• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT DENGAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT DENGAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PERAWAT DENGAN PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA

Yosiyah Tri Krisyanti1), Yeti Nurhayati2), Joko Kismanto2) 1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2)

Dosen Pembimbing STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK

Salah satu bentuk perlakuan yang baik dari tenaga medis kepada pasien adalah melalui komunikasi interpersonal antar perawat yang terjalin diantara keduanya, dalam hal ini adalah perawat dengan perawat dan perawat dengan pasien, serta perawat melakukaan pendekatan secara individu. Itulah sebabnya komunikasi interpersonal merupakan komponen penting dalam praktek pelayanan keperawatan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara komunikasi interpersonal perawat dengan pelayanan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan

cross sectional. Jumlah sampel 55 responden dan teknik pengambilan sampel dengan

purposive sampling. Alat analisis yang digunakan dengan korelasi rank spearman. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai bahwa komunikasi interpersonal perawat termasuk cukup baik (58,2%) dan yang paling sedikit komunikasi interpersonal tergolong kurang baik (5,5%), sebagian besar responden menilai bahwa pelayanan perawatan termasuk cukup baik (58,2%) dan yang paling sedikit pelayanan keperawatan tergolong kurang baik (14,5%), dan terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal perawat dengan pelayanan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta (rxy = 0,407; p-value = 0,002), adapun kekuatan hubungan

tergolong sedang. Kesimpulan : terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal perawat dengan pelayanan keperawatan.

Kata kunci: Komunikasi interpersonal, pelayanan keperawatan.

ABSTRACT

One form of favorable treatment of medical personnel to the patient is through interpersonal communication among nurses that exists between the two, in this case is a nurse with nurses and nurses with patients and nurses melakukaan individualized approach. That's why interpersonal communication is an essential component in the practice of nursing services. The aim of this study was to determine the relationship between interpersonal communication nurses with nursing care in patient wards Panti Waluyo Hospital Surakarta. This study is a descriptive correlation with cross sectional approach. Number of samples 55 respondents and the sampling technique with purposive sampling. The analytical tool used by Spearman rank correlation. The results showed that most respondents considered that nurses interpersonal communication including good enough (58.2%) and the least relatively poor interpersonal communication (5.5%), the majority of respondents considered that care services including well enough (58, 2%) and the least nursing services classified as poor (14.5%), and there is a relationship between interpersonal communication nurses with nursing care in patient wards Panti Waluyo Hospital Surakarta (r xy = 0.407; p-value = 0.002), As for the strength of the relationship was moderate. Conclusion: there is a relationship between interpersonal communication nurses with nursing services.

(2)

PENDAHULUAN

Perawat merupakan sumber daya manusia terpenting di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan secara konsisten dan terus-menerus selama 24 jam kepada klien (Depkes RI, 2010). Perawat memiliki peran yang besar dalam memberikan pelayanan kesehatan karena memiliki jumlah profesi yang paling dominan di Rumah Sakit yaitu sekitar 55%-65% (Agus, 2009), peningkatan mutu pelayanan kesehatan tidak hanya melalui keterampilan praktek saja, tetapi juga melalui keterampilan dalam berkomunikasi. Keterampilan dalam berkomunikasi akan meningkatkan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien, sehingga membantu perawat dalam memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan klien. Cara perawat dalam menggali informasi yaitu dengan menunjukkan kehangatan terhadap klien (Nasir, 2009).

Kehangatan merupakan aspek nonverbal dari komunikasi interpersonal dalam membangun hubungan pertolongan serta memecahkan masalah klien (Taylor & Lillis, 2005). Kehangatan dalam berkomu-nikasi interpersonal menjadi magnet dalam sebuah hubungan yang akrab sehingga membuat klien menjadi lebih terbuka. Emosi positif semacam itu pada akhirnya akan mempercepat proses penyembuhan klien dan membantu perawat dalam merencanakan tindakan keperawatan lebih lanjut.

Machfoedz (2009) menyatakan bahwa secara umum pasien atau klien merupakan individu terpenting di Rumah Sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit yang akan mengevaluasi hasil dari pelayanan yang diberikan oleh perawat melalui komunikasi terapeutik yang akan menghasilkan perasaan puas dan tidak

puas. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus pada kesem-buhan pasien, dalam berkomunikasi dengan pasien perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan berbagai tehnik komunikasi seoptimal mungkin dengan tujuan mengubah perilaku pasien kearah yang positif. Penelitian yang dilakukan oleh Hanafi, dkk (2012) menyatakan bahwa ada pengaruh komunikasi interpersonal terhadap tingkat kepuasan pasien. Komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya.

Hasil survey dari Citizen Report

Card (CRC) yang mengambil sampel pasien

738 pasien di 23 Rumah Sakit, hasilnya bahwa 65,4% pasien mengeluh terhadap sikap perawat yang kurang ramah, kurang simpatik dan jarang tersenyum. Pemerintah dan Departemen Kesehatan memberikan rekomendasi kepada Rumah Sakit untuk berbenah diri dan berusaha memberikan pelayanan yang berkualitas dan bertanggung jawab. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih adanya pasien yang mengeluh terhadap perilaku perawat yang kurang hangat, keluhan tersebut merupakan masalah yang penting untuk segera ditangani dalam meningkatkan pelayanan profesi keperawat-an.

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 10 November 2014 di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta diperoleh data dari 9 orang pasien yaitu; 4 orang pasien (45%) menyatakan perawat kurang ramah dan

(3)

jarang tersenyum, 2 orang pasien (22%) menyatakan perawat kurang komunikatif, 3 orang pasien (33%) menyatakan nyaman dengan perilaku perawat. Pasien juga pernah menyampaikan kritikan dan saran. Selain itu, informasi dari pasien bahwa perawat pernah mendapatkan kritikan dan saran, maka pada tanggal 15 November 2014 peneliti menerima laporan dokumentasi saran dan kritik pasien di bagian unit pelayanan pada periode bulan September– Oktober 2014 yaitu; 2 pasien mengeluh perawat kurang ramah dan kurang senyum, 1 pasien mengeluh perawat kurang tanggap terhadap keluhan pasien, 1 pasien menyatakan bahwa perawat kurang komunikatif, 2 pasien menyatakan bahwa perawat ramah dan 1 pasien memberikan saran agar pelayanan perawat perlu ditingkatkan..

Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui hubungan komunikasi interpersonal perawat dengan pelayanan keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan

deskriptif kuantitatif dengan pendekatan

cross sectional. Sampel dalam penelitian ini

adalah pasien yang menjalani perawatan di ruang perawatan Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta berjumlah 55 orang dengan teknik

purposive sampling. Teknik analisis data

terdiri dari analisis univariate dan bivariat. Analisis univariate menjelaskan masing-masing variabel yang diteliti, adapun analisis bivariate dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Variabel f % Umur : < 30 tahun 8 14,5 30 – 50 tahun 31 56,4 > 50 tahun 16 29,1 32,31 47 23 Jenis Kelamin Laki-laki 35 63,6 Perempuan 20 36,4 Pendidikan SD 10 18,2 SLTP 0 0,0 SLTA 28 50,9 PT 17 30,9 N = 55

Sumber: Data primer yang diolah, 2015.

Hasil temuan diketahui bahwa sebagian besar responden berumur antara 30–50 tahun (56,4%) dan sebagian kecil mempunyai umur kurang dari 30 tahun (14,5%). Hal ini berarti responden masih dalam usia produktif dan matang dalam berfikir. Menurut Sunaryo (2005), bahwa umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dalam berfikir dan bertindak, hal ini disebabkan adanya faktor kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir, kematangan umur seseorang akan lebih tepat dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan, dengan demikian semakin dewasa umur seseorang maka semakin baik dalam menilai pelayanan keperawatan di rumah sakit

Dilihat dari jenis kelamin sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin laki-laki (63,6%) dan lainnya berjenis kelamin perempuan (36,4%). Hasil penelitian ini kurang sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Trisnantoro (2006)

(4)

bahwa tingginya angka kesakitan pada perempuan daripada angka kesakitan pada lakilaki menyebabkan perempuan membu-tuhkan pelayanan kesehatan yang lebih banyak, sehingga perempuan lebih sering memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit maupun puskesmas.

Dilihat dari tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SLTA (50,9%) dan sebagian kecil mempunyai pendidikan SD (18,2%). Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan (Trisnantoro, 2006). Masyarakat yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang lebih tinggi pula, sehingga akan menuntut layanan yang lebih baik. Mereka yang berpendidikan tinggi memilih rumah sakit daripada puskesmas, karena pelayanan rumah sakit lebih lengkap daripada puskesmas.

Komunikasi Interpersonal Tabel 2. Komunikasi interpersonal

Komunikasi Interpersonal F % Kurang Cukup Baik 3 32 20 5,5 58,1 36,4 Jumlah 55 100,0

Sumber: Data yang diolah, 2015.

Berdasarkan hasil penelitian tentang komunikasi interpersonal perawat diketahui bahwa sebagian besar mempunyai komunikasi interpersonal cukup baik yaitu sebanyak 32 responden (58,2%) dan yang paling sedikit responden mempunyai komunikasi interpersonal tergolong kurang

baik yaitu sebanyak 3 reponden (5,5%). Komunikasi memegang peranan sangat penting dalam pelayanan keperawatan, bahkan dapat dikatakan komunikasi merupakan kegiatan mutlak dan menentukan bagi hubungan / interaksi perawat – pasien untuk menunjang kesembuhan pasien. Sehingga hubungan komunikasi interpersonal perawat, pasien menentukan kepuasan terhadap pelayanan keperawatan yang dirasakan oleh pasien. Kepuasan pasien sangat terpengaruh terhadap komunikasi interpersonal perawat ketika mereka menjalani perawatan.

Berdasarkan hasil uji deskriptif diperoleh hasil bahwa rata-rata perawat mempunyai komunkasi interpersonal yang cukup baik. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar perawat rawat inap merasa nyaman dengan komunikasi interpersonal yang selama ini dijalani. Hal ini diharapkan berdampak pada mutu pelayanan keperawatan yang tinggi, hal ini dapat diartikan bahwa pelayanaan keperawatan yang diberikan sesuai dengan harapan yang diinginkan pasien.

Menurut Uchjana (2008),

komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan, dalam hal ini antara perawat dengan pasien. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Pentingnya komunikasi interpersonal bagi perawat ialah karena perawat dapat mengetahui diri pasien selengkap-lengkapnya. Perawat dapat mengetahui namanya, pekerjaannya, pendidikannya, agamanya, pengalamannya, cita-citanya, dan sebagainya, yang penting adalah dapat mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya. Dengan demikian perawat dapat mengarahkan pasien kesuatu tujuan sebagaimana pasien inginkan, dengan begitu

(5)

pasien akan merasa puas dan terpenuhi harapannya.

Jenis komunikasi yang paling sering digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara interpersonal, yaitu komunikasi interpersonal yang terjalin antara dua orang atau lebih dalam hal ini komunikasi antara perawat dan pasien, terutama komunikasi perawat baik dengan pasien maupun keluarga pasien. Komunikasi interpersonal biasanya lebih akurat dan tepat, serta juga merupakan komunikasi yang berlangsung dalam rangka membantu memecahkan masalah klien demi meningkatkan kepuasan (Mundakir, 2006).

Pelayanan Keperawatan Tabel 2. Pelayanan Keperawatan

Pelayanan Keperawatan F % Kurang Cukup Baik 8 32 15 14,5 58,2 27,3 Jumlah 55 100,0

Sumber: Data yang diolah, 2015.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa pelayanan keperawatan pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit diketahui sebagian besar menilai bahwa pelayanan keperawatan tergolong cukup baik yaitu sebanyak 32 orang (58,2%), sedangkan yang menilai bahwa pelayanan keperawatan baik sebanyak 15 responden (27,3%) dan yang hanya mempunyai pelayanan keperawatan kurang baik sebanyak 8 orang (14,5%) dari keseluruhan responden yang diteliti.

Hasil penelitian tentang pelayanan keperawatan menunjukkan bahwa sebagian besar pasien menilai bahwa pelayanan keperawatan tergolong cukup baik (58,2%).

Masih ada 14,5% responden yang menilai bahwa pelayanan keperawatan tergolong kurang baik. Pelayanan keperawatan yang dimaksudkan peneliti pada penelitian kali ini adalah penilaian pasien terhadap reliability,

assurance, tangible, empathy, dan

responsiveness yang ditunjukkan oleh

perawat terhadap pasien selama memberikan pelayanan. Reliability (kehandalan) perawat yang dimaksud adalah kemampuan perawat untuk melaksanakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

Assurance (jaminan/ keyakinan) perawat

adalah pengetahuan, kemampuan, dan kesopanan seorang perawat yang dapat menimbulkan kepercayaan dan keyakinan bagi pasien. Tangible (bukti fisik) perawat adalah penilaian pasien terhadap penampilan fisik perawat. Empathy (perhatian) perawat adalah perhatian yang ditunjukkan perawat terhadap pasien, sedangkan responsibility

(ketanggapan) perawat adalah kemampuan untuk membantu pasien dalam memberikan pelayanan yang cepat.

Di antara aspek mutu yang lain, aspek empathy (perhatian) dan aspek

assurance (jaminan) perawat yang masih

dinilai tidak baik oleh responden. Dari segi assurance, yang sering dikeluhkan adalah tentang kurangnya keramahan perawat terhadap pasien dan kurangnya penjelasan dari perawat tentang kondisi pasien. Selain itu, dari segi empathy, kesabaran perawat dan perlakuan yang kasar terhadap keluarga pasienlah yang dinilai sangat tidak baik.

Menurut Undang-undang R.I No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, bahwa perawat diartikan sebagai orang yang memiliki kemampuan dan kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan

(6)

(Ali, 2010). Perawat menurut Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor

HK.0202/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan peraat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Kemenkes, RI, 2010). Menurut Henderson (1980) yang dikutip oleh Nursalam (2008) bahwa perawat adalah upaya membantu individu yang sehat maupun sakit, dari lahir sampai meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara mandiri, dengan menggunakan kekuatan, kemauan, atau pengetahuan yang dimiliki seorang perawat. Perawat merupakan orang yang mengurus dan melindungi dan orang yang dipersiapkan untuk merawat orang sakit, orang yang cidera, dan lanjut usia. Oleh sebab itu, perawat berupaya mencipyakan hubungan yang baik dengan pasien untuk menyembuhkan (proses penyembuhan) dan meningkatkan kesehatan.

Hubungan komunikasi interpersonal dengan pelayanan keperawatan

Tabel 3. Hasil Analisis korelasi rank spearman Variabel Nilai Rank

Spearman p-value Komunikasi interpersonal >< pelayanan keperawatan 0,407 0,002

Berdasarkan hasil analisis korelasi

Rank Spearman) diketahui bahwa nilai

korelasi hitung sebesar 0,407 dengan nilai probabilitas 0,002 (p value < 0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara komunikasi interpersonal dengan pelayanan keperawatan, artinya bahwa

semakin baik komunikasi interpersonal tersebut maka semakin baik dan meningkat pula pelayanan keperawatan, adapun keeratan hubungan tersifat sedang.

Berdasarkan pengamatan, peneliti berasumsi bahwa pelayanan perawat terhadap pasien sangat berhubungan dengan kepuasan pasien sehingga dalam memberikan pelayanan, perawat harus memberikan secara professional agar sesuai harapan pasien serta memberikan kepuasan tersendiri buat pasien. Hal ini dapat dilihat dari komunikasi interpersonal perawat berada pada kategori cukup, komunikasi interpersonal perawat terhadap pasien baik, seperti saat berkomunikasi selalu bertatap muka, tidak berbelit-belit, membantu pasien, tanggap, mampu mendengarkan keluhan pasien, memberikan perhatian kepada pasien, dan memberikan gambaran saat pasien tidak mengerti apa yang dimaksud oleh perawat, sehingga pasien merasa terpenuhi harapannya.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Khotimah, Nudul, dkk (2012) yang meneliti tentang hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pelayanan Keperawatan, hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel komunikasi terapeutik dengan kepuasan pelayanan keperawatan. Di samping itu penelitian ini semakna dengan penelitian yang dilakukan oleh Sandra, Roma (2014) yang meneliti tentang hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Instalasi Rawat Inap Non Bedah, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di IRNA Non Bedah

(7)

(Penyakit Dalam Pria dan Wanita) RSUP Dr. M. Djamil Padang.

SIMPULAN

1. Karakteristik responden diketahui : sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin laki-laki (63,6%), umur antara 30-50 tahun (56,4%), dan tingkat pendidikan SLTA (50,9%).

2. Komunikasi interpersonal perawat termasuk kategori kurang sebanyak 3 orang (5,5%), cukup sebanyak 32 orang (58,2%) dan baik sebanyak 20 orang (36,4%), hal ini berarti mayoritas responden mempunyai penilaian komunikasi interpersonal perawat kategori cukup baik.

3. Pelayanan keperawatan termasuk kategori kurang sebanyak 8 orang (14,5%), cukup sebanyak 32 orang (58,2%) dan baik sebanyak 15 orang (27,3%), hal ini berarti mayoritas responden mempunyai penilaian bahwa pelayanan keperawatan dalam kategori cukup baik.

4. Terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal perawat dengan pelayanan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta (rxy = 0,407; p-value = 0,002) dan kekuatan hubungan tergolong sedang.

SARAN

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan agar rumah sakit secara terus menerus dan terencana melakukan evaluasi terhadap pelayanan, terutama yang berkaitan dengan komunikasi interpersonal perawat untuk memenuhi harapan pasien dan keluarga saat menjalani perawatan di rumah sakit.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Dalam memberikan pelayanan

keperawatan hendaknya tenaga kesehatan tidak melupakan komunikasi dalam setiap tindakannya, sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai penyakit dan perawatannya. 3. Bagi Peneliti berikutnya

Sebagai database untuk penelitian lebih

lanjut mengenai komunikasi

interpersonal perawat hubungannya dengan pelayanan keperawatan pada pasien dan keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Suyanto. (2009). Mengenal

Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit. Yogyakarta: Mitra Cendekia.

Depkes. R.I., (2009). Sistem Kesehatan

Nasional. Jakarta

Depkes. R.I., (2010). Standar Manajemen

Pelayanan Keperawatan dan

Kebidanan., Jakarta: Direktorat Yan Kep. Dirjen Yan. Med.

Devito, A. Joseph. (2009). Komunikasi

Antarmanusia. Tangerang : Karisma

Publishing Group.

Gunarsa, S. (2009). Psikologi Keperawatan. Jakarta: Gunung Mulia.

Hanafi, I. dan Richard, Selvia. (2012). Ketrampilan Komunikasi Interpersonal Perawat Berpengaruh Peningkatan Kepuasan Pasien. Jurnal STIKES. Volume 3, No. 2, Desember 2012.

(8)

Hardjana, Agus. M. (2007). Komunikasi

intrapersonal & Komunikasi

Interpersonal. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Joyce, Travelbee. (2009). Interpersonal

Aspects of Nursing. F.A. Davis Co.

Kemenkes, R.I, (2010). Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor HK.0202/

MENKES/148/I/2010 tentang izin dan

penyelenggaraan praktik perawat.

Jakarta: Kemenkes.

Khotimah, Nurul, dkk. (2012). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pelayanan Keperawatan di Ruang Inayah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong.

Jurnal Ilmiah Kesehatan

Keperawatan. Volume 8, No. 2. Juni

2012.

Machfoedz, Mahmud. (2004). Komunikasi

Keperawatan, (Komunikasi

Terapeutik). Yogyakarta: Ganbika.

Miller, K. (2007). Communication Theories:

Perspective, Processes, and Contexts.

The McGraw-Hill Company.

Mundakir, (2006). Komunikasi Keperawatan

Aplikasi Dalam Pelayanan,

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nasir, Abdul. (2009). Komunikasi dalam

Keperawatan. Jakarta: Salemba

Empat.

Sandra, Rhona. (2014). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Instalasi Rawat Inap Non Bedah (Penyakit Dalam Pria dan Wanita) RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Jurnal Keperawatan. STIKES Syedza Saintika Padang.

Taylor, Lilis & LeMore. (2005). Fundamental of Nursing; The Art and Sciende of

Nursing Care. Third Edition.

Philadelphia: Lippincot-Raven Publiatrion.

Tjiptono, F. (2008). Strategi Pemasaran: Edisi 3. Yogyakarta : Andi Offset.

Wisnuwardhani dan Fatmawati. (2012).

Hubungan Interpersonal. Jakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ayat tersebut, kita ketahui bahwa tujuan jelas dan terbatas, yaitu perencanaan persiapan dalam menghadapi ‘masa-masa kelaparan’, dengan menggunakan

The persistence of herbicides applied in vineyards has become a concern in recent years due to their wide use. Investigations into the fate of herbicides in a vineyard in the

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2015 tentang Batas Daerah Kabupaten Tolitoli dengan Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah (Berita Negara

Metode insiden kritis membuat satu catatan tentang contoh-contoh yang luar biasa baik atau tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan dengan kerja seorang karyawan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Sekretaris Daerah tentang Pembentukan Tim Pendamping Program Pinjaman

a) Halaman Judul (huruf kapital, mencantumkan nama penulis, nomor induk mahasiswa, dan perguruan tinggi asal dan logonya). b) Lembar Pengesahan (memuat judul, nama penulis,

Untuk menambah pengetahuan penulis tentang bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak pengguna jasa laundry pakaian serta pertanggungjawaban pihak pelaku usaha

Sedangkan hipotesis minor yang kedua adalah, ada hubungan positif antara kepercayaan nasabah terhadap organisasi dengan loyalitas nasabah.Subyek penelitian berjumlah 70 orang