8.1. PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
8.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Pengembangan Permukiman adalah rangkaian kegiatan yang
bersifat multisektor meliputi kegiatan pengembangan permukiman baru
dan peningkatan kualitas permukiman lama baik di perkotaan (kecil,
sedang, besar dan metropolitan), di perdesaan (termasuk daerah-daerah
tertinggal dan terpencil) maupun kawasan-kawasan tertentu.
Pengembangan permukiman baik pada perkotaan maupun di
perdesaan pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan
dan perdesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai dan
sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan akses kepada
masyarakat untuk memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera,
berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini
meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan dan
perdesaan, pengembangan permukiman yang terjangkau, khususnya bagi
masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan,
pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di
perkotaan. Perkembangan permukiman hendaknya juga
mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat,
agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan
alam lingkungannya.
Pengembangan permukiman di Kabupaten Bangkalan selama ini
masih banyak mengalami kendala yang cukup besar. Dalam
perkembangannya, pengembangan permukiman masih bersifat parsial
Kabupaten Bangkalan masih mengacu pada Undang-undang nomor 4
tahun 1992 tentang Perumahan. Dengan demikian diharapkan dengan
adanya penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah
bidang permukiman di Kabupaten Bangkalan dapat mendorong
pertumbuhan yang cukup signifikan dalam bidang permukiman. Adapun
rincian pengembangan permukiman di Kabupaten Bangkalan ini meliputi :
1. Pengembangan Kawasan Permukiman
2. Rencana pengembangan jaringan prasarana dasar (misalnya
air bersih, sanitasi, drainase, sampah)
3. Rencana investasi jaringan prasarana
4. Rencana fasilitas umum
5. Peningkatan Kualitas Permukiman
6. Rencana peningkatan dan perluasan prasarana dan sarana
8.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tentangan
8.1.2.1.Isu Strategis
8.1.2.2.Kondisi Eksisting
Karakteristik Permukiman yang terdapat diwilayah Kabupaten
Bangkalan dapat dibedakan menjadi 2 jenis kawasan permukiman yaitu
Kawasan Permukiman Perdesaan dan Kawasan Permukiman Perkotaan.
Kawasan pemukiman pedesaan adalah suatu kawasan untuk pemukiman
yang pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh tanah pertanian,
tegalan, perkebunan dan tanah kosong serta mempunyai aksesbilitas
umumnya kurang, jumlah sarana dan prasarana penunjang juga terbatas
atau hampir tidak ada. Sedangkan Kawasan Pemukiam Perkotaan adalah
kawasan yang digunakan untuk kegiatan pemukiman dengan ditunjang
oleh sarana prasarana transportasi yang umumnya memadai, fasilitas
peribadatan, pendidikan, perdagangan, perkantoran, dan pemerintahan,
serta jasa. Fungsi dari kawasan ini adalah sebagai pusat pemerintahan
dan sekaligus sebagi pusat atau sentra kegiatan perekonomian.
Berdasarkan gambaran perkembangan kawasan permukiman yang
1 Kamal 874.27 2279.93 874.72 58.4 52.62 4139.94 2 Labang 779.90 1 735.20 907.90 - 99.70 3 522.70 3 Kwanyar 1 029.10 2 848.10 613.70 - 277.30 4 768.20 4 Modung 1 611.60 4 449.54 1 709.01 - 120.46 7 890.61 5 Blega 2 991.67 3 653.02 1 858.13 410.00 369.74 9 282.56 6 Konang 2 426.17 5 162.07 1 384.51 - - 8 972.75 7 Galis 809.00 9 147.00 970.00 860.77 - 11 786.77 8 Tanah Merah 2 408.09 2 663.64 1 701.35 - 464.18 7 237.26 9 Tragah 1 674.72 1 345.09 844.73 - 96.62 3 961.16 10 Socah 1 659.21 2 013.35 1 081.56 - 586.93 5 341.05 11 Bangkalan 1 336.34 422.88 1 320.17 - 422.39 3 501.78 12 Burneh 2 968.24 1 531.62 765.13 - 1 005.73 6 270.72 13 Arosbaya 2 131.93 1 199.93 845.71 0.00 67.70 4 245.27 14 Geger 2 818.63 9 112.59 234.40 123.50 166.55 12 455.67 15 Kokop 1 673.30 7 287.71 591.61 2 563.35 459.03 12 575.00 16 Tanjung Bumi 1 214.30 4 415.70 916.10 - 246.70 6 792.80 17 Sepulu 1 244.00 4 583.19 634.49 236.15 429.31 7 127.14 18 Klampis 753.90 3 929.10 1 548.90 - 478.50 6 710.40
30404.37 67779.66 18802.12 4252.17 5343.46 126581.78
Sumber : Kecamatan Dalam Angka Tahun 2006
Total
Luas Total (Ha) Lain-lain
Hutan Negara Bangunan/
Pekarangan Tanah
Sawah
No Kecamatan
Jenis Penggunaan Tanah ( Ha ) Tanah
Tegalan
terbangun yang berupa permukiman baik di kawasan perkotaan dan
kawasan perdesaan, sebesar 18.800 Ha atau mencakup 15% dari luas
wilayah Kabupaten Bangkalan.
Tabel 8.1
A. Permukiman Perkotaan
Dari 18 (delapan belas) kecamatan yang tersebar diseluruh wilayah
Kabupaten Bangkalan, berdasarkan orde kota yang dirumuskan didalam
RTRW Kabupaten Bangkalan, maka wilayah perkotaan hirarki tertinggi
yaitu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah Kecamatan Bangkalan yang
merupakan wilayah Ibukota Kabupaten. Dengan dasar pertimbangan
tersebut, maka wilayah perkotaan prioritas adalah Kecamatan Bangkalan
yang merupakan pusat (kutub orientasi) tarikan dan perkembangan bagi
seluruh wilayah di Kabupaten Bangkalan.
Di Kecamatan Bangkalan terdapat 7 kelurahan yang tersebar
diseluruh wilayahnya. Dari 7 kelurahan tersebut dibagi dalam 3 Wilayah
Pengamatan :
1. Wilayah Pengamatan Selatan meliputi Kel. Mlajah dan Kel.
Kemayoran :
Wilayah pengamatan selatan memiliki luas sebesar 694,35 Ha.
Luas lahan terbesar adalah lahan untuk sawah dan lahan kosong
yaitu sebesar 362,15 Ha yang banyak tersebar di wilayah
Kelurahan Mlajah. Kemudian disusul oleh lahan untuk pemukiman
yaitu sbebesar 173,68 Ha yang secara proporsional sebenarnya
lebih besar di kelurahan kemayoran akan tetapi berdasar atas
jumlah lebih banyak terdapat di Kelurahan Mlajah. Perkembangan
lahan terbangun yang berkembang dalam 5 hingga 10 tahun ini
adalah guna lahan untuk kawasan perkantoran , dimana pada WP
Selatan in adalah seluas 28,65 Ha .
2. Wilayah Pengamatan Tengah meliputi Kel. Pangeranan, Kel.
Demangan dan Kel. Keraton :
Wilayah pengamatan Tengah memiliki luas sebesar 324,525 Ha.
WP ini sebagai kawasan CBD kota memiliki proporsi luas lahan
terbangun terbesar yaitu lebih dari 77 % lahanya adalah lahan
terbangun. Guna lahan terbesar di WP ini adalah untuk kawasan
Kelurahan. Kemudian disusul oleh lahan untuk perdagangan dan
jasa yaitu sebebesar 25,29 Ha yang secara proporsional
terkosentrasi di kelurahan Demangan dan Kraton. Wilayah
Pengamatan Utara meliputi Kel. Pejagan dan Kel. Bancaran :
3. Wilayah pengamatan Utara memiliki luas sebesar 788,79 Ha Luas
lahan terbesar adalah lahan untuk sawah dan lahan kosong yaitu
sebesar 419,84 Ha yang banyak tersebar di wilayah Kelurahan
Bancaran . Kemudian disusul oleh lahan untuk pemukiman yaitu
sbebesar 154,31 Ha yang secara proporsional sebenarnya lebih
besar di kelurahan Pejagan akan tetapi berdasar atas jumlah lebih
banyak terdapat di Kelurahan Bancaran . Perkembangan lahan
terbangun yang berkembang dalam 5 hingga 10 tahun ini adalah
guna lahan untuk kawasan perdagangan dan jasa , dimana pada
WP Selatan ini adalah seluas 16,93 Ha .
Kutub pertumbuhan pada Kecamatan Bangkalan terletak pada
Desa/Kelurahan Kemayoran, Pangeranan, Demangan, Keraton dan
Pejagan. Fakta ini didukung oleh keuntungan lokasional yang terletak di
sepanjang jalan arteri primer dan keberadaan guna lahan kawasan
perdagangan dan jasa, fasilitas perkantoran serta fasilitas transportasi
regional di Desa/Kelurahan tersebut.
Pada umumnya bangunan rumah penduduk dikawasan
permukiman perkotaan terdiri dari bangunan yang sudah lebih baik dan
permanen dengan konstruksi utama berupa konstruksi beton. Namun
dibeberapa permukiman kawasan yang lebih bersifat rural, masih banyak
terdapat bangunan yang terbuat dari kayu dengan kondisi yang relatif
kurang baik.
Berdasarkan kondisi faktual mengenai kondisi bangunan rumah
penduduk yang terdapat di 4 Kelurahan kawasan perkotaan di Kabupaten
Bangkalan, dapat dibedakan menjadi 3 jenis kondisi rumah yaitu : Rumah
Permanen, Rumah Semi Permanen dan Rumah Non Permanen. Definisi
kondisi rumah permanen ini adalah rumah yang memiliki pondasi dan
permanen yaitu rumah yang memiliki pondasi dan material rumah
merupakan kombinasi semen, tembok dan kayu/papan, serta rumah
kondisi Non Permanen adalah rumah yang memiliki pondasi dan material
bangunan didominasi bahan kayu, papan, dan bambu. Sebagian besar
kondisi perumahan penduduk pada wilayah perkotaan berupa rumah
permanen, hanya sebagian kecil saja perumahan penduduk yang yang
berupa rumah semi permanen maupun rumah non permanen.
Jenis permukiman di wilayah perkotaan di Kecamatan Bangkalan
meliputi permukiman informal (permukiman kampung) yang dibangun oleh
perorangan dan permukiman formal (real estate). Permukiman Formal
yang ada di wilayah perkotaan cenderung tersebar dalam jumlah yang
kecil dan hanya terdapat pada beberapa titik-titik lokasi seperti yang
dijumpai pada Kelurahan Mlajah, Kemayoran, Pejagan, Bancaran, Kraton.
Sedangkan pola permukiman dengan karakter informal (kampung) cukup
banyak dijumpai dihampir seluruh wilayah perencanaan. Kondisi
permukiman perkampungan beberapa diantaranya telah tertata dengan
baik, dan beberapa diantaranya pula belum tertata dengan baik. Pada
umumnya tidak tertatanya perkampungan dapat dilihat dari kondisi
lingkungan yang cukup padat dan kumuh serta dan kondisi fasilitas sarana
seperti saluran drainase, kondisi jalan, sanitasi dan lain-lain yang kurang
memadai dan mengalami kerusakan.
Karakter Permukiman informal (kampung)
Karakter permukiman informal di kawasan permukiman perkotaan
pada umumnya memiliki kepadatan yang cukup tinggi, dengan pola
tatanan rumah mengelompok, dan akses untuk menuju ke pusat
pelayanan cukup memadai, dengan kepadatan yang cukup tinggi dan
kurang memiliki bahkan tidak memiliki halaman rumah (pekarangan) yang
cukup luas, dengan pola tatanan komunal atau mengelompok pada titik
tertentu.
Keberadaan kawasan permukiman formal di kawasan perkotaan
terbentuk oleh adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
akan kebutuhan perumahan yang semakin meningkat dan cenderung
terdapat pada kawasan perkotaan. Karakteristik perumahan formal
tersebut antara lain sebagai berikut : Pola jaringan jalan yang tertata
dengan baik, walaupun untuk kondisi lingkungannya masih belum tertata,
baik untuk ruang terbuka hijau maupun resapan air, Lantai bangunan
rata-rata berupa 2 lantai, Umumnya memiliki fasade bangunan yang seragam
sebagai identitas rumah kawasan perumahan, Aksesbilitas yang ada di
kawasan perumahan rata–rata memiliki akses yang cukup baik, dan
mudah untuk menuju ke pusat pelayanan (baik itu ke tempat pendidikan,
perdagangan dan jasa, perkantoran dan lain – lain) dan Lebar jalan di
Wil. Pengamatan ( Kelurahan )
Pemukiman Perkantoran Perdagangan Peribadatan Kesehatan Pendidikan Makam Fas. Umum Sawah Mangrove Tambak Kebun Salak Jumlah A WP Selatan
1. Mlajah 108,965 19,23 4 0,98 0,78 8,95 5,03 8,25 324,56 23,33 18,01 10,12 532,205
2. Kemayoran 70,365 5,32 9,78 1,27 0,57 4,74 0,82 2,03 37,59 13,76 10,29 5,61 162,145
Jumlah 173,68 28,65 13,78 2,25 1,35 13,69 5,85 11,83 362,15 37,09 28,3 15,73 694,35
B WP Tengah
1. Pangeranan 109,54 0,75 7,97 1,23 0,23 1,79 0,09 0,23 0 5,5 31,97 1,25 165,05
2. Demangan 35,97 0,79 11,09 1,05 0,33 0,98 0,15 0,27 2,35 0 0 1,23 55,01
3. Keraton 66,12 1,89 6,23 1,61 0,27 1,35 0,15 0,15 30,155 0 0 1,84 104,465
Jumlah 211,63 3,43 25,29 3,89 0,83 4,12 0,39 0,65 32,505 5,5 31,97 4,32 324,525
C WP Utara
1 Pejagan 50,6 4,89 8,97 1,3 6,98 6,01 3,25 2,8 39,15 0 0 9,05 133
2 Bancaran 103,71 1,05 7,96 1,05 4,56 6,05 1,41 3,05 380,69 36,05 90,57 1,2 655,79
Jumlah 154,31 5,94 16,93 2,35 11,54 12,06 4,66 5,85 419,84 36,05 90,57 10,25 788,79
539,62 38,02 56 8,49 13,72 29,87 10,9 18,33 814,495 78,64 150,84 30,3 1807,655 29,852 2,103 3,098 0,470 0,759 1,652 0,603 1,014 45,058 4,350 8,345 1,676 100 Sumber : Hasil perhitungan planimetri Tahun 2004
Luas Penggunaan Lahan Tahun 2004 ( Ha )
TOTAL JUMLAH No.
Persentase ( % )
Tabel 8.2
B. Permukiman Perdesaan
Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Bangkalan pada saat ini (thn
2009) berjumlah 281 Desa/Kelurahan dengan spesifikasi 273 Desa dan 8
Kelurahan.
Jumlah keluarga miskin di Kabupaten Bangkalan 138.950 jiwa (± 65,68%),
tertinggi berada diwilayah Kecamatan Blega 12.438 jiwa, diikuti wilayah
Kecamatan Galis 12.284 jiwa dan terendah berada di wilayah Kecamatan
Arosbaya 2.170 jiwa.
Tingginya keberadaan desa tertinggal di Kabupaten Bangkalan
disebabkan :
Keterbatasan lapangan kerja
Tempat tinggal penduduk yang belum terpenuhi sarana dan prasarana
dasar sesuai kebutuhan
Kualitas kesehatan, pendidikan lingkungan permukiman, usaha dan
produktuvitas masih rendah
Rendahnya akses ekonomi
Kurangnya partisipasi swasta
Penentuan wilayah permukiman kawasan perdesaan prioritas
penanganan dalam kegiatan Penyusunan Rencana Program Investasi
Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Bangkalan adalah didasarkan oleh
rujukan terhadap hasil studi terdahulu berupa Penyusunan Perencanaan
Program Pembangunan Bidang Permukiman Pada Desa Miskin Tertinggal
Di Kecamatan Geger dan Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan yang
dilakukan oleh Dinas Permukiman Pemerintah Propinsi Jawa Timur pada
tahun anggaran 2008. Dari hasil studi tersebut, ditentukan desa-desa
miskin tertinggal prioritas penanganan yaitu Desa Banyoning Laok dan
Desa Katol Barat di Kecamatan Geger serta Desa Gangseyan dan Desa
Klapayan di Kecamatan Sepulu, dengan dasar-dasar pertimbangan yaitu
Kawasan Miskin Tertinggal adalah kawasan yang memiliki karakter
wilayah yang lebih tertinggal dari kawasan–kawasan lain dan memiliki
manusia, tingkat pelayanan sarana prasarana wilayah dan memiliki tingkat
aksesbilitas yang rendah dalam sebuah sistem kewilayahan.
Memandang ketertinggalan suatu kawasan yang meliputi
faktor-faktor tersebut di atas, maka titik tolak penilaian dari ketertinggalan
kawasan dan pemilihan lokasi Kawasan Miskin Tertinggal di Kecamatan
Geger dan Kecamatan Sepulu adalah :
1. Desa dengan tingkat aksesbilitas terendah dari sub wilayah (desa)
lainnya dalam satu wilayah kecamatan diasumsikan sebagai
Kawasan Desa miskin tertinggal.
2. Desa yang memiliki tingkat SDM terendah dari sub wilayah (desa)
lainnya dalam satu wilayah kecamatan diasumsikan sebagai
Kawasan Desa miskin tertinggal.
3. Desa yang memiliki tingkat ekonomi terendah dari sub wilayah
(desa) lainnya dalam satu wilayah kecamatan
4. Desa yang memiliki ketersediaan sarana dan prasarana wilayah
terendah dari sub wilayah (desa) lainnya dalam satu wilayah
kecamatan.
Merujuk dari hasil Studi Kegiatan Penyusunan Perencanaan
Program Pembangunan Bidang Permukiman Pada Desa Miskin
Tertinggal di Kecamatan Geger dan Kecamatan Sepulu serta atas dasar
pertimbangan keempat point tersebut diatas, maka ditarik kesimpulan
bahwa desa-desa prioritas penanganan dalam kegiatan Penyusunan
Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten
Bangkalan pada kawasan Perdesaan meliputi 4 (dua) desa yaitu Desa
Banyoning Laok dan Desa Katol Barat di Kecamatan Geger serta Desa
Gangseyan dan Desa Klapayan di Kecamatan Sepulu. Dengan
karakteristik wilayah yaitu kawasan yang memiliki karakter wilayah yang
lebih tertinggal dari kawasan–kawasan lain dan memiliki permasalahan
dalam aspek potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, tingkat
pelayanan sarana prasarana wilayah dan memiliki tingkat aksesbilitas
C. PrasaranaDasar Permukiman
Dalam konstelasi regional, wilayah perkotaan merupakan sub
sentral dan pusat aglomerasi kegiatan sosial ekonomi bagi Kabupaten,
sehingga perkembangan wilayahnya diarahkan pada kegiatan-kegiatan
non pertanian dan multisektoral, dengan ketersediaan dan pelayanan
sarana dan prasarana pendukung yang cukup lengkap dan memadai.
Sedangkan kawasan perdesaan adalah suatu kawasan untuk pemukiman
dimana arah pengembangannya lebih dititik beratkan pada sektor agraris
(pertanian) sehingga pada perkembangannya, pada lokasi sekitarnya
masih didominasi oleh tanah pertanian, tegalan, perkebunan dan tanah
kosong serta mempunyai aksesbilitas umumnya kurang, jumlah sarana
dan prasarana penunjang juga terbatas atau hampir tidak ada.
Untuk menunjang berbagai kegiatan yang ada, baik pada kawasan
perkotaan maupun kawasan perdesaan, maka ketersediaan prasarana
penunjang merupakan faktor pendukung utama dalam upaya pengelolaan
dan pengembangan kawasan secara berkelanjutan. Prasarana dasar
penunjang permukiman pada kawasan perkotaan dan perdesaan yaitu
meliputi prasarana jalan dan jembatan, prasarana air bersih, prasarana
drainase, prasarana persampahan, dan prasarana sanitasi. Ketersediaan
dan kondisi prasarana dasar tersebut, sangat mempengaruhi
perkembangan suatu kawasan, baik dalam mendorong perkembangan
wilayah secara fisik sosial, maupun ekonomi. Adapun gambaran
mengenai prasarana prasarana dasar permukiman pada kawasan
perkotaan dan perdesaan di Kabupaten Bangkalan adalah sebagai
berikut.
1) Jalan
Pelayanan prasarana jalan dan jembatan yang ada di Kawasan
permukiman perkotaan pada umumnya sudah cukup baik, terutama pada
jalan-jalan poros (utama) yang berfungsi menghubungkan antar
yang terdapat pada kawasan perkotaan, sebagian besar sudah cukup baik
dan memadai. Jalan-jalan tersebut juga berfungsi ekonomis bagi
wilayah-wilayah dalam Kawasan perkotaan, mengingat fungsi kawasan perkotaan
yang merupakan pusat aglomerasi kegiatan sosial ekonomi dengan skala
pelayanan kabupaten, sehingga ketersediaan serta kondisinya harus
cukup baik dan memadai. Pada umumnya prasarana jalan dan jembatan
yang menjadi penghubung bagi wilayah perkotaan memiliki kondisi cukup
baik, dimana perkerasannya pun berupa aspal kondisi baik, sedangkan
jalan lingkungan pada kawasan permukiman berupa perkerasan semen
dan paving.
Prasarana jalan yang ada di wilayah kawasan perdesaan pada
umumnya sudah cukup baik, terutama pada jalan-jalan poros (utama)
yang berfungsi menghubungkan antar pusat desa dengan pusat
kecamatan dan jalan menghubungkan antar desa. Jalan utama yang
menjadi penghubung wilayah memiliki kondisi perkerasan aspal dengan
kondisi cukup baik. Jalan antar desa dilayani oleh jalan lokal yang sudah
terhubung ke seluruh yang ada. Permasalahan-permasalahan yang terkait
dengan bidang prasarana jalan di kawasan perdesaan pada umumnya
yaitu, terdapatnya kondisi perkerasan jalan yang mengalami kerusakan
pada ruas-ruas tertentu pada jalan penghubung antar desa dan jalan
lingkungan penghubung antar kawasan pemukiman. Selain itu, pada
jalan-jalan lingkungan yang menghubungkan antar pemukiman penduduk
masih ditemukan jalan-jalan yang berupa perkerasan makadam dan
perkerasan tanah.
2) Air Bersih
Sumber air bersih yang terdapat di empat kelurahan kawasan
perkotaan prioritas terdiri dari PDAM, dan Sumur Bor. Sebagian besar
penduduk memanfaatkan sumber-sumber`air dari pelayanan PDAM untuk
keperluan kehidupan sehari-hari. Di wilayah Kawasan perkotaan,
sebagian besar kegiatan penduduk, baik untuk kegiatan pemukiman,
terlayani air bersih baik dari saluran pipaniasi sumber air bersih PDAM
yang ada terdistribusi keseluruh wilayah perkotaan.
Ketersediaan sumber-sumber prasarana air bersih pada kawasan
perdesaan pada umumnya lebih memanfaatkan sumber-sumber air
sekitar. Jika melihat kondisi wilayah perdesaan yang sebagian besar
penggunaan lahannya yang didominasi lahan tak terbangun serta
peruntukkan lahan berupa lahan-lahan pertanian, perkebunan dan
lainnya, maka potensi sumber air bersih di kawasan perdesaan masih
cukup banyak. Berdasarkan kondisi faktual pemanfaatan sumber air
bersih oleh penduduk dikawasan perdesaan, pada umumnya Sebagian
besar penduduk memanfaatkan air tanah baik dari sumur pompa maupun
sumur gali, serta kran-kran umum yang tersedia guna memenuhi
kebutuhan air bersih untuk kehidupan sehari-hari.
3) Drainase
Saluran drainase yang berfungsi sebagai saluran air permukaan di
sebagian besar diwilayah perkotaan merupakan saluran air permukaan
dengan perkerasan saluran berupa perkerasan beton. Dimana saluran
drainase itu terletak di sepanjang bahu jalan yang melintas pada
jalan-jalan yang melintas di wilayah perkotaan tersebut. Berdasarkan kondisi
faktualnya, sebagian besar saluran drainase berfungsi dengan baik,
walupun pada beberapa titik lokasi saluran drainase tidak berfungsi
dengan optimal dan lancar karena beban kapasitas saluran yang sudah
tidak sebanding dengan debit aliran serta akibat tersumbat oleh material
sampah pada saluran-saluran. Dengan demikian, jika pada musim-musim
curah hujan tinggi, maka keadaan tersebut sangat mengakibatkan
terjadinya genangan air atau banjir musiman akibat lambatnya air
permukaan yang digelontorkan ke saluran drainase yang ada. Kondisi
demikian, terjadi pada kawasan permukiman di Kelurahan Mlajah. Untuk
itu perlu penanganan lebih lanjut agar saluran drainase dapat berfungsi
optimal seperti pemeliharaan secara rutin pada saluran drainase ataupun
Pada wilayah perdesaan, sebagian besar wilayahnya masih belum
memiliki saluran drainase yang permanen terutama pada jalan–jalan
lingkungan pemukiman. Drainase pada wilayah perdesaan ini pada
umumnya menjadi satu dengan saluran irigasi. Disamping itu saluran yang
ada belum berfungsi dengan baik misalnya lebar saluran dan kondisi
salurannya. Sedangkan drainase yang terletak di sepanjang jalan poros
terutama pada umumnya telah permanen dengan plengsengan dan telah
berfungsi dengan baik, walaupun pada beberapa lokasi masih perlu
mendapat perhatian karena mengalami kerusakan. Pada beberapa lokasi
saluran drainase yang ada fungsinya juga menyatu dengan saluran irigasi.
Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar wilayah perdesaan ini
masih merupakan wilayah agraris, sehingga banyak saluran drainase
yang juga memiliki fungsi sebagai saluran irigasi.
4) Sanitasi
Sistem sanitasi yang ada diwilayah perkotaan perencanaan
berdasarkan air limbah yang dibuang adalah limbah domestik. Dimana
limbah domestik ini berasal dari berbagai aktifitas rumah tangga yang
berupa tinja dan buangan cair lainnya seperti air bekas cucian. Sanitasi
yang digunakan sebagian besar penduduk di wilayah perkotaan berupa
jamban keluarga, dengan media yang dimanfaatkan mengandalkan sistem
sanitasi setempat (on-site) untuk pembuangan limbah manusia yang
meliputi tangki septik (ceptic tank), kakus, dan WC. Ketersediaan sarana
Sanitasi Masal (Sanimas) yang melayani kebutuhan penduduk secara
kolektif berada pada kawasan pemukiman padat.
Pada kawasan perdesaan, sistem pembuangan yang dimiliki oleh
masyarakat juga mengandalkan sistem sanitasi setempat (on-site) untuk
pembuangan limbah manusia yang meliputi tangki septik, kakus, WC.
Namun pada sebagian kecil masyarakatnya masih menggunakan sungai
dan saluran drainase untuk pembuangan air kotor. Hingga saat ini, belum
ada sarana sanitasi masal yang tersedia untuk melayani kebutuhan
5) Persampahan
Sistem pengelolaan sampah di kawasan perkotaan dilakukan
dengan pola penanganan sistem perangkutan (kolektif) yang dikelola dan
dioperasikan dibawah pengawasan dan wewenang Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Bangkalan. Pola penangan sampah telah terkelola
dengan baik, dimana operasional sistem perangkutan sampah dengan
gerobak sebagai angkutan pengumpul dari permukiman-permukiman
penduduk yang kemudian dikumpulkan pada TPS (Tempat Pembuangan
Sampah Sementara) maupun transfer depo, dan kemudian diangkut oleh
angkutan truck sampah untuk dibawa ke TPA (Tempat Pembuangan
Sampah) Akhir yang berada di Desa Buluh. Pola perangkutan diatur
dalam waktu 1 kali pengakutan dalam sehari.
Sedangkan sistem penanganan dan pengelolaan persampahan di
kawasan perdesaan, masih menggunakan sistem konvensional yaitu
ditimbun dan dibakar. Sampah yang dihasilkan secara langsung dikelola
sendiri secara individual oleh tiap-tiap rumah tangga. Hingga saat ini
dikawasan perdesaan belum tersedia fasilitas pengelolaan sampah seperti
Tempat Pembuangan Sementara (TPS), gerobak/becak pengangkut
sampah maupun fasilitas lainnya.
8.1.2.3.Paramater Teknis
Untuk dapat menyelenggarakan upaya pengembangan
permukiman pada kawasan perkotaan dan perdesaan dalam Kegiatan
Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah di Kabupaten
Bangkalan, maka perlu didasari pertimbangan sebagai acuan dalam
pemenuhan pelayanan prasarana permukiman. Berdasarkan perkiraan
pertumbuhan dan perkembangan permukiman, maka perkiraan kebutuhan
layanan sarana dan prasarana permukiman (perumahan, air bersih,
drainase, persampahan dan sanitasi) didasarkan pada standar
1) Perumahan
Tolak ukur dan pendekatan yang dipergunakan dalam penentuan
dasar perbaikan perumahan di kawasan studi adalah :
o Kondisi sosial ekonomi masyarakat.
o Kondisi kesehatan perumahan dan lingkungan.
o Tata letak perumahan dan lingkungan alamiah.
2) Jalan
Ketersediaan sarana jalan sangat dibutuhkan oleh masyarakat
karena merupakan sarana utama untuk menunjang kehidupan sehari-hari,
baik untuk kegiatan pendidikan, perekonomian, pemerintahan maupun
sosial budaya.
Penggunaan jalan yang terdapat pada daerah perencanaan
dihubungkan dengan suatu jaringan jalan. Adapun syarat atau kriteria
ketersediaan jaringan suatu kawasan permukiman dapat dianalisa dengan
panjang eksisting dengan luas area permukiman, yaitu :
Panjang Jalan Lingkungan = = 40 – 60
Permukiman Area
Luas
Jalan Panjang
m/Ha
Dengan Lebar jalan 2 – 5 m
Panjang Jalan Setapak = = 50 – 110 m/Ha
Permukiman Area
Luas
Jalan Panjang
Dengan Lebar Jalan 0,8 – 2 m
Kecepatan Ijin Jalan = 5 – 10 Km/jam
3) Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat di wilayah
perencaanan dipengaruhi oleh:
a. Jumlah penduduk.
b. Ketersediaan air, baik dari aspek kualitas, kuantitas maupun
kontinuitas.
c. Faktor pelayanan air bersih, seperti fasilitas distribusi/transmisi dan
fasilitas pengolahan air.
f. Pola dan tingkat kehidupan.
Berdasarkan penggunaannya, air bersih dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Penggunaan air untuk kebutuhan domestik.
2. Penggunaan air untuk kebutuhan non domestik.
Penggunaan air untuk kebutuhan domestik adalah kebutuhan air yang
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti :
• Minum dan memasak
• Mencuci
• Mandi dan kebersihan diri
• Menyiram tanaman dan halaman
4) Drainase
Dalam perencanaan, pengelolaan dan pengembangan drainase,
sistem yang ada beserta segala permasalahannya akan menjadi sangat
penting. Hal ini berguna untuk menentukan sistem jaringan drainase
beserta program pembangunan dan pengembangan jaringannya.
Pengkajian terhadap sistem drainase ini meliputi : Daerah tangkapan
hujan/catchments area beserta daerah genangannya, Kondisi topografi
daerah rencana guna penetapan arah alirannya, Kondisi sistem dan
bangunan drainase yang ada, baik primer, sekunder maupun tersier
beserta segala permasalahannya, Daerah aliran sungai bagian atas,
Kondisi saluran pembuang, Kondisi eksisting dan kondisi saluran
pembawa dan Rencana Pengembangan dan Pembangunan Permukiman.
Kegiatan-kegiatan tersebut di implementasikan terhadap pengendalian
sistem drainase kawasan secara komprehensif.
5) Sanitasi
Air limbah merupakan jenis air buangan yang mengandung kotoran
manusia, binatang, tumbuhan, buangan industri dan buangan kimia.
Sedangkan air limbah domestik adalah semua jenis air buangan dari
keperluan rumah tangga seperti air bekas mandi dan cuci, baik dari dapur
limbah merupakan salah satu upaya untuk memenuhi salah satu
kebutuhan dasar manusia yaitu peningkatan derajat kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan yang ada.
Sistem sarana/ prasarana air limbah meliputi :
Sistem sarana/prasarana air limbah meliputi sistem setempat (on site) atau sistem terpusat (off site)
Jumlah, macam dan kondisi sarana/ prasarana air limbah
Tingkat pelayanan sistem untuk memberi gambaran tingkat pelayanan yang ada
Asumsi dan kriteria yang diperlukan untuk penyusunan program air
limbah/sanitasi adalah sebagai berikut :
1. Air limbah adalah air limbah domestik yaitu terdiri dari air buangan
manusia/ faeces dan sullage (cuci).
2. Area Pelayanan adalah daerah yang air limbahnya telah tertangani,
baik secara individual maupun komunal, on site maupun off site.
Area pelayanan terdiri atas area Pelayanan Perkotaan adalah
kecamatan-kecamatan yang air limbah seluruh desa atau sebagian
desanya telah tertangani, baik secara individual maupun komunal.
6) Sampah
Daya dukung lingkungan terhadap buangan domestik dan non
domestik terkendala oleh keterbatasan lahan. Sampah yang menumpuk
umumnya berupa sampah organik yang mestinya bisa didaur ulang
menjadi kompos yang mestinya diperlukan petani. Sampah yang
dihasilkan dari aktivitas sehari-hari harus ditangani dengan pengelolaan
yang baik oleh instansi yang ditunjuk mulai dari pengumpulan,
transportasi, sampai pembuangan/pengelolaan akhir.
Fasilitas pengumpulan sampah rumah tangga :
1. Kapasitas minimum tempat sampah, rumah tangga 0,02 m3
berdasarkan jumlah orang dan banyaknya buangan sampah
untuk seluruh kawasan 0,002 m3/orang/hari.
3. Penempatannya sedemikian rupa, sehingga mudah dicapai oleh
petugas kebersihan dan tidak mengganggu lalu lintas.
Tempat pengumpulan sampah lingkungan:
• Kapasitas tempat sampah lingkungan minimum bervolume 2 m3
berdasarkan jumlah rumah yang dilayani
• Tempat sampah dibuat dari bahan rapat air.
• Penempatan tempat sampah lingkungan setiap jarak 150 meter.
8.1.2.4.Aspek Pendanaan
Dari segi pendanaan dalam pembangunan prasarana dan sarana
dasar permukiman di Kabupaten Bangkalan, lebih banyak dilakukan
secara swadaya maupun individual masyarakat setempat, dengan
kebutuhan dan ketersediaan dana yang relatif rendah. Dukungan dari
pemerintah dalam peningkatan dan pengembangan permukiman cukup
diharapkan cukup besar oleh masyarakat, karena dari segi pendanaannya
yang cukup besar, sehingga dalam hal ini pemerintah cukup mendukung
untuk direalisasikannya program-program ataupun kegiatan-keigatan
pengembangan permukiman di Kabupaten Bangkalan. Bantuan stimulan
sebagai pendorong dalam perbaikan prasarana dan sarana dasar
perumahan dan permukiman di Kabupaten Bangkalan, diberikan kepada
warga/ masyarakat yang benar-benar membutuhkan untuk meningkatkan
kualitas perumahan maupun lingkungannya.
8.1.2.5.Aspek Kelembagaan
Dari segi tugas kewenangan dalam hal sistem pengelolaan
pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman untuk
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, maka Kompetensi dan
tanggung jawab pemerintah setempat, melalui tugas pokok dan fungsi
aparatur pemerintahan sangat cukup besar. Adapun instansi yang
berwenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pembangunan
prasarana dan sarana dasar permukiman di Kabupaten Bangkalan
dan Tata Ruang, Dinas PU Binamarga & pengairan, dan Badan
Lingkungan Hidup.
8.1.2.6.Sasaran
Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan
permukiman di Kabupaten Bangkalan, antara lain :
• Terpenuhinya kebutuhan dasar permukiman;
• Peningkatan perumahan sederhana, sehat dan layak huni;
• Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat dan
bersih;
• Meningkatkan kualitas permukiman kumuh;
• Meningkatkan kualitas dan penyediaan sarana dan prasarana
dasar lingkungan/ pemukiman.
8.1.2.7.Permasalahan Pembangunan Permukiman
Salah satu fungsi kawasan permukiman baik pada kawasan
perkotaan maupun pedesaan adalah sebagai tempat hunian bagi
penduduk yang ada. Untuk itu, kawasan tersebut harus nyaman ditempati.
Berbagai fasilitas perlu disediakan untuk melayani kebutuhan hidup
sehari-hari dari penduduk yang tinggal di dalamnya. Salah satu fasilitas
tersebut adalah perumahan. Kondisi rumah dan lingkungan sekitar yang
nyaman ditempati merupakan dambaan bagi setiap warga. Namun untuk
proses pembangunan maupun pengembangan terhadap permukiman
tidak terlepas dari kendala ataupun masalah-masalah yang dihadapi.
Adapun permasalahan-permasalahan yang ada mengenai pembangunan
permukiman secara umum adalah sebagai berikut :
Pertumbuhan permukiman yang cukup pesat baik pada kawasan perkotaan dan perdesaan seringkali tidak diikuti oleh penyediaan lahan
ataupun perumahan yang mengakomdir pertambahan jumlah
permukiman di masa mendatang.
subur untuk dipergunakan sebagai lahan terbangun baik untuk rumah
maupun fasilitas-fasilitas.
Karakteristik wilayah yang sebagian besar memiliki topografi (kontur) yang bervariasi (datar-terjal) sehingga menjadi kendala untuk
pendistribusian kawasan permukiman yang cukup merata dan
proporsional.
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang jumlahnya terbatas dan kondisinya kurang memadai, terutama pada kawasan
permukiman pedesaan.
Pengaruh dan tarikan yang cukup kuat dari fasilitas-fasilitas tertentu seperti pasar yang memiliki skala pelayanan cukup luas sehingga
mendorong pertumbuhan permukiman yang memadat disekitarnya.
Terutama pada kawasan perkotaan, sehingga menimbulkan
terbentuknya permukiman padat dengan kondisi yang kurang memadai
dan kumuh.
Masih adanya kondisi bangunan pemukiman yang masih kurang memadai, dengan jenis bangunan masih berupa rumah semi permanen
dan rumah berupa non permanen yang kondisinya kurang memadai
dan kurang sehat.
Keterlibatan dan peran serta yang rendah dari masyarakat dalam mendukung maupun pro aktif dalam mendukung program
pembangunan wilayah.
8.1.3. Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi
Analisa Permasalahan
Perkembangan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh
perkembangan penduduk yang terwujud dalam bentuk dan perkembangan
kawasan mennjadi sebuah wilayah yang mempunyai daya tarik kawasan
masyarakatnya terutama aspek fisiografi dan sosio-culturnya, serta
kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang kehidupan. Disamping
itu dengan bertambahnya jumlah penduduk akan berpengaruh pula
terhadap perubahan tata gunan lahan, yang selanjutnya berpengaruh
terhadap karakteristik wilayah. Untuk itu, perlu dilakukan proyeksi
penduduk pada masing-masing kawasan, baik pada kawasan perkotaan
maupun perdesaan sehingga dapat diperhitungkan dan prediksi
kebutuhan sarana dan prasarana penunjang.
Analisa Kebutuhan Prasarana Permukiman
Dalam menganalisa kebutuhan sarana dan prasarana permukiman
pada masing-masing wilayah perkotaan dan perdesaan, pendekatannya
adalah dengan menggunakan analisa kebutuhan sarana prasarana
wilayah (penetuan tingkat kebutuhan sarana prasarana wilayah dalam
sistem wilayahnya) di Kawasan prioritas penanganan dengan
menggunakan metode : Analisa berbasis pada SPM (Standart Pelayanan
Minimum) dengan variabel-variabel yaitu Perumahan, Jalan Lingkungan,
Air bersih, Drainase, sanitasi, dan Persampahan. Implementasi masing–
masing metode dan model analisa untuk setiap variabel-variabel tersebut
diatas akan dideskripsikan dalam bagian–bagian dibawah ini.
a. Perumahan
Kecenderungan permukiman yang dibangun secara individu adalah
permukiman yang berupa perkampungan. Perumahan yang dibangun dan
dikembangkan oleh pengembang/developer pada umumnya berupa
rumah dengan berbagai macam tipe dan ukuran. Perkembangan kawasan
permukiman di wilayah Kota Bangkalan diarahkan sebagai perumahan
layak huni untuk berbagai lapisan masyarakat. Permasalahan yang terjadi
dalam kaitannya dengan penyediaan perumahan di Kota Bangkalan
Tidak meratanya perkembangan perumahan yaitu kecenderungannya berkembang ke arah timur dan selatan pusat
kota.
Perumahan yang dikembangkan oleh developer/pengembang yang berada di wilayah barat dan utara hamper tidak ada . Hal ini karena
aksesibilitas ke arah barat dan utara kurang bagus dan tidak adanya
fasilitas-fasilitas yang mampu menggerakkan perkembangan wilayah
barat dan utara.
Sebagian besar perkampungan yang berada di kota berkepadatan tinggi, misalnya perkampungan di sekitar Kelurahan Pangeranan (
Kampung Lebak dan Bandaran), perkampungan di belakang pasar
baru saat ini ( Kelurahan Kraton )
Dengan melihat permasalahan diatas, terutama dalam kaitannya
dengan pemerataan perkembangan fisik kota, maka sesuai dengan
skenario dan arahan pengembangan Kota Bangkalan, pengembangan
fisik kota diarahkan pada wilayah selatan kota. Upaya-upaya yang perlu
dilakukan guna mendukung konsep dan arahan pengembangan Kota
Bangkalan yaitu dengan cara mengembangkan fasilitas-fasilitas yang
mempunyai efek ganda (multiplier efect) dan ditunjang dengan
pengembangan aksesibilitas, misalnya dengan mengoptimalkan fungsi
jalan lingkar, pengembangan jembatan yang menghubungkan antara
pusat kota dengan wilayah timur kota. Dengan terealisasi jalan lingkar
tersebut diharapkan aksesibilitas antar kawasan di wilayah Kota
Bangkalan menjadi terbuka dan dapat memperlancar proses pergerakan
penduduk.
Seiring dengan perkembangan Kota Bangkalan yang pesat, maka
akan disertai dengan meningkatnya kebutuhan penggunaan lahan untuk
kawasan terbangun terutama dalam kaitannya kebutuhan akan tempat
tinggal. Mengingat keterbatasan lahan untuk wilayah kota, maka didalam
pengembangan permukiman penduduk lebih ditekankan bekerja sama
dengan pengembang (dalam wujud pengembangan perumahan). Selain
didorong melalui pembentukan rumah bertingkat/vertikal. Adapun
pengaturan lebih lanjut ditetapkan dalam rencana intensitas bangunan.
Perumahan yang dikembangkan oleh developer/pengembang
Pada wilayah Kota Bangkalan saat ini sudah mulai berkembang
perumahan yang dikembangkan oleh pengembang. Perkembangan
kawasan perumahan tersebut kecenderungannya berkembang ke arah
Timur dan selatan kota, seperti perumahan Wisma Pangeranan Asri,
Pondok Halim I/II, Perumahan Griya abadi, Perumahan Nilam permai,
Graha Candraland, Graha Mentari, IMC, Graha Utama dan lain-lain.
Pengembangan perumahan sampai saat ini terus berkembang seiring
dengan minat masyarakat akan kebutuhan perumahan yang
dikembangkan oleh developer/pengembang.
Didalam pengembangan perumahan ini harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan pangsa pasar. Dengan demikian diharapkan perumahan
yang telah dikembangkan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dengan kondisi seperti ini, maka didalam penyediaan perumahan
diarahkan untuk masyarakat berpendapatan menengah kebawah, yaitu
berupa rumah sederhana.
Disamping itu penyediaan perumahan ini juga dapat dilakukan
melalui pengembangan kapling siap bangun. Jumlah kebutuhan rumah
yang akan direncanakan di wilayah Kota Bangkalan hingga tahun 2015
adalah sebanyak 7.542 unit dan tahun 2015 kebutuhan rumah mencapai
12.238 unit rumah.
Sedangkan perkiraan kebutuhan rumah berdasarkan asumsi
perbandingan tipe rumah besar, sedang dan rumah kecil (perbadingan 1 :
3 : 6) adalah :
1. Perkiraan kebutuhan rumah hingga tahun 2007 berdasarkan
perbandingan 1 : 3 : 6 adalah tipe rumah kecil sebanyak 4.525
unit, rumah tipe sedang sebanyak 2.265 unit dan rumah tipe
2. Perkiraan kebutuhan rumah hingga tahun 2015 berdasarkan
perbandingan 1 : 3 : 6 adalah; tipe rumah kecil sebanyak 7.343
unit, tipe rumah sedang sebanyak 3.671 unit dan tipe rumah
besar sebanyak 1.224 unit.
b. Prasarana Jalan
Pelayanan kebutuhan prasarana jalan dalam hal ini akan lebih
ditikberatkan pada pemenuhan kebutuhan pelayanan prasarana jalan
pada kawasan perdesaan. Hal tersebut didasari pertimbangan karena
sebagian besar prasarana jalan pada wilayah perkotaan kondisinya sudah
cukup baik dan memadai, sehingga hanya akan difokuskan pada
pelayanan pada wilayah perdesaan saja. Analisa prasarana jalan pada
desa-desa yang termasuk kedalam wilayah kawasan perdesaan
mencakup kebutuhan prasarana jalan dan jenis perkerasan jalan yang
ada. Dengan menggunakan parameter tahun perencanaan maksimum
yaitu tahun 2013 dengan dasar pertimbangan kebutuhan panjang jalan
sebagai berikut :
Dari hasil perhitungan Analisa Kebutuhan Prasarana Jaringan
Jalan di Wilayah perdesaan prioritas di Kabupaten Bangkalan, untuk
kebutuhan prasarana jaringan jalan pada tiap-tiap desa tersebut hingga
tahun 2017 tidak memerlukan penambahan jaringan jalan karena jalan
yang ada sudah mencukupi kebutuhan prasarana jalan. jadi yang
diperlukan hanya berupa peningkatan atau perbaikan kualitas perkerasan
jalan dari yang sebelumnya berupa makadam maka ditingkatkan menjadi
perkerasan aspal. Adapun hasil perhitungan analisa kebutuhan prasarana
Kebutuhan Prasarana Jalan = 50 m / Ha Lahan
jalan pada masing-masing desa-desa di wilayah perdesaan prioritas di
kabupaten Bangkalan dapat dilihat pada tabel berikut.
c. Air Bersih
Analisa kebutuhan air bersih pada masing-masing wilayah di
Kawasan Perkotaan menggunakan analisa yang berbasis pada Standart
Pelayanan Minimum. Dimana dalam analisa kebutuhan air bersih di
wilayah ini menggunakan dasar-dasar pertimbangan yaitu direncanakan
20–30 % dari kebutuhan total (kebutuhan domestik dan non domestik),
Kebutuhan air bersih untuk fasilitas non-rumah tangga dihitung
berdasarkan 10% dari kebutuhan rumah tangga, Sumber air bersih yang
diprioritaskan adalah mata air dengan sistem pengaliran secara gravitasi.
Kapasitas mata air sesuai dengan data sekunder dan belum dilakukan
pengukuran terhadap kapasitas sumber dan Tingkat layanan sambungan
rumah yaitu 1 unit sambungan rumah untuk 10 meter. Adapun hasil
analisa perhitungan kebutuhan sarana dan prasarana air bersih pada
kelurahan dan desa prioritas di Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
adalah sebagai berikut :
d. Sanitasi
Pertimbangan untuk analisa kebutuhan prasarana Sanitasi pada
kawasan perencanaan yaitu berupa sarana MCK (Mandi-Cuci-Kakus)
antara lain :
1. Tingkat pelayanan MCK untuk 5 KK/unit (25 jiwa/unit).
2. Tingkat pelayanan Sanimas untuk 65KK/unit (325 jiwa/unit)
3. Jangkauan pelayanan untuk sarana sanitasi adalah 50% - 80% dari
seluruh penduduk wilayah perencanaan.
Adapun hasil analisa kebutuhan sarana Sanitasi pada masing-masing
lokasi di Kawasan Perkotaan dan Perdesaan di kabupaten Bangkalan
adalah sebagai berikut.
Kebutuhan akan prasarana persampahan baik yang berupa sarana
TPS (Tempat Pembuangan Sampah), gerobak, sarana composting dan
lainnya di wilayah perencanaan akan disesuaikan untuk dibangun pada
lokasi pusat-pusat kegiatan desa dengan asumsi tingkat kepadatan
penduduk > 50 jiwa/Ha. Pola penanganan sampah di Wilayah dengan
kepadatan penduduk <50 jiwa/ha akan diarahkan pada sistem
pengelolaan secara onsite dengan hasil olahan nantinya untuk kompos.
Adapun asumsi-asumsi pertimbangan untuk analisa pelayanan sarana
dan prasarana persampahan di Kawasan Perkotaan dan Perdesaan
adalah :
1. Produksi sampah rumah tangga 2,5 liter/orang/hari
2. Kebutuhan 1 gerobak sampah = 1 m³ untuk melayani 400 jiwa.
3. Kebutuhan sarana Tempat Pembuangan Sampah (TPS) akan
diarahkan pada wilayah perkotaan.
4. Pada kawasan perdesaan pengolahan sampah dilakukan secara
onsite (Composting Rumah Tangga).
5. 1 sarana composting berkapasitas 2 m³.
6. Transfer depo difungsikan pula untuk melakukan daur ulang
sampah organic.
7. Adanya sosialisasi mengenai pemisahan sampah organic dan
anorganik.
Adapun hasil analisa kebutuhan prasarana persampahan pada
masing-masing lokasi di Kawasan Perkotaan dan Perdesaan di Kabupaten
Bangkalan dapat dilihat pada tabel berikut.
Alternatif Pemecahan
Pengelolaan dan pengembangan kawasan perdesaan dan
kawasan perkotaan terutama ditujukan untuk menunjang program
pembangunan berkelanjutan. Kawasan perdesaan sebagai kawasan
permukiman diarahkan memiliki dan dilengkapi dengan pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Selanjutnya untuk
desa pusat pertumbuhan, desa strategis, maupun kawasan agropolitan
melalui keterkaitan kawasan perkotaan–perdesaan. Dan Penataan
kawasan perkotaan dilakukan sesuai dengan fungsi dan peran
masing-masing yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan
dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan,
pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya.
Peningkatan lingkungan permukiman sangat diperlukan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, melalui :
Perencanaan dan pengembangan sistem pengelolaan dan pembangunan infrastruktur di perdesaan dan perkotaan secara
terpadu yang dilakukan oleh dinas, masyarakat, swasta ataupun
sistem perbantuan.
Upaya peningkatan kesadaran kesehatan lingkungan permukiman melalui : penyuluhan, kegiatan gotong royong dan peningkatan
keswadayaan.
Keikutsertaan masyarakat didalam merencanakan, melaksanakan dan memelihara kualitas hidup masing-masing baik di perdesaan
maupun di perkotaan.
Meningkatkan peran lembaga keswadayaan masyarakat di dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan permukiman.
Atas dasar tersebut pemerataan dan pengembangan sarana dan
prasarana permukiman secara bertahap akan dilakukan. Pada kawasan
perkotaan peningkatan kegiatannya diarahkan untuk permukiman dengan
fasilitas penunjangnya, dan terdapat kawasan-kawasan dengan fungsi
tertentu untuk kegiatan usaha dan lainnya. Pada kawasan permukiman
pedesaan, maka pengalihan fungsi untuk kegiatan pertanian ke kawasan
terbangun diijinkan, tetapi harus menghindari penggunaan tanah yang
subur terutama pada kawasan sawah kelas I dan kelas II serta kawasan
perkebunan. Adapun alternatif pemecahan permasalahan pada
masing-masing lokasi kawasan perkotaan dan perdesaan di Kabupaten
A. Kawasan Permukiman Perkotaan;
• Antisipasi dan penyediaan permukiman bagi masyarakat
perkotaan.
• Peremajaan dan Penyehatan lingkungan permukiman terutama
pada kawasan permukiman kumuh dan padat.
• Pemugaran perumahan penduduk yang berupa non permanen
sebagai bentuk peningkatan kualitas rumah.
• Penyediaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana dasar
permukiman perkotaan.
• Efisiensi pemanfaatan lahan untuk permukiman
• meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunaan
permukiman dan mendayagunakan fasilitas yang ada di
sekitarnya
• Relokasi pemukiman penduduk yang berada pada kawasan rawan
bencana seperti pada kawasan sempadan sungai (rawan longsor)
dan kawasan rawan banjir.
• Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat mengenai
pemahaman kebencanaan dan pengembangan dan penyehatan
lingkungan permukiman.
• Kawasan Permukiman Perdesaan;
• Peremajaan dan Penyehatan lingkungan permukiman terutama
pada kawasan permukiman penduduk.
• Pemugaran perumahan penduduk yang berupa non permanen
sebagai bentuk peningkatan kualitas rumah.
• Penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana dasar
permukiman perdesaan.
• Pemisahan antara perumahan dan tempat hunian ternak untuk
menjamin tingkat kesehatan penghuni rumah.
• Sosialisasi dan pemberdayaan kepada masyarakat mengenai
peningkatan kualitas hidup dan penyehatan lingkungan
• Pengaturan pengembangan fisik atau kawasan terbangun tidak
menggunakan kawasan pertanian yang produktif.
Rekomendasi
Pengelolaan pembangunan dan pengembangan kawasan
permukiman dilakukan dengan menyediakan tempat bermukim yang sehat
dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan yang
sesuai untuk pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan. Adapaun kriteria kawasan yang diperuntukan bagi
permukiman, yaitu harus memenuhi kriteria-kriteria :
• Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada
• Ketersediaan Air
• Lokasi yang terkait dengan kawasan hunian yang telah
ada/berkembang
• Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah
Kebijakan pengembangan kawasan permukiman dibagi menjadi kawasan
permukiman perkotaan dan perdesaan.
Adapun kebijaksanaan pembangunan dan pengembangan kawasan
permukiman perkotaan di Kabupaten Bangkalan yaitu :
Lebih mengefisienkan pemanfaatan lahan;
Peningkatan sistem fasilitas dan utilitas pelayanan;
Meningkatkan kualitas permukiman kumuh;
Meningkatkan kualitas lingkungan;
Memperhatikan proyeksi pertambahan penduduk dengan
ketersediaan lahan permukiman perlu atau tidaknya untuk
pengembangan vertikal.
Dan Kebijakan pengembangan kawasan permukiman perdesaan di
Kabupaten Bangkalan yaitu:
Meningkatkan sumber-sumber air memperluas pelayanan air bersih
Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat dan
bersih;
Meningkatkan kualitas dan penyediaan fasilitas dan utilitas
lingkungan/ pemukiman;
Kebijakan pembangunan permukiman perdesaan pada daerah
tertinggal;
Akses fisik ke kota/PKL terdekat.
8.1.4. Usulan Pembangunan Permukiman
8.1.4.1. Sistem Infrastruktur Permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan di luar kawasan lindung
yang diperlukan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang berada di daerah perkotaan atau pada daerah perdesaan.
Kriteria dari kawasan permukiman adalah kawasan yang secara teknis
dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana
alam, sehat dan mempunyai akses yang relatif baik. Usulan
pengembangan kawasan permukiman di Kabupaten Bangkalan yaitu
sebagai berikut :
• meningkatkan ketersediaan permukiman dan mendayagunaan
permukiman dan mendayagunakan fasilitas yang ada di sekitarnya
• meningkatkan perkembangan kegiatan bidang (sektor) dan
ekonomi yang ada di sekitarnya,
• tidak mengganggu fungsi lindung,
• tidak mengganggu upaya kelestarian sumber daya alam,
• meningkatkan pendapatan masyarakat dan menyediakan
kesempatan kerja
Untuk pengelolaan kawasan permukiman dilakukan dengan
menyediakan tempat bermukim yang sehat dan aman dari bencana alam
serta dapat memberikan lingkungan yang sesuai untuk pengembangan
masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dalam
Mengacu pada Produk Pengaturan Departemen Permukiman Dan
Prasarana Wilayah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah tentang
kebijakan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Kebijakan
Pembangunan Permukiman Prasrana Wilayah meliputi :
1. Meningkatkan Penanggulangan Kemiskinan dan Ketahanan
Pangan
2. Meningkatkan Pembangunan Daerah melalui Otonomi Daerah dan
Pemberdayaan Masyarakat.
3. Membangun dan Memelihara Prasarana dan Sarana Pendukung
Pembangunan
4. Meningkatkan Penerapan Prinsip-Prinsip Pembangunan
Berkelanjutan.
Di dalam program pembangunan perkotaan dan perdesaan termasuk
didalamnya terutama meningkatkan upaya penanggulangan kemiskinan;
peningkatan fungsi perkotaan dan perdesaan; peningkatan mobilitas
masyarakat dan pengembangan sistem sarana dan prasarana
permukiman, serta revitalisasi kawasan dengan melihat skala prioritas
atau pentahapan dengan tolok ukur kebutuhan dan keinginan dari
kawasan itu sendiri.
8.1.4.2.Usulan Dan Prioritas Program Pembangunan Prasarana dan Sarana Permukiman
a) Kawasan Permukiman Perkotaan
Kawasan permukiman perkotaan adalah kawasan yang digunakan untuk
kegiatan permukiman dengan kegiatan utama non pertanian dan pada
umumnya ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai, seperti
fasilitas peribadatan, pendidikan, perdagangan dan jasa, perkantoran dan
pemerintahan. Adapun usulan prioritas pengelolaan dan pengembangan
kawasan permukiman perkotaan yaitu:
• Pengelolaan dan Pengembangan pada kawasan yang bebas dari
• Pengembangannya dilengkapi fasilitas pendukung
• Efisiensi pemanfaatan lahan untuk permukiman
• Peningkatan dan optimalisasi sistem pelayanan sarana dan
prasarana dasar permukiman;
• Meningkatkan kualitas permukiman padat dan kumuh;
• Meningkatkan kualitas lingkungan;
• Pengembangannya tidak menggunakan lahan produktif / sawah
terknis atau setengah teknis dan pengembangannya diluar
kawasan lindung
• Relokasi pemukiman penduduk yang berada pada kawasan rawan
bencana seperti pada kawasan sempadan sungai (rawan longsor)
dan kawasan rawan banjir.
• Pengembangannya harus dilengkapi ruang terbuka minimal seluas
30% dari luas lahan.
• Pengaturan antar bangunan perlu pengendalian Koefisien Dasar
Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan sesuai dengan fungsi
tiap-tiap zone.
• Peningkatan kesehatan lingkungan permukiman terutama pada
kawasan padat dan kumuh yang terdapat pada kawasan perkotaan.
• Perencanaan kapling siap huni dan rumah inti yang dapat
dikembangkan sesuai kemampuan masyarakat.
• Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat mengenai pemahaman
kebencanaan dan pengembangan dan penyehatan lingkungan
permukiman.
b) Permukiman Perdesaan
Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk
permukiman yang pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh lahan
pertanian, tegalan, perkebunan dan pemanfaatan lahan lainnya. Kawasan
permukiman perdesaan di Kabupaten Bangkalan prosentasenya lebih
disebabkan mayoritas wilayah Kabupaten Bangkalan masih didominasi
kawasan perdesaan kecuali pada wilayah kecamatan Bangkalan yang
merupakan wilayah Ibukota Kabupaten sehingga karakteristik yang
berkembang lebih cenderung berbentuk perkotaan.
Pada kawasan permukiman perdesaan, pengembangannya diarahkan
untuk permukiman dengan fasilitas penunjangnya, dan terdapat kawasan
pertanian untuk kegiatan usaha. Untuk usulan prioritas sistem
pengelolaan akan pengembangan kawasan permukiman di wilayah
perdesaan meliputi :
• Pengaturan pengembangan fisik atau kawasan terbangun tidak
menggunakan kawasan pertanian yang produktif.
• Pengaturan terhadap Koefisien Dasar Bangunan (KDB) bangunan
yang lebih besar karena kawasan pengembangan relative masih
luas.
• Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat dan
bersih;
• Peningkatan dan optimalisasi sistem pelayanan sarana dan
prasarana dasar permukiman;
• Kebijakan pembangunan permukiman perdesaan pada daerah
tertinggal;
• Perlu adanya pencadangan tanah kosong atau pekarangan di
masing-masing unit rumah, yang dapat digunakan untuk kegiatan
seperti bercocok tanam dan sebagainya dimana hal tersebut
mampu menambah penghasilan.
• Pemisahan antara perumahan dan tempat hunian ternak untuk
menjamin tingkat kesehatan penghuni rumah.
• Perluasan areal yang akan digunakan untuk permukiman sedapat
mungkin menggunakan tanah yang tidak termasuk tanah subur
atau beririgasi teknis dan ½ teknis.
• Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat mengenai pemahaman
kebencanaan dan pengembangan dan penyehatan lingkungan
Mengacu pada arahan prioritas pengelolaan dan pengembangan diatas,
maka jika di implementasikan pada masing-masing lokasi kelurahan dan
desa prioritas pengembangan di Kabupaten Bangkalan, dengan
mempertimbangkan kondisi faktual, potensi dan permasalahan yang ada.
Maka usulan prioritas program pembangunan prasarana dan sarana
permukiman pada tiap-tiap lokasi kawasan perkotaan dan perdesaan
prioritas adalah sebagai berikut pada tabel dibawah ini.
8.1.4.3.Usulan Dan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman
Dalam merumuskan rencana prioritas proyek pembangunan di
setiap lokasi Kelurahan mapun desa yang terdapat pada Kawasan
Perkotaan dan Perdessan di Kabupaten Bangkalan, dilakukan identifikasi
potensi dan masalah sarana dan prasarana permukiman pada
masing-masing lokasi. Dari hasil tersebut, maka dirumuskan program-program
yang menjadi prioritas kebutuhan untuk pengembangan sarana dan
prasarana pada masing-masing wilayah.
Dari hasil perumusan Rencana program prioritas di desa kawasan
prioritas penanganan, selanjutnya dilakukan perumusan rencana prioritas
proyek pembangunan untuk jangka waktu pelaksanaan pembangunan
dengan skala prioritas untuk masing-masing desa prioritas penanganan di
Kawasan Perkotaan dan Perdesaan dalam kurun waktu tahun 2013
sampai dengan tahun 2017. Rencana prioritas proyek pembangunan
disusun berdasarkan atas urgensi kebutuhan bidang sarana prasarana
permukiman (bidang air bersih, sanitasi, jalan lingkungan, perumahan,
serta bidang persampahan) yang ada pada masing-masing lokasi
prioritas. Adapun rencana prioritas proyek program pembangunan bidang
permukiman pada masing-masing lokasi kelurahan dan desa di Kawasan
Perkotaan dan Perdesaan di Kabupaten Bangkalan adalah sebagai
Tabel 8.3
Matrik Logical Framework Bidang Pengembangan Permukiman
Potensi Isu/ Permasalahan Kawasan Tujuan /Sasaran
Pendekatan cukup rendah, hal ini dapat ditunjukan oleh
Pertumbuhan permukiman yang cukup pesat baik pada kawasan perkotaan dan perdesaan
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung yang jumlahnya terbatas dan kondisinya kurang memadai
pertumbuhan permukiman yang memadat disekitarnya. Terutama pada kawasan perkotaan, sehingga menimbulkan terbentuknya permukiman padat dengan kondisi yang kurang memadai dan kumuh.
Masih adanya kondisi bangunan pemukiman yang masih kurang memadai, dengan jenis bangunan masih berupa rumah semi permanen dan rumah berupa non permanen yang kondisinya kurang memadai dan kurang sehat.
8.2. PENATAAN BANGUNAN LINGKUNGAN
8.2.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan
yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaaatan
ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan
maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan
lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah
terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati
diri, sedangkan misinya adalah: (1) Memberdayakan masyarakat dalam
penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri,
serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri
dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.
Dalam penatan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa
permasalahan dan tantangan yang antara lain :
1. Permasalahan dan tantangan di bidang Bangunan Gedung
• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah
rawan bencana
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak
berfungsi dan kurang mendapat perhatian
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di
daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan
2. Permasalahan dan tantangan di bidang Penataan Lingkungan
• Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman tradisional
dan bangunan gedung bersejarah, padahal punya potensi
wisata.
• Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal punya potensi
ekonomi untuk mendorong pertumbuhan kota.
• Sarana lingkungan hijau/open space atau public space, sarana
olah raga, dan lain-lain kurang diperhatikan hampir di semua
kota, terutama kota Metro dan Besar.
• Amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan
Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.
• Komitmen terhadap kesepakatan intemasional MDGs, bahwa
pada tahun 2015, 200 Kabupaten/Kota bebas kumuh, dan pada
tahun 2020 semua Kabupaten/Kota bebas kumuh
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan bangunan dan
lingkungan antara lain:
1. Peran dan fungsi Kabupaten/Kota,
2. Rencana pembangunan Kabupaten/Kota
3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi Kabupaten/Kota
bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, topografi, dan
sebagainya,
4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
5. Dalam penyusunan RPUM harus memperhatikan Rencana Induk
(Masterplan) Pengembangan Kota,
6. Logical framework (kerangka logis) penilaian kelayakan
pengembangan,
7. Keterpaduan penataan bangunan dan lingkungan sektor lain
dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan,
sekurang-kurangnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, baik
dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik,
8. Memperhatikan peraturan dan perundangan serta petunjuk/pedoman
yang tersedia,
9. Tingkat kelayakan pelayanan, efektivitas dan efisiensi penataan
bangunan dan lingkungan pada kota bersangkutan,
10. Sebagai suatu PS yang tidak saja penting bagi peningkatan
lingkungan masyarakat tetapi juga sangat penting bagi keberlanjutan
11. Sumber pendanaan dari berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat
maupun swasta,
12. Kelembagaan yang mengelola penataan bangunan dan lingkungan,
13. Penataan bangunan dan lingkungan memperhatikan kelayakan
terutama dalam hal pemulihan biaya investasi,
14. Jika ada indikasi keterlibatan swasta dalam penataan bangunan dan
lingkungan, perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut,
15. Safeguard sosial dan lingkungan,
16. Perhitungan dan hal penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk
mendukung analisis disertakan dalam bentuk lampiran.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung, serta pedoman pelaksanaan lebih detail dibawahnya
mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Bangunan Gedung merupakan
kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan hanya bangunan
gedung negara dan rumah negara yang merupakan kewenangan pusat.
Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terlihat bahwa masih
banyak daerah yang belam menindak lanjutinya sebagaimana mestinya,
sebagaimana terlihat dari:
1. Masih banyaknya Kabupaten/Kota yang belum menyesuaikan Perda
Bangunan Gedung yang dimilikinya agar sesuai dengan UUBG, atau
terutama Kabupaten/Kota hasil pemekaran masih belum memiliki
Perda Bangunan Gedung;
2. Masih banyak Kabupaten/Kota; terutama Kabupaten/Kota hasil
pemekaran yang belum memiliki atau melembagakan
institusi/kelembagaan dan Tim Ahli Bangunan Gedung yang
bertugas dalam pembinaan penataan bangunan dan lingkungan;
3. Masih banyak Kabupaten/Kota yang belum memulai pelaksanaan