• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

SURAT PERNYA

TAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR

PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah disajikan secara jelas.

Bogor, Januari 2006

I WAYAN EDIANA Nrp. A 545010131

(2)

ABSTRAK

I WAYAN EDIANA. Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja Sektor Pertanian dan Non Pertanian serta Kualitas Sumberdaya Manusia di Indonesia (BONAR M. SINAGA sebagai ketua komisi pembimbing dan ERNA MARIA LOKOLLO sebagai anggota komisi pembimbing).

Pangsa sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan, sedangkan peran sektor non pertanian meningkat. Di sisi lain penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara besarnya input tenaga kerja dengan output yang dihasilkan oleh sektor pertanian dan non pertanian.

Penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) perubahan struktur ekonomi dalam kaitannya dengan perubahan struktur output (PDB) dan ketenagakerjaan sektoral, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian, (3) faktor yang mempengaruhi PDB sektor pertanian, (4) faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, (5) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian, dan (6) dampak perubahan tingkat upah, investasi dan PDB terhadap kesempatan kerja, PDB sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian periode sebelum krisis ekonomi tahun 1992-1996 dan periode krisis ekonomi tahun 1997-2000. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun 1980-2000. Analisis kesempatan kerja dan transformasi tenaga kerja di Indonesia menggunakan model ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan dan diduga menggunakan metode 2 SLS. Analisis dampak perubahan upah, PDB dan investasi sektoral terhadap kesempatan kerja, PDB sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian dilakukan dengan metode simulasi.

Indonesia telah mengalami perubahan struktur ekonomi, namun perubahan struktur output yang terjadi belum sepenuhnya diikuti oleh perubahan struktur ketenagakerjaan. PDB dan investasi sektoral berpengaruh positif terhadap kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian, sedangkan upah sektoral berpengaruh negatif. Perubahan kesempatan kerja dan investasi sektor pertanian memberikan pengaruh positif terhadap produk domestik bruto sektor pertanian. Transformasi tenaga kerja responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor pertanian dan tidak responsif terhadap perubahan kesempatan kerja sektor non pertanian. Disamping itu, perubahan PDB dan investasi sektor pertanian memberikan pengaruh positif terhadap kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian.

Dampak terbaik terhadap kesempatan kerja di Indonesia pada periode krisis ekonomi adalah peningkatan upah dan investasi sub sektor non pertanian secara bersama-sama. Peningkatan upah dan investasi ini menyebabkan kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian mengalami peningkatan, selain itu terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Pada saat bersamaan produk domestik bruto sektor pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian juga mengalami peningkatan

(3)

dan Non Pertanian Serta Kualitas Sumberdaya Manusia di Indonesia

Nama : I Wayan Ediana NRP : A. 545010131

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Dr. Ir. Erna Maria Lokollo, MS.

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xviii I. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. Latar Belakang ………. Perumusan Masalah ……….…… Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……….…… Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ………..

1 4 7 8 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10.

Perubahan Struktur Ekonomi ………... Pertumbuhan Ekonomi ………. Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian ……… Perubahan Struktur Sektor Pertanian ……….. Kesempatan Kerja Menurut Sektor ………. Transformasi Struktur Lapangan Kerja ……….. Struktur Lapangan Kerja dan Kualitas Angkatan Kerja ………

Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian ……….. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian ……….. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transformasi Tenaga Kerja Dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian ………..

10 12 15 17 18 20 22 23 28 29 2.11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Sumberdaya

Manusia ………. ………. 32

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.

3.2. 3.3. 3.4.

Dasar Pemikiran ………... Permintaan Tenaga Kerja ………. Transformasi Struktural ………... Kualitas Sumberdaya Manusia Sektor Pertanian di Indonesia….

37 39 40 41

(5)

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. 4.2. Kerangka Model ……….. Perumusan Model ……… 46 48 4.2.1. Kesempatan Kerja ……… 48 4.2.1.1. 4.2.1.2. 4.2.1.3. 4.2.1.4. 4.2.1.5. 4.2.1.6. 4.2.1.7. 4.2.1.8. 4.2.1.9. 4.2.1.10. 4.2.1.11. 4.2.1.12. 4.2.1.13. 4.2.1.14. 4.2.1.15. 4.2.1.16. 4.2.1.17. 4.2.1.18. 4.2.1.19. 4.2.1.20.

Kesempatan Kerja Total ………. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian ………. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ……… Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura …………. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Perkebunan ……….. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan … Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Peternakan ………... Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan …. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Perikanan ………. Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan ….. Kesempatan Kerja Sektor Pertanian Selain Sub Sektor Kehutanan ……….. Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan … Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian … Kesempatan Kerja Sektor Industri ……… Kesempatan Kerja Sub Sektor Agroindustri .. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau ……….. Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pemintalan, Tekstil, Kulit dan Alas Kaki …..

Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Kayu……… Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pulp dan Kertas ………. Kesempatan Kerja Sub Sektor Non

Agroindustri ……… 48 49 49 49 50 50 50 51 51 51 52 52 52 53 53 53 54 54 55 55

(6)

4.2.1.21. Kesempatan Kerja Sektor Jasa ………. 56 4.2.2.

4.2.3. 4.2.4.

Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian ……… Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian ………..

Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian …..

56 56 57 4.3. Prosedur Analisis ……… 57 4.3.1. 4.3.2. 4.3.3. 4.3.4. Identifikasi Model ……… Metode Pendugaan Model ……… Validasi Model ………. Simulasi Model ……… 57 58 59 61 4.4. Analisis Data ……… 62

4.5. Jenis dan Sumber Data ……… 62 V. PEREKONOMIAN DAN TENAGA KERJA INDONESIA

5.1. 5.2. Keadaan Perekonomian ……….. Keadaan Penduduk ……….. 64 66 5.2.1. 5.2.2. 5.2.3. 5.2.4.

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin …………. Kondisi Angkatan Kerja ……….. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ………. Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha ………

66 67 68 69 5.3. Kualitas Pendidikan Pekerja ……… 70 VI. PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

6.1. 6.2. 6.3.

Produk Domestik Bruto ……….. Tenaga Kerja ……….. Hubungan Produk Domestik Bruto dan Tenaga Kerja ………..

73 75 76 VII. KERAGAAN KESEMPATAN KERJA, PRODUK DOMESTIK

BRUTO, TRANSFORMASI TENAGA KERJA DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA PENYULUH PERTANIAN DI INDONESIA

(7)

7.1.1. 7.1.2. 7.1.3. 7.1.4. 7.1.5.

Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ...………... Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan……….. Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan ……….. Kes empatan Kerja Sub Sektor Perikanan ……… Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan ………..

81 85 88 90 93 7.2. Kesempatan Kerja Sektor Non Pertanian ……… 95 7.2.1. 7.2.2. 7.2.3. 7.2.4. 7.2.5. 7.2.6.

Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau….………. Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Pemintalan dan Tekstil ……….……….. Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Kayu ……... Kesempatan Kerja Sub -Sub Sektor Industri Pulp dan Kertas ……….. Kesempatan Kerja Sub Sektor Non Agroindustri ……… Kesempatan Kerja Sektor Jasa ……….…………

96 99 102 104 106 109 7.3. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian ……… 111 7.4. Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanaian ke Sektor

Non Pertanian ……….. 112

7.5. Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian ……… 114 VIII. DAMPAK PENINGKATAN UPAH, INVESTASI DAN PRODUK

DOMESTIK BRUTO PERIODE SEBELUM KRISIS EKONOMI (1992-1996) DAN PERIODE KRISIS EKONOMI (1997-2000)

8.1. Validasi Model ………. 116 8.2. Peningkatan Upah Sektoral ……….. 119 8.2.1.

8.2.2.

8.2.3.

Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen ………. Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian Masing - Masing Sebesar 10 Persen ……… Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen …………..

119 123

126 8.3. Peningkatan Investasi Sektoral ……… 129 8.3.1.

8.3.2.

Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing- Masing Sebesar 15 Persen ……… Peningkatan Investasi Sub Sektor Non Pertanian

Masing-Masing Sebesar 15 Persen ………..

129 132

(8)

8.3.3. Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non

Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen …………. 135 8.4. Peningkatan Produk Domestik Bruto Sektoral (PDB) …………. 138 8.4.1.

8.4.2.

8.4.3.

Peningkatan PDB Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen ……… Peningkatan PDB Sub Sektor Non Pertanian Masing- Masing Sebesar 5 Persen ……….. Peningkatan PDB Sub Sektor Pertanian dan Non

Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen ………

139

142

145 8.5. Peningkatan Upah dan Investasi Sektoral ……… 148 8.5.1.

8.5.2.

8.5.3.

Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen ……….. Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian Masing- Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian Masing-masing Sebesar 15 Persen …………. Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen ………..

148

151

154 8.6. Rekapitulasi Alternatif Simulasi Periode Sebelum Krisis

Ekonomi dan Periode Krisis Ekonomi ………. 157 IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Ringkasan Hasil ………... 165 9.2. Kesimpulan ………. 168 9.3. Saran ……… 169 9.3.1. 9.3.2. Saran Kebijakan ……….. Saran Penelitian Lanjutan ………

169 170 DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN ………... 171 175

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1992 - 2003…………. Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1961 – 2001……….….. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1976, 1986 dan 2001 ……… Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1992 – 2002 ……… Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 1992 – 2003……… Komposisi Penduduk Indonesia Menurut Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2001……… Jumlah Angkatan Kerja Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Indonesia, Tahun 2001……… Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Tamat Pendidikan Tertinggi dan Jenis Kelamin di Indonesia, Tahun 2001……… Perkembangan Pangsa Produk Domestik Bruto Indonesia, Tahun 1980 – 2003………. Struktur Ketenagakerjaan Sektor Ekonomi Indonesia, Tahun 1980 2003.………..…. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ……… Hasil Pendugaan Parameter dan Elas tisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Perkebunan ………. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Peternakan ………. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Perikanan………. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Kehutanan ……….. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau………... Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pemintalan dan Tekstil ………..

5 42 44 64 65 67 68 70 73 75 82 85 88 91 93 97 100

(10)

18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.

Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Kayu……… ……….. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub-Sub Sektor Industri Pulp dan Kertas……….. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sub Sektor Non Agroindustri ……… Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kesempatan Kerja Sektor Jasa……….. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian ………. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Non Pertanian ………. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian ……….. Hasil Validasi Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Sebelum Krisis Ekonomi ……… Hasil Validasi Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Krisis Ekonomi ………...……… Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian, Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi. ……….. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub Sektor Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing -Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi ………... Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub Sektor Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing -Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi ……….………. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian (Sub Sektor Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing -Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi ………... Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Krisis Ekonomi……….. Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………. Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi ………...

102 105 107 109 111 113 114 117 118 120 122 124 125 127 128 130 131

(11)

35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48.

(Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi……….... Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Non Pertanian (Agroindustri, Non Agroindustri dan Jasa) Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi………... Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi……… Dampak Peningkatan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing -Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi……….. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Masing -Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi……….. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Masing -Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi……… Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Non Pertanian Masing -Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi……….. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi……….. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi ……….………. Dampak Peningkatan Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian dan Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 5 Persen Periode Krisis Ekonomi ………...……….………. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………….……… Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi.….……….. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi………. Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi………...

133 134 136 137 140 141 143 144 146 147 149 150 152 153

(12)

49.

50.

51.

Masing -Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi……….………… Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing -Masing Sebesar 10 Persen dan Investasi Sub Sektor Pertanian dan Non Pertanian Masing-Masing Sebesar 15 Persen Periode Krisis Ekonomi……….. Dampak Peningkatan Upah, Investasi dan Produk Domestik Bruto Terhadap Kesempatan Kerja, Transformasi Tenaga Kerja dan Kualitas Sumberdaya Manusia Penyuluh Pertanian, Periode Sebelum Krisis Ekonomi Tahun 1992-1996 dan Periode Krisis Ekonomi Tahun 1997-2000………

155

156

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Model Fei - Ranis Tentang Transfer Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri…..………

Diagram Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia ………...……… Perubahan Struktur Output (PDB) Indonesia, Tahun 1980 – 2003………... Perubahan Struktur Ketenagakerjaan Indonesia, Tahun 1980– 2003…… Hubungan Antara Transformasi Struktur Output (PDB) dan Transformasi Struktur Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980– 2003……… Hubungan Antara Pangsa Sektor Pertanian Terhadap Produk Domestik Bruto dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980 – 2003……….…. Hubungan Antara Pangsa Sektor Industri Terhadap Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja Terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia, Tahun 1980 – 2003 ………. Hubungan Antara Pangsa Sektor Jasa Terhadap Produk Domestik Bruto dan Pangsa Tenaga Kerja Terhadap Ketenagakerjaan di Indoensia, Tahun 1980 - 2003………. 26 47 74 76 77 78 79 80

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. 2. 3. 4. 5.

Rumusan Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia ……… Definisi Peubah dan Sumber Data Penelitian ……….…… Program dan Hasil Pendugaan Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Tahun 1980-2000.. Program dan Hasil Validasi Model Kesempatan Kerja dan Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Periode Sebelum Krisis Ekonomi Tahun 1992-1996 dan Periode Krisis Ekonomi Tahun 1997-2000 ……… Program dan Hasil Simulasi Dampak Peningkatan Upah Sub Sektor Pertanian Masing-Masing Sebesar 10 Persen Periode Sebelum Krisis Ekonomi Tahun 1992-1996 dan Priode Krisis Ekonomi Tahun 1997-2000 ……… 176 177 179 188 198

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang berhasil dalam pembangunan ekonomi. Kondisi perekonomian yang dicapai sampai dengan pertengahan tahun 1990-an sangat berbeda dibandingkan dengan kondisi tahun 1960-an. Meskipun pada awal tahun 1960 -an banyak ahli yang pesimis terhadap perkembangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Sulistyaningsih, 1997) karena penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa, tetapi negara ini berhasil membangun ekonomi dengan tingkat percepatan pertumbuhan yang cukup tinggi. Menurut Hill (1996), pemerintah orde baru telah berhasil merehabilitasi ekonomi, mengendalikan inflasi dan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk.

Pertumbuhan ekonomi yang berlangsung secara berkelanjutkan dalam kurun waktu 1967 – 1996 rata-rata sebesar 7 persen ternyata telah mengubah struktur ekonomi Indonesia. Perubahan struktur ekonomi ini ditandai dengan perubahan komposisi sektor ekonomi atas pangsanya (share) terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam jangka waktu tert entu. Misalnya sampai pada awal dasawarsa 1970-an, kontribusi sektor pertanian sekitar 60 persen dan pada awal dasawarsa 1980-an tinggal sekitar 40 persen. Sememtara itu, kontribusi sektor industri yang semula hanya 7 persen menjadi sekitar 14 persen pada awal dasawarsa 1980-an. Perubahan struktur ekonomi atau transformasi struktural ditandai dengan beberapa ciri yaitu pangsa sektor pertanian (primer) menurun dan pangsa sektor industri meningkat, sedangkan pangsa sektor jasa relatif konstan. Kalau kita lihat perkembangan kontribusi sektoral terhadap produk domestik bruto nasional dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2003 ternyata dominasi produk domestik bruto

(16)

yang dihasilkan perekonomian nasional mulai bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri. Pada tahun 1980 pangsa sektor pertanian sebesar 47.29 persen dan sektor industri sebesar 22.22 persen. Dengan kata lain, kontribusi sektor industri telah melampaui sektor pertanian (Widodo, 1997).

Dilihat dari struktur lapangan kerja di berbagai sektor produksi, dapat digambarkan kemampuan sektoral dalam menyerap tenaga kerja. Perkembangan lapangan kerja ini sangat penting untuk mengetahui sejauhmana peran sektor-sektor produksi dapat menampung pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat. Pada tahun 1980 sekto r pertanian mampu menyediakan lapangan kerja sebanyak 29 - 30 juta orang atau 75.70 persen dari total angkatan kerja sedangkan sektor industri hanya 9.06 persen atau sebanyak 3 - 4 juta orang.

Menurut Fahmi (1995) mengatakan bahwa perubahan struktur perekonomian ini dapat meliputi perubahan dalam struktur produksi, perubahan dalam struktur permintaan barang dan jasa, perubahan dalam struktur ekspor dan impor dan perubahan dalam struktur ketenagakerjaan, baik menurut sektor, lapangan usaha maupun menurut status dan jenis usaha. Lebih jauh Kuznets (1966), dalam kajian historisnya mengatakan bahwa gambaran sentral dalam proses perubahan struktur tersebut adalah terjadinya pergeseran sumberdaya manusia dari sektor pertanian ke sektor industri. Sedangkan menurut Widodo (1997), beralihnya sebagian tenaga kerja ke sektor industri bukan merupakan persoalan yang sederhana, peranan pendidikan termasuk peningkatan ketrampilan angkatan kerja sangatlah menentukan dalam proses tersebut. Oleh karena itu, tututan terhadap pendidikan angkatan kerja merupakan pilihan strategis bagi peningkatan produktivitas, terutama di sektor industri.

(17)

Perubahan struktur ekonomi di Indonesia telah terjadi dan mungkin akan terus berlangsung. Hal ini didukung dengan beberapa argumentasi diantaranya perkembangan hasil pembangunan ekonomi yang sekarang terjadi telah menunjukkan proses transformasi, yang ditandai oleh adanya penurunan peran sektor pertanian (primer) dan meningkatnya sektor manufaktur (skunder) dan sektor tersier, pemecahan berbagai masalah yang dihadapi sektor pertanian masih sangat tergantung dari keberhasilan perkembangan sektor industri. Hal ini tentu berkaitan langsung dengan mobilitas tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian ke sektor non pertanian, sehingga perlu dibangun industri yang kuat untuk mendukung sektor pertanian (Syafa’at, et. al, 2003).

Disamping itu, krisis ekonomi juga membawa implikasi yang sangat luas, karena secara makro krisis tersebut mempengaruhi permintaan dan penawaran agregat. Bila ditinjau dari sisi permintaan agregat, krisis ekonomi telah menyebabkan kesulitan keuangan bagi pemerintah dan swasta. Krisis ekonomi juga telah menyebabkan aktifitas ekonomi menurun, terutama di wilayah perkotaan. Krisis ekonomi juga telah menyebabkan gangguan pada sistem produksi, distribusi dan konsumsi di seluruh wilayah Indonesia. Penurunan kinerja perekonomian ini juga terlihat dari laju pertumbuhan produk domestik bruto. Jika pada tahun 1996 laju pertumbuhannya mencapai 8.0 persen, maka pada tahun 1997 turun menjadi 4.6 persen dan mencapai –13.13 persen pada tahun 1998. Kondisi demikian mengakibatkan penurunan pendapatan masyarakat dari 1200 dollar perkapita pertahun menjadi hanya sekitar 400 dollar perkapita pertahun (Tambunan, 1996). Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan meningkatnya kembali jumlah penduduk miskin dari 11.3 persen menjadi 39.9 persen dari total penduduk pada tahun 1998.

(18)

Secara empiris pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang (Swas ono dan Sulistyaningsih, 1993). Artinya laju pergeseran ekonomi sektoral relatif lebih cepat dibandingkan dengan laju pergeseran tenaga kerja, sehingga Manning (1995) mengatakan bahwa titik balik aktivitas ekonomi (economic turning-point) tercapai lebih dahulu dibanding dengan titik balik penggunaan tenaga kerja (labour turning-point), sehingga sering timbul masalah dan menjadi perdebatan, diantaranya: (1) apakah penurunan pangsa produk domestik bruto sebanding dengan penurunan pangsa serapan tenaga kerja sektoral, dan (2) industri mana yang berkembang lebih cepat, agroindustri atau industri manufaktur. Jika transformasi kurang seimbang maka dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia pada sektor pertanian (primer). Lebih ja uh dikatakan Manning (1995), bahwa Indonesia sebagai negara yang kaya dengan sumberdaya alam, pengalihan kebijakan industri dari substitusi impor ke orientasi ekspor dapat sedikit ditunda karena masih banyak komponen yang diperlukan untuk proses produksi belum tesedia di dalam negeri. Kondisi ini mengakibatkan daya serap sektor tenaga kerja di luar sektor pertanian rendah dan mengakibatkan tertundanya pencapaian titik balik tenaga kerja (labour turning-point)

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja, partisipasi kerja dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur perekonomian, yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa

(19)

sektor non pertanian, baik dalam hal sumbangan terhadap produk domestik bruto maupun dalam penyerapan kesempatan kerja.

Pertumbuhan ekonomi nasional yang dimulai pada tahun 1969 telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi pada pertengahan tahun 1990-an berada pada kisaran angka 6 sampai 7 persen per tahun, ini merupakan bukti kuat membaiknya kondisi perekonomian nasional, tetapi kecendrungan inipun menjadi sirna ketika pada tahun 1997-an krisis ekonomi menimpa bangsa Indonesia sehingga laju pertumbuhan ekonomi turun drastis mencapai angka –13.13 persen (Tabel 1).

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1992 – 2003

No Tahun Produk Domestik Bruto

(Milyar Rupiah)

Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 307 474.2 329 775.8 354 640.8 383 792.3 413 797.9 433 245.9 376 374.9 379 352.3 398 016.9 411 691.0 426 740.5 467 549.0 7.22 7.25 7.54 8.22 7.82 4.70 -13.13 0.79 4.92 3.44 3.66 4.01

Sumber : Badan Pusat Statistik , Jakarta (diolah)

Kemudian pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai bangkit kembali walaupun dengan angka yang masih sangat kecil yaitu sebesar 0.79 persen, tetapi sudah bernilai positip hingga akhirnya pada tahun 2003 sudah mencapai besaran 4.01 persen.

Disisi lain pangsa sektor pertanian terhadap produk domestik bruto secara nasional cendrung mengalami penurunan. Sebagai contoh, data pada tahun 2003 pangsa relatif tenaga kerja yang berada di sektor pertanian masih cukup tinggi yaitu

(20)

sebesar 62.92 persen, industri sebesar 20.25 persen dan jasa sebesar 16.83 persen, sedangkan pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa dalam pembentukan produk domestik bruto masing-masing adalah 27.03 persen, 45.30 persen dan 27.67 persen.

Jadi, kenyataan ini secara agregat menunjukkan bahwa laju transformasi atau pergeseran perekonomian tidak diimbangi oleh laju pergeseran tenaga kerja antar sektor. Perubahan struktur penyerapan tenaga kerja merupakan penjelasan lebih lanjut dari eksistensi perubahan struktural dalam ekonomi. Hill (1996) berpendapat bahwa perubahan distribusi penyerapan tenaga kerja sektoral biasanya terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perubahan peranan output secara sektoral, mengingat proses perpindahan tenaga kerja sangat lambat, terutama bagi tenaga kerja yang berasal dari sektor dengan produktivitas rendah seperti sektor pertanian.

Jadi hal yang menarik dari perubahan struktur ekonomi sektoral tersebut adalah menuju sektor ekonomi yang lebih berimbang, khusunya dalam hal ketenagakerjaan. Lebih jauh dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto memang semakin mengecil dan sumbangan sektor non pertanian semakin besar, tetapi dalam penyerapan tenaga kerja sektor industri tidak begitu banyak memberikan sumbangan karena sektor ini umumnya memerlukan tenaga kerja yang memiliki kualitas lebih baik dari sektor pertanian. Artinya sektor pertanian masih sangat padat akan tenaga kerja yang juga sekaligus menjadi beban bagi sektor ini, sehingga produksi dan pendapatan sektor pertanian harus dibagi dengan jumlah orang yang lebih banyak. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia di sektor pertanian.

Berdasarkan uraian di atas, maka tampak keadaan ekonomi Indonesia masih diwarnai dengan kurang seimbangnya antara perubahan struktur ekonomi dan

(21)

lemahnya daya serap tenaga kerja di sektor non pertanian meskipun mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui biasanya perubahan struktur ekonomi dan tenaga kerja sebaiknya terjadi secara serentak dan seimbang, namun kenyataan yang dialami Indonesia tidak demikian. Ketidaksesuaian ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu : (1) bagaimana gambaran struktur ekonomi Indonesia dalam hubungannya dengan struktur tenagakerjaan, (2) faktor apa yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian di Indonesia, dan (3) faktor apa yang mempengaruhi transformasi/ bergesernya kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di Indonesia.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan struktur perekonomian, kesempatan kerja sektor ekonomi, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian di Indonesia.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perubahan struktur ekonomi dalam kaitannya dengan perubahan struktur output (produk domestik bruto) dan ketenagakerjaan sektoral.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja sektor pertanian dan sektor non pertanian.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produk domestik bruto sektor pertanian.

(22)

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.

5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian.

6. Menganalisis dampak perubahan tingkat upah, investasi dan produk domestik bruto terhadap kesempatan kerja, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian pada periode sebelum krisis ekonomi tahun 1992-1996 dan periode krisis ekonomi tahun 1997-2000.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi ketenagakerjaan dan kesempatan kerja, produk domestik bruto sektor pertanian, transformasi tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian di Indonesia, sehingga dapat membantu memudahkan untuk melakukan kebijakan pembangunan ke depan terutama dalam penyediaan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan kerja.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan dalam skala nasional dengan disagregasi sektor pertanian, industri, dan jasa, dimana sektor pertanian yang dimaksud adalah pertanian dalam arti luas meliputi sub sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.

2. Sektor industri meliputi sub sektor agroindustri dan sub sektor non agroindustri, dimana sub sektor agroindustri terdiri dari sus-sub sektor

(23)

industri makanan, minuman dan tembakau, pem intalan dan tekstil, indsutri kayu dan industri pulp dan kertas.

3. Transformasi tenaga kerja yang dimaksud adalah perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian atau sebaliknya. 4. Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertan ian yang dimaksud adalah

berdasarkan dari tingkat pendidikan formal penyuluh pertanian.

5. Struktur perekonomian yang dimaksud adalah struktur output yang didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap produk domestik bruto, sedangkan struktur ketenagakerjaan didasarkan pada besarnya pangsa sektor pertanian, industri dan jasa terhadap penyerapan tenaga kerja.

Keterbatasan penelitian disebabkan karena tidak tersedianya data yaitu : 1. Kesempatan kerja sektor pertanian dan non pertanian hanya dilihat dari sisi

permintaan tenaga kerja, serta tidak membedakan dan merinci berdasarkan tingkat umur, jenis kelamin, status pekerjaan, jenis pengusahaan, dan pewilayahan desa maupun kota.

2. Kualitas sumberdaya manusia penyuluh pertanian hanya dilihat dari tingkat pendidikan formal.

3. Produk domestik bruto hanya dilihat dari produk domestik bruto sektor pertanian.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Struktur Ekonomi

Perubahan struktur ekonomi dari tradisional menjadi modern secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam ekonomi yang berkaitan dengan komposisi permintaan, perdagangan, produksi dan faktor-faktor lain yang diperlukan secara terus menerus untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan sosial melalui peningkatan pendapatan perkapita. Definisi tersebut dinyatakan oleh Chenery (1960) dan Chenery dan Syrquin (1975).

Terdapat dua pandangan atau pengukuran dasar yang berbeda dalam struktur ekonomi. Pertama, distribusi atau penyebaran produk nasional bruto sektoral, kedua distribusi atau penyebaran total output menurut sektor-sektor ekonomi. Dari sisi permintaan, kedua pengukuran ini mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya yaitu bahwa perubahan dalam struktur produk nasional bruto akan menyebabkan perubahan dalam struktur total output, tetapi perubahan struktur total output juga dapat disebabkan oleh perubahan teknologi.

Lebih jauh Chenery (1986) dalam Sulistyaningsih (1997) membedakan pertumbuhan dalam tiga tahap transformasi yaitu : (1) tahap produksi primer, (2) tahap industrialisasi, dan (3) tahap ekonomi berkembang. Pada tahap pertama atau produksi primer, pendapatan perkapita suatu negara berkisar antara US $ 200 – US $ 600 (nilai tahun 1976). Transformasi struktural yang terjadi pada tahap ini ditandai dengan keunggulan kegiatan primer (pertanian) sebagai sumber utama peningkatan output. Pada tahap produksi primer ini juga biasanya tumbuh dengan lambat karena sangat tergantung pada siklus musim dan hanya memberikan

(25)

atau industrialisasi, disini pendapatan perkapita bergerak antara US $ 600 – US $ 3000. Dalam tahap ini juga transformasi ditandai dengan pergeseran konsentrasi ekonomi dari produksi primer menuju industri. Jadi, peranan sektor industri sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dari segi penawaran, peranan akumulasi kapital sangat tinggi karena tingkat investasi untuk menghasilkan produksi sektoral meningkat dengan pesat, dan tahap terakhir adalah tahap ekonomi berkembang, ini terjadi pada tingkat pendapatan perkapita bergerak di atas US $ 2100. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Clark (1951) menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan suatu negara, makin kecil peranan sektor primer dalam menyediakan kesempatan kerja. Disamping itu, perubahan struktural ekonomi juga dapat ditelusuri dari output akhir dari suatu negara. Lebih lanjut Chenery dan Syrquin (1975) dalam laporannya tentang perubahan struktur ekonomi mengatakan bahwa suatu perubahan struktural memperlihatkan penurunan produksi primer dalam output nasional.

Di Indonesia pelaksanaan pembangunan telah dilakukan secara berkesinambungan, ini dapat dilihat dari strategi pembangunan yang mengarah kepada perubahan struktural, umumnya dari sifat agraris tradisional menjadi industri modern. Perubahan struktur ini memiliki tiga dimensi yaitu : (1) sumbangan sektor pertanian secara relatif akan merosot sedangkan sektor non pertanian sumbangannya meningkat (2) penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian secara absolut meningkat, namun persentasenya dalam jumlah lapangan kerja keseluruhan semakin meningkat, dan (3) tingkat produksi di semua bidang akan menjadi lebih bersifat industri. Produksi pertanian akan semakin banyak memakai sistem industri, yaitu hasil pertanian akan diproduksi secara besar-besaran untuk dijual ke pasar dengan menggunakan teknologi modern (Raharjo, 1986). Selanjutnya Budiharsono

(26)

(1996) dalam penelitiannya tentang transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia 1969 – 1987 menyatakan bahwa transformasi struktur produksi dan perubahan tenaga kerja antar daerah berbeda dengan pola normalnya, hal ini disebabkan karena relatif kecilnya keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian baik dalam proses produksi maupun penyerapan tenaga kerjanya. Selama proses transformasi, sektor non pertanian sedikit menggunakan bahan baku dari sektor pertanian, juga sektor industri kurang dapat menyerap tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi

Terdapat dua pandangan yang berbeda tentang terjadinya pertumbuhan ekonomi yaitu: (1) pandangan Neo Klasik yang mengemukakan bahwa peningkatan produk domestik bruto sebagai akibat pengaruh jangka panjang dari pembentukan modal, perkembangan tenaga kerja dan perubahan teknologi yang diasumsikan terjadi dalam keseimbangan persaingan. Dalam keadaan keseimbangan masing-masing faktor produksi mendapat imbalan sejumlah nilai produktivitas marginalnya di sektor manapun faktor-faktor produksi tersebut digunakan, sehingga pergeseran permintaan dan perubahan alokasi sumberdaya dari satu sektor ke sektor lainnya tidak berarti dan (2) pandangan struktural yang mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai aspek dari perubahan struktural karena adanya pergeseran permintaan yang mendorong terjadinya perubahan teknologi (Chenery, 1986 dalam Dasril, 1993).

Perbedaan yang mendasar antara kedua pandangan tersebut terletak pada asumsi bahwa selalu terjadi sumberdaya yang efisien, sehingga tidak mungkin meningkatkan output dengan menggeser penggunaan faktor-faktor produksi dari

(27)

satu sektor ke sektor lainnya. Realokasi terjadi jika seluruh perekonomian berkembang. Neo Klasik menjelaskan pertumbuhan ekonomi dengan pengamatan terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan kedua sering disebut sebagai pendekatan struktural dengan asumsi tidak semua sumberdaya dialokasikan secara optimal, akibatnya terdapat keragaman imbalan tenaga kerja dan modal dalam setiap penggunaan berbeda, sehingga akan terjadi pergeseran alokasi sumberdaya yang menimbulkan peningkatan output.

Asumsi pendekatan struktural lebih sesuai dengan keadaan negara berkembang, dimana sumber utama ketidak seimbangan yaitu adanya dualitas di pasar tenaga kerja yang merupakan karakteristik di negara berkembang. Dualitas terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diserap di sektor yang produktivitasnya tinggi, akibatnya terjadi supply tenaga kerja yang elastis terpusat di sektor pertanian. Sumber ketidakseimbangan kedua adalah kegagalan mengalokasikan sumberdaya untuk meningkatkan ekspor atau menggantikan impor. Keadaan ketidakseimbangan tersebut merupakan potensi untuk mendorong pertumbuhan dengan mengurangi hambatan dan alokasi sumberdaya ke sektor yang produktivitasnya tinggi.

Pendekatan struktural pembangunan ekonomi adalah suatu proses peralihan (transisi) dari tingkat ekonomi tertentu yang bercorak sederhana menuju ke tingkat ekonomi yang lebih maju. Dalam transisi tersebut, terlaksana suatu transformasi yang ditandai oleh pergeseran dari kegiatan di sektor produksi primer ke sektor produksi skunder dan sektor tersier. Perubahan struktural juga dapat dilihat dari pergeseran kesempatan kerja (Djojohadikusuma, 1994).

Para ahli ekonomi sudah sejak lama menyadari bahwa struktur ekonomi akan mengalami perubahan dalam proses pembangunan ekonomi. Fhiser (1975),

(28)

mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer (pertanian dan pertambangan) ke sektor skunder (industri manufaktur dan industri) dan akhirnya ke sektor tersier (pengangkutan, komunikasi, perdagangan, dan jasa-jasa lainnya) yang mengakibatkan perubahan dalam struktur produksi melalui pergeseran kesempatan kerja dan alokasi dana.

Transformasi struktur kesempatan kerja menurut sektor produksi dicapai karena: (1) pertumbuhan ekonomi biasanya disertai dengan peningkatan produktivitas pekerja di setiap sektor, dan (2) pekerja berpindah dari sektor yang lebih rendah produktivitasnya ke sektor yang lebih tinggi (Iskandar, 1993). Lebih jauh Clark (1951) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara perubahan struktur produksi dengan struktur kesempatan kerja menurut sektor. Pergeseran struktur kesempatan kerja dicapai dengan peningkatan produktivitas kerja di setiap sektor dan bergesernya tenaga kerja dari sektor dengan produktivitas lebih rendah ke sektor dengan produktivitas lebih tinggi. Seiring dengan jalannya pembangunan, akan terjadi perubahan -perubahan dalam pendapatan dan kesempatan kerja di antara berbagai sektor dan kegiatan yang ada. Proses perkembangan ekonomi di negara maju ditandai oleh suatu transformasi struktural ekonomi dan kesempatan kerja, dan proporsi kesempatan kerja dari sektor primer pada masa pembangunan akan mengalami penurunan dan diikuti oleh naiknya kesempatan kerja di sektor skunder dan tersier. Proporsi tenaga kerja di berbagai sektor dalam proses pembangunan ekonomi negara berkembang adalah : (1) peranan sektor pertanian dan penyediaan kes empatan kerja menurun setiap negara, (2) peranan sektor industri dalam menyediakan kesempatan kerja menjadi bertambah penting, dan (3) peranan sektor jasa menyediakan kesempatan kerja tidak banyak mengalami perubahan (Squire, 1986).

(29)

2.3. Kedudukan Sektor Pertanian dalam Perekonomian

Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional. Hasil kajian pembangunan ekonomi di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat mekanisme keterkaitan antara pemb angunan pertanian dengan pembangunan industri dan jasa. Keberhasilan pembangunan pertanian terutama dalam meningkatkan pendapatan dan ketersediaan bahan pangan pokok masyarakat akan memacu berkembangnya sektor industri dan jasa serta mempercepat trasformasi struktur perekonomian nasional. Bukti-bukti empiris juga menunjukkan bahwa ketangguhan sektor industri akan semakin kokoh apabila didukung oleh berkembangnya sektor pertanian yang tangguh dan berkelanjutan, sehingga nampak keterkaitan antara pertanian, industri dan jasa (Badan Agribisnis, 2000)

Kenyataan menunjukkan bahwa sektor pertanian memegang peranan penting dalam sumbangannya terhadap produk domestik bruto. Tingkat pertumbuhan sektor pertanian penting artinya dalam kaitannya dengan pertumbuhan sektor perekonomian lainnya. Hanya saja sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto dari tahun ke tahun semakin menurun sejalan dengan perkembangan perekonomian suatu negara. Lebih jauh, bila kita lihat penurunan sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto setiap negara tentu berbeda-beda, disatu pihak akan sangat tergantung pada pertumbuhan sektor pertanian dan di lain pihak akan sangat tergantung pada sektor-sektor yang lainnya, maka jelas kondisi ini akan menggambarkan kedudukan relatif sektor pertanian akan merosot baik dilihat dari struktur produk domestik bruto maupun kesempatan kerja. Hal ini didukung oleh pendapat Kuznet (1966) yang membagi peranan sektor menjadi beberapa bagian

(30)

dalam pembangunan ekonomi, yaitu : (1) kontribusi produk, (2) kontribusi pasar, dan (3) kontribusi faktor. Dengan demikian peran utama sektor pertanian terhadap perkembangan perekonomian suatu negara adalah pertumbuhan dalam sektor pertanian itu sendiri. Kenaikan output sektor pertanian akan meningk atkan produk nasional kotor negara yang bersangkutan, karena gross nasional produk merupakan jumlah nilai tambah diberbagai sektor perekonomian, kontribusi ini yang dinamakan dengan kontribusi produk. Sedangkan kontribusi pasar terjadi melalui mekanisme permintaan terhadap produksi faktor-faktor lain dan penawaran produksi pertanian, kotribusi faktor terjadi apabila transfer faktor-faktor produksi sektor pertanian ke sektor non pertanian. Potensi sektor pertanian dalam menunjang pertumbuhan ekonomi nasional bila dilihat dari kontribusinya pada berbagai kegiatan perekonomian.

Menurut Baharsyah (1987), bentuk kontribusi sektor pertanian dibagi menjadi empat, yaitu: (1) kontribusi produk yang berarti pertanian merupakan penyedia pangan untuk seluruh bangsa dan bahan baku yang berkesinambungan bagi sektor hilir, (2) kontribusi devisa artinya pertambahan penerimaan devisa karena terjadinya peningkatan penerimaan ekspor atau melalui penghematan penerimaan devisa yang disebabkan peningkatan produksi komoditi pertanian sebagai subsidi impor, (3) kontribusi pasar dapat terlihat dari sumbangan sektor pertanian terhadap produk domestik bruto, dan (4) kontribusi faktor produksi diwujudkan melalui dua bentuk yaitu pembentukan modal dan tenaga kerja. Jadi keempat model kontribusi di atas bila bergerak bersama-sama akan dapat memacu pertumbuhan sektor industri dan jasa.

Sastrowiharjo (1989) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi propinsi Jambi, menyimpulkan bahwa struktur

(31)

perekonomian Propinsi Jambi sampai tahun 1984 masih didominasi oleh sektor pertanian, sehingga bagi bangsa Indonesia sektor pertanian merupakan sub sektor yang penting dalam perekonomiannya. Hal ini mengingat bahwa sebagian besar penduduk di negara kita masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan bila dilihat sumbangan terhadap pendapatan nasional juga masih cukup besar lebih -lebih di era krisis ekonomi pada saat ini dimana sektor pertanian dapat memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan nasio nal dibandingkan sektor lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor pertanian masih mempunyai peranan yang penting dalam sumbangannya terhadap pendapatan nasional dan di era industrialisasi dimasa depan bukan hanya eranya industri saja bahkan tidak terlepas dari eranya pertanian yang juga ditangani secara industri.

2.4. Perubahan Struktur Sektor Pertanian

Menurut Hayami dan Ruttan (1971), perubahan struktur sektor pertanian yaitu perubahan pola komposisi produksi, urutan produksi dan perubahan sumberdaya yan g digunakan. Dalam proses pertumbuhan ekonomi, pangsa sektor pertanian baik dalam produk domestik bruto maupun dalam kesempatan kerja menurun sejalan dengan peningkatan pendapatan per kapita. Proses pertumbuhan produk domestik bruto juga disertai pertumbuhan sektor pertanian meningkat dengan cepat dan bahkan mendahului pertumbuhan produk domestik bruto.

Sektor industri mempunyai ketergantungan yang erat dengan sektor pertanian. Perkembangan sektor industri akan disertai dengan penurunan keuntungan, jika tid ak didukung oleh perkembangan sektor pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor industri tidak menghasilkan bahan makanan. Sektor industri tidak dapat berkembang tanpa didukung perkembangan sektor pertanian.

(32)

Dari uraian tersebut mudah di mengerti mengapa revolusi industri dan revolusi pertanian terjadi bersamaan dan mengapa negara dimana sekitar sektor pertanian mengalami kemandegan, maka sektor industri pun tidak mengalami perkembangan yang berarti.

Adanya keserasian antara pertumbuhan sektor pertanian dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian mempunyai keterkaitan dengan kebijakan ekonomi secara keseluruhan.

2.5. Kesempatan Kerja Menurut Sektor

Kesempatan kerja merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan ekonomi yang dibanyak negara berkembang termasuk Indonesia menjadi salah satu masalah yang serius. Bagi semua negara, pembangunan ekonomi sangat mempengaruhi pertumbuhan kesempatan kerja. Pilihan mengenai arah pembangunan ekonomi akan menentukan besarnya perluasan kesempatan kerja di negara tersebut. Persoalan mendasar yang di alami Indonesia adalah proses perluasan kesempatan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan yang dilaksanakan lebih bersifat capital intensive.

Terlepas dari kontribusinya terhadap pembentukan produk domestik bruto, sektor pertanian selama ini memberikan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar dibanding sektor usaha lain, akan tetapi besarnya pangsa penyerapan tersebut cendrung menurun. Bila pada tahun 1961 pangsa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 73 persen, pangsa tersebut berkurang menjadi 55 persen pada tahun 1980 dan bertahan hingga akhir decade tahun 1980-an (Suryana, 1989). Sedangkan menurut Adriani (2000) menyatakan bahwa pada tahun 1992 pangsa

(33)

penyerapan tenaga kerja adalah sebesar 53 persen. Lebih jauh dikatakannya bahwa sebelum krisis pangsa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian turun menjadi 44 persen, sementara pangsa sektor lainnya cendrung meningkat. Penurunan pangsa penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari pembangunan ekonomi yang mengarah pada pengembangan sektor industri. Dalam hal ini pilihan terhadap jenis industri akan menentukan seberapa besar penurunan pangsa tersebut. Bila pemerintah lebih banyak mengembangkan industri yang berorientasi pada jenis teknologi capital intensive, diduga penurunan tersebut akan relatif cepat. Sebaliknya bila pilihan jatuh pada pengembangan teknologi labor intensive, maka penurunan pangsa akan berjalan lebih lambat.

Masalah kesempatan kerja di Indonesia bertambah serius sejak munculnya krisis ekonomi dan mulai terasa sekali pada periode 1997 sampai 1998. Banyak perusahaan di dalam negeri yang terkena dampak negatif krisis , misalnya mengalami krisis utang pada Bank-bank baik di dalam negeri maupun di luar negeri, kesulitan dalam membiayai impor dalam dollar AS karena nilai tukar rupiah merosot, atau hasil penjualan menurun drastis karena purchasing power pasar menurun tajam akibat inflasi. Perusahaan -perusahaan tersebut terpaksa mengurangi kegiatan atau sama sekali menghentikan kegiatan bisnisnya. Kondisi ini akan mengakibatkan jumlah orang menganggur terbuka maupun terselubung meningkat.

Krisis ekonomi menunjukkan fakta yang berlawanan dengan periode sebelumnya. Proporsi angkatan kerja yang terserap di sektor pertanian cendrung meningkat pada tahun 1997 - 1998. Selama dua tahun terakhir jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian mengalami peningkatan dari 7.88 persen menjadi 11.7 persen di wilayah perkotaan, sedangkan di perdesaan proporsi penyerapan

(34)

tenaga kerja juga meningkat dari 57.94 persen menjadi 62.86 persen. Sementara di sektor lain kecendrungannya mengalami penurunan (Adriani, 2000).

Jadi pada periode krisis ekonomi, sektor pertanian adalah sektor yang dapat bertahan, walaupun pada periode sebelumnya sektor pertanian adalah sektor yang cendrung terabaikan oleh para penentu kebijakan. Para penentu kebijakan pemerintah yang umumnya didominasi oleh ekonom makro dan industrialis mengalami kekurangan apresiasi terhadap pentingnya peranan sektor pertanian terutama di wilayah perdesaan.

2.6. Transformasi Struktur Lapangan Kerja

Perubahan fundamental yang terjadi dalam struktur ekonomi Indonesia ternyata membawa dampak cukup besar terhadap struktur lapangan kerja, dimana tenaga kerja yang ada banyak mengalami pergeseran-pergeseran misalnya dari sektor pertanian ke sektor di luar pertanian akibat semakin bertambahnya lapangan kerja baru yang tercipta.

Sebelum krisis ekonomi pertumbuhan tenaga kerja di lapangan usaha pada sektor-sektor di luar pertanian lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan di sektor pertanian (Zulkarnaen, 1995). Perubahan struktur tenaga kerja tersebut juga membawa dampak terhadap cara hidup dan kebutuhan hidup keluarga, yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap pola konsumsinya.

Namun sejak krisis ekonomi pertengahan tahun 1997 kondisi ketenagakerjaan di Indonesia menjadi berubah sehingga diperlukan strategi dan reformasi kebijakan un tuk mengatasi ketenagakerjaan di Indonesia (Swasono, 1999). Secara nasional, pangsa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian menunjukkan peningkatan sebesar 4.24 persen, sementara sektor-sektor di luar pertanian justru

(35)

terjadi penurunan. Pada kenyataannya memang dijumpai kasus angkatan kerja yang kehilangan kesempatan kerja di kota dan kembali ke desa. Menurut Warr dalam Nurmanaf dan Susilowati (2000), sekitar 20 persen diantara mereka masuk dan bekerja di sektor pertanian. Fenomena ini menunjukkan bahwa sektor pertanian sangat akomodatif dalam penyerapan tenaga kerja. Namun dalam menyikapi meningkatnya pangsa tenaga kerja sektor pertanian perlu berhati-hati, karena apabila kesempatan kerja yang mampu disediakan oleh sektor pertanian ternyata lebih kecil dibanding peningkatan tenaga kerja di sektor tersebut berarti hanya menciptakan penggangguran tidak kentara dan penurunan produktivitas sektor pertanian. Oleh karena itu meningkatnya pangsa tenaga kerja pertanian memerlukan penciptaan kesempatan kerja, agar dapat menekan laju penurunan produktivitas sektor pertanian.

Secara umum, penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu: (1) proses produksi dan (2) pasar. Untuk proses produksi diperlukan adanya investasi, masukan yang berupa bahan, energi alam dan energi manusia yang dikombinasikan dengan menggunakan teknologi untuk menghasilkan barang dan jasa. Seterusnya diperlukan pasar untuk mendistribusikan hasil produksi kepada yang menggunkannya dan agar produsennya memperoleh pendapatan. Selain itu, pasar diperlukan untuk menyediakan masukan bagi proses produksi (Suroto, 1992).

Menurut Sagir (1996) menyebutkan, agar pergeseran (transformasi) dari sektor pertanian ke sektor non pertanian itu tidak mengakibatkan kemerosotan tingkat produksi, maka langkah yang harus dilaksanakan adalah: (1) program pengembangan sumberdaya manusia di sektor pertanian dengan sasaran meningkatkan produktivitas kerja sektor pertanian dengan mengolah hasil pertanian dan (2) memindahkan sumberdaya manusia sektor per tanian ke sektor industri

(36)

pengolahan, dengan terlebih dahulu menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja terampil dan terlatih untuk memasuki pasar kerja industri olahan.

2.7. Struktur Lapangan Kerja dan Kualitas Angkatan Kerja

Perubahan struktur ekonomi sangatlah menarik untuk dibahas lebih mendalam, bila dilihat dari sisi struktur lapangan kerja di berbagai sektor produksi, dapat digambarkan kemampuan sektoral dalam menyerap tenaga kerja. Perkembangan lapangan kerja ini sangat penting untuk mengetahui sejauh mana peran sektor-sektor produksi dapat menampung pertumbuhan angkatan kerja yang terus meningkat dengan cepat dari tahun ke tahun (Widodo, 1997). Pada tahun 1971 sektor pertanian menyediakan lapangan kerja sekitar 26 juta orang atau 67.04 persen terhadap total lapangan kerja, sedangkan sektor industri hanya 6.92 persen. Secara absolut sektor pertanian mampu memperluas lapangan kerja menjadi 35 juta orang pada tahun 1990, namun komposisinya telah mengalami penurunan menjadi 49.25 persen. Sebaliknya sektor industri justru meningkat, baik secara absolut maupun relatif.

Penurunan lapangan kerja di sektor pertanian secara relatif dan sebaliknya, peningkatan lapangan kerja di sektor industri memberikan kecendrungan bahwa sektor industri juga mampu menyerap tenaga kerja dan merupakan alternatif bagi perluasan lapangan kerja non pertanian. Namun, perluasan lapangan kerja di sektor industri ini masih lebih banyak disebabkan oleh peran industri kecil dan industri rumah tangga yang mampu menyerap sekitar 70 persen terhadap total industri pengolahan pada dasawarsa 1990-an, sedangkan keadaan lapangan kerja di sektor pertanian yang kurang menarik akan mendorong angkatan kerja yang berpendidikan mencari lapangan kerja di luar sektor pertanian, terutama di perkotaan. Dengan

(37)

demikian bagi angkatan kerja yang kurang berpendidikan akan beralih ke sektor-sektor informal di luar sektor-sektor pertanian.

Pergeseran struktur ekonomi memang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak ke sektor industri yang memiliki efek multiplier terhadap sektor-sektor lainnya. Dengan demikian, sektor-sektor industri tidak hanya membuka lapangan kerja bagi sektornya sendiri tetapi juga lapangan kerja di sektor lain. Namun, seberapa jauh perkembangan sektor industri dalam membuka lapangan kerja baru tergantung pada faktor kepadatan karya industri pengolahan.

2.8. Mobilitas Tenaga Kerja Pertanian

Menurut konsep klasik dari Kuznets (1966) mengatakan bahwa sektor pertanian mempunyai peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional negara berkembang. Peran tersebut diwu judkan dalam bentuk sumbangan produk, sumbangan pasar dan sumbangan faktor produksi dan sumbangan devisa. Sumbangan faktor produksi tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non pertanian merupakan mobilitas sektoral tenaga kerja. Jika industri dapat diindentikkan dengan kota maka yang terjadi adalah mobilitas ruang dari desa ke kota atau urbanisasi. Dalam konsep di atas, hal ini terjadi karena adanya tenaga kerja di sektor pertanian yang melimpah sehingga produktivitas marginal dari tambahan satu satuan tenaga kerja di sektor pertanian mendekati nol. Sementara sektor industri sedang melakukan perluasan usahanya yang memerlukan banyak tambahan tenaga kerja.

Peran lain dari sektor pertanian yang juga tidak kalah pentingnya adalah menyediakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang terus bertambah. Peran ini akan lebih menonjol lagi seandainya penciptaan lapangan kerja dan penyerapan angkatan kerja di sektor industri tidak lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja.

(38)

Hal ini dapat terjadi seandainya industri yang dikembangkan hanyalah yang berorientasi pada jenis teknologi padat modal atau terjadi stagnasi dalam sektor tersebut.

Dalam uraian sebelumnya analisis struktur ekonomi dalam proses pembangunan kebanyakan didasarkan pada pola perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi di negara-negara maju. Perbedaan antara keadaan negara-negara berkembang pada masa kini dengan keadaan negara maju pada waktu mereka baru mulai mangalami pembangunan, bersumber dari masalah penduduk yang dihadapi. Adanya sifat perkembangan penduduk dan masalah pengangguran di negara berkembang, mendorong ahli ekonomi untuk membuat teori mengenai corak pembangunan dan perubahan struktur ekonomi dalam suatu masyarakat, dimana : (1) penduduknya sebagian besar masih menjalankan kegiatan sektor pertanian yang tradisional, dan (2) sektor tersebut mempunyai kelebihan jumlah tenaga kerja sehingga menghadapi masalah pengangguran terbuka dan tersembunyi. Hal seperti ini dipelopori oleh Lewis dan kemudian diperdalam oleh Fei dan Ranis (Suryana, 1989).

Menurut teori proses transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke non industri yang dikembangkan oleh Fei – Ranis seperti yang ditulis Suryana (1989) adalah bahwa transfer tenaga kerja dibaginya menjadi tiga tahapan berdasarkan pada produktivitas fisik marginal (MPP) dan upah yang dianggap konstan dan ditetapkan eksogenus. Tahap pertama, karena tenaga kerja melimpah produktivitas fisik marginal (MPP) tenaga kerja sama dengan atau mendekati nol sehingga surplus tenaga kerja yang ditransfer dari sektor pertanian ke sektor industri mempunyai kurva penawaran yang elastis sempurna. Pada tahap ini walaupun ada transfer tenaga kerja, total produksi di sektor pertanian tidak menurun, produktivitas tenaga

(39)

kerja meningkat, dan sektor industri dapat tumbuh karena didukung oleh adanya tambahan tenaga kerja yang disediakan sektor pertanian. Dengan demikian, transfer tenaga kerja menguntungkan kedua sektor ekonomi seperti terlihat pada Gambar 1, dimana produktivitas fisik marginal tenaga kerja sama dengan nol digambarkan pada ruas OB, tingkat upah sepanjang garis W (Gambar 1b), penawaran tenaga kerja yang elastis sempurna sepanjang So Si (Gambar 1a). Tahap kedua, pengangguran satu satuan tenaga kerja di sektor pertanian akan menurunkan produksi karena MPP tenaga kerja sudah positif (ruas BC) namun besarnya MPP masih lebih kecil dari tingkat upah W. Transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri pada tahap ini mempunyai biaya imbangan positif, sehingga kurva penawaran tenaga kerja di sektor industri mempunyai elastis positif sejak titik Si. Transfer akan tetap terjadi, produsen di sektor pertanian akan dengan senang hati melepaskan tenaga kerjanya walaupun mengakibatkan produksi menurun karena penurunan tersebut lebih rendah dari besarnya upah yang tidak jadi dibayarkan. Di pihak lain, karena surplus produksi yang ditawarkan ke sektor industri menurun sementara permintaannya meningkat (karena ada tambahan tenaga kerja yang masuk), harga relatif komoditas pertanian akan meningkat. Tahap ketiga adalah komersialisasi di kedua sektor ekonomi. Pada tahap ini produktivitas fisik marginal tenaga kerja sudah lebih tinggi dari upah. Produsen pertanian akan mempertahankan tenaga kerjanya sehingga masing-masing sektor akan harus berusaha secara efisien. Transfer masih akan terus terjadi jika inovasi teknologi di sektor pertanian dapat meningkatkan produktivitas fisik marginal tenaga kerja. Sementara itu, permintaan tenaga kerja meningkat terus dari sektor industri dengan asumsi keuntungan (pembentukan modal) di sektor ini diinvestasikan kembali untuk memperluas usaha, mekanisme ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.

(40)

Gambar 1. Model Fei - Ranis Tentang Transfer Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Industri Produk Marginal Sii So Si Fiii

Fi Fii Produk fisik marginal

0 Tenaga kerja

Gambar 1.a. Sektor Industri

Dalam model Fei - Ranis ini kecepatan transfer tenaga kerja dari sektor pertanian dan sektor industri bergantung pada : (1) tingkat pertumbuhan penduduk, (2) perkembangan teknologi di sektor pertanian, dan (3) tingkat pertumbuhan stok modal di sektor industri yang ditentukan oleh keuntungan yang dicapai industri dan surplus yang terjadi di sektor pertanian.

Produk Rata-rata

Produk fisik marginal (MPP)

W Upah (konstan)

0 I B II C III Tenaga Kerja Gambar 1.b. Sektor Pertanian

(41)

Dengan demikian keseimbangan pertumbuhan di kedua sektor tersebut menjadi prasyarat untuk menghindari stagnasi dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Ini berarti sektor tersebut harus tumbuh seimbang dan transfer serta penyerapan tenaga kerja di sektor industri harus lebih cepat dari pertumbuhan angkatan kerja.

Mobilitas tenaga kerja di Indonesia saat ini tidak dapat diidentifikasikan hanya dengan salah satu tahapan model Fei - Ranis seperti yang telah diuraikan di atas. Dapat saja mobilitas tenaga kerja di suatu daerah dicirikan oleh tahap satu, tetapi di daerah lainnya sudah berada pada tahap tiga. Keadaan ini disebabkan besarnya keragaman tahapan perkembangan pembangunan pertanian di Indonesia yang bergantung pada kualitas sumberdaya, identitas campur tangan manusia dan inovasi teknologi. Namun demikian, asumsi bahwa produktiv itas fisik marginal tenaga kerja sama dengan nol yang mencirikan tahap pertama model Fei - Ranis tidak didukung oleh hasil-hasil penelitian sebelumnya (Suhartini, 2001). Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian masih tetap berlangsung. Transfer tersebut tidak berada pada tahap pertama dalam model Fei - Ranis, karena bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dengan anggapan teknologi yang diterapkan saat ini relatip tetap, produktivitas fisik marginal tenaga kerja masih positip dan penawaran tenaga kerja pertanian di sektor industri tidak elastis sempurna. Bagi yang terjun di sektor pertanian, transfer yang terjadi didorong oleh adanya harapan upah (pendapatan) di sektor industri yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Keadaan ini cocok diterangkan pada tahapan kedua atau ketiga dari model Fei - Ranis. Sedangkan menurut Sutrisno (1985), dalam penelitiannya menyatakan faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan mobilitas kerja adalah rasio

(42)

upah/pendapatan sektor pertanian dibandingkan dengan sektor non pertanian, juga dipengaruhi oleh faktor pemilikan tanah dan status sosialnya dimasyarakat.

2.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Non Pertanian

Pertumbuhan angkatan kerja semakin besar salah satunya diakibatkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang tentunya akan dapat berimplikasi terhadap ketersediaan kesempatan kerja baru. Bila dilihat lebih dalam, kesempatan kerja yang baru sudah barang tentu tidak hanya diperuntukkan bagi angkatan kerja baru akan tetapi juga diperlukan oleh angkatan kerja yang belum memperoleh pekerjaan. Sektor pertanian juga mengalami hal serupa, yaitu walaupun kesempatan kerja bertambah, namun pertambahan ini tidak dapat menampung semua angkatan kerja di sektor ini, hal ini juga dapat sebagai pendorong kenapa pekerja di sektor pertanian pindah ke sektor non pertanian.

Menurut Sawit (1986) faktor yang mendorong dan mengatur permintaan tenaga kerja juga diakibatkan oleh adanya jadwal tanam yang mengatur pergiliran waktu tanam sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi permintaan tenaga kerja di daerah tersebut. Lebih jauh dikatakannya bahwa permintaan tenaga kerja ditentukan juga oleh musim tanam utama di suatu daerah. Paling tidak ada dua hal yang dapat mempengaruhinya yaitu : (1) masa kekurangan pekerjaan di desa yaitu pada masa d imana sektor pertanian sepi sehingga yang dominan adalah non pertanian dan (2) masa sibuk di bidang pertan ian permintaan tenaga kerja semakin tinggi dengan upah yang diharapkan semakin tinggi pula. Disisi lain Yusdja (1985) mengatakan, bahwa kesempatan kerja di sektor pertanian juga dipengaruhi oleh luas tanah pertanian, produktivitas, intensifikasi tanaman dan teknologi yang diterapkan. Di sektor non pertanian dipengaruhi oleh volume

(43)

produksi, teknologi dan tingkat harga komoditi. Kesempatan kerja yang umumnya ditentukan oleh luas lahan adalah usaha peternakan dan perikanan. Kesempatan kerja pada sektor ini lebih banyak ditentukan oleh jumlah ternak dan luasnya daerah penangkapan ikan. Sedangkan Rahardjo (1986) menyatakan, bahwa penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh intensitas dan pola tanam, karena itu peningkatan kesempatan kerja di sektor pertanian perlu ditunjang oleh peningkatan produksi dengan perbaikan penyediaan sarana prasarana yang dapat mendukung peningkatan produksi. Dengan demikian, dapat dikatakan sektor pertanian memiliki daya serap yang cukup tinggi terhadap tenaga kerja yang ada, sehingga sebagai salah satu sektor yang berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja maka sektor pertanian inipun akhirnya menjadi penyedia tenaga kerja juga bagi sektor industri dan jasa. Ini berarti akan terjadi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dalam hal tenaga kerja.

2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Transformasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor non Pertanian

Sagir (1996) menyatakan bahwa sektor pertanian merupakan sektor dengan daya serap yang tinggi terhadap tenaga kerja yang ada, jelaslah bahwa untuk memasuki era industri -globalisasi maka langkah pertama yang harus digarap adalah program pembangunan sumberdaya manusia di sektor pertanian. Sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbesar, maka sektor pertanian merupakan sumber tenaga kerja bagi sektor non pertanian, tanpa harus menghadapi kemerosotan tingkat produksi, dengan prasyarat terlebih dahulu harus terjadi kenaikan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Peningkatan produktivitas di sektor pertanian memungkinkan adanya pergeseran ke sektor non pertanian tanpa kekawatiran kemerosotan produksi.

Gambar

Gambar 1.  Model Fei  - Ranis Tentang Transfer Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian  ke Sektor Industri  Produk  Marginal        Sii          So              Si           Fiii
Tabel 2.   Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun  1961 – 2001            (%)  Tingkat Pendidikan  1961  1971  1980  1990  2001  Tidak Sekolah  Tidak Tamat SD  Tamat SD  Pendidikan Menengah       (pertama dan atas)  Pendidikan lanjutan
Gambar 2. Diagram  Model  Kesempatan  Kerja  dan  Transformasi  Tenaga  Kerja  di           Indonesia
Tabel 5.   Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut  Lapangan Usaha, Tahun 1992 – 2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesadaran akan sebuah merek merupakan suaru penerimaan dari konsumen terhadap suatu merek dalam pikiran mereka. Dimana ditujukan dari kemampuan dalam mengingat dan

Judul Skripsi : Kelangsungan Hidup Ikan Betutu, Oxyeleotuis marnzorala (Blkr.), yang Dipelihara di Kabupaten Serang dan Bogor.. I<omisi Pembimbine

Dari hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan pada aplikasi Visualisasi 3D Interaktif Masjid Agung Jawa Tengah dapat diberikan beberapa saran

Analisis Verba Machen Berprefiks Dalam Buku Grimms Märchen.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

dalam permainan sepakbola. Populasi yang digunakan adalah siswa SSB Undip Kota Semarang KU-13 berjumlah 20 pemain. Adapun sampel untuk penelitian sebanyak 20 pemain yang diambil

Adapun yang dapat peneliti sarankan khususnya bagi para guru adalah lebih meningkatkan lagi keempat kompetensi dasar yaitu: kompetensi peadagogik, kompetensi

Swiss merupakan negara yang menganut sistem politik luar negeri netralitas. Terdapat beberapa alasan yang mendasari kenetralan Swiss, yakni dari segi Geografis Swiss adalah

Acara : Undangan Pembuktian Dokumen kualifikasi dan dokumen penawaran Tempat : Kantor Dinas Bina Marga dan Pengairan Kab. Tangerang lantai II Tanggal : 15 - 16 Oktober 2012 (Senin