• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Rizal Rahman Hakim Alfaridi BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Rizal Rahman Hakim Alfaridi BAB I"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pemandangan di sekitar Situ tampak asri dengan pepohonan rindang yang berumur ratusan tahun. Situ yang banyak dikunjungi, baik para turis maupun peziarah itu menyimpan banyak misteri yang hingga sekarang masih dipercaya oleh penduduk setempat. Salah satu di antaranya ikan yang mati dari Situ Sangiang harus dikuburkan layaknya manusia, sebab menurut riwayat, ikan lele, dan sejenisnya yang hidup di tempat tersebut merupakan jelmaan manusia. Pemimpin ikan jelmaan itu adalah putra Prabu Talaga Manggung Pucuk Umum yang bernama raden Panglurah, cucu Prabu Siliwangi, raja Pakuan Pajajaran. Riwayat di balik terbentuknya objek wisata yang banyak tersebar di Jawa Barat tidak ada buruknya untuk diketahui sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi semua, terutama bagi mereka yang menyukai cerita maupun sekelumit sejarah yang tersimpan rapi di balik misteri yang banyak dibicarakan orang.

Situ Sangiang adalah salah satu peninggalan sejarah yang dijadikan objek wisata di desa sangiang kabupaten Majalengka. Situ ini mampu menangkap kehidupan sejarah pada masa itu di masa Kerajaan Talaga Manggung yang masih ada sampai sekarang yang kemudian dijadikan salah satu objek wisata di Kabupaten Majalengka.

(2)

Dari aspek iklim, kawasan Situ Sangiang termasuk tipe iklim C2 dengan intensitas curah hujan rata-rata antara tahun 1990-1997 sebesar 1.802 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada tahun 1990 sebesar 3.050 mm/tahun dan terendah terjadi pada tahun 1991 dengan curah hujan sebesar 716 mm/tahun. Situ Sangiang merupakan bagian perairan. Selain sebagai sumber air setempat bagi penduduk sekitar dan kegiatan perikanan, air dari Situ Sangiang dipergunakan juga sebagai suplai untuk saluran irigasi yang terletak di bagian barat kota Talaga.

Ketinggian air tanah sekitar Situ Sangiang berkisar antara 2-20 m di bawah permukaan tanah dengan sifat pengaliran tidak stabil. Sumur artesis yang dipergunakan penduduk untuk mendapatkan air bersih berkisar pada kedalaman 5-15 m dengan ph 6,5 (normal). Dengan kondisi demikian maka dapat disimpulkan bahwa air permukaan maupun air tanah disekitar Situ Sangiang dapat dipergunakan juga untuk penggembangan pertanian, perikanan dan kegiatan lainnya.

Jenis tanah disekitar kawasan terdiri dari 2 jenis yaitu assosiasi andosol dan assosiasi podsolik dengan mayoritas tebaran adalah podsolik terutama pada daerah persawahaan dan perairan. Tekstur tanah kedua jenis tanah tersebut adalah halus sampai sedang dengan top soil antara 50-150 cm, memiliki tingkat kesesuaian S3-S2 untuk kegiatan pertanian. Secara umum, penggunan lahan di sekitar lokasi Situ Sangiang (7 desa) terdiri dari lahan pertanian sawah, perladangan, pemukiman dan perikanan. Persawahan menempati luas paling besar (657,33 ha), kemudian ladang (550,59 ha), dan pemukiman (136,59 ha).

(3)

kerja/penduduk yang bekerja adalah sejumlah 9.520 orang atau sekitar 48 % dari jumlah penduduk. Jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat sekitar Situ Sangiang adalah bertani (3.348 orang) dan berternak (2.994 orang). Selain itu, buruh tani juga merupakan golongan pekerjaan yang cukup besar sekitar 2.249 orang.

Kawasan Wana Wisata Situ Sangiang dengan pemandangan hutan campuran diantaranya mahoni dan kayu manis ditemukan juga jenis-jenis lain diantaranya alang-alang, rumput teki, gewar, rotan, saliara, kirinyuh, pohpohan, tepus, kiara, manglid, suren, benda, kemiri, pasang dan lain-lain, sedangkan jenis fauna di antaranya ular sanca, ular sawah, burung kutilang, bincarung, cangkakak, kera, lutung, bai. Kegiatan Wisata yang dapat dilakukan di antaranya lintas alam, bersampan, memancing dan berkemah. Di wana wisata Situ Sangiang terdapat makam yang dikeramatkan. Juru kunci setempat menyebutkan, makam yang ada di pinggir Situ Sangiang ini merupakan salah satu makam tokoh penyebar Islam di daerah Majalengka dan sekitarnya. Wajar saja bila berwisata di Situ Sangiang lebih bersifat religius. Ada yang jauh-jauh datang ke sana, hanya ingin berziarah ke makam wali dan kemudian mandi di pinggir situ. Jadi, benar-benar wisata itu sangat sakral. Menurut penduduk setempat dan juru kunci situ itu merupakan penjelmaan dari sebuah kerajaan kuno yang disebut kerajaan Talaga.

(4)

seperti mengunjungi tempat-tempat bersejarah untuk mengenang sekaligus bukti para leluhur pernah ada untuk berjuang di masa lalu.

Untuk mengatasi permasalahan di atas sangat perlu untuk meningkatkan minat masyarakat untuk mengenal peninggalan-peninggalan sejarah melalui wisata sejarah. Bisa dikembangkan dengan melengkapi terlebih dahulu fasilitas standar disesuaikan dengan tujuan yang disajikan untuk wisata sejarahnya. Semua itu, dapat dikelola dengan baik apabila tercipta sinkronisasi antara masyarakat dan dinas terkait sehingga tercipta objek wisata yang diinginkan, yaitu objek wisata Situ Sangiang, Sehubungan dengan itu peran perhatian pemerintah daerah Majalengka untuk menjaga dan mempromosikan daerah loka wisata ini dengan lebih baik lagi. Hal ini yang mendasari ketertarikan peneliti untuk menjadikannya sebagai bahan skripsi dengan judul seperti pada sampul.

J. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan seperti yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan pokok masalah sebagai berikut :

1. Situ Sangiang Sebagai Situs Sejarah Kabupaten Majalengka (1998 – 2016); 2. Silsilah Kerajaan Talaga Manggung dan Hubungannya dengan Kerajaan Lain; 3. Situ Sangiang sebagai Objek Wisata kabupaten Majalengka;

K. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengungkap :

(5)

3. Situ Sangiang Sebagai Objek Wisata kabupaten Majalengka;

L. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

Secara Teori, dengan memberikan wawasan bagi peneliti dan kepada para pembaca tentang sejarah lokal yang kemudian, Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber referensi dan bahan acuan bagi penelitian di masa yang akan datang. Secara Praktis, selanjutnya diharapkan bagi mahasiswa prodi Sejarah khususnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan bahan pembelajaran untuk gambaran penelitian yang baik di masa yang akan datang agar dalam pengerjaannya bisa menjadi jauh lebih baik dari penelitian ini. Untuk masyarakat, dapat memberikan wawasan dan pengetahuan agar mengetahui tentang sejarah lokal yang dipaparkan dalam bentuk tulisan penelitian skripsi ini.

M. Tinjauan Pustaka

(6)

cekungan air tanah serta penahan intrusi air asin, sumber air baku, irigasi, pengendalian banjir, dan fungsi ekonomi lainnya berupa rekreasi, perikanan, dll (Rahman 2010:6).

Situs adalah sebidang tanah yang mengandung benda-benda arkeologi seperti fosil binatang masa purba, fosil manusia yang hidup pada masa purba, benda-benda peninggalan masa purba, dan lain sebagainya di daerah itu sendiri untuk diteliti. Situs bisa berbentuk benda dan bangunan yang merupakan sumber atau situs sejarah yang bisa dilihat dan bisa dipegang. Berkat terlalu nyata, benda dan bangunan sering disebut artifact, artinya di satu sisi benda dan bangunan itu disebut data sejarah, tetapi di sisi lain benda dan bangunan disebut fakta sejarah. Fakta benda dan bangunan itu ada, tetapi fakta sosial (sosifact) sudah tidak terlihat lagi karena peristiwa itu hanya terjadi satu kali. Begitu juga dengan mentifact. Mentifact adalah fakta yang benar–benar terlihat lagi karena tersimpan dalam memori otak atau terkadang dalam dokumen–dokumen yang dihasilkan oleh manusia. Dokumennya memang tampak jelas seperti artifact, tetapi mentifact tidak dengan sendirinya keluar dari dokumen tanpa dibaca dan diteliti (Priyadi, 2013 :69).

Majalengka memiliki peninggalan arkeologis, sejarah dan kepurbakalaan situs-situs dari berbagai masa salah satunya Goong Renceng yang tersimpan di musium. Situs-situs peninggalan sejarah lokal kerajaan di Indonesia, yang sebenarnya sangat banyak, namun pada zaman sekarang peninggalan-peninggalan tersebut sudah banyak yang hilang karena termakan waktu. Peninggalan-peninggalan yang sampai sekarang masih ada salah satunya Situ yang terdapat di desa Sangiang kabupaten majalengka. Dan untuk itulah peneliti melakukan penelitian ini guna mengungkap sejarah terjadinya situ tersebut yang merupakan peninggalan Kerajaan Talaga Manggung di Kabupaten Majalengka.

(7)

peneliti mencoba untuk meneliti lebih lanjut tentang Situ Sangiang ini. Namun, penelitian yang berkaitan dengan situs sejarah Situ Sangiang kabupaten Majalengka ini pernah dilakukan oleh peneliti–peneliti lain dan bahkan ada yang sudah dibukukan.

Sebagai perbandingan untuk menganalisa permasalahan dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa penelitian skripsi Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan dari sumber lain seperti terdapat pada penelitian yang sudah dibukukan dan lebih lengkap cakupannya dan arsip-arsip yang tersebar, sebagai contoh telah diterbitkan November 2012 oleh Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia, Cabang Jawa Barat dengan judul Sejarah Kerajaan Talaga.

Basri (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Peninggalan Benda-Benda Purbakala di Kecamatan Mrebet, mengatakan peninggalan-peninggalan yang terdapat di kecamatan Mrebet

terdiri dari mangkok, lumping, genta, binggel, gelang, yoni, kelir, makam dan lain-lain. Dari situs-situs yang ditemukan di Kecamatan Mrebet masing-masing terdapat mitos yang berkaitan dengan kegiatan ritual yang dilakukan di zaman purbakala. Mitos atau cerita lisan yang ada dan melekat terhadap benda-benda purbakala pada dasarnya merupakan suatu usaha pewarisan terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang dianggap baik oleh masyarakat sehingga hal ini dapat diwariskan pula terhadap anak cucu atau kepada masyarakat sekitar berkembang pada peninggalan benda-bendapurbakala di Kecamatan Mrebet.

Penelitian yang dilakukan Daryanti (2002) yang berjudul Situs-Situs Peninggalan Sejarah di Baturraden Banyumas. Situs-situs sejarah yang terdapat di Baturraden juga

(8)

isinya lebih daripada rangkaian-rangkaian peristiwa yang menggambarkan dan menghibur saja. Mitos tidak hanya terbatas pada semacam reportase mengenai peristiwa-peristiwa yang dahulu terjadi. Mitos memberikan arah kepada kelakuan manusia dan merupakan semacam pedoman untuk manusia.

N. Landasan Teori dan Pendekatan a. Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian landasan teori sebagai salah satu langkah untuk mendapatkan hasil yang maksimal mutlak diperlukan. Sebagai bentuk kegiatan yang ilmiah, teori berfungsi sebagai alat untuk memecahkan masalah penelitian. Teori Geneologi adalah kajian tentang keluarga dan penelusuran jalur keturunan serta sejarahnya. Ahli geneologi menggunakan berita dari mulut ke mulut, catatan sejarah, analisis genetik, serta rekaman lain untuk mendapatkan informasi mengenai suatu keluarga dan menunjukkan kekerabatan dan silsilah dari anggota-anggotanya. Hasilnya sering ditampilkan dalam bentuk bagan atau ditulis dalam bentuk narasi (Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014 : 117).

(9)

persenjataan perang, jenis kain tradisional dan lain-lain. Begitu pula dengan punden berundak, menhir, bangunan candi, kuil, masjid, gereja, kerato, tempat peristirahatan, sekolah, perguruan tinggi dan lain-lain. Jenis benda dan bangunan bisa menjadi objek ilmu arkeologi yang dapat dispesialkan sebagai arkeologi prasejarah, arkeologi Hindu-Budha, arkeologi Islam dan arkeologi Belanda dan masa kini (Priyadi, 2013 : 70).

Terdapat ketergantungan yang besar pada ilmu sejarah karena keterbatasan kemampuan para sejarawan sehingga mereka lebih banyak mengandalkan para arkeolog. Padahal, ilmu arkeologi hanya berkedudukan sebagai ilmu bantu. Ilmu sejarah seharusnya mengharapkan bahwa sejarawan menjadi tuan rumah di rumahnya sendiri. Namun, sejarah merasa beruntung Karena keterlibatan arkeologi sangat membantu dalam membantu membangun teks historis. Jika fenomena itu terjadi di masa lampau, maka sejarawan harus lebih sigap dan tekun mempelajari ilmu-ilmu bantu, terutama arkeologi. Sejarawan Indonesia baru mampu terlibat dalam penulisan sejarah Nasional Indonesia pada masa kontemporer dengan adanya arsip Belanda sebagai data historis. Sejarah kontemporer yang benar-benar terjadi di masa kini (abad XX dan XXI) seharusnya tidak boleh dilewatkan penyimpanannya karenan manusia begitu lalai, maka tebusannya di kemudian hari akan berat dengan hilngnnya data tanpa dirasakan (Priyadi, 2013: 71).

(10)

tidak murah, bahkan mahal. Hilang dan hancurnya data arkeologis akan merugikan bagi penulisan sejarah di kemudian hari (Priyadi, 2013: 71).

Menurut Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014: 112-113. Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan. Kajian sistematis, meliputi penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data berupa artefak (budaya bendawi, seperti kapak batu dan bangunan candi) dan ekofak (berupa nemda lingkungan, seperti batuan, rupa muka bumi, dan fosil) maupun fitur (artefak yang tidak dapat dilepaskan dari tempatnya (situs arkeolog).

Tujuan arkeologi beragam dan menjadi perdebatan yang panjang. Di antaranya yang disebut paradigm arkeologi yaitu, menyusun sejarah kebudayaan, memahami perilaku manusia, serta mengerti proses perubahan budaya. Karena bertujuan memahami budaya manusia, maka ilmu ini termasuk ke dalam kelompok ilmu humaniora.meskipun demikian, terdapat berbagai ilmu bantuyang digunakan seperti sejarah, antropologi,geologi (ilmu tentang lapisan bumi yang menjadi acuan relative umur suatu temuan arkeologis), geografi, arsitektur, paleontropologi dan bioantropologi, fisika (antara lain dengan karbon c-14 untuk mendapatkan pertanggalan mutlak), ilmu metalurgi (untuk mendapatkan unsur-unsur suatu benda logam), serta fitologi (mempelajari naskah lama) (Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014 : 113).

(11)

Pendidikan moral melalui pembelajaran sejarah jauh lebih baik daripada pembelajaran yang lain, pembelajaran sejarah adalah proses yang tidak melihat moral dari kecaman hitam putih. Pembelajaran sejarah bukanlah ideologi, tetapi sejarah yang bersinergi ilmu pendidikan dapat menjelaskan fenomena moralitas berdasarkan fakta-fakta sejarah. Pendidikan penalaran melalui pembelajaran sejarah dapat menjalankan tugasnya agar peserta didik berpikir dengan baik. Pendidikan politik juga menyadarkan akan pentingnya orang berkumpul dan berserikat dalam berorganisasi, misalnya berpartai atau berormas. Pendidikan kebijakan juga bisa memakai pembelajaran sejarah. Pendidikan perubahan juga selaras dengan pembelajaran sejarah karena sifat sejarah yang hakiki adalah perubahan dan perkembangan.

Fungsi sejarah yang kedua yaitu memberi inspirasi, terpancar dari sejarah sebagai ilmu bantu, latar belakang, rujukan, dan bukti (Priyadi, 2013: 104). Ilmu sejarah jelas tidak mandiri karena memerlukan ilmu lain sebagai ilmu bantu. Sebaliknya, ilmu sejarah juga berstatus sebagai ilmu bantu bagi ilmu lain. Sejarah yang dijadikan latar belakang suatu tindakan atau aktifitas manusia adalah pemanfaatan pengalaman masa lampau yang dijadikan salah satu inspirasi. Sejarah sebagai rujukan atau referensi juga termasuk pemanfaatan inspirasi Karena manusia sering merujuk kepada sejarah agar dalam melakukan pengambilan kebijakan tidak melakukan kesalahan. Sejarah sebagai bukti sering dipakai untuk alat pembenaran atau memberikan kebenaran sejarah.

(12)

kebahagiaan itu akan semakin bertambah ketika sejarawan mampu berhasil merekontruksi sejarah yang sedang dihadapinya. Banyak sejarawan menyatakan pendapatnya melalui karya sejarah karena di dalam pikiran sejarawan melekat subjektivitasnya, terutama ketika menafsirkan fakta-fakta sejarah yang dihadapinya. Profesi kesejarahan yang didukung sebagai lulusan pendidikan sejarah akan lebih menyenangkan. Di satu sisi, ia mendapatkan penghasilan, tetapi di sisi lain ia mengembangkan ilmunya.

(13)

sekali pengaruhnya terhadap cara hidup serta cara berlaku yang akan kita ikuti selama hidup kita (Ihromi, 2016 : 22-23).

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselengarakan dari satu tempat ke tempat yang lain (Oka A Yoeti, 1993 : 109). Objek wisata Situ Sangiang termasuk kedalam jenis pariwisata alam (menurut letak geografisnya termasuk jenis pariwisata lokal ). Wisatawan adalah individu atau kelompok individu yang mempertimbangkan dan merencanakan tenaga beli yang dimilikinya untuk perjalanan rekreasi dan berlibur. Menurut G.A Schmoll (Oka A Yoeti,1993, : 127).

Menurut letak geografisnya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis pariwisatam di antaranya Pariwisata Lokal yaitu Pariwisata yang dimaksud adalah pariwisata setempat, yang mempunyai ruang lingkup yang sempit dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja, misalkan kepariwisataan kota Bandung saja dan lain-lainnya. Kemudian Pariwisata Regional yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang disuatu tempat atau daerah yang luas ruang lingkupnya, contohnya kepariwisataan Bali dan lain-lain. Pariwisata Nasional yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam suatu wilayah suatu negara. Regional-internasional Tourism yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam suatu wilayah Internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua atau tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalkan kepariwisataan ASEAN, Timur Tengah, dan lain-lain.

(14)

tujuan study atau mempelajari sesuatu bidang ilmu pengetahuan, termasuk kedalamnya adalah dharmawisata (study-tour)

Menurut saat atau waktu berkunjung, diantaranya Seasonal Tourism yaitu jenis pariwisata yang kegiatanya berlangsung pada musim-musim tertentu. Occasional Tourism yaitu jenis pariwisata dimana perjalanan wisatanya dihubungkan dengan kejadian (occasion) maupun suatu events, seperti Galungan dan Kuningan di Bali, Blossom Festifal di Tokyo atau Washington. Definisi wisatawan yang dimaksud wisatawan oleh G.A. Schmool adalah individu atau kelompok individu yang mempertimbangkan dan merencanakan tenaga beli yang dimilikinya untuk perjalanan rekreasi dan berlibur. Jenis dan macam wisatawan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya melihat sifat perjalanan dan ruang lingkup dimana perjalanan wisata itu dilakukan, maka kita dapat mengklasifikasikan wisatawan sebagai berikut : Foreign Tourist adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara dimana ia tinggal. Domestic Foreign Tourist adalah orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal pada suatu negara, yang melakukan perjalanan wisata di wilayah daerah dimana ia tinggal. Transit Tourist adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan wisata ke suatu negara tertentu, yang menumpang kapal udara atau kapal laut ataupun kereta api, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri. Bussiness Tourist adalah orang yang melakukan perjalanan, yang mengadakan perjalanan untuk tujuan lain bukan wisata, tetapi perjalanan wisata akan dilakukan setelah tujuan yang utama selesai.

b. Pendekatan

(15)

Sangiang di Kabupaten Majalengka adalah pendekatan historIs dan arkeologi. Sebagaimana arti dari “Historia” yang berasal dari bahasa yunani yang berarti “Apa-apa yang berkaitan dengan

manusia sejak permulaan ia meninggalkan bekas (asar) di Bumi dengan menggambarkan dan menceritakan kejadian yang berhubungan dengan kejadian-kejadian bangsa-bangsa atau individu-individu”, sedangkan arkeologis sendiri lebih mengacu pada peninggalan-peninggalan yang terdapat pada Objek Wisata Situ Sangiang di Kabupaten Majalengka. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat membantu mengetahui lebih dalam tentang salah satu situs sejarah yang ada di Kabupaten Majalengka.

O. Metode Penelitian

Dalam rangka merekonstruksi peristiwa sejarah yang sudah ada dan peninggalannya, maka sebuah penelitian harus dilakukan dengan meninjau suatu masalah berdasarkan pada peninggalan tersebut atau dokumen sejarah yang masih ada serta memvalidkan data tersebut berdasarkan keterangan dari tokoh atau saksi hidup. Penelitian ini termasuk katagori penelitian sejarah karena di dalamnya terdapat unsur manusia, ruang, dan waktu.

(16)

(menafsirkan keterangan sumber-sumber), historiografi (penulisan) (Priyadi,2011:3). Oleh karena itu akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Heuristik

Berasal dari bahasa Yunani heuristiken yang berarti menemukan atau mengumpulkan sumber. Dalam kaitan dengan sejarah tentulah yang dimaksud sumber yaitu sumber sejarah yang tersebar berupa catatan, kesaksian, dan fakta-fakta lain yang dapat memberikan penggambaran tentang sebuah peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia. Hal ini bisa dikategorikan sebagai sumber sejarah (Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014: 219).

Merupakan sebuah tahapan atau kegiatan untuk mencari atau menemukan sumber, data dan informasi mengenai masalah yang diangkat, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang disesuaikan dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Penelitian sejarah sering menggunakan istilah jejak sejarah, sumber sejarah atau data sejarah. Ketiga istilah itu dianggap sama atau data sejarah terdapat pada sumber atau jejak sejarah sehingga data sejarah sama dengan teks yang terkandung dalam manuskrip (naskah). Maka dari itu, penelitian sejarah harus menelusuri sumber tertulis atau bahan-bahan documenter (Priyadi, 2013: 112).

(17)

Pencarian pada lembaga-lembaga museum, kearsipan, atau perpustakaan akan lebih mudah karena sudah ada penanganan dan penataan. Artifact-artifact di museum sudah dikategorikan berdasarkan zaman dan asal kebudayaan suku bangsa. Arsip-arsip di lembaga kearsipan sudah ditata berdasarkan wilayah dan juga ada penerbitan bahan-bahan arsip seperti yang sudah dilakukan oleh arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) kemudian ada naskah-naskah lama banyak yang sudah dimicrofilm seperti yang sudah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) (Priyadi, 2013 :112-113). Berbeda dengan pencarian dan penemuan data sejarah yang tersimpan pada koleksi-koleksi perorangan justru yang paling sulit karena tidak semua orang yang mewarisi data itu menyimpannya, misalnya ada satu keluarga yang terdiri atas lima orang anak. Setelah orang tua mereka meninggal, data itu tersimpan tidak jelas dan kadang-kadang saling lempar siapa yang menyimpannya. Sering terjadi, para pewaris sejarah lebih tertutup dalam menghadapi para peneliti yang mencoba mengakses arsip pribadi, buku harian, memoire, atau naskah-naskah kuno. Namun, di sisi lain, ada pewaris data sejarah, yang merasa dirinya tidak mampu untuk memeliharanya atau merasa terbebani oleh data tersebut sering diserahkan begitu saja. Pewaris data tersebut merasa bahwa data yang ia miliki tidak mempunyai nilai ekonomis sehingga data itu lebih baik diberikan begitu saja kepada peneliti karena mereka yakin si peneliti akan menyimpan dan memeliharanya dengan baik.

Penulisan sejarah tidak mungkin dapat dilakukan tanpa tersedianya sumber sejarah, sumber-sumber sejarah dibedakan menjadi tiga kategori yaitu:

(18)

setempat dinas pariwisata kabupaten Majalengka.

b. Sumber non-kebendaan atau immaterial, dapat berupa tradisi, agama, kepercayaan dan lain sebagainya (Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014 : 220).

c. sumber lisan, yaitu keterangan langsung dari saksi sejarah melalui wawancara (Priyadi, 2014: 90). Sumber lisan mempunyai arti penting manakala dokumen kurang atau tidak ditemukan. Selama ini sumber lisan tidak mendapat perhatian dari para sejarawan karena informasi dari mulut ke mulut kurang dipercaya. Seiring dengan kesadaran bahwa dokumen selalu tidak tersedia, sejarawan menjadi terbuka matanya. Tentu saja kesadaran itu tidak disebabkan oleh keterpaksaan situasi, tetapi kesadaran akan keautentikan dan kekredibilitasan sumber sejarah lisan. Pandangan sebelah mata terhadap sumber lisan harus dihapus dari pikiran para sejarawan. Berdasarkan pengalaman, wawancara yang intensif dengan tingkat perulangan yang tinggi akan menghasilkan keakuratan data yang lebih baik daripada dokumen. (Priyadi, 2014 : 15).

Penulis melakukan pengumpulan sumber-sumber sejarah dalam penelitian ini dengan melacak sumber-sumber lisan (informan). Pelacakan terhadap sumber lisan dilakukan melalui serangkaian wawancara dengan sejumlah informan, yakni para tokoh yang masih aktif atau juru kunci di objek wisata situ sangiang. Sebelum melakukan wawancara, penulis menyiapkan daftar pertanyaan-pertanyaan dan diupayakan berlangsung dengan suasana informal yang akrab serta terbuka.

2. Kritik atau Verifikasi

(19)

kredibilitasnya. Dengan demikian setelah ditemukan dokumen-dokumen, maka masing-masing harus ditetapkan kelayakannya melalui dua pengujian.

Penulis menempuh langkah ini setelah mendapatkan sumber-sumber data dengan cukup memadai. Langkah ini dilakukan penulis untuk memilih sumber-sumber data yang paling penting dan relevan. Kritik ekstern dilakukan untuk menguji otentitas (keaslian) suatu sumber agar mendapatkan sumber yang sungguh-sungguh asli dan bukannya tiruan ataupun palsu. Keotentikan diperoleh melalui jawaban terhadap tiga hal, yaitu adakah sumber itu memang sumber yang dikehendaki, adakah sumber asli atau turunan, dan adakah sumber itu utuh atau telah berubah-ubah (Priyadi, 2013: 120).

Kritik internal yang dilakukan bertujuan untuk menguji makna isi sumber. Di dalam penelitian ini, kritik ekstern untuk sumber lisan dilakukan dengan cara mengamati raut muka, tata bahasa dan keseriusan informan ketika menjawab, sedangkan kritik intern untuk sumber lisan dilakukan dengan cara membandingkan jawaban dari para informan. Adapun kritik ekstern untuk sumber tertulis dilakukan dengan cara mengamati bentuk ejaan dan kondisi arsip berdasarkan tahun pembuatannya, sedangkan kritik intern untuk sumber tertulis dilakukan dengan membandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lainnya.

(20)

ditemukan benda-benda pusaka yang masih terawat dengan Situ Sangiang sebagai objek wisatanya.

Dalam hal ini peneliti melakukan kritik ekstern dengan mendatangi langsung sumber-sumber sejarah yang ada di sekitar Situ Sangiang. Di sana peneliti melihat sumber-sumber benda yang ditemukan di tempat penelitian terbukti terdapat sebuah danau atau Situ yang merupakan peninggalan Kerajaan Talaga Manggung dan juga terbukti bahwa di sana terdapat peninggalan-peninggalan benda sejarah termasuk batu-batu dan makam Sunan Parung.

3. Interpretasi

yaitu kegiatan penafsiran dan penyimpulan kesaksian yang dapat dipercaya. Pada tahap

ini juga dilakukan pemberian makna terhadap data dan menentukan saling hubungan antara fakta-fakta yang kemudian disusun dan digabungkan satu sama lain sehingga membentuk cerita peristiwa sejarah (Dien Madjid dan Johan Wahyudi, 2014: 225). Dalam penulisan sejarah diperlukan dua komponen, yaitu fakta sejarah dan interpretasi. Fakta sejarah cenderung akan diam dan menyembunyikan sejarawan melalui interpretasi. Fakta yang tidak diinterpretasikan bukanlah sejarah, ia baru masuk dalam katagori kronik, interpretasi tidak didasarkan fakta merupakan fenomena yang spekulatif. Hal itu terjadi karena ada pemikiran sejarawan, sedangkan fakta sejarah bersifat objektif sehingga karya sejarah bersifat objektifitas yang subjektif. Perpaduan sifat tersebut menunjukkan keunikan sehingga objek dan nama ilmu itu sama, yaitu sejarah. Objek dalamnya mengandung pengertian bahwa manusia hidup dalam ruang dan waktu. Atau dengan kata lain, manusia itu telah menyejarah (Priyadi, 2013: 121).

(21)

itu akan menggambarkan pentingnya fakta dalam jaringan naratif sejarah. Analisis terhadap fakta tentu berkaitan dengan rekontruksi narasi sejarah. Di sini, sejarawan melakukan dua aktivitas dalam deskripsi naratif dan deskripsi analisis. Sejarah memang di samping disusun dalam bentuk naratif yang dikombinasikan dengan analisis sehingga karya sejarah tidak murni dalam bentuk cerita atau narasi, tetapi narasi yang diuraikan atau dijelaskan maknanya. Jika narasi yang lebih diutamakan tanpa ada analisis dan sintesis, maka karya sejarah itu pada prinsipnya tidak ada bedanya dengan karya novel sejarah. Analisis fakta dengan cara menguraikan sub-sub fakta dengan sedetail dan secermat mungkin sehingga fakta akan menampilkan hal-hal yang selama ini tidak tampak. Analisis fakta secara keseluruhan akan membutuhkan makna yang didukung oleh makna-makna dari sub-sub fakta (Priyadi, 2013: 121-122).

(22)

4. Historiografi,

Penulis menyusun rekonstruksi tertulis mengenai situs sejarah Situ Sangiang sesuai

dengan yang sebagaimana dikisahkan. Di sini, sejarah dipandang semata-mata sebagai suatu cerita sejarah sebagaimana dikisahkan secara tertulis. Adapun historiografi di dalam penelitian ini mengacu pada objek wisata itu sendiri sebagai salah satu situs sejarah yang ada di Kabupaten Majalengka.

(23)

P. Sistematika Penyajian

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang akan diteliti adalah tanggung jawab negara Arab Saudi atas pejabat diplomatiknya yang melakukan pelanggaran hukum di negara penerima (dalam kasus

hanya terbatas pada arus LALU LINTAS JALAN RAYA saja, yakni tidak hanya memikirkan bagaimana memindahkan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.. MELAINKAN

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat

Faktor karakteristik balita dan perilaku keluarga terhadap kejadian ISPA

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja secara bersama-sama tidak berpengaruh dan tidak

Kajian ini dilaksanakan bagi mendapatkan maklumat tentang tahap penggunaan komputer di kalangan guru-guru di beberapa buah sekolah menengah di daerah Seremban,

permainan bolavoli mini yang baik. 3) Peserta didik kurang fokus dalam pembelajaran bolavoli mini. 4) Guru tidak pernah mencontohkan dan menerapkan metode bagian. 5) Sarana

Dalam hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa kedua Tim Media bergerak pada koridor masing-masing yang awalnya secara sengaja diatur untuk mengelola