IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI KEGURUAN
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 SALATIGA
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Ajeng Virga Sawitri Maro
NIM: 111-13-109
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MOTTO
Jika ingin dihormati maka hormatilah dirimu sendiri,
Jika ingin disegani maka seganilah dirimu sendiri,
PERSEMBAHAN
Puji Syukur kehadirat Allah swt. atas limpahan rahmat serta karuniaNya,
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
a. Ayah saya (Sahroni) dan Ibu saya (Dra. Fajar Mawati) yang senantiasa
mendo’akan, membimbing, menasehati, serta mencurahkan segala kasih
sayangnya, turut juga adik saya Nimas Ulfatuz Zahro Maro dan Aulia Nan Tri
Veni Maro.
b. Keluarga besar saya di Yogyakarta maupun Palembang, atas segala
dukungannya sehingga skripsi ini dapat selesai.
c. Ibu Dra. Siti Asdiqoh M,Si yang senantiasa dengan sabar dan telaten telah
membimbing penulis hingga skripsi ini selesai..
d. Bapak Martana S.Pd , Ibu Aprilia Dwi Astuti, A,Md, Bapak M. Syafi’i, S.Ag.,
S.H., M.Kn., M.Pdi. para guru dan staff serta seluruh warga SMK N 1 Salatiga
yang telah membantu dan mendukung selama penelitian berlangsung.
e. Sahabat-sahabat dekat saya yang senantiasa selalu memberikan semangat dan
motivasi Wahyu Nur Astuti, Nur Azizah, Nanda Dwi Putri, Ihda Arfiani
Abdillah.
f. Teman-teman PPL SMK N 1 Salatiga dan seluruh teman-teman seperjuangan
FTIK PAI angkatan 2013.
g. Mas Sukrisno Nino yang selalu memberikan motivasi dan semangat baru kepada
saya sehingga skripsi ini dapat selesai.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh
Dengan menyebut nama Allah swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI KEGURUAN DI SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 SALATIGA TAHUN 2017.
Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Agung
Muhammad saw., kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang selalu setia dan
menjadikannya suri tauladan, yang mana beliaulah yang telah membawa umat
manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang seperti saat ini,
melalui ajarannya agama Islam.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah berkenan membantu dan memberikan dorongan baik moril
maupun materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
A. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
B. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
C. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
D. Ibu Dra. Siti Asdiqoh M,Si., selaku dosen Pembimbing Akademik dan dosen
ABSTRAK
Maro, Ajeng Virga Sawitri. 2017. Implementasi Etika Profesi Keguruan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Salatiga Tahun 2017. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dra. Siti Asdiqoh M.Si.
Kata Kunci: Implementasi, Etika profesi keguruan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi etika profesi keguruan di SMK N 1 Salatiga tahun 2017. Rumusan masalah pada penelitian ini. 1) Bagaimana implementasi etika profesi keguruan di SMK N 1 Salatiga tahun 2017? 2) Apa kendala yang dihadapi guru SMK N 1 Salatiga dalam implementasi etika profesi keguruan tahun 2017?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode wawancara, metode observasi, dan metode dokumentasi. Objek penelitian adalah guru SMK N 1 Salatiga, staf karyawan dan pesera didik.
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Kegunaan Penelitian...5
E. Penegasan Istilah………6
F. Metode Penelitian ……….7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kajian Pustaka ... 13
A. Pengertian Etika Profesi Keguruan ... 13
B. Status Guru ... 22
a. Status Personal………23
b. Status Profesional ………..24
c. Status Sosial………...25
C. Peran dan Fungsi Guru ... 26
D. Profesi Keguruan ……….29
A. Kode Etik Profesi Keguruan ……….29
E. Sikap Profesional Keguruan Terhadap Peserta Didik ………….35
F. Etika Guru Terhadap Rekan Sejawat ………..37
G. Etika Guru Terhadap Masyarakat ………38
BAB III PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ... 41
a. Keadaan Fisik Sekolah ... 43
b. Keadaan Lingkungan Sekolah ... 47
c. Fasilitas Sekolah ... 48
d. Penggunaan Sekolah ... 53
e. Keadaan Guru Siswa ... 53
f. Pelaksanaan Tata Tertib ... 53
g. Bidang Pengelolaan Administrasi. ... 53
i. Daftar Guru SMK N 1 Salatiga ……….55
j. Jumlah Siswa dan Table Kelas ………..59
k. Gambaran Umum Informan ………...61
B. Hasil Temuan Penelitian Wawancara ... 64
C. Hasil Temuan Penelitian Observasi ……….70
BAB IV PEMBAHASAN 1. Implementasi Etika Profesi Keguruan di Sekolah Menengah Kejuruan N 1 Salatiga ………...74
2. Kendala yang dihadapi guru SMK N 1 Salatiga dalam mengimplementasikan etika profesi keguruan ………...77
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Daftar Guru SMK N 1 Salatiga ……… 55
TABEL 2. Daftar siswa kelas X SMK N 1 Salatiga ……….. 59
TABEL 3. Daftar siswa kelas XI SMK N 1 Salatiga ………. 60
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah
Guru ialah orang yang bertugas mengajar peserta didik. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia pun diungkapkan bahwa pengertian guru
adalah orang yang pekerjaannya mengajar (Alwi, 2002: 377) . Itulah
pengertian guru secara bahasa, sedangkan secara istilah Ahmad Tafsir
mengungkapkan bahwa guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap
berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta
didik, baik potensi kognitif maupun potensi psikomotoriknya (Wiyani,
2015:27). Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba menjelaskan bahwa
guru adalah orang yang memikul tanggungjawab untuk mendidik, yaitu
manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggungjawab
terhadap pendidikan si terdidik (Wiyani, 2015:27).
Guru sebagai figur sentral dalam pendidikan, haruslah dapat
diteladani akhlaknya di samping kemampuan keilmuan dan akademisnya.
Selain itu, guru haruslah mempunyai tanggung jawab dan keagamaan untuk
mendidik anak didiknya menjadi orang yang berilmu dan berakhlak
mengingat banyaknya tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang guru mulai
dari tuntutan sebagai tenaga pendidik secara profesional yang mencakup
hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sampai hal yang berkaitan
dengan akhlak serta etika dalam mengajar dan bertingkah laku dalam
Berdasarkan definisi diatas, maka guru dapat diartikan sebagai orang
dewasa yang bekerja sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta didik di
sekolah agar peserta didik dapat menjadi sosok yang berkarakter, berilmu
pengetahuan, serta terampil mengaplikasikan ilmu pengetahuannya.
Pengertian guru tersebut menunjukan bahwa guru memiliki tugas sebagai
pendidik dan pengajar. Sebagai seorang pendidik, guru mentransfer nilai
dengan harapan agar peserta didiknya menjadi pribadi yang berkarater.
Kemudian sebagai pengajar, guru mentransfer pengetahuan dan
keterampilan agar peserta didik menguasai berbagai ilmu pengetahuan serta
mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tugas guru yang demikian itulah yang nampaknya menjadikan
orang-orang seperti orang Jawa mengartikan guru sebagai sosok yang
digugu lan ditiru. Digugu berarti ucapannya selalu didengarkan
diperhatikan, dan diindahkan oleh orang yang mendengarnya. Sedangkan
ditiru berarti perilaku guru akan selalu dilihat dan dicontoh oleh orang lain.
Namun kini muncul sentilan bahwa guru bukan lagi menjadi sosok yang
digugu lan ditiru tetapi menjadi sosok yang wagu tur saru. Wagu karena
antara ucapan dan perbuatannya berbeda. Sedangkan saru karena memang
perbuatannya tergolong perbuatan buruk yang tidak pantas untuk ditiru oleh
orang lain. Khususnya peserta didiknya. Akibatnya muncul pula semboyan
guru kencing berdiri, murid kencing berlari (Wiyani, 2015:29).
Itulah problem yang kini tengah dihadapi oleh para guru, di beberapa
tugasnya sebagai pendidik yang mentransfer nilai dan lebih mengedepankan
mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya. Contohnya seperti
melakukan hal-hal yang kurang baik atau kasar dan melontarkan kata-kata
yang seharusnya tidak pantas dilontarkan oleh seorang guru. Alhasil kini
muncullah peserta didik yang cerdas secara intelektual tetapi miskin akan
kecerdasan spiritual dan belum menjadi pribadi yang berkarakter. Itulah
sebabnya harus ada kesadaran pada diri guru maupun calon guru bahwa
tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik peserta didiknya
dengan memberikan suri tauladan yang baik.
Adapun indikator etika profesi keguruan mencakup tiga aspek yang
pertama yaitu etika terhadap murid, guru harus berprilaku secara
professional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar dan
membimbing, guru harus menjalin hubungan baik dengan peserta didik dan
selalu taat pada norma sosial, norma kebudayaan, moral dan agama. Kedua
yaitu etika profesi keguruan dengan orang tua atau wali peserta didik, guru
harus bisa menjalin kerjasama yang baik dalam rangka menunjang proses
pendidikan. Yang ketiga adalah etika profesi keguruan dengan teman
sejawat, guru harus saling memotivasi dalam hal kebaikan, dan saling
mengingatkan serta dapat bekerjasama dalam mewujudkan cita-cita
bersama.
Untuk dapat menjadi suri tauladan yang baik maka guru harus
beretika dalam mematuhi berbagai norma yang berlaku dimana ia berada
norma sosial, dan norma-norma lainnya yang berlaku di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (Wiyani, 2015:30). Dengan melihat banyaknya
tuntutan yang harus dilakukan sebagai seorang guru, penulis tertarik untuk
meneliti bagaimana IMPLEMENTASI ETIKA PROFESI KEGURUAN DI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 SALATIGA TAHUN
2017.
2. Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Bagaimana implementasi etika profesi keguruan di SMK N 1
Salatiga tahun 2017?
b. Apa kendala yang dihadapi guru di SMK N 1 Salatiga dalam
implementasi etika profesi keguruan tahun 2017?
3. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan fokus penelitian yang telah dikemukakan diatas,
penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mendiskripsikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi etika profesi keguruan di SMK
N 1 Salatiga tahun 2017.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi guru di SMK N 1
Salatiga dalam mengimplementasikan etika profesi keguruan
4. Kegunaan penelitian
1. Manfaat teoritik
Manfaat yang dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai
bahan pengembangan khazanah kajian keilmuan teoritis terkait etika
profesi keguruan yang dimiliki oleh mahasiswa, khususnya
mahasiswa lulusan IAIN Salatiga.
2. Manfaat praktis.
A. Dapat dijadikan sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kualitas dan
mutu pendidikan di lembaga terkait.
B. Bisa dijadikan sebagai bahan acuan untuk terus mengabdi dan meningkatkan
profesionalitas profesi keguruan.
C. Dapat mengembangkan kemampuan meneliti suatu permasalahan dan
menemukan solusi.
5. Penegasan Istilah
Untuk menghindari timbulnya berbagai interpretasi dan membatasi
ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan
beberapa pengertian yang terkandung dalam judul skripsidi atas, yaitu:
a. Implementasi
Implementasi merupakan penerapan sesuatu yang memberikan
implementasi adalah penerapan dari sebuah rencana yang disusun secara
matang, terperinci dan memberikan hasil.
b. Etika Profesi Keguruan
Etika merupakan suatu ilmu yang mempelajari perbuatan baik dan
perbuatan buruk manusia yang dapat diterima oleh akal sehat. Sebagai
ilmu, etika mencari kebenaran mengenai perbuatan manusia. Sebagai
filsafat, etika mencari keterangan secara radiks mengenai kebaikan
perbuatan manusia. Kemudian sebagai ilmu dan filsafat, etika
menghendaki ukuran yang umum untuk semua perbuatan manusia.
Tujuannya adalah mencari ukuran tersebut dan bagaimana manusia
seharusnya berbuat (Wiyani, 2015: 1). Etika sebagai ilmu mengkaji
mana perbuatan manusia yang tergolong baik dan mana perbuatan
manusia yang tergolong buruk malalui akal.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang ataupun
kelompok orang dengan bekal pengetahuan, keahlian, dan keterampilan
yang dimilikinya. Sedangkan guru diartikan sebagai orang yang
pekerjaannya mengajar. Sedangkan keguruan adalah perihal yang
menyangkut pengajaran, pendidikan, dan metode pengajaran. Jadi
keguruan adalah berbagai hal yang berhubungan dengan tugas pekerjaan
seorang guru (Wiyani, 2015: 57), maka profesi keguruan dapat diartikan
dengan pekerjaan sebagai seorang guru yang bertugas mendidik,
didik dengan bekal pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang
dimilikinya.
Jadi yang dimaksud dengan judul penelitian adalah, penerapan
nilai-nilai yang sesuai dengan etika profesi dan lingkungan sekitar dalam
melaksanakan tugas sebagai seorang guru baik ditempat bekerja dengan
teman sejawat dan peserta didik ataupun sebagai masyarakat dalam
mematuhi nilai dan norma yang berlaku dalam berbangsa dan bernegara.
6. Metode Penelitian
1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan karena meneliti
fenomena yang ada di lapangan atau masyarakat dan memusatkan
perhatian pada suatu kasus secara intensif dan terperinci mengenai latar
belakang keadaan sekarang yang dipermasalahkan (Asmani, 2011:66)
Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif, yaitu penelitian yang mempunyai maksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku, sikap, motivasi, dan lain-lain dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata. Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan
naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian tentang fenomena
2. Kehadiran Peneliti
Hubungan peneliti dengan subyek dalam penelitian kualitatif peneliti
secara aktif berinteraksi secara pribadi. Proses pengumpulan data dapat
diubah dan hal itu tergantung pada situasi (Moleong, 2004:30). Pada
penelitian kualitatif ini, kehadiran penelitian mutlak diperlukan. Hal ini
dikarenakan instrument penelitian dalam penelitian kualitatif adalah
penelitian itu sendiri. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif
cukup rumit, ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan
data, analisis penafsiran data, dan pada akhiranya ia menjadi pelapor
hasil penelitiannya (Moleong,2008:168).
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada guru SMK N 1 Salatiga pada tahun
2017 di SMK N 1 Salatiga.Penelitian dilakukan dalam rentang waktu
Juli-Agustus 2017 di SMK N 1 Salatiga.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi:
1. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari tempat
penelitian. Menurut Lofland dalam (Moleong 2011:157) sumber
data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
kurikulum, kepala bidang ketenagakerjaan dan guru SMK N 1
Salatiga
2. Data sekunder digunakan peneliti untuk memperkuat dan
melengkapi informasi yang di dapat dari data utama. Dalam
penelitian ini yang dijadikan data sekunder adalah berbagai
dokumen penunjang seperti penilaian dari peserta didik, tata
tertib guru, informasi tentang sekolah, dan foto-foto
dokumentasi.
5. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan berbagai cara
yakni:
a. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan
tujuan tertentu (Mulyana, 2010: 180). Wawancara merupakan
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Moleong, 2009:186).
Wawancara ini merupakan bentuk komunikasi langsung
wawancara ini peneliti langsung mewawancarai guru-guru secara
langsung untuk memperoleh informasi dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dengan bertujuan agar guru menyampaikan
pendapat tentang implementasi etika profesi keguruan.
b. Observasi
Observasi adalah alat atau cara yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi baru yang dapat diuji kebenarannya.
Sehingga pada penelitian ini peneliti memutuskan untuk
menggunakan teknik observasi sebagai salah satu cara pengumpulan
data. Adapun obsevasi yang dipilih adalah observasi partisipatif
pasif yakni peneliti datang ditempat kegiatan orang yang diamati,
tetapi tidak ikut dalam kegiatan tersebut.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,
dokumen bisa berbentuk gambar, tulisan. Dalam penelitian ini,
peneliti sengaja menggunakan dokumen sebagai alat pelengkat dari
observasi, dan kuisioner. Adapun yang akan menjadi alat
pelengkapnya adalah dokumentasi tentang kegiatan profesi
keguruan di lingkungan sekolah, dokumentasi kegiatan penelitian,
6. Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensinstesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menempatkan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,,
2009:248). Pada tahap ini hasil penelitian dianalisis sesuai dengan fokus
penelitian.
7. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan
terhadap pokok-pokok permasalahan yang akan dikaji maka perlu adanya
sistematika penulisan sehingga pembahasan akan lebih sistematis dan
runtut.
Bab 1: Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, penegasan isltilah, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II: Landasan Teori
Berisi tentang pembahasan mengenai etika profesi keguruan, hakikat dan
kode etik keguruan, etika guru terhadap peserta didik, etika guru terhadap
rekan sejawat dan etika guru terhadap masysrakat.
Berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dan temuan penelitian serta
analisis data.
Bab IV: Pembahasan
Berisi tentang pembahasan hasil temuan penelitian
Bab V: Penutup
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Etika Profesi Keguruan
Kata etika sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dalam kehidupan
sehari-hari, baik itu di lingkungan keluarga maupun di lingkungan
masyarakat, kita sering sekali menyebutkan kata etika. Setiap kali kata
etika kita sebut, maka biasanya hal itu merujuk pada suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Akar kata etika
ialah ethos (Yunani) yang berarti kebiasaan, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir, tempat tinggal, dan padang rumput. Bentuk jamak dari ethos
adalah ta etha yang berarti ada kebiasaan. Dalam bahasa latin, ethos itu
disebut dengan mores (mufradnya : mos). Dari kata latin inilah berasal
kata moral yang pengertiannya berbeda dengan etika. Moral dalam
bahasa Indonesia disebut dengan susila. Secara istilah moral merupakan
perbuatan yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima manusia,
mana yang baik dan mana yang wajar. Ide-ide tersebut bisa berasal dari
norma agama maupun norma adat.
Etika merupakan suatu kata benda, pada bahasa Inggris kata etika
disebut dengan ethic yang berarti system of moral principles or values,
mudahnya dapat diartikan dengan tata susila. Sementara itu, pada kamus
besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa etika adalah ilmu mengenai
moral atau akhlak. Secara lebih detail, Sidi Gazalba menyajikan
pengertian etika seperti berikut ini:
1. Etika adalah kaidah-kaidah rasa moral dan ajaran filsafat tetang
ruhani.
2. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia.
3. Etika merupakan bagian filsafat yang mengembangkan teori
mengenai tindakan-tindakan, alasan-alasan tindakan,
tujuan-tujuan tindakan, dan arah tindakan.
4. Etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta
tetapi mengenai nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan
manusia tetapi mengenai idenya.
5. Etika adalah ilmu tentang moral yang mengkaji mengenai
prinsip-prinsip dan kaedah moral mengenai tindakan dan
kelakuan.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa etika merupakan
suatu ilmu yang mempelajari perbuatan baik dan perbuatan buruk
manusia yang dapat diterima oleh akal sehat.Sebagai ilmu, etika
mencari kebenaran mengenai perbuatan manusia.Sebagai filsafat,
etika mencari keterangan secara radiks mengenai kebaikan perbuata
manusia. Kemudian sebagai ilmu dan filsafat, etika menghendaki
adalah mencari ukuran tersebut dan bagaimana manusia seharusnya
berbuat.
Selanjutnya dalam Surat Edaran (SE) Mendikbud dan
Kepala BAKN Nomor 57686/ MPK/ 1989 guru ialah pegawai negeri
sipil (PNS) yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan penidikan di sekolah,
termasuk hak yang melekat dalam jabatan. Pada pasal 39 (2) UU
Nomor 20 Tahun 2003 pendidik merupakan tenaga professional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama pada pendidik pada
perguruan tinggi.
Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama
bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 3). Guru sebagai figur
sentral dalam pendidikan, haruslah dapat diteladani akhlaknya di
samping kemampuan keilmuan dan akademisnya. Selain itu, guru
haruslah mempunyai tanggung jawab dan keagamaan untuk
mendidik anak didiknya menjadi orang yang berilmu dan berakhlak.
dari bahasa India yang artinya “orang yang mengajarkan tentang
kelepasan dari sengsara. Dalam tradisi Agama Hindu, guru dikenal
sebagai ‘maha resi guru’. Yakni para pengajar yang bertugas untuk
menggembleng para calon biksu di bhinaya panti (tempat
pendidikan bagi para biksu). Rabindranath Tagore (1861-1941),
menggunakan istilah Shanti Niketan atau rumah damai untuk tempat
para guru mengamalkan tugas muliaya membangun spiritualitas
anak-anak bangsa di India. Dalam bahasa Arab, kosa kata guru
dikenal dengan al-mu’alim atau al-ustadz yang bertugas membrikan
ilmu dalam majelis taklim (tempat memperoleh ilmu). Dengan
demikian, sama dengan pengertian guru dalam bahasa Hindu.
Al-mu’alim atau al-ustadz dalam hal ini memiliki pengertian yakni
orang yang memiliki tugas untuk membangun aspek spiritualitas
manusia. Pengertian guru kemudian menjadi semakin luas, tidak
hanya terbatas dalam kegiatan keilmuan yang bersifat kecerdasan
spiritual dan kecerdasan intelektual., tetapi juga menyangkut
kecerdasan kinestetik jasmaniah, seperti guru tari, guru olahraga,
guru senam dan guru musik.
Semua kecerdasan itu pada hakikatnya juga menjadi bagian
dari kecerdasan ganda sebagaimana telah dijelaskan oleh para pakar
psikologi terkenal Howard Gardner (Suparlan, 2004:36). Dengan
demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait
aspeknya, baik spiritual, emosional, intelektual, fisikal, maupun
aspek lainnya. Dalam bahasa teknis edukatif guru terkait dengan
kegiatan untuk mengembangkan peserta didik dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Dari aspek lain, beberapa pakar pendidikan telah menoba
memberikan batasan atau definisi untuk merumuskan pengertian
tentang guru. Definisi ini dirumuskan dari pengertian etimologi atau
menurut pandangan umum yang telah dijelaskan di depanguru
adalah orang yang kerjanya mengajar. Dengan definisi ini guru
diberi makna yang sama sebangun dengan pengajar
(Poerwadarminta 1996: 335). Dengan demikian, pengertian guru ini
hanya menyebutkan satu sisi sebagai pengajar, tidak termasuk
pengertian guru sebagai pendidik atau pelatih. Sedangkan Zakiyah
Darajat menyatakan bahwa guru adalah pendidik professional,
karena guru itu telah menerima dan memikul beban dari orang tua
untuk ikut mendidik anak-anak (Darajat, 1992:39). Dalam hal ini,
orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi
anak-anaknya, sedangkan guru adalah tenaga professional yang
membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada jenjang
pendidikan sekolah. Secara legal formal, yang dimaksudkan guru
adalah siapa yang memperoleh surat keputusan (SK), baik dari
itu memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan
belajar mengajar di lembaga pendidikan sekolah.
Untuk menyatukan pandangan dari berbagai sudut pandang
tersebut, kita dapat mencoba untuk menjawab pertanyaan siapa guru
itu dengan dua pandangan. Pertama, dalam pandangan umum, guru
adalah siapa saja yang melaksanakan tugas sebagai pengajar,
pendidik, dan pelatih, baik yang dilaksanakan dalam lembaga
pendidikan keluarga formal, maupun informal. Dalam konteks ini,
guru adalah siapa saja yang melaksanakan misi untuk
mencerdasakan anak-anak bangsa sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Kedua, dalam pandangan khusus, Surat Edaran (SE)
Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 57686/MPK/1989
menyatakan lebih spesifik bahwa, “Guru ialah pegawai negeri sipil
(PNS) yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah
(termasuk hal yang melekat dalam jabatan)”.
Sedangkan dalam percakapan sehari-hari sering terdengar
istilah profesi atau professional. Seorang mengatakan bahwa
profesinya sebagai dokter, yang lain mengatakan bahwa profesinya
sebagai arsitek, atau ada pula sebagai pengacara, guru, dan ada juga
yang mengatakan bahwa profesinya sebagai pedagang, penyanyi,
petinju, penari, tukang koran, dan sebagainya. Para staf dan
menyatakan akan meningkatkan keprofesionalitasannya. Ini berarti
bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga.
. Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu
adalah jabatan yang sesui dengan pengertian profesi di bawah ini:
1. Melayani masyarakat, merupakan karir yang akan dilaksanakan.
Sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar
jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat
melakukannya).
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek
(teori baru dikembangkan dari hasil penelitian)
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai
persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut
memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya).
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu (tidak diatur oleh orang luar ).
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan
untuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan
diputuskannya, tidak dipindah ke atasan atau instansi yang lebih
tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan
menekan kepada layanan yang diberikan.
9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya.
Relative bebas dari supervise dalam jabatan.
10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11. Mempunyai asosiasi professional atau kelompok ‘elit’ untuk
mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.
12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang
meragukan atau yang menyangsi yang berhubungan dengan
layanan yang diberikan.
13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan
kepercayaan diri setiap anggotanya.
14. Mempunyai status social dab ekonomi yang tinggi.
Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas, Sanusi (Suparlan
2004:37) mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai
berikut:
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan sigifikansi sosial yang
menentukan.
3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui
pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode
ilmiah.
4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang
jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat
khalayak umum.
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi
dengan waktu yang cukup lama.
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan
sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.
7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi
itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh
organisasi profesi.
8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan
judgement terhadap permasalahan profei yang dihadapinya.
9. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi
otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat,
dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Bila dibandingkan kriteria yang dipakai Sanusi et al. ini dengan
simpulkan bahwa keduanya hampir mirip, dan saling melengkapi, dan
oleh karenanya dapat kita pakai sebagai pedoman dalam pembicaraan
selanjutnya.
Jadi yang dimaksud dengan etika profesi keguruan adalah,
penerapan nilai-nilai yang sesuai dengan etika profesi dan lingkungan
sekitar dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru baik ditempat
bekerja dengan teman sejawat dan peserta didik ataupun sebagai
masyarakat dalam mematuhi nilai dan norma yang berlaku dalam
berbangsa dan bernegara.
2. Status Guru
Konon guru dipandang memiliki status, peran, dan fungsi sangat
tinggi dan mulia. Sebagai contoh, guru dipandang memiliki status,
peran, dan fungsi setingkat dengan ‘manusia setengah dewa’. Guru
memiliki status dan tugas yang paling sulit, karena pekerjaannya adalah
membuat anak didik memahami. Membuat seseorang mengerti adalah
pekerjaan yang paling sulit.
Dalam buku bertajuk “Teachers in a changing world” karya
Dugumarti Bhaskara Rao (Suparlan,2004: 40) dijelaskan secara
skematis tentang status guru, baik secara pribadi, makhluk social,
maupun secara professional. Itulah sebabnya, maka Rao membagi
status guru menjadi tiga yakni status personal, status professional
terhadap tugas dan tanggung jawab, serta kebutuhan yang perlu
dipenuhi karena status yang melekat tersebut.
a. Status personal
1. Self esteem artinya memiliki harga diri sebagai guru.
2. Vision artinya visi, yaitu memiliki pandangan, wawasan, dan
atau cita-cita tentang masa depan.
3. Commitment artinya memiliki kepedulian dan kemauan yang
keras untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru.
4. Conviction artinya memiliki keyakinan diri atau percaya diri
untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
5. Aspiration artinya keinginan diri tentag sesuatu yang
dicita-citakan dalam melaksanakan tugasnya.
6. Dignity artinya memiliki harkat dan martabat sebagai
pendidik untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan
ketentuan moral dan hukum yang berlaku.
b. Status professional
9. Responsibility artinya memiliki rasa tanggung jawab yang
tinggi untuk melaksanakan tugasnya dengan
sebbaik-baiknya.
10. Autonomy artinya memiliki kemandirian untuk
11. Accountability artinya rasa tanggung jawab terhadap
proses dan hasil dalam pelaksanaan tugasnya.
12. Competence artinya memiliki kompetensi dalam
melaksanakan tugasya sesuai denga standar yang telah
ditentukan.
13. Knowledge artinya memiliki pengetahuan yang luas dan
keahlian untuk dapat mengemban tugasnya.
14. Teacher Reaserch artinya dapat merancang dan
melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan tugasnya
sebagai guru.
15. Publication artinya dapat menyampaikan laporan tentang
pelakanaan tugasnya atau menerbitkan tulisan atau hasil
pelaksanan tugasnya terhadap public.
16. Professional organization artinya secara aktif dapat
mengikuti kegiatan organisasi pembinaan profesionalisme
guru.
17. Participative management artinya dapat bereperan serta
aktif dalam kegiatan yang terkait dengan pendidikan dan
c. Status Sosial
12. Salary artinya menerima dan memiliki gaji yang memadai
sesuai dengan beban tugasnya.
13. Minimum working standart artinya memperoleh standar
ketja yang layak selaras dengan statusnya.
14. Welfare and fringe benefits artinya memperoleh
kesejahteraan yang memadai dan insntif tambahan yang
wajar sesuai tanggung jawabnya sebagai guru.
15. Respect artinya memperoleh penghargaan dari
masyarakat.
16. Communit standing artinya memperoleh dan dapat
melaksanakan kerjasama kemitraan dengan steakholder
pendidikan, kususnya orang tua siswa dan masyrakat.
17. Trust artinya memperoleh kepercayaan dari masyarakat.
18. Leadership artinya dipandang sebagai panutan bagi warga
masyarakat.
Dalam melaksanakan peran dan tugasnya, guru memiliki
berbagai status yang dapat diklasifikasikan antara lain sebagai
berikut. Guru sebagai pegawai negeri sipil, guru sebagai tenaga
3. Peran dan Fungsi Guru
Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak
terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar,
dan melatih. Keempat kemampuan tersebut merupakan kemampuan
integrative, yang satu tidak dapat dipidahkan dengan yang lainnya.
Misalnya, seseorang yang dapat mendidik tetapi tidak memiliki
kemampuan membimbing, mengajar, dan melatih, maka ia tidak dapat
disebut sebagai guru yang paripurna. Seterusnya, seseorang yang
memiliki kemampuan mengajar, tetapi tidak memiliki kemampuan
mendidik, membimbing, dan melatih, juga tidak dapat disebut sebagai
guru sebenarnya. Guru harus memiliki kemampuan tersebut,
keempat-empatnya secara paripurna. Keempat kemampuan tersebut secara
terminologys akademis dapat dibedakan antara satu dengan yang lain.
Namun, dalam kenyataan praktik dilapangan, keempat hal tersebut
harus menjadi satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisah.
Meskipun demikian, seorang guru adalah manusia biasa. Ia sama
sekali bukan manusia super yang tanpa cacat. Guru adalah manusia
biasa yang sekaligus memiliki kelebihan dan kekurangan. Itulah
sebabnya, keempat kemampuan harus dimiliki oleh seorang guru
berada dalam generasi yang beraneka ragam. Ada guru yang memiliki
kelebihan dalam satu kemampuan, tetapi kurang dalam kemampuan
yang lainnya. Sebagai contoh. Ada guru yang dapat dijadikan panutan
pengetahuan yang akan ditransfer melalui proses belajar. Demikian
seterusnya, dengan kemampuan membimbing atau melatih.
Secara ideal, seorang guru sebaiknya memang harus memiliki
banyak pengetahuan dan keterampilan. Namun kompetensi akademis
pokok yang harus dimiliki adalah sebagai guru pengajar, yakni lebih
memiliki kemampuan dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan
teknologi pada peserta didik. Adapun kemampuan yang lainnya
sebagai pendukung terhadap kemampuan utamanya tersebut yakni;
1. Guru sebagai pendidik, guru lebih banyak sebagai sosok panutan
yang memiliki nilai moral dan agama yang patut ditiru dan
diteladani oleh siswa.
2. Guru sebagai pengajar, guru diharapkan memiliki pengetahuan
yang luas tentang disiplin ilmu yang harus diampu untuk
ditransfer kepada siswa.
3. Guru sebagai pembimbing, guru juga perlu memiliki kemampuan
untuk dapat membimbing siswa, memberikan dorongan
psikologis agar siswa dapat menepikan factor-faktor internal dan
factor eksternal yang akan mengganggu proses pembelajaran
didalam dan diluar sekolah, serta memberikan arah dan
pembinaan karis siswa sesuai dengan bakat dan kemampuan
4. Sebagai pelatih, guru harus memberikan sebanyak mungkin
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerapkan konsepsi atau
teori kedalam praktik yang akan digunakan langsung dalam
kehidupan.
4. Profesi keguruan
1. Kode Etik Profesi Keguruan
Setiap profesi, seperti telah dibicarakan dalam bagian terdahulu
harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan
dokter, notaris, arsitek, guru dan lain-lain yang merupakan bidang
pekerjaan profesi sendiri mempunyai kode etik. Sama halnya dengan
kata profesi sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum
memiliki pengertian yang sama. Sebagai contoh, dapat dicantumkan
beberapa pengertian kode etik, antara lain:
1. Pengertian kode etik
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian.Pasal 28 Undang-Undang ini
dengan jelas menyatakan bahwa “pegawai Negeri Sipil
mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan di dalam dan di luar kedinasa.” Dalam penjelasam
Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya
Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur Negara,
tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan
dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode
Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip
pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai
negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik
merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di
dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni
sebagai ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku
guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan
pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari
pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur
pokok yakni: (1) sebagai landasan moral. (2) sebagai pedoman
tingkah laku.
Dari uraian tersebut kelihatan, bawa kode etik suatu
profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan
dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimanan mereka
melaksanakan profesinya dan larangan-larangannya, yaitu
dilaksanakan oleh mereka, melainkan juga menyangkut tingkah
laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya
sehari-hari di masyarakat.
2. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu
profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan
organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan
kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S, 1970):
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan profesi. Setiap kode
etik akan melarang berbagai bentuk tindakan atau kelakuan
anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik
profesi terhadap dunia luar.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggotanya. Kode etik juga sering mengandung
peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang
tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam
berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya
4. Untuk meningkatkan mutu profesi. Untuk meningkatkan
mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan
anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka
diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif
berpartisipasi dalam membina organisasi dan
kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi
menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat
profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan
mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
3. Kode Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai
himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang
tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu system yang
utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru
warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdian sebagai
guru, baik dalam maupun di luar sekolah serta dalam
Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting
untuk pembentukan sikap professional para anggota profesi
keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru
Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh
seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari
seluruh penjuru tanah air, pertama dalam kongres XIII di
Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam
Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta, adapun teks
Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut
adalah sebagai berikut.
4. Naskah Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah
bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa,
dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa pancasila dan setiap pada
Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia
terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomi
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik
sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptaka suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarat sekitarnya untuk membina peran peserta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan
dan kesetiakawanan social.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam
5. Sikap Profesional Keguruan Terhadap Peserta Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas ditulis bahwa : Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung
beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional,
prinsip membimbing, dan prinsip pembentuk manusia Indonesia
seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU
No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip lain ialah
membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja.
Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara dala sitem amongan. Tiga kalimat padat yang terkenal dari
system itu ialah ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso, tut
wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan
harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan
harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung
maksut membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya
sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani, berarti guru
mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau
mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti sikap
berjiwa pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik., apalagi
memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Motto tut wuri
handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang
manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh baik jasmani maupun rohan,
tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam
mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau
perkembangan intelekual saja, tetapi juga harus memperhatikan
perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani,
sosial maupun lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini
dimaksud akan nantinya peserta didik dapat menjadi manusia yang
mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan sebagai insan dewasa.
Peserta didik tidak dipandang sebagai objek semata yang haus tunduk
dan patuh pada kemauan guru. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
sebagai seorang guru dalam memperlakukan peserta didik yakni, guru
harus memahami perbedaan individu peserta didik, guru harus bisa
menjalin komunikasi dengan peserta didik, guru harus memandang
positif peserta didik, serta guru juga harus bisa menilai kemampuan
peserta didik secara objektif dan tidak ketingggalan bahwa guru dituntut
6. Etika Guru Terhadap Rekan Sejawat
Sekolah adalah sebuah organisasi, dimana di dalamnya terdapat
sekumpulan manusia yang bekerja secara bersama-sama untuk
mencapai suatu tujuan. Sekumpulan manusia tersebut adalah guru dan
tenaga kependidikan, sedangkan tujuan tersebut adalah visi sekolah
yang hendak dicapai. Keberhasilan sekolah mencapai visinya sangat
ditentukan oleh kemampuan guru dalam bekerjasama. Adapun
faktor-faktor yang harus dimiliki oleh seorang guru terhadap rekan sejawat
antara lain adalah, guru harus bisa mengenal dan memahami
kepribadian rekan sejawat agar bisa saling bekerja sama. Ada beberapa
faktor yang menjadikan guru enggan saling bekerja sama dalam
mencapai tujuan sekolah seperti adanya pembedaan antara guru senior
dan guru junior, adanya pembedaan perlakuan antara guru PNS dan Non
PNS, adanya ketidakjelasan aturan kerja sekolah, adanya ketidaksamaan
visi sekolah, adanya kelompok-kelompok tertentu di sekolah, dan lain
sebagainya. Itulah sebabnya, sebaiknya guru berupaya untuk saling
mengenal dan memahami kepribadian rekan sejawatnya agar perbedaan
kepribadian antara mereka tidak menjadi jurang pemisah yang
menghambat mereka untuk saling bekerjasama. Menjalin silaturahmi
dengan rekan sejawat dapat dapat dijadikan sebagai cara yang
digunakan oleh guru untuk mengenal dan memahami kepribadian rekan
Faktor selanjutnya adalah menjalin komunikasi dengan rekan
sejawat untuk kepentingan penddikan. Sama seperti manusia lainnya,
guru juga merupakan makhluk social. Ketika menjalankan tugasnya
sebagai pendidik dn pengajar, guru memerlukan bantuan orang lain,
termasuk guru lainnya. Hal itu dapat dilakukan oleh guru manakala ia
bisa bekerjasama dengan guru lainnya. Selain dengan modal mengenal
dan memahami kepribadian rekan sejawatnya, kerjasama juga dapat
dengan mudah dilakukan oleh guru manakala ia dapat menjalin
komunikasi dengan rekan sejawatnya baik komunikasi personal,
komunikasi kelompok, maupun komunikasi masa. Faktor selanjutnya
yakni melakukan persaingan kerja yang positif dengan rekan sejawat
serta mengelola konflik dengan rekan sejawat.
7. Etika Guru Terhadap Masyarakat
Adapun etika yang harus dimiliki seorang guru terhadap masyarakat
anata lain adalah menyesuaikan diri dengan adat istiadat masyarakat.
Kata masyarakat sudah sangat familiar ditelinga. Masyarakat adalah
sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama. (alwi, 2002:721). Berdasarkan
pengertian tersebut maka masyarakat dapat diartikan sebagai
sekelompok individu yang berbeda pada suatu wilayah yang terikat oleh
suatu adat-istiadat di wilayah tersebut. Eksistensi adat istiadat pada
budaya yang dibuat oleh masyarakat, norma-norma yang dipatuhi oleh
masyarakat, dan mata pencaharian masyarakat. Adat-istiadat disetiap
wilayah yang ditempati oleh suatu masyarakat pun berbeda-beda.
Perbedaan tersebut menjadikan seorang individu, termasuk guru
harus bisa menyesuaikan diri dengan adat-istiadat masyarakat di mana
ia tinggal, menyesuaikan diri dengan adat-istiadat masyarakat di sekitar
sekolah tempat ia mengajar, maupun menyesuaikan diri dengan
adat-istiadat masyarakat lainnya yang sering ia singgahi. Ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan oleh guru agar ia dapat menyesuaikan diri
dengan masyarkat yakni antara lain adalah menjalin komunkasi dan
kerjasama dengan masyarakat. Komunikasi antara guru dengan
masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Namun sebaiknya guru memilih berkomunikasi secara langsung dengan
masyarakat, itu dikarenakan dalam hidup bermasyarakat guru dituntut
untuk lebih intens bertatap muka, bertemu, berkumpul, dan berbicara
mengenai berbagai hal positif dengan masyarakat.Langkah selanjutnya
adalah menjadi partisipan dalam lembaga atau organisasi
kemasyarakatan misalnya menjadi partisipan maupun pengurus karang
taruna, koprasi unit desa dan lain sebagainya.
Kemudian dalam keseharian di masyarakat, guru juga harus bisa
menjadi sosok yang ucapannya “digugu” atau didengar dan perilakunya
ditiru oleh masyarakat. Mudahnya guru harus bisa menjadi teladan bagi
Muhammad Saw, keberhasilan beliau dalam membentuk masyarakat
Madinah yang berkarakter adalah karena beliau menjadi ssosok yang
BAB III
PAPARAN DAN TEMUAN PENELITAN
Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian.
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Salatiga berdiri pada tanggal 25 Mei
tahun 1968 berdasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor: 191/UUK-3/1969 yang pada waktu itu berisi tentang memberi
peningkatan status SMEA persiapan menjadi SMEA Negeri. Sehingga,
berdasarkan keputusan Menteri tersebut, SMEA persiapan Salatiga menjadi
SMEA Negeri Salatiga.
Awalnya, SMEA Negeri masih menumpang di gedung SMEP Negeri
Salatiga atas dasar jasa baik dari Kepala SMEP Negeri Salatiga yang
meminjamkan 4 lokal untuk SMEA Negeri. Kegiatan pembelajaran di sini
dilakukan pada siang hari. Dan pada tahun selanjutnya, SMEA Negeri
menempati gedung bangsal kesenian milik SPG Negeri Salatiga. Meskipun
sudah tidak masuk siang lagi, pada saat melakukan kegiatan pembelajaran di
gedung ini sering terjadi keributan karena ruang yang luasnya berkisar 300m2 ini dibagi menjadi lima ruangan dengan sekat dinding bambu yang masih
berlubang-lubang sehingga terjadi polusi suara.
Pada tahun 1970 SMEA Negeri Salatiga mendapat pinjaman 4 lokal lagi
milik SMA Negeri di Jalan Kemiri walaupun dengan syarat masih harus
menyelesaikan bangunannya terlebih dahulu. Kendala baru yang ditemui adalah
di SPG Negeri ke kelas yang ada di SMA Kemiri kurang lebih 2 km dengan
hanya mengayuh sepeda.
SMEA Negeri Salatiga yang masih diliputi dengan penuh perjuangan, pada
tahun 1973 atas perkenaan Bapak Walikotamadya Salatiga, yang pada saat itu
dijabat oleh Bapak Letkol. S.Soegiman diberi izin untuk menempati gedung
bekas Sekolah Cina milik BAPERKI yang digunakan untuk proses belajar
mengajar. Pada mulanya gedung hanya terdiri dari enam lokal saja, yang
kemudian seiring bertambah tahun dengan adanya bantuan BP, Pemda setempat,
dana pelita 1983 dan 1984, ruang-ruang belajar tersebut di rehab sehingga
menjadi lebih baik. Pada akhirnya SMEA Negeri Salatiga telah selesai
dibangunkan oleh Negara. Gedung yang baru di lokasi Desa Kembangarum
kurang lebih luas tananhnya 15.000 m2 dan ruang teori ada 18 kelas. Kemudian, SMEA Negeri Salatiga menempati gedung barunya pada tanggal 1 Agustus
1992. Boyongan keluarga besar SME Negeri Salatiga beserta alat-alatnya
dilaksanakan dengan upacara yang dihadiri pula oleh Bapak Kakanwil
Depdikbud Propinsi Jateng beserta ibu dan para pejabat setempat. Pada saat
boyongan, baru kelas I dan kelas II yang pindah ke lokasi baru, adapun kelas III
tetap berada di lokasi Jl. Jend. A. Yani 14 Salatiga hingga akhir Maret 1993.
Pengembangan SMK 1 menjadi SMK Besar terjadi pada tahun pertama
2004-2005 menerima 10 kelas, terdiri dari akuntansi 2 kelas, Administrasi
Perkantoran 2 kelas, Penjualan 2 Kelas, Tata Busana 2 kelas, Tata Boga 2 Kelas,
dan Tata Kecantikan 1 kelas. Pada Tahun kedua dan ketiga (2005-2006 dan
keahlian 2 kelas, sehingga komposisi kelas saat ini yaitu kelas I 12 kelas, kelas
II 12 kelas, dan kelas III 10 kelas. Total kelas di SMK Negeri Salatiga saat ini
adalah 34 kelas.
`1. Keadaan Fisik Sekolah
Luas tanah dan denah
SMK Negeri 1 Salatiga yang beralamat di Jalan Nakula Sadewa I/3
Kel Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga memiliki luas tanah
keseluruhan 15.795 m2. Denah sekolah (*terlampir).
Ruang kelas
Ruang-ruang kelas di SMK Negeri 1 Salatiga berukuran standar
sesuai standar Permen Diknas No. 20 Tahun 2008 yaitu 18 x 9 m. Ruang
kelas ini sudah layak digunakan untuk proses belajar mengajar dengan
kapasitas menampung sebanyak 36 siswa. Jumlah ruang kelas di SMK
Negeri 1 Salatiga yaitu sebanyak 39 kelas.
Ruang laboratorium
Terdapat dua ruang laboratorium di SMK Negeri 1 Salatiga yaitu
meliputi laboratorium umum dan laboratorium kejuruan. Laboratorium
umum antara lain Lab Komputer/KKPI, Lab. Bahasa, Lab. Ipa, Lab
Kesenian, Lab. Agama, Lab. Olahraga (lapangan). Sedangkan
laboratorium kejuruan adalah sebagai berikut:
1. Lab. Perkantoran (Lab. Mengetik, Lab. Model kantor, Lab.
2. Lab. Pemasaran (Lab. Pembelajaran dan lab. Pertokoan) = 10 x
12 m.
3. Lab Akutansi (Lab akutansi) = 10 x 12 m.
4. Lab. Kecantikan (Lab. Kecantikan Rambut) = 10 x 12 m.
5. Lab. Busana (Lab. Menjahit dengan mesin cepat dan lab.
Menjahit dengan mesin biasa/manual) = 9 x 12 m.
6. Lab. Boga (Lab. Kitchen dan lab. pastry) = 9 x 12 m
Bangunan Fisik
1. Ruang kelas luasnya 252 m2
2. Ruang kepala sekolah luasnya 24 m2
3. Ruang guru luasnya 120 m2
4. Ruang tata usaha luasnya 84 m2
5. Ruang BP luasnya 35 m2
6. Ruang laboratorium
7. Ruang UKS luasnya 30 m2
8. Masjid dengan luas 105 m2
9. Ruang aula dengan luas 288 m2
10. Perpustakaan dengan luas 170 m2
11. Ruang OSIS dengan luas 28 m2
Ruang toko
Ruang toko terdiri atas kantin dan koperasi. Kantin di SMK
Negeri 1 Salatiga diberi nama kantin kejujuran. Kantin ini menjual
makanan, minuman dan perlengkapan kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan koperasi menjual perlengkapan siswa disetiap unit
produksinya.
Ruang fotocopy
Ruang fotocopy luasnya 8 m2. Ruangan ini berfungsi untuk
memberikan pelayanan akses fotocopy untuk seluruh warga sekolah
SMK Negeri 1 Salatiga. Penugasannya dilakukan oleh siswa kelas
XI.
Ruang bank mini
Ruang bank mini melayani transaksi menabung karena bank mini
ini bertujuan untuk melatih siswa siswi agar gemar menabung. Bank
mini selain melayani siswa juga melayani guru dan karyawan.
Penugasannya dilakukan oleh siswa kelas XI.
Ruang penggandaan
Ruang ini berisi kumpulan data-data tiap ruang di SMK Negeri 1
Salatiga yang nantinya akan dikirim ke Dinas sebagai penjaaminan
mutu.
Kamar mandi
Kamar mandi di SMK Negeri 1 Salatiga jumlahnya sudah cukup
lokasi 1 digunakan untuk guru dan karyawan, dan lokasi 2, 3
digunakan untuk semua siswa.
Lapangan olahraga
Lapangan olahraga terdiri atas dua tempat yaitu lapangan basket
dan lapangan voli. Lapangan basket luasnya 427,5 m2, sedangkan lapangan voli luasnya 162 m2.
Green house
Green house merupakan rumah kaca yang didalamnya terdapat
banyak tanaman hijau yang sengaja dirawat sebagai bentuk
kepedulian terhadap lingkungan dan juga sebagai wahana untuk
belajar.
Lahan parkir
Fasilitas lainnya yaitu tempat parkir. Tempat parkir yang tersedia
yaitu tempat parkir bagi karyawan, guru, tamu dan siswaa. Untuk
parkir guru dan karyawan berada di samping, tamu di depan ruang
TU dan siswa di bagian dalam.
Tempat komposing/ daur ulang
Tempat ini digunakan sebagai tempat komposing atau tempat
mendaur ulang sampah yang bukan anorganik.
2. Keadaan Lingkungan Sekolah
Jenis bangunan yang mengelilingi sekolah
Jenis bangunan yang mengelilingi SMK Negeri 1 Salatiga yaitu
Perkampungan yang mengelilingi SMK Negeri 1 Salatiga yaitu
perkampungan Kembang Arum.
Kondisi lingkungan sekolah
Tingkat kebersihan : kebersihan lingkungan sekolah bersih. Hal ini
dikarenakan sekolah menyediakan tempat sampah yang mencukupi
dan tersebar di setiap ruang dan lingkungan sekolah. Semua warga
sekolah SMK Negeri 1 Salatiga memiliki perhatian dan kepedulian
yang penuh akan kebersihan sekolah.
Tingkat kebisingan: Tingkat kebisingan ssekitar sekolah normal.
Bahkan jalan raya yang ada didekat sekolah tidak terlalu ramai
sehingga tidak menimbulkan kebisingan seperti jalan raya pada
umumnya.
Sanitasi: sanitasi lingkungan sekolah sudah cukup memadai. Tidak
terdapat sampah yang berserakan disekitar sekolah, proses
pembuangan sampah/TPS dilingkungan sekitar dikelola oleh
masyarakat dan pihak pengelola sampah oleh pemerintah.
Jalan penghubung dengan sekolah: kondisi jalan penghubung
disekolah dapat dikatakan baik. Kualitas jalan sudah diaspal
semua. Selain itu, letak SMK Negeri 1 Salatiga juga strategis
sehingga memudahkan dalam hal transportasi umum maupun
Kondisi masyarakat sekitar: Pemukiman warga perkampungan.
Kebanyakan warganya bekerja sebagai pegawai negeri dan
wiraswasta.
3. Fasilitas Sekolah
Ruang Kepala Sekolah
Ruang kepala sekolah terpisah dari ruang guru. Kepala sekolah
memiliki ruangan sendiri dengan maksud salah satunya agar kepala
sekolah dapat lebih konsentrasi dalam penyelenggaraan
kepemimpinan di sekolah. Fasilitas yang ada di ruang kepala sekolah
yaitu: perabot meneler, laptop, printer, telephone, 1 set sofa, jam
dinding, kamar mandi dalam, serta wifi.
Ruang guru
Ruang guru memiliki luas 120 m2 dengan jumlah satu buah. Di
SMK Negeri 1 Salatiga ruang guru difasilitasi perabotan mebeler,
komputer, printer, dispenser, jam dinding, loker, wifi.
Ruang BK dan BP
SMK Negeri 1 Salatiga juga memiliki ruang BK yang
menyediakan fasilitas berupa bimbingan penyuluhan atau
bimbingan konseling dengan tujuan untuk membantu para siswa
agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki siswa tersebut
dengan seoptimal mungkin dengan cara pemahaman diri,
pemahaman nilai, dan pemahaman pembahasan lingkungan. Adapun
1. Menciptakan suasana tertentu agar tidak timbul masalah yang
dapat mengganggu PBM dan pengembangan dirinya.
2. Menyalurkan siswa ke bidang studi yang sesuai dengan bakat,
minat siswa.
Ruangan BK yang memiliki luas 35 m2 ini memberikan pelayanan bimbingan serta peenyuluhan kepada seluruh siswa.
Pelayanan ini tentunya diberikan oleh guru BK SMK Negeri 1
Salatiga sesuai dengan jadwal pelajaran para siswa yang dilakukan
secara teratur, terencana dan berkesinambungan. Fasilitas yang ada
di ruang BK ini adalah perangkat mebeler, ruang tamu, komputer,
printer, jamdinding, loker dan wifi.
Ruang Tata Usaha
Ruang tata usaha yang melayani administrasi bagi siswa
memiliki luas 84 m2. Guna melakukan pelayanan administrasi tersebut, ruang TU di beri fasilitas seperti halnya ruang lain yang
meliputi kursi staf, mesin fax, perabotan mebeler, komputer, printer,
jam dinding, kipas angin, dispenser, loker dan wifi.
Ruang OSIS
Ruang OSIS memiliki luas 28 m2, ruangan ini digunakan sebagai tempat organisasi para siswa yang belajar di SMK Negeri 1
Salatiga di bawah wewenang pihak sekolah, OSIS juga digunakan
dengan berbagai fasilitas antara lain Kursi, meja, komputer,almari
dan papan tulis pengurus.
Perpustakaan
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Salatiga memiliki
sebuah perpustakaan yang luasnya 170 m2 bersebelahan dengan ruang BP. Ruang perpustakaan ini terbagi atas dua bagian yaitu
ruangan baca dan ruangan ketua perpustakaan. Perpustakaan ini
melayani peminjaman buku-buku pelajaran yang dibutuhkan oleh
siswa dan guru. Selain itu, perpustakaan juga memberi pelayanan
kepada pegawai yang memerlukan tambahan ilmu pengetahuan
ataupun hanya sekedar untuk mengisi waktu luang.
Koleksi buku-buku yang tersedia di perpustakaan antara lain
yaitu buku-buku paket dai Depdiknas sebagai buku pegangan dalam
pembelajaran pokok, buku pelengkap buku paket, buku cerita fiksi
(bukan bacaan), serta buku-buku lainnya yang dapat dijadikan
sebagai sumber belajar dan menambah ilmu pengetahuan.
Pengolahan koleksi perpustakaan sekolah dilakukan sejak buku tiba
diperpustakaan sampai tersusun rapi di rak dan siap digunakan oleh
siswa, guru maupun karyawan.
Untuk proses peminjaman buku dilayani oleh petugas
perpustakaan. Perpustakaan SMK Negeri 1 Salatiga ini memiliki
koleksi buku yang lengkap sehingga dapat menjadi salah satu faktor