SKRIPSI
PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,
TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM
RESIRKULASI
Oleh :
REZA SEPTIAN FIRDAUSI SURABAYA – JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
N a m a : REZA SEPTIAN FIRDAUSI N I M : 141011106
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul :
PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN, TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI
adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, Juli 2014 Yang membuat pernyataan,
REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157
Materei
SKRIPSI
PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,
TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM
RESIRKULASI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama
Muhammad Arief, Ir., M.Kes. NIP. 19600823 198601 1 001
Pembimbing Serta
SKRIPSI
PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,
TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM
RESIRKULASI
Oleh :
REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157
Telah diujikan pada Tanggal : 17 Juli 2014
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Agustono, Ir., M.Kes.
Anggota : Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, Drh., MP.. Prayogo, S.Pi., M.Si.
Muhammad Arief, Ir., M. Kes.
Surabaya, 21 Juli 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga Dekan,
RINGKASAN
REZA SEPTIAN FIRDAUSI. Pengaruh Substitusi Cacing Tanah Menggunakan Pakan Komersial (Pasta) Terhadap Pertumbuhan, Tingkat Konsumsi dan Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Dosen Pembimbing Pertama Muhammad Arief, Ir., M.Kes dan Dosen Pembimbing Kedua Dr. M. Anam Al-Arif, Drh., MP.
Belut sawah (Monopterus albus) merupakan ikan dari family
Synbranchidae yang banyak dikonsumsi. Di Pulau Jawa seperti Jabodetabek
terpenuhi 30-50%, Jawa Timur dan Jawa Tengah 30-40%. Kegiatan budidaya
belut dapat menggunakan lumpur sebagai media budidaya. Akan tetapi dalam
kegiatan budidaya terdapat beberapa kendala yang sering muncul, yaitu harga
pakan yang cukup tinggi dan budidaya menggunakan media lumpur cenderung
lebih sulit dalam mengontrol pertumbuhan. Hal tersebut dapat diatasi dengan
pemberian pakan yang tepat serta pemeliharaan menggunakan media resirkulasi
yang dapat memacu pertumbuhan yang lebih cepat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah
menggunakan pakan komersial (pasta) terhadap pertumbuhan, tingkat konsumsi
dan rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus). Metode penelitian
yang digunakan adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah :
100% pakan cacing tanah (P0), 75% pakan cacing tanah dan 25% komersial
(pasta) (P1), 50% pakan cacing tanah dan 50% komersial (pasta) (P2) dan 25%
pakan cacing tanah dan 75% komersial (pasta) (P3), 100% pakan komersial
(pasta) (P4). Parameter utama yang diamati adalah pertumbuhan, tingkat
konsumsi dan rasio konversi pakan. Parameter penunjang yang diamati adalah
kualitas air, meliputi suhu, kelarutan oksigen, pH dan amoniak. Analisis data
menggunakan Analisis Varian (Anova) dan untuk mengetahui perbedaan antar
perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan substitusi cacing tanah
(p<0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik, tingkat konsumsi dan rasio konversi
pakan. Laju pertumbuhan terbaik pada P1 (1,50%), kemudian berturut-turut
diikuti oleh perlakuan P0 (1,31%), P2 (1,14%), P4 (0,78) dan P3 (0,55%). Tingkat
konsumsi tertinggi diperoleh pada P1 (95,45) dan tingkat konsumsi pakan
terendah diperoleh pada P3 (82,95). Rasio konversi pakan terendah diperoleh pada
P1 (1,92) dan rasio konversi pakan tertinggi diperoleh pada P3 (4,09). Kualitas air
media pemeliharaan belut sawah adalah suhu 27-300C, pH 7-8, oksigen terlarut
SUMMARY
REZA SEPTIAN FIRDAUSI. Effect of Earthworm Substitution Using Commercial Feed (Pasta) To Growth, Consumption and Feed Conversion Ratio Eel Rice (Monopterus albus) were maintained Recirculation System. First Supervisor Muhammad Arief, Ir., Kes and Second Supervisor Dr. M.
prices and cultured using media mud tends to be more difficult to control growth.
This can be overcome by proper feeding and maintenance using a recirculating
media to spur faster growth.
This study aims to determine the effect of substitution of earthworms
using commercial feed (paste) on the growth, the level of consumption and feed
conversion ratio rice field eel (Monopterus albus). The method used was
experimental with a completely randomized design (CRD) with five treatments
and four replications. The treatments used were: 100% feed earthworms (P0),
75% feed earthworms and 25% commercial (pasta) (P1), 50% feed earthworms
and 50% commercial (pasta) (P2) and 25% feed worms land and 75% commercial
(pasta) (P3), 100% commercial feed (paste) (P4). The main parameters measured
were growth, the level of consumption and feed conversion ratio. Parameters
measured were supporting water quality, including temperature, dissolved
oxygen, pH and ammonia. Analysis of data using variant analysis (ANOVA) and
to know the difference between treatments performed Duncan's Multiple Range
Test.
The results showed that the substitution of feeding earthworms with
commercial feed (paste) gives a significantly different effect (p<0.05) on the
specific growth rate, consumption rate and feed conversion ratio. The growth rate
of the best in P1 (1.50%), then a row followed by P0 (1.31%), P2 (1.14%), P4
the lowest level of feed intake was obtained on P3 (82.95). Lowest feed
conversion ratio obtained in P1 (1.92) and the highest feed conversion ratio was
obtained on P3 (4.09). Water quality maintenance media eel rice is 27-300C
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rakhmat, taufiq serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi tentang Pengaruh
Substitusi Cacing Tanah Menggunakan Pakan Komersial (Pasta) Terhadap
Pertumbuhan, Tingkat Konsumsi dan Rasio Konversi Pakan Belut Sawah
(Monopterus albus) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga Surabaya.
memberikan arahan, masukan serta bimbingan sejak penyusunan usulan
hingga penyelesaian Skripsi ini.
3 Bapak Agustono, Ir., M.Kes., Ibu Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, Drh.,
MP. dan Bapak Prayogo, S.Pi., M.Si. Dosen Penguji yang telah memberikan
masukan, kritik dan saran atas penyempurnaan Skripsi ini.
4 Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si. Dosen Wali yang telah memberikan
masukan serta saran dalam proses akademik dari semester awal hingga
semester akhir.
5 Seluruh dosen dan staf Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian Skripsi ini.
6 Keluargaku tercinta Mama, Papa, serta Kakakku tersayang yang senantiasa
memberikan doa, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan Skripsi ini.
7 Teman-teman satu tim Rama, Siska, Ully dan Rachmat yang telah membantu
8 Harini Citra yang telah setia membantu, menemani, memberikan doa serta
motivasi hingga selesainya Skripsi ini.
9 Dyo, Ardhito, Slamet, Faiz, Fajar, Arsya, Hartono, Okky, Ayulana dan
teman-teman “Piranha 2010” yang telah memberikan bantuan, masukan dan
semangat dalam penyelesaian Skripsi ini.
10 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun
penyelesaian Skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat
memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta
perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya
perairan.
Sidoarjo, 6 Juli 2014
Penulis
IV METODOLOGI ... 18
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
4.2 Materi Penelitian ... 18
4.2.1 Bahan Penelitian ... 18
4.2.2 Peralatan Penelitian ... 18
4.3 Metode Penelitian ... 18
4.3.1 Rancangan Penelitian ... 19
4.3.2 Penghitungan Nutrisi Pakan Perlakuan ……… 20
4.3.3 Prosedur Kerja ... 21
4.3.4 Pemeliharaan penelitian ... 21
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Denah Penelitian ... 19
4.2 Analisis Proximat Bahan Kering 100% ... 20
4.3 Komposisi Nutrisi Analisis Pakan Perlakuan Bahan Kering 100% ... 20
5.1 Data rata-rata Tingkat Konsumsi Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 27
5.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 28
5.3 Data rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 29
5.4 Data rata-rata Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 30
5.5 Nilai Kisaran Kualitas Air Media Pemeliharaan Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 31
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Belut Sawah (Monopterus albus) ... 5
2.2 Cacing Tanah (Lumbricus sp.) ... 9
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 16
4.1 Diagram Alir Penelitian ... 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Analisis Proximat Cacing Tanah (Lumbricus sp.) ... 44
2. Hasil Analisis Proximat Pakan Komersial (Pasta) ... 45
3. Data berat total dan berat rata-rata belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari ... 46
4. Laju pertumbuhan spesifik (%) belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari. ... 47
5. Analisis statistik data laju pertumbuhan spesifik (%) belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari ... 48
6. Data pertumbuhan panjang total tubuh belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari (cm). ... 50
7. Data pertumbuhan panjang mutlak (cm) dan analisis statistik pertumbuhan panjang mutlak belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari. ... 51
8. Data jumlah pakan yang dikonsumsi belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari ... 53
9. Analisis statistik tingkat konsumsi belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari.. ... 54
10. Berat rata-rata ikan awal, berat rata-rata ikan akhir, jumlah pakan yang dikonsumsi dan rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari (cm)... 56
11. Analisis statistik data rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari.. ... 57
I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
! "
# $%%&
$%%' ( )
*%% " " +%,'% "
-.&. $%%'
Belut pada habitat aslinya hidup di dalam lumpur dan membuat sebuah
lubang pada pematang sawah atau pinggir sungai (Junariyata, 2009). Kegiatan
budidaya belut dapat menggunakan lumpur sebagai media budidaya. Media
budidaya menggunakan lumpur cenderung lebih sulit dalam mengontrol
pertumbuhan serta konversi pakan belut, oleh karena itu perlu adanya media lain
yang lebih efisien yang dapat menggantikan media budidaya belut.
Menurut Tanribali (2007) dalam budidaya sistem intensif, salah satunya
dapat ditingkatkan dengan padat penebaran yang tinggi sehingga mampu
mempertahankan tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Permasalahan
pada umumnya terjadi penurunan kualitas air yang diakibatkan penumpukan
bahan organik berupa feses dan sisa pakan. Upaya pencegahan kualitas air yang
menurun dengan menggunakan sistem resirkulasi, sehingga memungkinkan
Sistem resirkulasi sebagai budidaya perairan secara intensif merupakan suatu
alternatif yang digunakan di daerah yang memiliki sumberdaya air dan lahan yang
terbatas sehingga air buangan dalam wadah dapat digunakan kembali.
Pemicu pertumbuhan belut sawah berkaitan erat dengan kebiasaan makan,
jenis pakan dan frekuensi pemberian pakan yang diberikan karena pakan
merupakan salah satu faktor utama yang sangat penting dalam usaha peningkatan
produktivitas budidaya belut (Ansari dan Nugroho, 2009).
Pakan yang digunakan untuk media budidaya belut adalah cacing tanah
sebanyak 5% dari biomass belut. Protein merupakan faktor utama yang
mempengaruhi pertumbuhan optimal belut, dengan nilai optimum 35,7% (Yang et
al., 2000). Cacing tanah dengan BK 25,28% memiliki kandungan protein sebesar
18,61%, sedangkan cacing tanah dengan BK 67,72% memiliki kandungan protein
sebesar 49,83%. Harga cacing tanah satu kilogram mencapai Rp. 100.000,00
membuat proses budidaya berjalan tidak efektif. Tingginya harga pakan cacing
tanah dapat disubstitusikan dengan pakan komersial (pasta) yang harganya Rp.
19.000,00 tiap satu kilogram. Substitusi menggunakan pakan komersial (pasta)
akan menekan biaya produksi pada budidaya belut sawah (Monopterus albus).
Substitusi menggunakan pakan komersial (pasta) dengan nilai protein
43,16% dapat berguna sebagai penurun biaya pakan dalam mengoptimalkan
budidaya belut. Pakan cacing tanah jika disubstitusikan dengan pakan komersial
(pasta) akan menambah tingkat konsumsi pakan, sehingga berpengaruh terhadap
komersial (pasta) memiliki kelebihan yaitu bentuk dari pakan komersial (pasta)
tersebut lembut, sehingga mempermudah belut untuk mengkonsumsi pakan.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan :
1. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta)
berpengaruh terhadap pertumbuhan belut sawah (Monopterus albus)?
2. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta)
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan belut sawah (Monopterus
albus)?
3. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta)
berpengaruh terhadap konversi pakan belut sawah (Monopterus albus)?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah :
1. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan
komersial (pasta) terhadap pertumbuhan belut sawah (Monopterus albus).
2. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan
komersial (pasta) terhadap tingkat konsumsi pakan belut sawah
(Monopterus albus).
3. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan
komersial (pasta) terhadap konversi pakan belut sawah (Monopterus
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah memberikan informasi
ilmiah bagi ilmuwan, mahasiswa dan para pembudidaya belut sawah (Monopterus
albus) tentang penggunaan substitusi yaitu cacing tanah dengan pakan komersial
(pasta) yang dibudidaya menggunakan media air bersih dengan sistem resirkulasi
terhadap pertumbuhan, tingkat konsumsi dan rasio konversi pakan.
Budidaya dengan metode resirkulasi akan lebih mudah di aplikasikan,
sebab tidak perlu lagi menggunakan media lumpur sebagai media budidaya. Hal
ini disebabkan karena media budidaya telah digantikan dengan media air yang
lebih mudah didapatkan serta penggunaan metode resirkulasi yang dapat menjaga
kualitas air pada media budidaya. Biaya pakan dapat diminimalisir dengan adanya
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belut Sawah (Monopterus albus) 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi belut (Monopterus albus) menurut Saanin (1968) adalah
sebagai berikut:
Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Synbranchoidea Famili : Synbranchoidae Genus : Monopterus Spesies : Monopterus albus
Secara taksonomi, belut termasuk kedalam Kelas Pisces, akan tetapi ciri
fisiknya sedikit berbeda dengan Kelas Pisces lainnya. Tubuh belut hampir
menyerupai ular, yaitu gilig (silindris) memanjang, tidak bersisik. Kulit belut
berwarna kecoklatan, mulut dilengkapi dengan gigi-gigi runcing kecil-kecil
berbentuk kerucut dengan bibir berupa lipatan kulit yang lebar di sekitar mulut
(Roy, 2010).
Belut bersifat karnivora dan memakan jasad renik berupa zooplankton dan
zoobenthos pada saat masih berukuran benih, sedangkan bila berukuran dewasa
belut akan memakan larva serangga, cacing, siput, berudu maupun benih ikan lain
(Wirosaputro, 1978). Morfologi belut sawah dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Belut memiliki alat pernapasan tambahan yakni berupa kulit tipis
berlendir yang terdapat di rongga mulut. Alat tersebut berfungsi menyerap
oksigen secara langsung dari udara (Tay et al., 2003). Belut beraktivitas pada
malam hari (nocturnal) dan cenderung bersembunyi di lubang atau di celah-celah
tanah liat (Mutiani, 2011).
2.1.2 Kebutuhan Nutrisi Belut
Asmawi (1983) menyatakan bahwa faktor pakan memiliki peranan yang
sangat penting dalam pertumbuhan individu serta meningkatkan produksi. Pakan
yang dapat digunakan dalam kegiatan usaha budidaya diatur sesuai dengan sifat
hewan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi.
Belut merupakan hewan karnivora yang memakan jasad renik ketika
masih benih (Wirosaputro, 1978). Menurut Sarwono (2010) pemberian pakan
dimulai sebanyak 5% berat tubuh. Pakan dari bahan hewani merupakan sumber
protein utama yang dapat diberikan untuk ikan karnivora karena kandungan
proteinnya tinggi.
Protein yang diserap oleh ikan akan digunakan sebagai sumber energi,
untuk memperbaiki protein jaringan, dan untuk pertumbuhan. Ketersediaan
protein dibutuhkan secara terus-menerus karena asam amino digunakan untuk
membentuk protein baru (selama pertumbuhan dan reproduksi) atau mengganti
protein yang rusak saat pemeliharaan. Kekurangan asam amino essensial akan
menyebabkan rendahnya pemanfaatan protein pakan sehingga menghambat
pertumbuhan, pertambahan bobot tubuh, dan efisiensi pakan. Protein mempunyai
jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
Menurut Yang et al. (2000) protein merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan belut, dengan nilai optimum 35,7 %. Rasio protein menjadi energi
sebesar 31,6-38,9 (Khanh, 2010).
Tingkat pemanfaatan karbohidrat dalam pakan umumnya rendah pada
khususnya hewan karnivora, karena pada ikan sumber energi utama adalah
protein. Ikan karnivora lebih sedikit mengkonsumsi karbohidrat dibandingkan
dengan omnivora dan herbivore. Karbohidrat berdasarkan analisa proximat terdiri
dari serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Gusrina, 2008). Afrianto dan
Liviawaty (2005) menyatakan bahwa ikan karnivora membutuhkan karbohidrat
hanya 10-20% karena kemampuan mencernanya relatif rendah.
Kemampuan lemak sebagai sumber energi utama adalah untuk
menghasilkan energi jauh lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat atau
protein. Ikan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam mengkonsumsi
protein, sehingga peranan lemak sebagai sumber energi menempati kedudukan
setelah protein yang menyebabkan lemak memiliki peranan penting sebagai
sumber energi terutama terdapat pada ikan karnivora (Afrianto dan Lyviawati,
2005). Fungsi lain dari lemak yaitu untuk melindungi organ-organ tubuh dari
kerusakan yang diakibatkan oleh guncangan atau benturan, lemak juga merupakan
bahan pakan yang mengandung vitamin A, D, E dan K (Poedjiadi dan Supriyanti,
2009). Menurut Yang et al. (2000) dalam Tan et al. (2007) menyatakan bahwa
Mineral merupakan elemen anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam
pembentukan jaringan dan berbagai fungsi metabolisme dan osmoregulasi
sehingga dibutuhkan ikan untuk hidup normal (Afrianto dan Lyviawati, 2005).
Menurut Yang et al. (2000) dalam Tan et al. (2007) menyatakan bahwa pakan
untuk belut membutuhkan mineral sekitar 3%.
Kebutuhan energi yang diperoleh dari pakan akan dapat memberikan
pertumbuhan dan perkembangan ikan budidaya jika pakan yang diberikan
mempunyai kandungan nutrisi yang cukup untuk setiap jenis ikan. Pemanfaatan
energi pada belut sawah dimulai dari pakan yang masuk di dalam tubuhnya.
(Gusrina, 2008). Menurut Buwono (2000) pemanfaatan energi tersebut dianggap
sebagai energi bruto atau Gross Energy (GE) yang didistribusikan dalam dua
proses yaitu proses pencernaan sekitar 85% dan pengolahan hasil-hasil buangan
proses pencernaan sekitar 15%.
2.2 Cacing Tanah (Lumbricus sp.)
Rukmana (1999) menyatakan, klasifikasi cacing tanah adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia Phylum : Annelida Classis : Chaetopoda Ordo : Oligochaeta Family : Lumbricidae Genus : Lumbricus
Species : Lumbricus sp.
Tubuh cacing tanah dapat dibagi menjadi lima bagian yang terdiri atas
bagian depan (anterior), bagian belakang (posterior), bagian tengah, bagian
umumnya silindris memanjang. Mulut terdapat pada segmen yang pertama
sedangkan anus pada segmen yang terakhir (Rukmana, 1999). Morfologi cacing
tanah dapat dilihat pada gambar 2.2.
Cacing tanah dapat hidup dan berkembang biak pada habitat alami dan
habitat buatan manusia. Di habitat alaminya, cacing tanah hidup dan berkembang
dalam tanah (Rukmana, 1999). Pakan yang baik untuk belut pada pemeliharaan
dengan menggunakan air bersih yaitu cacing tanah karena menunjukkan
pertumbuhan berat 7,38 g dan panjang 5,61 cm yang tertinggi di antara pakan
jenis yang lain. Hal ini disebabkan protein cacing tanah memiliki nilai protein
yang tinggi yaitu 59,47% (Ansari dan Nugraho, 2009). Analisis proximat yang
sudah dilakukan sebelumnya terdapat hasil protein 18,61%, BK 25,28% dan
lemak 2,86%.
Gambar 2.2. Lumbricus sp. (Anonim, 2010)
2.3 Pakan Komersial
Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan terutama belut sawah. Bahan baku dari pakan komersial
mempunyai kandungan nutrisi spesifik sehingga bahan baku yang diolah secara
tepung atau remah dan pasta (Khairuman dan Amri, 2002). Sasongko dkk. (2007)
menyatakan pasta merupakan pakan tenggelam yang sebelum diberikan perlu
ditambahkan air terlebih dahulu. Kelebihan dari pakan bentuk pasta adalah lembut
dan dapat menebarkan aroma bau pakan kedalam air, sehingga menimbulkan
nafsu makan belut. Indrawan (1996) menyatakan bahwa pakan benih belut
berbentuk pasta ini dibuat dari cincangan daging kerang dan cacing yang telah
dilumatkan menjadi bubur, kemudian diletakkan di cawan dan ditaruh di dasar
bak. Pakan buatan diberikan dua per tiga dari jatah konsumsi setiap harinya
sedangkan sepertiga masih tetap diberikan berupa pakan dari potongan-potongan
daging ikan (Dinas Kelautan Perikanan Jawa Tengah, 2011). Pakan buatan yang
diberikan adalah pakan buatan dalam bentuk pasta dengan kandungan protein
43,16%
2.4 Media Pemeliharaan
$%*% /
(
)
" $%%& /
( /
" $%%&
Media pemeliharaan yang telah dikembangkan selain lumpur, belut juga
dapat dibudidayakan pada media pemeliharaan dengan air bersih (Dinas Kelautan
Perikanan Jawa Tengah, 2011). Sistem sirkulasi air dapat membantu distribusi
oksigen ke segala arah baik di dalam air maupun difusinya atau pertukaran dengan
udara dan dapat menjaga akumulasi atau mengumpulnya hasil metabolisme
beracun sehingga kadar racun dapat dikurangi (Kelabora dan Sabariah, 2010).
Sistim resirkulasi memiliki kelebihan yaitu perlakuan yang sangat praktis, belut
mudah terpantau pertumbuhannya dan kualitas air pada media budidaya dapat
terjaga (Dinas Kelautan Perikanan Jawa Tengah, 2011).
2.5 Pertumbuhan Belut
Pertumbuhan individu ikan adalah pertambahan ukuran baik panjang
maupun berat dalam satu waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila terdapat
kelebihan input energi dan asam amino yang berasal dari pakan (Effendie, 2002).
Mudjiman (2004) menyatakan bahwa laju pertumbuhan adalah perbedaan
pertumbuhan mutlak yang terukur berdasarkan urutan waktu tertentu. Menurut
Khairuman dan Amri (2008) pertumbuhan belut dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam merupakan faktor yang
berhubungan dengan keadaan belut itu sendiri meliputi keturunan, umur,
ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan belut untuk memanfaatkan pakan.
hidup meliputi faktor faktor fisika dan kimia air. Ruang gerak dan ketersediaan
pakan dari segi kualitas dan kuantitas pakan juga termasuk dalam faktor luar.
Mashuri dkk. (2012) mengungkapkan bahwa pakan jenis cacing tanah
menghasilkan nilai pertumbuhan berat dan panjang tertinggi dibandingkan dengan
perlakuan pemberian pakan dengan cacing sutera, keong mas, ikan rucah dan
pellet.
2.6 Tingkat Konsumsi Belut
Pakan yang dikonsumsi belut akan mempengaruhi keberhasilan hidup,
pertumbuhan serta kematangan gonad bagi tiap-tiap individu belut. Belut
memperoleh pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bentuk mulut,
lingkungan habitat dan jenis dari belut tersebut (Effendie, 2002)
Nilai tingkat konsumsi belut adalah 75 gram (Jeffrey, 2007). Faktor lain
yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah nafsu makan. Nafsu
makan dapat dipengaruhi dari rasa lapar, kebiasaan waktu makan dan stress pada
belut. Rasa lapar yang tinggi akan mempengaruhi nafsu makan dan stress pada
belut.
2.7 Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan atau FCR adalah perbandingan antara bobot kering
pakan yang dikonsumsi dan pertambahan bobot ikan (Afrianto dan Liviawaty,
2005). Semakin kecil nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena
akan semakin ekonomis (Masyamsir, 2001). Tingginya konversi pakan juga
disukai (Sutarmat, 2006). Rasio Konversi Pakan dapat digunakan untuk
mengetahui kualitas pakan yang diberikan terhadap pertumbuhan belut. Nilai rasio
konversi yang seimbang sebesar 2,23 (Mashuri, 2012).
Nilai Rasio Konversi Pakan merupakan perbandingan antara jumlah pelet
yang diberikan sebagai pakan belut dan selisih berat belut saat ditebarkan dan
berat belut saat dipanen. Semakin baik kualitas pakan, semakin kecil nilai Rasio
Konversi Pakannya (Mashuri, 2012). Untuk menambah berat 1kg daging
dibutuhkan 2kg pakan, nilai konversi pakanya adalah 2. Semakin kecil rasio
konversi pakan, semakin cocok pakan tersebut untuk menunjang pertumbuhan
belut (Taufik dkk, 2008).
2.8 Kualitas Air
Kualitas air dapat mempengaruhi pertumbuhan biota air. Kualitas air
dalam suatu perairan seperti suhu, pH, dan oksigen terlarut jika berada di luar
kisaran optimum maka dapat mempengaruhi pertumbuhan belut. Pengukuran
kualitas air selama penelitian meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan
kekeruhan berada dalam kisaran optimal.
Suhu optimum pada penelitian belut sawah berkisar antara 27-28°C
(Mashuri dkk, 2012). Oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan belut dan
kelangsungan hidup belut antara 5 sampai 7 mg/l. Nilai pH yang melebihi atau
kurang dari kisaran optimum dapat menurunkan pertumbuhan, dan pada kondisi
III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Belut merupakan salah satu komoditi utama di Indonesia yang banyak
diproduksi di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan juga Internasional. Harga belut
tergolong sangat bagus untuk pasar lokal maupun ekspor (Mutiani, 2011). Usaha
budidaya belut dilakukan untuk mengantisipasi terancamnya populasi di alam.
Budidaya belut pada umunya dilakukan pada media lumpur dengan pakan alami
berupa cacing tanah dengan media budidaya berupa lumpur yang diberi jerami
dan juga kotoran sapi (Sarwono, 2010).
Menurut Sunarma, dkk (2009) belut dapat dibudidayakan pada media air
menggunakan wadah happa maupun akuarium. Namun demikian, perlu
dilakukannya sistem resirkulasi untuk menjaga kualitas air agar tetap optimal.
Selain itu, pemberian pakan yang sesuai diperlukan untuk menjaga pertumbuhan
optimum serta sintasan atau survival rate belut.
Pakan merupakan faktor yang memegang peranan sangat penting dalam
menentukan keberhasilan usaha perikanan. Ketersediaan pakan merupakan salah
satu faktor utama untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Syarat pakan
yang baik adalah mempunyai nilai gizi yang tinggi, mudah diperoleh, mudah
diolah, mudah dicerna, harga relatif murah dan tidak mengandung racun
(Khairuman, 2003)
Pertumbuhan optimal dalam budidaya memerlukan jenis pakan yang tepat
agar nutrisi dan tingkat konsumsi pakan dapat dipenuhi. Pakan alami pada belut
membuat biaya produksi budidaya belut menjadi besar. Salah satu upaya yang
dilakukan agar pertumbuhan belut yang dipelihara dapat optimal adalah dengan
jenis pakan menggunakan substitusi yang tepat.
Substitusi pakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengsubstitusikan
pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) yang mudah didapatkan dan
harganya lebih murah jika dibandingkan dengan harga cacing tanah. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi pakan cacing tanah dengan
pakan komersial (pasta) terhadap pertumbuhan dan konversi pakan yang
dipelihara pada sistem resirkulasi.
Kendala yang munculnya pada kegiatan budidaya belut adalah mahalnya
biaya pakan untuk budidaya belut, serta media budidaya dengan menggunakan
lumpur yang dirasa kurang efisien dalam proses budidaya. Oleh karena itu untuk
mengurangi biaya pakan pada kegiatan budidaya belut, diperlukan suatu
penelitian tentang substitusi pakan untuk menekan biaya yang dikeluarkan agar
tidak terlalu mahal dan juga media budidaya menggunakan air bersih dengan
sitem resirkulasi. Secara skematis kerangka konseptual penelitian dapat dilihat
Bagan 3.1. Kerangka konseptual penelitian Peningkatan permintaan belut
Budidaya belut sistem resirkulasi
Kendala budidaya belut
Pemberian pakan alternatif
Pertumbuhan meningkat Tingkat konsumsi pakan meningkat
Rasio konversi pakan menurun Harga pakan alami yang relatif mahal
Budidaya belut
Pakan Pasta Pakan Cacing Tanah
Pemenuhan nutrisi yang baik dan efisiensi harga pakan
Pertumbuhan maksimal
3.2 Hipotesis
Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap
pertumbuhan benih belut sawah (Monopterus albus).
2. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap
tingkat konsumsi pakan benih belut sawah (Monopterus albus).
3. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 35 hari pada bulan Maret 2014 hingga
Mei 2014. Penelitian dilakukan di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga Surabaya. Analisis proximat bahan pakan dilakukan di Unit Layanan
Pemeriksaan Laboratoris, Konsultasi dan Pelatihan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga, Surabaya.
4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih belut
sawah (Monopterus albus), cacing tanah(Lumbricus sp.) dan pakan komersial
(pasta). Belut yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah belut (Monopterus
albus) yang memiliki panjang ±15 cm dan berat 6-8 gram sebanyak 200 ekor.
4.2.2 Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 buah akuarium untuk
pemeliharaan belut, alat filtrasi, termometer, pH paper, timbangan digital,
penggaris, pipet, kertas saring dan DO test kit.
4.3Metode Penelitian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental. Belut kemudian diadaptasikan dan dipelihara dalam akuarium
dengan ukuran (80x40x60) cm3 menggunakan sistem resirkulasi untuk kemudian
4.3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) adalah rancangan dengan perlakuan yang dianggap seragam atau
diseragamkan. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan 5 perlakuan
dan 4 kali ulangan (Kusriningrum, 2008). Perlakuan yang digunakan adalah
perlakuan substitusi pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta).
P0 : Pemberian pakan cacing tanah 100%.
P1 : Pemberian pakan cacing tanah 75% dan 25% pakan komersial (pasta).
P2 : Pemberian pakan cacing tanah 50% dan 50% pakan komersial (pasta).
P3 : Pemberian pakan cacing tanah 25% dan 75% pakan komersial (pasta).
P4 : Pemberian pakan komersial (pasta) 100%.
Pakan alami cacing tanah diberi perlakuan substitusi pakan pasta
komersial dengan protein 43,16%. Air media yang digunakan adalah air tanah
salinitas 0-5 o/oo dan pH 6-7.
Pada penelitian ini dilakukan pengacakan untuk letak akuarium. Hasil
pengacakan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Denah Penelitian
P42 P14 P31 P03
P41 P02 P24 P12
P32 P11 P01 P23
P04 P21 P44 P33
4.3.2 Penghitungan Nutrisi Pakan Perlakuan
Pakan perlakuan yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya
dianalisis proksimat terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan nutrisi yang ada
didalamnya. Komposisi nutrisi analisis pakan perlakuan subtitusi cacing tanah
menggunakan pakan komersial dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2.Analisis Proksimat Bahan Kering 100%
Bahan HasilAnalisis (%)
PK LK Abu SK BETN ME (kcal/kg)
Cacing 73,36 16,76 9,01 0,26 0,59 3674.107 Pakan
Komersial 43,16 2,59 10,50 3,18 40,54 3124,844 Sumber : Hasil Analisis di Laboratorium Pakan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga (2014). Keterangan :
BK = BahanKering SK = Serat Kasar
PK = Protein Kasar BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen LK = LemakKasar ME = Metabolism Energy
Tabel 4.3.Komposisi Nutrisi Analisis Pakan Perlakuan Bahan Kering 100%
No Komposisi
Keterangan : CT = cacing tanah; PK= pakan komersial *BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
**GE Energi Total dimana 1g protein = 5,6kkal GE, 1g lemak = 9,4 kkal GE, 1g karbohidrat = 4,1 kkal GE (Watanabe, 1988)
4.3.3 Prosedur Kerja
Mempersiapkan alat dan bahan untuk penelitian. Wadah yang digunakan
dalam pemeliharaan belut sawah yaitu berupa akuarium lengkap sistem
resirkulasinya. Air media yang digunakan berasal dari PDAM dan ditampung
dalam bak tandon kemudian diaerasi lalu dibiarkan selama 24 jam. Jumlah belut
yang digunakan di dalam penelitian ini adalah 10 ekor per akuariumnya.
Belut yang digunakan untuk penelitian sebelumnya diadaptasikan selama
satu minggu. Pada proses pengadaptasian media, belut tersebut dipelihara dalam
media budidaya menggunakan sistim resirkulasi dengan penambahan berupa pipa
berukuran 20cm sebagai tempat perlindungan. Proses pengadaptasian pakan, belut
diberi pakan cacing tanah (Lumbricus sp.) dengan penambahan pakan komersial
pasta sedikit demi sedikit dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2x sehari.
Pakan komersial dikonversikan menjadi pakan pasta dengan cara
menghaluskan pakan tersebut sampai menjadi bubuk. Pakan tersebut diberi
campuran tepung tapioka sebagai perekat sebanyak 5% dan air sebanyak 10,5%,
kemudian diaduk sampai pakan menjadi pasta.
4.3.4 Pemeliharaan Penelitian
Pakan yang diberikan untuk belut sawah dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi
dan malam hari. Pakan komersial diberikan pada belut sawah adalah pakan
komersial untuk udang ukuran 20-30 gram dengan kadar protein 43,16%. Hal ini
disesuaikan dengan kebutuhan belut sawah menurut Yang et al. (2000)
35,7 %. Pakan yang digunakan bersifat tenggelam yang disesuaikan dengan
kebiasaan makan belut sawah di dasar kolam.
Pakan yang akan diberikan pada belut sawah diberikan dengan cara cacing
tanah dicampur dengan pakan komersial (pasta). Cacing tanah yang masih segar
dipotong-potong selanjutnya dicampurkan dengan pakan komersial dengan dosis
sebanyak 25%, 50%, 75% dan 100%. Menurut Mashuri, dkk (2012) untuk
menyesuaikan dengan bukaan mulut belut maka dibutuhkan penyetaraan ukuran
pakan uji terutama pakan uji yang memiliki ukuran besar, dengan cara
dipotong-potong menggunakan pisau sehingga belut sawah dapat memakan pakan dengan
mudah. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali sehari dengan dosis sebanyak
5% dari bobot tubuh belut sawah. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 06.00
dan 20.00.
Laju pertumbuhan berat dan panjang dapat dihitung dengan cara
menimbang berat dan panjang rata-rata belut sebelum perlakuan. Penimbangan
berat dan panjang rata-rata dilakuakan setiap tujuh hari sekali sampai penelitian
selesai.
Pencatatan tingkat konsumsi pakan dilakukan selama pemeliharaan dengan
cara menghitung berat pakan yang akan diberikan, kemudian ditunggu selama 15
menit atau sampai pakan yang diberikan telah dimakan. Sisa pakan yang terdapat
di akuarium diambil menggunakan pipet, kemudian diletakkan pada kertas saring.
Dilakukan pengeringan selama 24 jam dan pakan yang telah kering dilakukan
Rasio konversi pakan dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah total
pakan yang dikonsumsi dan pertambahan bobot belut uji yang dipelihara pada
awal pemeliharaan, kemudian dicatat jumlah belut yang mati dan hidup selama
masa pemeliharaan. Perhitungan tersebut dilakukan setiap tujuh hari sekali.
Benih belut sebelum dimasukkan kedalam akuarium dilakukan pengukuran
kualitas air yaitu pH, DO, dan suhu. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari
sampai akhir pemeliharaan pada pagi dan sore hari. Belut dipelihara dalam
akuarium selama 35 hari. Diagram alur penelitian terdapat pada Bagan 2.
4.3.5 Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas meliputi substitusi pakan yang digunakan, meliputi pakan
cacing tanah dengan pakan komersial (pasta).
2. Variabel tergantung adalah pertumbuhan dan rasio konversi pakan.
3. Variabel kendali terdiri atas keseragaman dan umur belut serta kualitas air.
Penelitian terdiri dari lima perlakuan yaitu P0, P1, P2, P3 dan P4 yang diulang
sebanyak empat kali dengan masing-masing jumlah sampel sebanyak enam ekor.
Sehingga terdapat 20 satuan percobaan, yaitu : P01, P02, P03, P04, P11, P12, P13, P14,
P21, P22, P23, P24, P31, P32, P33, P34,P41, P42, P43, P44.
4.3.6 Parameter Penelitian A. Parameter Utama
Parameter uji utama pada penelitian ini adalah pertumbuhan dan rasio
uji. Pengukuran berat badan belut uji dilakukan setiap minggu dari awal penelitian
hingga akhir penelitian. Perhitungan Rasio Konversi Pakan dilakukan dengan
menghitung jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan dibagi
pertambahan berat tubuh yang dihasilkan selama pemeliharaan dan penghitungan
dilakukan pada akhir penelitian.
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan berat pada suatu waktu tertentu.
Penghitungan laju pertumbuhan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh
Huismann (1976) sebagai berikut :
SGR = ( In Wt – In Wo) x 100% t
Keterangan :
SGR = laju pertumbuhan spesifik (%)
In Wt = berat rata-rata individu belut pada waktu ke-t (g) In Wo = berat rata-rata individu belut pada waktu t=0 (g) t = waktu (hari)
Pertumbuhan panjang adalah selisih antara panjang tubuh belut pada awal
dan akhir penelitian (Effendie, 2002).
LM = TL-1 – TL-0
Keterangan :
LM = pertumbuhan panjang (cm)
TL-1 = panjang total pada akhir pemeliharaan (cm)
TL-0 = panjang total pada awal pemeliharaan (cm)
b. Konsumsi
Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh belut dalam satu hari dengan
menggunakan rumus (Buntu, 2002) :
Keterangan :
Z= jumlah pakan yang dikonsumsi X= jumlah awal pemberian pakan (gram) Y= jumlah akhir (sisa) pemberian pakan (gram)
c. Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) adalah
perbandingan pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot belut uji yang
dipelihara. Penghitungan rasio konversi pakan menggunakan rumus Tacon
(1997):
FCR = F (Wt + D) - Wo Keterangan :
FCR = Rasio Konversi Pakan
F = Jumlah total pakan yang dikonsumsi (gram)
Wt = berat rata-rata individu belut pada waktu ke-t (gram) Wo = berat rata-rata individu belut pada waktu t=0 (gram) D = bobot total belut yang mati selama penellitian (gram)
B. Parameter penunjang
Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, kadar oksigen
terlarut dan kadar amoniak. Suhu dan pH diukur dua kali sehari yaitu pukul 06.00
dan 19.00, sedangkan kadar oksigen terlarut dan kadar amoniak diukur 1 minggu
sekali.
4.3.7 Analisis Data
Analisis statistik menggunakan Analyst of Varian (ANOVA) untuk
mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila dari analisis statistik diketahui bahwa
perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji
Alur Penelitian
Penimbanganberat dan panjang awal belut uji
Analisis Proximat bahan baku pakan pasta.
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Pertumbuhan Belut Sawah
Laju Pertumbuhan Spesifik Belut Sawah
Data berat total dan berat rata-rata belut sawah terdapat pada Lampiran 5.
Data rata-rata laju pertumbuhan spesifik terdapat pada Tabel 5.1 dan data laju
pertumbuhan selengkapnya terdapat pada lampiran 4.
Tabel 5.1. Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.
Perlakuan Laju Pertumbuhan spesifik (%) + SD Transformasi y + SD 0 Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100% Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05) Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan (P<0,05)
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi
cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.
Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range
Test), maka diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik tertinggi adalah P1
(1,50%) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (0,55%), P4 (0,78) dan P2 (1,14)
terendah adalah P3 (0,55%) yang berbeda nyata dengan P4 (0,88%), P2 (1,06%)
dan P0 (1,14%), 1 (1,50%).
Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus)
Data panjang mutlak tubuh belut sawah selama penelitian terdapat pada
Tabel 5.2. Data hasil pertumbuhan panjang dan hasil sidik ragam pada Lampiran
7.
Tabel 5.2. Data rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.
Perlakuan Pertumbuhan panjang (cm) + SD 0 Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100% Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05)
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi
cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) terhadap pertumbuhan panjang belut sawah.
Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range
Test), maka diketahui bahwa laju pertumbuhan panjang tertinggi adalah P1 (6,18
cm) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (1,22 cm), P4 (1,98 cm) dan P2 (4,18
cm) dan P0 (5,32 cm). Laju pertumbuhan panjang terendah adalah P3 (1,22 cm)
yang berbeda nyata dengan P4 (1,98 cm), P2 (4,18 cm) dan P0 (5,32 cm), P1
5.1.2 Tingkat Konsumsi Belut Sawah
Data tingkat konsumsi belut sawah selama penelitian terdapat pada Tabel
5.3. Data hasil tingkat konsumsi dan hasil sidik ragam pada Lampiran 9.
Tabel 5.3. Data rata-rata Tingkat Konsumsi Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.
Perlakuan Tingkat Konsumsi (g) + SD 0 Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100% Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05) Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan (P>0,05)
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi
cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.
Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range
Test), maka diketahui bahwa tingkat konsumsi tertinggi adalah P1 (95,45 g) yang
berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (82,95 g), P4 (84,40 g) dan P2 (88,50 g) dan
P0 (91,89 g). Tingkat konsumsi terendah adalah P3 (82,95 g) yang berbeda nyata
dengan P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g), P1 (95,45 g) dan tidak berbeda nyata
5.1.3 Rasio Konversi Pakan Belut Sawah
Data rata-rata rasio konversi pakan belut sawah yang diberi pakan
substitusi terdapat pada tabel 5.4. Berat rata-rata belut sawah awal dan akhir,
pakan yang dikonsumsi dan rasio konversi pakan terdapat pada lampiran 10.
Tabel 5.4. Data rata-rata Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari. Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100% Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05)
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi
cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.
Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range
Test), maka diketahui bahwa rasio konversi pakan terbaik adalah P1 (1,92) yang
berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (4,09), P4 (3,14), P2 (2,53) dan P0 (2,20).
Rasio konversi pakan terendah adalah P3 (4,09) yang berbeda nyata dengan P4
(3,14), P2 (2,53) dan P0 (2,20), 1 (1,92).
5.1.4 Kualitas Air
Data parameter kualitas air selama penelitian terdapat pada lampiran 12
Tabel 5.5. Nilai Kisaran Kualitas Air Media Pemeliharaan Belut Sawah Selama
Pertumbuhan individu ikan adalah pertambahan ukuran baik panjang
maupun berat dalam satu waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila terdapat
kelebihan input asam amino yang berasal dari pakan (Effendie, 2002). Belut
sawah yang dipelihara selama 35 hari mengalami kenaikan laju pertumbuhan
harian dan panjang mutlak. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pakan pada
masing-masing perlakuan yang diberikan cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup belut sawah.
Laju pertumbuhan harian berfungsi untuk menghitung persentase
pertumbuhan berat ikan per hari. Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian
pakan pada masing-masing perlakuan dengan kandungan protein sebesar
43,16-73,36% dan energi sebesar 4322,56-5707,79 kkal pakan mempengaruhi laju
pertumbuhan harian belut sawah. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa
pemberian substitusi pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta)
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian
benih belut sawah. Perbedaan laju pertumbuhan harian belut sawah antar
yang diberikan. Terpenuhinya kebutuhan protein pada belut sawah akan
mempercepat laju pertumbuhan, karena protein merupakan bahan pembentuk sel
dan berperan penting dalam produksi enzim (Steffens, 1989 dalam Mulyana,
2004).
Perbedaan laju pertumbuhan harian belut sawah pada masing-masing
perlakuan juga dipengaruhi oleh kelengkapan dan keseimbangan protein serta
asam amino yang terdapat pada pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan
untuk setiap perlakuan adalah sebanyak 3% dari berat tubuh belut. Pakan yang
diberikan pada tiap perlakuan, yaitu P0 diberi pakan sebanyak 13,04-13,43 gram
dengan protein 73,36%; P1 diberi pakan sebanyak 13,54-13,83 dengani protein
65,81%; P2 diberi pakan sebanyak 12,64-12,91 dengani protein 58,26%; P3 diberi
pakan sebanyak 11,96-12,15 dengan protein 50,71% dan P4 diberi pakan
sebanyak 11,81-12,67 dengan protein 43,16%.
Pertumbuhan dapat dicapai apabila pakan mengandung asam amino dalam
perbandingan yang optimal, sedangkan pakan dengan kandungan asam amino
yang tidak seimbang dapat menurunkan kemampuan ikan untuk tumbuh karena
terjadi amino acid antagonism atau toksisitas meskipun protein pada pakan
tersebut tinggi (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Pakan yang diberikan mempunyai
nilai nutrisi yang baik, maka dapat mempercepat laju pertumbuhan, karena protein
akan dipergunakan untuk menghasilkan energi mengganti sel-sel tubuh yang
rusak. Zat-zat nutrisi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin,
Laju pertumbuhan harian ikan tiap perlakuan hasilnya berbeda nyata, hal
ini disebabkan karena dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan pertambahan bobot
serta panjang badan yang tidak sama dari setiap perlakuan. Dengan jumlah
konsumsi pakan tidak sama dan pertumbuhan bobot badan yang relatif tidak sama
maka tingkat konversi pakan akan semakin jauh berbeda hasilnya antar perlakuan,
sehingga pada perhitungan sidik ragam nilai konversi pakan dan tingkat konsumsi
berbeda nyata. Haryono, dkk (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan
dipengaruhi oleh kemampuan ikan memanfaatkan pakan.
Laju pertumbuhan harian tertinggi adalah P1 (1,50%) yang berbeda nyata
(P<0,05) dengan P3 (0,55%), P4 (0,78) dan P2 (1,14) serta tidak berbeda nyata
(P>0,05) dengan P0 (1,31). Hal ini diduga disebabkan karena pakan P1 yaitu
pemberian substitusi pakan cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25%
memiliki kandungan protein yang sudah sesuai dengan kebutuhan ikan, selain
asam amino pada belut terpenuhi oleh asam amino esensial yang berasal dari
pakan komersial sehingga didapatkan hasil pertumbuhan yang lebih baik. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Afrianto dan Liviawaty (2005) bahwa pakan dengan
kandungan protein yang tinggi adalah pakan yang mengandung asam amino
dalam perbandingan optimal, sesuai dengan kebutuhan sintesis protein ikan.
Rendahnya laju pertumbuhan pada P3 disebabkan karena kekurangan
protein dalam pakan yang mengakibatkan ikan memerlukan energi ekstra untuk
melakukan proses deaminasi dan mengelurakan amoniak sebagai senyawa yang
bersifat racun sehingga protein yang digunakan untuk pertumbuhan akan
ikan budidaya tidak boleh kekurangan, pemberian protein harus tepat karena jika
kekurangan atau berlebih akan memberikan dampak pertumbuhan yang negatif.
Laju pertumbuhan harian, perlakuan substitusi cacing tanah dan pakan
komersial (pasta) memberikan pengaruh pertumbuhan panjang pada benih belut
sawah. Berdasarkan analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa pertumbuhan
panjang mutak belut sawah selama penelitian menunjukkan bahwa pakan
substitusi memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap panjang mutlak
belut sawah. Perbedaan laju pertumbuhan panjang mutlak belut sawah antar
perlakuan disebabkan karena adanya perbedaan kandungan nutrisi dalam pakan
yang diberikan dan juga dapat disebabkan karena suplai asam amino essensial
yang berasal dari pakan komersial tidak sesuai dengan kebutuhan belut sawah
sehingga pertumbuhan belut sawah menjadi terganggu. Terpenuhinya kebutuhan
protein pada belut sawah akan mempercepat laju pertumbuhan, karena protein
merupakan bahan pembentuk sel (Gusrina, 2008). Nilai laju pertumbuhan pada
belut sawah lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Umar (2013) yaitu
sebesar 1,35%. Hal ini disebabkan belut yang digunakan pada penelitian Umar
(2013) memiliki bobot 11 gram dan panjang 25 cm, sehingga mempengaruhi
penyerapan makanan serta tingkat konsumsi pada belut.
Laju pertumbuhan panjang mutlak tertinggi adalah P1 (6,18 cm) yang
berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (1,22 cm), P4 (1,98 cm), P2 (4,18 cm) dan P0
(5,32 cm). Hal ini diduga disebabkan karena pakan P1 yaitu pemberian substitusi
pakan cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25% memiliki kandungan
amino yang terdapat pada P1 lebih optimal. Persentase pakan yang diubah
menjadi daging atau pertambahan panjang ikan yang dipelihara berkaitan erat
dengan jenis pakan yang dimakan. Semakin baik kualitas pakan akan
menunjukkan laju pertambahan panjang mutlak yang baik. Alva dan Lim (1983)
dalam Mashuri, dkk. (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan tidak hanya
dipengaruhi oleh kuantitas protein tetapi juga kualitasnya, serta kandungan gizi
lainnya seperti lemak juga berpengaruh dalam pertumbuhan. Nilai ini lebih baik
bila dibandingkan dengan penelitian Mashuri (2012) bahwa belut sawah memiliki
pertumbuhan panjang sebesar 5,61 cm.
5.2.2 Tingkat Konsumsi Belut Sawah
Hasil analisis varian (ANAVA) konsumsi pakan menunjukkan bahwa
pemberian pakan yang berbeda pada belut sawah menghasilkan tingkat konsumsi
yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan (P<0,05). Hasil tingkat
konsumsi belut sawah merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh belut
sawah. Pakan merupakan unsur penting dalam menunjang kelangsungan hidup
dan pertumbuhan ikan. Pakan yang dikonsumsi oleh ikan digunakan untuk
kelangsungan hidup dan apabila ada kelebihan protein akan digunakan untuk
pertumbuhan (Khairuman dan Amri, 2002).
Tingkat konsumsi tertinggi adalah P1 (95,45 g) yang berbeda nyata
(P<0,05) dengan P3 (82,95 g), P4 (84,40 g), P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g). Hal ini
membuktikan bahwa pakan yang diberikan berupa substitusi cacing tanah 75%
dan pakan komersial (pasta) mampu memberikan meningkatkan konsumsi serta
yang berbeda nyata dengan P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g), P1 (95,45 g) dan tidak
berbeda nyata (P>0,05) dengan P4 (84,40 g). Nilai tingkat konsumsi pakan pada
belut sawah lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian Jeffrey (2007) dengan
nilai 75 gram.
Tingginya tingkat konsumsi pakan pada perlakuan disebabkan karena
pakan yang diberikan memberikan nutrisi yang seimbang untuk pertumbuhan
serta tingkat kesukaan belut sawah pada pakan tersebut cukup tinggi. Sebaliknya,
rendahnya nilai tingkat konsumsi pakan pada perlakuan dikarenakan pakan
tersebut kurang disukai oleh belut sawah, yang mungkin disebabkan karena pakan
tersebut tidak sama dengan pakan yang ada pada habitat aslinya.
5.2.3 Rasio Konversi Pakan Belut Sawah
Rasio konversi pakan adalah suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah
pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan berat tertentu (Mahyudin, 2008).
Nilai rasio konversi pakan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa pakan yang
diberikan semakin tidak efektif dalam pertumbuhan belut sawah. Hasil sidik
ragam menunjukkan bahwa substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta)
berbeda nyata (P<0,05) terhadap rasio konversi pakan belut sawah. Hal ini
disebabkan karena perbedaan kandungan nutrisi pada masing-masing pakan
perlakuan.
Rasio konversi pakan pada P3 (4,09), P4 (3,14) P2 (2,53) dan P0 (2,20)
lebih tinggi dibandingkan P1 (1,92). Hal ini disebabkan karena pakan relatif
kurang dimanfaatkan oleh tubuh belut sawah sehingga nutrisi dalam pakan
melalui feses, sehingga laju pertumbuhan yang diperoleh relatif rendah. Selain itu,
kualitas pakan yang kurang baik misalnya pakan yang mudah hancur atau bau
pakan yang tidak merangsang akan menyebabkan pakan tidak termakan.
Kondisi kualitas pakan yang baik mengakibatkan protein yang diperoleh
pada belut sawah (Monopterus albus) lebih banyak untuk pertumbuhan, sehingga
belut sawah (Monopterus albus) dengan pemberian pakan yang sedikit dapat
meningkatkan laju pertumbuhan. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan ikan
dalam mencerna pakan. Pakan ikan yang diberikan selama kegiatan budidaya
tidak seratus persen dikonsumsi oleh ikan. Konversi pakan terbaik pada perlakuan
1 yaitu 1,92 berarti dalam 1,92 kilogram pakan akan memberikan kontribusi
penambahan berat daging ikan sebanyak 1 kilogram.
Nilai rasio konversi pakan terbaik pada penelitian pemberian substitusi
cacing tanah dan pakan komersial (pasta) ini adalah P1 yaitu pemberian pakan
cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25% sebesar 1,92. Nilai ini lebih
baik bila dibandingkan dengan penelitian Mashuri (2012) bahwa belut sawah
memiliki rasio konversi pakan sebesar 2,23 dengan perlakuan pemberian pakan
cacing tanah.
5.2.4 Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ikan.
Kualitas air yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu, pH, oksigen terlarut
dan ammonia. Djajasewaka (1993) menyatakan bahwa kelemahan penggunaan
pakan pasta dapat menimbulkan pencemaran terhadap kualitas air, karena pakan
ditambahkan zat pengikat (binder). Hal ini dapat terjadi apabila terdapat sisa
pakan pada media pemeliharaan, sehingga mempengaruhi kualitas air.
Berdasarkan pengukuran kualitas air perlakuan dari awal hingga akhir
penelitian terlihat bahwa suhu terendah terjadi pada pagi hari dan suhu tertinggi
terjadi pada sore hari. Selama pemeliharaan suhu air tidak terlalu berpengaruh
terhadap tingkat nafsu makan karena suhu berada dalam kondisi optimum untuk
pertumbuhannya yaitu 27-300C pada waktu pagi hari dan meningkat pada waktu
siang hari hingga sore hari dan kembali turun pada malam hari. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Mashuri, dkk. (2012) bahwa suhu optimal umtuk pertumbuhan
belut sawah adalah 27-300C. Dengan demikian kisaran suhu pada pemeliharaan
belut sawah telah memenuhi persyaratan.
Kandungan oksigen terlarut selama pemeliharaan berada dalam batas
toleransi yang dibutuhkan oleh belut sawah. Oksigen terlarut selama penelitian
adalah 4-6 mg/l. Menurut Ghufran, et.al (2007), kisaran oksigen terlarut yang
optimum untuk pertumbuhan belut sawah adalah 4-7 mg/l. Dengan demikian
oksigen terlarut pada pemeliharaan ikan belut masih memenuhi persyaratan.
Sumber amoniak di perairan dapat berasal dari sisa pakan maupun kotoran
ikan (Mulyana, 2004). Tingginya kandungan amoniak di perairan dapat
menghambat pertumbuhan belut sawah. Ammonia selama penelitian adalah 0,5
mg/l. Menurut Alit (2009) kandungan ammonia antara 1-2 mg/l tidak
menyebabkan pertumbuhan belut menurun asalkan pH berada dalam rentang nilai
menyebabkan kematian adalah lebih dari 1 mg/l. Dengan demikian kandungan
ammonia pada pemeliharaan belut sawah masih memenuhi syarat.
Hasil pengukuran pH menunjukkan kisaran antara 7-8. Alit (2009)
menyatakan bahwa pH optimal untuk budidaya belut berkisar antara 6,5-8.
Dengan demikian kisaran pH pada pemeliharaan belut sawah masih memenuhi
VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
a. Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) memberikan pengaruh
yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah
(Monopterus albus). Laju pertumbuhan harian terbaik diperoleh pada
perlakuan 1 (1,50%) dengan perlakuan substitusi cacing tanah 75% dan pakan
komersial (pasta) 25%.
b. Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) memberikan pengaruh
yang nyata (P<0,05) terhadap tingkat konsumsi belut sawah (Monopterus
albus). Tingkat konsumsi terbaik diperoleh pada perlakuan 1 (95,45) dengan
perlakuan substitusi cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25%.
c. Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) memberikan pengaruh
yang nyata (P<0,05) terhadap rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus
albus). Rasio konversi pakan terbaik diperoleh pada perlakuan 1 (1,92) dengan
perlakuan substitusi cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25%.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk menggunakan
substitusi cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25% untuk menghasilkan
laju pertumbuhan harian dan tingkat konsumsi yang tinggi, serta rasio konversi