• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi di industri menuntut penerapan teknologi maju dan penggunaan mesin – mesin pengganti tenaga manusia yang memberikan kemudahan dalam proses produksi dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Hal ini dapat menimbulkan dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif yang dihasilkan. Dampak positif dapat berupa keuntungan ekonomi dan dampak negatif yang ditimbulkan yaitu meningkatnya potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja.

Menciptakan tempat kerja yang aman dan terbebas dari ancaman bahaya merupakan kewajiban bagi pengusaha maupun pemerintah. Oleh karena itu, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan sebuah kebutuhan bagi industri untuk menjamin produktivitas dan efisiensi dalam proses kerjanya. Namun pada pelaksanaannya, Indonesia saat ini belum menjadi negara yang menerapkan SMK3 secara menyeluruh. Menurut Kepala Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dewi Rahayu, dalam Viva News (20/12/2013), angka kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi dan trennya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menjadikan Indonesia berada di peringkat kelima dalam penerapan K3 dari sepuluh negara yang tergabung di ASEAN (Konradus, 2013).

International Labour Organization (ILO) pada tahun 2003 menyatakan rata-rata 6.000 orang meninggal setiap hari, setara dengan satu orang setiap 15 detik atau 2,2 juta orang pertahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Sementara menurut data ILO, di Indonesia rata-rata terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja setiap tahunnya dan 70% berakibat fatal yaitu kematian atau cacat seumur hidup. Data Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dalam Berita Satu (08/10/2013), menyebutkan bahwa sampai dengan tahun 2013 di Indonesia tidak kurang dari enam pekerja meninggal setiap hari akibat kecelakaan kerja.

PT. Jamsostek menyatakan dalam tahun 2012 setiap hari ada 9 pekerja peserta Jamsostek yang meninggal akibat kecelakaan kerja. Data PT. Jamsostek menunjukkan pada tahun 2011 terjadi 99.491 kecelakaan kerja dengan total klaim Rp 213 miliar, pada tahun 2012 terjadi peningkatan menjadi 103.074 kecelakaan kerja dengan total klaim Rp 554 Miliar dan pada tahun 2013 terjadi 103.283 kecelakaan kerja dengan total klaim Rp 567 Miliar.

(2)

Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja dan pentingnya arti tenaga kerja di bidang konstruksi (Taufik dkk, 2009). Menurut Siaoman dan Hendy (2007), konstruksi mempunyai karakteristik yang unik dan kompleks serta dapat mempertinggi angka risiko dan bahaya kecelakaan kerja. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa industri konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki kompleksitas kerja serta risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi.

Dampak negatif yang timbul dari proses pembangunan konstruksi yaitu munculnya angka kecelakaan akibat kerja. Menurut Hinze (1997), dalam Pratiwi (2009), hal ini dikarenakan pekerjaan jasa konstruksi hampir selalu berada di tempat terbuka, serta memiliki kemudahan akses untuk dimasuki orang yang berbeda, dimana kondisi tersebut tidak mendukung untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), sehingga berpotensi untuk terjadi kecelakaan kerja. Industri konstruksi merupakan lapangan pekerjaan yang memiliki potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja, yang mana kecelakaan kerja ini juga dapat menimbulkan kerugian terhadap pekerja dan juga kontraktor (Ferdy dan Yudi, 2008).

Menurut Ferdy dan Yudi (2008) faktor manusia merupakan faktor penyebab kecelakaan kerja yang paling sering terjadi. Hal itu senada dengan yang diungkapkan oleh Silalahi (1995), berdasarkan statistik di Indonesia, 80% kecelakaan diakibatkan oleh tindakan tidak aman (unsafe act) dan 20% oleh kondisi tidak aman (unsafe condition). Dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak aman (unsafe act) memegang pengaruh yang besar terhadap kecelakaan kerja dibandingkan dengan kondisi tidak aman (unsafe condition).

Menurut Murthi dan Yuri (2009), unsafe act adalah suatu tindakan seseorang yang menyimpang dari aturan yang sudah ditetapkan dan dapat mengakibatkan bahaya bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun peralatan yang ada di sekitarnya. Pendapat lain yang berkenaan, unsafe act adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan (Silalahi, 1995). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa unsafe act adalah semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, dimana tindakan tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain, peralatan maupun lingkungan yang ada di sekitarnya.

Menurut Institute Occupational Safety and Health (2006) penyebab kecelakaan kerja adalah 3% akibat hal yang tidak bisa dihindarkan seperti bencana alam, 24% akibat lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% akibat prilaku yang tidak aman. Jadi lebih dari separuh kejadian kecelakaan kerja akibat ketidakpatuhan pekerja dalam berperilaku sesuai keselamatan pekerjaan. Perilaku keselamatan memiliki peran yang penting dalam menciptakan keselamatan di tempat kerja.

(3)

Perilaku (tindakan) tidak aman yang sering ditemukan ditempat kerja adalah perilaku tidak patuh terhadap prosedur kerja/operasi, seperti menjalankan mesin atau peralatan tanpa wewenang, mengabaikan peringatan dan keamanan, serta tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Kepatuhan (compliance) pekerja dalam menerapkan perilaku keselamatan dan menggunakan alat keselamatan diri di industri terutama yang high risk, memerlukan komitmen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) baik dari pihak perusahaan atau manajemen maupun pekerja.

Penggunaan lift sangat berguna sekali digunakan pada gedung-gedung bertingkat. Hampir semua gedung bertingkat di kota besar menggunakan lift. Lift digunakan untuk mempermudah orang-orang untuk naik dan turun pada sebuah gedung. Selain itu, lift juga digunakan sebagai alat angkut barang-barang yang tidak mungkin diangkut melalui tangga biasa. Contohnya pada gedung berlantai 30, pekerja yang tempat kerjanya di lantai atas dapat sampai dengan cepat melalui lift. Dengan menggunakan lift orang-orang dapat menggunakan waktunya seefisien mungkin sehingga dapat melakukan pekerjaan lain dengan maksimal (Adi, 2009).

Dalam pengendalian risiko keselamatan bidang lift, banyak perusahaan yang masih belum menerapkan kaidah manajemen risiko keselamatan dengan benar sehingga pengendalian risiko belum berjalan tepat dan efektif. Padahal risiko pekerjaan yang didapatkan oleh pekerja sangat tinggi dan dapat menyebabkan bahaya cacat permanen hingga kematian.

Dalam pelaksanaan survei pendahuluan, penulis menemukan adanya bahaya yang berisiko terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja di area kerja PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence, diantaranya sikap tidak aman dan masalah ergonomi. Selain itu, hasil wawancara dengan pekerja menyebutkan bahwa pernah terjadi kecelakaan kerja di lokasi tersebut serta gangguan kesehatan berupa sesak napas dan kelelahan yang banyak dialami oleh pekerja. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengidentifikasi bahaya dan mengelola risiko keselamatan dan kesehatan kerja di area kerja konstruksi lift PT Kone Indo Elevator Proyek Nine

Residence untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan meningkatkan keselamatan

kerja di area kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Kegiatan jasa konstruksi telah terbukti memberikan kontribusi penting dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi disemua negara di dunia, termasuk Indonesia, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Perkembangan industri

(4)

konstruksi khususnya konstruksi instalasi lift selain memberikan manfaat juga menimbulkan resiko. Industri konstruksi lift memiliki risiko cukup besar dimana industri ini dapat dikatakan paling rentan terhadap kecelakaan kerja. Adanya kemungkinan kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi menjadi salah satu penyebab ter-ganggunya atau terhentinya aktivitas pekerjaan proyek. (Ervianto, 2005).

Berdasarkan hasil wawancara awal pada salah satu staff K3 PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence didapat hasil:

a. Pengendalian dan program keselamatan kerja dilakukan berdasarkan inspeksi b. analisis risiko keselamatan dalam bekerja belum terlalu diperhatikan

Karena itu diperlukan sebuah penelitian tentang analisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada aktivitas kerja konstruksi instalasi lift untuk mencegah dan atau mengurangi risiko yang terjadi.

(5)

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Berapa besar potensi bahaya dan risiko yang ada di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence?

2. Apa saja tindakan pengendalian yang sudah dilakukan di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence?

3. Berapa tingkat Probability nya? 4. Berapa tingkat consequences nya? 5. Berapa tingkat risiko (level of risk)? 6. Apa rekomendasi pengendalian risikonya?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Menjelaskan risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada aktivitas kerja konstruksi instalasi lift di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko yang di dapat dari pengenalan indetifikasi risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada aktivitas kerja konstruksi instalasi lift di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence tahun 2016.

2. Mengetahui tindakan pengendalian risiko yang telah dilakukan untuk mengendalikan bahaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada aktivitas kerja konstruksi instalasi lift di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence tahun 2016 yang telah diidentifikasi.

3. Menjelaskan tingkat probabilitas, konsekuensi, dan tingkat risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada aktivitas kerja konstruksi instalasi lift dengan mempertimbangkan pengendalian yang telah diterapkan di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence tahun 2016.

4. Menentukan pengendalian yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada pekerja konstruksi instalasi lift di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence.

5. Mengetahui risiko yang terjadi pada pekerja konstruksi instalasi lift di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence.

(6)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terutama pada aktivitas kerja konstruksi instalasi lift. Sehingga dapat menjadi referensi serta rekomendasi untuk Universitas Esa Unggul agar melaksanakan pengendalian yang mungkin dilakukan.

1.5.2 Bagi Perusahaan

Penelitian ini dapat menjadi referensi dan saran atau masukan kepada perusahaan mengenai pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terutama pada aktivitas kerja konstruksi instalasi lift dalam bekerja dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan perusahaan khususnya pada keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terutama pada aktivitas kerja konstruksi instalasi lift dalam upaya meningkatkan pengendalian.

1.5.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya wawasan terutama tentang mengidentifikasi, menilai, dan menganalisis risiko keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada aktiviras kerja konstruksi instalasi lift di PT Kone Indo Elevator Proyek Nine Residence. Penelitian ini juga merupakan bentuk kontribusi peneliti dalam menyalurkan ilmu yang didapat dari pembelajaran di kuliah dan menjadi platform untuk mempersiapkan bekal di dunia kerja.

Referensi

Dokumen terkait

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi