• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pola Asuh

1. Definisi Pola Asuh

Baumrind (dalam Bee & Boyd, 2007) menyatakan bahwa para orangtua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi sebagai gantinya orangtua harus mengembangkan aturan – aturan bagi anak dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka. Menurut Santrock, (2012) pola asuh merupakan cara orangtua terhadap anak- anak mereka yang menghadapi masa remaja untuk tumbuh menjadi individu yang matang secara sosial.

Gunarsa (2000), Pola asuh orangtua merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi dimana orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak. Kekuasaan atau cara yang digunakan orangtua mengarah pada pola asuh yang diterapkan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah cara orangtua dalam mendidik dan mengasuh anak dengan tujuan agar anak dapat tumbuh menjadi individu yang matang secara kognisi dan sosial.

(2)

2. Tipe – Tipe Pola Asuh

Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) tipe- tipe pola asuh dibagi dalam tiga macam pola asuh, yaitu autoritarian (auhtoritarian parenting), autoritatif (autoritative parenting), dan permisif (permissive parenting).

Pola asuh autoritarian (autoritative parenting) adalh pola asuh yang mana orangtua membatasi, menghukum dan mendesak anak untuk mengikuti arahan- arahan, menghormati usaha dan kerja keras. Orangtua yang otoritarian memberikan batasan dan kontrol yang tegas pada remaja serta menjaga jarak dan kurang hangat dibanding orangtua lain.

Pola asuh autoritatif (authoritative parenting) mendorong anak untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan- tindakan mereka. Komunikasi verbal timbal balik bisa berlangsung dengan bebas dan oragtua bersikap hangat dan bersifat membesarkan hati anak. Pola asuh autoritatif berkaitan dengan perilaku sosial anak yang kompeten.

Pola asuh permisif (permissive parenting) dimana orangtua memberikan kebebasan pada anak dalam mengambil keputusan tanpa memberikan batasan- batasan, kontrol dan perhatian, atau cenderung sangat tidak peduli dengan kehidupan anak.

(3)

3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Menurut Belsky (dalam Setyorini, 2010) menyatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:

a. Orangtua yaitu bagaimana pengalaman pola asuh orangtua terdahulu, serta karakretistik gaya pengasuhan yang diberikan kedua orangtuanya dimasa kecil berpengaruh pada pola pengasuhan yang dilakukan saati ini. Orangtua yang puas atas gaya pengasuhan orangtuanya terdahulu akan menggunakan konsep yang sama pada anak- anaknya, sebaliknya jika orangtua tidak puas dengan pola pengasuhan yang diberikan orangtuanya terdahulu akan menggunakan konsep pengasuhan yang berbeda dengan orantuanya.

b. Anak, karateristik yang dimiliki anak mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan orangtunya. Tergantung pada jenis kelamin, usia dan tempramen dari anak itu sendiri. Dimana pola asuh orangtua yang memiliki anak yang masih balita tentu berbeda dengan pola asuh orangtua yang memiliki anak remaja, begitu pula pola asuh anak laki- laki dan perempuan pasti berbeda.

c. Jaringan sosial, yaitu lingkungan dimana kita tinggal dapat menjadi sumber stres atau bahkan memberi dukungan. Orantua yang kurang mendapat dukungan sosial cenderung melakukan pola asuh dengan gaya otoriter

d. Pekerjaan artinya, ibu yang memiliki keinginan untuk bekerja tetapi tidak bekerja biasanya mengalami ketidakpuasan dalam pengasuhan. Karena mengasuh anak sama beratnya dengan

(4)

menyelesaikan pekerjaan sehingga menimbulkan stres tersendiri bagi orangtua.

e. Kebudayaan atas kelas sosial, suku, agama, tingkat pendidikan orangtua, pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki, struktur keluarga dan jumlah urutan kelahiran anak juga berpengaruh terhadap gaya pengasuhan orangtua.

4. Dampak- Dampak Pola Asuh

Dampak pola asuh pada anak yang dikemukaan oleh Baumrind (dalam Santrock, 2002), berdasarkan tipe- tipe pola asuh adalah:

a. Pola asuh autoritarian (authoritatian parenting), berhubungan dengan pola perilaku anak yang tidak kompeten secara sosial. Anak dengan pola asuh autoritarian sering merasa cemas mengenai perbandingan sosial, gagal untuk memulai aktifitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang buruk. b. Pola asuh Autoritatif (authoritative parenting), berhubungan

dengan perilaku anak yang kompeten secara sosial. Remaja dengan pola asuh asutoritatif akan mandiri dan bertanggung jawab secara sosial.

c. Pola asuh permisif (permissive parenting), berhubungan dengan perilaku anak impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri.

(5)

B. Penerimaan Diri

1. Definisi Penerimaan Diri

Santrock (2007), berpendapat bahwa penerimaan diri merupakan suatu kesadaran untuk menerima diri sendiri apa adanya. Penerimaan diri pada remaja tidak berarti menerima begitu saja kondisi dirinya tanpa berusaha mengembangkan dirinya lebih lanjut. Penerimaan diri lebih bersifat suatu proses dalam hidup sepanjang hayat manusia. Dalam proses penerimaan diri dapat muncul konflik, tekanan, frustasi yang menyebabkan remaja terdorong untuk meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan dirinya dari kegagalan.

Cooper (2003), mengatakan bahwa penerimaan diri suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan memiliki kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut, hal ini berarti individu tersebut memiliki pengetahuan tentang dirinya sehingga menerima kelebihan dan kekurangannya.

Berdasarkan (Chaplin, 2008), penerimaan diri diartikan sebagai sikap seseorang yang merasa dirinya puas dengan apa yang ia miliki, kuliatas-kualitas dan bakat-bakatnya sendiri, serta mengakui akan keterbatasannya. Jadi dalam proses penerimaan diri yang dipaparkan oleh Chaplin adanya perasaan puas terhadap apa yang individu miliki dan adanya pengakuan akan keterbatasan yang dimilikinya. Pengakuan dan rasa puas terhadap diri dapat mendatangkan rasa berharga, misalnya seseorang mengakui akan ketidakmampuanya dalam berjalan atau melakukan aktivitas sebelumnya karena kecacatan fisik yang dia dapatkan tanpa melakukan alat bantu dan individu dapat menerima keadaan tersebu. Sikap demikian tidak akan membuat

(6)

individu mencela dirinya sendiri ketika mendapatkan hambatan dalam melakukan aktivitas akibat kecacatan fisiknya.

Dari beberapa pendapat mengenai penerimaan diri, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri merupakan keadaan dimana individu dapat menerima dan mencintai segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki dan dapat berfikir secara rasional tentang apa yang terjadi pada dirinya.

2. Karakteristik Penerimaan Diri

Menurut Hayes et al (dalam Ciarochi & Bilich, 2006) karakteristik penerimaan diri terbagi atas dua, yaitu:

a. Menghindari Pengalaman (Avoidance) adalah fenomena yang terjadi ketika seseorang tidak bersedia untuk tetap berhubungan dengan pengalaman pribadi tertentu, dan mengubah bentu pengalaman tersebut yang mengakibatkan penghindaran dan mengakibatkan perubahan perilaku ke arah negatif.

b. Menerima Pengalaman (Acceptane) mampu menerima pengalaman dengan memandang secara positif tanpa melakukan penghindaran dari apa yang telah terjadi.

3. Aspek- aspek Penerimaan diri

Menurut Williams and Lynn (2011), aspek –aspek penerimaan diri erbagi atas enam aspek yaitu:

a. Kesadaran (Awarness) yaitu dasar dari sebuah penerimaan diri dimana individu menerima dan menyadari pengalaman- pengalaman tanpa menghindari yang telah terjadi

(7)

b. Ketidakterikatan (Non- attachment) yaitu, melepaskan keterikatan seseorang atas rangsangan internal maupun eksternal terhadap peristiwa yang telah dialami.

c. Tidak Menghakimi (Non-Judgement) proses kognitif dimana individu tidak menghakimi pengalaman daro segi baik buruknya maupun benar atau salah pengalaman tersebut.

d. Radical Acceptance menggambarkan kesediaan menyeluruh atas

apa yang dialami.

e. Toleransi (Tolerance) penerimaan pengalaman sebagai kemampuan untuk meregulasi emosi tanpa melakukan penghindaran atau melarikan diri dari pengalaman tersebut.

f. Kerelaan (Willingness) kemauan individu untuk menghadapi situasi yang sulit.

4. Faktor- Faktor Penerimaan diri

Menurut Ryff (2013), membagi faktor- faktor penerimaan diri untuk memperoleh kesejahteraan psikologis adalah sebagai berikut: a. Menerima Diri

Menerima diri ditunjukan pada individu yang dapat mengevaluasi secara positif terhadap dirinya yang sekarang maupun dirinya dimasa yang lalu. Individu dalam hal ini dapat mempertahankan sikap-sikap positifnya dan sadar akan keterbatasan yang dimiliki. Dengan kata lain, seseorang yang mampu menerima dirinya adalah orang yang memiliki kapasitas untuk mengetahui dan menerima kekuatan setara kelemahan dirinya dan ini merupakan salah satu karakteristik dari fungsi secara psikologis.

(8)

b. Hubungan Positif Dengan Orang Lain

Individu ini mampu mengelola hubungan interpersonal secara emosional dan adanya kepercayaan satu sama lain sehingga merasa nyaman. Selain itu adanya hubungan positif dengan orang lain juga ditandai dengan memiliki kedekaatan yang berarti dengan orang yang tepat tanpa melihat kekurangan diri. c. Penguasaan Terhadap Lingkungan

Perlakuan suatu lingkungan sosial terhadap seorang individu dapat menciptakan sebuah tingkah laku orang tersebut. Seseorang yang medapatkan sebuah perlakuan dilingkungan sosial yang baik akan mendukung penerimaan dirinya sendiri dengan baik, dan begitupun sebaliknya apabila seorang individu mendapatkan sebuah perlakuan lingkungan buruk terhadap dirinya makan akan sulit untuk menerima dirinya sendiri.

d. Tujuan Hidup

Individu tersebut memiliki tujuan dan keyakinan bahwa hidupnya berarti. Dalam pengertian kematangan juga menakankan adanya pemahaman akan tujuan hidup. Oleh sebab itu, seseorang yang telah bisa berfungsi secara positif akan memiliki tujuan, yang mana semua hal tersebut akan mengerah pada hidup yang bermakna pada pencapaian mimpi-minpi yang diharapkan tiap individu dalam masa depannya. Sehingga individu dapat percaya dengan keadaaan diri yang tidak maksimal ia memiliki tujuan hidup yang akan menompang dan percaya akan kemampuan dirinya.

(9)

e. Pertumbuhan Pribadi

Berfungsinya aspek psikologi yang optimal mensyaratkan tidak hanya seorang tersebut mencapai suatu karkteristik yang telah diciptakan sebelumnya, namun juga adanya keberlanjutan dan pengembangan akan potensi yang dimiliki, untuk tumbuh dan terus berkembang sebagai seorang yang berkualitas. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri sendiri dan merealisasikan potensi yang dimilikinya adalah merupakan pusat dari sudut pandang klinis mengenai pertumbuhan pribadi.

5. Dampak Penerimaan Diri

Seseorang yang memiliki penerimaan diri yang baik akan dapat menyesuaikan dirinya akan bahagia dan sukses, seseorang yang memiliki penyesuaian social yang baik akan menjadi terkenal, akan menikmati hubungan kontak sosialnya, dan akan memiliki kehidupan yang berjalan baik.Berikut dampak penerimaan diri menurut Hurlock (2004), yaitu:

a. Dampak Penerimaan Diri Dalam Penyesuaian Diri

Seseorang yang memiliki penerimaan diri tidak akan memikirkan bahwa dirinya sendiri sebagai teladan yang benar-benar sempurna. Salah satu karakteristik dari orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah orang yang dapat mengenali segala kelebihan yang ada pada dirinya daripada kekurangannya. Seseorang yang mempunyai penerimaan diri akan memiliki kepercayaan diri dan harga diri, sehingga timbul kemampuan untuk menerima dan memilah kritikan yang tertuju kepada dirinya, untuk ditujukansebagai perbaikan atas segala kekurangan

(10)

dalam diri. Penerimaan diri disertai oleh rasa aman yang berasal dari dalam diri.

Ini dapat mendukung seseorang untuk percaya bahwa dirinya dapat mengatasi masalah dan menerima orang-orang yang berarti di dalam hidupnya. Selain itu juga mendukung seseorang untuk mengembangkan dirinya secara realistis, sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Yang terpenting adalah seseorang yang mampu menerima dirinya tidak akan mau menjadi orang lain. Ia akan merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri, dan tidak berpura-pura untuk menjadi orang lain.

b. Dampak Penerimaan Diri Dalam Penyesuaian Sosial

Seseorang yang dapat meneriama dirinya akan merasa cukup aman untuk menaruh minat pada orang lain dan menunjukan empati. Sehingga memiliki penyesuaian sosial yang baik daripada orang yang cenderung berorientasi pada dirinya sendiri, karena mempunyai perasaan yang kurang memadai dan lebih rendah.

C. Ibu yang Menikah Muda

Menikah dan menjadi seorang ibu, sewajarnya terjadi pada tahap perkembangan dewasa awal, tetapi seorang ibu yang menikah muda adalah seorang wanita yang telah menikah dan memiliki anak pada tahap perkembangan usia remaja.

(11)

1. Definisi Remaja

Remaja adalah suatu usia dimana individu terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, dimana anak sudah merasa bahwa dirinya sejajar dengan orang yang lebih tua tetapi belum diterima penuh untuk memasuki golongan orang dewasa oleh karena itu fase remaja sering disebut fase pencarian jati diri (Ali & Asrori, 2008).

Menurut Papalia, Olds, & Fieldman (2009), remaja adalah peralihan masa perkembangan antara masa kanak- kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif dan psikososial.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja adalah proses transformasi dari anak- anak menuju dewasa yang diikuti dengan perubahan fisik, kognitif, dan sosial.

2. Karakteristik Remaja

Karakteristik remaja menurut Ali & Asrori (2008), menunjukan sejumlah sikap yang sering ditunjukan oleh remaja adalah sebagai berikut:

a. Kegelisahan yang artinya, remaja ingin mendapat pengalaman sebanyak- banyaknya, tetapi disisi lain mereka merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak berani mengambil tindakan sehingga mencari pengalaman langsung dari sumbernya. Tarik menarik antara keinginan yang tinggi dan kemampuan yang belum memadai membuat remaja gelisah.

(12)

b. Pertentangan, dimana remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari oarangtua dan perasaan belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, sering munculnya pertentangan antara orangtua dan anak.

c. Keinginan mencoba segala sesuatu adalah fase dimana remaja memiliki rasa ingin tau yang tinggi (high curiosity)

atau ingin membuktikan bahwa dirinya mampu berbuat seperti apa yang dilakukan orang dewasa. Rasa ingin tau yang tinggi dapat membawa remaja kedalam hal positif dan negatif. Oleh karena itu, peran orangtua diperlukan untuk membimbing anak mereka agar tidak terjerumus pada hal negatif.

3. Tugas- Tugas Remaja

Tugas perkembangan remaja bertujuan untuk meninggalkan perilaku anak- anak dan berusaha berperilaku dewasa. Adapun tugas – tugas perkembangan remaja menurut Ali & Asrori (2008), yaitu:

a. Mampu menerima keadaan fisiknya

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

d. Mencapai kemandirian emosional..

e. Memahami dan menginternalisasikan nilai- nilai orang dewasa dan orang tua..

(13)

g. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

4. Perilaku Seksual Pada Remaja

Sebagai makhluk seksual remaja juga memiliki dorongan seksual untuk membentuk kedekatan romantis atau biasa dikatakan seksual adalah bagian dari pencapaian identitas seksual. Masalah seksual yang terjadi pada remaja adalah terjadinya hubungan seksual pranikah, homoseksual serta bentuk seksual lain yang sebelumnya belum dapat diterima (Papalia, 2009).

Santrock (2003), berpendapat perilaku seksual remaja biasanya cenderung meningkat atau progresif. Biasanya diawali dengan necking

(berciuman sampai ke dada), kemudia diikuti dengan petting (saling menempelkan alat kelamin) dan diakhiri dengan hubungan intim. Perilaku seksual pada remaja mengakibatkan salah satunya adalah kehamilan pada remaja yang akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Sifat dasar kehamilan pada remaja adalah suatu masalah yang kompleks yang merangsang berbagai isu sensitif seperti pertentangan mengenai hak aborsi, alat kontrasepsi dan pertanyaan mengenai apakah remaja telah memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan hal tersebut.

Pada awalnya kehamilan remaja dialami akibat seks pra-nikah, angka kehamilan cukup tinggi, tetapi saat ini kehamilan pada remaja dikuti dengan tingginya angka menikah muda di usia 18- 19 tahun. b. Konsekuensi Kehamilan pada Remaja adalah resiko kesehatan bagi

(14)

cenderung lebih rendah dan menyebabkan kematian bayi. Selain itu, remaja yang hamil diusia muda cenderung tidak melanjutkan sekolah dan memiliki gaji rendah.

c. Faktor kognitif dalam kehamilan remaja biasanya terjebak dalam dunia mental yang terpisah dari kenyataan. Artinya, remaja remaja merasa bahwa tidak akan terjadi sesuatu pada dirinya. Tetapi pada kenyataannya, remaja belum mampu untuk menghadapi konsekuensi yang terjadi. Biasanya, mereka cenderung tidak tahu apa yang harus dilakukan.

d. Remaja sebagai orangtua biasanya memiliki berbagai kasus seperti, anak – anak yang dilahirkan dari ibu remaja tidak dapat mengerjakan tes intelegensi sebaik anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia 20 tahun keatas. Kasus lain, ibu yang masih remaja mulai membenci anak yang mereka lahirkan pada tahun pertama. Sehingga anak tersebut tidak bisa berbicara sampai berusia 2 tahun. Ibu yang masih remaja sadar bahwa keterlambatan perkembangan anak mereka merupakan kesalahan mereka. Disaat ibu atau orangtua lainnya senang memiliki anak, namun tidak dengan orang tua remaja karena mereka harus menjaga anak- anak mereka sehingga membuat mereka tidak bisa keluar untuk berkencan, dan harapan positif yang sebelumnya mereka miliki menjadi hambar.

(15)

5. Pernikahan Dini di Indonesia

Berdasarkan tahap perkembangan, pernikahan terjadi pada tahap dewasa awal, tetapi fenomena yang terjadi belakangan ini pernikahan terjadi di usia remaja. Maraknya pernikahan dini di Indonesia.

Pernikahan dini merupakan gambaran rendahnya kependudukan dan terjadi fenomena sendiri. Akibat yang timbul di tingkat keluarga beragam dan berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga. Respon atas masalah penikahan dini masih sebatas isu dan belum menjadi kebijakan di Indonesia (BKKBN, 2012).

6. Penyebab Pernikahan dini

Penyebab pernikahan dini seperti yang dilansir (BKKBN, 2012) sebagai berikut:

a. Pendidikan Rendah

Biasanya faktor pendidikan menjadi salah satu seseorang untuk melakukan pernikahan dini. Biasanya seseorang yang melakukan pernikahan dini adalah orang- orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah.

b. Kebutuhan Ekonomi

Tuntutan ekonomi keluarga membuat sebagian orangtua menikahkan anaknya di usia muda. Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban finansial keluarga.

c. Kultur Menikah Muda

Faktor budaya menjadi salah satu penyebab terjadinya perbikahan dini. Di beberapa daerah seseorang yang telah memasuki usia

(16)

tertentu diwajibkan untuk menikah, dan hal tersebut telah terjadi turun menurun.

d. Pernikahan yang Diatur

Pernikahan yang telah diatur diartikan sebagai perjodohan yang dilakukan orangtua pada anaknya. Orangtua biasanya menjodohkan anak mereka, ketika usia anak mereka dirasa sudah cukup untuk menikah.

e. Seks Bebas Remaja

Faktor penyebab pernikahan dini selanjutnya adalah akibat dari seks bebas yang dilakukan oleh remaja. Seks bebas berimbas pada kehamilan di luar nikah. Orangtua biasanya menikahkan anak mereka yang hamil di luar nikah untuk menutupi rasa malu atau aib keluarga.

D. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Penerimaan Diri Ibu Menikah Muda

Penerapan Pola Asuh Pada Anak

(17)

Dari gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa penerimaan diri Ibu menikah muda memiliki hubungan dengan cara penerapan pola asuh yang diberikan pada anak mereka. Artinya, semakin baik penerimaan diri seseorang, maka pola asuh yang diterapkan akan cenderung menerapkan pola asuh yang baik pula. Apabila seseorang memiliki penerimaan diri yang rendah, maka ibu yang menikah muda akan menerapkan pola asuh yang cenderung otoriter.

E. Hipotesis

H1 : Ada hubungan antara penerimaan diri dengan penerapan pola asuh

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Penambahan variable moderating dapat membuat atau memberikan pemahan yang semakin lengkap tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara kebijakan dividen dan arus

Berdasarkan data dari Laporan Keuangan yaitu Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laporan Laba Rugi tahun 2014, 2015, dan 2016, maka penulis tertarik untuk menganalisis rasio

Namun pada usahatani kedelai polong muda, pendapatan atas biaya total bernilai negatif yang berarti usahatani yang dijalankan tidak menguntungkan sebab penerimaan yang

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Maka dapat ditarik kesimpulan pada sifat dan karakter musik modem baik dalam pertunjukan maupun dari rekaman para pendengarnya akan dapat merasakan dinamika musiknya dan

Mesin penanam padi adalah mesin yang digunakan untuk menanam bibit padi yang telah disemaikan pada areal khusus (menggunakan tray/dapog) dengan umur atau