling System), yaitu sebuah sistem lingkungan terkendali yang telah
disesuaikan untuk kebutuhan stek tanaman. Sistem KOFFCO terdiri dari rumah
kaca dengan pengontrol suhu elektronik yang terhubung dengan Nozzle / Air Cooler untuk melakukan pengkabutan sehingga suhu ruangan dapat terjaga pada kisaran 29 – 30 oC dengan kelembaban relatif (RH > 95%). selain itu didalamnya
juga terdapat shading net yang berguna untuk menjaga kebutuhan cahaya stek
pucuk dan stek batang (5000 – 10.000 lux). Stek ditanam pada potray yang
3.4.1 Penyiapan media tanam
Media tanam stek disiapkan dengan mencampur 2 bagian cocopeat dengan
1 bagian sekam padi (2:1, v/v) kemudian disterilisasi dengan menggunakan
autoclav pada suhu 120 oC dengan tekanan 1,5 bar uap selama 1 jam. Media tanam yang telah siap dimasukkan kedalam potray yang telah dicuci dengan air
mengalir, kemudian dimasukan ke dalam kotak propagasi yang di bagian dasarnya
telah diberi zeolite yang telah dicuci dengan air bersih secara merata. Selanjutnya
media di aklimatisasi dalam ruang KOFFCO selama 2 hari.
3.4.2 Penyiapan ZPT
Rootone-F ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, dengan
bobot masing – masing 0.5 gr , 1 gr dan 1,5gr kemudian dilarutkan dalam 100 ml
akuades sehingga diperoleh konsentrasi ZPT 500 ppm, 1000 ppm, dan 1500 ppm.
3.4.3 Penyiapan bahan stek
Bahan stek dibuat dari bibit Duabanga yang telah berumur sekitar 3 bulan
dari benih pohon plus (M07) di kebun SEAMEO BIOTROP. Bahan dipilih yang
telah berkayu dan berdiameter sekitar 0.5 cm. Kemudian dipotong bagian pucuk
sepanjang 5 - 10 menggunakan gunting stek dengan menyisakan daun 3-4 helai
yang kemudian dipotong dan disisakan sepertiga panjang daun untuk mengurangi
transpirasi pada bahan. Bahan stek batang sepanjang 5-10 cm dipotong dari
bagian bawah stek pucuk, kemudian daun yang ada di bersihkan. Bahan stek
pucuk dan bahan stek batang berasal dari bibit yang sama.
Untuk menjaga agar bahan stek tetap segar maka bahan stek dimasukkan
kedalam ember plastik yang berisi air. Bahan stek kemudian direndam pada
larutan ZPT (Rootone-F) konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm, dan 1500 ppm selama
15 menit, kecuali pada kontrol (0 ppm) langsung ditanam. Kegiatan penyiapan
bahan stek dilakukan pada pukul 08.00 – 09.00 untuk mengindari suhu yang
berlebihan.
3.4.4 Penanaman stek
Penanaman stek pucuk dan stek batang pada media yang telah disiapkan
dilakukan sekitar pukul 10.00 – 11.00, dengan terlebih dahulu dibuat lubang
tanam agar bahan tidak mengalami kerusakan akibat gesekan vertikal dengan
media.
3.4.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan stek berupa penyiraman yang dilakukan setiap 3 hari sekali
dengan menyemprotkan air menggunakan sprayer. Pencegahan jamur dan bakteri
dilakukan dengan penyemprotan fungisida Dithane M-45.
3.4.6 Pengolahan data
Hasil pengukuran dicatat dalam tallysheet yang telah disiapkan kemudian dipindah dalam aplikasi spreadsheet untuk pengolahan data lebih lanjut. Pengolahan data dengan menggunakan aplikasi R dan pembuatan laporan
dilakukan dengan menggunakan openoffice.org 3.1
4.1 Hasil
4.1.1 Pengamatan visual
Pengamatan visual terhadap stek pucuk dan stek batang pada berbagai
konsentrasi hormon dengan sistem Koffco adalah sebagai berikut
– Daun pada stek pucuk mulai rontok pada hari ke 3 namun tidak layu.
– Batang mulai berwarna kecoklatan mulai pada pengamatan 2 MST.
– Pembentukan pucuk baru terjadi pada 2 MST sampai 3 MST.
– Melalui hasil sampling pemunculan akar mulai nampak pada pengamatan 3 MST.
– Akar primordial muncul pada stek pucuk sekitar 1 cm dari pangkal stek.
– Sungkup kotak propagasi dibuka maksimum selama 3 menit karena jika lebih dari 3 menit daun akan layu. Untuk itu penyiraman harus dilakukan
secara hati-hati dengan hanya membuka sebagian sungkup atau tutup
kotak propagasi. Ketika bibit disapih di polybag harus disungkup terlebih
dahulu selama 1 minggu setelah penyapihan.
– Gejala serangan cendawan mulai muncul pada pada pengamatan 3 MST yang ditandai dengan pemunculan hifa, serangan cendawan dapat
dihilangkan dengan fungisida jenis dithane M-45 pada dosis 1 gr/2 liter air.
– Secara umum kondisi stek pucuk dan stek batang pada umur 6 minggu setelah tanam dapat dilihat pada Gambar 5.
Berdasarkan pengamatan visual di atas maka hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembibitan menggunakan stek pucuk ataupun batang jenis
Duabanga atau Benuang adalah iklim mikro di dalam sungkup dan kebersihan
sungkup yang harus dijaga dengan baik. Selama proses inisiasi akar tidak
dilakukan pemupukan karena akan merangsang pertumbuhan cendawan atau
patogen yang lain.
4.1.2 Pengamatan parameter pertumbuhan
Pengamatan terhadap parameter pertumbuhan stek D. moluccana
menunjukkan pertumbuhan stek pucuk lebih baik dibandingkan dengan bahan
yang berasal dari batang, sedangkan penggunaan ZPT dengan beberapa
konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan stek.
Hasil sidik ragam dari setiap parameter yang diamati menunjukkan bahwa
bahan stek mempengaruhi pertumbuhan stek, sedangkan pemberian zat pengatur
tumbuh tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan stek,
demikian juga interaksi antara bahan dan ZPT (Tabel 2).
Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perbedaan konsentrasi ZPT terhadap stek pucuk dan stek batang.
Parameter Sumber Keragaman Interaksi Bahan dan ZPT
Bahan Konsentrasi ZPT
% Hidup” *** ns ns
% Berakar” *** ns ns
Jumlah akar *** ns ns
Panjang akar *** ns ns
Bobot kering pucuk *** ns ns
Bobot kering akar *** ns ns
Nisbah pucuk akar *** ns Ns
a. Persentase hidup
Persentase hidup merupakan perbandingan antara jumlah stek bibit
Duabanga moluccana yang hidup hingga akhir masa pengamatan (8 MST) dengan seluruh bahan stek yang ditanam. Salah satu tanda yang menunjukkan
adanya proses keberhasilan stek pucuk adalah munculnya tunas baru, yang terjadi
pada 2 minggu setelah tanam.
Kemampuan stek pucuk untuk bertahan hidup lebih tinggi daripada stek
batang. Persentase hidup stek pucuk yang terbesar terdapat pada konsentrasi ZPT
1000 ppm yaitu 87 %, sedangkan persentase hidup terendah terdapat pada
konsentrasi ZPT 0 ppm yaitu 77%.
Kemampuan stek pucuk untuk mempertahankan hidup lebih tinggi
daripada stek batang. Pada stek batang seluruh stek tidak mampu
mempertahankan hidupnya hingga masa akhir pengamatan atau 8 MST, sehingga
Tabel 3. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
Sub total 230 240 260 250 980 245
Rata – rata 77 80 87 83 81.75
Total 230 240 260 250 980 245
Rata – rata 38 40 43 42 163 41
Hasil perhitungan sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT
dapat dibaca pada Tabel 4
Tabel 4. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap persentase hidup
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 0.0251 0.0125 0.5033 0.6150
Bahan 1 8.1748 8.1748 328.2049 4.092e-11 **
ZPT 3 0.0367 0.0122 0.4905 0.6945
Bahan x ZPT 3 0.0367 0.0122 0.4905 0.6945
Galat 14 0.3487 0.0249
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa bahan stek berpengaruh
sangat nyata terhadap persentase hidup stek pucuk dan stek batang. Untuk
mengetahui bahan stek yang paling cocok untuk menghasilkan bibit Duabanga
Tabel 5 : Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap persentase hidup
Bahan Rata - rata
Pucuk 1.17 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Hasil uji fisher's LSD (Tabel 5) menunjukkan bahwa persentase hidup stek pucuk lebih tinggi daripada stek batang. Dengan demikian bahan stek pucuk lebih
baik daripada bahan stek batang untuk jenis Duabanga.
b. Persentase berakar
Kemampuan stek untuk berakar merupakan kunci keberhasilan dalam
produksi bibit baik dari pucuk maupun batang. Jika bahan stek tersebut mampu
menghasilkan perakaran baru maka diharapkan stek tersebut akan tumbuh dan
berkembang seperti halnya bibit yang berasal dari benih. Persentase berakar
merupakan perbandingan keseluruhan stek Duabanga yang hidup dan berakar
dengan seluruh stek yang ditanam. Pada stek pucuk keseluruhan stek yang hidup
berakar dengan baik, sehingga nilainya sama dengan persentase hidup, sedangkan
pada stek batang mengalami kegagalan untuk mempertahankan hidup hingga
masa pengamatan selesai (8 MST) (Tabel 5).
Tabel 6 menunjukkan bahwa stek pucuk Duabanga yang berakar dapat
terjadi karena hormon endogen (0 ppm) atau karena hormon eksogen (500, 1000,
1500). Persentase berakar stek pucuk pada berbagai konsentrasi ZPT adalah 77%
sampai dengan 87%. dosis ZPT optimal untuk stek pucuk Duabanga adalah 1000
ppm karena pada dosis 1500 telah bersifat inhibitor. Hasil pada Tabel 6 juga
menunjukkan bahwa stek batang dari bibit yang berumur 3 bulan tidak mampu
menginduksi akar primordial walaupun telah menggunakan ZPT 500, 1000, dan
1500 ppm, ketidakberhasilan stek batang untuk menghasilkan akar primordial
Tabel 6. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
Sub total 230 240 260 250 980 245
Rata – rata 77 80 87 83 81.75
Total 230 240 260 250 980 245
Rata – rata 38 40 43 42 163 41
Tabel 7. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek terhadap persentase berakar
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 0.0251 0.0125 0.5033 0.6150
Bahan 1 8.1748 8.1748 328.2049 4.092e-11 **
ZPT 3 0.0367 0.0122 0.4905 0.6945
Bahan x ZPT 3 0.0367 0.0122 0.4905 0.6945
Galat 14 0.3487 0.0249
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Hasil sidik ragam pada Tabel 7 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
terhadap faktor bahan stek. Untuk mengetahui beda nilai terkecil pada bahan stek
Tabel 8. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap persentase Berakar
Bahan Rata - rata
Pucuk 1.17 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Dari uji lanjut (Tabel 8) dapat dilihat rata-rata persentase berakar pada stek
pucuk berbeda nyata terhadap persentase berakar stek batang.
c. Jumlah akar
Jumlah akar merupakan gambaran kemampuan ZPT dalam menginduksi
dan menggandakan sel – sel meristematik akar untuk tumbuh dan berkembang
menjadi akar yang berfungsi untuk menopang pertumbuhan bibit menyerap unsur
hara dan air yang terdapat pada media tumbuh.
Jumlah akar yang dihitung dalam percobaan ini adalah jumlah akar primer
yang tumbuh pada setiap stek Duabanga. Jumlah akar tersebut dihitung pada pada
akhir pengamatan (8 MST).
Jumlah akar yang terbentuk menunjukkan respon stek terhadap zat
pengatur tumbuh yang diberikan, pada pemberian konsentrasi ZPT pada stek
yang semakin meningkat, pada stek pucuk menunjukkan besarnya jumlah akar
yang juga relatif meningkat . Jumlah akar yang terbanyak diperoleh pada
konsentrasi ZPT 1000 ppm adalah 15.57 helai, sedangkan jumlah akar terendah
terdapat pada konsntrasi ZPT 500 ppm yaitu 10.37 helai. Pada stek batang jumlah
akar tidak dapat di hitung karena seluruh bahan gagal dalam mempertahankan
Tabel 9. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
Pucuk 1 12.4 11.3 20 13 56.70 14.18
2 9.4 9.7 12.5 14.9 46.50 11.63
3 20.4 10.1 14.2 9.5 54.20 13.55
Sub total 42.20 31.10 46.70 37.40 157.40 39.35
Rata – rata 14.07 10.37 15.57 12.47 52.47 13.12
Batang 1 0 0 0 0 0 0.00
2 0 0 0 0 0 0.00
3 0 0 0 0 0 0.00
Sub total 0 0 0 0 0 0.00
Rata – rata 0 0 0 0 0 0.00
Total 42.20 31.10 46.70 37.40 157.40 39.35
Rata – rata 7.03 5.18 7.78 6.23 26.23 6.56
Tabel 9 menunjukkan akar yang tumbuh pada stek pucuk baik tanpa ZPT
maupun dengan ZPT tetap menghasilkan jumlah akar yang hampir sama (10
sampai dengan 15 helai), keberhasilan pertumbuhan akar pada kontrol (0 ppm)
diduga karena ujung koleoptil pucuk duabanga secara aktif menghasilkan auksin
IAA yang bergerak ke arah bawah (basipetal) untuk menginduksi pembentukan
akar primordial. Hasil sidik ragam (Tabel 10) menunjukkan bahwa bahan stek
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar yang dibentuk.
Tabel 10. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap jumlah akar
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 7 3.53 0.4714 0.6337
Bahan 1 1032.28 1032.28 137.7414 1.243e-08 **
ZPT 3 22.34 7.45 0.9934 0.4245
Bahan x ZPT 3 22.34 7.45 0.9934 0.4245
galat 14 104.92 7.49
Untuk mengetahui bahan stek yang terbaik untuk induksi jumlah akar
dilakukan uji lanjut fisher's LSD (Tabel 11).
Tabel 11. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruhbahan stek terhadap jumlah akar
Bahan Rata - rata
Pucuk 13.12 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Dari uji lanjut Tabel 11 dapat dilihat bahwa jumlah akar pada stek pucuk
berbeda nyata dibandingkan dengan stek batang. Hal ini berarti stek pucuk akan
memproduksi akar lebih banyak daripada stek batang.
d. Panjang akar
Panjang akar yang terbentuk memperlihatkan respon stek terhadap
gravitropisme dan menunjukkan kemampuan ZPT dalam menjalankan perannya
pada stek sebagai zat pengatur tumbuh atau telah menjadi faktor penghambat pada
pertumbuhan akar. Panjang akar diukur pada 8 MST atau pada akhir pengamatan.
Gambar 7. Stek Pucuk Duabanga moluccana
Tabel 12. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap
1 11.45 16.5 16.9 15.1 59.95 14.99
2 15.8 11.8 16.4 15.8 59.80 14.95
3 16.5 13.3 15 13.2 58.00 14.50
Sub total 43.75 41.60 48.30 44.10 177.75 44.44
Rata – rata 14.58 13.87 16.10 14.70 59.25 14.81
Batang
Total 43.75 41.60 48.30 44.10 177.75 44.44
Rata – rata 7.29 6.93 8.05 7.35 29.63 79.41
Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa panjang akar dipengaruhi oleh ZPT
yang diberikan pada saat induksi akar primordial. Pada konsentrasi 1500 ppm
yang diberikan ZPT Rootone-F bersifat menghambat pertumbuhan akar dengan
panjang akar rata-rata 14.70 cm. Sementara itu stek pucuk Duabanga yang tanpa
diberi ZPT (0 ppm) juga menghasilkan panjang akar yang sangat baik. Hal ini
diduga ada peran dari ZPT endogen yang mampu memperpanjang akar.
Tabel 13. Hasil sidik ragam pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap panjang akar
Sumber variasi Db JK JKT F hitung Pr(>F)
Ulangan 2 0.29 0.15 0.0649 0.9375
Bahan 1 1316.46 1316.46 580.2316 8.528e-13 **
ZPT 3 3.93 1.31 0.5768 0.6397
Bahan x ZPT 3 3.93 1.31 0.5768 0.6397
galat 14 31.76 2.27
Keterangan : ** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0.01
Pada stek pucuk rata – rata panjang akar terpanjang terdapat pada
terpendek terdapat pada konsentrasi ZPT 500 ppm dengan nilai 13.87 cm. Pada
stek batang panjang akar tidak dapat dilakukan pengukuran karena seluruh stek
batang tidak mampu untuk bertahan hidup dan berakar hingga 8MST atau akhir
masa pengamatan (Tabel 13).
Pada sidik ragam (Tabel 13) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang
sangat nyata antara panjang akar stek pucuk dan stek batang, untuk mengetahui
bahan stek yang terbaik maka dilakukan uji beda nilai terkecil pada stek pucuk
dan stek batang maka dilakukan uji lanjut fisher's LSD (Tabel 14)
Tabel 14. Hasil uji lanjut fisher's LSD pengaruh bahan stek terhadap panjang akar
Bahan Rata - rata
Pucuk 14.81 a
Batang 0 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.01
Dari uji lanjut Tabel 14 menunjukkan bahwa panjang akar pada stek pucuk
berbeda nyata dengan panjang akar pada stek batang, dapat dilihat nilai rata - rata
panjang akar pada stek pucuk berbeda nyata dibandingkan dengan panjang akar
pada stek batang.
e. Bobot kering
Bobot kering tanaman merupakan keberhasilan interaksi antara faktor
lingkungan dengan fisiologi stek yang telah berakar. Hal ini terjadi karena
perakaran stek telah berkembang dan berfungsi dengan baik untuk membantu
proses fotosintesis bibit dari stek yang pada gilirannya hasil fotosintesis
(fotosintat) di distribusikan untuk pembentukan jaringan dan organ tanaman.
Dalam hal ini bobot kering dibagi menjadi 2 bagian yaitu bobot kering pucuk dan
bobot kering akar. besarnya biomassa yang terdapat pada tanaman tersebut,
f. Bobot kering pucuk
Besarnya total biomassa yang terbentuk di pucuk dipengaruhi oleh jumlah
daun, pemanjangan dan penambahan diameter pada stek. Pada stek pucuk rata –
rata bobot kering pucuk terbesar diperoleh pada konsentrasi ZPT 1500 ppm
sebesar 1.11 gr, sedangkan bobot kering rata-rata terkecil terdapat pada
konsentrasi ZPT 500 ppm yaitu sebesar 0.93 gr (Tabel 15).
Pada stek batang pengukuran parameter bobot kering pucuk tidak dapat
dilakukan karena tidak terdapat stek batang yang mampu bertahan hidup hingga
akhir masa pengukuran.
Tabel 15. Rekapitulasi data pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap bobot kering pucuk
Sub total 0.98 0.93 1.08 1.11 4.10 1.02
Rata – rata 0.33 0.31 0.36 0.37 1.37 0.34
Total 0.98 0.93 1.08 1.11 4.10 20.53
Rata – rata 0.49 0.47 0.54 0.55 2.05 3.42
Untuk mengetahui pengaruh bahan stek dan konsentrasi ZPT terhadap