• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam membuat keputusan sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada. Ketika membuat keputusan, ada suatu proses yang terjadi pada otak manusia yang akan menentukan kualitas keputusan yang akan dibuat. Ketika keputusan yang akan dibuat sederhana seperti memilih warna pakaian, manusia dapat dengan mudah membuat keputusan. Akan tetapi jika keputusan yang akan diambil bersifat kompleks dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan, pengambil keputusan sering memerlukan alat bantu dalam bentuk analisis yang bersifat ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten. Salah satu alat analisis tersebut adalah berupa decision making model (model pembuatan keputusan) yang memungkinkan untuk membuat keputusan untuk masalah yang bersifat kompleks.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu model pengambilan keputusan yang sering digunakan untuk mengatasi permasalahan multikriteria. Sebagai contoh, Pemilihan berbagai alat transportasi dengan menggunakan AHP dilakukan oleh Teknomo (1999). AHP umumnya digunakan dengan tujuan untuk menyusun prioritas dari berbagai alternatif/pilihan yang ada dan pilihan-pilihan tersebut bersifat kompleks atau multikriteria. Secara umum, dengan menggunakan AHP, prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori, logis, transparan, dan partisipatif. AHP akan sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut transparansi dan partisipasi.

(2)

Untuk pertama kali metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L Saaty pada periode 1971 – 1975 ketika di Warston School. Pengembangannya mendasarkan pada kemampuan “judgment” manusia untuk mengkonstruksi persepsi secara hirarkis dari

sebuah persoalan keputusan multikriteria. Struktur yang hirarkis ini mempresentasikan tipe hubungan ketergantungan fungsional yang paling sederhana dan berurutan sehingga mempermudah mendekomposisikan persoalan multikriteria yang kompleks menjadi elemen – elemen keputusannya. Hirarki bersifat linear dan distrukturkan mulai dari elemen keputusan yang bersifat umum (misalnya goals, objektif, kriteria dan subkriteria) sampai ke variabel atau faktor yang paling konkrit dan mudah terkontrol pada level hirarki terbawah yaitu alternatif keputusan.

Dalam suatu hirarki yang lengkap, setiap elemen keputusan dihubungkan dengan elemen lain pada level yang lebih atas atau level yang dibawahnya. Pada level hirarki pertama adalah objektif (goal) keputusan yang ingin dicapai. Elemen keputusan pada hirarki di level kedua adalah sejumlah atribut atau kriteria untuk evaluasi preferensi keputusan. Pada level ini kita membuat “judgment” perbandingan

“preferensi” mana yang lebih besar tingkat kepentingannya antara kriteria yang satu dengan yang lain untuk mencapai goal yang sudah ditetapkan. Skala perbandinagn

“judgment” yang berpasangan (pairwaise comparison matrix) untuk masing – masing elemen dapat diperoleh. Pada level hirarki terbawah alternatif keputusan mengacu pada kriteria pada level di atasnya, pengambil keputusan diminta lagi menetapkan perbandingan “judgment” – nya dan preferensi untuk aternatif keseluruhan secara berpasangan. Objektif dari penggunaan metode multikriteria AHP adalah untuk menetapkan bobot kepentingan relatif masing – masing kriteria, kemudian kriteria ini akan digunakan sebagai dasar acuan untuk evaluasi penetapan prioritas relatif pada level hirarki dibawahnya (alternatif keputusan).

Umumnya pada saat pengambil keputusan menetapkan pembobotan relatif antar elemen keputusan dalam metode AHP dilakukan dalam evaluasi lingkungan keputusan yang samar dan subyektif, misalnya saat harus menetapkan identitas pembobotan kualitatif kriteria seperti “sama” penting, “cukup” penting, “lebih” dan

(3)

melakukan estimasi bobot prioritas relatif dalam AHP adalah pendekatan eigen vector

seperti yang dikembangkan pertama kali oleh Saaty.

Dalam menganalisis suatu permasalahan yang bersifat kompleks dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan, pengambilan keputusan. Seorang analis perlu mengamati pengaruh perubahan alternatif/pilihan yang ada, untuk melihat berapa besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimal mulai kehilangan optimalitasnya.

Analisis sensitivitas dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan terhadap parameter ataupun alternatif/pilihan yang ada, misalnya terjadi perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanaan. Berubahnya bobot prioritas menyebabkan berubahnya urutan prioritas yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan.

Dengan latar belakang inilah penulis memilih judul “Kajian Analisis Sensitivitas Pada Metode Analitic Hierarchy Process (AHP)”

1.2Perumusan Masalah

Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis perubahan bobot prioritas kriteria keputusan dan pengaruhnya terhadap urutan prioritas

1.3Tinjauan Pustaka

Thomas L Saaty [1] menguraikan metode AHP dan menjelaskan penggunaan metode AHP ini bagi para pemimpin dan pengambil keputusan dalam situasi yang kompleks. Masalah kompleks dapat diartikan bahwa pemimpin dihadapkan pada situasi untuk secepatnya mengambil keputusan dan kriteria yang begitu banyak.

(4)

Siti Latifah [10] menjelaskan tentang keputusan dan prinsip – prinsipnya yang terdiri dari : Decomposition, Comporative judgment, Synthesis of Priority, Local Consistensy

Haryono Sukarto [8] menguraikan tentang pemilihan transportasi di DKI Jakarta dengan metode AHP. Hasil analisa menunjukkan bahwa pembenahan angkutan umum (biskota) menjadi prioritas utama dalam upaya menurunkan tingkat kepadatan lalu lintas bermotor (22%), kemudian Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) (18,1%), Pembatasan mobil pribadi (16,7%), Konsep Pembatasan Penumpang 3 in 1 (13,5%), Penambahan Jaringan Jalan, Fly Over dan Underpass (10,6%), dan Pembatasan Kendaraan Umum (5,9%).

Lucia Breierova dan Mark Choudari [7] menguraikan sebuah pengantar untuk memahami bagaimana memilih parameter yang seharusnya digunakan dalam sebuah analisis sensitivitas dari sebuah model multikriteria yang dibuat menjadi tiga bagian yaitu : Lemonade Stand Model, Coffeehouse Model dan Epidemics Model. Kemudian melakukan test sensitivitas untuk melihat analisis sensitivitas.

Sandy Kosasi [2] menguraikan masalah pemilihan sekolah dengan menggunakan metode AHP. Hasil simulasi menunjukkan bahwa yang menjadi prioritas pertama pada level dua adalah Proses Belajar Mengajar sebesar 0,32 disusul kualifikasi yang diminta sekolah sebesar 0,24, Lingkungan Pergaulan sebesar 0,14, Pendidikan Kejuruan 0,13, dan Pendidikan Sekolah Secara Umum 0,03. Secara umum urutan prioritas sekolah B merupakan sekolah yang paling tinggi prioritas globalnya dan disusul sekolah A dengan bobot prioritas 0,37, sedangkan sekolah C sebesar 0,25. Kemudian dilakukan analisis sensitivitas pada kriteria proses belajar mengajar dari 0,32 diturunkan 0,2 dan keadaan berubah dimana A mempunyai prioritas global tertinggi menggeser B, sebaliknya apabila prioritas PBM dinaikkan maka perbedaan bobot prioritas B dengan A akan semakin besar dengan B tetap menjadi prioritas global tertinggi.

(5)

Udisubakti Ciptomulyono dan DOU Henry [6] menggunakan model Fuzzy Goal Programming untuk menetapkan pembobotan prioritas dalam metode AHP. Penggunaan pendekatan fuzzy goal programming sebagai alternatif estimasi pembobotan prioritas dari metode AHP yang lazimnya dipakai, seperti metode eigenvector atau metode lain. Model ini mengambil asumsi dan memperhatikan aspek fuzzy yang hanya pada penetapan level aspirasi toleransi pencapain goal, bukan pada penentuan prioritas fungsi goal – nya.

Wayan R Susila dan Ernawati Munadi [4] menggunakan AHP untuk penyusunan prioritas proposal penelitian. Dari dekomposisi masalah disusun prioritasnya, diperoleh gambaran bahwa ada lima proposal penelitian yang akan dipilih atau disusun prioritasnya. Ada lima kriteria yang digunakan yaitu waktu, biaya, efektivitas, kemudahan dan urgensi. Melalui suatu analisis dengan teknik AHP, maka dapat disusun prioritas untuk kelima proposal tersebut dengan urutan: Kajian dampak peraturan perijinan perdagangan dalam negeri terhadap keinginan melakukan bisnis di Indonesia (perijinan), Dampak penurunan tarif impor di sektor perikanan, Kehutanan dan Produk – produk kimia (Tarif), Kajian pengembangan pasar distribusi regional untuk produk agro (Distribusi Regional), Kajian minuman beralkohol asal import (Alkohol), Kajian tentang strategi yang kompetitif dalam pemasaran hasil industri kerajinan tangan di Indonesia (Kerajinan Tangan).

Supriyono, Wisnu Arya Wardhana dan Sudaryo [9] menggunakan AHP dalam sistem pemilihan pejabat struktural. Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Bagian Perlengkapan, urutannya adalah: Semar SST nilai 0,357741801, Srikandi, SE skor 0,342234743 dan Gareng, A.md skor 0,342234743. Pemilihan calon pejabat Kepala Sub Bagian Persuratan dan Kepegawaian, urutannya adalah : Gareng, A,md skor 0,400834260, Dewi, SH skor 0.303295196 dan Srikandi, SE skor 0,295870544. Pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Keuangan, urutannya adalah : Srikandi, SE skor 0,379755402, Bimo, SE skor 0,368120130 dan Dewi, SH skor 0,252124468.

(6)

Kardi Teknomo, Hendro Siswanto dan Sebastinus Ari Yudhanto [3] menggunakan AHP dalam menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi moda ke kampus. Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif Jalan Kaki dari Pondokan merupakan alternatif terbaik dan yang paling diminati oleh responden yaitu sebesar (33,2%), kemudian Mobil Pribadi (18,6%), Carpool (16,2%), Angkutan Kampus (12,4%), dan yang terakhir adalah Angkutan Umum (4,5%).

Mudrajad Kuncoro [5] menguraikan tentang daya tarik investasi di DIY dengan metode AHP. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi daerah untuk DIY dipengaruhi oleh faktor non ekonominya terutama Kelembagaan (25%), kemudian Infrastruktur Fisik (24%), Sosial Fisik (23%), Ekonomi Daerah (12%), dan Tenaga Kerja (12%).

F. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan problema analisis sensitivitas terhadap perubahan bobot prioritas kriteria keputusan serta pengaruhnya pada urutan prioritas dalam metode AHP.

G. Kontribusi Penelitian

Dengan diketahuinya pengaruh perubahan bobot prioritas kriteria keputusan pada urutan prioritas dalam metode AHP, maka dapat dilihat sejauh mana pengaruh perubahan tersebut berada pada pengambilan keputusan. Disamping itu diharapkan sebagai dasar pemecahan persoalan untuk dasar penelitian bagi penulis, pembaca, dan pengambil keputusan baik pemerintah maupun perusahaan swasta atau instansi yang lain yang menggunakan AHP dalam memecahkan masalah pembangunan atau pengembangan kelembagaan.

(7)

H. Metode Penelitian

Secara umum, Penelitian dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Menguraikan masalah AHP dan menjelaskan landasan aksiomatik, tahapan -tahapan dalam pengambilan keputusan dan prinsip-prinsip dasar AHP

2. Menjelaskan analasis sensitivitas pada AHP dan pengaruhnya terhadap urutan prioritas

3. Menyelesaikan contoh permasalahan pengambilan keputusan AHP dan melakukan analisis sensitivitas pada keputusan sementara,

Referensi

Dokumen terkait

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara gangguan kognitif dengan

utama yang sama yaitu bertani padi dan juga menggunakan sarana produksi irigasi yang sama, tetapi jika dilihat secara kasat mata terdapat perbedaan perkembangan

terhadap inflasi juga dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait harga.. komoditas strategis seperti BBM dan komoditas energi

Dalam hal ini dapat dimisalkan adanya pola yang mengatur posisi bahu dan lengan sehingga tangan terarah secara benar untuk menjalankan tugas spesifik (Guyton, 2008)

Meski kedua pembelajaran dengan media yang berbeda mendapatkan respon yang tinggi dari siswa, tetapi ada perbedaan pada skor presentasenya, yaitu lebih besar

Alasan mengapa dipilih kelas VIII sebagai sampel, karena telah memenuhi karakteristik yang sama dengan populasi, selain itu secara psikologis siswa kelas VIII

Walisongo, 2013), hlm.. tujuan yang sama dalam penggaruhnya terhadap akhlak. Membaca Al-Qur‟an dapat menenangkan jiwa peserta didik ketika kegiatan belajar berlangsung

Hal ini berbeda dengan Australia yang sudah mempunyai kerangka hukum/ aturan hukum nasional yang secara spesifik mengatur penegakan hukum terhadap ancaman maritim yang menyeluruh,