• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN, TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN, TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,

TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM

RESIRKULASI

Oleh :

REZA SEPTIAN FIRDAUSI SURABAYA – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

N a m a : REZA SEPTIAN FIRDAUSI N I M : 141011106

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul :

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN, TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM RESIRKULASI

adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, Juli 2014 Yang membuat pernyataan,

REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157

Materei

(3)

SKRIPSI

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,

TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM

RESIRKULASI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :

REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama

Muhammad Arief, Ir., M.Kes. NIP. 19600823 198601 1 001

Pembimbing Serta

(4)

SKRIPSI

PENGARUH SUBSTITUSI CACING TANAH MENGGUNAKAN PAKAN KOMERSIAL (PASTA) TERHADAP PERTUMBUHAN,

TINGKAT KONSUMSI DAN RASIO KONVERSI PAKAN BELUT SAWAH (Monopterus albus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM

RESIRKULASI

Oleh :

REZA SEPTIAN FIRDAUSI NIM. 141011157

Telah diujikan pada Tanggal : 17 Juli 2014

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Agustono, Ir., M.Kes.

Anggota : Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, Drh., MP.. Prayogo, S.Pi., M.Si.

Muhammad Arief, Ir., M. Kes.

Surabaya, 21 Juli 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga Dekan,

(5)

RINGKASAN

REZA SEPTIAN FIRDAUSI. Pengaruh Substitusi Cacing Tanah Menggunakan Pakan Komersial (Pasta) Terhadap Pertumbuhan, Tingkat Konsumsi dan Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Dosen Pembimbing Pertama Muhammad Arief, Ir., M.Kes dan Dosen Pembimbing Kedua Dr. M. Anam Al-Arif, Drh., MP.

Belut sawah (Monopterus albus) merupakan ikan dari family

Synbranchidae yang banyak dikonsumsi. Di Pulau Jawa seperti Jabodetabek

terpenuhi 30-50%, Jawa Timur dan Jawa Tengah 30-40%. Kegiatan budidaya

belut dapat menggunakan lumpur sebagai media budidaya. Akan tetapi dalam

kegiatan budidaya terdapat beberapa kendala yang sering muncul, yaitu harga

pakan yang cukup tinggi dan budidaya menggunakan media lumpur cenderung

lebih sulit dalam mengontrol pertumbuhan. Hal tersebut dapat diatasi dengan

pemberian pakan yang tepat serta pemeliharaan menggunakan media resirkulasi

yang dapat memacu pertumbuhan yang lebih cepat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah

menggunakan pakan komersial (pasta) terhadap pertumbuhan, tingkat konsumsi

dan rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus). Metode penelitian

yang digunakan adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah :

100% pakan cacing tanah (P0), 75% pakan cacing tanah dan 25% komersial

(pasta) (P1), 50% pakan cacing tanah dan 50% komersial (pasta) (P2) dan 25%

pakan cacing tanah dan 75% komersial (pasta) (P3), 100% pakan komersial

(pasta) (P4). Parameter utama yang diamati adalah pertumbuhan, tingkat

konsumsi dan rasio konversi pakan. Parameter penunjang yang diamati adalah

kualitas air, meliputi suhu, kelarutan oksigen, pH dan amoniak. Analisis data

menggunakan Analisis Varian (Anova) dan untuk mengetahui perbedaan antar

perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan substitusi cacing tanah

(6)

(p<0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik, tingkat konsumsi dan rasio konversi

pakan. Laju pertumbuhan terbaik pada P1 (1,50%), kemudian berturut-turut

diikuti oleh perlakuan P0 (1,31%), P2 (1,14%), P4 (0,78) dan P3 (0,55%). Tingkat

konsumsi tertinggi diperoleh pada P1 (95,45) dan tingkat konsumsi pakan

terendah diperoleh pada P3 (82,95). Rasio konversi pakan terendah diperoleh pada

P1 (1,92) dan rasio konversi pakan tertinggi diperoleh pada P3 (4,09). Kualitas air

media pemeliharaan belut sawah adalah suhu 27-300C, pH 7-8, oksigen terlarut

(7)

SUMMARY

REZA SEPTIAN FIRDAUSI. Effect of Earthworm Substitution Using Commercial Feed (Pasta) To Growth, Consumption and Feed Conversion Ratio Eel Rice (Monopterus albus) were maintained Recirculation System. First Supervisor Muhammad Arief, Ir., Kes and Second Supervisor Dr. M.

prices and cultured using media mud tends to be more difficult to control growth.

This can be overcome by proper feeding and maintenance using a recirculating

media to spur faster growth.

This study aims to determine the effect of substitution of earthworms

using commercial feed (paste) on the growth, the level of consumption and feed

conversion ratio rice field eel (Monopterus albus). The method used was

experimental with a completely randomized design (CRD) with five treatments

and four replications. The treatments used were: 100% feed earthworms (P0),

75% feed earthworms and 25% commercial (pasta) (P1), 50% feed earthworms

and 50% commercial (pasta) (P2) and 25% feed worms land and 75% commercial

(pasta) (P3), 100% commercial feed (paste) (P4). The main parameters measured

were growth, the level of consumption and feed conversion ratio. Parameters

measured were supporting water quality, including temperature, dissolved

oxygen, pH and ammonia. Analysis of data using variant analysis (ANOVA) and

to know the difference between treatments performed Duncan's Multiple Range

Test.

The results showed that the substitution of feeding earthworms with

commercial feed (paste) gives a significantly different effect (p<0.05) on the

specific growth rate, consumption rate and feed conversion ratio. The growth rate

of the best in P1 (1.50%), then a row followed by P0 (1.31%), P2 (1.14%), P4

(8)

the lowest level of feed intake was obtained on P3 (82.95). Lowest feed

conversion ratio obtained in P1 (1.92) and the highest feed conversion ratio was

obtained on P3 (4.09). Water quality maintenance media eel rice is 27-300C

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rakhmat, taufiq serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi tentang Pengaruh

Substitusi Cacing Tanah Menggunakan Pakan Komersial (Pasta) Terhadap

Pertumbuhan, Tingkat Konsumsi dan Rasio Konversi Pakan Belut Sawah

(Monopterus albus) yang Dipelihara dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas

Airlangga Surabaya.

memberikan arahan, masukan serta bimbingan sejak penyusunan usulan

hingga penyelesaian Skripsi ini.

3 Bapak Agustono, Ir., M.Kes., Ibu Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, Drh.,

MP. dan Bapak Prayogo, S.Pi., M.Si. Dosen Penguji yang telah memberikan

masukan, kritik dan saran atas penyempurnaan Skripsi ini.

4 Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si. Dosen Wali yang telah memberikan

masukan serta saran dalam proses akademik dari semester awal hingga

semester akhir.

5 Seluruh dosen dan staf Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian Skripsi ini.

6 Keluargaku tercinta Mama, Papa, serta Kakakku tersayang yang senantiasa

memberikan doa, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan Skripsi ini.

7 Teman-teman satu tim Rama, Siska, Ully dan Rachmat yang telah membantu

(10)

8 Harini Citra yang telah setia membantu, menemani, memberikan doa serta

motivasi hingga selesainya Skripsi ini.

9 Dyo, Ardhito, Slamet, Faiz, Fajar, Arsya, Hartono, Okky, Ayulana dan

teman-teman “Piranha 2010” yang telah memberikan bantuan, masukan dan

semangat dalam penyelesaian Skripsi ini.

10 Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan maupun

penyelesaian Skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat dan dapat

memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Fakultas

Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta

perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya

perairan.

Sidoarjo, 6 Juli 2014

Penulis

(11)
(12)

IV METODOLOGI ... 18

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

4.2 Materi Penelitian ... 18

4.2.1 Bahan Penelitian ... 18

4.2.2 Peralatan Penelitian ... 18

4.3 Metode Penelitian ... 18

4.3.1 Rancangan Penelitian ... 19

4.3.2 Penghitungan Nutrisi Pakan Perlakuan ……… 20

4.3.3 Prosedur Kerja ... 21

4.3.4 Pemeliharaan penelitian ... 21

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Denah Penelitian ... 19

4.2 Analisis Proximat Bahan Kering 100% ... 20

4.3 Komposisi Nutrisi Analisis Pakan Perlakuan Bahan Kering 100% ... 20

5.1 Data rata-rata Tingkat Konsumsi Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 27

5.2 Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 28

5.3 Data rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 29

5.4 Data rata-rata Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 30

5.5 Nilai Kisaran Kualitas Air Media Pemeliharaan Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari ... 31

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Belut Sawah (Monopterus albus) ... 5

2.2 Cacing Tanah (Lumbricus sp.) ... 9

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 16

4.1 Diagram Alir Penelitian ... 26

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Analisis Proximat Cacing Tanah (Lumbricus sp.) ... 44

2. Hasil Analisis Proximat Pakan Komersial (Pasta) ... 45

3. Data berat total dan berat rata-rata belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari ... 46

4. Laju pertumbuhan spesifik (%) belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari. ... 47

5. Analisis statistik data laju pertumbuhan spesifik (%) belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari ... 48

6. Data pertumbuhan panjang total tubuh belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari (cm). ... 50

7. Data pertumbuhan panjang mutlak (cm) dan analisis statistik pertumbuhan panjang mutlak belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari. ... 51

8. Data jumlah pakan yang dikonsumsi belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari ... 53

9. Analisis statistik tingkat konsumsi belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari.. ... 54

10. Berat rata-rata ikan awal, berat rata-rata ikan akhir, jumlah pakan yang dikonsumsi dan rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari (cm)... 56

11. Analisis statistik data rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus albus) selama 35 hari.. ... 57

(16)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

! "

# $%%&

$%%' ( )

*%% " " +%,'% "

-.&. $%%'

Belut pada habitat aslinya hidup di dalam lumpur dan membuat sebuah

lubang pada pematang sawah atau pinggir sungai (Junariyata, 2009). Kegiatan

budidaya belut dapat menggunakan lumpur sebagai media budidaya. Media

budidaya menggunakan lumpur cenderung lebih sulit dalam mengontrol

pertumbuhan serta konversi pakan belut, oleh karena itu perlu adanya media lain

yang lebih efisien yang dapat menggantikan media budidaya belut.

Menurut Tanribali (2007) dalam budidaya sistem intensif, salah satunya

dapat ditingkatkan dengan padat penebaran yang tinggi sehingga mampu

mempertahankan tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Permasalahan

pada umumnya terjadi penurunan kualitas air yang diakibatkan penumpukan

bahan organik berupa feses dan sisa pakan. Upaya pencegahan kualitas air yang

menurun dengan menggunakan sistem resirkulasi, sehingga memungkinkan

(17)

Sistem resirkulasi sebagai budidaya perairan secara intensif merupakan suatu

alternatif yang digunakan di daerah yang memiliki sumberdaya air dan lahan yang

terbatas sehingga air buangan dalam wadah dapat digunakan kembali.

Pemicu pertumbuhan belut sawah berkaitan erat dengan kebiasaan makan,

jenis pakan dan frekuensi pemberian pakan yang diberikan karena pakan

merupakan salah satu faktor utama yang sangat penting dalam usaha peningkatan

produktivitas budidaya belut (Ansari dan Nugroho, 2009).

Pakan yang digunakan untuk media budidaya belut adalah cacing tanah

sebanyak 5% dari biomass belut. Protein merupakan faktor utama yang

mempengaruhi pertumbuhan optimal belut, dengan nilai optimum 35,7% (Yang et

al., 2000). Cacing tanah dengan BK 25,28% memiliki kandungan protein sebesar

18,61%, sedangkan cacing tanah dengan BK 67,72% memiliki kandungan protein

sebesar 49,83%. Harga cacing tanah satu kilogram mencapai Rp. 100.000,00

membuat proses budidaya berjalan tidak efektif. Tingginya harga pakan cacing

tanah dapat disubstitusikan dengan pakan komersial (pasta) yang harganya Rp.

19.000,00 tiap satu kilogram. Substitusi menggunakan pakan komersial (pasta)

akan menekan biaya produksi pada budidaya belut sawah (Monopterus albus).

Substitusi menggunakan pakan komersial (pasta) dengan nilai protein

43,16% dapat berguna sebagai penurun biaya pakan dalam mengoptimalkan

budidaya belut. Pakan cacing tanah jika disubstitusikan dengan pakan komersial

(pasta) akan menambah tingkat konsumsi pakan, sehingga berpengaruh terhadap

(18)

komersial (pasta) memiliki kelebihan yaitu bentuk dari pakan komersial (pasta)

tersebut lembut, sehingga mempermudah belut untuk mengkonsumsi pakan.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan :

1. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta)

berpengaruh terhadap pertumbuhan belut sawah (Monopterus albus)?

2. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta)

berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan belut sawah (Monopterus

albus)?

3. Apakah substistusi cacing tanah menggunakan pakan komersial (pasta)

berpengaruh terhadap konversi pakan belut sawah (Monopterus albus)?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah :

1. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan

komersial (pasta) terhadap pertumbuhan belut sawah (Monopterus albus).

2. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan

komersial (pasta) terhadap tingkat konsumsi pakan belut sawah

(Monopterus albus).

3. Mengetahui pengaruh substitusi cacing tanah menggunakan pakan

komersial (pasta) terhadap konversi pakan belut sawah (Monopterus

(19)

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah memberikan informasi

ilmiah bagi ilmuwan, mahasiswa dan para pembudidaya belut sawah (Monopterus

albus) tentang penggunaan substitusi yaitu cacing tanah dengan pakan komersial

(pasta) yang dibudidaya menggunakan media air bersih dengan sistem resirkulasi

terhadap pertumbuhan, tingkat konsumsi dan rasio konversi pakan.

Budidaya dengan metode resirkulasi akan lebih mudah di aplikasikan,

sebab tidak perlu lagi menggunakan media lumpur sebagai media budidaya. Hal

ini disebabkan karena media budidaya telah digantikan dengan media air yang

lebih mudah didapatkan serta penggunaan metode resirkulasi yang dapat menjaga

kualitas air pada media budidaya. Biaya pakan dapat diminimalisir dengan adanya

(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belut Sawah (Monopterus albus) 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi belut (Monopterus albus) menurut Saanin (1968) adalah

sebagai berikut:

Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Synbranchoidea Famili : Synbranchoidae Genus : Monopterus Spesies : Monopterus albus

Secara taksonomi, belut termasuk kedalam Kelas Pisces, akan tetapi ciri

fisiknya sedikit berbeda dengan Kelas Pisces lainnya. Tubuh belut hampir

menyerupai ular, yaitu gilig (silindris) memanjang, tidak bersisik. Kulit belut

berwarna kecoklatan, mulut dilengkapi dengan gigi-gigi runcing kecil-kecil

berbentuk kerucut dengan bibir berupa lipatan kulit yang lebar di sekitar mulut

(Roy, 2010).

Belut bersifat karnivora dan memakan jasad renik berupa zooplankton dan

zoobenthos pada saat masih berukuran benih, sedangkan bila berukuran dewasa

belut akan memakan larva serangga, cacing, siput, berudu maupun benih ikan lain

(Wirosaputro, 1978). Morfologi belut sawah dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(21)

Belut memiliki alat pernapasan tambahan yakni berupa kulit tipis

berlendir yang terdapat di rongga mulut. Alat tersebut berfungsi menyerap

oksigen secara langsung dari udara (Tay et al., 2003). Belut beraktivitas pada

malam hari (nocturnal) dan cenderung bersembunyi di lubang atau di celah-celah

tanah liat (Mutiani, 2011).

2.1.2 Kebutuhan Nutrisi Belut

Asmawi (1983) menyatakan bahwa faktor pakan memiliki peranan yang

sangat penting dalam pertumbuhan individu serta meningkatkan produksi. Pakan

yang dapat digunakan dalam kegiatan usaha budidaya diatur sesuai dengan sifat

hewan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan produksi.

Belut merupakan hewan karnivora yang memakan jasad renik ketika

masih benih (Wirosaputro, 1978). Menurut Sarwono (2010) pemberian pakan

dimulai sebanyak 5% berat tubuh. Pakan dari bahan hewani merupakan sumber

protein utama yang dapat diberikan untuk ikan karnivora karena kandungan

proteinnya tinggi.

Protein yang diserap oleh ikan akan digunakan sebagai sumber energi,

untuk memperbaiki protein jaringan, dan untuk pertumbuhan. Ketersediaan

protein dibutuhkan secara terus-menerus karena asam amino digunakan untuk

membentuk protein baru (selama pertumbuhan dan reproduksi) atau mengganti

protein yang rusak saat pemeliharaan. Kekurangan asam amino essensial akan

menyebabkan rendahnya pemanfaatan protein pakan sehingga menghambat

pertumbuhan, pertambahan bobot tubuh, dan efisiensi pakan. Protein mempunyai

(22)

jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak (Afrianto dan Liviawaty, 2005).

Menurut Yang et al. (2000) protein merupakan faktor utama yang mempengaruhi

pertumbuhan belut, dengan nilai optimum 35,7 %. Rasio protein menjadi energi

sebesar 31,6-38,9 (Khanh, 2010).

Tingkat pemanfaatan karbohidrat dalam pakan umumnya rendah pada

khususnya hewan karnivora, karena pada ikan sumber energi utama adalah

protein. Ikan karnivora lebih sedikit mengkonsumsi karbohidrat dibandingkan

dengan omnivora dan herbivore. Karbohidrat berdasarkan analisa proximat terdiri

dari serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Gusrina, 2008). Afrianto dan

Liviawaty (2005) menyatakan bahwa ikan karnivora membutuhkan karbohidrat

hanya 10-20% karena kemampuan mencernanya relatif rendah.

Kemampuan lemak sebagai sumber energi utama adalah untuk

menghasilkan energi jauh lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat atau

protein. Ikan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam mengkonsumsi

protein, sehingga peranan lemak sebagai sumber energi menempati kedudukan

setelah protein yang menyebabkan lemak memiliki peranan penting sebagai

sumber energi terutama terdapat pada ikan karnivora (Afrianto dan Lyviawati,

2005). Fungsi lain dari lemak yaitu untuk melindungi organ-organ tubuh dari

kerusakan yang diakibatkan oleh guncangan atau benturan, lemak juga merupakan

bahan pakan yang mengandung vitamin A, D, E dan K (Poedjiadi dan Supriyanti,

2009). Menurut Yang et al. (2000) dalam Tan et al. (2007) menyatakan bahwa

(23)

Mineral merupakan elemen anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam

pembentukan jaringan dan berbagai fungsi metabolisme dan osmoregulasi

sehingga dibutuhkan ikan untuk hidup normal (Afrianto dan Lyviawati, 2005).

Menurut Yang et al. (2000) dalam Tan et al. (2007) menyatakan bahwa pakan

untuk belut membutuhkan mineral sekitar 3%.

Kebutuhan energi yang diperoleh dari pakan akan dapat memberikan

pertumbuhan dan perkembangan ikan budidaya jika pakan yang diberikan

mempunyai kandungan nutrisi yang cukup untuk setiap jenis ikan. Pemanfaatan

energi pada belut sawah dimulai dari pakan yang masuk di dalam tubuhnya.

(Gusrina, 2008). Menurut Buwono (2000) pemanfaatan energi tersebut dianggap

sebagai energi bruto atau Gross Energy (GE) yang didistribusikan dalam dua

proses yaitu proses pencernaan sekitar 85% dan pengolahan hasil-hasil buangan

proses pencernaan sekitar 15%.

2.2 Cacing Tanah (Lumbricus sp.)

Rukmana (1999) menyatakan, klasifikasi cacing tanah adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Annelida Classis : Chaetopoda Ordo : Oligochaeta Family : Lumbricidae Genus : Lumbricus

Species : Lumbricus sp.

Tubuh cacing tanah dapat dibagi menjadi lima bagian yang terdiri atas

bagian depan (anterior), bagian belakang (posterior), bagian tengah, bagian

(24)

umumnya silindris memanjang. Mulut terdapat pada segmen yang pertama

sedangkan anus pada segmen yang terakhir (Rukmana, 1999). Morfologi cacing

tanah dapat dilihat pada gambar 2.2.

Cacing tanah dapat hidup dan berkembang biak pada habitat alami dan

habitat buatan manusia. Di habitat alaminya, cacing tanah hidup dan berkembang

dalam tanah (Rukmana, 1999). Pakan yang baik untuk belut pada pemeliharaan

dengan menggunakan air bersih yaitu cacing tanah karena menunjukkan

pertumbuhan berat 7,38 g dan panjang 5,61 cm yang tertinggi di antara pakan

jenis yang lain. Hal ini disebabkan protein cacing tanah memiliki nilai protein

yang tinggi yaitu 59,47% (Ansari dan Nugraho, 2009). Analisis proximat yang

sudah dilakukan sebelumnya terdapat hasil protein 18,61%, BK 25,28% dan

lemak 2,86%.

Gambar 2.2. Lumbricus sp. (Anonim, 2010)

2.3 Pakan Komersial

Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan

kelangsungan hidup ikan terutama belut sawah. Bahan baku dari pakan komersial

mempunyai kandungan nutrisi spesifik sehingga bahan baku yang diolah secara

(25)

tepung atau remah dan pasta (Khairuman dan Amri, 2002). Sasongko dkk. (2007)

menyatakan pasta merupakan pakan tenggelam yang sebelum diberikan perlu

ditambahkan air terlebih dahulu. Kelebihan dari pakan bentuk pasta adalah lembut

dan dapat menebarkan aroma bau pakan kedalam air, sehingga menimbulkan

nafsu makan belut. Indrawan (1996) menyatakan bahwa pakan benih belut

berbentuk pasta ini dibuat dari cincangan daging kerang dan cacing yang telah

dilumatkan menjadi bubur, kemudian diletakkan di cawan dan ditaruh di dasar

bak. Pakan buatan diberikan dua per tiga dari jatah konsumsi setiap harinya

sedangkan sepertiga masih tetap diberikan berupa pakan dari potongan-potongan

daging ikan (Dinas Kelautan Perikanan Jawa Tengah, 2011). Pakan buatan yang

diberikan adalah pakan buatan dalam bentuk pasta dengan kandungan protein

43,16%

2.4 Media Pemeliharaan

$%*% /

(

)

" $%%& /

( /

(26)

" $%%&

Media pemeliharaan yang telah dikembangkan selain lumpur, belut juga

dapat dibudidayakan pada media pemeliharaan dengan air bersih (Dinas Kelautan

Perikanan Jawa Tengah, 2011). Sistem sirkulasi air dapat membantu distribusi

oksigen ke segala arah baik di dalam air maupun difusinya atau pertukaran dengan

udara dan dapat menjaga akumulasi atau mengumpulnya hasil metabolisme

beracun sehingga kadar racun dapat dikurangi (Kelabora dan Sabariah, 2010).

Sistim resirkulasi memiliki kelebihan yaitu perlakuan yang sangat praktis, belut

mudah terpantau pertumbuhannya dan kualitas air pada media budidaya dapat

terjaga (Dinas Kelautan Perikanan Jawa Tengah, 2011).

2.5 Pertumbuhan Belut

Pertumbuhan individu ikan adalah pertambahan ukuran baik panjang

maupun berat dalam satu waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila terdapat

kelebihan input energi dan asam amino yang berasal dari pakan (Effendie, 2002).

Mudjiman (2004) menyatakan bahwa laju pertumbuhan adalah perbedaan

pertumbuhan mutlak yang terukur berdasarkan urutan waktu tertentu. Menurut

Khairuman dan Amri (2008) pertumbuhan belut dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam merupakan faktor yang

berhubungan dengan keadaan belut itu sendiri meliputi keturunan, umur,

ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan belut untuk memanfaatkan pakan.

(27)

hidup meliputi faktor faktor fisika dan kimia air. Ruang gerak dan ketersediaan

pakan dari segi kualitas dan kuantitas pakan juga termasuk dalam faktor luar.

Mashuri dkk. (2012) mengungkapkan bahwa pakan jenis cacing tanah

menghasilkan nilai pertumbuhan berat dan panjang tertinggi dibandingkan dengan

perlakuan pemberian pakan dengan cacing sutera, keong mas, ikan rucah dan

pellet.

2.6 Tingkat Konsumsi Belut

Pakan yang dikonsumsi belut akan mempengaruhi keberhasilan hidup,

pertumbuhan serta kematangan gonad bagi tiap-tiap individu belut. Belut

memperoleh pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bentuk mulut,

lingkungan habitat dan jenis dari belut tersebut (Effendie, 2002)

Nilai tingkat konsumsi belut adalah 75 gram (Jeffrey, 2007). Faktor lain

yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah nafsu makan. Nafsu

makan dapat dipengaruhi dari rasa lapar, kebiasaan waktu makan dan stress pada

belut. Rasa lapar yang tinggi akan mempengaruhi nafsu makan dan stress pada

belut.

2.7 Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau FCR adalah perbandingan antara bobot kering

pakan yang dikonsumsi dan pertambahan bobot ikan (Afrianto dan Liviawaty,

2005). Semakin kecil nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena

akan semakin ekonomis (Masyamsir, 2001). Tingginya konversi pakan juga

(28)

disukai (Sutarmat, 2006). Rasio Konversi Pakan dapat digunakan untuk

mengetahui kualitas pakan yang diberikan terhadap pertumbuhan belut. Nilai rasio

konversi yang seimbang sebesar 2,23 (Mashuri, 2012).

Nilai Rasio Konversi Pakan merupakan perbandingan antara jumlah pelet

yang diberikan sebagai pakan belut dan selisih berat belut saat ditebarkan dan

berat belut saat dipanen. Semakin baik kualitas pakan, semakin kecil nilai Rasio

Konversi Pakannya (Mashuri, 2012). Untuk menambah berat 1kg daging

dibutuhkan 2kg pakan, nilai konversi pakanya adalah 2. Semakin kecil rasio

konversi pakan, semakin cocok pakan tersebut untuk menunjang pertumbuhan

belut (Taufik dkk, 2008).

2.8 Kualitas Air

Kualitas air dapat mempengaruhi pertumbuhan biota air. Kualitas air

dalam suatu perairan seperti suhu, pH, dan oksigen terlarut jika berada di luar

kisaran optimum maka dapat mempengaruhi pertumbuhan belut. Pengukuran

kualitas air selama penelitian meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan

kekeruhan berada dalam kisaran optimal.

Suhu optimum pada penelitian belut sawah berkisar antara 27-28°C

(Mashuri dkk, 2012). Oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan belut dan

kelangsungan hidup belut antara 5 sampai 7 mg/l. Nilai pH yang melebihi atau

kurang dari kisaran optimum dapat menurunkan pertumbuhan, dan pada kondisi

(29)

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Belut merupakan salah satu komoditi utama di Indonesia yang banyak

diproduksi di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan juga Internasional. Harga belut

tergolong sangat bagus untuk pasar lokal maupun ekspor (Mutiani, 2011). Usaha

budidaya belut dilakukan untuk mengantisipasi terancamnya populasi di alam.

Budidaya belut pada umunya dilakukan pada media lumpur dengan pakan alami

berupa cacing tanah dengan media budidaya berupa lumpur yang diberi jerami

dan juga kotoran sapi (Sarwono, 2010).

Menurut Sunarma, dkk (2009) belut dapat dibudidayakan pada media air

menggunakan wadah happa maupun akuarium. Namun demikian, perlu

dilakukannya sistem resirkulasi untuk menjaga kualitas air agar tetap optimal.

Selain itu, pemberian pakan yang sesuai diperlukan untuk menjaga pertumbuhan

optimum serta sintasan atau survival rate belut.

Pakan merupakan faktor yang memegang peranan sangat penting dalam

menentukan keberhasilan usaha perikanan. Ketersediaan pakan merupakan salah

satu faktor utama untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Syarat pakan

yang baik adalah mempunyai nilai gizi yang tinggi, mudah diperoleh, mudah

diolah, mudah dicerna, harga relatif murah dan tidak mengandung racun

(Khairuman, 2003)

Pertumbuhan optimal dalam budidaya memerlukan jenis pakan yang tepat

agar nutrisi dan tingkat konsumsi pakan dapat dipenuhi. Pakan alami pada belut

(30)

membuat biaya produksi budidaya belut menjadi besar. Salah satu upaya yang

dilakukan agar pertumbuhan belut yang dipelihara dapat optimal adalah dengan

jenis pakan menggunakan substitusi yang tepat.

Substitusi pakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengsubstitusikan

pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) yang mudah didapatkan dan

harganya lebih murah jika dibandingkan dengan harga cacing tanah. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui pengaruh substitusi pakan cacing tanah dengan

pakan komersial (pasta) terhadap pertumbuhan dan konversi pakan yang

dipelihara pada sistem resirkulasi.

Kendala yang munculnya pada kegiatan budidaya belut adalah mahalnya

biaya pakan untuk budidaya belut, serta media budidaya dengan menggunakan

lumpur yang dirasa kurang efisien dalam proses budidaya. Oleh karena itu untuk

mengurangi biaya pakan pada kegiatan budidaya belut, diperlukan suatu

penelitian tentang substitusi pakan untuk menekan biaya yang dikeluarkan agar

tidak terlalu mahal dan juga media budidaya menggunakan air bersih dengan

sitem resirkulasi. Secara skematis kerangka konseptual penelitian dapat dilihat

(31)

Bagan 3.1. Kerangka konseptual penelitian Peningkatan permintaan belut

Budidaya belut sistem resirkulasi

Kendala budidaya belut

Pemberian pakan alternatif

Pertumbuhan meningkat Tingkat konsumsi pakan meningkat

Rasio konversi pakan menurun Harga pakan alami yang relatif mahal

Budidaya belut

Pakan Pasta Pakan Cacing Tanah

Pemenuhan nutrisi yang baik dan efisiensi harga pakan

Pertumbuhan maksimal

(32)

3.2 Hipotesis

Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap

pertumbuhan benih belut sawah (Monopterus albus).

2. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap

tingkat konsumsi pakan benih belut sawah (Monopterus albus).

3. : Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) berpengaruh terhadap

(33)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 35 hari pada bulan Maret 2014 hingga

Mei 2014. Penelitian dilakukan di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas

Airlangga Surabaya. Analisis proximat bahan pakan dilakukan di Unit Layanan

Pemeriksaan Laboratoris, Konsultasi dan Pelatihan Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga, Surabaya.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih belut

sawah (Monopterus albus), cacing tanah(Lumbricus sp.) dan pakan komersial

(pasta). Belut yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah belut (Monopterus

albus) yang memiliki panjang ±15 cm dan berat 6-8 gram sebanyak 200 ekor.

4.2.2 Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 buah akuarium untuk

pemeliharaan belut, alat filtrasi, termometer, pH paper, timbangan digital,

penggaris, pipet, kertas saring dan DO test kit.

4.3Metode Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimental. Belut kemudian diadaptasikan dan dipelihara dalam akuarium

dengan ukuran (80x40x60) cm3 menggunakan sistem resirkulasi untuk kemudian

(34)

4.3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) adalah rancangan dengan perlakuan yang dianggap seragam atau

diseragamkan. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan 5 perlakuan

dan 4 kali ulangan (Kusriningrum, 2008). Perlakuan yang digunakan adalah

perlakuan substitusi pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta).

P0 : Pemberian pakan cacing tanah 100%.

P1 : Pemberian pakan cacing tanah 75% dan 25% pakan komersial (pasta).

P2 : Pemberian pakan cacing tanah 50% dan 50% pakan komersial (pasta).

P3 : Pemberian pakan cacing tanah 25% dan 75% pakan komersial (pasta).

P4 : Pemberian pakan komersial (pasta) 100%.

Pakan alami cacing tanah diberi perlakuan substitusi pakan pasta

komersial dengan protein 43,16%. Air media yang digunakan adalah air tanah

salinitas 0-5 o/oo dan pH 6-7.

Pada penelitian ini dilakukan pengacakan untuk letak akuarium. Hasil

pengacakan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Denah Penelitian

P42 P14 P31 P03

P41 P02 P24 P12

P32 P11 P01 P23

P04 P21 P44 P33

(35)

4.3.2 Penghitungan Nutrisi Pakan Perlakuan

Pakan perlakuan yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya

dianalisis proksimat terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan nutrisi yang ada

didalamnya. Komposisi nutrisi analisis pakan perlakuan subtitusi cacing tanah

menggunakan pakan komersial dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2.Analisis Proksimat Bahan Kering 100%

Bahan HasilAnalisis (%)

PK LK Abu SK BETN ME (kcal/kg)

Cacing 73,36 16,76 9,01 0,26 0,59 3674.107 Pakan

Komersial 43,16 2,59 10,50 3,18 40,54 3124,844 Sumber : Hasil Analisis di Laboratorium Pakan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga (2014). Keterangan :

BK = BahanKering SK = Serat Kasar

PK = Protein Kasar BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen LK = LemakKasar ME = Metabolism Energy

Tabel 4.3.Komposisi Nutrisi Analisis Pakan Perlakuan Bahan Kering 100%

No Komposisi

Keterangan : CT = cacing tanah; PK= pakan komersial *BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

**GE Energi Total dimana 1g protein = 5,6kkal GE, 1g lemak = 9,4 kkal GE, 1g karbohidrat = 4,1 kkal GE (Watanabe, 1988)

(36)

4.3.3 Prosedur Kerja

Mempersiapkan alat dan bahan untuk penelitian. Wadah yang digunakan

dalam pemeliharaan belut sawah yaitu berupa akuarium lengkap sistem

resirkulasinya. Air media yang digunakan berasal dari PDAM dan ditampung

dalam bak tandon kemudian diaerasi lalu dibiarkan selama 24 jam. Jumlah belut

yang digunakan di dalam penelitian ini adalah 10 ekor per akuariumnya.

Belut yang digunakan untuk penelitian sebelumnya diadaptasikan selama

satu minggu. Pada proses pengadaptasian media, belut tersebut dipelihara dalam

media budidaya menggunakan sistim resirkulasi dengan penambahan berupa pipa

berukuran 20cm sebagai tempat perlindungan. Proses pengadaptasian pakan, belut

diberi pakan cacing tanah (Lumbricus sp.) dengan penambahan pakan komersial

pasta sedikit demi sedikit dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2x sehari.

Pakan komersial dikonversikan menjadi pakan pasta dengan cara

menghaluskan pakan tersebut sampai menjadi bubuk. Pakan tersebut diberi

campuran tepung tapioka sebagai perekat sebanyak 5% dan air sebanyak 10,5%,

kemudian diaduk sampai pakan menjadi pasta.

4.3.4 Pemeliharaan Penelitian

Pakan yang diberikan untuk belut sawah dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi

dan malam hari. Pakan komersial diberikan pada belut sawah adalah pakan

komersial untuk udang ukuran 20-30 gram dengan kadar protein 43,16%. Hal ini

disesuaikan dengan kebutuhan belut sawah menurut Yang et al. (2000)

(37)

35,7 %. Pakan yang digunakan bersifat tenggelam yang disesuaikan dengan

kebiasaan makan belut sawah di dasar kolam.

Pakan yang akan diberikan pada belut sawah diberikan dengan cara cacing

tanah dicampur dengan pakan komersial (pasta). Cacing tanah yang masih segar

dipotong-potong selanjutnya dicampurkan dengan pakan komersial dengan dosis

sebanyak 25%, 50%, 75% dan 100%. Menurut Mashuri, dkk (2012) untuk

menyesuaikan dengan bukaan mulut belut maka dibutuhkan penyetaraan ukuran

pakan uji terutama pakan uji yang memiliki ukuran besar, dengan cara

dipotong-potong menggunakan pisau sehingga belut sawah dapat memakan pakan dengan

mudah. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali sehari dengan dosis sebanyak

5% dari bobot tubuh belut sawah. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 06.00

dan 20.00.

Laju pertumbuhan berat dan panjang dapat dihitung dengan cara

menimbang berat dan panjang rata-rata belut sebelum perlakuan. Penimbangan

berat dan panjang rata-rata dilakuakan setiap tujuh hari sekali sampai penelitian

selesai.

Pencatatan tingkat konsumsi pakan dilakukan selama pemeliharaan dengan

cara menghitung berat pakan yang akan diberikan, kemudian ditunggu selama 15

menit atau sampai pakan yang diberikan telah dimakan. Sisa pakan yang terdapat

di akuarium diambil menggunakan pipet, kemudian diletakkan pada kertas saring.

Dilakukan pengeringan selama 24 jam dan pakan yang telah kering dilakukan

(38)

Rasio konversi pakan dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah total

pakan yang dikonsumsi dan pertambahan bobot belut uji yang dipelihara pada

awal pemeliharaan, kemudian dicatat jumlah belut yang mati dan hidup selama

masa pemeliharaan. Perhitungan tersebut dilakukan setiap tujuh hari sekali.

Benih belut sebelum dimasukkan kedalam akuarium dilakukan pengukuran

kualitas air yaitu pH, DO, dan suhu. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari

sampai akhir pemeliharaan pada pagi dan sore hari. Belut dipelihara dalam

akuarium selama 35 hari. Diagram alur penelitian terdapat pada Bagan 2.

4.3.5 Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas meliputi substitusi pakan yang digunakan, meliputi pakan

cacing tanah dengan pakan komersial (pasta).

2. Variabel tergantung adalah pertumbuhan dan rasio konversi pakan.

3. Variabel kendali terdiri atas keseragaman dan umur belut serta kualitas air.

Penelitian terdiri dari lima perlakuan yaitu P0, P1, P2, P3 dan P4 yang diulang

sebanyak empat kali dengan masing-masing jumlah sampel sebanyak enam ekor.

Sehingga terdapat 20 satuan percobaan, yaitu : P01, P02, P03, P04, P11, P12, P13, P14,

P21, P22, P23, P24, P31, P32, P33, P34,P41, P42, P43, P44.

4.3.6 Parameter Penelitian A. Parameter Utama

Parameter uji utama pada penelitian ini adalah pertumbuhan dan rasio

(39)

uji. Pengukuran berat badan belut uji dilakukan setiap minggu dari awal penelitian

hingga akhir penelitian. Perhitungan Rasio Konversi Pakan dilakukan dengan

menghitung jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan dibagi

pertambahan berat tubuh yang dihasilkan selama pemeliharaan dan penghitungan

dilakukan pada akhir penelitian.

a. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah pertambahan berat pada suatu waktu tertentu.

Penghitungan laju pertumbuhan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh

Huismann (1976) sebagai berikut :

SGR = ( In Wt – In Wo) x 100% t

Keterangan :

SGR = laju pertumbuhan spesifik (%)

In Wt = berat rata-rata individu belut pada waktu ke-t (g) In Wo = berat rata-rata individu belut pada waktu t=0 (g) t = waktu (hari)

Pertumbuhan panjang adalah selisih antara panjang tubuh belut pada awal

dan akhir penelitian (Effendie, 2002).

LM = TL-1 – TL-0

Keterangan :

LM = pertumbuhan panjang (cm)

TL-1 = panjang total pada akhir pemeliharaan (cm)

TL-0 = panjang total pada awal pemeliharaan (cm)

b. Konsumsi

Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh belut dalam satu hari dengan

menggunakan rumus (Buntu, 2002) :

(40)

Keterangan :

Z= jumlah pakan yang dikonsumsi X= jumlah awal pemberian pakan (gram) Y= jumlah akhir (sisa) pemberian pakan (gram)

c. Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau Food Convertion Ratio (FCR) adalah

perbandingan pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot belut uji yang

dipelihara. Penghitungan rasio konversi pakan menggunakan rumus Tacon

(1997):

FCR = F (Wt + D) - Wo Keterangan :

FCR = Rasio Konversi Pakan

F = Jumlah total pakan yang dikonsumsi (gram)

Wt = berat rata-rata individu belut pada waktu ke-t (gram) Wo = berat rata-rata individu belut pada waktu t=0 (gram) D = bobot total belut yang mati selama penellitian (gram)

B. Parameter penunjang

Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, kadar oksigen

terlarut dan kadar amoniak. Suhu dan pH diukur dua kali sehari yaitu pukul 06.00

dan 19.00, sedangkan kadar oksigen terlarut dan kadar amoniak diukur 1 minggu

sekali.

4.3.7 Analisis Data

Analisis statistik menggunakan Analyst of Varian (ANOVA) untuk

mengetahui pengaruh perlakuan. Apabila dari analisis statistik diketahui bahwa

perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji

(41)

Alur Penelitian

Penimbanganberat dan panjang awal belut uji

Analisis Proximat bahan baku pakan pasta.

(42)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Pertumbuhan Belut Sawah

Laju Pertumbuhan Spesifik Belut Sawah

Data berat total dan berat rata-rata belut sawah terdapat pada Lampiran 5.

Data rata-rata laju pertumbuhan spesifik terdapat pada Tabel 5.1 dan data laju

pertumbuhan selengkapnya terdapat pada lampiran 4.

Tabel 5.1. Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.

Perlakuan Laju Pertumbuhan spesifik (%) + SD Transformasi y + SD 0 Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100% Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05) Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan (P<0,05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi

cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range

Test), maka diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik tertinggi adalah P1

(1,50%) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (0,55%), P4 (0,78) dan P2 (1,14)

(43)

terendah adalah P3 (0,55%) yang berbeda nyata dengan P4 (0,88%), P2 (1,06%)

dan P0 (1,14%), 1 (1,50%).

Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus)

Data panjang mutlak tubuh belut sawah selama penelitian terdapat pada

Tabel 5.2. Data hasil pertumbuhan panjang dan hasil sidik ragam pada Lampiran

7.

Tabel 5.2. Data rata-rata Pertumbuhan Panjang Mutlak Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.

Perlakuan Pertumbuhan panjang (cm) + SD 0 Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100% Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi

cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0,05) terhadap pertumbuhan panjang belut sawah.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range

Test), maka diketahui bahwa laju pertumbuhan panjang tertinggi adalah P1 (6,18

cm) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (1,22 cm), P4 (1,98 cm) dan P2 (4,18

cm) dan P0 (5,32 cm). Laju pertumbuhan panjang terendah adalah P3 (1,22 cm)

yang berbeda nyata dengan P4 (1,98 cm), P2 (4,18 cm) dan P0 (5,32 cm), P1

(44)

5.1.2 Tingkat Konsumsi Belut Sawah

Data tingkat konsumsi belut sawah selama penelitian terdapat pada Tabel

5.3. Data hasil tingkat konsumsi dan hasil sidik ragam pada Lampiran 9.

Tabel 5.3. Data rata-rata Tingkat Konsumsi Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari.

Perlakuan Tingkat Konsumsi (g) + SD 0 Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100% Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05) Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan (P>0,05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi

cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range

Test), maka diketahui bahwa tingkat konsumsi tertinggi adalah P1 (95,45 g) yang

berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (82,95 g), P4 (84,40 g) dan P2 (88,50 g) dan

P0 (91,89 g). Tingkat konsumsi terendah adalah P3 (82,95 g) yang berbeda nyata

dengan P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g), P1 (95,45 g) dan tidak berbeda nyata

(45)

5.1.3 Rasio Konversi Pakan Belut Sawah

Data rata-rata rasio konversi pakan belut sawah yang diberi pakan

substitusi terdapat pada tabel 5.4. Berat rata-rata belut sawah awal dan akhir,

pakan yang dikonsumsi dan rasio konversi pakan terdapat pada lampiran 10.

Tabel 5.4. Data rata-rata Rasio Konversi Pakan Belut Sawah (Monopterus albus) Selama Penelitian 35 Hari. Tanah dan 50% Pakan Komersial; 3 = 25% Cacing Tanah dan 75% Pakan Komersial; 4 = 100% Pakan Komersial; SD = Standart Deviasi.

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan (P<0,05)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa pemberian substitusi

cacing tanah dengan pakan komersial (pasta) menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah.

Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range

Test), maka diketahui bahwa rasio konversi pakan terbaik adalah P1 (1,92) yang

berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (4,09), P4 (3,14), P2 (2,53) dan P0 (2,20).

Rasio konversi pakan terendah adalah P3 (4,09) yang berbeda nyata dengan P4

(3,14), P2 (2,53) dan P0 (2,20), 1 (1,92).

5.1.4 Kualitas Air

Data parameter kualitas air selama penelitian terdapat pada lampiran 12

(46)

Tabel 5.5. Nilai Kisaran Kualitas Air Media Pemeliharaan Belut Sawah Selama

Pertumbuhan individu ikan adalah pertambahan ukuran baik panjang

maupun berat dalam satu waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila terdapat

kelebihan input asam amino yang berasal dari pakan (Effendie, 2002). Belut

sawah yang dipelihara selama 35 hari mengalami kenaikan laju pertumbuhan

harian dan panjang mutlak. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pakan pada

masing-masing perlakuan yang diberikan cukup untuk memenuhi kebutuhan

hidup belut sawah.

Laju pertumbuhan harian berfungsi untuk menghitung persentase

pertumbuhan berat ikan per hari. Hasil sidik ragam menunjukkan pemberian

pakan pada masing-masing perlakuan dengan kandungan protein sebesar

43,16-73,36% dan energi sebesar 4322,56-5707,79 kkal pakan mempengaruhi laju

pertumbuhan harian belut sawah. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa

pemberian substitusi pakan cacing tanah dengan pakan komersial (pasta)

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian

benih belut sawah. Perbedaan laju pertumbuhan harian belut sawah antar

(47)

yang diberikan. Terpenuhinya kebutuhan protein pada belut sawah akan

mempercepat laju pertumbuhan, karena protein merupakan bahan pembentuk sel

dan berperan penting dalam produksi enzim (Steffens, 1989 dalam Mulyana,

2004).

Perbedaan laju pertumbuhan harian belut sawah pada masing-masing

perlakuan juga dipengaruhi oleh kelengkapan dan keseimbangan protein serta

asam amino yang terdapat pada pakan yang diberikan. Pakan yang diberikan

untuk setiap perlakuan adalah sebanyak 3% dari berat tubuh belut. Pakan yang

diberikan pada tiap perlakuan, yaitu P0 diberi pakan sebanyak 13,04-13,43 gram

dengan protein 73,36%; P1 diberi pakan sebanyak 13,54-13,83 dengani protein

65,81%; P2 diberi pakan sebanyak 12,64-12,91 dengani protein 58,26%; P3 diberi

pakan sebanyak 11,96-12,15 dengan protein 50,71% dan P4 diberi pakan

sebanyak 11,81-12,67 dengan protein 43,16%.

Pertumbuhan dapat dicapai apabila pakan mengandung asam amino dalam

perbandingan yang optimal, sedangkan pakan dengan kandungan asam amino

yang tidak seimbang dapat menurunkan kemampuan ikan untuk tumbuh karena

terjadi amino acid antagonism atau toksisitas meskipun protein pada pakan

tersebut tinggi (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Pakan yang diberikan mempunyai

nilai nutrisi yang baik, maka dapat mempercepat laju pertumbuhan, karena protein

akan dipergunakan untuk menghasilkan energi mengganti sel-sel tubuh yang

rusak. Zat-zat nutrisi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin,

(48)

Laju pertumbuhan harian ikan tiap perlakuan hasilnya berbeda nyata, hal

ini disebabkan karena dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan pertambahan bobot

serta panjang badan yang tidak sama dari setiap perlakuan. Dengan jumlah

konsumsi pakan tidak sama dan pertumbuhan bobot badan yang relatif tidak sama

maka tingkat konversi pakan akan semakin jauh berbeda hasilnya antar perlakuan,

sehingga pada perhitungan sidik ragam nilai konversi pakan dan tingkat konsumsi

berbeda nyata. Haryono, dkk (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan

dipengaruhi oleh kemampuan ikan memanfaatkan pakan.

Laju pertumbuhan harian tertinggi adalah P1 (1,50%) yang berbeda nyata

(P<0,05) dengan P3 (0,55%), P4 (0,78) dan P2 (1,14) serta tidak berbeda nyata

(P>0,05) dengan P0 (1,31). Hal ini diduga disebabkan karena pakan P1 yaitu

pemberian substitusi pakan cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25%

memiliki kandungan protein yang sudah sesuai dengan kebutuhan ikan, selain

asam amino pada belut terpenuhi oleh asam amino esensial yang berasal dari

pakan komersial sehingga didapatkan hasil pertumbuhan yang lebih baik. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Afrianto dan Liviawaty (2005) bahwa pakan dengan

kandungan protein yang tinggi adalah pakan yang mengandung asam amino

dalam perbandingan optimal, sesuai dengan kebutuhan sintesis protein ikan.

Rendahnya laju pertumbuhan pada P3 disebabkan karena kekurangan

protein dalam pakan yang mengakibatkan ikan memerlukan energi ekstra untuk

melakukan proses deaminasi dan mengelurakan amoniak sebagai senyawa yang

bersifat racun sehingga protein yang digunakan untuk pertumbuhan akan

(49)

ikan budidaya tidak boleh kekurangan, pemberian protein harus tepat karena jika

kekurangan atau berlebih akan memberikan dampak pertumbuhan yang negatif.

Laju pertumbuhan harian, perlakuan substitusi cacing tanah dan pakan

komersial (pasta) memberikan pengaruh pertumbuhan panjang pada benih belut

sawah. Berdasarkan analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa pertumbuhan

panjang mutak belut sawah selama penelitian menunjukkan bahwa pakan

substitusi memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap panjang mutlak

belut sawah. Perbedaan laju pertumbuhan panjang mutlak belut sawah antar

perlakuan disebabkan karena adanya perbedaan kandungan nutrisi dalam pakan

yang diberikan dan juga dapat disebabkan karena suplai asam amino essensial

yang berasal dari pakan komersial tidak sesuai dengan kebutuhan belut sawah

sehingga pertumbuhan belut sawah menjadi terganggu. Terpenuhinya kebutuhan

protein pada belut sawah akan mempercepat laju pertumbuhan, karena protein

merupakan bahan pembentuk sel (Gusrina, 2008). Nilai laju pertumbuhan pada

belut sawah lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Umar (2013) yaitu

sebesar 1,35%. Hal ini disebabkan belut yang digunakan pada penelitian Umar

(2013) memiliki bobot 11 gram dan panjang 25 cm, sehingga mempengaruhi

penyerapan makanan serta tingkat konsumsi pada belut.

Laju pertumbuhan panjang mutlak tertinggi adalah P1 (6,18 cm) yang

berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 (1,22 cm), P4 (1,98 cm), P2 (4,18 cm) dan P0

(5,32 cm). Hal ini diduga disebabkan karena pakan P1 yaitu pemberian substitusi

pakan cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25% memiliki kandungan

(50)

amino yang terdapat pada P1 lebih optimal. Persentase pakan yang diubah

menjadi daging atau pertambahan panjang ikan yang dipelihara berkaitan erat

dengan jenis pakan yang dimakan. Semakin baik kualitas pakan akan

menunjukkan laju pertambahan panjang mutlak yang baik. Alva dan Lim (1983)

dalam Mashuri, dkk. (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan tidak hanya

dipengaruhi oleh kuantitas protein tetapi juga kualitasnya, serta kandungan gizi

lainnya seperti lemak juga berpengaruh dalam pertumbuhan. Nilai ini lebih baik

bila dibandingkan dengan penelitian Mashuri (2012) bahwa belut sawah memiliki

pertumbuhan panjang sebesar 5,61 cm.

5.2.2 Tingkat Konsumsi Belut Sawah

Hasil analisis varian (ANAVA) konsumsi pakan menunjukkan bahwa

pemberian pakan yang berbeda pada belut sawah menghasilkan tingkat konsumsi

yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan (P<0,05). Hasil tingkat

konsumsi belut sawah merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh belut

sawah. Pakan merupakan unsur penting dalam menunjang kelangsungan hidup

dan pertumbuhan ikan. Pakan yang dikonsumsi oleh ikan digunakan untuk

kelangsungan hidup dan apabila ada kelebihan protein akan digunakan untuk

pertumbuhan (Khairuman dan Amri, 2002).

Tingkat konsumsi tertinggi adalah P1 (95,45 g) yang berbeda nyata

(P<0,05) dengan P3 (82,95 g), P4 (84,40 g), P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g). Hal ini

membuktikan bahwa pakan yang diberikan berupa substitusi cacing tanah 75%

dan pakan komersial (pasta) mampu memberikan meningkatkan konsumsi serta

(51)

yang berbeda nyata dengan P2 (88,50 g) dan P0 (91,89 g), P1 (95,45 g) dan tidak

berbeda nyata (P>0,05) dengan P4 (84,40 g). Nilai tingkat konsumsi pakan pada

belut sawah lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian Jeffrey (2007) dengan

nilai 75 gram.

Tingginya tingkat konsumsi pakan pada perlakuan disebabkan karena

pakan yang diberikan memberikan nutrisi yang seimbang untuk pertumbuhan

serta tingkat kesukaan belut sawah pada pakan tersebut cukup tinggi. Sebaliknya,

rendahnya nilai tingkat konsumsi pakan pada perlakuan dikarenakan pakan

tersebut kurang disukai oleh belut sawah, yang mungkin disebabkan karena pakan

tersebut tidak sama dengan pakan yang ada pada habitat aslinya.

5.2.3 Rasio Konversi Pakan Belut Sawah

Rasio konversi pakan adalah suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah

pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan berat tertentu (Mahyudin, 2008).

Nilai rasio konversi pakan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa pakan yang

diberikan semakin tidak efektif dalam pertumbuhan belut sawah. Hasil sidik

ragam menunjukkan bahwa substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta)

berbeda nyata (P<0,05) terhadap rasio konversi pakan belut sawah. Hal ini

disebabkan karena perbedaan kandungan nutrisi pada masing-masing pakan

perlakuan.

Rasio konversi pakan pada P3 (4,09), P4 (3,14) P2 (2,53) dan P0 (2,20)

lebih tinggi dibandingkan P1 (1,92). Hal ini disebabkan karena pakan relatif

kurang dimanfaatkan oleh tubuh belut sawah sehingga nutrisi dalam pakan

(52)

melalui feses, sehingga laju pertumbuhan yang diperoleh relatif rendah. Selain itu,

kualitas pakan yang kurang baik misalnya pakan yang mudah hancur atau bau

pakan yang tidak merangsang akan menyebabkan pakan tidak termakan.

Kondisi kualitas pakan yang baik mengakibatkan protein yang diperoleh

pada belut sawah (Monopterus albus) lebih banyak untuk pertumbuhan, sehingga

belut sawah (Monopterus albus) dengan pemberian pakan yang sedikit dapat

meningkatkan laju pertumbuhan. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan ikan

dalam mencerna pakan. Pakan ikan yang diberikan selama kegiatan budidaya

tidak seratus persen dikonsumsi oleh ikan. Konversi pakan terbaik pada perlakuan

1 yaitu 1,92 berarti dalam 1,92 kilogram pakan akan memberikan kontribusi

penambahan berat daging ikan sebanyak 1 kilogram.

Nilai rasio konversi pakan terbaik pada penelitian pemberian substitusi

cacing tanah dan pakan komersial (pasta) ini adalah P1 yaitu pemberian pakan

cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25% sebesar 1,92. Nilai ini lebih

baik bila dibandingkan dengan penelitian Mashuri (2012) bahwa belut sawah

memiliki rasio konversi pakan sebesar 2,23 dengan perlakuan pemberian pakan

cacing tanah.

5.2.4 Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ikan.

Kualitas air yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu, pH, oksigen terlarut

dan ammonia. Djajasewaka (1993) menyatakan bahwa kelemahan penggunaan

pakan pasta dapat menimbulkan pencemaran terhadap kualitas air, karena pakan

(53)

ditambahkan zat pengikat (binder). Hal ini dapat terjadi apabila terdapat sisa

pakan pada media pemeliharaan, sehingga mempengaruhi kualitas air.

Berdasarkan pengukuran kualitas air perlakuan dari awal hingga akhir

penelitian terlihat bahwa suhu terendah terjadi pada pagi hari dan suhu tertinggi

terjadi pada sore hari. Selama pemeliharaan suhu air tidak terlalu berpengaruh

terhadap tingkat nafsu makan karena suhu berada dalam kondisi optimum untuk

pertumbuhannya yaitu 27-300C pada waktu pagi hari dan meningkat pada waktu

siang hari hingga sore hari dan kembali turun pada malam hari. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Mashuri, dkk. (2012) bahwa suhu optimal umtuk pertumbuhan

belut sawah adalah 27-300C. Dengan demikian kisaran suhu pada pemeliharaan

belut sawah telah memenuhi persyaratan.

Kandungan oksigen terlarut selama pemeliharaan berada dalam batas

toleransi yang dibutuhkan oleh belut sawah. Oksigen terlarut selama penelitian

adalah 4-6 mg/l. Menurut Ghufran, et.al (2007), kisaran oksigen terlarut yang

optimum untuk pertumbuhan belut sawah adalah 4-7 mg/l. Dengan demikian

oksigen terlarut pada pemeliharaan ikan belut masih memenuhi persyaratan.

Sumber amoniak di perairan dapat berasal dari sisa pakan maupun kotoran

ikan (Mulyana, 2004). Tingginya kandungan amoniak di perairan dapat

menghambat pertumbuhan belut sawah. Ammonia selama penelitian adalah 0,5

mg/l. Menurut Alit (2009) kandungan ammonia antara 1-2 mg/l tidak

menyebabkan pertumbuhan belut menurun asalkan pH berada dalam rentang nilai

(54)

menyebabkan kematian adalah lebih dari 1 mg/l. Dengan demikian kandungan

ammonia pada pemeliharaan belut sawah masih memenuhi syarat.

Hasil pengukuran pH menunjukkan kisaran antara 7-8. Alit (2009)

menyatakan bahwa pH optimal untuk budidaya belut berkisar antara 6,5-8.

Dengan demikian kisaran pH pada pemeliharaan belut sawah masih memenuhi

(55)

VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

a. Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) memberikan pengaruh

yang nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian belut sawah

(Monopterus albus). Laju pertumbuhan harian terbaik diperoleh pada

perlakuan 1 (1,50%) dengan perlakuan substitusi cacing tanah 75% dan pakan

komersial (pasta) 25%.

b. Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) memberikan pengaruh

yang nyata (P<0,05) terhadap tingkat konsumsi belut sawah (Monopterus

albus). Tingkat konsumsi terbaik diperoleh pada perlakuan 1 (95,45) dengan

perlakuan substitusi cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25%.

c. Substitusi cacing tanah dan pakan komersial (pasta) memberikan pengaruh

yang nyata (P<0,05) terhadap rasio konversi pakan belut sawah (Monopterus

albus). Rasio konversi pakan terbaik diperoleh pada perlakuan 1 (1,92) dengan

perlakuan substitusi cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25%.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk menggunakan

substitusi cacing tanah 75% dan pakan komersial (pasta) 25% untuk menghasilkan

laju pertumbuhan harian dan tingkat konsumsi yang tinggi, serta rasio konversi

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2.1. Belut Sawah (             Monopterus albus) (Hariyani, 2006)
Gambar 2.2. Lumbricus sp. (Anonim, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Misi ke 4 : Meningkatkan pembangunan pelayanan perkotaan dengan pengembangan budaya daerah disertai dengan peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat

2.9.2 Pengaruh Likuiditas terhadap Efisiensi Pasar Mata Uang Kripto Menurut Greene dan McDowall (2018), likuiditas merupakan probabilitas dari suatu aset yang dapat

[r]

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan syarat kelulusan dalam menyelesaikan studi di Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri

Danau-danau volkanik di Dataran Tinggi Dieng terkenal karena keunikannya dan telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Di Daerah Dataran Tinggi Dieng telah terjadinya

Mengenai hak korban berupa pemberian restitusi(ganti keru- gian) pada sistem peradilan pidana khusus- nya pada perkara tindakpidana perdagangan orang adalah suatu hal yang

Penelitian tentang Budidaya Ternak Babi Sebagai Pendorong Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Intan Jaya dimaksudkan untuk mewujudkan kesinambungan pengembangan komoditi

Beberapa kelebihan dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan cara konvensional ialah (1) faktor perbanyakan tinggi, (2) tidak tergantung pada musim karena