• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PUTUSAN CERAI TALAK ATAS NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA (Studi Kasus Putusan Nomor 0785Pdt.G2017PA.Sal) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PELAKSANAAN PUTUSAN CERAI TALAK ATAS NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA (Studi Kasus Putusan Nomor 0785Pdt.G2017PA.Sal) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PUTUSAN CERAI TALAK ATAS

NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA

SALATIGA

(Studi Kasus Putusan Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Muhamad Hajir Hikmawan

21113040

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI

AH

(2)
(3)

PELAKSANAAN PUTUSAN CERAI TALAK ATAS

NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA

SALATIGA

(Studi Kasus Putusan Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Muhamad Hajir Hikmawan

21113040

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI

AH

(4)

Lutfiana Zahriani, S.H., M.H. Dosen IAIN Salatiga

PENGESAHAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

KepadaYth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah

skripsi mahasiswa:

Nama : Muhamad Hajir Hikmawan

NIM : 211-13-040

Judul : PELAKSANAAN PUTUSAN CERAI TALAK ATAS NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA(Studi Kasus Putusan Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal)

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang

munaqosyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan

(5)

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

PELAKSANAAN PUTUSAN CERAI TALAK ATAS NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA

(Studi Kasus Putusan Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal)

Oleh:

Muhamad Hajir Hikmawan NIM 211-13-040

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 14 Agustus 20186dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).

Dewan Sidang Munaqosyah:

Ketua Penguji : Muh. Hafidz, M.Ag.

Sekretaris Penguji : Luthfiana Zahriani, S.H., M.H.

Penguji I : Drs. Badwan, M.Ag.

Penguji II : Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.

Salatiga, 14 Agustus 2018 Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga,

Dr. Siti Zumrotun, M.Ag NIP. 19670115 199803 2 002 KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYRI’AH

Jl. Nakula Sadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423Salatiga5022

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muhamad Hajir Hikmawan

NIM : 211-13-040

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syari‟ah

Judul : PELAKSANAAN PUTUSAN CERAI TALAK ATAS NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA SALATIGA(Studi Kasus Putusan Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang

lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 09 Juli 2018

Yang menyatakan,

Muhamad Hajir Hikmawan

(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang

tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan

saat mereka menyerah

PERSEMBAHAN

(8)

KATA PENGANTAR

Pertama dan yang paling utama tidak lupa saya mengucap puji syukur

kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kepada kita nikmat berupa

kesehatan yang tiada tara tandingannya ini.

Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung

Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari jaman kebodohan menuju

zaman yang terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat

menjadikan kita bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Sebagai insan yang lemah dan penuh dengan keterbatasan, penulis menyadari

bahwa tugas penulisan ini bukanlah tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang

berat.Akhirnya dengan berbekal kekuatan, kemauan dan bantuan semua pihak, maka

penyusunan skripsi dengan judul: “PELAKSANAAN PUTUSAN CERAI TALAK

ATAS NAFKAH ISTRI DAN ANAK DI PENGADILAN AGAMA

SALATIGA(Studi Kasus Putusan Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal)” ini bisa

terselesaikan.

Dengan terbentuknya skripsi ini, penulis haturkan banyak terima kasih yang

tiada taranya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga;

2. Ibu DR. Siti ZumrotunM.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah;

3. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.I.,M.Si., selaku kaprodi Hukum Keluarga Islam;

(9)

5. Bapak Drs. H. Salim, S.H, M.H. selaku hakim di Pengadilan Agama Salatiga;

6. Ibu Luthfiana Zahriani, S.H., M.H.selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

dengan ikhlas dan sabar membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu,

tenaga dan pikirannya sehingga skripsi ini terselesaikan;

7. Bapak/Ibu dosen Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang telah memberikan

ilmunya yang sangat bermanfaat;

8. Orang tua tercinta dan semua saudara-saudaraku yang telah memberikan dan

mencurahkan segala kemampuan dan segala kemampuannya secara material dan

immaterial hingga saat ini. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah

ada;

9. Para pihak dan keluarga yang mendapat putusan dari Pengadilan Agama Salatiga

pada nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal;

10. Sahabat-sahabat dan teman-teman seangkatan di Hukum Keluarga Islam

angkatan 2013 atas segala bantuan, semangat, dan hiburannya sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini;

11. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang

telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Atas segala hal tersebut, penulis tidak mampu membalas apapun selain hanya

memanjatkan doa, semoga Allah SWT mencatat sebagai amal sholeh yang akan

mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Aamiin yaa robbal „aalamiin.

(10)

untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna

kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat

bermanfaat, khususnya bagi Almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.

Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

Salatiga, 09 Juli 2018

(11)

ABSTRAK

Hikmawan, Muhamad Hajir. 2018.Pelaksanaan Putusan Cerai Talak Atas Nafkah Istri dan Anak Di Pengadilan Agama Salatiga (Studi Kasus Putusan Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal).Skripsi. Program Studi Hukum Keluarga Islam.Fakultas Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Luthfiana Zahriani, S. H., M.H

Kata Kunci:Pelaksanaan, Putusan Cerai Talak, Nafkah Istri, Nafkah Anak

Perceraian yang terjadi karena adanya talak dari suami terhadap istrinya, maka sesuai dengan ketentuan pasal 41 (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan suatu kewajiban kepada mantan istrinya. Dalam hal ini, walaupun tidak adanya suatu tuntutan dari istri, majelis hakim dapat menghukum mantan suami membayar kepada mantan istri untuk memenuhi nafkah. Namun kenyataannya setelah istri dicerai, pemenuhan nafkah tersebut ada yang belum terpenuhi sesuai dengan keputusan Majelis Hakim. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam menentukan putusan atas penentuan nafkah bagi istri dan anak pada putusan nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal dan bagaimana pelaksanaan putusan pemenuhan nafkah oleh suami terhadap mantan istri dan anak pada putusan nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Dengan pendekatan ini diharapkan penulis bisa mengetahui bagaimana pemenuhan nafkah dalam keluarga yang mendapatkan putusan dari pengadilan. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya.

(12)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian... 6

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Telaah Pustaka ... 8

G. Metode Penelitian... 11

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perceraian ... 18

1. Pengertian Perceraian ... 18

2. Bentuk-bentuk Perceraian ... 20

3. Proses Hukum Cerai Talak... 28

4. Akibat Hukum Perceraian terhadap Bekas Istri ... 29

5. Akibat Hukum Perceraian terhadap Anak... 31

(13)

1. Pengertian Putusan ... 35

2. Kekuatan Putusan ... 36

3. Susunan dan Isi Putusan ... 37

C. Pelaksanaan Putusan ... 41

1. Pengertian Eksekusi ... 41

2. Macam-macam Eksekusi ... 43

3. Tata cara Eksekusi... 43

BAB III HASIL PENELITIAN A. Putusan Cerai Talak Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0785/Pdt.G/PA.Sal ... 48

1. Duduk Perkara Pada Putusan Cerai Talak Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0785/Pdt.G/PA.Sal ... 48

2. Penyelesaian Permohonan Putusan Cerai Talak Pengadilan Agama Salatiga Pada Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal ... 50

3. Dasar Pertimbangan Hukum Putusan Cerai Talak Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal ... 55

B. Pelaksanaan Putusan Pemenuhan Nafkah Oleh Suami Terhadap Mantan Istri dan Anak Pada Perkara Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal ... 59

BAB IV ANALISIS PUTUSAN CERAI TALAK PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR 0785/Pdt.G/2017/Pa.Sal A. Analisis Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Menentukan Nafkah Bagi Istri dan Anak Pada Putusan Nomor 0785/Pdt.g/2017/PA.Sal 62 B. Analisis Pelaksanaan Putusan Pemenuhan Nafkah Oleh Suami terhadap Mantan Istri dan Anak Pada Putusan Nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal di pengadilan Agama Salatiga ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan dengan tujuan

adanya ketenangan, kesenangan, kedamaian dan kebahagiaan. Hal ini

menjadikan semua laki-laki dan perempuan menginginkan pasangan hidup

yang dapat membentuk suatu keluarga. Dasar dari keluarga mempengaruhi

kualitas pada unit yang lebih besar, ketika dasar tersebut kokoh maka unit

selanjutnya pun akan menjadi kuat. Pengaruh yang akan dirasakan secara

nyata adalah dalam keberhasilan pembentukan sumber daya manusia.

Perkawinan merupakan sunnah rosul, islam mensyariatkan dijalinnya

pertemuan antara lelaki dan perempuan, selanjutnya mengarahkan pertemuan

tersebut sehingga terlaksananya suatu perkawinan.

Menurut Mathlub (2005 : 1) Secara etimologis, Perkawinan adalah

pencampuran, penyelarasan, atau ikatan. Ikatan tersebut terjadi diantara

seorang lelaki dan wanita, dengan adanya kerelaan menyelaraskan dan

berdampingan bersama pasangannya. Sementara nikah secara etimologis

digunakan untuk mengungkapkan makna dari persetubuhan, akad, dan

pelukan (Mathlub, 2005:2). Sedangkan menurut hukum islam, pernikahan

(16)

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Allah ta‟alla

berfirman dalam surat Ar-ruum (30): 21 :

َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَيآ ْنِمَو

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012:324).

Begitu juga rasulullah telah berkata :

ْنَعَو

Dari Anas Ibnu Malik bahwa Nabi Shallallaahu „alaihiwa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: “Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barang siapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim nomor 994).

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa perkawinan merupakan

suatu perjanjian yang mengikat lahir batin dengan dasariman.Dari segi ibadah,

perkawinan merupakan suatu kejadian yang penting dan sakral dalam

kehidupan manusia yang mengandung nilai ibadah. Salah satu hal yang

(17)

Kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam hal menjalankan

hak dan kewajiban masing-masing pihak sangat diperlukan dalam

mewujudkan tujuan dari suatu perkawinan. Hak adalah sesuatu yang

seharusnya diterima seseorang setelah ia memenuhi kewajibannya, sedangkan

kewajiban adalah sesuatu yang seharusnya dilaksanakan oleh seseorang untuk

mendapat hak. Suami istri wajib saling setia dan mencintai, hormat

menghormati, dan saling memberi bantuan secara lahir dan batin. Suami wajib

melindungi dan memenuhi keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan

kemampuannya.

Pernikahan bukan saja untuk menyalurkan kebutuhan biologis, namun

tujuannya juga dapat menyambung keturunan yang baik dalam naungan

rumah tangga yang penuh dengan kedamaian, cinta dan kasih sayang. Ini

sesuai dengan bunyi pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yakni:

“perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah mawaddah warahmah” (Departemen Agama RI, 2000: 14).

Melindungi keselarasan pasangan suami-istritidaklah semudah

membalikkan telapak tangan, namun memerlukan pengorbanan. Prinsip

perkawinan sendiri adalah untuk membentuk suatu keluarga yang tentram,

damai dan langgeng, namun dalam perjalanannya kehidupan tidak selalu

sesuai dengan keinginan manusia. Perceraian dapat terjadi oleh berbagai

(18)

Perceraian merupakan realitas yang tidak dapat dihindari apabila

kedua belah pihak telah mencoba untuk mencari penyelesaiannya, apabila

belum terdapat kesepakatan dan merasa tidak bisa melanjutkan keutuhan

keluarga maka kedua belah pihak bisa membawa permasalahan ke pengadilan

untuk dicari jalan keluar yang terbaik.

Sesuai dengan ketentuan pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974, Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak.

Secara umum alasan perceraian dalam masyarakat adalah tidak ada

lagi kecocokan di antara suami dan istri. Perceraian merupakan suatu

perbuatan hukum yang tentunya akan membawa akibat-akibat hukum tertentu,

perceraian hanya dapat dilakukan atas dasar putusan hakim di depan sidang

Pengadilan Agama (Pasal 115 KHI).

Perceraian yang terjadi karena adanya talak dari suami terhadap

istrinya, maka sesuai dengan ketentuan pasal 41 (c) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974, Pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk

memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan suatu kewajiban kepada

mantan istrinya.

Dalam hal ini, walaupun tidak adanya suatu tuntutan dari istri, majelis

hakim dapat menghukum mantan suami membayar kepada mantan istri untuk

(19)

nafkah tersebut ada yang belum terpenuhi sesuai dengan keputusan majelis

hakim.

Berdasarkan uraian diatas, fenomena pemenuhan nafkah setelah

adanya putusan Majlis Hakim sangat menarik untuk diteliti. Hal tersebut

menimbukan pertanyaan apakah telah dilaksanakan suatu putusan atau hanya

sebagai formalitas belaka, maka penulis membuat skripsi dengan judul

Pelaksanaan Putusan Cerai Talak Atas Nafkah Istri Dan Anak Di

Pengadilan Agama Salatiga (Studi Kasus Putusan Nomor

0785/Pdt.G/2017/PA.Sal)”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam menentukan putusan atas

penentuan nafkah bagiistri dan anak pada putusan nomor

0785/Pdt.G/2017/PA.Sal?

2. Bagaimana pelaksanaan putusan pemenuhan nafkah oleh suami terhadap

mantan istri dan anak pada putusan nomor 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam menentukan

putusan atas penentuan nafkah bagi istri dan anak pada putusan nomor

0785/Pdt.G/2017/PA.Sal.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan putusan pemenuhan nafkah oleh suami

terhadap mantan istri dan nafkah anakpada putusan nomor

(20)

D. Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih memperdalam dan

menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya pada hukum Keluarga

di Fakultas Syari’ah Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi

Membantu memberikan masukan bagi para pihak yang

berkompeten terhadap masalah-masalah keluarga, juga menjadi tolak

ukur atas keberhasilan selama ini dalam mendidik dan membekali

ilmu bagi peneliti sebelum masuk ke dalam kehidupan

bermasyarakat.

b. Bagi Masyarakat

Memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang

perceraian dan pelaksanakan putusan pengadilan mengenai nafkah.

c. Bagi Peneliti

Digunakan sebagai bahan awal bagi penelitian selanjutnya

(21)

E. Penegasan Istilah

Agar didalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda

dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah didalam judul

ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah:

1. Putusan pengadilan

Putusan menurut Mukti Arto(1998 : 245) adalah pernyataan

hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim

dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan

perkara gugatan (kontentius). Jadi putusan adalah kesimpulan akhir yang

diambil oleh Majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu dalam

menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa/perkara, yang dituangkan

dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan

yang terbuka untuk umum.

2. Perceraian

Perceraian menurut Subekti (1985 : 42) adalah penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam

perkawinan itu. Jadi, pengertian perceraian menurut Subekti adalah

penghapusan perkawinan, baik dengan putusan hakim atau tuntutan

suami atau istri.

3. Nafkah

Nafkah adalah tanggung jawab utama seorang suami dan hak

(22)

unsur kikir, merupakan kontribusi utama yang dapat mendatangkan

keseimbangan dan kebahagiaan rumah tangga(Hamid, 2006:71).

F. Telaah Pustaka

Setelah melaksanakan penelusuran literatur yang membahas mengenai

eksekusi putusan majelis hakim atas nafkah mantan istri dan anak, peneliti

telah menemukan beberapa reverensi khususnya dari skripsi dan buku.

Diantaranya yang dapat dijadikan sumber telaah pustaka adalah sebagai

berikut:

Pertama adalah Skripsi Agung Windiarto yang berjudul “Pelaksanaan

Putusan (Eksekusi) Terhadap Sengketa Harta Bersama di Pengadilan Agama

Ambarawa (Studi Analisis Putusan Nomor:0224/Pdt.G/2010/PA.Amb)”.

Dalamskripsi ini memiliki dua rumusan masalah yaitu apa yang menjadi dasar

Ketua Pengadilan Agama Ambarawa dalam menjalankan eksekusi terhadap

sengketa harta bersama setelah adanya kesepakatan perdamaian harta bersama

di Pengadilan Agama Ambarawa nomor: 0224/Pdt.G/2010/PA.Amb dan apa

yang menjadi keabsahan berita acara eksekusi tanpa tanda tangan salah satu

pihak. Penulis menjelaskan bahwa yang menjadi dasar putusan yaitu adanya

beberapa asas yang harus dipenuhi dalam sebuah pelaksanaan putusan

(eksekusi), yaitu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang

diatur dalam pasal 195 HIR atau pasal 206 R.Bg. penulis juga menjelaskan

(23)

tidak menghalangi sahnya eksekusi, hal-hal yang berkaitan dengan eksekusi

perkara nomor tersebut tetap sah secara hukum.

Kedua, skripsi dari Aina Sufya Fuaida yang berjudul “Pelaksaan

Putusan Dalam Pembagian Waris di Pengadilan Agama (Studi Analisis

Putusan Nomor:632/Pdt.G/2007/PA.Amb)”. Dalam skripsi ini memiliki tiga

rumusan masalah yaitu bagaimana pembagian waris dalam perkara nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb. di Pengadilan Agama Ambarawa, bagaimana dasar

pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Ambdan

bagaimana pelaksanaan putusan Nomor 632/Pdt.G/2007/PA.Amb. Penulis

menjelaskan bahwa pembagian waris dalam perkara nomor

632/Pdt.G/2007/PA.Amb di Pengadilan Agama Ambarawa telah mengacu

pada Kompilasi Hukum Islam dalam menetapkan hukum waris. Penulis juga

menjelaskan dasar pertimbangan hakim pembagian waris putusan nomor

tersebut adalah dari keterangan saksi dan bukti yang diajukan serta pengakuan

dari para pihak dan pelaksanaan putusan nomor tersebut oleh pihak keluarga

telah dilaksanakan pembagian sesuai dengan putusan.

Kemudian yang ketiga adalah skripsi Muhamad Latif yang berjudul

“Pemberian Nafkah Anak Oleh Ayah Kandung Setelah Perceraian (Studi

Kasus Keluarga Broken Home Pada siswa di MAN Salatiga)”.Dalam skripsi

ini memiliki dua rumusan masalah yaitu bagaimanakah pemberian nafkah

oleh orang tua laki-laki (Ayah) kepada anak setelah terjadinya perceraian pada

(24)

ditempuh oleh ibu agar (ayah) melaksanakan kewajibannya dalam memberi

nafkah kepada anaknya setelah terjadinya perceraian pada siswa-siswa broken

home di MAN Salatiga. Penulis menjelaskan bahwa pemberian nafkah anak

oleh ayah kandung setelah perceraian yang terjadi di MAN Salatiga sangat

bervariasi, yaitu dilakukan secara sukarela, secara berbelitbelit, dan tidak

pernah dilakukan. Penulis juga menjelasakan upaya ibu untuk mengingatkan

mantan suami memberikan nafkah anak setelah perceraian yang terjadi di

MAN Salatiga sangat bervariasi dalam tindakannya, yaitu tindakan ibu untuk

mengingatkan mantan suami tidak perlu dilakukan, tindakan ibu untuk

mengingatkan mantan suami dengan memintanya secara langsung dan

tindakab ibu untuk mengingatkan mantan suami tidak pernah dilakukan.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan peneliti dengan penelitian

terdahulu terletak pada fokus masalah yang akan diteliti. Dimanapenelitian

akan dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga dan kepada keluarga atau

perorangan yang menjadi subyek daripada putusan. Kajiian utama pada

penelitian terdahulu fokus pada pelaksanaan putusan tentang sengketa harta

bersama, waris dan pemberian nafkah kepada anak. Sedangkan penelitian

peneliti berfokus pada pelaksanaan pemenuhan nafkah kepada istri ataupun

anak, mengapa terjadi perceraian, cara pemenuhan nafkah, pelaksanaan

nafkah dalam islam, dan implikasi terhadap keseharian istri ataupun anak

(25)

G. Metode Penelitian

1. JenisPenelitian dan Pendekatan

Untuk membantu dan memudahkan peneliti dalam melakukan

penelitian, peneliti akan menggunakan jenis penelitian secara kualitatif

dan menggunakan beberapa pendekatan sebagai acuan dalam

penulisanini. Secara jelasnya penulis paparkan sebagai berikut:

a. Penelitian Kualitatif

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif

yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis, yang tidak

menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya

(Moleong, 2002: 6). Dari pengertian tersebut, sudah tentu sesuai

dengan judul penelitian yang telah ada ini, peneliti akan berada pada

latar yang alamiah sehingga metode yang akan digunakan adalah

dengan melakukan observasi, catatan lapangan dan wawancara

dengan hakim dan pihak istri serta keluarga yang mendapatkan

putusan dari Pengadilan Agama Salatiga.

b. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan

yuridis sosiologis. Dengan pendekatan ini diharapkan penulis bisa

mengetahui bagaimana pemenuhan nafkah dalam keluarga yang

(26)

tinjauan pada pihak istri dan keluarga yang mendapatkan putusan

dari Pengadilan Agama Salatiga.

2. Kehadiran Peneliti dan Tempat Penelitian

Peneliti dalam melaksanakan observasi telah melaksanakan

wawancara pra penelitian di Pengadilan Agama Salatiga, sehingga sudah

tentu peneliti berada pada lapangan bersama nara sumber yang ada.

Penelitian dilaksanakan di Pengadilan Agama Salatiga. Alasan peneliti

memilih lokasi tersebut dikarenakan jaraknya yang terjangkau dan dekat

dengan tempat tinggal peneliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah

untuk mendapatkan data. Dalam pelaksanaan penelitian ini, data akan

diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,

yaitu:

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara

(Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(Interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,

(27)

pihak istri serta keluarga yang mendapat putusan dari Pengadilan

Agama Salatiga.

b. Dokumen

Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film

(Moeloeng, 2002 : 161). Sumber tertulis dapat terbagi atas sumber

buku dan majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi dan

dokumen resmi (Moeloeng, 2002 : 113). Dalam hal ini penulis

mengambil dokumentasi berupa data tentang putusan cerai talak oleh

Majelis Hakim di Pengadilan Agama Salatiga pada nomor

0785/Pdt.G/2017/Pa.Sal.

4. Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis

seperlumya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Dalam

penganalisisan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif

yaitu: analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan

dalam bentuk uraian (Moeloeng, 2011 : 288).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis data

model Miles dan Huberman (1984) atau yang sering disebut dengan

analisis alur (Flow) dimana aktivitas dalam analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsug secara terus menerus sampai

tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan

(28)

Aktivitas dalam analisis ini meliputi tiga tahap yaitu tahap

reduksi data (data reduction), tahap penyajian data (data display) serta

tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion/ verification).

5. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam rangka informasi yang faktual dan terperinci maka penulis

menggunakan beberapa teknik pengecekan data yang diuraikan sebagai

berikut:

a. Triangulasi

Triangulasi adalah sebuah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Artinya melalui teknik

ini data pokok yang ada akan dibandingkan dengan data pendukung

lainnya, baik berdasarkan sumber, metode, dan teori. Dalam hal ini

peneliti membandingkan antara data-data yang didapatkan peneliti

melalui wawancara dengan dokumentasi serta hasil observasi

lapangan. Selain itu penulis juga membandingkan antara metode

yang dilaksanakan dengan apa yang menjadi dasarnya.

b. Uraian Rinci

Dalam teknik ini penulis telah melaporkan hasil penelitiannya

sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin.

c. Auditing

Auditing adalah proses pemeriksaan kebergantungan dan

(29)

didapatkan peneliti, baik berbentuk catatan ataupun data lainnya

dimanfaatkan dalam proses auditing.

6. Tahap-Tahap Penelitian

Pada tahapan ini penulis membagi dalam tiga tahap, yaitu:

a. Tahap Pra Lapangan

Dalam tahap pertama ini ada lima hal yang telah dilengkapi

oleh peneliti yaitu:

1. Menyusun rancangan penelitian

2. Mengurus perizinan

3. Menjajaki dan menilai lapangan

4. Memilih dan memanfaatkan informan

5. Menyiapkan perlengkapan penelitian

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan, dibagi atas tiga

bagian yaitu:

1. Memahami latar penelitian

2. Adaptasi peneliti dilapangan

3. Berperan serta mengumpulkan data

c. Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis

seperlumya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Dalam

(30)

yaitu: analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian

disajikan dalam bentuk uraian (Moeloeng, 2011 : 288).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis

data model Miles dan Huberman (1984) atau yang sering disebut

dengan analisis alur (Flow) dimana aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsug secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan

data ditandai dengan tidak diperolehya lagi data atau informasi baru

(Emzir, 2011 : 128).

Aktivitas dalam analisis ini meliputi tiga tahap yaitu tahap

reduksi data (data reduction), tahap penyajian data (data display)

serta tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion/

verification).

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian yang penulis susun mencakup berbagai subtansi

diantaranya adalah sebagai berikut:

Bab satu adalah pendahuluan. Dalam bab ini peneliti menguraikan

tentang: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka, metode penelitian , dan

(31)

Bab dua adalah kajian teori tentang perceraian, putusan dan

pelaksanaan putusan (eksekusi) dalam penentuan nafkah terhadap mantan istri

dan anak berdasarkan undang-undang.

Bab tiga yang berisi putusan perkara nomor: 0785/Pdt.G/2017/PA.Sal

dan pelaksanaan putusan (eksekusi) dalam penentuan nafkah terhadap mantan

istri dan anak.

Bab empat adalah analisis dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim

dalam menentukan nafkah bagi istri dan anak pada putusan nomor

0785/Pdt.G/2017/Pa.Sal dan analisis pelaksanaan putusan pemenuhan nafkah

oleh suami terhadap mantan istri dan anak pada putusan nomor

0785/Pdt.G/2017/PA.Sal di Pengadilan Agama Salatiga.

Bab lima yang berisi kesimpulan dan saran. Dalam bagian akhir

(32)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Perceraian

1. Pengertian Perceraian

Perceraian menurut pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 adalah

“Putusnya perkawinan”. Adapun yang dimaksud dengan perkawinan

adalah menurut pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 adalah “Ikatan lahir batin

antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi, perceraian adalah

putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan

berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri

tersebut.

Pengertian perceraian dapat dijelaskan dari beberapa perspekstif

hukum berikut.

a) Perceraian menurut hukum Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal

38 dan Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam

PP No. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain sebagai berikut;

1) Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang

diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami

(33)

beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu

dinyatakan (diikrarkan) di depan sidang Pengadilan Agama (vide

Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 PP No.9 Tahun 1975).

2) Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang

diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada

Pengadiilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta

segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan

Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (vide

Pasal 20 sampai dengan Pasal 36).

b) Perceraian menurut hukum agama selain hukum Islam, yang telah

pula dipositifkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan dijabarkan dalam

PP No. 9 Tahun 1975, yaitu perceraian yang gugatan cerainya

diajukan oleh dan atas inisiatif suami atau istri kepada Pengadilan

Negeri, yang dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya

terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan oleh

Pegawai Pencatat di Kantor Catatan Sipil (vide Pasal 20 dan Pasal 34

ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975).

Perceraian menurut Subekti (1985 : 42) adalah penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam

perkawinan itu. Jadi, pengertian perceraian menurut Subekti adalah

penghapusan perkawinan, baik dengan putusan hakim atau tuntutan

(34)

suami dan istri menjadi hapus. Namun, Subekti tidak menyatakan

pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan itu dengan

kematian atau yang lazim disebut dengan istilah “cerai mati”. Jadi,

pengertian perceraian menurut Subekti lebih sempit daripada pengertian

perceraian menurut Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 sebagaimana telah

diuraikan di atas.

2. Bentuk-bentuk perceraian

Bentuk-bentuk perceraian yang mengakibatkan putusnya

perkawinan yang diatur dalam hukum islam, yang dapat menjadi

alasan-alasan hukum perceraiannya dan bermuara pada cerai talak dan cerai

gugat yang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun

1975, dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Talak

Secara harfiah, talak berarti lepas dan bebas. Dihubungkannya

kata talak dalam arti kata ini dengan putusnya perkawinan, karena

antara suami dan istri sudah lepas hubungannya atau masing-masing

sudah bebas. Dalam mengemukakan arti talak secara terminologis,

ulama mengemukakan rumusan yang berbeda, namun esensinya sama,

yakni melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz

(35)

b) Syiqaq

Menurut Muhammad Syaifuddin (2013 : 128) konflik antara

suami istri itu ada beberapa sebab dan macamnya. Sebelum konflik

membuat suami mengalami keputusan berpisah yang berupa thalaq,

maka konflik-konflik tersebut antara lain adalah syiqaq.

c) Khulu‟

Bentuk perceraian atas persetujuan suami istri dengan jatuhnya

talak satu dari suami kepada istri dengan tebusan harta atau uang dari

pihak istri yang menginginkan cerai dengan khulu‟ itu (Soemiyati,

1982 : 110).

d) Fasakh

Secara etimologi, fasakh berarti membatalkan. Apabila

dihubungkan dengan perkawinan fasakh berarti membatalkan

perkawinan atau merusakkan perkawinan. Kemudian, secara

terminologis fasakh bermakna pembatalan ikatan pernikahan oleh

Pengadilan Agama berdasarkan tuntutan istri atau suami yang dapat

dibenarkan Pengadilan Agama atau karena pernikahan yang telah

terlanjur menyalahi hukum pernikahan (Anshori, 2011 : 141).

e) Fahisah

Fahisah menurut Alquran Surah An-Nisa‟ (4): 15 ialah

(36)

memalukan keluarga, seperti perbuatan mesum, homo seksual,

lesbian dan sejenisnya.

Firman Allah QS An-Nisa‟ (4): 15

ْمُكْنِم ًةَعَ بْرَأ َّنِهْيَلَع اوُدِهْشَتْساَف ْمُكِئاَسِن ْنِم َةَشِحاَفْلا َنيِتْأَي يِت َّلَّلاَو

ۚ

ْنِإَف

ًلَّيِبَس َّنُهَل ُهَّللا َلَعْجَي ْوَأ ُتْوَمْلا َّنُهاَّفَوَ تَ ي َٰىَّتَح ِتوُيُ بْلا يِف َّنُهوُكِسْمَأَف اوُدِهَش

Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. (An-Nisa' ayat 15)

f) Ta‟lik talak

Pada prinsipnya ta‟lik talak menurut penjelasan Sudarsono

(1994 : 135) adalah suatu penggantungan terjadinya jatuhnya talak

terhadap peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat

sebelumnya antara suami istri.

g) Ila‟

Ila‟ menurut bahasa berasal dari kata aala, yu‟lii, dan iilaa‟

(bersumpah). Sementara ila‟ menurut syara‟ adalah bersumpah untuk

tidak menggauli istri. Dasar adanya ila‟ adalah firman Allah:

ٍرُهْشَأ ِةَعَ بْرَأ ُصُّبَرَ ت ْمِهِئاَسِن ْنِم َنوُلْؤُ ي َنيِذَّلِل

ۚ

ٌروُفَغ َهَّللا َّنِإَف اوُءاَف ْنِإَف

(37)

kepada orang-orang yang mengila‟ istrinya diberi tangguh 4 bulan (lamanya). (QS. Al Baqarah (2): 226).

Ayat ini turun untuk menggugurkan tradisi jahiliah yang

memperlama masa ila‟ hingga satu atau dua tahun. Lalu, Allah

menganulir dan menetapkan jangka waktu ila‟ yang paling lama

adalah 4 bulan (Hasan Ayub, 2002 : 349).

h) Zhihar

Zhihar adalah prosedur talak, yang hampir sama dengan ila‟.

Arti zhihar ialah seorang suami yang bersumpah bahwa istrinya itu

baginya sama dengan punggung istrinya. Ibarat seperti ini erat

kaitannya dengan kebiasaan masyarakat Arab, apabila masyarakat

Arab marah, maka ibarat/penyamaan tadi sering terucap. Apabila ini

terjadi berarti suami tidak akan menggauli istrinya (Sudarsono, 1994 :

141).

i) Li‟an

Perkawinan dapat putus karena li‟an. Li‟an diambil dari kata

la‟n (melaknat), karena pada sumpah kelima, suami mengatakan

bahwa ia menerima laknat Allah bila ia termasuk orang-orang yang

berdusta. Perkara ini disebut li‟an, ilti‟an (melaknat diri sendiri) dan

(38)

j) Murtad (Riddah)

Syaikh Hasan Ayyub (2002 : 227) menjelaskan bahwa apabila

salah seorang suami istri murtad sebelum terjadi persetubuhan, maka

nikah terkena fasakh menurut pendapat mayoritas ulama.

Pasal 113 Kompilasi Hukum Islam memuat ketentuan klasifikasi

bahwa perkawinan putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan

pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian

dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Perceraian

hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah

Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak. Macam-macam dan cara pemutusan hubungan

perkawinan karena perceraian yang diatur dalam Kompilasi Hukum

Islam, adalah sebagai berikut.

1) Talak

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan

Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan (vide

Pasal 117). Macam-macam talak, yaitu sebagai berikut.

a) Talak raj‟I, adalah talak kesatu atau kedua, dalam talak ini suami

berhak rujuk selama istri dalam masa iddah (vide Pasal 118).

b) Talak ba‟in, adalah talak yang ketiga kalinya atau talak sebelum

(39)

c) Talak sunny, adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang

dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri

dalam waktu suci tersebut (vide Pasal 121).

d) Talak bid‟I, adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang

dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid, atau istri dalam

keadaan suci, tetapi sudah dicampuri pada waktu tersebut (vide

Pasal 122).

Perceraian karena talak terjadi terhitung pada saat perceraian

itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.

2) Khuluk

Khuluk adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri

dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan

suaminya (vide Pasal 1 huruf i). khuluk harus berdasarkan atas alasan

perceraian sesuai dengan ketentuan Pasal 116, yaitu :

a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain di luar kemampuannya;

c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau

(40)

d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat

yang membahayakan pihak yang lain;

e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau

istri;

f) Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga;

g) Suami melanggar taklik talak;

h) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.

3) Taklik talak

Taklik talak ialah perjanjian yang diucapkan calon mempelai

pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa

janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang

mungkin terjadi di masa yang akan datang (vide Pasal 1 huruf e). Isi

taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam. Apabila

keadaan yang disyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi

kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak

sungguh-sungguh jatuh, istri harus mengajukan persoalannya ke

Pengadilan Agama. Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian

(41)

talak sudah diperjanjikan, tidak dapat dicabut kembali (vide Pasal

46).

4) Li‟an

Li‟an menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri

untuk selama-lamanya (vide Pasal 125). Li‟an terjadi karena suami

menuduh istri berbuat zina dan atau mengingkari anak dalam

kandungan atau yang sudah lahir dari istrinya, sedangkan istri

menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut (vide Pasal 126).

Menurut Pasal 127, tata cara li‟an adalah sebagai berikut.

a) Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau

pengingkaran anak tersebut, diikuti sumpah kelima dengan

kata-kata “laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau

pengingkaran tersebut didusta”.

b) Istri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut dengan

sumpah empat kali dengan kata “tuduhan dan atau pengingkaran

tersebut tidak benar”, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata

“murka Allah atas dirinya bila tuduhan dan atau pengingkaran

tersebut benar”.

Tatacara tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan. Apabila tatacara pertama tidak diikuti dengan tatacara

kedua, maka dianggap tidak terjadi li‟an. Menurut Pasal 128, li‟an

(42)

Selanjutnya menurut Pasal 162, bilamana li‟an terjadi, maka

perkawinan itu putus untuk selamanya dan anak yang dikandung

dinasabkan kepada ibunya, sedang suami terbebas dari kewajiban

memberi nafkah.

3. Proses hukum cerai talak

1) Pengajuan permohonan cerai talak

Seorang suami yang beragama islam yang akan menceraikan

istrinya, menurut pasal 66 jo. Pasal 67 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU

No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 tahun 2009, mengajukan

permohonan kepada Pengadilan Agama untuk mengadakan sidang

guna menyaksikan ikrar talak. Jadi, dalam proses hukum cerai talak

suami berkedudukan hukum sebagi pemohon, sedangkan istri

berkedudukan hukum sebagai termohon.

Permohonan yang memuat nama, umur, dan tempat kediaman

suami sebagai pemohon dan istri sebagai termohon, dengan

alasan-alasan hukum perceraian yang menjadi dasar cerai talak, diajukan

kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman istri sebagai Termohon, kecuali apabila istri sebagai

Termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang

ditentukan bersama tanpa izin suami sebagai pemohon.

Dalam hal istri sebagai Termohon bertempat kediaman di luar

(43)

daerah hukumnya meliputi tempat kediaman suami sebagai Pemohon.

Dalam hal suami sebagai Pemohon dan istri sebagai Termohon

bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan

kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat

perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama

Jakarta Pusat.

Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri

dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan

permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan. Jadi,

sengketa perkawinan yang dapat diselesaikan di Pengadilan Agama,

tidak hanya perkara perceraian (cerai talak dan cerai gugat) saja,

tetapi juga sengketa penguasaan anak, sengketa nafkah anak,

sengketa nafkah istri, dan sengketa harta bersama suami dan istri,

yang merupakan akibat-akibat hukum dari putusnya perkawinan

karena perceraian, termasuk cerai talak dan cerai gugat (Muhammad

Syaifuddin, 2013 : 242).

4. Akibat Hukum Perceraian Terhadap Bekas Istri

Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan kewajiban

mantan suami/istri menurut pasal 41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 ialah

Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

(44)

dengan Pasal 11 UU No.1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan normative

bahwa seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu

tunggu, yang kemudian pasal ini telah dijabarkan dalam Pasal 39 PP No.9

Tahun 1975 yang memuat ketentuan imperative bahwa bagi seorang

janda yang perkawinannya putus karena perceraian, maka waktu tunggu

bagi janda yang masih datang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan

sekurang-kurangnya 90 (Sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak datang

bulan ditetapkan 90 (Sembilan puluh) hari. Apabila perkawinan putus,

sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, maka waktu tunggu

ditetapkan sampai ia melahirkan.

Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan kewajiban

mantan suami/istri menurut Pasal 41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974

selaras dengan hukum Islam. Apabila terjadi perceraian antara suami dan

istri menurut hukum Islam, maka akibat hukumnya adalah dibebankannya

kewajiban mantan suami terhadap mantan istrinya untuk memberi mut‟ah

yang pantas berupa uang atau barang dan memberi nafkah hidup, pakaian

dan tempat kediaman selama mantan istri dalam masa iddah, serta

melunasi mas kawin, perjanjian ta‟lik talak dan perjanjian lain.

Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan kewajiban

mantan suami/istri yang diatur dalam hukum Islam, telah dipositivisasi

(45)

ketentuan imperative bahwa bilamana perkawianan putus karena talak,

maka bekas suami wajib:

1) Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa

uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla aldukhul;

2) Memberikan nafkah, mas kawin dan kiswah kepada bekas istri

selama masa iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak bain atau

nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;

3) Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separuh apabila

qabla aldukhul;

4) Memberikan hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai

umur 21 tahun.

5. Akibat Hukum Perceraian Terhadap Anak

Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan dan perlindungan

hak-hak anak menurut Pasal 41 huruf a UU No. 1 Tahun 1974 ialah baik

bapak maupun ibu tetap mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana

terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, maka Pengadilan

yang memberikan keputusannya. Akibat hukum perceraian terhadap anak

ini tentu saja hanya berlaku terhadap suami dan isrti yang mempunyai

anak dalam perkawinan mereka, tetapi tidak berlaku terhadap suami dan

(46)

Menurut Soemiyati (1982 : 126) jika terjadi perceraian dimana

telah diperoleh keturunan dalam perkawinan itu, maka yang berhak

mengasuh anak hasil perkawinan adalah ibu, atau nenek seterusnya ke

atas. Akan tetapi, mengenai pembiayaan untuk penghidupan anak itu,

termasuk biaya pendidikannya adalah menjadi tanggung jawab ayahnya.

Berakhirnya masa asuhan adalah pada waktu anak itu sudah dapat ditanya

kepada siapa dia akan terus ikut. Kalau anak tersebut memilih ibunya,

maka si ibu tetap berhak mengasuh anak itu, kalau anak itu memilih ikut

bapaknya, maka hak mengasuh ikut pindah pada bapak.

Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati (2006 : 126) menguraikan

pendapatnya mengenai akibat hukum perceraian terhadap “nafkah anak”

secara lebih rinci, sebagai berikut:

1) Kewajiban “membiayai” anak tidak hilang karena putusnya

perkawinan akibat adanya perceraian;

2) Biaya pemeliharaan anak ditanggung oleh ayah (sampai anak

dewasa atau berdiri sendiri, bekerja/mendapat penghasilan atau

anak menikah). Kewajiban membiayai tetap menjadi tanggung

jawab ayah walaupun pemeliharaan anak tidak padanya. Artinya

ayah tetap mempunyai kewajiban untuk membiayai penghidupan

anak walaupun hak pemeliharaan anak berada pada ibu, kakek,

(47)

3) Bila ayah tidak dapat memberi biaya pemeliharaan

(penghidupan), maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu

ikut memikul biaya hidup anak;

4) Bila ayah tidak melaksanakan putusan pengadilan untuk

membiayai pemeliharaan anak, maka seorang (mantan) istri dapat

melakukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan

Agama atau Pengadilan Negeri dimana proses perceraiannya

dilakukan. Selanjutnya, Pengadilan akan memanggil (mantan)

suami. Jika suami tidak memenuhi surat panggilan dari

pengadilan tanpa alasan yang patut, maka Ketua Pengadilan akan

mengeluarkan Surat Penetapan yang memerintahkan untuk

melakukan eksekusi kepada Panitera atau Juru Sita. Namun,

apabila (mantan) suami datang memenuhi panggilan dari

Pengadilan, maka Ketua Pengadilan akan mengeluarkan

peringatan pengadilan yang ditujukan kepada mantan suami agar

memenuhi kewajibannya. Lama waktu peringatan tidak boleh

lebih dari 8 hari. Setelah lebih 8 hari,mantan suami tidak

melaksanakan/memenuhi putusan Pengadilan, maka akan

dikeluarkan surat penetapan oleh Ketua Pengadilan yang

memerintahkan eksekusi kepada Panitera atau Juru Sita.

Memperhatikan penjelasan beberapa ahli hukum perceraian

(48)

huruf a UU No. 1 Tahun 1974 adalah wujud normative dari upaya Negara

untuk melindungi hak-hak anak setelah terjadi perceraian dari kedua

orang tuanya, berlandaskan fungsi Negara hukum mengaku dan

melindungi HAM.

Hak- hak anak yang dilindungi oleh pasal 41 huruf a UU No 1

Tahun 1974 dijelaskan secara lebih mendalam oleh Sudarsono (1994 :

188) hak untuk mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan dari kedua

orang tuanya. Baik ibu atau bapak si-anak berkewajiban untuk

memelihara dan mendidik anak yang mereka peroleh selama pernikahan.

Ketika bercerai antara suami istri akan ada status baru, yaitu janda (bagi

Istri) dan duda (bagi suami) serta ada istilah mantan/ bekas istri dan

mantan/ bekas suami, tetapi istilah ini tidak berlaku untuk anak dan orang

tua. Tidak ada istilah mantan anak atau mantan orang tua.Untuk itu,

perceraian terjadi status anak dan orang tua tidak akan berubah untuk

memelihara dan mendidik anaknya sampai anak itu kawin atau dapat

berdiri sendiri. Hak untuk dipelihara ini lebih mengacu kepada

pemenuhan kebutuhan secara lahiriah, anak berhak untuk mendapatkan

pemeliharaan anggota jasmaninya dari kedua orang tuanya. Peran kedua

orang tua dalam menjaga anak mereka dapat berupa pemenuhan

kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang merupakan kebutuhan

primer hingga jika memungkinkan pemenuhan kebutuhan tertier.

(49)

pembinaan kejiwaan atau rohaniah si anak, pemenuhan kebutuhan ini

dapat berupa memberikan pendidikan atau pengajaran ilmu pengetahuan

yang terdapat di jenjang sekolah, pendidikan agama, pendidikan

kepribadian dan berbagai pendidikan lainnya yang berkaitan dengan

pembinaan dari kejiwaan si anak. Baik pemeliharaan maupun pendidikan,

keduanya harus mendapatkan perhatian serius oleh kedua orang tua si

anak, walaupun disaat putusan cerai di bacakan oleh hakim di depan

sidang pengadilan menjatuhkan hak asuh kepada salah satu pihak, bukan

berarti pihak yang tidak diberikan hak asuh tersebut dapat lepas bebas

tanpa tanggung jawab. Keduanya tetap bertanggung jawab dalam hal

pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka.

B. Putusan

a. Pengertian Putusan

Putusan menurut Mukti Arto(1998 : 245) adalah pernyataan

hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim

dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan

perkara gugatan (kontentius). Jadi putusan adalah kesimpulan akhir yang

diambil oleh Majelis Hakim yang diberi wewenang untuk itu dalam

menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa/perkara, yang dituangkan

dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan

(50)

Disamping produk dalam bentuk putusan dikenal juga produk

dalam bentuk penetapan. Pengertian penetapan sama dengan pengertian

putusan hanya saja dari segi fungsi keduanya memiliki perbedaan yaitu

penetapan untuk menyelesaikan perkara volunteer (permohonan)

misalnya permohonan dispensasi nikah, sedangkan putusan untuk

menyelesaikan perkara kontentius.

Setiap putusan atau penetapan harus dibuat oleh hakim dalam

bentuk tertulis dan ditandatangani oleh hakim ketua dan hakim-hakim

anggota yang ikut memeriksa perkara sesuai dengan penetapan Majelis

Hakim yang dibuat oleh ketua Pengadilan Agama, serta ditanda-tangani

oleh panitera pengganti sesuai dengan penunjukan panitera. Apa yang

diucapkan oleh hakim dalam persidangan harus benar-benar sama dengan

apa yang tertulis dalam putusan. Oleh karena itu, putusan atau penetapan

harus sudah siap sebelum diucapkan di persidangan.

b. Kekuatan Putusan

1) Kekuatan Mengikat

Penggugat dan tergugat terikat pada putusan hakim, dan harus

dihormati oleh para pihak dan tidak boleh bertindak bertentangan

dengan putusan (Pasal 1917 BW). Kekuatan mengikat mempunyai

pengertian :

Arti positif yaitu apa yang telah diputuskan oleh hakim harus

(51)

Arti negative yaitu hukum tidak dibolehkan memutus sesuatu

yang telah diputus sebelumnya antara para pihak yang sama (nebis in

idem), umpama perkara malwaris yang sudah diputus tidak boleh

diputus lagi apabila pihak-pihak berperkara sama dan terhadap harta

warisan yang sama.

2) Kekuatan Pembuktian

Artinya putusan hakim telah memperoleh kepastian hukum,

bukti kebenaran hukum, dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta

dapat dijakdikan bukti dalam sengketa perdata yang sama

(Mardani,2009 : 122).

3) Kekuatan Eksekutorial

Mempunyai kekuatan eksekutorial, maksudnya adalah

mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa terhadap

pihak yang tidak mrlaksanakan putusan tersebut secara suka rela.

Putusan pengadilan mempunyai kekuasaan eksekutoroial karena

peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang

Maha Esa. “Kata-kata” Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa” inilah yang memberi kekuatan eksekutorial pada

putusan-putusan pengadilan (Chatib Rasyid, 2009 : 120).

c. Susunan dan Isi Putusan

1) Kepala putusan

(52)

b) Nomor putusan

c) Irah-irah

2) Identitas

Identitas dalam putusan sama dengan identitas yang terdapat dalam

surat gugatan atau permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 67

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,

yaitu sekurang-kurangnya memuat nama, umur dan alamat para pihak

yang berperkara. Kalau terjadi perubahan para pihak disebabkan

meninggal dunia, misalnya atau diwakili oleh kuasanya, maka

identitas dalam putusan tersebut harus disesuaikan dengan identitas

yang ada setelah terjadi perubahan identitas para pihaknya.

3) Tentang Duduk Perkara

Dalam bagian tentang duduk perkara sebuah putusan harus mengacu

kepada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 195 R.Bg/Pasal 184 HIR

dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

kekuasaan kehakiman, yaitu memuat hal-hal sebagai berikut:

a) Gugatan yang diajukan Penggugat

b) Jawaban dan tanggapan yang diajukan Tergugat, termasuk

didalamnya eksepsi, jawaban terhadap pokok perkara, tuntutan

provisi dan rekonvensi

c) Fakta kejadian dalam persidangan, hal ini dapat berupa sikap

(53)

keterangan yang diperoleh dari para pihak tentang alat bukti yang

diajukan para pihak

d) Pada bagian duduk perkara tidak dimulai dengan kata

menimbang, karena duduk perkara adalah menguraikan seluruh

fakta yang terakumulasi mulai dari fakta yang terdapat dalam

surat gugat sampai kepada kesimpulan.

4) Tentang Pertimbangan Hukum

Pertimbangan hukum adalah suatu tahapan dimana Majelis Hakim

mempertimbangkan fakta yang terungkap selama persidangan

berlangsung, mulai dari gugatan, jawaban dan eksepsi dari Tergugat

yang dihubungkan dengan alat bukti yang memenuhi syarat formil

dan materil yang mencapai batas minimal pembuktian. Dengan

berdasar kepada fakta yang dikemukakan oleh Penggugat dan

Tergugat yang didukung oleh alat bukti yang mencapai batas minimal

pembuktian, Majelis Hakim menarik kesimpulan tentang terbukti

atau tidaknya gugatan Penggugat.

5) Amar/Diktum putusan

Amar atau diktum putusan adalah jawaban atas petitum yang

dimintakan oleh Penggugat, sama ada petitum dalam bagian eksepsi,

provisi, konvensi maupun dalam rekonvensi. Menurut ketentuan yang

terdapat dalam Pasal 189 ayat (3) R.Bg, hakim dilarang mengabulkan

(54)

Majelis Hakim karena jabatannya dapat memberikan yang tidak

diminta oleh Termohon apabila perceraian itu tidak semata-mata

kesalahan Termohon.

6) Penutup

Dalam bagian penutup disebutkan kapan perkara tersebut diputuskan

dan kapan diucapkan dengan menyebutkan susunan Majelis Hakim

yang hadir pada saat putusan diucapkan dengan tidak boleh

melupakan pencantuman Panitera yang ikut bersidang sebagai

pembantu Majelis Hakim. Selain hal tersebut diatas, harus juga

dicantumkan tentang hadir atau tidaknya Penggugat dan Tergugat

pada saat putusan diucapkan.

Hal yang perlu mendapat perhatian dalam kaki putusan adalah

tentang adanya musyawarah Majelis Hakim dalam menjatuhkan

putusan tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal

19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman.

Tanggal dijatuhkannya putusan adalah sama dengan tanggal

musyawarah Majelis Hakim untuk menghasilkan putusan tersebut.

Tanggal diputus bisa bersama-sama dengan tanggal diucapkan

putusan dan bisa juga tidak bersamaan. Tanggal putusan yaitu tanggal

hari pengucapan putusan dalam sidang terbuka untuk umum oleh

(55)

turut bersidang, dengan pembubuhan materai Rp. 6.000,- (enam ribu

rupiah) pada tanda tangan (Chatib rasyid, 2009 : 125).

C. Pelaksanaan putusan

a. Pengertian Eksekusi

Secara etimologi eksekusi berasal dari bahasa Belanda executie

yang berarti pelaksanaan putusan pengadilan. Sedang eksekusi menurut

terminoogi adalah hal menjalankan putusan pengadilan yang sudah

berkekuatan hukum tetap, mengandung perintah membayar sejumlah

uang, atau menghukum pihak yang kalah untuk membayar sejumlah

uang, atau pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan

benda tetap, sedang pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan

itu secara sukarela sehingga memerlukan upaya paksa dari pengadilan

untuk melaksanakannya.

Pengadilan dalam mengeksekusi harus memperhatikan asas-asas

pelaksanaan putusan, yaitu sebagai berikut :

1) Putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali

putusan provisional, putusan perdamaian eksekusi grose akta dan

pelaksanaan putusan voerbar bij vooraad.

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah

putusan final, tidak ada lagi upaya hukum, tidak bisa lagi

disengketakan oleh pihak-pihak yang berperkara,mempunyai

(56)

2) Putusan tidak dilaksanakan secara suka rela, maksudnya pihak yang

kalah dengan sukarela melaksanakan putusan tersebut, bila perlu

dapat dengan cara paksa melalui proses eksekusi oleh pengadilan.

3) Putusan mengandung amar condemnation.

Ciri putusan condemnation mengandung salah satu amar yang

menyatukan: Pengadilan mennhukum atau memerintahkan untuk :

a) Menyerahkan;

b) Pengosongan;

c) Membagi;

d) Melaksanakan;

e) Menghentikan;

f) Membayar;

g) Membongkar;

h) Tidak melakukan sesuatu.

4) Eksekusi dibawah pimpinan Ketua Pengadilan.

Sebelum melaksanakan eksekusi Ketua Pengadilan Agama

terlebih dahulu mengeluarkan penetapan yang ditujukan kepada

panitera/juru sita untuk melaksanakan eksekusi dan pelaksanaan

eksekusi dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama yang berwenang

mengeksekusikan adalah Pengadilan Agama yang menjatuhkan

(57)

wewenang oleh Pengadilan Agama yang memutusnya (Mardani,

2009 : 143).

b. Macam-macam eksekusi

1) Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk

membayar sejumlah uang;

2) Eksekusi putusan menghukum orang untuk melakukan suatu

perbuatan (Pasal 225 HIR dan Pasal 259 RBg);

3) Eksekusi riil, yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan

pengosongan benda tetap kepada orang yang dilaksanakan (Pasal RV

1033);

4) Eksekusi riil dengan penjualan lelang (Pasal 200 ayat (11) HIR/Pasal

218 ayat (2)RBg).

c. Tata cara eksekusi

1) Eksekusi riil

Secara procedural pelaksanaan eksekusi riil adalah sebagai berikut.

a) Permohonan eksekusi oleh pihak yang kalah tidak bersedia

melaksanakan putusan Pengadilan Agama secara sukarela untuk

dilaksanakan secara paksa (Pasal 207 ayat (1) Rbg/Pasal 196

HIR).

b) Penaksiran biaya eksekusi oleh petugas meja pertama.

Biaya yang diperlukan meliputi biaya pendaftaran eksekusi,

(58)

biaya tersebut dibayar barulah didaftarkan dalam register

eksekusi.

c) Telah dilaksanakan teguran (aan maning)

Pengadilan Agama menegur kepada pihak yang kalah agar

melaksanakan putusan dan memanggil kedua belah pihak yang

berperkara datang di depan Ketua Pengadilan Agama pada hari

dan tanggal yang sudah ditetapkan. Pihak yang kalah diberikan

tenggang waktu 8 (delapan) hari untuk berpikir, jika dalam

waktu tersebut pihak yang kalah tidak mau melaksanakan

putusan, maka Pengadilan Agama dapat melaksanakan eksekusi

putusan (Pasal 196 HIR).

d) Perintah eksekusi

Ketua Pengadilan Agama mengeluarkan surat penetapan yang

intinya memerintahkan panitera/juru sita untuk melaksanakan

sita eksekusi dibantu oleh 2 (dua) orang saksi.

e) Pelaksanaan eksekusi riil

Eksekusi hanya dilaksanakan oleh panitera/juru sita dan dibantu

oleh 2 (dua) orang saksi, dan panitera/juru sita wajib hadir ke

tempat objek barang yang akan dieksekusikan. Eksekusi

dilaksanakan sesuai dengan amar putusan, serta dibuatkan Acara

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan tersebut antara lain adalah: (a) lemahnya koordinasi antarunit pelaksana praktik mengajar yang berdampak pada rendahnya kinerja

tax avoidance dengan hasil yang menunjukan bahwa variabel komite audit. berpengaruh positif terhadap Effective Tax Rate sebagai proksi dari

bahan cetak elastomer polieter dan silikon adisi yang menunjukkan bahwa bahan cetak silikon adisi lebih baik dalam kestabilan dimensinya dari pada bahan cetak

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui beda efektivitas 30 media SDA olive oil yang mengandung perasan jeruk purut (citrus hystrix dc ) dan 30

Dari semua kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai, peneliti hanya mengkajiKD 3.12 menelaah struktur dan kebahasaan teks ulasan (film,

Parlemen Mahasiswa Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti memiliki lambang lingkaran berwarna dasar putih yang didalamnya terdapat gambar rig

9 Tidak mengganggu teman sebangku 10 Aktif dalam belajar kelompok/individu.. Penelitian dikatakan berhasil apabila 80% siswa sudah memenuhi seluruh indikator

Perhatian yang dilakukan oleh daulah-daulah dalam pengelolahan wakaf tersebut merupakan indikasi bahwa wakaf tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap