• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati melalui katekese model biblis - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Usaha menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati melalui katekese model biblis - USD Repository"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

 

(3)

ii 

 

   

(4)

iii 

 

(5)

iv  

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Seluruh anggota Kongregasi Suster Fransiskus Dina, Khususnya para suster yang menjalani masa usia lanjut

(6)

v  

MOTTO

“Kerja berat merupakan sesuatu yang sungguh menggairahkan dan menyenangkan, asal kita melakukannya sebagai perwujudan kehendak Allah”

(Robert A. Cook)

“Allah yang memanggil kamu adalah setia. Allah juga akan menggenapinya”

(7)

vi 

 

(8)
(9)

viii

 

Skripsi ini berjudul USAHA MENGHAYATI USIA LANJUT BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS DINA SAN DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS”. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis melihat kondisi jumlah para suster SFD yang berusia lanjut semakin meningkat setiap tahunnya di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa. Para suster SFD usia lanjut menghadapi banyak masalah terutama melemahnya kondisi fisik dan mental. Kondisi tubuh yang lemah, tak berdaya, dan sakit mengakibatkan para suster untuk berhenti atau pensiun dari pekerjaan yang dijalankan secara rutin. Akibat yang muncul para suster mengalami rasa kesepian, kehilangan pegangan hidup, merasa tidak berarti lagi bagi kongregasi, dan merasa tidak menemukan makna hidup. Perubahan kondisi fisik dan mental yang dialami oleh para suster SFD usia lanjut terjadi secara drastis dan kurang disadari. Perubahan tersebut tidak bisa ditolak, namun harus diterima dan disyukuri. Bila orang sudah mampu mensyukuri keberadaannya di masa usia lanjut, inilah tanda bahwa orang tersebut mempunyai kedewasaan atau kematangan secara rohani.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana usaha yang dapat dilakukan untuk membantu para suster SFD usia lanjut Komunitas San Damiano Pati Jawa Tengah dalam menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina. Penulis dalam menyusun skripsi ini menggunakan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan oleh kongregasi dalam membantu menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina bagi para suster SFD San Damiano Pati, serta mengangkatnya sebagai sumbangan bagi Kongregasi SFD, khususnya bagi para suster usia lanjut. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang relevan untuk memperkaya dan memperdalam gagasan-gagasan dan refleksi rohani guna membantu para suster SFD semakin menghayati kematangan rohani di masa usia lanjut.

(10)

ix

 

This thesis is titled “EFFORT APPRECIATE ELDERLY BASED SPIRITUALITY OF SISTER DINA SAN DAMIANO FRANCIS PATI BY MODEL BIBLICAL CATECHESIS". The selection of these titles concern the author starts from the condition of the SFD nuns who are elderly is increasing every year in Indonesia and in particular on the island of Java. The sisters SFD elderly face many problems, especially the weakening of physical and mental condition. Body condition is weak, helpless, and sick lead the sisters to quit or retire from a job that is run on a regular basis. That arise due to the sisters experience a sense of loneliness, losing grip of life, was by no means more to the congregation, and was not finding meaning in life. Changes in physical and mental conditions experienced by elderly nuns SFD occur drastically and less conscious. These changes can not be denied, but must be accepted and appreciated. When people are able to appreciate its presence in the elderly, this is a sign that the person has the maturity or spiritual maturity

The main issue in this thesis is how the effort can be done to help the elderly nuns SFD San Damiano Pati Community of Central Java in the elderly to live the spirituality of the Congregation of Sisters of St. Francis Dina. The author in this thesis uses the descriptive method. Writers learn and explore spirituality books published by the congregation to help the elderly live the spirituality of the Congregation of Sisters of St. Francis Dina for the sisters SFD San Damiano Pati, and raised it as a donation to the Congregation of SFD, particularly for elderly nuns. Moreover, the authors also use books from other relevant sources to enrich and deepen the ideas and spiritual reflection to help the sisters SFD increasingly appreciate the spiritual maturity in the elderly

(11)

x

 

Puji syukur kepada Allah Bapa yang Maha Baik karena kasih-Nya yang

telah membimbing, menuntun, mendampingi dan menyertai seluruh perjalanan

penyusunan skripsi ini, yang berjudul USAHA MENGHAYATI USIA LANJUT

BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS DINA SAN

DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS.

Perjalanan rohani bukan sekedar pengetahuan, melainkan kehadiran

banyak orang yang ikut ambil bagian mengiringi perjalanan rohani tersebut.

Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak yang

dengan kesetiaan, kesabaran, dan penuh kasih mendukung penulis melalui doa,

dorongan motovasi, dan sumbangan gagasan yang baik. Untuk itulah penulis

dalam kesempatan ini dengan tulus hati mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rm. Dr. J. Darminta, SJ., selaku dosen pembimbing utama yang telah

menyediakan waktu dan tenaga, membimbing penulis dengan penuh

kesabaran dan ketulusan hati memberi diri untuk menyampaikan

gagasan-gagasan,kritikan, refleksi dan inspirasi hidup sehingga termotivasi untuk

menyelesaikan skripsi dari awal hingga berakhirnya penulisan ini.

2. Ibu Dra. Yulia Supriyati, M.Pd., selaku dosen wali dan penguji II yang terus

memberi perhatian, menguatkan dan mendampingi penulis selama

perkuliahan sampai selesainya penulisan ini.

3. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum., selaku dosen penguji III yang

(12)

xi

 

ini.

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah mendidik,

mendampingi dan membagikan pengetahuan, pengalaman, pelayanan dan

cinta kepada penulis selama menjalani masa studi hingga akhir penyelesaian

skripsi ini.

5. Segenap Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK dan seluruh karyawan

yang telah memberikan bantuan, dukungan, sapaan dan perhatian dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Sr. Adriana Turnip SFD, selaku Pemimpin Umum Kongregasi SFD beserta

dewannya yang telah memberi kesempatan penulis untuk membekali diri

menimba ilmu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

7. Para saudariku Komunitas Fonte Colombo, Komunitas Profinsialat Ganesha

dan Komunitas San Damiano Pati (Sr Joani SFD, Sr Natalia SFD, Sr

Bernarda SFD, Sr Ruth SFD, Sr Skolastika SFD, Sr Egidia SFD, Sr Isabella

SFD, Sr Raynelda SFD, Sr Antonia SFD) serta semua suster yang pernah

tinggal bersama penulis selama studi di Yogyakarta yang telah banyak

memberikan dukungan, perhatian, doa, sarana dalam menempuh studi di

(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

xvii 

 

(19)

xviii 

 

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi tua adalah proses yang biasa, manusiawi, dan dialami semua

orang. Ada orang yang susah, gelisah dan bingung menghadapi usia lanjut.

Tetapi tidak kurang orang yang selalu gembira dan bahagia di hari tuanya

(Nouwen dan Gaffney, 1989: 5). Masa usia lanjut pasti akan dialami oleh semua

orang yang mencapai umur panjang. Bagi banyak orang masa usia lanjut

kerapkali dihindari, disingkiri, dan dielak karena begitu rumitnya permasalahan

mereka. Banyak masalah yang dihadapi pada masa usia lanjut terutama

melemahnya kondisi fisik dan mental. Usia lanjut yang mengalami kondisi tubuh

yang lemah, tak berdaya, dan sakit mengakibatkan berhenti atau pensiun dari

pekerjaan yang dijalankan secara rutin. Maka yang dirasakan mereka yaitu

kesepian karena tidak sibuk lagi dengan aktivitas di tempat kerja dan perasaan

hati yang pedih ditinggalkan orang dekat dan yang dicintai. Hal demikianlah

membuat krisis bagi para usia lanjut dan itu juga dirasakan oleh para suster SFD

usia lanjut. Kondisi fisik mereka mengalami perubahan secara drastis dan

perubahan itu tidak bisa ditolak, namun harus diterima dan disyukuri. Bila orang

sudah mampu mensyukuri keberadaannya di masa usia lanjut, inilah tanda bahwa

orang tersebut menghayati usia lanjut secara rohani.

Paul Suparno (2005: 38) menguraikan beberapa persoalan yang sering

muncul dari para biarawan-biarawati yang menjadi tua, setelah pensiun dan

dilepas dari pekerjaannya. Pertama, merasa kehilangan pegangan hidup. Secara

(21)

   

nyata orang kehilangan kesuksesan karya atau pekerjaan yang dulu memberikan

kebanggaan atau dapat dibanggakan. Pekerjaan yang lama dijadikan pegangan

hidup, yang membuat biarawan-biarawati merasa telah melakukan perutusan

dengan baik, sekarang ditinggalkan. Itulah yang menyebabkan kekosongan diri,

murung dan merasa tidak lagi berguna bagi kongregasi. Kedua, mereka merasa

tidak berarti lagi bagi kongregasi. Mereka dahulu menemukan arti hidupnya

karena dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran dengan karya aktif mereka.

Pada waktu mereka tidak dapat aktif lagi, mereka merasa hidup tidak berarti.

Perasaan ini muncul bila di komunitas mendengarkan teman-teman yang muda

selalu berbicara mengenai sumbangan mereka kepada kongregasi, baik berupa

keberhasilan karya maupun uang yang dimasukkan dalam kongregasi. Ketiga,

mereka tidak menemukan makna hidup. Persoalan yang besar sebenarnya adalah

bila orang tua tidak menemukan makna hidupnya karena ketuaannya. Bila hidup

dianggap berarti hanya bila bekerja aktif, maka menjadi sulit untuk menemukan

makna hidup yang dalam dari proses ketuaan.

Demikianlah yang dialami para suster SFD usia lanjut merasa kehilangan

ketika mereka mulai berhenti dari kegiatan yang wajib mereka kerjakan. Mereka

sukar meninggalkan kesuksesan karya atau kebanggaan yang dulu telah dicapai.

Kondisi fisik yang kurang memungkinkan untuk kembali bekerja secara optimal

mengakibatkan mereka minder dan kecil hati karena tidak mampu berbuat

sesuatu yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi kongregasi. Selain

itu sedikit suster SFD usia lanjut kurang menerima masa tua dengan rendah hati

sehingga ketika melihat keterbatasan yang dialami mengakibatkan mereka sulit

(22)

   

Para suster SFD usia lanjut di Indonesia berjumlah 21 orang. Mereka

termasuk para suster SFD yang sudah berkaul kekal di atas 30 tahun (Pedoman

Pembinaan dan Pendidikan, Hal. 90). Para suster usia lanjut terbagi di beberapa

komunitas yang ada di tiga pulau yaitu Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Para

suster SFD usia lanjut di Pulau Sumatra berjumlah lima orang, di Pulau Jawa

delapan orang. Masing-masing pulau, para suster SFD usia lanjut sudah

berkumpul menjadi satu. Sedangkan di Pulau Kalimantan para suster SFD usia

lanjut masih menyebar di tiga komunitas. Jumlah para suster SFD usia lanjut di

Kalimantan delapan orang. Sedangkan jumlah para suster SFD usia lanjut yang

berada di komunitas San Damiano Pati sebanyak tujuh orang, sedangkan satu

suster berada di komunitas karya dan masih aktif bekerja.

Penulis dalam skripsi ini lebih mengutamakan para suster SFD

Komunitas San Damiano Pati Jawa Tengah dengan alasan bahwa dalam satu

komunitas ada tujuh suster yang sudah usia lanjut. Mereka sudah pensiun dan

dinonaktifkan dari pekerjaan yang tetap. Satu orang suster yang masih aktif

mengajar enam diantaranya sudah pensiun dan dinonaktifkan dari pekerjaan

yang tetap. Mereka berusia 60 tahun ke atas.

Dua orang suster sebelumnya berkarya lama di Pulau Kalimantan,

sehingga ketika terjadi perpindahan komunitas mereka mengalami perjuangan

yang cukup berat dalam menyesuaikan tempat atau daerah yang mereka hidupi,

kendati mereka adalah penduduk asli Jawa. Sedangkan lima orang suster SFD

lainnya tidak menjadi persoalan dalam hal penyesuaian tempat, mereka sudah

(23)

   

menjadi pergumulan mereka adalah menerima masa tua yang sedang dihadapi

ini.

Penghayatan spiritualitas jati diri usia indah Suster-suster Fransiskus

Dina (usia indah, nama lain para suster SFD yang berusia lanjut) yaitu pertama,

mampu menerima diri apa adanya: kedua, memiliki tugas kerasulan yang utama

berdoa mendoakan kongregasi dan banyak orang yang membutuhkan: ketiga,

para suster SFD usia lanjut menikmati masa usia indah dengan penuh

kegembiraan dan yang terakhir keempat, bahwa para suster SFD usia lanjut

diberikan kebebasan untuk memilih komunitas secara psikologis agar dia merasa

tenang, aman jika bisa memilih komunitas (Pedoman Pembinaan dan Pendidikan

SFD, Hal. 92e).

Orang yang mulai memasuki usia lanjut sulit menerima kenyataan usia

mereka (Hester, 1997:1). Sedikit diantara para suster SFD usia lanjut mengalami

pergulatan dan perjuangan serta jatuh bangun, lebih-lebih penyerahan diri kepada

Tuhan sehingga mengalami ketegangan, kecemasan dan ketakutan. Terhadap

karya-karya yang sudah dipercayakan kepadanya, sukar sekali untuk

melepaskan atau menyerahkan kepada yang muda, dan ketika karya yang sudah

ditangani dialihkan kepada yang muda mereka tersinggung dan sakit hati. Maka

dari itu muncullah kata-kata tidak berguna lagi, bodoh, lemah, tidak kuat lagi,

tidak bermanfaat dan tidak menghasilkan. Mereka mengalami kehilangan

percaya diri, kekosongan, merasa pahit karena tidak ada dukungan dan

pengakuan dari orang lain, sehingga sering terjadi kecenderungan para suster

SFD usia lanjut bertingkah yang aneh-aneh. Misalnya: tidak mau dilayani oleh

(24)

   

mengagungkan pengalaman-pengalaman yang dahulu, merendahkan pengalaman

sekarang yang tidak berarti apa-apa kecil dihadapannya. Merasa benar, keras

kepala, dan sikap-sikap yang lain di bawah sadarnya, mereka mengalami krisis

dalam seluruh hidupnya di masa tuanya.

Masa usia lanjut tidak datang dengan tiba-tiba, melainkan secara

berangsur-angsur, dan banyak orang tidak siap memasuki usia lanjut. Masa tua

menjadi masa untuk lebih mempersiapkan diri dalam kehidupan yang akan

datang. Masa tua dapat menjadi masa untuk lebih mempersiapkan pada

kehidupan kelak. Mereka diharapkan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan,

dengan demikian mereka melewati masa tersebut dengan tenteram, gembira,

menyerahkan diri secara total, menerima diri apa adanya dan mampu bergantung

kepada Allah. Salah satu cara untuk mempersiapkan diri adalah menyadari

makna dan nilai-nilai yang mendalam. Mereka harus sampai pada penyadaran

bahwa hidup itu merupakan anugerah Tuhan yang berharga, tetapi terbatas.

Kongregasi SFD memiliki perhatian terlebih khusus kepada para suster

yang berusia lanjut dan yang mengalami sakit. Kondisi para suster yang tidak

sanggup lagi untuk bekerja diterima sebagai tugas hidup. Di situ terbuka suatu

kemungkinan baru untuk menyatakan, bahwa hidup itu adalah lebih daripada

bekerja. Berdoa dan menaruh perhatian untuk semua yang terjadi di sekitar,

dapat membantu untuk tetap terarah kepada orang lain (Konstitusi SFD, No. 50).

Kongregasi SFD tetap memberi peluang bagi para suster usia lanjut untuk

menjalani hidup panggilan Tuhan dalam diri mereka. Mereka tetap dilibatkan

dalam kegiatan kongregasi untuk generasi muda dalam melahirkan kehidupan

(25)

   

depan, sehingga memberikan kesaksian akan kasih dan kerahiman Allah kepada

sesama dalam usia yang senja.

Penulis mengambil judul skripsi yaitu USAHA MENGHAYATI USIA

LANJUT BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS

DINA SAN DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS.

Data-data diperoleh dari studi pustaka, sehingga diperoleh gambaran tentang

kenyataan usia lanjut SFD. Semoga para suster SFD usia lanjut semakin mampu

menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster-suster

Fransiskus Dina.

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas sehubungan dengan menghayati

usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati

maka permasalahan yang akan dirumuskan:

1. Bagaimana gambaran kematangan rohani para suster usia lanjut dalam

Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina San Damiano Pati?

2. Unsur-unsur pokok mana yang perlu diperhatikan dalam kematangan rohani

bagi para Suster Fransiskus Dina usia lanjut?

3. Bagaimana katekese model biblis dapat membantu para Suster Fransiskus

Dina usia lanjut dalam menghayati kematangan rohani di masa tuanya?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini sebagai berikut:

1. Memaparkan gambaran kematangan rohani para suster usia lanjut dalam

(26)

   

2. Menemukan unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam

pendampingan bagi para Suster Fransiskus Dina usia lanjut dalam

menghayati kematangan rohani di masa tuanya.

3. Menemukan model katekese yang dapat membantu para Suster Fransiskus

Dina usia lanjut dalam menghayati kematangan rohani di masa tuanya.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Memperkaya pemahaman penulis tentang kematangan rohani di masa usia

lanjut bagi para Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati.

2. Memberikan sumbangan pemikiran serta gagasan bagi para pembaca, para

Suster Fransiskus Dina dan secara khusus para Suster Fransiskus Dina San

Damiano Pati yang sudah usia lanjut, sejauh mana kematangan rohani yang

ada dalam diri orang tersebut.

3. Membangun kesadaran bagi pembaca, para Suster Fransiskus Dina

khususnya Suster Fransiskus Dina yang sudah usia lanjut untuk

menampilkan penghayatan kematangan rohani.

E. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

yaitu dengan menggunakan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan

mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan oleh kongregasi yang sangat

membantu penulis dalam memahami kematangan rohani bagi para Suster

(27)

   

Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina khususnya bagi para suster usia

lanjut. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang

relevan dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menggarap dan mendalami

skripsi ini.

F. Sistematika Penulisan

Bab I, penulis mengawalinya dengan pendahuluan yang menguraikan

berdasarkan permasalahan-permasalahan yang penulis temukan dalam kehidupan

pada umumnya dan religius pada khususnya, terutama dalam Kongregasi Suster

Fransiskus Dina. Permasalahan-permasalahan ini ditemukan oleh penulis melalui

pengamatan dan hidup bersama di beberapa komunitas khususnya di Komunitas

San Damiano Pati. Permasalahan-permasalahan ini yang menimbulkan

keprihatinan kongregasi dan penulis. Dengan adanya penulisan skripsi ini dapat

memberi sumbangan pemikiran bagi Kongregasi SFD sehingga dapat membantu

menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina. Selain

itu dalam Bab I penulis menguraikan rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika.

Bab II menguraikan pemikiran-pemikiran tentang gambaran hidup

rohani para usia lanjut terbagi menjadi enam bagian yang dimulai dengan

pengertian usia lanjut, gejala-gejala penuaan dan tantangan untuk menyikapi,

kekayaan hidup usia lanjut, undangan menghayati panggilan iman secara baru,

harapan Gereja terhadap usia lanjut, dan kematangan rohani menurut konstitusi

(28)

   

Bab III memberikan gambaran tentang jalan menuju ke kematangan

rohani yang akan ditegaskan dalam empat bagian yaitu pertama, usia lanjut

sebuah proses; kedua, pergulatan usia lanjut; ketiga, peluang khas usia lanjut;

dan yang keempat, bantuan usia lanjut.

Bab IV memaparkan katekese model biblis sebagai bentuk usaha

pendampingan hidup rohani para suster SFD usia lanjut, terbagi menjadi empat

bagian besar. Pertama; katekese menguraikan pengertian katekese, isi katekese,

tujuan katekese, unsur-unsur dalam katekese dan model katekese. Kedua;

pemilihan model katekese menguraikan tentang alasan pemilihan model katekese

biblis, katekese model biblis dan langkah-langkah dalam proses katekese model

biblis. Ketiga; pendampingan hidup rohani para suster usia lanjut dengan

katekese model biblis menguraikan tentang kekhasan pendampingan dalam

masa usia lanjut dan Program pendampingan katekese dengan model biblis.

Keempat; contoh pertemuan katekese model biblis dalam pendampingan para

suster usia lanjut. Contoh pertama Abraham dan Sarai menunjukkan sikap

kesetiaan yang kreatif dalam melaksanakan perintah Bapa dan contoh kedua

semangat doa yang mendalam dari tokoh Zakaria dan Elisabet.

Akhir dari skripsi ini terdapat dalam bab V, yaitu penutup terdiri dari

kesimpulan dan saran, yang memuat tentang hal-hal penting dalam menghayati

usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina. Semoga para Suster

Fransiskus Dina semakin menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster

(29)

BAB II

GAMBARAN HIDUP ROHANI PARA USIA LANJUT

Gereja bertanggung jawab memperhatikan para usia lanjut, ini

menyangkut nilai kemanusiaan. Gereja sungguh mengupayakan secara

terus-menerus dalam memperhatikan para orang tua yang sudah usia lanjut untuk ikut

terlibat dalam memperkembangkan Gereja saat ini, dengan kemampuan yang

mereka miliki dan tetap menghargai keterbatasan yang ada dalam diri mereka

(Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 10).

Para usia lanjut memiliki situasi yang khas. Bab II akan memaparkan

lebih rinci gambaran hidup rohani para usia lanjut yang meliputi: pengertian usia

lanjut, gejala-gejala penuaan dan tantangan untuk menyikapi, kekayaan hidup

usia lanjut, undangan menghayati panggilan iman secara baru, harapan Gereja

terhadap usia lanjut, dan kematangan hidup rohani dilihat dari Konstitusi SFD.

A. Pengertian Usia Lanjut

Menurut Bock (2007: 2) istilah yang berhubungan dengan usia lanjut

beraneka ragam. Kata tua artinya sudah lama hidup, sudah masak dipetik (buah),

tinggi mutunya (emas), berharga dan terpelihara (gedung), teruji dan terpilih

(pohon jati atau kayu besi). Namun ada makna lain dari kata tua yaitu berkaitan

dengan umur serta kerapuhannya, misalnya: makanan yang telah disimpan

terlalu lama akan menjadi busuk, mesin terlalu lama digunakan akan semakin

aus dan tubuh manusia semakin tua akan semakin berkurang ketahanannya dan

menurun kesehatannya.

(30)

Bahasa Sansekerta mengartikan kata tua yaitu memberi makan,

menyediakan makanan yang bergizi, sehingga kata tua menunjuk pada keadaan

yang terpelihara baik-baik, sangat sehat, dewasa dan matang atau panenan yang

sudah tua tinggal dituai. Ada dua kecenderungan yang dialami oleh para usia

lanjut yaitu memiliki banyak keluhan dan penyusutan, namun ada pula yang

ditandai dengan kebaikan, kegembiraan, harapan dan kejutan (Bock, 2007: 3).

Selain kata tua menurut pandangan Bock, ada beberapa istilah yang

digunakan untuk golongan usia lanjut, tetapi belum dibakukan artinya, misalnya:

manula (manusia usia lanjut), lansia (usia lanjut), usila (usia lanjut) dan glamur

(golongan lanjut umur). Para ahli kurang menggunakan kata manusia tua atau

masa tua, karena memiliki makna yang negatif, kurang memadai dan hanya

melihat dari segi manusianya saja. Beberapa istilah tersebut yang lebih terkenal

dengan menggunakan kata lansia (lanjut usia), karena para orang tua berada

dalam tahap umur tua dan lebih cocok ditujukan kepada mereka (Maramis dan

Piet Go, 1993: 3).

Menurut paramasastra Indonesia bahwa yang benar adalah manula

(manusia usia lanjut), karena usia adalah kata benda dan lanjut adalah kata sifat,

maka harus disebut terlebih dahulu kata benda baru kemudian kata sifat (Sudiro,

1984: 6). Dalam hal ini penulis memilih kata usia lanjut dengan alasan

menyesuaikan dengan penyusunan kata Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Tulisan Sudiro mengajak semua untuk membiasakan menggunakan kata manusia

usia lanjut atau lebih singkatnya usia lanjut (Yayasan Idayu ed., 1984: 6).

Secara umum istilah usia lanjut berarti berkeadaan uzur, sakit-sakitan dan

(31)

demikian dipandang memiliki makna yang negatif. Yesus peduli akan

kehidupan para usia lanjut dengan memberi kata peneguhan kepada mereka yang

berbunyi “Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat

menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (bdk. Mat. 6: 27). Manusia

lahiriah diperbaharui dari hari ke hari, selama ada harapan, cita-cita, aktivitas

kehidupan dan semangat maka akan mengalami pembaharuan (Morgan, 2004:

3).

Usia lanjut memiliki pengertian lebih mendalam yaitu sebagai musim

gugur kehidupan, maksudnya ialah orang-orang usia lanjut diibaratkan seperti

musim-musim dan tahap-tahap alam yang silih berganti. Adanya

perubahan-perubahan alam yang terjadi sepanjang tahun, adanya pegunungan dan dataran,

padang rumput, lembah-lembah, hutan, pohon-pohon serta tanam-tanaman,

semuanya itu ada kemiripan dengan irama kehidupan manusiawi dan perputaran

alam yang ada di sekitar (Yohanes Paulus II, 1999: 13).

Keadaan fisik dan rohani usia lanjut perlu dibutuhkan perhatian dan

dukungan. Kehadiran para usia lanjut merupakan anugerah Allah yang luar biasa

diperuntukkan kepada mereka serta kekayaan yang berharga yang dapat

dibagikan kepada kaum muda.

B. Gejala-Gejala Penuaan dan Tantangan untuk Menyikapi

Hidup dalam usia lanjut memiliki gejala yang lebih menonjol yaitu hidup

dalam dunia masa lalu. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau

muncul kembali dalam ingatan, baik itu peristiwa yang membanggakan maupun

(32)

atau membahagiakan dalam masa kini. Tanda-tanda orang mengalami usia lanjut

yaitu adanya kemunduran fisik maupun mental secara perlahan dan bertahap.

Dari segi fisik adanya organ-organ tubuh yang mulai melemah dan mengendor,

sehingga menghambat cara kerja mereka. Sedangkan dari segi mental

berkurangnya perhatian dan penampilan diri, berkurangnya ketajaman indera

netra dan rungu, kecerdasan dan daya tangkap berkurang, membuat mereka

merasa rendah diri dan minder berhadapan dengan kaum muda (Bock, 2007: 3).

Melihat ke dalam diri usia lanjut bahwa yang paling penting adalah

bagaimana memaknai dan menilai usia tua itu sendiri. Banyak orang

berpandangan negatif bahwa hari tua merupakan masa ketergantungan dengan

orang lain atau berkurangnya mutu hidup, hal demikian tidak membangun

seseorang untuk berkembang melainkan semakin membuat orang jatuh dalam

ketidakberdayaan, maka usaha yang dilakukan untuk menyingkirkan gambaran

negatif tersebut dengan mendorong orang supaya menerima masa tua secara

positif kendati terasa berat untuk dihadapi dari kenyataan yang dialami oleh

mereka. Para usia lanjut di masa tua dapat mengisi, menikmati, dan memaknai

usia lanjut dengan penuh syukur (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002:

16).

Kalangan usia lanjut bukan hanya satu jenis saja melainkan

beranekaragam. Proses yang terjadi menghadapi masa tua juga berbeda-beda.

Diantara para usia lanjut ada yang menyadari bahwa masa hidupnya merupakan

kesempatan-kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang serta bertekad bakti.

Pada jaman sekarang orang memandang usia tua sebagai pengalaman yang

(33)

mereka dari orang luar, merasa tersingkir, sehingga mempercepat proses

kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri (Dewan Kepausan untuk Kaum

Awam, 2002: 17).

Masa tua merupakan anugerah besar yang diberikan Allah kepada orang

yang mengalami usia tua. Mereka mampu melalui perjalanan panjang dalam

kehidupan ini berkat penyelenggaraan kasih Allah, diterangi iman dan diperkuat

akan pengharapan yang tidak sia-sia, (bdk. Yoh 14: 2). Para usia lanjut

menyambut hari tua sebagai tahap perjalanan yang digunakan Kristus untuk

menuntun ke rumah Bapa (bdk. Yoh. 14: 2), sehingga masa tua dijalankan

dengan cara yang benar-benar Kristiani baik itu sebagai suatu anugerah maupun

sebagai tugas (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 18).

Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, mengajak umat Katolik untuk

memperhatikan sungguh para usia lanjut, sehingga tidak mengalami

keterasingan, kepasrahan yang pasif, putus asa, dan merasa tidak berguna di

antara para generasi muda. Menyambut masa tua generasi muda dipersiapkan

menjadi usia lanjut yang memiliki martabat bertanggung jawab dalam kehidupan

lebih manusiawi, sosial dan rohani, sehingga nantinya masa tua menjadi masa

yang penuh dan bermartabat. Yohanes Paulus II dalam amanat Sidang Dunia

Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang usia tua, menegaskan kembali hal

terpenting yang perlu diperhatikan yaitu:

(34)

sesuatu yang suci dan tidak dapat dicabut.“ (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 19).

Allah menciptakan manusia secara istimewa dari pada makhluk-makhluk

lainnya, perlulah untuk menghormati kehidupan dalam semua tahapnya.

Kehadiran mereka memberikan tanda yang berharga bagi kehidupan sekarang

dan merupakan kekayaan Gereja dalam dunia modern sebagai anugerah, potensi

manusiawi dan rohani. Jika tanda tersebut sudah dipahami sepenuhnya maka

orang-orang jaman ini akan menemukan kembali makna utama hidup ini

(Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2007: 20).

Kendatipun para suster SFD usia lanjut mengalami keadaan fisik dan

mental yang mulai melemah, namun tetap bersyukur atas kehidupan yang begitu

besar dianugerahkan oleh Allah kepada mereka. Para suster usia lanjut

senantiasa memiliki pandangan yang membangun dalam kehidupan rohani

sehingga menjauhkan pengharapan yang sia-sia. Pentinglah para suster SFD

dalam masa tua menghormati kehidupan yang Allah ciptakan secara istimewa

dan mampu menemukan, mendalami serta membagikan kembali makna utama

kehidupan ini kepada orang-orang jaman sekarang.

C. Kekayaan Hidup Usia lanjut

Dikatakan oleh Dewan Kepausan untuk Kaum Awam (2002: 20) bahwa

banyak kekayaan yang dapat ditemukan dari para usia lanjut seiring perjalanan

hidup mereka sebagai bagian hidup bermasyarakat dan berbudaya di tengah

situasi jaman yang maju. Sumbangan tersebut harus terus-menerus dipelihara

(35)

1. Sikap tanpa pamrih

Kecenderungan masyarakat dewasa ini terlalu sibuk dengan

kepentingannya sendiri dan lupa dengan kepentingan bersama. Orang bersikap

acuh tak acuh, mementingkan miliknya sendiri, mengejar materi, dan hidup ingin

enaknya saja, bebas, serba instant, cepat, praktis dan kurang berpikir panjang,

sehingga menimbulkan sikap yang kurang mendukung dalam hidup

bermasyarakat. Kecenderungan itu berbeda dengan orang yang sudah melalui

masa yang panjang yaitu para usia lanjut. Mereka memiliki sikap tanpa pamrih,

semua tindakannya tidak dihitung dengan uang, upah, imbalan dan balasan

melainkan dengan pemberian yang tulus ikhlas dan total tanpa memperhitungkan

banyaknya tenaga yang keluar, dan materi yang harus dikorbankan. Cara kerja

orang usia lanjut penuh pertimbangan, memiliki pemikiran panjang, tidak asal

jadi dan tidak dikejar-kejar oleh waktu namun pelan-pelan tetapi pasti dan

mantap. Mereka lebih mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan

dengan kepentingan pribadi, sehingga kegiatan-kegiatan yang melibatkan hidup

bersama sungguh diperhatikan (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 21).

Demikian halnya yang dapat ditemukan dalam kehidupan para suster

SFD usia lanjut sikap tanpa pamrih juga dihidupi oleh mereka. Para suster usia

lanjut memberikan diri dalam persudaraan SFD dengan tidak banyak menuntut

namun menjalankan kehidupan seturut kemampuan yang dimiliki mereka.

Mereka melakukan kegiatan-kegiatan sehari-hari dengan tulus ikhlas dan penuh

kepasrahan. Walaupun kesannya kegiatan mereka kecil, ringan namun mereka

(36)

2. Ingatan

Orang-orang usia lanjut sungguh memperhatikan masa lalu agar tidak

terjadi pengulangan kesalahan-kesalahan pada masa yang lalu dan tidak

kehilangan kesadaran bersejarah, sehingga mereka betul-betul menemukan jati

diri hidup yang membuat yakin akan makna kehidupan ini. Oleh karena itu para

usia lanjut sungguh menghargai arti penting sejarah, sebab mereka dihidupi oleh

sejarah yang sudah mereka lalui (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2007:

21).

Kehadiran para suster SFD usia lanjut sangat menentukan kehidupan

masa sekarang, karena kehidupan sekarang terkait dengan masa lalu sedangkan

yang menghidupi masa lalu adalah para suster usia lanjut. Perhatian mereka

terhadap generasi muda sangatlah besar, agar para suster SFD generasi muda

selalu mencintai sejarah serta menghidupi sejarah, sehingga mampu menghidupi

jati diri yang sesungguhnya dalam persaudaraan Kongregasi Suster Fransiskus

Dina.

3. Pengalaman

Kemajuan teknologi jaman sekarang begitu canggih membuat

kebanyakan orang kurang mengindahkan nilai pengalaman hidup yang telah

dilalui sepanjang perjalanan hidup usia mereka. Pengalaman masa lalu menjadi

(37)

masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Orang muda kurang

menyadarinya dan menganggap masa lalu adalah kuno dan ketinggalan jaman,

sehingga menutup diri akan adanya usia lanjut serta budayanya. Kebahagian dari

para usia lanjut ketika mereka membagikan pengalaman hidupnya kepada

orang-orang muda, supaya terpelihara sebagai sesuatu yang bernilai dan berharga.

Selain itu pengalaman dibagikan untuk menjadi bekal dalam menghadapi

perkembangan hidup di dunia yang semakin hari semakin maju, dengan harapan

generasi muda mampu meneruskan dan melanjutkan seluruh perjalanan

perkembangan kehidupan ini. Kehadiran para usia lanjut sungguh penting dan

dibutuhkan dalam jaman sekarang karena para usia lanjut memiliki banyak hal

yang dapat dikatakan kepada generasi muda. Pengalaman yang sudah dilalui

menjadikan mereka penasehat, pembicara dan sumber peneguhan bagi generasi

muda yang sedang berjuang memperkembangkan kehidupan di dunia ini. Maka

dari itulah pengalaman adalah guru dalam kehidupan ini (Dewan Kepausan

untuk Kaum Awam, 2002: 22).

Banyak dari suster SFD usia lanjut yang senang berbagi pengalaman

hidupnya kepada para suster yang muda, terlebih pengalaman hidup

panggilannya sebagai seorang suster SFD. Mereka tidak jarang juga menjadi

sumber peneguhan yang menguatkan ketika sharing pendalaman konstitusi,

Kitab Suci dan lain-lain. Selain itu para suster yang pensiun dari mengajar dan

masih aktif membimbing retret untuk para suster dalam pembinaan dini

(38)

4. Ketergantungan satu sama lain

Orang-orang usia lanjut hidupnya sungguh bergantung pada orang lain.

Mereka berusaha mencari kawan untuk mendengarkan apa yang mereka alami

dan rasakan. Disitulah letak kerendahan hati yang dimiliki oleh para usia lanjut.

Mereka menyadari kelemahan yang dialami dalam masa tuanya (Dewan

Kepausan untuk para Kaum Awam, 2002: 19).

Sikap kerendahan hati bergantung pada orang lain yang menjadikan

kebutuhan para suster SFD usia lanjut di masa tua. Masa tua yang dijalani

dengan keterbatasan keadaan fisik membuat para suster usia lanjut membutuhkan

orang muda untuk melayani di masa tua. Yang diminta dari para suster usia

lanjut yaitu pasrah, dan menerima kenyataan hidup dengan sabar dan hati yang

tulus.

5. Visi hidup yang lebih lengkap

Hidup jaman sekarang dikuasai oleh sikap buru-buru, cepat-cepat, resah

dan gelisah. Orang jaman sekarang kurang memiliki visi hidup yang lengkap,

berbeda dengan orang jaman dahulu. Orang jaman dahulu memiliki visi hidup

yang lengkap. Mereka tidak melupakan arti, makna, tujuan panggilan, martabat

dan tujuan akhir dalam perjalanan hidupnya. Di samping itu usia lanjut juga

merupakan usia yang mencintai hidup sederhana dan daya kontempalasi yang

tinggi. Usia lanjut merupakan usia yang memiliki nilai-nilai afektif, moral,

religius menjadikan sumber daya yang sangat diperlukan demi

memupukkembangkan keselarasan masyarakat, keharmonisan keluarga, dan

(39)

bertanggung jawab, memiliki iman akan Allah, persahabatan, sikap tidak

memihak pada kekuasaan, pertimbangan, kebijaksanaan, kesabaran, dan

keyakinan batin yang mendalam akan perlunya menghormati alam ciptaan dan

memupuk kedamaian. Visi inilah yang dipegang oleh para usia lanjut untuk tetap

diusahakan dan diperkembangkan demi menjaga keutuhan, kematangan,

sehingga tidak muncul kembali penyesalan yang berkepanjangan (Dewan

Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 22).

Nilai-nilai afektif, moral, religius menjadi bagian dari hidup para suster

SFD usia lanjut. Penting juga kiranya tetap memiliki sikap hidup sederhana dan

daya kontemplasi yang tinggi sebagai perwujudan dalam tugas perutusan yang

telah tercantum dalam konstitusi bahwa para suster usia lanjut lebih banyak

berdoa bagi anggota persaudaraan SFD.

D. Undangan Menghayati Panggilan Iman Secara Baru

Gereja sangat peduli dengan para usia lanjut. Hal itu terungkap dalam

pernyataan Yohanes Paulus II (1999: 8) dalam suratnya kepada umat usia lanjut,

yang bunyinya:

“Saya hanya ingin menyatakan betapa saya dekat secara rohani dengan kalian sebagai orang yang telah semakin dalam memahami tahap hidup ini bersama dengan berlalunya tahun-tahun hidupnya dan oleh karenanya merasa perlu membangun hubungan yang lebih erat dengan orang-orang lain yang seusia. Sebab dengan demikian, kita dapat merenungkan bersama hal-hal yang sama yang kita alami. Saya meletakkan hal itu semua di hadapan pandangan Allah yang meliputi kita dengan cinta kasih-Nya dan yang menolong serta menuntun kita dengan penyelenggaraan Ilahi-Nya”.

Dalam menghayati iman yang baru, orang harus mencari dasarnya

(40)

oleh Yohanes Paulus II bagaimana orang dapat menghayati iman yang baru dan

apa-apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengarah kepada hal itu.

1. Gambaran orang tua menurut Kitab Suci

Kitab Suci Perjanjian Lama menceritakan beberapa tokoh yang sudah

usia lanjut terpilih untuk melaksanakan perintah Allah, misalnya: Abraham

dengan rendah hati melakukan apa yang disampaikan dengan kekuatan yang

dijanjikan Allah kepadanya. Adapun janji Allah kepada Abraham bahwa: “Aku

akan menjadikan engkau bangsa yang besar, dan memberkati engkau, serta

membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan

memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang

yang mengutuk engkau dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat

berkat” (bdk. Kej. 12: 2-3). Seperti Sarai isteri Abraham yang setiamendampingi

perjalanan hidup Abraham. Sarai dalam masa tuanya penuh pengharapan

menyaksikan bahwa tubuhnya semakin tua, tetapi dalam batas-batas usia lanjut

tetap mengalami anugerah Tuhan yang luar biasa dengan memperbaiki

kekurangan manusia (Yohanes Paulus II, 1999: 14).

Inilah yang patut dicontoh sebagaimana dalam akhir-akhir masa tuanya

Abraham rela melepaskan apa yang telah diperjuangkan selama ini misalnya:

tempat tinggal, orang-orang yang ada di sekitarnya, maupun kehidupannya.

Kesetiaan Abraham kepada Allah ditunjukkannya melalui ketaatannya

melaksanakan perintah Bapa untuk pergi dari tempat tinggal asalnya ke tempat

yang ditunjukkan Bapa kepadanya. Tidak diragukan lagi kesetiaannya sehingga

(41)

dan disembah. Seperti Sarai isterinya yang hingga dalam usia tuanya tetap setia

kepada Abraham menemani seluruh perjalanan suaminya, hingga Abraham dan

Sarai dianugerahkan anak dalam masa tuanya. Itulah tanda kemurahan hati Allah

kepada Abraham dan Sarai.

Tokoh Musa yang diutus untuk membawa bangsa pilihan Allah untuk

keluar dari Tanah Mesir dari perbudakan Bangsa Mesir. Allah mempercayakan

kepadanya perutusan memimpin umat yang terpilih keluar dari Mesir. Musa

melaksanakan tindakan-tindakan Allah yang agung demi umat Israel. Tokoh

berikutnya yaitu Tobit yang berani memutuskan untuk setia mematuhi hukum

Allah, yakni membantu rakyat yang miskin dan sabar menanggung kebutaan,

sampai malaikat Allah campur tangan untuk meluruskan situasi (bdk. Tob. 3:

16-17). Dalam 2 Makabe 6: 18-31, dikisahkan Eleazar yang mati menjadi martir

untuk memberi kesaksian akan jiwa besar dan keteguhan yang luar biasa

(Yohanes Paulus II, 1999: 15).

Usia tua tidak menutup kemungkinan untuk tetap berguna bagi orang

banyak seperti yang dialami oleh Musa dalam menuntun Bangsa Israel keluar

dari perbudakan Mesir. Menuntut tanggung jawab yang besar, namun Musa

percaya bahwa Allah ikut campur tangan dalam segala gerak dan langkah yang

dijalani oleh Musa sehingga dia kuat dalam tugas dan perutusannya. Demikian

juga tokoh Tobit yang dalam perutusan dimampukan untuk memiliki rahmat

kesabaran dan peduli pada orang-orang yang lemah, miskin dan tak berdaya.

Tokoh dari Kitab Perjanjian Lama yaitu Eleazar yang dengan semangat

(42)

menjadi martir. Itulah konsekuensi dari ketaatan kepada Allah demi kecintaan

mereka kepada Allah.

Tokoh-tokoh Perjanjian Baru juga menggambarkan pribadi usia lanjut,

seperti Elisabet dan Zakaria yang sudah menikah menjadi orang tua Yohanes

Pembaptis. Kendati usia lanjut, kerahiman Tuhan menyentuh hati mereka.

Kelahiran Yohanes Pembaptis untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Elisabet

dan Zakaria tidak mudah menerima peristiwa tersebut melainkan mereka

berkata: ”Aku sudah tua, dan isteriku sudah lanjut umurnya” (bdk. Luk. 1: 18),

namun ketika Elisabet mengunjungi Maria saudarinya maka dipenuhi dengan

Roh Kudus serta berseru: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan

diberkatilah buah rahimmu” (bdk. Luk. 1: 42). Ketika Yohanes Pembaptis lahir,

Zakaria melambungkan pujian “Benedictus”, maka disaksikanlah pasangan yang

istimewa, yang dipenuhi dengan semangat doa yang mendalam (Yohanes Paulus

II, 1999: 15).

Pribadi Zakaria dan Elisabet yang pada mulanya tidak yakin akan

tindakan Tuhan, namun karena ketekunannya didalam doa kepada Tuhan maka

ia dianugerahkan begitu istimewa dari kehadiran Yohanes Pembaptis dalam

keluarga mereka sebagai orang yang mempersiapkan kehadiran Tuhan di tengah

dunia.

Pada waktu Maria dan Yusuf mempersembahkan Yesus ke dalam Bait

Allah, dijumpailah tokoh yang berusia tua bernama Simeon. Simeon dalam bayi

Yesus menjumpai Almasih yang hadir ke dunia dan menyerukan pujian “Nunc

dimittis”, sekarang Tuhan, biarlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera

(43)

empat tahun berkali-kali mengunjungi Bait Allah dan bergembira memandang

Yesus. Penginjil mengatakan ia mengucap syukur kepada Allah dan berbicara

tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk

Yerusalem. Demikian pula Nikodemus seorang anggota Sanhedrin yang

tersanjung tinggi sudah usia lanjut. Perjumpaan Nikodemus dengan Yesus

secara sembunyi-sembunyi pada waktu malam hari. Nikodemus bertemu dengan

Yesus, Sang Guru Ilahi menyingkapkan bahwa Ia Putera Allah, yang datang

untuk menyelamatkan dunia (bdk. Yoh. 3: 1-21). Kesempatan yang kedua

Nikodemus hadir pada pemakaman Yesus, disebutkan dalam Injil Yohanes 19:

38-40, “Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu

malam kepada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak

gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya ”. Walaupun dengan rasa takut namun

ia menunjukkan diri sebagai murid Tuhan yang disalibkan (Yohanes Paulus II,

1999: 15-16).

Di usia tua Simeon penjaga Bait Allah masih menantikan Almasih yang

hadir ke dunia dan penantiannya tidak sia-sia nyata dialaminya ketika Yesus

hadir di dunia menyelamatkan manusia. Lain halnya dengan Nikodemus

walaupun tidak dengan terang-terangan ia tetap menjadi murid Tuhan sampai

pada Yesus disalibkan.

Berikutnya belajar dari Petrus yang dipanggil pada waktu usia lanjut

untuk memberi kesaksian akan imannya melalui kemartiran. Sebagaimana

dikatakan dalam Injil Yohanes 21: 18, “Ketika engkau masih muda, engkau

mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki,

(44)

lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau

kehendaki.” Pernyataan kepada Petrus inilah yang menguatkan para usia lanjut

dengan rendah hati memohon pertolongan ketika mereka sudah mencapai usia

yang sudah tua (Yohanes Paulus II, 1999: 16).

Menurut Kitab Suci masa usia lanjut merupakan masa yang sungguh

menguntungkan dan kesempatan yang berharga, dimana seseorang diantar untuk

masuk hidup dalam pemenuhannya, sesuai dengan rencana Allah bagi setiap

orang. Masa usia lanjut diharapkan untuk mampu menangkap arti hidup serta

mencapai kebijaksanaan hati. Sumber kebijaksanaan itu adalah kedekatan

dengan Tuhan, Ayub 12: 12-13 mengatakan “Konon hikmat ada pada orang yang

tua, dan pengertian ada pada orang yang lanjut umurnya. Tetapi pada Allahlah

hikmat dan kekuatan Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian” dan

sifat bijak orang usia lanjut dengan sifat taat dan takut akan Tuhan, tertulis dalam

Kitab Imamat 19: 32 “Engkau harus bangun berdiri di hadapan orang ubanan dan

engkau harus menaruh hormat kepada orang yang tua dan engkau harus takut

akan Allahmu; Akulah Tuhan” (Hanna Santoso & Andar Ismail, 2009: 13).

Sebagaimana dikatakan dalam Kitab kebijaksanaan 4: 8-9, “Usia lanjut

ialah terhormat bukan karena waktunya panjang, dan bukan karena tahunnya

berjumlah banyak. Tetapi pengertian orang ialah uban, dan hidup yang tak

bercela merupakan usia lanjut”. Maka usia lanjut merupakan tahap akhir

kematangan manusia dan tanda berkat Allah (Yohanes Paulus II, 1999: 17).

Melihat kembali panggilan hidup para tokoh-tokoh umat Kristiani dalam

Kitab Suci. Ada beberapa unsur pokok yang perlu diperhatikan melihat

(45)

tokoh yang diutus Allah telah berusia lanjut. Unsur pokok tersebut antara lain:

ketaatan dan kesetiaan dalam melaksanakan perintah Allah, bertobat atau

membaharui hidup, pengorbanan total, kesabaran, penyerahan atau pasrah diri

akan penyelenggaraan Ilahi, semangat doa yang mendalam, penuh pengharapan

atau penantian, penuh kegembiraan memandang hari depan atau kehidupan

kekal, bersedia rendah hati mengakui kekurangan fisik, penuh kemurahan hati,

mencapai kebijaksanaan hati, serta mampu menangkap arti hidup.

2. Kekayaan para orang tua menurut Kitab Suci

Para usia lanjut menjalani tahun-tahun hidupnya begitu cepat berlalu,

segala macam jerih payah dan derita mereka rasakan, itulah yang menjadi

pengalaman indah dan berharga selama hidupnya, sehingga selayaknya disyukuri

dan tidak merasa jemu akan hal itu. Para usia lanjut telah menempuh perjalanan

yang jauh, (bdk. Keb. 4: 13). Banyak peristiwa hidup tahap demi tahap yang

mengingatkan pada perstiwa biasa dan luar biasa, keadaan yang membahagiakan

dan yang membawa derita. Mereka menyadari bahwa anugerah kehidupan yang

diterima adalah berkat uluran tangan Allah Bapa maha penyelenggara dan

belaskasih yang menjaga dan mengajar sedari kecil hingga sekarang ini

(Yohanes Paulus II, 1999: 7-9).

Banyak hal-hal membangun yang dapat dilihat dari para usia lanjut,

misalnya: bahwa para usia lanjut memiliki kebijaksanaan. Begitu banyak

pengalaman yang harus dilalui membawa mereka pada kesadaran akan makna

hidup, sehingga dapat mengendalikan segala emosi-emosi yang muncul. Maka

(46)

hidup dan menghadirkan nasihat-nasihat yang mendalam bagi sesamanya

maupun generasi di bawahnya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Santo Hieronimus “Usia lanjut

memperbesar kebijaksanaan dan membuahkan lebih banyak nasihat yang

matang”. Tuhan memberikan setiap waktu bagi para usia lanjut untuk semakin

beroleh hati yang bijaksana, seperti doa pemazmur yang sering kita dengar

Mazmur 90: 12, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga

kami beroleh hati yang bijaksana” (Yohanes Paulus II, 1999: 14).

Selain kebijaksanaan yang dimiliki oleh para usia lanjut, kekayaan yang

perlu ditimba dari mereka adalah penjaga ingatan bersama. Kehadiran masa

sekarang ditentukan oleh masa lalu, dan masa lalu hidup dekat dengan para usia

lanjut. Apabila para usia lanjut dikesampingkan berarti masa lalu diingkari.

Padahal dalam masa lalu itulah masa sekarang berakar dengan kokoh.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan, segenap cita-cita dan nilai

bersama yang mendukung dan menuntun hidup dalam masyarakat membuat

mereka penuh pengetahuan dan matang, dengan pengalaman yang matang para

usia lanjut memberikan bimbingan yang berharga kepada kaum muda (Yohanes

Paulus II, 1999: 18-19).

Para usia lanjut tidak kalah semangatnya dengan kaum muda, mereka

juga memiliki semangat muda dan kuat rohnya. Terlihat dari kata-kata yang

diucapkan memberikan ilham, teladan dan sumber penghiburan. Semangat inilah

yang dibutuhkan oleh kaum muda sebagai pendukung menghadapi masa-masa

yang akan datang, pembimbing untuk menjalani jalan-jalan kehidupan (Yohanes

(47)

Umat Kristiani menyadari bahwa kehadiran para usia lanjut membawa

segi evangelisasi. Para usia lanjut menumbuhkan dasar iman yang kokoh bagi

anak-anak, cucu, dan keluarga. Dalam kondisi yang sangat terbatas mereka

mampu membesarkan hati orang dengan nasihat yang penuh kasih, doa-doa

batin, atau kesaksian serta kesabaran dalam penderitaan. Roh bekerja dimana Ia

mau, dan Roh mempergunakan sarana-sarana manusiawi yang kelihatannya tidak

berarti di mata dunia. Semakin berkurang kegiatan yang mereka lakukan di dunia

semakin berharga dalam rencana Penyelenggaraan Ilahi yang ajaib (Yohanes

Paulus II, 1999: 20-21).

Para usia lanjut banyak bergerak dalam bidang kerasulan. Banyak Gereja

yang membutuhkan para usia lanjut untuk memberikan dukungan berupa doa

dalam waktu yang lama untuk perkembangan Gereja Semesta. Para usia lanjut

merupakan cikal bakal dari masa sekarang maka dibutuhkan nasihat yang lahir

dari pengalaman dan Gereja diperkaya oleh hidup sehari-hari sebagai saksi Injil

yang hidup di tengah-tengah dunia jaman sekarang (Yohanes Paulus II, 1999:

23).

Tugas kerasulan juga dilaksanakan oleh para suster SFD usia lanjut di

komunitas San Damiano Pati misalnya: membagi komuni bagi orang jompo dan

sakit, mengadakan kunjungan rohani ke rumah umat yang berkekurangan,

mengunjungi umat yang sakit dan mengikuti doa-doa lingkungan.

Usia lanjut tidak dipandang dan dihayati secara pasif sebagai proses

datangnya kemalangan melainkan proses mendekati tujuan kematangan

sepenuhnya dengan penuh harapan. Usia lanjut adalah tahun-tahun yang harus

(48)

Penyelenggara dan penuh belas kasih. Usia lanjut adalah masa yang perlu

dipergunakan secara kreatif untuk memperdalam hidup rohani dengan semakin

banyak dan khusyuk berdoa serta berbakti untuk melayani saudara-saudari kita

dalam kasih (Yohanes Paulus II, 1999: 26).

Demi kematangan rohani para suster SFD usia lanjut baiknya tidak

meratapi kondisi fisik dan mental yang rapuh saja, melainkan mengisi masa tua

dengan penuh harapan dan kreatif. Menjalankan kehidupan rohani dengan lebih

mendalam, agar sungguh siap menantikan hari Tuhan yang akan datang.

E. Harapan Gereja terhadap Orang Usia Lanjut

Dalam Gereja ada berbagai generasi yang dipanggil untuk mengambil

bagian dalam rencana Allah yang penuh kasih dengan saling bertukar anugerah

yang dikaruniakan oleh rahmat Roh Kudus untuk memperkaya setiap orang.

Maka usia lanjut membawa kekayaan rohani yang besar yaitu nilai-nilai religius

dan moral bagi jemaat-jemaat Kristiani, keluarga-keluarga dan dunia (Dewan

Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 39).

Para suster usia lanjut yang telah melalui usia yang cukup panjang

banyak mengalami pengalaman rohani, kaya akan nilai religius dan moral yang

dapat dibagikan kepada para suster SFD muda sebagai bekal hidup untuk masa

depan. Nilai religius dan moral yang dimiliki oleh mereka misalnya saja: tekun

menghidupi doa (kontemplasi, meditasi dan hening), rajin beribadat (Perayaan

Ekaristi, Brevir dan devosi), bersikap santun dan rendah hati, penuh kepasrahan

(49)

Ciri-ciri religius dari para usia lanjut adalah hidup doa. Hidup doa

dijalankan dengan mengikuti ibadat, perayaan-perayaan liturgis, devosi dan

lain-lain. Doa merupakan sumbangan yang paling berharga yang dapat ditimba oleh

Gereja, dan tetap harus dipupuk dan dikembangkan dalam jemaat maupun

keluarga-keluarga Kristiani. Kegiatan ibadat merupakan hal yang penting bagi

para para usia lanjut mendukung mereka sampai pada nilai-nilai yang mengarah

pada yang transendental. Mereka ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan

menggereja misalnya: prodiakon, lektor, kunjungan keluarga, kunjungan orang

sakit, kunjungan orang yang usia lanjut, perkumpulan doa, perkumpulan

lingkungan, perkumpulan organisasi Gereja dan lain-lain. Para usia lanjut

menyadari bahwa sebelum menginjak masa tua mereka kurang dan bahkan

jarang untuk berpartisipasi dalam kegiatan menggereja, namun dalam usia yang

sudah tua menyadari keberadaan hidup mereka membutuhkan relasi dekat

dengan Tuhan, maka mulai aktif melayani Tuhan dan sesama (Dewan Kepausan

untuk Kaum Awam, 2002: 39).

Iman kepercayaan para usia lanjut sangatlah sederhana, mendalam dan

beragam. Masing-masing orang mempunyai pengalaman hidup yang

berbeda-beda. Pribadi masing-masing orang tua ditentukan oleh kekuatan relatif iman

yang ditanamkan dari dini, sepanjang perjalanan hidup hingga mencapai usia

yang sudah lanjut (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 40).

Para suster SFD usia lanjut memiliki keyakinan iman yang sangat

sederhana melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah dalam diri mereka.

(50)

dari mereka memiki kekuatan rohani yang berbeda sesuai dengan dasar

penanaman rohani semasa kecil, ketekunan melatih hidup rohani, dan

memelihara hidup rohani yang telah dimiliki sejak awal.

Kehadiran para usia lanjut dalam bentuk pelayanannya membawa misi

Kristiani yaitu mewartakan sekaligus menyebarkan Injil Yesus Kristus ke

seluruh dunia dan menyatakan kepada banyak orang misteri kahadiran-Nya

dalam sejarah untuk selama-lamanya. Mereka adalah saksi yang istimewa yang

baik di hadapan masyarakat, manusia, maupun di hadapan umat Kristiani. Para

usia lanjut memberikan kesaksian bahwa Allah itu setia, dan Allah selalu

menepati janji-Nya kepada bangsa manusia seperti yang dialami oleh mereka

sekarang ini (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 42).

Gereja juga merasakan bahwa kehadiran para usia lanjut memiliki nilai

berbagi yaitu saling meneguhkan antar sesama mereka yang mengalami masa

usia tua. Membangkitkan semangat yang selalu dilahirkan kembali ke dalam

hidup yang senantiasa baru dan penuh harapan. Semangat inilah yang ditimba

dari Nikodemus dalam percakapannya dengan Yesus, bahwa kerohanian

seseorang secara terus-menerus mengalami kelahiran kembali tidak usang akan

masa yang tua. Perkataan Yesus kepada Nikodemus dalam Yohanes 3: 6-7, “Apa

yang dilahirkan dari daging, adalah daging dan apa yang dilahirkan oleh Roh,

adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: kamu harus

dilahirkan kembali”. Pernyataan tersebut membukakan diri akan karunia Roh,

sebab manusia jasmani dilahirkan oleh orang tua, tetapi secara rohani dilahirkan

(51)

Kehadiran para orang tua yang mengalami kelemahan fisik membawa

semangat bagi kaum muda untuk tetap bertahan dalam kondisi apapun baik

waktu sakit, kesepian, kecewa, putus asa, merasa ditinggalkan, itu semua rahmat

dan kekuatan supaya mempersatukan diri dalam cinta kasih yang lebih besar

dengan kurban Yesus di Salib sehingga mampu ambil bagian dalam rencana

keselamatan Allah Bapa terhadap manusia (Yohanes Paulus II, 1999: 23).

Maka dari beberapa pernyataan di atas mengenai kekayaan para usia

lanjut Gereja sungguh berharap dengan adanya usia lanjut di tengah jaman yang

maju dan berkembang kehadiran mereka sangat dibutuhkan, kendati kondisi fisik

terbatas namun yang perlu diterima dari mereka ialah daya kekuatan rohani yang

menopang serta mambangun hidup Gereja. Melalui semangat doa yang mereka

tekuni menggerakkan antar sesama mereka dan orang muda merasakan daya

kekuatan Ilahi yang merasuki hidup sehari-hari, sehingga relasi dekat dengan

Allah dan sesama semakin nyata dan kabar sukacita Kerajaan Allah dapat

dirasakan oleh umat manusia di seluruh penjuru dunia. Selain itu Gereja

berharap kepada para usia lanjut dengan sumber kebijaksanaan yang dimiliki

mereka dalam perjalanan hidup yang panjang memampukan untuk semangat

dalam berbagi, baik kepada sesama maupun kaum muda untuk senantiasa

memberikan peneguhan, bimbingan dan nasehat sehingga menguatkan dan

mengokohkan kembali iman mereka sendiri dan iman bagi banyak orang

(52)

F. Kematangan Hidup Rohani dilihat dari Konstitusi SFD

Ada beberapa hal yang ditekankan dalam konstitusi SFD mengenai nilai

kematangan hidup rohani para suster SFD.

1. Hidup doa

Keyakinan penuh kepercayaan bahwa Allah adalah dasar penopang hidup

dan bahwa Dia adalah basis yang diandalkan oleh persekutuan SFD,

membutuhkan bentuk ungkapan yang nyata. Karena itu doa pribadi dan doa

bersama pada hakekatnya termasuk cara hidup para suster SFD. Pelaksanaan

hidup doa yang ditekuni oleh para suster SFD dalam konstitusi SFD dan seruan

dari Dewan Kepausan untuk Kaum Awam yaitu menghidupi semangat doa.

Maksud dari semangat doa ini mencakup dalam kehidupan doa bersama maupun

doa pribadi yang merupakan sumber kekuatan serta mempengaruhi daya hidup

para suster SFD dalam melaksanakan tugas dan perutusan hidup panggilan setiap

hari (Konstitusi SFD, No. 30).

Hidup doa merupakan hal yang paling mendasar sebagai pengikut SFD.

Kekuatan doa mempengaruhi seluruh tindakan dan keputusan hidup para suster

SFD dalam membangun rahmat persaudaraan. Sebagaimana Yesus hadir di

dunia dengan memulai segala aktivitas-Nya dengan terlebih dahulu berdoa

kepada Bapa-Nya supaya kehendak Bapa terlaksana (Konstitusi SFD, No. 31).

Pusat semua doa adalah Perayaan Ekaristi, dimana di dalamnya

mengingatkan akan kenangan batin, keagungan kasih Kristus dalam dunia dan

karya penyelamatan-Nya. Dengan Ekaristi mengalami persatuan yang mendalam

dengan Kristus dan dikuasai-Nya. Maka doa merayakan kehadiran-Nya di

(53)

yaitu Perayaan Ekaristi, inilah yang menjadi bentuk dari perwujudan rasa syukur

atas rahmat kehidupan yang dianugerahkan setiap hari, sekaligus di dalamnya

mengenangkan karya penyelamatan Yesus Kristus akan kurban salib-Nya demi

keselamatan umat manusia. Selain itupula para suster SFD diajak untuk kembali

menggali tradisi-tradisi Iman Kristiani dengan mencintai dan merenungkan Kitab

Suci, spiritualitas pendiri serta dokumen-dokumen Gereja lainnya setiap hari

sebagai pedoman hidup Kristiani (Konstitusi SFD, No. 33).

Perwujudan dari semangat doa terlihat dalam kenyataan konkrit setiap

hari dengan sesama para suster SFD, dengan menerima kelemahan pribadi dan

sesama dan bagaimana cara memberikan solusi dalam hidup persaudaraan. Para

suster SFD bukan hanya menjalankan peraturan hidup doa saja melainkan

doa-doa yang diungkapkan haruslah juga diwujudnyatakan dalam relasi dengan

sesama saudari dan orang-orang yang ada di sekitar mereka sehingga nyatalah

kehidupan dalam rahmat persaudaraan yang diserukan oleh Bapa Fransiskus

Assisi (Konstitusi SFD, No. 35).

Banyak para suster SFD usia lanjut sewaktu masih muda memiliki

banyak kegiatan yang padat sehingga melalaikan waktu doa demi kegiatan

beraneka-macam, inilah masa yang tepat bagi para suster untuk menarik diri

kembali dari kehidupan luar dan mulai mengisi kembali hidup batin dengan cara

memperdalam semangat doa dan membangun hidup pribadi dengan Allah,

sehingga para suster usia lanjut hidupnya semakin matang dalam kehidupan

rohani sebagai seorang yang dipanggil menjadi religius dan menjadi berkat bagi

(54)

2. Keterlibatan dalam misi Gereja

Setiap orang terpanggil untuk mengabdi bagi Tuhan dan sesama serta

akan mewujudkan kasihnya dengan kesaksian hidup dan kemauan yang tinggi

untuk ikut terlibat dalam karya kongregasi dan Gereja setempat. Sejak awal

ditanamkan kepada para suster SFD untuk terbuka dalam pemberian diri dan

pengabdian bagi sesama melalui komunitas dan pelayanan yang mungkin pada

setiap jenjangnya termasuk pelayanan dalam karya kongregasi, dengan

keterlibatan tersebut para suster SFD memiliki kepribadian yang semakin

berkembang dan bertanggung jawab (Pedoman Pembinaan dan Pendidikan SFD,

2007: 43).

Kehadiran para suster SFD dalam mengembangkan misi Gereja dengan

ikut terlibat aktif dalam pelayanan Gereja dan kongregasi melalui kesaksian

hidup yang istimewa sebagai seorang religius yang baik, di hadapan masyarakat

manusia maupun di hadapan jemaat Kristiani yang dapat memberikan kesaksian

bahwa Allah itu setia, Allah selalu menepati janji-Nya. Demikian pula para

suster SFD usia lanjut mempunyai tugas untuk mewartakan Injil Kristus ke

seluruh dunia dan menyatakan kepada setiap orang rahasia keselamatan Yesus

Kristus untuk selama-lamanya, melalui kesaksian hidup yang baik di hadapan

masyarakat manusia maupun di hadapan jemaat Kristiani (Dewan Kepausan

untuk kaum Awam, 2002: 42).

3. Menghayati sejarah hidup dan kaul religius

Seseorang yang masuk dalam hidup religius terlebih dahulu mendalami

(55)

dan sejarah hidup dan kaul hidup religius. Adapun tujuan yang ingin dicapai agar

pribadi memiliki wawasan yang terbuka dan luas, pribadi yang mencintai

sejarah, dan peristiwa-peristiwa di masa lampau yang menjadikan bekal di masa

kini dan yang akan datang (Pedoman Pembinaan dan Pendidikan SFD, 2007:

43-44).

Ciri khas hidup religius adalah hidup sesuai dengan nasehat Injil. Sejak

awal para suster SFD dibimbing untuk mendalami jalan hidup bertarak dengan

berkaul sebagai wujud hidup yang dibaktikan kepada Allah. Dengan demikian

para suster SFD siap mengikrarkan kaul hingga definitif, dengan penuh

kegembiraan. Semakin meningkat jenjang profesinya diharapkan semakin

matang dan mampu setia menghayati ketiga nasehat Injil seumur hidupnya.

Gereja sungguh mengajak para usia lanjut untuk meningkatkan partisipasi aktif

dalam mewartakan Injil, inilah yang menjadi tugas yang khusus dan murni

untuk usia mereka. Namun sebelumnya untuk sampai pada pewartaan keluar

harus menghidupi semangat Injili terlebih dahulu, sehingga antara perkataan dan

perbuatan sejalan. Demikianlah para anggota SFD dipanggil untuk hidup sebagai

religius yang menghayati ketiga kaul, hendaknya tetap mengupayakan selalu

untuk tetap melaksanakan apa yang dijelaskan dalam kaul tersebut, sehingga

para suster SFD benar-benar matang dalam penghayatan Injili sehingga mampu

memancarkan kepada siapa saja yang diwartakan (Pedoman Pembinaan dan

(56)

4. Kemampuan memahami sejarah kongregasi

Penting bagi seseorang yang masuk dalam keanggotaan kongregasi untuk

terus-menerus belajar untuk memperdalam nilai spiritualitas yang termuat dalam

sejarah kongregasinya. Berusaha untuk semakin mengenal suster pendiri dan

perjuangan serta perkembangan kongregasi hingga sekarang, sehingga mampu

menemukan Tuhan yang melaksanakan karya-Nya melalui perjuangan para

suster SFD pendahulu dan karya-karya Kongregasi SFD (Pedoman Pembinaan

dan Pendidikan SFD, 2007: 44).

Kekayaan dari para usia lanjut salah satunya adalah ingatan. Para usia

lanjut sungguh memiliki kesadaran akan sejarah dan tidak mengabaikan masa

lalu. Maka demikian halnya para anggota SFD diharapkan mencintai sejarah

kongregasi, sehingga para anggota semakin jelas dalam memaknai perjuangan

para pendiri yang telah bersusah payah mendirikan Kongregasi SFD. Orang tua

merupakan saksi sejarah dalam perkembangan hidup kongregasi (Dewan

Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 21).

Hal yang paling mendasar menjadi anggota kongregasi sejak dini

dibimbing untuk menghidupi spiritualitas religius SFD, dengan mendalami

Konstitusi, Anggaran Dasar, dan Statuta Kongregasi yang menjadi pedoman bagi

kehidupan dalam persekutuan dan persaudaraan. Pendalaman ini merupakan

suatu bentuk on going formation agar semakin terbuka masuk ke dalam

spiritualitas SFD yang sesungguhnya. Melalui permenungan tumbuhlah benih

sejati yang terpancar dalam kehidupan sehari-hari (Pedoman Pembinaan dan

(57)

Kendatipun para suster SFD telah berusia lanjut namun tetap menjalani

peraturan-peraturan yang ada dalam Kongregasi SFD serta menghidupi apa yang

sudah tertera dalam aturan hidup kongregasi, sehingga mampu menularkan

penghayatan dan cara hidup kongregasi pada generasi muda yang sungguh

membutuhkan dukungan dari mereka. Betapa banyak keluarga yang mendasari

imannya kepada anak, cucu-cucu serta cicitnya oleh kehadiran kakek dan nenek,

maka demikianlah para suster SFD usia lanjut sungguh berperan aktif untuk tetap

membina, mencintai dan menghidupi spiritualitas religius SFD, baik bagi dirinya

sendiri maupun dalam hidup persekutuan dan persaudaraan, karena keakraban

mereka dengan Allah beserta kehendak-Nya (Yohanes Paulus II, 1999: 95).41-44

5. Kedinaan dan kemiskinan

Menurut Konstitusi SFD, No. 20, nilai rohani SFD yang khas dapat

ditunjukkan menjadi yang paling dina. Berani menjadi dina di tengah dunia yang

penuh dengan kekayaan dan kenikmatan. Menjadi yang paling dina mampu

hidup sederhana, hidup miskin, secukupnya, siap sedia untuk berkorban dan

berani menjadi yang terbelakang agar menjadi “Batu Penjuru” yaitu batu yang

dibuang oleh manusia tetapi digunakan Allah. Menjadi Roh Pemersatu yaitu Roh

yang memperkuat dan mempersatukan serta membentuk keutuhan hidup dalam

persekutuan dimanapun berada. Sebagaimana yang diteladankan oleh Bapak

Santo Fransiskus Assisi menghayati hidup kedinaan dan kemiskinan dengan

meneladankan Yesus Kristus yang mati di Kayu Salib. Yesuslah yang menjadi

teladan kedinaan dan kemiskinan yang sempurna bagi SFD, karena Ia telah

(58)

Yohanes Paulus II (1999: 17) mengutip kata-kata Paulus dalam surat

kepada Titus 2: 2-5 yang berbunyi:

“Laki-laki yang sudah tua hidup dalam kesederhanaan, terhormat dan bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih, dan dalam ketekunan. Demikianlah perempuan-perempuan hendaknya hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, baik hati dan taat kepada suaminya agar firman Allah jangan dihujat orang.”

Usia tua merupakan masa yang baik dimana membawa hidup pada suatu

kepenuhannya, menurut rencana Allah bagi setiap orang. Begitu pula para suster

SFD dimampukan untuk semakin lebih mengarah pada hidup yang lebih baik

sebagai seorang religius yang dianugerahkan khusus menjalankan panggilan suci

Tuhan Yesus Kristus, dengan tidak menghilangkan semangat Santo Fransiskus

Assisi dan spiritualitas SFD yang miskin dan dina. Itulah yang menjadi cara

hidup dan kekhasan para suster SFD sehingga semakin jelas dan nyata semangat

miskin dan dina dalam diri para suster SFD kehidupan sehari-hari baik dalam

persaudaraan SFD, Gereja, dan masyarakat.

6. Hidup berkomunitas

Setiap orang yang menggabungkan diri pada persekutuannya, Fransiskus

minta supaya cinta satu sama lain yang diwujudkan dengan menjadi yang paling

dina dalam pergaulan dengan sesama saudara. Seorang suster SFD dalam

komunitas dengan sesama saudari harus memiliki sikap kerahiman hati, rela

memaafkan, perhatian dan pengertian, hormat dan kesetiaan, serta berusaha

Referensi

Dokumen terkait