• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Tematik

Menurut Suadinmath, 2013 dalam (http://suaidinmath.wordpress.com) Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, siswa akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.

Makna pembelajaran tematik adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna pada pembelajaran tematik artinya, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep yang lain yang sudah mereka pahami.

Pembelajaran tematik dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembalajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat: (1) Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna. (2) Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi. (3) Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan. (4) Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain. (5) Meningkatkan minat dalam belajar. (6) Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. (Suadinmath, 2013) dalam ( http://suaidinmath.wordpress.com/2013/09/03/pembelajaran-tematik-terpadu-pada-kurikulum-2013/) .

Dalam sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen penting pendidikan, karena akan memberikan arah proses kegiatan

(2)

pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan tersebut dapat dikatakan bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar.

Dalam kurikulum 2013 pembelajarannya disampaikan dalam bentuk tematik bukan lagi pada mata pelajaran dan pembelajaranya tidak lagi berpusat pada guru melainkan berpusat pada siswa. Indikator pencapaian tujuan pembelajaran secara terstandar dalam kurikulum 2013 diberikan melalui kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD).

Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu siswa belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti kelompok 4).

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai siswa. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik siswa, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut filosofi rekonstruksi sosial, progresif atau pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah eklektik seperti

(3)

dikemukakan di bagian landasan filosofi maka nama mata pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah filosofi esensialisme dan perenialisme.

Dalam kurikulum 2013 terdiri dari kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD, yang secara rinci disajikan melalui tabel di bawah ini.

Tabel 2.1

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pembelajaran Kelas IV Semester II Tema Keanekaragaman Hewan dan Tumbuhan

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.

Matematika

3.7 Menentukan hasil operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan desimal. IPA

3.7 Mendeskripsikan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

IPS

3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi.

Bahasa Indonesia

3.4 Menggali informasi dari teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

(4)

PPKn

3.2 Memahami hak dan kewajiban sebagai warga dalam kehidupan sehari-hari di rumah, sekolah dan masyarakat

4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, dalam

karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan

yang mencerminkan peri-laku anak beriman dan berakhlak mulia.

Matematika

4.2 Menyatakan pecahan ke bentuk desimal dan persen.

IPA

4.6 Menyajikan laporan tentang sumber daya alam dan pemanfaatannya oleh masyarakat

4.7 Menyajikan laporan hasil pengamatan tentang teknologi yang digunakan di kehidupan sehari-hari serta kemudahan yang diperoleh oleh masyarakat dengan memanfaatkan teknologi tersebut

IPS

4.5 Menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi

Bahasa Indonesia

4.4 Menyajikan teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam secara mandiri dalam teks bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku.

PPKn

4.2 Melaksanakan kewajiban sebagai warga di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat

(5)

Tingkat kompetensi diatas dikembangkan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan siswa, kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang.

Selain itu tingkat kompetensi juga memperhatikan tingkat kerumitan/kompleksitas kompetensi, fungsi satuan pendidikan, dan keterpaduan antar jenjang yang relevan (Permendikbud No.64 Tahun 2013).

Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik siswa, kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:

1. Kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1

2. Kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2

3. Kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3 dan

4. Kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.

Sesuai dengan Permendikbud No.67 Tahun 2013 setiap tingkat kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses pembelajaran dan penilaian. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut:

1. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama.

2. Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-siswa) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-siswa-masyarakat-lingkungan alam, sumber/ media lainnya).

3. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (siswa dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet).

(6)

4. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains.

5. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim).

6. Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia.

7. Pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap siswa.

8. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines).

9. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.

Mengacu pada uraian tentang penyempurnaan pola pikir pada kurikulum 2013 yang mengutamakan pembelajaran inovatif. Dimana pembelajaran yang ada tidak lagi berpusat pada guru namun berpusat pada siswa. Penggunaan media tradisional diganti dengan media yang lebih modern lagi. Siswa juga dituntut untuk bisa belajar berkelompok tidak lagi belajar secara individu. Selain itu pembelajaran dalam bentuk mata pelajaran diganti dengan pembelajaran tematik.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Nawawi (Susanto, 2013: 5) hasil belajar diartikan sebagai keberhasilan siswa dalam memahami pembelajaran di sekolah yang ditunjukkan dengan skor sesuai dengan hasil tes pada mata pelajaran tertentu. Sesuai uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.

Darmansyah (2006: 13) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil penelitian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

(7)

adalah pemberian nilai terhadap kemampuan siswa setelah melakukan proses pembelajaran.

Poerwadarminta, (1984) menyatakan hasil belajar adalah perubahan pada diri sendiri dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahan sikap dan tingkah laku, keterampilan dan kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar. Benjamin S. Bloom dkk (taksonomi bloom, 1956) yang membagi tujuan pembelajaran menjadi 3 domain yaitu kognitif (intelektual), afektif (sikap) dan psikomotor (ketrampilan). Penilaian kognitif dapat dilakukan dengan tes yang dapat berupa tes tertulis, akan tetapi penilaian afektif dan psikomotor tidak dapat dilakukan dengan penilaian tes tertulis.

Berdasarkan uraian di atas tentang hasil belajar maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah besarnya angka yang diperoleh dari pengukuran baik tes maupun non tes yang dijadikan acuan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tingkat kelulusan yang ditentukan.

Permendikbud No.66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan dinyatakan bahwa penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah. Masing-masing penilaian yang dimungkinkan digunakan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

1. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran.

2. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh siswa secara reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria yang telah ditetapkan.

3. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar siswa termasuk penugasan perseorangan dan/atau kelompok di dalam dan/atau di luar kelas khususnya pada sikap/perilaku dan keterampilan.

(8)

4. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar siswa.

5. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk menilai kompetensi siswa setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.

6. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.

7. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.

8. Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.

9. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UMTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.

10. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatan pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai siswa dalam rangkamenilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan secara nasional.

11. Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi di luar kompetensi yang diujikan pada UN, dilakukan oleh satuan pendidikan. (Permendikbud No.66 Tahun 2013)

Menurut Permendikbud No.66 Tahun 2013 penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standardan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.

2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan. 3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam

(9)

4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.

5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.

6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi siswa dan guru.

Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik siswa. (Permendikbud No.66 Tahun 2013)

Ruang Lingkup Penilaian hasil belajar siswa mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses.

Hasil belajar dapat diketahui apabila ada pengukuran. Pengukuran menurut Pengukuran menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012: 47) adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa. Pengukuran juga dapat diartikan penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Alen dan Yen dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:48)

Penilaian hasil belajar dapat menggunakan teknik tes dan non tes. Teknik tes sendiri menurut Suryanto Adi, dkk (Wardani Naniek Sulistya 2012:70) tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama (Wardani Naniek Sulistya 2012: 142).

(10)

Menurut Riduwan dalam (http://rohadicgbs.wordpress.com) tes sebagai instrumen pengumpulan data adalah serangkaian pertanyaan/latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu / kelompok. Dari uraian di atas tes merupakan alat pengumpulan data yang berupa pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman individu atau kelompok pada sesuatu materi.

Berikut jenis-jenis tes dalam acount milik Muhammad Faiq (http://penelitiantindakankelas.blogspot.com): Tes dapat dibedakan dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan: (1) bentuk pelaksanaan; (2) bentuk soal dan kemungkinan jawaban; (3) fungsi bagi sekolah; (4) pengukuran terhadap aspek-aspek individu; (5) ranah yang diukur.

1. Dilihat dari bentuk pelaksanaannya.

Bila didasarkan pada bentuk pelaksanaannya maka tes dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: tes tulis atau dikenal juga dengan istilah paper and pencil test, tes lisan atau oral test, dan tes perbuatan (performance test).

1) Tes tulis (paper and pencil test)

Tes tulis (paper and pencil test) adalah tes yang dalam pelaksanaannya menggunakan kertas dan pensil/pulpen sebagai media utama. Proses koreksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan OMR (alat scan lembar jawaban komputer).

2) Tes lisan (oral test)

Tes lisan atau oral test pelaksanaannya dilakukan secara langsung dengan cara berbicara atau wawancara tatap muka secara langsung antara guru (orang yang memberikan tes) dengan siswa (orang yang sedang dites).

3) Tes perbuatan (performance test)

Performance test (tes perbuatan) merupakan tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengacu pada penampilan (perbuatan) siswa dalam melakukan suatu unit kegiatan/kerja. Guru melakukan

(11)

pengamatan secara seksama dengan menggunakan instrumen (tes perbuatan) yang memuat rubrik kualitas performen siswa.

2. Dilihat dari bentuk soal dan kemungkinan jawaban.

Secara garis besar, tes berdasarkan bentuk soal dan kemungkinan jawaban dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes non-objektif dan tes objektif.

1) Tes Non-objektif

Tes non objektif seringkali pula disebut sebagai soal uraian. Tes uraian banyak disukai oleh guru dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam tes uraian (non-objektif) ini siswa seringkali diminta untuk mengorganisasikan jawaban pertanyaannya dalam bentuk baru atau bahasanya sendiri. Disebut-sebut sebagai tes non-objektif karena penskorannya seringkali dipengaruhi oleh pemberi skor (ada kemungkinan pemberi skor memberikan skor berbeda kepada dua jawaban yang notabene sama). Hal ini terjadi karena penskoran tes uraian jauh lebih sulit dan memakan waktu lebih lama dibanding tes objektif. Untuk mengurangi ketidakobjektifan pemberi skor (guru yang mengoreksi hasil tes), maka perlu dibuat pedoman penskoran yang baik.

2) Tes Objektif

Mengacu pada namanya kita dapat menduga bahwa tes objektif adalah tes yang memungkinkan (memberikan kemudahan) kepada pemberi skor atau pengoreksi (dalam hal ini guru) untuk dapat memberi skor secara objektif kepada seluruh peserta tes. Tes objektif memiliki banyak variasi bentuk soal, misalnya: (a) soal Benar – Salah; (b) soal pilihan ganda biasa; (c) soal pilihan ganda bervariasi; (d) soal Sebab – Akibat; (e) isian singkat; dan (f) menjodohkan (matching). Tes objektif kadangkala memerlukan pemikiran lebih mendalam bagi pembuatnya jika ingin digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kecenderungan di lapangan, tes objektif lebih

(12)

banyak digunakan hanya untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah seperti ingatan (hapalan) siswa.

3. Dilihat dari fungsi bagi sekolah.

Berdasarkan fungsinya untuk sekolah, tes dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: tes formatif, tes sumatif, tes penempatan, dan tes diagnostik..

1) Tes Formatif

Tes formatif adalah tes yang berfungsi untuk memonitor kemajuan belajar siswa selama/setelah proses pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikankan dalam tiap satuan unit pembelajaran. Tes formatif mempunyai manfaat penting tidak hanya bagi sekolah tetapi juga bagi guru dan siswa itu sendiri, misalnya untuk: (a) mengetahui apakah mereka sudah menguasai materi dalam tiap unit pembelajaran; (b) merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa itu sendiri terhadap materi pelajaran yang telah dibelajarkan kepada mereka; (c) tes formatif juga memungkinkan siswa mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dengan mengetahui bagian dari bahan yang mana yang belum dikuasai.

2) Tes Sumatif

Tes summatif di sekolah-sekolah biasanya berbentuk ulangan tengah semester (UTS), ulangan akhir semester (UAS). Tes summatif berfungsi untuk mengetahui sejauh mana penguasaan atau pencapaian siswa dalam bidang-bidang atau mata pelajaran tertentu.

3) Tes Penempatan

Tes penempatan adalah tes yang berfungsi untuk membantu penentuaan jurusan yang akan dimasuki siswa, atau dapat juga digunakan untuk menentukan pada kelompok mana yang paling baik ditempati atau dimasuki seorang siswa dalam proses belajar mengajar. 4) Tes Diagnostik

Fungsi tes diagnostik adalah untuk menemukan/mencari penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa, apakah karena faktor intelektual,

(13)

emosi, fisik dan atau faktor-faktor lainnya yang mengganggu kegiatan belajar, sehingga dapat diberikan solusi untuk memperbaiki kesulitan belajar tersebut.

4. Dilihat dari pengukuran terhadap aspek-aspek individu.

Berdasarkan pengukuran terhadap aspek-aspek individu, tes dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu: tes prestasi belajar (achievement test), tes beracuan konten (content-referenced test) atau tes beracuan kriteria (criterion-referenced test), tes beracuan norma (norm-referenced test), tes bakat (aptitude test), dan tes minat (skala minat).

1) Tes prestasi belajar (achievement test)

Tes prestasi belajar adalah tes yang digunakan untuk memperoleh keterangan tentang hal-hal yang telah dicapai seseorang (prestasi belajar).

2) Tes beracuan konten (content-referenced test)

Tes beracuan konten atau tes beracuan kriteria (criterion-referenced test) mengukur pencapaian penguasaan suatu standar tingkah laku (pengetahuan atau keterampilan khusus dalam pelajaran tertentu). 3) Tes beracuan norma (norm-referenced test)

Jenis tes beracuan norma merupakan tes yang berfungsi dalam hal membandingkan prestasi kelompok dalam pelajaran tertentu, misalnya antara beberapa daerah atau kota.

4) Tes bakat (aptitude test)

Jenis tes yang satu ini digunakan untuk melihat kemungkinan keberhasilan seseorang dalam belajar sesuatu di masa-masa yang akan datang.

5) Tes minat (skala minat)

Tes minat atau dikenal juga dengan istilah skala minat dapat dipergunakan misalnya untuk mengetahui jenis pekerjaan atau subjek yang disenangi oleh seseorang.

(14)

5. Dilihat dari ranah yang diukur

Berdasarkan ranah (domain) yang diukur, tes dapat dibedakan menjadi: tes kognitif, tes psikomotor, dan tes afektif.

Selain menggunakan teknik tes hasil belajar juga dapat di ukur melalui teknik Non Tes. Teknik non tes berisi tentang pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non tes dapat berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan, siswa diminta menjawab atau memberikan pendapat terhadap pernyataan. Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan siswa, misalnya potensi siswa. Hasil pengukuran melalui instrumen non tes berupa angka disebut kuantitatif dan bukan angka di sebut (Wardani Naniek Sulistya, dkk 2012:73)

Teknik non tes digunakan untuk menilai ranah afektif dan psikomotorik. Macam-macam tehnik Non Tes adalah sebagai berikut:

1. Unjuk kerja adalah suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas siswa dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi dan berdiskusi; kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam kelompok; partisipasi siswa dalam diskusi; ketrampilan menari; ketrampilan memainkan alat musik; kemampuan berolahraga; ketrampilan menggunakan peralatan laboratorium; praktek sholat; bermain peran; bernyanyi dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat.

2. Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu.

3. Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada siswa yang dilakukan secara individu. Tingkat berpikir yang terlibat pada siswa sebaiknya menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).

(15)

4. Tugas kelompok sama seperti tugas individu, namun tugas ini dikerjakan secara kelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja kelompok.

5. Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum, dan Laporan Pemantapan Praktik Kerja Lapangan (PPL).

6. Responsi atau ujian praktik adalah suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian responsi dapat dilakukan pada awal praktik ataupun pada akhir praktik.

7. Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu.

Mengacu pada uraian tentang teknik memperoleh hasil belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah besaran skor atau angka yang diperoleh melalui pengukuran baik itu tes dan non tes yang dijadikan acuan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tingkat keberhasilan yang ditentukan atau belum.

2.1.3 Pendekatan Scientific

Menurut pendapat Wahjoedi dalam (http://mtk2012unindra.blogspot.com) bahwa, “pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku siswa agar ia dapat aktif melakukan tugas belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar secara optimal”. Dalam pendapat Wahjoedi diterangkan bahwa pendekatan pembelajaran itu merupakan cara pengelolaan kegiatan belajar dimana guru harus bisa membangkitkan partisipasi aktif siswa supaya memperoleh hasil yang maksimal.

Dalam diklat guru dalam mapel Konsep Pendekatan Scientific Mendikbud, 2013. Proses pembelajaran dikatakan sebagai pembelajaran ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.

1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran

(16)

tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.

5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. 6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat

dipertanggungjawabkan.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Proses pembelajaran dengan pendekatan scientific menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan hasil belajar melahirkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.

Menurut Wardani Naniek Sulistya yang mengacu pada kurikulum 2013 yang juga dikuatkan oleh Muhammad Faiq dalam acount (http://penelitiantindakankelas.blogspot.com ) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran pendekatan scientific adalah:

a. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu mengapa.”

b. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”.

c. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa.”

d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

(17)

e. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.

f. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.

Langkah-langkah pendekatan ilmiah dalam pembelajaran menurut Wardani Naniek Sulistya yang mengacu pada kurikulum 2013 meliputi: mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting), dan membentuk jejaring (networking).

2.2 Kajian Hasi-hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang berjudul “Penerapan pendekatan science environment technology society (SETS) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Selorejo Tulungagung” oleh Ika Diana Tristanti. Hasil penelitian dari hasil belajar awal siswa yaitu ada 14 siswa (48%) yang mendapatkan nilai lebih dari 70. Setelah dilaksanakan siklus I, nilai siswa meningkat menjadi 17 siswa yang mendapat nilai diatas 70 dengan ketuntasan klasikal sebesar 58%. Selanjutnya pada siklus II, nilai siswa mengalami peningkatan menjadi 24 siswa dengan ketuntasan klasikal sebesar 84%. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan SETS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelas IV di SDN Selorejo Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung. Kelebihan dari penelitian ini adalah adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II yang meningkat cukup signifikan pada ketuntasan hasil belajar yaitu dari 58% menjadi sebesar 84% pada akhir siklus II. Namun penelitian ini memiliki kelemahan yaitu tingkat ketuntasan hasil akhir baru mencapai 84% ini masih jauh dari rentang keberhasilan 100%. Selain itu pendekatan SETS tidak dapat diterapkan dalam semua materi ajar. Solusinya perlu adanya ketelitian guru dalam memilih materi yang bisa diterapkan menggunakan pendekatan SETS dan mungkin perlu ada siklus III untuk mencapai tingkat ketuntasan yang mendekati 100%.

Saran yang diberikan bagi guru sebaiknya dapat menerapkan pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA dengan memperhitungkan waktu, karena

(18)

memerlukan waktu yang relatif lama dan mempertimbangkan materi yang akan diajarkan karena pendekatan SETS tidak dapat diterapkan dalam semua materi.

Penelitian yang berjudul “Penerapan model SETS untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Bandungrejosari 2 Malang” oleh Hermin Suswati. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa aktivitas siswa mengalami peningkatan. Aktivitas belajar siswa pada siklus I tahap invitasi dan eksplorasi mencapai 60%, tahap solusi 51%, tahap aplikasi 90%, dan tahap pemantapan konsep 74%. Pada siklus II nilai aktivitas belajar siswa pada tahap invitasi mencapai 67%, tahap eksplorasi 91%, tahap solusi 87%, tahap aplikasi 98%, dan tahap pemantapan konsep 76%. Selain itu, siswa sudah berani bertanya dan menyampaikan pendapatnya. Pada siklus I siswa yang tuntas belajar mencapai 62% dan pada siklus II mencapai 100%. Penerapan model SETS dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal itu menunjukkan rentang ketuntasan pada penelitian ini sangat baik, dan juga pembelajaran yang dilakukan oleh guru sudah mampu meningkatkan partisipasi siswa. Dalam menerapkan model SETS disarankan untuk memilih materi yang sesuai dan pandai mengalokasikan waktu. Teknologi sederhana yang dibuat juga memperhatikan kesesuaian materi dan kemampuan siswa. Dengan demikian, penerapan model SETS akan memberikan hasil belajar yang optimal dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.3 Kerangka Berfikir

Penerapan model pembelajaran berpengaruh terhadap tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Namun pada kenyataannya saat ini pembelajaran yang ada di kelas hanya menggunakan model pembelajaran konvensional, dimana guru menguasai seluruh proses pembelajaran, sedangkan siswanya pasif. Tentu saja hal ini berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa yang di tunjukkan oleh hasil belajar di bawah KKM ≥ 90. Hal ini terjadi secara terus menerus sehingga perlu diadakan perbaikan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific.

(19)

Dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan scientific ini siswa akan lebih berperan akatif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru hanya sebagai mediator saja. Langkah-langkah dalam pembelajaran menggunakan pendekatan scientific pada siklus 1 adalah:

1. Mengamati gambar dan teks burung cenderawasih 2. Menanya tentang burung cenderawasih.

3. Menalar interaksi manusia dengan lingkungan dan hubunganya dengan kelangkaan burung cenderawasih.

4. Menghitung persentase jenis makanan yang dimakan burung cenderawasih.

5. Presentasi dan tanggapan.

Langkah-langkah dalam pembelajaran menggunakan pendekatan scientific dapat digambarkan melalui kerangka berfikir. Lebih jelasnya kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat kita lihat pada gambar 2.1.

(20)

Gambar 2.1

Skema Peningkatan Hasil Belajar Tema Keanekaragaman Hewan dan Tumbuhan Dengan Pendekatan Scientific

Pembelajaran Tema Keanekaragaman Hewan dan Tumbuhan (burung cenderawasih)

Pembelajaran Konvensional belum menggunakan pedekatan scientific

Hasil belajar < 90

Pembelajaran Tema keanekaragaman hewan dan tumbuhan (burung cenderawasih)

Pembelajaran dengan pendekatan scientific

Mengamati gambar dan teks burung cenderawasih

Menanya tentang burung cenderawasih

Presentasi dan tanggapan

Menghitung persentase jenis makanan yang dimakan burung cenderawasih

Menalar interaksi manusia dengan lingkungan dan hubunganya dengan kelangkaan burung

cenderawasih

Tes formatif

Skor tes Hasil belajar

≥ 90 Skor observasi Rubrik penilaian observasi aktifitas

(21)

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar tema keanekaragaman hewan dan tumbuhan diduga dapat diupayakan melalui pendekatan scientific siswa kelas IV SDN 1 Reco Kertek Wonosobo semester II tahun 2013/2014.

Referensi

Dokumen terkait

Formulir E, apabila yang bersangkutan tidak masuk kerja lebih dari 2 (dua) hari kerja karena sakit, yang bersangkutan dapat mengajukan cuti sakit dan melakukan pengisian

 Dalam welfare state, hak kepemilikan diserahkan kepada swasta sepanjang hal tersebut memberikan insentif ekonomi bagi pelakunya dan tidak merugikan secara sosial,

Buton Utara surat izin belajar/pernyataan mengikuti studi lanjut 365 15201002710242 DARWIS SDN 5 Wakorumba Utara Kab... Peserta Nama Peserta

Abstract Telah dilakukan penelitian berbasis pengembangan (Research and Development) yang bertujuan untuk menghasilkan pembelajaran berbasis argumentasi ilmiah pada

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka di dapat rumusan masalah yaitu, “Bagaimana menerapkan aplikasi data mining penjualan motor

Perkakas bengkel ini selanjutnya dapat dibedakan menjadi perkakas tangan non bangku berupa kunci-kunci (kunci pas, ring, sok, inggris, pipa), obeng, tang dan perkakas kerja non

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

job stimulation master's.. for