• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK - repo unpas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK - repo unpas"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM ELEKTRONIK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11

TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

ARTIKEL

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Bank merupakan suatu lembaga yang sangat penting di dalam masyarakat, karena

bank sebagai salah satu sarana berjalannya perekonomian yang ada di masyarakat.

Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting

dalam pembangunan nasional, karena perbankan berfungsi sebagai perantara antara

sektor defisit dengan sektor surplus dalam masyarakat maupun sebagai agen

pembangunan Beranjak dari peran perbankan yang sangat strategis dalam mendorong

kelancaran pembangunan nasional, maka dalam menjalankan usahanya perlu

senantiasa mengembangkan profesionalisme yang kokoh agar lembaga perbankan

mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar dan mampu menghadapi persaingan

global.

Berdasarkan Encyclopedia of Banking and Finance, sistem elektronik perbankan adalah segala macam transfer dan pemrosesan data dengan menggunakan sistem dan

peralatan elektronik yang meliputi transaksi intern dan ekstern suatu bank. Kegiatan

transfer dana dengan menggunakan sistem dan peralatan elektronik tersebut kita

(2)

kenaI dengan istilah Electronic Fund. Transfer atau Transfer Dana Elektronik. Sistem dan peralatan elektronik yang dipergunakan dalam transfer dana tersebut dapat berupa

telepon, komputer,pita magnetis, dan lain-lain.

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih

maju dibandingkan sektor lainnya.

Seiring perkembangan teknologi perbankan, dimulai ketika nasabah melakukan

transaksi secara manual yaitu berhadapan dengan teller, hingga berkembangnya teknologi yang memberikan kemudahan bagi nasabah melakukan transaksi dimana

saja dan kapan saja, salah satunya menggunakan sistem elektronik yang lebih

terjangkau seperti melalui jasa mesin pembayaran yang disebut dengan ATM

(Automatic Teller Machine) atau umumnya disebut juga Anjungan Tunai Mandiri. Perkembangan teknologi telah memberikan pengaruhnya ke segala aspek,

termasuk perkembangan teknologi perbankan yang tujuannya memberikan pelayanan

yang baik kepada nasabah dan memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi.

Seiring perkembangan waktu, dimana terjadi perkembangan transaksi ekonomi, maka

kebutuhan nasabah akan kemudahan melakukan transaksi semakin meningkat, untuk

menunjang kebutuhan nasabah tersebut maka pihak bank mengeluarkan

produk-produk perbankan kepada nasabah (baik nasabah dari bank tersebut maupun dari bank

lain) untuk melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik. Media

elektronik yang digunakan adalah mesin ATM, internet banking, maupun handphone. Kemajuan zaman dan perkembangan teknologi merupakan dua hal yang saling

berbanding lurus. Artinya semakin maju suatu zaman, semakin berkembang pula

(3)

berbagai aspek kehidupan, disebutkan juga oleh pakar hukum pidana Andi Hamzah

(1992)1, bahwa perkembangan teknologi itu sangat berpengaruh terhadap sikap tindak

dan sikap mental setiap masyarakat. Kemajuan yang dicapai di bidang teknologi akan

mempengaruhi pula perubahan di dalam kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi

dan industri yang merupakan hasil dari budaya manusia di samping membawa

dampak positif, dalam arti dapat didayagunakan untuk kepentingan umat manusia

serta membawa dampak negatif terhadap perkembangan dari peradaban manusia itu

sendiri.

Dampak negatif yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan dunia kejahatan.

J.E Sahetapy menyatakan dalam tulisannya,bahwa kejahatan serta kaitannya dengan

perkembangan masyarakat. Semakin maju kehidupan masyarakat, maka kejahatan

juga ikut semakin maju. Kejahatan juga menjadi sebagian dari hasil budaya itu

sendiri. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat budaya dan hasil semakin modern suatu

bangsa, semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk , sifat dan cara

pelaksanaannya.2

Belakangan ini banyak terungkap kasus-kasus kejahatan perbankan, Bank

Indonesia sudah mengidentifikasi sedikitnya tiga modus kejahatan perbankan yang

marak adalah kejahatan perbankan yang berbasis Teknolgi Informasi salah satunya

yang menyerang sistem perbankan Indonesia adalah Modus kejahatan perbankan

umumnya berupa skimming, phishing, dan malware.

Terkait dengan hal tersebut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri

Brigadir Jenderal Victor Panggabean menuturkan sejak 2012 hingga 2015 telah

1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sapta Artha Jaya, Jakarta

(4)

terjadi kerugian sebesar Rp. 33 Miliar akibat kejahatan perbankan. Ia menyebutkan

modus terbesar yang digunakan ialah skimming3.

Secara khusus dosebutkan kejahatan tersbut merupakan kejahatan skimming

dimana skimming adalah aktivitas menggandakan informasi yang terdapat dalam pita

magnetik (magnetic stripe) yang terdapat pada kartu kredit maupun ATM/debit secara illegal. Berdasarkan hal tersebut, kasus skimming atau kejahatan penggunaan sistem

elektronik dengan modus operandi skimming melalui mesin skimmer menjadi hal

utama yang akan dilakukan pembahasan oleh penulis, kasus skimming tersebut

berdampak signifikan bagi para pengguna layanan bank maupun bagi banknya itu

sendiri.

Saat ini perkembangan penegakan hukum terkait dengan kasus tersebut masih

terdapat kekurangan, sejatinya penegakan hukum merupakan usaha untuk

mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi

kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.4

Dasar hukum atas kejahatan penggunaan sistem elektronik kejahatan perbankan

dapat mengacu kepada Kitab Undang undang Hukum Pidana dan/atau lebih khusus

diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Maka ditinjau dari modus

operandi yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan kejahatan penggunaan sistem

elektronik dengan modus operandi skimming menggunakan alat skimer tersebut juga

dapat dikategorikan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang

3 Tempo, Waspada Modus Kejahatan Perbankan yang Lagi Marak, https://bisnis.tempo.co/read/news/ 2015/04/29/087661869/waspada-modus-kejahatan-perbankan-yang-lagi-marak, diakses tanggal 21 Agustus 2016

(5)

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 30, Pasal 32, Pasal 33,

Pasal 36.

Namun apabila dianalisa lebih dalam lagi terkait dengan ketentuan-ketentuan

yang telah disebutkan diatas masih terdapat kekurangan-kekurangan dengan

ketidakjelasan rumuan unsur-unsur yang terdapat dalam beberapa pasal tersebut Serta

pelaksanaannya terkait dengan kasus skimming belum menjadi perhatian masyarakat,

pemerintah maupun pihak bank itu sendiri. Karena masih terdapat beberapa bank

yang menerima kasus tersebut menjadi kerugian bank itu sendiri, sedangkan apabila

dianalisa lebih lanjut seharusnya pelaku itu sendiri dapat diadili sesuai dengan

ketentuan yang berlaku di Indonesia.

2. Identifikasi Masalah

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku kejahatan pengunaan

sistem elektronik berdasarkan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik

dihubungkan dengan praktek kasus yang terjadi di Indonesia ?

b. Apakah faktor penyebab meningkatnya kejahatan dalam penggunaan sistem

elektronik?

c. Bagaimanakah upaya dan langkah hukum dalam menanggulangi kejahatan

(6)

3. Metode Penelitian

a. Metode Pendekatan

Penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu metode yang menggunakan sumber-sumber data sekunder, yaitu peraturan

perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat para sarjana, yang

kemudian dianalisis serta menarik kesimpulan dari masalah yang akan

digunakan untuk mengkaji dan menganalis data sekunder tersebut. Metode

pendekatan ini digunakan mengingat permasalahan yang diteliti berkisar pada

peraturan perundang-undangan serta kaitannya dengan penerapan dalam praktik.

b. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam tesis ini adalah termasuk penelitian

yang bersifat deskriptif analitis, yang artinya menggambarkan fakta-fakta berupa data sekunder (data yang sudah ada) yang terdiri dari bahan hukum primer

(perundang-undangan), bahan hukum sekunder (doktrin), dan bahan tersier,

kamus, ensiklopedia.5Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis

karena menggambarkan serta menganalisis fakta-fakta yang sesuai dengan

identifikasi masalah secara sistematis dan factual mengenai Penegakan Hukum

Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Penggunaan Sistem Elektronik dihubungkan

dengan undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta

dikaitkan dengan kasus-kasus yang terjadi di Indonesia.

(7)

B. Tinjauan Teoritis dan Yuridis

1. Tinjauan Teori Penegakan Hukum Pidana Pelaku Kejahatan Penggunaan Sistem Elektronik

a. Pengertian Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan

secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka

menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat

diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum

pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana

pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan

politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil

perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu

waktu dan untuk masa-masa yang akan datang6.

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya

melalui proses hukum. Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak

pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana

larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu

sebagai pertanggungjawabkannya. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas

legalitas, yang mana tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur

dalam undang-undang, maka bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut

dan larangan tersebut sudah di atur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku

(8)

dapat dikenai sanksi atau hukuman, sedangkan ancaman pidananya ditujukan

kepada orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula7.

Adapun penegakan hukum sebagaimana dirumuskan oleh Abdul Kadir

Muhamad adalah sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya,

mengawasi pelaksanaanya agar tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi

pelanggaran, memulihkan hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali.

Pengertian itu menunjukkan bahwa penegakan hukum itu terletak pada aktifitas

yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Aktifitas penegak hukum ini terletak

pada upaya yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan norma-norma yuridis.

Mewujudkan norma berarti menerapkan aturan yang ada untuk menjerat atau

menjaring siapa saja yang melakukan pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum

menjadi kata kunci yang menentukan berhasil tidaknya misi penegakan hukum

(law enforcement)8.

Penegakan hukum dapat dilakukan dengan berupa penindakan hukum.

Abdul Kadir Muhammad menjelaskan bahwa penindakan hukum dapat dilakukan

dengan urutan sebagai berikut9:

a) Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan berbuat lagi

(percobaan);

b) Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);

c) Penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu);

d) Pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati).

7 Op.Cit Hal 15

8Sunardi, Danny Tanuwijaya, Abdul Wahid, 2005, Republik “Kaum Tikus”; Refleksi Ketidakberdayaan Hukum dan Penegakan HAM, Cet I, Jakarta: Edsa Mahkota, Hal 15-16.

(9)

Urutan tersebut lebih menunjukkan pada suatu tuntutan moral yuridis yang

berat terhadap aparat penegak hukum agar dalam menjalankan tugas,

kewenangan, dan kewajibannya dilakukan secara maksimal. Kesuksesan law

enforcement sangat ditentukan oleh peran yang dilakukan oleh aparat penegak

hukum dalam mengimplementasikan sistem hukum. Kalau sistem hukum ini

gagal dijalankan, maka hukum akan kehilangan dalam sakralitas sosialnya10.

Berdasarkan pada pengertian diatas maka penegakan hukum pidana adalah

upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam rangka menanggulangi

kejahatan baik secara preventif maupun represif. Menurut Satjipto Raharjo

penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum. Penegakan

hukum dapat diartikan pula penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan

hukum dan setiap orang yang mempunyai kepentingan dan sesuai kewenangannya

masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku11.

Dengan demikian penegakan hukum merupakan suatu sistem yang

menyangkut suatu penyerasian antara nilai dan kaidah serta perilaku nyata

manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi

perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya, perilaku atau sikap

tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan

kedamaian.

10 Sunardi, Danny Tanuwijaya, Abdul Wahid, Op.Cit., Hal 17.

(10)

Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada

ketidakserasian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola prilaku. Gangguan

tersebut timbul apabila terjadi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan,

yang menjelma dalam kaidah-kaidah yang simpangsiur dan pola perilaku yang

tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.

Menurut Soerjono Soekanto penegakan hukum bukan semata-mata berarti

pelaksanaan perundang-undangan. Walaupun dalam kenyataan di Indonesia

kecenderungannya adalah demikian. Sehingga pengertian Law Enforcement

begitu populer. Bahkan ada kecenderungan untuk mengartikan penegakan hukum

sebagai pelaksana keputusan-keputusan pengadilan. Pengertian yang sempit ini

jelas mengandung kelemahan, sebab pelaksanaan peundang-undangan atau

keputusan pengadilan, bisa terjadi malahan justru mengganggu kedamaian dalam

pergaulan hidup masyarakat12.

Membicarakan penegakan hukum pidana sebenarnya tidak hanya

bagaimana cara membuat hukum itu sendiri, melainkan juga mengenai apa yang

dilakukan oleh aparatur penegak hukum dalam mengantisipasi dan mengatasi

masalah-masalah dalam penegakan hukum. Oleh karena itu, dalam menangani

masalah-masalah dalam penegakan hukum pidana yang terjadi dalam masyarakat

dapat dilakukan secara penal (hukum pidana) dan non penal (tanpa menggunakan

hukum pidana).

1) Upaya Non Penal (Preventif)

Upaya penanggulangan secara non penal ini lebih menitikberatkan pada

pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dan secara tidak langsung dilakukan

(11)

tanpa menggunakan sarana pidana atau hukum pidana, misalnya Penanganan

objek kriminalitas dengan sarana fisik atau konkrit guna mencegah hubungan

antara pelaku dengan objeknya dengan sarana pengamanan, pemberian

pengawasan pada objek kriminalitas dan mengurangi atau menghilangkan

kesempatan berbuat criminal dengan perbaikan lingkungan, serta penyuluhan

kesadaran mengenai tanggung jawab bersama dalam terjadinya kriminalitas

yang akan mempunyai pengaruh baik dalam penanggulangan kejahatan;

2) Upaya Penal (Represif)

Upaya penal merupakan salah satu upaya penegakan hukum atau segala

tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang lebih

menitikberatkan pada pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang

dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan

ancaman bagi pelakunya. Penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan

seterusnya merupakan bagian-bagian dari politik kriminil. Fungsionalisasi

hukum pidana adalah suatu usaha untuk menaggulangi kejahatan melalui

penegakan hukum pidana yang rasional untuk memenuhi rasa keadilan dan

daya guna13

b. Tahap Penegakan Hukum Pidana

Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arif menegakkan hukum pidana

harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang

sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tertentu yang merupakan suatu

(12)

jalinan mata rantai aktifitas yang tidak termasuk bersumber dari nilai-nilai dan

bermuara pada pidana dan pemidanaan. Tahap-tahap tersebut adalah14: 1) Tahap Formulasi

Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan keadaan dan

situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam

bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi

syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan

legislatif;

2) Tahap Aplikasi

Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat

penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan

demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan

peraturanperaturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh

pembuat undangundang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum

harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini

disebut sebagai tahap yudikatif;

3) Tahap Eksekusi

Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-aparat

pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas

menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat

undang-undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan dalam

putusan pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang

(13)

telah ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam

pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan

pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan undang-undang

daya guna. Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai

suatu usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai

suatu tujuan tertentu. Jelas harus merupakan jalinan mata rantai aktivitas yang

terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan

pemidanaan.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam

kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir, untuk meniptakan, memelihara, dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup15.

Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang

mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral,

sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.

Faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut16:

1) Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja;

2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;

3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hokum;

15 Soerjono Soekanto, Op., Cit., hlm. 9.

(14)

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada

efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut

akan dibahas lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh-contoh yang diambil

dari kehidupan masyarakat Indonesia.

1) Undang-undang

Undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku

umum dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah. Mengenai

berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya

adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif.

Asas-asas tersebut antara lain17:

1) Undang-undang tidak berlaku surut;

2) Undang-undang yng dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi;

3) Mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;

4) Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama;

5) Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang yan berlaku terdahulu;

6) Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;

(15)

7) Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun pribadi, melalui pelestaian

ataupun pembaharuan (inovasi).

2) Penegak Hukum

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang

hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan

aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat

pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu menjalankan atau

membawakan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Ada beberapa

halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang seharusnya

dari golongan sasaran atau penegak hukum, Halangan-halangan tersebut,

adalah:

a) Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi;

b) Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi;

c) Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi;

d) Belum ada kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material;

e) Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Halangan-halangan tersebut dapat diatasi dengan membiasakan diri dengan

(16)

a) Sikap yang terbuka terhadap pengalaman maupun penemuan baru;

b) Senantiasa siap untuk menerima perubahan setelah menilai kekurangan yang ada pada saat itu;

c) Peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya;

d) Senantiasa mempunyai informasi yang selengkap mungkin mengenai pendiriannya;

e) Orientasi ke masa kini dan masa depan yang sebenarnya merupakan suatu urutan.

f) Menyadari akan potensi yang ada dalam dirinya;

g) Berpegang pada suatu perencanaan dan tidak pasrah pada nasib;

h) Percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia;

i) Menyadari dan menghormati hak, kewajiban, maupun kehormatan diri sendiri dan ihak lain;

j) Berpegang teguh pada keputusan-keputusan yang diambil atas dasar penalaran dan perhitingan yang mantap.

3) Faktor Sarana atau Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan

hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain,

mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil, organisasi yang

baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Sarana

atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum.

(17)

hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

Khususnya untuk sarana atau fasilitas tesebut, sebaiknya dianut jalan pikiran,

sebagai berikut18 :

a) Yang tidak ada-diadakan yang baru betul;

b) Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan;

c) Yang kurang-ditambah;

d) Yang macet-dilancarkan;

e) Yang mundur atau merosot-dimajukan atau ditingkatkan.

4) Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu,

maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

Masyarakat Indonesia mempunyai kecendrungan yang besar untuk

mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas

(dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah,

bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku

penegak hukum tersebut.

5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang

mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak

mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap

buruk (sehingga dihindari). Pasanagn nilai yang berperan dalam hukum,

adalah sebagai berikut:

(18)

1) Nilai ketertiban dan nilai ketentraman;

2) Nilai jasmani/kebendaan dan nilai rohani/keakhlakan;

3) Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme. Di Indonesia masih berlaku hukum adat, hukum adat adalah merupakan

hukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat

d. Pengertian Sistem Elektronik

Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, telah menciptakan

jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru di mana transaksi-transaksi

bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika. Sehubungan dengan

perkembangan teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap orang dengan

mudah melakukan perbuatan hukum seperti misalnya melakukan jual-beli.

Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan dalam

segala aspek kehidupan.

Penggunaan internet tidak hanya terbatas pada pemanfaatan informasi

yang dapat diakses melalui media ini, melainkan juga dapat digunakan sebagai

sarana untuk melakukan transaksi perbankan. Bank di Indonesia mulai memasuki

dunia maya yaitu internet banking atau yang lebih dikenal dengan E-Banking,

yang merupakan bentuk layanan perbankan secara elektronik melalui media

internet.

Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut, dapat kita ketahui bersama

pengertian sistem elektronik menurut Undang-undang Infromasi dan Transaksi

Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi

(19)

menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi

Elektronik. Informasi elektronik yaitu satu atau sekumpulan data elektronik, tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, Electronic Data Interchange (EDI), Surat Elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang

telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya.

Dalam hal ini, sistem elektronik dimaksud merupakan sistem elektronik

kejahatan perbankan, dmana kejahatan perbakan melalui sistem elektroniknya

menjadi lebih luas dan lebih canggih, sehingga berpegaruh kepada potensi

kejahatan sistem elektronik perbankan yang lebih kompleks.

Pemanfaatan sistem elektronik bagi industri perbankan dalam inovasi

produk jasa bank juga dibayang-bayangi oleh potensi risiko kegagalan sistem dan/

atau risiko kejahatan elektronik yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak

bertanggungjawab. Kegagalan sistem dapat disebabkan karena adanya kerusakan

sistem (seperti misalnya server down), dan dalam skala luas bisa disebabkan karena adanya bencana alam. Sementara itu, kejahatan elektronik yang terjadi pada industri perbankan di Indonesia cenderung meningkat di Indonesia seperti

(20)

2. Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Pidana Pelaku Kejahatan Penggunaan Sistem Elektronik

Penegakan hukum dalam mencapai kepastian dan keadilan hukum tersebut

harus ditinjau dengan berbagai macam faktor salah satunya terhadap peraturan

perundang-undangan. Terkait dengan hal tersebut, peraturannya mengenai dengan

kasus skimming tersebut, masih terdapat kekurangan dikarenakan masih terdapat

beberapa beberapa ketentuan dengan pasal yang kurang mengikat dalam hal mengatur

terkait dengan kasus tersebut.

Misalnya saja apabila penulis tinjau dari Kitab Undang-undang Hukum

Pidana terkait kejahatan penggunaan sistem elektronik dengan modus operandi

skimming bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pencurian sebagaimana yang

terdapat dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki

secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana

penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak

sembilan ratus rupiah”

Ataupun dapat juga diterapkan dengan Pasal 363 ayat (1) angka 5 yaitu:

“Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau

untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak,

memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu,

(21)

Dasar hukum atas kejahatan penggunaan sistem elektronik kejahatan

perbankan dapat mengacu kepada Kitab Undang undang Hukum Pidana dan/atau

lebih khusus diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memuat ketentuan umum, hal-hal yang

diperbolehkan dan hal-hal yang dilarang dalam melaksanakan penggunaan sistem

elektronik.

Awalnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik disusun

untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia melalui ekonomi digital dan

perdagangan di dunia maya (e-commerce) di Indonesia serta menjaga stabilitas arus

internet Indonesia dari hal-hal yang dapat merusak serta melindungi hak-hak para

pengguna Internet. Namun dalam berbagai kajian yang membahas Undang-undang

Informasi dan Transaksi Elektronik secara mendalam, telah ditemukan beberapa

kejanggalan yang ada dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik

serta dirasa perlu dilakukan sebuah revisi.

Banyak sekali kasus-kasus yang terjadi akibat imbas dari Undang-undang

Informasi dan Transaksi Elektronik yang banyak dipertanyakan oleh para ahli.

Sehingga akhirnya terjadilah revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi

Elektronik pada bulan oktober 2016. Perubahan Undang-undang Informasi dan

Transaksi Elektronik telah disahkan menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016

tentang Perubahan Atas Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Naskah

Undang-Undang tersebut tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

(22)

Maka ditinjau dari modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku

kejahatan kejahatan penggunaan sistem elektronik dengan modus operandi skimming

menggunakan alat skimer tersebut juga dapat dikategorikan dalam Undang-undang

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang terdapat dalam:

Pasal 30 :

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain

dengan cara apa pun;

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa

pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik;

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa

pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol

sistem pengamanan.

Pasal 32 :

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi,

(23)

menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik milik Orang lain atau milik publik;

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik

Orang lain yang tidak berhak;

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses

oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33:

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak tau melawan hukum

melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem

elektronik dan/atau mengaibatkan sistem elektronik menjadi tidak

bekerja sebagaimana mestinya”

Pasal 36:

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa haka tau melawan hukum

melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai

(24)

Namun apabila dianalisa lebih dalam lagi terkait dengan

ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan diatas masih terdapat kekurangan-kekurangan

dengan ketidakjelasan rumuan unsur-unsur yang terdapat dalam beberapa pasal

tersebut.

Serta pelaksanaannya terkait dengan kasus skimming belum menjadi

perhatian masyarakat, pemerintah maupun pihak bank itu sendiri. Karena masih

terdapat beberapa bank yang menerima kasus tersebut menjadi kerugian bank itu

sendiri, sedangkan apabila dianalisa lebih lanjut seharusnya pelaku itu sendiri dapat

diadili sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia

C. Analisis Dan Pembahasan Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Penggunaan Sistem Elektronik

1. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Penggunaan Sistem

Elektronik Berdasarkan Undang-undang No 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan

Transaksi Elektronik dihubungkan dengan praktek kasus yang terjadi di Indonesia

Berdasarkan modus operandi kasus kejahatan sistem elektronik perbankan

menurut Bank Indonesia adalah kejahatan skimming, penulis berpendapat dari

sejumlah kasus skimming yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh individu,

kejahatan selaras dengan pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan dan

harus ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Pertanggungjawaban pidana erat kaitannya dengan kesalahan pidana keduanya

bisa dikatakan sebagai alat penentu seseorang bisa dikenakan pidana atau tidak. Hal

(25)

melalui beberapa tahapan. Berdasarkan hal tersebut penulis akan melakukan

pemaparan terkait pertanggungjawaban pidana melalui penjatuhan pidana terhadap

salah satu kasus skimming dimana pelaku diberikan hukuman yang dihubungkan

dengan praktek yang terjadi di Indonesia bahwa masih terdapat perbedaan dalam

melakukan penerapan/penjatuhan pidana sesuai dengan pertanggungjawabanya yaitu

pertanggungjawaban secara individu.

Terkait dengan penjatuhan pidana tersebut berikut beberapa contoh kasus

penjatuhan pidana oleh putusan hakim :

a. Pasal 362 KUHP junto pasal 56 ke 2e KUHP . Terdakwa terbukti bersalah

memberi bantuan terhadap tindak pindana kejahatan pembobolan ATM;

b. Pasal 363 ayat 1 ke-4 jo pasal 64 ayat 1 KUHP, tergolong sebagai pencurian

dengan pemberatan secara berlanjut;

c. Pelaku dikenai Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan;

d. Pasal 362, 363, 406 KUHP, Pasal 30 Jo Pasal 46 dan/atau Pasal 32 Jo Pasal 48

UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta

Pasal 3, 4, 5, dan 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

e. Pasal 30 Ayat 2 jo Pasal 46 Ayat 2 jo Pasal 52 Ayat 3 Undang-Undang

tentang informasi dan transaksi elektronik jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Dari contoh praktek kasus yang terjadi di Indonesia 3 dari 5 kasus tersebut masih

tetap menggunakan pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP dimana pada saat itu telah

diatur ketentuan khusus mengenai pencurian dana nasabah dengan modus skimming

(26)

Elektronik dan pada tahun 2016 telah dilakukan revisi menjadi Undang-undang Nomor

19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Informasi dan Transaksi

Elektronik Nomor 11 Tahun 2008. Namun masih terdapat penjatuhan pidana tersebut

menggunakan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 belum disesuaikan dengan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016.

Hal tersebut menjelaskan bahwa masih terdapat ketidak konsistenan dalam

melakukan penerapan hukum/penjatuhan pidana, sedangkan apabila penulis tinjau

berdasarkan hukum yang berlaku terkait dengan kejahatan pencurian dana nasabah

melalui modus skimming dapat dikategorikan melalui ketentaun sebagaimana berikut:

a. Pasal 363 ayat (1) angka 5 KUHP yaitu pencurian dengan menggunakan kunci palsu,

perintah palsu atau pakaian jabatan palsu dengan ancaman hukuman penjara

selama-lamanya tujuh tahun, serta pada Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa Informasi elektronik dan/

atau dokumen elektronik merupakan perluasan dari alat bukti yang sesuai dengan

hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, proses pembuktian atas

tindak pidana pencurian/pembobolan dana pada bank termaksud dalam Pasal 184

KUHP dan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik;

Berdasarkan Pasal 363 ayat (1) angka 5 KUHP, ditegaskan bahwa: Pencurian

yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat kejahatan itu atau dapat mencapai

(27)

dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

b. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pada Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan

atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik dapat diakomodasi sebagai upaya hukum dalam kejahatan dengan modus

pencurian dana nasabah bank dengan modus skimmer, yang berbunyi :

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan

tranmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan

suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang

lain atau milik publik”

Terkait dengan permasalahan tersebut, tidak menutup kemungkinan apabila

kejahatan tersebut semakin meningkat dan dilakukan juga oleh korporasi dikemudian hari

sehingga diperlukan adanya upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mencegah

timbulnya kasus serupa serta dapat ditindaklanjuti sesuai dengan teori

pertanggungjawaban pidana korporasi dan mengacu kepada ketentuan yang berlaku.

2. Faktor Penyebab Meningkatnya Kejahatan Dalam Penggunaan Sistem Elektronik

Berdasarkan data yang diperoleh terkait kejahatan skimming tersebut dalam tiga

tahun terakhir tercatat sebanyak 5.500 kejahatan skimming ATM terjadi di dunia. Dari

(28)

kejahatan tersebut diakibatkan karena adanya kelemahan dalam hal penegakan hukum

atas kejahatan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa faktor penyebab19 meningkatnya

kejahatan dalam penggunaan sistem elektronik dengan modus operandi skimming, antara

lain yaitu :

a. Faktor Perbankan

Dalam penyelenggaraan layanan internet banking yang menyediakan sarana fisik seperti ATM, bank kurang melakukan pengendalian pengamanan fisik terhadap

peralatan dan ruangan yang digunakan terhadap bahaya pencurian, perusakan dan

tindakan kejahatan lainnya oleh pihak yang tidak berwenang. Bank juga kurang

melakukan pemantauan secara rutin untuk menjamin keamanan dan kenyamanan bagi

nasabah pengguna jasa e-banking. b. Faktor Hukum

1) Ketentuan yang berlaku

Terkait dengan pengaturan kejahatan pencurian dana nasabah melalui modus

operandi tersebut sebenarnya telah dilakukan pengaturan secara khusus yang

diatur dalam Undang-undang mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik,

namun terkait dengan penjatuhan pidana yang dilakukan para penegak hukum

belum maksimal dimana masih terdapat beberapa kasus yang menggunakan

penjatuhan pidana tersebut menggunakan KUHP sehingga dampak yang

ditimbulkan dari penjatuhan pidana tersebut belum maksimal dan tidak

menimbulkan efek jera terhadap para pelaku kejahatan tersebut.

(29)

2) Penegakan Hukum

Faktor penegak hukum sering menjadi penyebab maraknya kejahatan dalam

penggunaan sistem elektronik, hal ini dilatarbelakangi masih sedikitnya aparat

penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi/internet,

sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum

mengalami kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dipakai menjerat pelaku

terleih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoperasian sangat

rumit. Selain itu juga aparat penegak hukum di daerah pun belum siap

megantisipasi maraknya kejahatan dalam penggunaan sistem elektronik karena

masih banyak institusi kepolisian yang belum dilengkapi dengan jaringan internet.

c. Faktor Teknologi

Faktor teknologi menjadi salah satu faktor pendukung peningkatan kejahatan pada

sistem elektronik diantaranya yaitu terdapat kelemahan kondisi mesin ATM dan/atau

mesin EDC untuk bertransaksi, kurangnya pengamanan serta kartu debit/kredit yang

masih menggunakan magnetic stripe yang rentan terhadap pencurian data nasabah.

3. Upaya dan Langkah Hukum Dalam Menanggulangi Kejahatan Penggunaan Sistem Elektronik Dikemudian Hari

Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana merupakan

bagian dari kebijakan criminal Penanggulangan kejahatan tersebut adalah dalam rangka

untuk mencapai tujuan akhir dari kebijakan kriminal itu sendiri yaitu memberikan

perlindungan masyarakat dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.

Salah satu usaha untuk mencegah dan menanggulangi masalah kejahatan adalah

(30)

tidak hanya sebatas membuat atau menciptakan suatu peraturan perundang-undangan

yang mengatur hal-hal tertentu. Lebih dari itu, kebijakan hukum pidana memerlukan

pendekatan yang menyeluruh yang melibatkan berbagai disiplin ilmu hukum selain ilmu

hukum pidana serta kenyataan di dalam masyarakat sehingga kebijakan hukum pidana

yang digunakan tidak keluar dari konsep yang lebih luas yaitu kebijakan sosial dan

rencana pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Namun dalam hal ini, terdapat pendekatan yang digunakan dalam rangka upaya

melakukan penanggulangan kejahatan melalui sarana pendekatan kriminal dapat

menggunakan 2 (dua) sarana, yaitu sarana penal dan non penal.

Kebijakan dengan sarana penal adalah upaya penanggulangan kejahatan dengan

menggunakan sarana pidana. Dalam hal ini telah terjadi semacam perumusan pidana dan

pemidanaan yang telah dilegalkan melalui perundnag-undangan. Sehingga, telah ada

kepastian hukum dalam melakukan penanggulangan maupun pemecahan terhadap

pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku kajahatan Sedangkan

kebijakan kriminal dengan sarana non penal artinya upaya penanggulangan kejahatan

dengan tidak melakukan hukum pidana. Upaya non penal dapat juga diartikan sebagai

upaya yang bersifat preventif, misalnya memperbaiki kondisi-kondisi tertentu dalam

masyarakat atau melakukan pengawasan tertantu sebagai upaya prevensi terhadap

kejahatan. Selain itu, dapat juga berbentuk sosialisasi terhadap suatu

perundang-undangan yang baru, yang didalamnya mencangkup suatu kriminalisasi perbuatan

tertentu yang menjadi gejala sosial dalam masyarakat modern.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka penanggulangan terkait kejahatan skimming

(31)

a. Upaya Penanggulangan oleh Pihak Perbankan

Upaya yang dilakukan oleh pihak perbankan terhadap penanggulanagan kejahatan

skimming ini yaitu segera menyelesaikan pengaduan dari nasabah apabila terdapat

nasabah yang menjadi korban kejahatan skimming, melakukan edukasi kepada

nasabah agar berhati-hati pada saat melakukan transaksi di ATM maupun mesi EDC

merchant di mana pun, sehingga tidak ada kesempatan bagi para pelaku untuk

mengingat ataupun mencatat nomor seri kartu debit/kredit nasabah serta melakukan

peningkatan keamanan pada sekitar mesin ATM melalui sekuriti maupun CCTV

untuk dapat meminimalisir kejahatan serupa, serta perbaikan sistem dan infrastruktur

mesin-mesinmaupun sistem perbankan menjadi lebih canggih dan rentan terhadap

kejahatan nasabah.

b. Upaya Penanggulangan oleh Pihak Nasabah

Himbauan dan kesadaran yang diperlukan dari para nasabah agar tidak sembarangan

membuang struk transaksi kartu kredit/debit yang telah digunakan, karena dari struk

transaksi kartu kredit/debit terdapat data-data yang dapat dilacak untuk digunakan

dalam tindak pidana pencurian dana serta pengembangan pengetahuan untuk para

masyarakat umum terkait dengan jenis-jenis kejahatan perbankan dan modus

operandi pelaku kejahatan skimming tersebut;

c. Upaya Penanggulangan oleh Pemerintah/ Penegak Hukum

Dalam hal ini, terhadap tindak pidana pencurian dana nasabah bank melalui

penggandaan kartu ATM harus dilakukan upaya reperesif/tindakan hukum. Upaya

reperesif /tindakan hukum yang dilakukan oleh polisi atau penyidik dilaksanakan

(32)

upaya reperesif yang dapat dilakukan terhadap tindak pencurian/pembobolan dana

pada bank diantaranya dengan menerapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik untuk menjerat pelaku pencurian dana nasabah bank melalui

modus skimmer. Hal tersebut menandakan bahwa harus terdapat aturan dan sanksi

yang tegas kepada para pelaku tindak pidana pencurian/pembobolan dana pada bank,

dengan tujuan agar masyarakat/pelaku takut dan tidak akan melakukan tindak

(33)

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku

A.Zainal Abidin Farid, 1995, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1; Stelset Pidana, Teori-Teori

Pemidanaan & Adami Chazawi, 2000, Pelajaran Hukum Pidana Bag I, Jakarta:

Raja Grafindo

Andi Hamzah, 2007, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta

---, 2001, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta

Andi Matalatta, “santunan bagi korban”dalam J.E. sahetapy (ed.)…Victimilogy sebuah

Bunga rampai 9 (Jakarta: Pustaka sinar Harapan,19870)

Anthon F. Susanto, 2015, Penelitian Hukum Transformatof Partisipatoris, Malang :

Setara Press

Barda Nawawi Arief, 1990, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo

---, 2002, Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti

Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta

Chairul huda, Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’menuju kepada’Tiada Pertanggung

Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan’,Kencana, Jakarta, 2011

Dellyana Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta: Liberti

Djoko Prakoso .Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia . Edisi Pertama , ( Yogyakarta :

(34)

Dikdik M. Arief Mansur, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika

Aditama Bandung, 2005

Hans Kelsen, 1961, General Theory of Law and State, translated by: Anders Wedberg,

New York: Russell & Russell

Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia: Ditinjau Menurut

Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan

Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 jo

Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, cetakan kedua,

Jakarta : Kencana Prenada Media Group

K. Wancik Saleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2007

Laden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika

Moeljatno, 2002, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta

---, 1987, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar hukum tata Negara Indonesia,

Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara dan Fakultas Hukum Universitas

Indonesia dan Sinar Bakti

Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2004, Teori Hukum, Bandung : Refika Aditama

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, P.T. Citra Aditya Bhakti,

Bandung, 1997

Prodjohamidjojo, Martiman, Memahami dasar-dasar hukum Pidana Indoesia

( Jakarta :PT. Pradnya Paramita, 1997)

S.R Sianturi .Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,Cet IV,

(35)

Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, Cetakan Terakhir, Angkasa,. Bandung, 1980

Soejono Soekanto, 1980, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta : Rajawali Pers

---, 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum

Cetakan Kelima.Jakarta : Raja Grafindo Persada

Sudaryono & Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana,

Surakarta: Fakultas Hukum UMS

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986

Sunardi, Danny Tanuwijaya, Abdul Wahid, 2005, Republik “Kaum Tikus”; Refleksi

Ketidakberdayaan Hukum dan Penegakan HAM, Cet I, Jakarta: Edsa Mahkota

Tongat, 2008, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, Malang : UMM Pres

Zulkarnain Sitompul, 2005, “Memberantas Kejahatan Perbankan: Tantangan Pengawasan

Bank”, Hukum Bisnis, Volume 24-No.1

B. Peraturan Perundang-undangan

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Hasil Amandemen;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

3) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.

7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

(36)

C. Sumber Lainnya

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonseia, Jakarta, 1990

Internet:

(Istilah Hack, Hacker, Cracker dan Kejahatan Internet, Mutia Muliani, http:// mutiamuliaa.blogspot.co.id/2013/01/istilah-hack-hacker-cracker-dan.html

Tempo, Waspada Modus Kejahatan Perbankan yang Lagi Marak, https://bisnis.tempo.co/

read/news/2015/04/29/087661869/waspada-modus-kejahatan-perbankan-yang-lagi-marak

Gresnews.com, Kelemahan Hukum Kejahatan Perbankan, http://www.gresnews.com/

berita/ekonomi/160287-kelemahan-hukum-kejahatan-perbankan/0/

Tempo.co Bisnis, Waspada Modus Kejahatan Perbankan yang Lagi Marak, https://

bisnis.tempo.co/read/news/2015/04/29/087661869/waspada-modus-kejahatan-perbankan-yang-lagi-marak

2 Pembobol ATM dengan Skimmer di Bali Divonis 1,5 Tahun Penjara, http://

news.detik.com/berita/1378719/2-pembobol-atm-dengan-skimmer-di-bali-divonis-15-tahun-penjara

Pembobol ATM Divonis Sembilan Tahun Penjara, http://nasional.republika.co.id/berita/

breaking-news/hukum/10/10/19/140952-pembobol-atm-divonis-sembilan-tahun-penjara

Polisi Tangkap Pelaku Pembobolan Modus Skimming Kartu ATM, https://

(37)

Polisi Ringkus Pelaku Skimming ATM Modus Baru, http://www.hukumonline.com/

berita/baca/lt553512ec5e10f/polisi-ringkus-pelaku-skimming-atm-modus-baru

Tiga Warga Turki Divonis Berbeda-beda,

Referensi

Dokumen terkait

Jangka waktu maksimal 95 tahun yang diberikan UUPM sebenarnya jika dilihat dari sudut pandang investasi maka akan memberikan keuntungan bagi negara dalam hal

Penelitian ini penting dilakukan karena adanya wacana 2019 ganti presiden berawal dari penggunaan media sosial yang kian menyemarakkan aktivitas politik masyarakat sehingga

Syarat pertama dan utama untuk menuju kepada Good Governance adalah bahwa pemegang/penyelenggara kekuasaan negara eksekutif, legislatif dan yudikatif secara ketat dan teguh

Hasil penelitian yaitu (1) indeks ketahanan pangan rumah tangga miskin di Desa Tanjang dan Desa Kosekan termasuk kategori rumah tangga tahan pangan dan (2)

Perilaku moralis Indonesia yang membiarkan lautnya dieksplorasi serta fakta bahwa laut Indonesia memiliki potensi sedemikian besar dinilai telah membuat Amerika Serikat

Korelasi parsial yang dihitung antara kelimpahan fitoplankton pada saat t dan parameter lingkungan dan kelimpahan pemangsa pada saat t-1 dan t-2 didapatkan hasil

Potensi agowisata di kawasan wisata bukit Piantus kecamatan Sejankung merupakan produk wisata unggulan yang dapat dikembangkan sesuai dengan pola pemanfaatan lahan yang sejalan

Sebab selain menyediakan lapangan kerja, juga diharapkan akan timbul kegiatan lain yang nantinya akan lebih bermanfaat bagi masyarakat (misalnya adanya warung di sekitar