i
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Seluruh anggota Kongregasi Suster Fransiskus Dina, Khususnya para suster yang menjalani masa usia lanjut
v
MOTTO
“Kerja berat merupakan sesuatu yang sungguh menggairahkan dan menyenangkan, asal kita melakukannya sebagai perwujudan kehendak Allah”
(Robert A. Cook)
“Allah yang memanggil kamu adalah setia. Allah juga akan menggenapinya”
vi
viii
Skripsi ini berjudul USAHA MENGHAYATI USIA LANJUT BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS DINA SAN DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS”. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis melihat kondisi jumlah para suster SFD yang berusia lanjut semakin meningkat setiap tahunnya di Indonesia dan secara khusus di pulau Jawa. Para suster SFD usia lanjut menghadapi banyak masalah terutama melemahnya kondisi fisik dan mental. Kondisi tubuh yang lemah, tak berdaya, dan sakit mengakibatkan para suster untuk berhenti atau pensiun dari pekerjaan yang dijalankan secara rutin. Akibat yang muncul para suster mengalami rasa kesepian, kehilangan pegangan hidup, merasa tidak berarti lagi bagi kongregasi, dan merasa tidak menemukan makna hidup. Perubahan kondisi fisik dan mental yang dialami oleh para suster SFD usia lanjut terjadi secara drastis dan kurang disadari. Perubahan tersebut tidak bisa ditolak, namun harus diterima dan disyukuri. Bila orang sudah mampu mensyukuri keberadaannya di masa usia lanjut, inilah tanda bahwa orang tersebut mempunyai kedewasaan atau kematangan secara rohani.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana usaha yang dapat dilakukan untuk membantu para suster SFD usia lanjut Komunitas San Damiano Pati Jawa Tengah dalam menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina. Penulis dalam menyusun skripsi ini menggunakan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan oleh kongregasi dalam membantu menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster Fransiskus Dina bagi para suster SFD San Damiano Pati, serta mengangkatnya sebagai sumbangan bagi Kongregasi SFD, khususnya bagi para suster usia lanjut. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang relevan untuk memperkaya dan memperdalam gagasan-gagasan dan refleksi rohani guna membantu para suster SFD semakin menghayati kematangan rohani di masa usia lanjut.
ix
This thesis is titled “EFFORT APPRECIATE ELDERLY BASED SPIRITUALITY OF SISTER DINA SAN DAMIANO FRANCIS PATI BY MODEL BIBLICAL CATECHESIS". The selection of these titles concern the author starts from the condition of the SFD nuns who are elderly is increasing every year in Indonesia and in particular on the island of Java. The sisters SFD elderly face many problems, especially the weakening of physical and mental condition. Body condition is weak, helpless, and sick lead the sisters to quit or retire from a job that is run on a regular basis. That arise due to the sisters experience a sense of loneliness, losing grip of life, was by no means more to the congregation, and was not finding meaning in life. Changes in physical and mental conditions experienced by elderly nuns SFD occur drastically and less conscious. These changes can not be denied, but must be accepted and appreciated. When people are able to appreciate its presence in the elderly, this is a sign that the person has the maturity or spiritual maturity
The main issue in this thesis is how the effort can be done to help the elderly nuns SFD San Damiano Pati Community of Central Java in the elderly to live the spirituality of the Congregation of Sisters of St. Francis Dina. The author in this thesis uses the descriptive method. Writers learn and explore spirituality books published by the congregation to help the elderly live the spirituality of the Congregation of Sisters of St. Francis Dina for the sisters SFD San Damiano Pati, and raised it as a donation to the Congregation of SFD, particularly for elderly nuns. Moreover, the authors also use books from other relevant sources to enrich and deepen the ideas and spiritual reflection to help the sisters SFD increasingly appreciate the spiritual maturity in the elderly
x
Puji syukur kepada Allah Bapa yang Maha Baik karena kasih-Nya yang
telah membimbing, menuntun, mendampingi dan menyertai seluruh perjalanan
penyusunan skripsi ini, yang berjudul USAHA MENGHAYATI USIA LANJUT
BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS DINA SAN
DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS.
Perjalanan rohani bukan sekedar pengetahuan, melainkan kehadiran
banyak orang yang ikut ambil bagian mengiringi perjalanan rohani tersebut.
Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak yang
dengan kesetiaan, kesabaran, dan penuh kasih mendukung penulis melalui doa,
dorongan motovasi, dan sumbangan gagasan yang baik. Untuk itulah penulis
dalam kesempatan ini dengan tulus hati mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rm. Dr. J. Darminta, SJ., selaku dosen pembimbing utama yang telah
menyediakan waktu dan tenaga, membimbing penulis dengan penuh
kesabaran dan ketulusan hati memberi diri untuk menyampaikan
gagasan-gagasan,kritikan, refleksi dan inspirasi hidup sehingga termotivasi untuk
menyelesaikan skripsi dari awal hingga berakhirnya penulisan ini.
2. Ibu Dra. Yulia Supriyati, M.Pd., selaku dosen wali dan penguji II yang terus
memberi perhatian, menguatkan dan mendampingi penulis selama
perkuliahan sampai selesainya penulisan ini.
3. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum., selaku dosen penguji III yang
xi
ini.
4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah mendidik,
mendampingi dan membagikan pengetahuan, pengalaman, pelayanan dan
cinta kepada penulis selama menjalani masa studi hingga akhir penyelesaian
skripsi ini.
5. Segenap Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK dan seluruh karyawan
yang telah memberikan bantuan, dukungan, sapaan dan perhatian dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Sr. Adriana Turnip SFD, selaku Pemimpin Umum Kongregasi SFD beserta
dewannya yang telah memberi kesempatan penulis untuk membekali diri
menimba ilmu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
7. Para saudariku Komunitas Fonte Colombo, Komunitas Profinsialat Ganesha
dan Komunitas San Damiano Pati (Sr Joani SFD, Sr Natalia SFD, Sr
Bernarda SFD, Sr Ruth SFD, Sr Skolastika SFD, Sr Egidia SFD, Sr Isabella
SFD, Sr Raynelda SFD, Sr Antonia SFD) serta semua suster yang pernah
tinggal bersama penulis selama studi di Yogyakarta yang telah banyak
memberikan dukungan, perhatian, doa, sarana dalam menempuh studi di
xvii
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah proses yang biasa, manusiawi, dan dialami semua
orang. Ada orang yang susah, gelisah dan bingung menghadapi usia lanjut.
Tetapi tidak kurang orang yang selalu gembira dan bahagia di hari tuanya
(Nouwen dan Gaffney, 1989: 5). Masa usia lanjut pasti akan dialami oleh semua
orang yang mencapai umur panjang. Bagi banyak orang masa usia lanjut
kerapkali dihindari, disingkiri, dan dielak karena begitu rumitnya permasalahan
mereka. Banyak masalah yang dihadapi pada masa usia lanjut terutama
melemahnya kondisi fisik dan mental. Usia lanjut yang mengalami kondisi tubuh
yang lemah, tak berdaya, dan sakit mengakibatkan berhenti atau pensiun dari
pekerjaan yang dijalankan secara rutin. Maka yang dirasakan mereka yaitu
kesepian karena tidak sibuk lagi dengan aktivitas di tempat kerja dan perasaan
hati yang pedih ditinggalkan orang dekat dan yang dicintai. Hal demikianlah
membuat krisis bagi para usia lanjut dan itu juga dirasakan oleh para suster SFD
usia lanjut. Kondisi fisik mereka mengalami perubahan secara drastis dan
perubahan itu tidak bisa ditolak, namun harus diterima dan disyukuri. Bila orang
sudah mampu mensyukuri keberadaannya di masa usia lanjut, inilah tanda bahwa
orang tersebut menghayati usia lanjut secara rohani.
Paul Suparno (2005: 38) menguraikan beberapa persoalan yang sering
muncul dari para biarawan-biarawati yang menjadi tua, setelah pensiun dan
dilepas dari pekerjaannya. Pertama, merasa kehilangan pegangan hidup. Secara
nyata orang kehilangan kesuksesan karya atau pekerjaan yang dulu memberikan
kebanggaan atau dapat dibanggakan. Pekerjaan yang lama dijadikan pegangan
hidup, yang membuat biarawan-biarawati merasa telah melakukan perutusan
dengan baik, sekarang ditinggalkan. Itulah yang menyebabkan kekosongan diri,
murung dan merasa tidak lagi berguna bagi kongregasi. Kedua, mereka merasa
tidak berarti lagi bagi kongregasi. Mereka dahulu menemukan arti hidupnya
karena dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran dengan karya aktif mereka.
Pada waktu mereka tidak dapat aktif lagi, mereka merasa hidup tidak berarti.
Perasaan ini muncul bila di komunitas mendengarkan teman-teman yang muda
selalu berbicara mengenai sumbangan mereka kepada kongregasi, baik berupa
keberhasilan karya maupun uang yang dimasukkan dalam kongregasi. Ketiga,
mereka tidak menemukan makna hidup. Persoalan yang besar sebenarnya adalah
bila orang tua tidak menemukan makna hidupnya karena ketuaannya. Bila hidup
dianggap berarti hanya bila bekerja aktif, maka menjadi sulit untuk menemukan
makna hidup yang dalam dari proses ketuaan.
Demikianlah yang dialami para suster SFD usia lanjut merasa kehilangan
ketika mereka mulai berhenti dari kegiatan yang wajib mereka kerjakan. Mereka
sukar meninggalkan kesuksesan karya atau kebanggaan yang dulu telah dicapai.
Kondisi fisik yang kurang memungkinkan untuk kembali bekerja secara optimal
mengakibatkan mereka minder dan kecil hati karena tidak mampu berbuat
sesuatu yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi kongregasi. Selain
itu sedikit suster SFD usia lanjut kurang menerima masa tua dengan rendah hati
sehingga ketika melihat keterbatasan yang dialami mengakibatkan mereka sulit
Para suster SFD usia lanjut di Indonesia berjumlah 21 orang. Mereka
termasuk para suster SFD yang sudah berkaul kekal di atas 30 tahun (Pedoman
Pembinaan dan Pendidikan, Hal. 90). Para suster usia lanjut terbagi di beberapa
komunitas yang ada di tiga pulau yaitu Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Para
suster SFD usia lanjut di Pulau Sumatra berjumlah lima orang, di Pulau Jawa
delapan orang. Masing-masing pulau, para suster SFD usia lanjut sudah
berkumpul menjadi satu. Sedangkan di Pulau Kalimantan para suster SFD usia
lanjut masih menyebar di tiga komunitas. Jumlah para suster SFD usia lanjut di
Kalimantan delapan orang. Sedangkan jumlah para suster SFD usia lanjut yang
berada di komunitas San Damiano Pati sebanyak tujuh orang, sedangkan satu
suster berada di komunitas karya dan masih aktif bekerja.
Penulis dalam skripsi ini lebih mengutamakan para suster SFD
Komunitas San Damiano Pati Jawa Tengah dengan alasan bahwa dalam satu
komunitas ada tujuh suster yang sudah usia lanjut. Mereka sudah pensiun dan
dinonaktifkan dari pekerjaan yang tetap. Satu orang suster yang masih aktif
mengajar enam diantaranya sudah pensiun dan dinonaktifkan dari pekerjaan
yang tetap. Mereka berusia 60 tahun ke atas.
Dua orang suster sebelumnya berkarya lama di Pulau Kalimantan,
sehingga ketika terjadi perpindahan komunitas mereka mengalami perjuangan
yang cukup berat dalam menyesuaikan tempat atau daerah yang mereka hidupi,
kendati mereka adalah penduduk asli Jawa. Sedangkan lima orang suster SFD
lainnya tidak menjadi persoalan dalam hal penyesuaian tempat, mereka sudah
menjadi pergumulan mereka adalah menerima masa tua yang sedang dihadapi
ini.
Penghayatan spiritualitas jati diri usia indah Suster-suster Fransiskus
Dina (usia indah, nama lain para suster SFD yang berusia lanjut) yaitu pertama,
mampu menerima diri apa adanya: kedua, memiliki tugas kerasulan yang utama
berdoa mendoakan kongregasi dan banyak orang yang membutuhkan: ketiga,
para suster SFD usia lanjut menikmati masa usia indah dengan penuh
kegembiraan dan yang terakhir keempat, bahwa para suster SFD usia lanjut
diberikan kebebasan untuk memilih komunitas secara psikologis agar dia merasa
tenang, aman jika bisa memilih komunitas (Pedoman Pembinaan dan Pendidikan
SFD, Hal. 92e).
Orang yang mulai memasuki usia lanjut sulit menerima kenyataan usia
mereka (Hester, 1997:1). Sedikit diantara para suster SFD usia lanjut mengalami
pergulatan dan perjuangan serta jatuh bangun, lebih-lebih penyerahan diri kepada
Tuhan sehingga mengalami ketegangan, kecemasan dan ketakutan. Terhadap
karya-karya yang sudah dipercayakan kepadanya, sukar sekali untuk
melepaskan atau menyerahkan kepada yang muda, dan ketika karya yang sudah
ditangani dialihkan kepada yang muda mereka tersinggung dan sakit hati. Maka
dari itu muncullah kata-kata tidak berguna lagi, bodoh, lemah, tidak kuat lagi,
tidak bermanfaat dan tidak menghasilkan. Mereka mengalami kehilangan
percaya diri, kekosongan, merasa pahit karena tidak ada dukungan dan
pengakuan dari orang lain, sehingga sering terjadi kecenderungan para suster
SFD usia lanjut bertingkah yang aneh-aneh. Misalnya: tidak mau dilayani oleh
mengagungkan pengalaman-pengalaman yang dahulu, merendahkan pengalaman
sekarang yang tidak berarti apa-apa kecil dihadapannya. Merasa benar, keras
kepala, dan sikap-sikap yang lain di bawah sadarnya, mereka mengalami krisis
dalam seluruh hidupnya di masa tuanya.
Masa usia lanjut tidak datang dengan tiba-tiba, melainkan secara
berangsur-angsur, dan banyak orang tidak siap memasuki usia lanjut. Masa tua
menjadi masa untuk lebih mempersiapkan diri dalam kehidupan yang akan
datang. Masa tua dapat menjadi masa untuk lebih mempersiapkan pada
kehidupan kelak. Mereka diharapkan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan,
dengan demikian mereka melewati masa tersebut dengan tenteram, gembira,
menyerahkan diri secara total, menerima diri apa adanya dan mampu bergantung
kepada Allah. Salah satu cara untuk mempersiapkan diri adalah menyadari
makna dan nilai-nilai yang mendalam. Mereka harus sampai pada penyadaran
bahwa hidup itu merupakan anugerah Tuhan yang berharga, tetapi terbatas.
Kongregasi SFD memiliki perhatian terlebih khusus kepada para suster
yang berusia lanjut dan yang mengalami sakit. Kondisi para suster yang tidak
sanggup lagi untuk bekerja diterima sebagai tugas hidup. Di situ terbuka suatu
kemungkinan baru untuk menyatakan, bahwa hidup itu adalah lebih daripada
bekerja. Berdoa dan menaruh perhatian untuk semua yang terjadi di sekitar,
dapat membantu untuk tetap terarah kepada orang lain (Konstitusi SFD, No. 50).
Kongregasi SFD tetap memberi peluang bagi para suster usia lanjut untuk
menjalani hidup panggilan Tuhan dalam diri mereka. Mereka tetap dilibatkan
dalam kegiatan kongregasi untuk generasi muda dalam melahirkan kehidupan
depan, sehingga memberikan kesaksian akan kasih dan kerahiman Allah kepada
sesama dalam usia yang senja.
Penulis mengambil judul skripsi yaitu USAHA MENGHAYATI USIA
LANJUT BERDASARKAN SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKUS
DINA SAN DAMIANO PATI MELALUI KATEKESE MODEL BIBLIS.
Data-data diperoleh dari studi pustaka, sehingga diperoleh gambaran tentang
kenyataan usia lanjut SFD. Semoga para suster SFD usia lanjut semakin mampu
menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Kongregasi Suster-suster
Fransiskus Dina.
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas sehubungan dengan menghayati
usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati
maka permasalahan yang akan dirumuskan:
1. Bagaimana gambaran kematangan rohani para suster usia lanjut dalam
Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina San Damiano Pati?
2. Unsur-unsur pokok mana yang perlu diperhatikan dalam kematangan rohani
bagi para Suster Fransiskus Dina usia lanjut?
3. Bagaimana katekese model biblis dapat membantu para Suster Fransiskus
Dina usia lanjut dalam menghayati kematangan rohani di masa tuanya?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini sebagai berikut:
1. Memaparkan gambaran kematangan rohani para suster usia lanjut dalam
2. Menemukan unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam
pendampingan bagi para Suster Fransiskus Dina usia lanjut dalam
menghayati kematangan rohani di masa tuanya.
3. Menemukan model katekese yang dapat membantu para Suster Fransiskus
Dina usia lanjut dalam menghayati kematangan rohani di masa tuanya.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Memperkaya pemahaman penulis tentang kematangan rohani di masa usia
lanjut bagi para Suster Fransiskus Dina San Damiano Pati.
2. Memberikan sumbangan pemikiran serta gagasan bagi para pembaca, para
Suster Fransiskus Dina dan secara khusus para Suster Fransiskus Dina San
Damiano Pati yang sudah usia lanjut, sejauh mana kematangan rohani yang
ada dalam diri orang tersebut.
3. Membangun kesadaran bagi pembaca, para Suster Fransiskus Dina
khususnya Suster Fransiskus Dina yang sudah usia lanjut untuk
menampilkan penghayatan kematangan rohani.
E. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
yaitu dengan menggunakan metode deskriptif. Penulis mempelajari dan
mendalami buku-buku spiritualitas yang diterbitkan oleh kongregasi yang sangat
membantu penulis dalam memahami kematangan rohani bagi para Suster
Kongregasi Suster-suster Fransiskus Dina khususnya bagi para suster usia
lanjut. Selain itu penulis juga menggunakan buku-buku dari sumber lain yang
relevan dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam menggarap dan mendalami
skripsi ini.
F. Sistematika Penulisan
Bab I, penulis mengawalinya dengan pendahuluan yang menguraikan
berdasarkan permasalahan-permasalahan yang penulis temukan dalam kehidupan
pada umumnya dan religius pada khususnya, terutama dalam Kongregasi Suster
Fransiskus Dina. Permasalahan-permasalahan ini ditemukan oleh penulis melalui
pengamatan dan hidup bersama di beberapa komunitas khususnya di Komunitas
San Damiano Pati. Permasalahan-permasalahan ini yang menimbulkan
keprihatinan kongregasi dan penulis. Dengan adanya penulisan skripsi ini dapat
memberi sumbangan pemikiran bagi Kongregasi SFD sehingga dapat membantu
menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina. Selain
itu dalam Bab I penulis menguraikan rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika.
Bab II menguraikan pemikiran-pemikiran tentang gambaran hidup
rohani para usia lanjut terbagi menjadi enam bagian yang dimulai dengan
pengertian usia lanjut, gejala-gejala penuaan dan tantangan untuk menyikapi,
kekayaan hidup usia lanjut, undangan menghayati panggilan iman secara baru,
harapan Gereja terhadap usia lanjut, dan kematangan rohani menurut konstitusi
Bab III memberikan gambaran tentang jalan menuju ke kematangan
rohani yang akan ditegaskan dalam empat bagian yaitu pertama, usia lanjut
sebuah proses; kedua, pergulatan usia lanjut; ketiga, peluang khas usia lanjut;
dan yang keempat, bantuan usia lanjut.
Bab IV memaparkan katekese model biblis sebagai bentuk usaha
pendampingan hidup rohani para suster SFD usia lanjut, terbagi menjadi empat
bagian besar. Pertama; katekese menguraikan pengertian katekese, isi katekese,
tujuan katekese, unsur-unsur dalam katekese dan model katekese. Kedua;
pemilihan model katekese menguraikan tentang alasan pemilihan model katekese
biblis, katekese model biblis dan langkah-langkah dalam proses katekese model
biblis. Ketiga; pendampingan hidup rohani para suster usia lanjut dengan
katekese model biblis menguraikan tentang kekhasan pendampingan dalam
masa usia lanjut dan Program pendampingan katekese dengan model biblis.
Keempat; contoh pertemuan katekese model biblis dalam pendampingan para
suster usia lanjut. Contoh pertama Abraham dan Sarai menunjukkan sikap
kesetiaan yang kreatif dalam melaksanakan perintah Bapa dan contoh kedua
semangat doa yang mendalam dari tokoh Zakaria dan Elisabet.
Akhir dari skripsi ini terdapat dalam bab V, yaitu penutup terdiri dari
kesimpulan dan saran, yang memuat tentang hal-hal penting dalam menghayati
usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster Fransiskus Dina. Semoga para Suster
Fransiskus Dina semakin menghayati usia lanjut berdasarkan spiritualitas Suster
BAB II
GAMBARAN HIDUP ROHANI PARA USIA LANJUT
Gereja bertanggung jawab memperhatikan para usia lanjut, ini
menyangkut nilai kemanusiaan. Gereja sungguh mengupayakan secara
terus-menerus dalam memperhatikan para orang tua yang sudah usia lanjut untuk ikut
terlibat dalam memperkembangkan Gereja saat ini, dengan kemampuan yang
mereka miliki dan tetap menghargai keterbatasan yang ada dalam diri mereka
(Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 10).
Para usia lanjut memiliki situasi yang khas. Bab II akan memaparkan
lebih rinci gambaran hidup rohani para usia lanjut yang meliputi: pengertian usia
lanjut, gejala-gejala penuaan dan tantangan untuk menyikapi, kekayaan hidup
usia lanjut, undangan menghayati panggilan iman secara baru, harapan Gereja
terhadap usia lanjut, dan kematangan hidup rohani dilihat dari Konstitusi SFD.
A. Pengertian Usia Lanjut
Menurut Bock (2007: 2) istilah yang berhubungan dengan usia lanjut
beraneka ragam. Kata tua artinya sudah lama hidup, sudah masak dipetik (buah),
tinggi mutunya (emas), berharga dan terpelihara (gedung), teruji dan terpilih
(pohon jati atau kayu besi). Namun ada makna lain dari kata tua yaitu berkaitan
dengan umur serta kerapuhannya, misalnya: makanan yang telah disimpan
terlalu lama akan menjadi busuk, mesin terlalu lama digunakan akan semakin
aus dan tubuh manusia semakin tua akan semakin berkurang ketahanannya dan
menurun kesehatannya.
Bahasa Sansekerta mengartikan kata tua yaitu memberi makan,
menyediakan makanan yang bergizi, sehingga kata tua menunjuk pada keadaan
yang terpelihara baik-baik, sangat sehat, dewasa dan matang atau panenan yang
sudah tua tinggal dituai. Ada dua kecenderungan yang dialami oleh para usia
lanjut yaitu memiliki banyak keluhan dan penyusutan, namun ada pula yang
ditandai dengan kebaikan, kegembiraan, harapan dan kejutan (Bock, 2007: 3).
Selain kata tua menurut pandangan Bock, ada beberapa istilah yang
digunakan untuk golongan usia lanjut, tetapi belum dibakukan artinya, misalnya:
manula (manusia usia lanjut), lansia (usia lanjut), usila (usia lanjut) dan glamur
(golongan lanjut umur). Para ahli kurang menggunakan kata manusia tua atau
masa tua, karena memiliki makna yang negatif, kurang memadai dan hanya
melihat dari segi manusianya saja. Beberapa istilah tersebut yang lebih terkenal
dengan menggunakan kata lansia (lanjut usia), karena para orang tua berada
dalam tahap umur tua dan lebih cocok ditujukan kepada mereka (Maramis dan
Piet Go, 1993: 3).
Menurut paramasastra Indonesia bahwa yang benar adalah manula
(manusia usia lanjut), karena usia adalah kata benda dan lanjut adalah kata sifat,
maka harus disebut terlebih dahulu kata benda baru kemudian kata sifat (Sudiro,
1984: 6). Dalam hal ini penulis memilih kata usia lanjut dengan alasan
menyesuaikan dengan penyusunan kata Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tulisan Sudiro mengajak semua untuk membiasakan menggunakan kata manusia
usia lanjut atau lebih singkatnya usia lanjut (Yayasan Idayu ed., 1984: 6).
Secara umum istilah usia lanjut berarti berkeadaan uzur, sakit-sakitan dan
demikian dipandang memiliki makna yang negatif. Yesus peduli akan
kehidupan para usia lanjut dengan memberi kata peneguhan kepada mereka yang
berbunyi “Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat
menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (bdk. Mat. 6: 27). Manusia
lahiriah diperbaharui dari hari ke hari, selama ada harapan, cita-cita, aktivitas
kehidupan dan semangat maka akan mengalami pembaharuan (Morgan, 2004:
3).
Usia lanjut memiliki pengertian lebih mendalam yaitu sebagai musim
gugur kehidupan, maksudnya ialah orang-orang usia lanjut diibaratkan seperti
musim-musim dan tahap-tahap alam yang silih berganti. Adanya
perubahan-perubahan alam yang terjadi sepanjang tahun, adanya pegunungan dan dataran,
padang rumput, lembah-lembah, hutan, pohon-pohon serta tanam-tanaman,
semuanya itu ada kemiripan dengan irama kehidupan manusiawi dan perputaran
alam yang ada di sekitar (Yohanes Paulus II, 1999: 13).
Keadaan fisik dan rohani usia lanjut perlu dibutuhkan perhatian dan
dukungan. Kehadiran para usia lanjut merupakan anugerah Allah yang luar biasa
diperuntukkan kepada mereka serta kekayaan yang berharga yang dapat
dibagikan kepada kaum muda.
B. Gejala-Gejala Penuaan dan Tantangan untuk Menyikapi
Hidup dalam usia lanjut memiliki gejala yang lebih menonjol yaitu hidup
dalam dunia masa lalu. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau
muncul kembali dalam ingatan, baik itu peristiwa yang membanggakan maupun
atau membahagiakan dalam masa kini. Tanda-tanda orang mengalami usia lanjut
yaitu adanya kemunduran fisik maupun mental secara perlahan dan bertahap.
Dari segi fisik adanya organ-organ tubuh yang mulai melemah dan mengendor,
sehingga menghambat cara kerja mereka. Sedangkan dari segi mental
berkurangnya perhatian dan penampilan diri, berkurangnya ketajaman indera
netra dan rungu, kecerdasan dan daya tangkap berkurang, membuat mereka
merasa rendah diri dan minder berhadapan dengan kaum muda (Bock, 2007: 3).
Melihat ke dalam diri usia lanjut bahwa yang paling penting adalah
bagaimana memaknai dan menilai usia tua itu sendiri. Banyak orang
berpandangan negatif bahwa hari tua merupakan masa ketergantungan dengan
orang lain atau berkurangnya mutu hidup, hal demikian tidak membangun
seseorang untuk berkembang melainkan semakin membuat orang jatuh dalam
ketidakberdayaan, maka usaha yang dilakukan untuk menyingkirkan gambaran
negatif tersebut dengan mendorong orang supaya menerima masa tua secara
positif kendati terasa berat untuk dihadapi dari kenyataan yang dialami oleh
mereka. Para usia lanjut di masa tua dapat mengisi, menikmati, dan memaknai
usia lanjut dengan penuh syukur (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002:
16).
Kalangan usia lanjut bukan hanya satu jenis saja melainkan
beranekaragam. Proses yang terjadi menghadapi masa tua juga berbeda-beda.
Diantara para usia lanjut ada yang menyadari bahwa masa hidupnya merupakan
kesempatan-kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang serta bertekad bakti.
Pada jaman sekarang orang memandang usia tua sebagai pengalaman yang
mereka dari orang luar, merasa tersingkir, sehingga mempercepat proses
kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri (Dewan Kepausan untuk Kaum
Awam, 2002: 17).
Masa tua merupakan anugerah besar yang diberikan Allah kepada orang
yang mengalami usia tua. Mereka mampu melalui perjalanan panjang dalam
kehidupan ini berkat penyelenggaraan kasih Allah, diterangi iman dan diperkuat
akan pengharapan yang tidak sia-sia, (bdk. Yoh 14: 2). Para usia lanjut
menyambut hari tua sebagai tahap perjalanan yang digunakan Kristus untuk
menuntun ke rumah Bapa (bdk. Yoh. 14: 2), sehingga masa tua dijalankan
dengan cara yang benar-benar Kristiani baik itu sebagai suatu anugerah maupun
sebagai tugas (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 18).
Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, mengajak umat Katolik untuk
memperhatikan sungguh para usia lanjut, sehingga tidak mengalami
keterasingan, kepasrahan yang pasif, putus asa, dan merasa tidak berguna di
antara para generasi muda. Menyambut masa tua generasi muda dipersiapkan
menjadi usia lanjut yang memiliki martabat bertanggung jawab dalam kehidupan
lebih manusiawi, sosial dan rohani, sehingga nantinya masa tua menjadi masa
yang penuh dan bermartabat. Yohanes Paulus II dalam amanat Sidang Dunia
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang usia tua, menegaskan kembali hal
terpenting yang perlu diperhatikan yaitu:
sesuatu yang suci dan tidak dapat dicabut.“ (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 19).
Allah menciptakan manusia secara istimewa dari pada makhluk-makhluk
lainnya, perlulah untuk menghormati kehidupan dalam semua tahapnya.
Kehadiran mereka memberikan tanda yang berharga bagi kehidupan sekarang
dan merupakan kekayaan Gereja dalam dunia modern sebagai anugerah, potensi
manusiawi dan rohani. Jika tanda tersebut sudah dipahami sepenuhnya maka
orang-orang jaman ini akan menemukan kembali makna utama hidup ini
(Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2007: 20).
Kendatipun para suster SFD usia lanjut mengalami keadaan fisik dan
mental yang mulai melemah, namun tetap bersyukur atas kehidupan yang begitu
besar dianugerahkan oleh Allah kepada mereka. Para suster usia lanjut
senantiasa memiliki pandangan yang membangun dalam kehidupan rohani
sehingga menjauhkan pengharapan yang sia-sia. Pentinglah para suster SFD
dalam masa tua menghormati kehidupan yang Allah ciptakan secara istimewa
dan mampu menemukan, mendalami serta membagikan kembali makna utama
kehidupan ini kepada orang-orang jaman sekarang.
C. Kekayaan Hidup Usia lanjut
Dikatakan oleh Dewan Kepausan untuk Kaum Awam (2002: 20) bahwa
banyak kekayaan yang dapat ditemukan dari para usia lanjut seiring perjalanan
hidup mereka sebagai bagian hidup bermasyarakat dan berbudaya di tengah
situasi jaman yang maju. Sumbangan tersebut harus terus-menerus dipelihara
1. Sikap tanpa pamrih
Kecenderungan masyarakat dewasa ini terlalu sibuk dengan
kepentingannya sendiri dan lupa dengan kepentingan bersama. Orang bersikap
acuh tak acuh, mementingkan miliknya sendiri, mengejar materi, dan hidup ingin
enaknya saja, bebas, serba instant, cepat, praktis dan kurang berpikir panjang,
sehingga menimbulkan sikap yang kurang mendukung dalam hidup
bermasyarakat. Kecenderungan itu berbeda dengan orang yang sudah melalui
masa yang panjang yaitu para usia lanjut. Mereka memiliki sikap tanpa pamrih,
semua tindakannya tidak dihitung dengan uang, upah, imbalan dan balasan
melainkan dengan pemberian yang tulus ikhlas dan total tanpa memperhitungkan
banyaknya tenaga yang keluar, dan materi yang harus dikorbankan. Cara kerja
orang usia lanjut penuh pertimbangan, memiliki pemikiran panjang, tidak asal
jadi dan tidak dikejar-kejar oleh waktu namun pelan-pelan tetapi pasti dan
mantap. Mereka lebih mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan
dengan kepentingan pribadi, sehingga kegiatan-kegiatan yang melibatkan hidup
bersama sungguh diperhatikan (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 21).
Demikian halnya yang dapat ditemukan dalam kehidupan para suster
SFD usia lanjut sikap tanpa pamrih juga dihidupi oleh mereka. Para suster usia
lanjut memberikan diri dalam persudaraan SFD dengan tidak banyak menuntut
namun menjalankan kehidupan seturut kemampuan yang dimiliki mereka.
Mereka melakukan kegiatan-kegiatan sehari-hari dengan tulus ikhlas dan penuh
kepasrahan. Walaupun kesannya kegiatan mereka kecil, ringan namun mereka
2. Ingatan
Orang-orang usia lanjut sungguh memperhatikan masa lalu agar tidak
terjadi pengulangan kesalahan-kesalahan pada masa yang lalu dan tidak
kehilangan kesadaran bersejarah, sehingga mereka betul-betul menemukan jati
diri hidup yang membuat yakin akan makna kehidupan ini. Oleh karena itu para
usia lanjut sungguh menghargai arti penting sejarah, sebab mereka dihidupi oleh
sejarah yang sudah mereka lalui (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2007:
21).
Kehadiran para suster SFD usia lanjut sangat menentukan kehidupan
masa sekarang, karena kehidupan sekarang terkait dengan masa lalu sedangkan
yang menghidupi masa lalu adalah para suster usia lanjut. Perhatian mereka
terhadap generasi muda sangatlah besar, agar para suster SFD generasi muda
selalu mencintai sejarah serta menghidupi sejarah, sehingga mampu menghidupi
jati diri yang sesungguhnya dalam persaudaraan Kongregasi Suster Fransiskus
Dina.
3. Pengalaman
Kemajuan teknologi jaman sekarang begitu canggih membuat
kebanyakan orang kurang mengindahkan nilai pengalaman hidup yang telah
dilalui sepanjang perjalanan hidup usia mereka. Pengalaman masa lalu menjadi
masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Orang muda kurang
menyadarinya dan menganggap masa lalu adalah kuno dan ketinggalan jaman,
sehingga menutup diri akan adanya usia lanjut serta budayanya. Kebahagian dari
para usia lanjut ketika mereka membagikan pengalaman hidupnya kepada
orang-orang muda, supaya terpelihara sebagai sesuatu yang bernilai dan berharga.
Selain itu pengalaman dibagikan untuk menjadi bekal dalam menghadapi
perkembangan hidup di dunia yang semakin hari semakin maju, dengan harapan
generasi muda mampu meneruskan dan melanjutkan seluruh perjalanan
perkembangan kehidupan ini. Kehadiran para usia lanjut sungguh penting dan
dibutuhkan dalam jaman sekarang karena para usia lanjut memiliki banyak hal
yang dapat dikatakan kepada generasi muda. Pengalaman yang sudah dilalui
menjadikan mereka penasehat, pembicara dan sumber peneguhan bagi generasi
muda yang sedang berjuang memperkembangkan kehidupan di dunia ini. Maka
dari itulah pengalaman adalah guru dalam kehidupan ini (Dewan Kepausan
untuk Kaum Awam, 2002: 22).
Banyak dari suster SFD usia lanjut yang senang berbagi pengalaman
hidupnya kepada para suster yang muda, terlebih pengalaman hidup
panggilannya sebagai seorang suster SFD. Mereka tidak jarang juga menjadi
sumber peneguhan yang menguatkan ketika sharing pendalaman konstitusi,
Kitab Suci dan lain-lain. Selain itu para suster yang pensiun dari mengajar dan
masih aktif membimbing retret untuk para suster dalam pembinaan dini
4. Ketergantungan satu sama lain
Orang-orang usia lanjut hidupnya sungguh bergantung pada orang lain.
Mereka berusaha mencari kawan untuk mendengarkan apa yang mereka alami
dan rasakan. Disitulah letak kerendahan hati yang dimiliki oleh para usia lanjut.
Mereka menyadari kelemahan yang dialami dalam masa tuanya (Dewan
Kepausan untuk para Kaum Awam, 2002: 19).
Sikap kerendahan hati bergantung pada orang lain yang menjadikan
kebutuhan para suster SFD usia lanjut di masa tua. Masa tua yang dijalani
dengan keterbatasan keadaan fisik membuat para suster usia lanjut membutuhkan
orang muda untuk melayani di masa tua. Yang diminta dari para suster usia
lanjut yaitu pasrah, dan menerima kenyataan hidup dengan sabar dan hati yang
tulus.
5. Visi hidup yang lebih lengkap
Hidup jaman sekarang dikuasai oleh sikap buru-buru, cepat-cepat, resah
dan gelisah. Orang jaman sekarang kurang memiliki visi hidup yang lengkap,
berbeda dengan orang jaman dahulu. Orang jaman dahulu memiliki visi hidup
yang lengkap. Mereka tidak melupakan arti, makna, tujuan panggilan, martabat
dan tujuan akhir dalam perjalanan hidupnya. Di samping itu usia lanjut juga
merupakan usia yang mencintai hidup sederhana dan daya kontempalasi yang
tinggi. Usia lanjut merupakan usia yang memiliki nilai-nilai afektif, moral,
religius menjadikan sumber daya yang sangat diperlukan demi
memupukkembangkan keselarasan masyarakat, keharmonisan keluarga, dan
bertanggung jawab, memiliki iman akan Allah, persahabatan, sikap tidak
memihak pada kekuasaan, pertimbangan, kebijaksanaan, kesabaran, dan
keyakinan batin yang mendalam akan perlunya menghormati alam ciptaan dan
memupuk kedamaian. Visi inilah yang dipegang oleh para usia lanjut untuk tetap
diusahakan dan diperkembangkan demi menjaga keutuhan, kematangan,
sehingga tidak muncul kembali penyesalan yang berkepanjangan (Dewan
Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 22).
Nilai-nilai afektif, moral, religius menjadi bagian dari hidup para suster
SFD usia lanjut. Penting juga kiranya tetap memiliki sikap hidup sederhana dan
daya kontemplasi yang tinggi sebagai perwujudan dalam tugas perutusan yang
telah tercantum dalam konstitusi bahwa para suster usia lanjut lebih banyak
berdoa bagi anggota persaudaraan SFD.
D. Undangan Menghayati Panggilan Iman Secara Baru
Gereja sangat peduli dengan para usia lanjut. Hal itu terungkap dalam
pernyataan Yohanes Paulus II (1999: 8) dalam suratnya kepada umat usia lanjut,
yang bunyinya:
“Saya hanya ingin menyatakan betapa saya dekat secara rohani dengan kalian sebagai orang yang telah semakin dalam memahami tahap hidup ini bersama dengan berlalunya tahun-tahun hidupnya dan oleh karenanya merasa perlu membangun hubungan yang lebih erat dengan orang-orang lain yang seusia. Sebab dengan demikian, kita dapat merenungkan bersama hal-hal yang sama yang kita alami. Saya meletakkan hal itu semua di hadapan pandangan Allah yang meliputi kita dengan cinta kasih-Nya dan yang menolong serta menuntun kita dengan penyelenggaraan Ilahi-Nya”.
Dalam menghayati iman yang baru, orang harus mencari dasarnya
oleh Yohanes Paulus II bagaimana orang dapat menghayati iman yang baru dan
apa-apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengarah kepada hal itu.
1. Gambaran orang tua menurut Kitab Suci
Kitab Suci Perjanjian Lama menceritakan beberapa tokoh yang sudah
usia lanjut terpilih untuk melaksanakan perintah Allah, misalnya: Abraham
dengan rendah hati melakukan apa yang disampaikan dengan kekuatan yang
dijanjikan Allah kepadanya. Adapun janji Allah kepada Abraham bahwa: “Aku
akan menjadikan engkau bangsa yang besar, dan memberkati engkau, serta
membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan
memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang
yang mengutuk engkau dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat
berkat” (bdk. Kej. 12: 2-3). Seperti Sarai isteri Abraham yang setiamendampingi
perjalanan hidup Abraham. Sarai dalam masa tuanya penuh pengharapan
menyaksikan bahwa tubuhnya semakin tua, tetapi dalam batas-batas usia lanjut
tetap mengalami anugerah Tuhan yang luar biasa dengan memperbaiki
kekurangan manusia (Yohanes Paulus II, 1999: 14).
Inilah yang patut dicontoh sebagaimana dalam akhir-akhir masa tuanya
Abraham rela melepaskan apa yang telah diperjuangkan selama ini misalnya:
tempat tinggal, orang-orang yang ada di sekitarnya, maupun kehidupannya.
Kesetiaan Abraham kepada Allah ditunjukkannya melalui ketaatannya
melaksanakan perintah Bapa untuk pergi dari tempat tinggal asalnya ke tempat
yang ditunjukkan Bapa kepadanya. Tidak diragukan lagi kesetiaannya sehingga
dan disembah. Seperti Sarai isterinya yang hingga dalam usia tuanya tetap setia
kepada Abraham menemani seluruh perjalanan suaminya, hingga Abraham dan
Sarai dianugerahkan anak dalam masa tuanya. Itulah tanda kemurahan hati Allah
kepada Abraham dan Sarai.
Tokoh Musa yang diutus untuk membawa bangsa pilihan Allah untuk
keluar dari Tanah Mesir dari perbudakan Bangsa Mesir. Allah mempercayakan
kepadanya perutusan memimpin umat yang terpilih keluar dari Mesir. Musa
melaksanakan tindakan-tindakan Allah yang agung demi umat Israel. Tokoh
berikutnya yaitu Tobit yang berani memutuskan untuk setia mematuhi hukum
Allah, yakni membantu rakyat yang miskin dan sabar menanggung kebutaan,
sampai malaikat Allah campur tangan untuk meluruskan situasi (bdk. Tob. 3:
16-17). Dalam 2 Makabe 6: 18-31, dikisahkan Eleazar yang mati menjadi martir
untuk memberi kesaksian akan jiwa besar dan keteguhan yang luar biasa
(Yohanes Paulus II, 1999: 15).
Usia tua tidak menutup kemungkinan untuk tetap berguna bagi orang
banyak seperti yang dialami oleh Musa dalam menuntun Bangsa Israel keluar
dari perbudakan Mesir. Menuntut tanggung jawab yang besar, namun Musa
percaya bahwa Allah ikut campur tangan dalam segala gerak dan langkah yang
dijalani oleh Musa sehingga dia kuat dalam tugas dan perutusannya. Demikian
juga tokoh Tobit yang dalam perutusan dimampukan untuk memiliki rahmat
kesabaran dan peduli pada orang-orang yang lemah, miskin dan tak berdaya.
Tokoh dari Kitab Perjanjian Lama yaitu Eleazar yang dengan semangat
menjadi martir. Itulah konsekuensi dari ketaatan kepada Allah demi kecintaan
mereka kepada Allah.
Tokoh-tokoh Perjanjian Baru juga menggambarkan pribadi usia lanjut,
seperti Elisabet dan Zakaria yang sudah menikah menjadi orang tua Yohanes
Pembaptis. Kendati usia lanjut, kerahiman Tuhan menyentuh hati mereka.
Kelahiran Yohanes Pembaptis untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Elisabet
dan Zakaria tidak mudah menerima peristiwa tersebut melainkan mereka
berkata: ”Aku sudah tua, dan isteriku sudah lanjut umurnya” (bdk. Luk. 1: 18),
namun ketika Elisabet mengunjungi Maria saudarinya maka dipenuhi dengan
Roh Kudus serta berseru: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan
diberkatilah buah rahimmu” (bdk. Luk. 1: 42). Ketika Yohanes Pembaptis lahir,
Zakaria melambungkan pujian “Benedictus”, maka disaksikanlah pasangan yang
istimewa, yang dipenuhi dengan semangat doa yang mendalam (Yohanes Paulus
II, 1999: 15).
Pribadi Zakaria dan Elisabet yang pada mulanya tidak yakin akan
tindakan Tuhan, namun karena ketekunannya didalam doa kepada Tuhan maka
ia dianugerahkan begitu istimewa dari kehadiran Yohanes Pembaptis dalam
keluarga mereka sebagai orang yang mempersiapkan kehadiran Tuhan di tengah
dunia.
Pada waktu Maria dan Yusuf mempersembahkan Yesus ke dalam Bait
Allah, dijumpailah tokoh yang berusia tua bernama Simeon. Simeon dalam bayi
Yesus menjumpai Almasih yang hadir ke dunia dan menyerukan pujian “Nunc
dimittis”, sekarang Tuhan, biarlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera
empat tahun berkali-kali mengunjungi Bait Allah dan bergembira memandang
Yesus. Penginjil mengatakan ia mengucap syukur kepada Allah dan berbicara
tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk
Yerusalem. Demikian pula Nikodemus seorang anggota Sanhedrin yang
tersanjung tinggi sudah usia lanjut. Perjumpaan Nikodemus dengan Yesus
secara sembunyi-sembunyi pada waktu malam hari. Nikodemus bertemu dengan
Yesus, Sang Guru Ilahi menyingkapkan bahwa Ia Putera Allah, yang datang
untuk menyelamatkan dunia (bdk. Yoh. 3: 1-21). Kesempatan yang kedua
Nikodemus hadir pada pemakaman Yesus, disebutkan dalam Injil Yohanes 19:
38-40, “Juga Nikodemus datang ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu
malam kepada Yesus. Ia membawa campuran minyak mur dengan minyak
gaharu, kira-kira lima puluh kati beratnya ”. Walaupun dengan rasa takut namun
ia menunjukkan diri sebagai murid Tuhan yang disalibkan (Yohanes Paulus II,
1999: 15-16).
Di usia tua Simeon penjaga Bait Allah masih menantikan Almasih yang
hadir ke dunia dan penantiannya tidak sia-sia nyata dialaminya ketika Yesus
hadir di dunia menyelamatkan manusia. Lain halnya dengan Nikodemus
walaupun tidak dengan terang-terangan ia tetap menjadi murid Tuhan sampai
pada Yesus disalibkan.
Berikutnya belajar dari Petrus yang dipanggil pada waktu usia lanjut
untuk memberi kesaksian akan imannya melalui kemartiran. Sebagaimana
dikatakan dalam Injil Yohanes 21: 18, “Ketika engkau masih muda, engkau
mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki,
lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau
kehendaki.” Pernyataan kepada Petrus inilah yang menguatkan para usia lanjut
dengan rendah hati memohon pertolongan ketika mereka sudah mencapai usia
yang sudah tua (Yohanes Paulus II, 1999: 16).
Menurut Kitab Suci masa usia lanjut merupakan masa yang sungguh
menguntungkan dan kesempatan yang berharga, dimana seseorang diantar untuk
masuk hidup dalam pemenuhannya, sesuai dengan rencana Allah bagi setiap
orang. Masa usia lanjut diharapkan untuk mampu menangkap arti hidup serta
mencapai kebijaksanaan hati. Sumber kebijaksanaan itu adalah kedekatan
dengan Tuhan, Ayub 12: 12-13 mengatakan “Konon hikmat ada pada orang yang
tua, dan pengertian ada pada orang yang lanjut umurnya. Tetapi pada Allahlah
hikmat dan kekuatan Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian” dan
sifat bijak orang usia lanjut dengan sifat taat dan takut akan Tuhan, tertulis dalam
Kitab Imamat 19: 32 “Engkau harus bangun berdiri di hadapan orang ubanan dan
engkau harus menaruh hormat kepada orang yang tua dan engkau harus takut
akan Allahmu; Akulah Tuhan” (Hanna Santoso & Andar Ismail, 2009: 13).
Sebagaimana dikatakan dalam Kitab kebijaksanaan 4: 8-9, “Usia lanjut
ialah terhormat bukan karena waktunya panjang, dan bukan karena tahunnya
berjumlah banyak. Tetapi pengertian orang ialah uban, dan hidup yang tak
bercela merupakan usia lanjut”. Maka usia lanjut merupakan tahap akhir
kematangan manusia dan tanda berkat Allah (Yohanes Paulus II, 1999: 17).
Melihat kembali panggilan hidup para tokoh-tokoh umat Kristiani dalam
Kitab Suci. Ada beberapa unsur pokok yang perlu diperhatikan melihat
tokoh yang diutus Allah telah berusia lanjut. Unsur pokok tersebut antara lain:
ketaatan dan kesetiaan dalam melaksanakan perintah Allah, bertobat atau
membaharui hidup, pengorbanan total, kesabaran, penyerahan atau pasrah diri
akan penyelenggaraan Ilahi, semangat doa yang mendalam, penuh pengharapan
atau penantian, penuh kegembiraan memandang hari depan atau kehidupan
kekal, bersedia rendah hati mengakui kekurangan fisik, penuh kemurahan hati,
mencapai kebijaksanaan hati, serta mampu menangkap arti hidup.
2. Kekayaan para orang tua menurut Kitab Suci
Para usia lanjut menjalani tahun-tahun hidupnya begitu cepat berlalu,
segala macam jerih payah dan derita mereka rasakan, itulah yang menjadi
pengalaman indah dan berharga selama hidupnya, sehingga selayaknya disyukuri
dan tidak merasa jemu akan hal itu. Para usia lanjut telah menempuh perjalanan
yang jauh, (bdk. Keb. 4: 13). Banyak peristiwa hidup tahap demi tahap yang
mengingatkan pada perstiwa biasa dan luar biasa, keadaan yang membahagiakan
dan yang membawa derita. Mereka menyadari bahwa anugerah kehidupan yang
diterima adalah berkat uluran tangan Allah Bapa maha penyelenggara dan
belaskasih yang menjaga dan mengajar sedari kecil hingga sekarang ini
(Yohanes Paulus II, 1999: 7-9).
Banyak hal-hal membangun yang dapat dilihat dari para usia lanjut,
misalnya: bahwa para usia lanjut memiliki kebijaksanaan. Begitu banyak
pengalaman yang harus dilalui membawa mereka pada kesadaran akan makna
hidup, sehingga dapat mengendalikan segala emosi-emosi yang muncul. Maka
hidup dan menghadirkan nasihat-nasihat yang mendalam bagi sesamanya
maupun generasi di bawahnya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Santo Hieronimus “Usia lanjut
memperbesar kebijaksanaan dan membuahkan lebih banyak nasihat yang
matang”. Tuhan memberikan setiap waktu bagi para usia lanjut untuk semakin
beroleh hati yang bijaksana, seperti doa pemazmur yang sering kita dengar
Mazmur 90: 12, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga
kami beroleh hati yang bijaksana” (Yohanes Paulus II, 1999: 14).
Selain kebijaksanaan yang dimiliki oleh para usia lanjut, kekayaan yang
perlu ditimba dari mereka adalah penjaga ingatan bersama. Kehadiran masa
sekarang ditentukan oleh masa lalu, dan masa lalu hidup dekat dengan para usia
lanjut. Apabila para usia lanjut dikesampingkan berarti masa lalu diingkari.
Padahal dalam masa lalu itulah masa sekarang berakar dengan kokoh.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan, segenap cita-cita dan nilai
bersama yang mendukung dan menuntun hidup dalam masyarakat membuat
mereka penuh pengetahuan dan matang, dengan pengalaman yang matang para
usia lanjut memberikan bimbingan yang berharga kepada kaum muda (Yohanes
Paulus II, 1999: 18-19).
Para usia lanjut tidak kalah semangatnya dengan kaum muda, mereka
juga memiliki semangat muda dan kuat rohnya. Terlihat dari kata-kata yang
diucapkan memberikan ilham, teladan dan sumber penghiburan. Semangat inilah
yang dibutuhkan oleh kaum muda sebagai pendukung menghadapi masa-masa
yang akan datang, pembimbing untuk menjalani jalan-jalan kehidupan (Yohanes
Umat Kristiani menyadari bahwa kehadiran para usia lanjut membawa
segi evangelisasi. Para usia lanjut menumbuhkan dasar iman yang kokoh bagi
anak-anak, cucu, dan keluarga. Dalam kondisi yang sangat terbatas mereka
mampu membesarkan hati orang dengan nasihat yang penuh kasih, doa-doa
batin, atau kesaksian serta kesabaran dalam penderitaan. Roh bekerja dimana Ia
mau, dan Roh mempergunakan sarana-sarana manusiawi yang kelihatannya tidak
berarti di mata dunia. Semakin berkurang kegiatan yang mereka lakukan di dunia
semakin berharga dalam rencana Penyelenggaraan Ilahi yang ajaib (Yohanes
Paulus II, 1999: 20-21).
Para usia lanjut banyak bergerak dalam bidang kerasulan. Banyak Gereja
yang membutuhkan para usia lanjut untuk memberikan dukungan berupa doa
dalam waktu yang lama untuk perkembangan Gereja Semesta. Para usia lanjut
merupakan cikal bakal dari masa sekarang maka dibutuhkan nasihat yang lahir
dari pengalaman dan Gereja diperkaya oleh hidup sehari-hari sebagai saksi Injil
yang hidup di tengah-tengah dunia jaman sekarang (Yohanes Paulus II, 1999:
23).
Tugas kerasulan juga dilaksanakan oleh para suster SFD usia lanjut di
komunitas San Damiano Pati misalnya: membagi komuni bagi orang jompo dan
sakit, mengadakan kunjungan rohani ke rumah umat yang berkekurangan,
mengunjungi umat yang sakit dan mengikuti doa-doa lingkungan.
Usia lanjut tidak dipandang dan dihayati secara pasif sebagai proses
datangnya kemalangan melainkan proses mendekati tujuan kematangan
sepenuhnya dengan penuh harapan. Usia lanjut adalah tahun-tahun yang harus
Penyelenggara dan penuh belas kasih. Usia lanjut adalah masa yang perlu
dipergunakan secara kreatif untuk memperdalam hidup rohani dengan semakin
banyak dan khusyuk berdoa serta berbakti untuk melayani saudara-saudari kita
dalam kasih (Yohanes Paulus II, 1999: 26).
Demi kematangan rohani para suster SFD usia lanjut baiknya tidak
meratapi kondisi fisik dan mental yang rapuh saja, melainkan mengisi masa tua
dengan penuh harapan dan kreatif. Menjalankan kehidupan rohani dengan lebih
mendalam, agar sungguh siap menantikan hari Tuhan yang akan datang.
E. Harapan Gereja terhadap Orang Usia Lanjut
Dalam Gereja ada berbagai generasi yang dipanggil untuk mengambil
bagian dalam rencana Allah yang penuh kasih dengan saling bertukar anugerah
yang dikaruniakan oleh rahmat Roh Kudus untuk memperkaya setiap orang.
Maka usia lanjut membawa kekayaan rohani yang besar yaitu nilai-nilai religius
dan moral bagi jemaat-jemaat Kristiani, keluarga-keluarga dan dunia (Dewan
Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 39).
Para suster usia lanjut yang telah melalui usia yang cukup panjang
banyak mengalami pengalaman rohani, kaya akan nilai religius dan moral yang
dapat dibagikan kepada para suster SFD muda sebagai bekal hidup untuk masa
depan. Nilai religius dan moral yang dimiliki oleh mereka misalnya saja: tekun
menghidupi doa (kontemplasi, meditasi dan hening), rajin beribadat (Perayaan
Ekaristi, Brevir dan devosi), bersikap santun dan rendah hati, penuh kepasrahan
Ciri-ciri religius dari para usia lanjut adalah hidup doa. Hidup doa
dijalankan dengan mengikuti ibadat, perayaan-perayaan liturgis, devosi dan
lain-lain. Doa merupakan sumbangan yang paling berharga yang dapat ditimba oleh
Gereja, dan tetap harus dipupuk dan dikembangkan dalam jemaat maupun
keluarga-keluarga Kristiani. Kegiatan ibadat merupakan hal yang penting bagi
para para usia lanjut mendukung mereka sampai pada nilai-nilai yang mengarah
pada yang transendental. Mereka ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan
menggereja misalnya: prodiakon, lektor, kunjungan keluarga, kunjungan orang
sakit, kunjungan orang yang usia lanjut, perkumpulan doa, perkumpulan
lingkungan, perkumpulan organisasi Gereja dan lain-lain. Para usia lanjut
menyadari bahwa sebelum menginjak masa tua mereka kurang dan bahkan
jarang untuk berpartisipasi dalam kegiatan menggereja, namun dalam usia yang
sudah tua menyadari keberadaan hidup mereka membutuhkan relasi dekat
dengan Tuhan, maka mulai aktif melayani Tuhan dan sesama (Dewan Kepausan
untuk Kaum Awam, 2002: 39).
Iman kepercayaan para usia lanjut sangatlah sederhana, mendalam dan
beragam. Masing-masing orang mempunyai pengalaman hidup yang
berbeda-beda. Pribadi masing-masing orang tua ditentukan oleh kekuatan relatif iman
yang ditanamkan dari dini, sepanjang perjalanan hidup hingga mencapai usia
yang sudah lanjut (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 40).
Para suster SFD usia lanjut memiliki keyakinan iman yang sangat
sederhana melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah dalam diri mereka.
dari mereka memiki kekuatan rohani yang berbeda sesuai dengan dasar
penanaman rohani semasa kecil, ketekunan melatih hidup rohani, dan
memelihara hidup rohani yang telah dimiliki sejak awal.
Kehadiran para usia lanjut dalam bentuk pelayanannya membawa misi
Kristiani yaitu mewartakan sekaligus menyebarkan Injil Yesus Kristus ke
seluruh dunia dan menyatakan kepada banyak orang misteri kahadiran-Nya
dalam sejarah untuk selama-lamanya. Mereka adalah saksi yang istimewa yang
baik di hadapan masyarakat, manusia, maupun di hadapan umat Kristiani. Para
usia lanjut memberikan kesaksian bahwa Allah itu setia, dan Allah selalu
menepati janji-Nya kepada bangsa manusia seperti yang dialami oleh mereka
sekarang ini (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 42).
Gereja juga merasakan bahwa kehadiran para usia lanjut memiliki nilai
berbagi yaitu saling meneguhkan antar sesama mereka yang mengalami masa
usia tua. Membangkitkan semangat yang selalu dilahirkan kembali ke dalam
hidup yang senantiasa baru dan penuh harapan. Semangat inilah yang ditimba
dari Nikodemus dalam percakapannya dengan Yesus, bahwa kerohanian
seseorang secara terus-menerus mengalami kelahiran kembali tidak usang akan
masa yang tua. Perkataan Yesus kepada Nikodemus dalam Yohanes 3: 6-7, “Apa
yang dilahirkan dari daging, adalah daging dan apa yang dilahirkan oleh Roh,
adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: kamu harus
dilahirkan kembali”. Pernyataan tersebut membukakan diri akan karunia Roh,
sebab manusia jasmani dilahirkan oleh orang tua, tetapi secara rohani dilahirkan
Kehadiran para orang tua yang mengalami kelemahan fisik membawa
semangat bagi kaum muda untuk tetap bertahan dalam kondisi apapun baik
waktu sakit, kesepian, kecewa, putus asa, merasa ditinggalkan, itu semua rahmat
dan kekuatan supaya mempersatukan diri dalam cinta kasih yang lebih besar
dengan kurban Yesus di Salib sehingga mampu ambil bagian dalam rencana
keselamatan Allah Bapa terhadap manusia (Yohanes Paulus II, 1999: 23).
Maka dari beberapa pernyataan di atas mengenai kekayaan para usia
lanjut Gereja sungguh berharap dengan adanya usia lanjut di tengah jaman yang
maju dan berkembang kehadiran mereka sangat dibutuhkan, kendati kondisi fisik
terbatas namun yang perlu diterima dari mereka ialah daya kekuatan rohani yang
menopang serta mambangun hidup Gereja. Melalui semangat doa yang mereka
tekuni menggerakkan antar sesama mereka dan orang muda merasakan daya
kekuatan Ilahi yang merasuki hidup sehari-hari, sehingga relasi dekat dengan
Allah dan sesama semakin nyata dan kabar sukacita Kerajaan Allah dapat
dirasakan oleh umat manusia di seluruh penjuru dunia. Selain itu Gereja
berharap kepada para usia lanjut dengan sumber kebijaksanaan yang dimiliki
mereka dalam perjalanan hidup yang panjang memampukan untuk semangat
dalam berbagi, baik kepada sesama maupun kaum muda untuk senantiasa
memberikan peneguhan, bimbingan dan nasehat sehingga menguatkan dan
mengokohkan kembali iman mereka sendiri dan iman bagi banyak orang
F. Kematangan Hidup Rohani dilihat dari Konstitusi SFD
Ada beberapa hal yang ditekankan dalam konstitusi SFD mengenai nilai
kematangan hidup rohani para suster SFD.
1. Hidup doa
Keyakinan penuh kepercayaan bahwa Allah adalah dasar penopang hidup
dan bahwa Dia adalah basis yang diandalkan oleh persekutuan SFD,
membutuhkan bentuk ungkapan yang nyata. Karena itu doa pribadi dan doa
bersama pada hakekatnya termasuk cara hidup para suster SFD. Pelaksanaan
hidup doa yang ditekuni oleh para suster SFD dalam konstitusi SFD dan seruan
dari Dewan Kepausan untuk Kaum Awam yaitu menghidupi semangat doa.
Maksud dari semangat doa ini mencakup dalam kehidupan doa bersama maupun
doa pribadi yang merupakan sumber kekuatan serta mempengaruhi daya hidup
para suster SFD dalam melaksanakan tugas dan perutusan hidup panggilan setiap
hari (Konstitusi SFD, No. 30).
Hidup doa merupakan hal yang paling mendasar sebagai pengikut SFD.
Kekuatan doa mempengaruhi seluruh tindakan dan keputusan hidup para suster
SFD dalam membangun rahmat persaudaraan. Sebagaimana Yesus hadir di
dunia dengan memulai segala aktivitas-Nya dengan terlebih dahulu berdoa
kepada Bapa-Nya supaya kehendak Bapa terlaksana (Konstitusi SFD, No. 31).
Pusat semua doa adalah Perayaan Ekaristi, dimana di dalamnya
mengingatkan akan kenangan batin, keagungan kasih Kristus dalam dunia dan
karya penyelamatan-Nya. Dengan Ekaristi mengalami persatuan yang mendalam
dengan Kristus dan dikuasai-Nya. Maka doa merayakan kehadiran-Nya di
yaitu Perayaan Ekaristi, inilah yang menjadi bentuk dari perwujudan rasa syukur
atas rahmat kehidupan yang dianugerahkan setiap hari, sekaligus di dalamnya
mengenangkan karya penyelamatan Yesus Kristus akan kurban salib-Nya demi
keselamatan umat manusia. Selain itupula para suster SFD diajak untuk kembali
menggali tradisi-tradisi Iman Kristiani dengan mencintai dan merenungkan Kitab
Suci, spiritualitas pendiri serta dokumen-dokumen Gereja lainnya setiap hari
sebagai pedoman hidup Kristiani (Konstitusi SFD, No. 33).
Perwujudan dari semangat doa terlihat dalam kenyataan konkrit setiap
hari dengan sesama para suster SFD, dengan menerima kelemahan pribadi dan
sesama dan bagaimana cara memberikan solusi dalam hidup persaudaraan. Para
suster SFD bukan hanya menjalankan peraturan hidup doa saja melainkan
doa-doa yang diungkapkan haruslah juga diwujudnyatakan dalam relasi dengan
sesama saudari dan orang-orang yang ada di sekitar mereka sehingga nyatalah
kehidupan dalam rahmat persaudaraan yang diserukan oleh Bapa Fransiskus
Assisi (Konstitusi SFD, No. 35).
Banyak para suster SFD usia lanjut sewaktu masih muda memiliki
banyak kegiatan yang padat sehingga melalaikan waktu doa demi kegiatan
beraneka-macam, inilah masa yang tepat bagi para suster untuk menarik diri
kembali dari kehidupan luar dan mulai mengisi kembali hidup batin dengan cara
memperdalam semangat doa dan membangun hidup pribadi dengan Allah,
sehingga para suster usia lanjut hidupnya semakin matang dalam kehidupan
rohani sebagai seorang yang dipanggil menjadi religius dan menjadi berkat bagi
2. Keterlibatan dalam misi Gereja
Setiap orang terpanggil untuk mengabdi bagi Tuhan dan sesama serta
akan mewujudkan kasihnya dengan kesaksian hidup dan kemauan yang tinggi
untuk ikut terlibat dalam karya kongregasi dan Gereja setempat. Sejak awal
ditanamkan kepada para suster SFD untuk terbuka dalam pemberian diri dan
pengabdian bagi sesama melalui komunitas dan pelayanan yang mungkin pada
setiap jenjangnya termasuk pelayanan dalam karya kongregasi, dengan
keterlibatan tersebut para suster SFD memiliki kepribadian yang semakin
berkembang dan bertanggung jawab (Pedoman Pembinaan dan Pendidikan SFD,
2007: 43).
Kehadiran para suster SFD dalam mengembangkan misi Gereja dengan
ikut terlibat aktif dalam pelayanan Gereja dan kongregasi melalui kesaksian
hidup yang istimewa sebagai seorang religius yang baik, di hadapan masyarakat
manusia maupun di hadapan jemaat Kristiani yang dapat memberikan kesaksian
bahwa Allah itu setia, Allah selalu menepati janji-Nya. Demikian pula para
suster SFD usia lanjut mempunyai tugas untuk mewartakan Injil Kristus ke
seluruh dunia dan menyatakan kepada setiap orang rahasia keselamatan Yesus
Kristus untuk selama-lamanya, melalui kesaksian hidup yang baik di hadapan
masyarakat manusia maupun di hadapan jemaat Kristiani (Dewan Kepausan
untuk kaum Awam, 2002: 42).
3. Menghayati sejarah hidup dan kaul religius
Seseorang yang masuk dalam hidup religius terlebih dahulu mendalami
dan sejarah hidup dan kaul hidup religius. Adapun tujuan yang ingin dicapai agar
pribadi memiliki wawasan yang terbuka dan luas, pribadi yang mencintai
sejarah, dan peristiwa-peristiwa di masa lampau yang menjadikan bekal di masa
kini dan yang akan datang (Pedoman Pembinaan dan Pendidikan SFD, 2007:
43-44).
Ciri khas hidup religius adalah hidup sesuai dengan nasehat Injil. Sejak
awal para suster SFD dibimbing untuk mendalami jalan hidup bertarak dengan
berkaul sebagai wujud hidup yang dibaktikan kepada Allah. Dengan demikian
para suster SFD siap mengikrarkan kaul hingga definitif, dengan penuh
kegembiraan. Semakin meningkat jenjang profesinya diharapkan semakin
matang dan mampu setia menghayati ketiga nasehat Injil seumur hidupnya.
Gereja sungguh mengajak para usia lanjut untuk meningkatkan partisipasi aktif
dalam mewartakan Injil, inilah yang menjadi tugas yang khusus dan murni
untuk usia mereka. Namun sebelumnya untuk sampai pada pewartaan keluar
harus menghidupi semangat Injili terlebih dahulu, sehingga antara perkataan dan
perbuatan sejalan. Demikianlah para anggota SFD dipanggil untuk hidup sebagai
religius yang menghayati ketiga kaul, hendaknya tetap mengupayakan selalu
untuk tetap melaksanakan apa yang dijelaskan dalam kaul tersebut, sehingga
para suster SFD benar-benar matang dalam penghayatan Injili sehingga mampu
memancarkan kepada siapa saja yang diwartakan (Pedoman Pembinaan dan
4. Kemampuan memahami sejarah kongregasi
Penting bagi seseorang yang masuk dalam keanggotaan kongregasi untuk
terus-menerus belajar untuk memperdalam nilai spiritualitas yang termuat dalam
sejarah kongregasinya. Berusaha untuk semakin mengenal suster pendiri dan
perjuangan serta perkembangan kongregasi hingga sekarang, sehingga mampu
menemukan Tuhan yang melaksanakan karya-Nya melalui perjuangan para
suster SFD pendahulu dan karya-karya Kongregasi SFD (Pedoman Pembinaan
dan Pendidikan SFD, 2007: 44).
Kekayaan dari para usia lanjut salah satunya adalah ingatan. Para usia
lanjut sungguh memiliki kesadaran akan sejarah dan tidak mengabaikan masa
lalu. Maka demikian halnya para anggota SFD diharapkan mencintai sejarah
kongregasi, sehingga para anggota semakin jelas dalam memaknai perjuangan
para pendiri yang telah bersusah payah mendirikan Kongregasi SFD. Orang tua
merupakan saksi sejarah dalam perkembangan hidup kongregasi (Dewan
Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 21).
Hal yang paling mendasar menjadi anggota kongregasi sejak dini
dibimbing untuk menghidupi spiritualitas religius SFD, dengan mendalami
Konstitusi, Anggaran Dasar, dan Statuta Kongregasi yang menjadi pedoman bagi
kehidupan dalam persekutuan dan persaudaraan. Pendalaman ini merupakan
suatu bentuk on going formation agar semakin terbuka masuk ke dalam
spiritualitas SFD yang sesungguhnya. Melalui permenungan tumbuhlah benih
sejati yang terpancar dalam kehidupan sehari-hari (Pedoman Pembinaan dan
Kendatipun para suster SFD telah berusia lanjut namun tetap menjalani
peraturan-peraturan yang ada dalam Kongregasi SFD serta menghidupi apa yang
sudah tertera dalam aturan hidup kongregasi, sehingga mampu menularkan
penghayatan dan cara hidup kongregasi pada generasi muda yang sungguh
membutuhkan dukungan dari mereka. Betapa banyak keluarga yang mendasari
imannya kepada anak, cucu-cucu serta cicitnya oleh kehadiran kakek dan nenek,
maka demikianlah para suster SFD usia lanjut sungguh berperan aktif untuk tetap
membina, mencintai dan menghidupi spiritualitas religius SFD, baik bagi dirinya
sendiri maupun dalam hidup persekutuan dan persaudaraan, karena keakraban
mereka dengan Allah beserta kehendak-Nya (Yohanes Paulus II, 1999: 95).41-44
5. Kedinaan dan kemiskinan
Menurut Konstitusi SFD, No. 20, nilai rohani SFD yang khas dapat
ditunjukkan menjadi yang paling dina. Berani menjadi dina di tengah dunia yang
penuh dengan kekayaan dan kenikmatan. Menjadi yang paling dina mampu
hidup sederhana, hidup miskin, secukupnya, siap sedia untuk berkorban dan
berani menjadi yang terbelakang agar menjadi “Batu Penjuru” yaitu batu yang
dibuang oleh manusia tetapi digunakan Allah. Menjadi Roh Pemersatu yaitu Roh
yang memperkuat dan mempersatukan serta membentuk keutuhan hidup dalam
persekutuan dimanapun berada. Sebagaimana yang diteladankan oleh Bapak
Santo Fransiskus Assisi menghayati hidup kedinaan dan kemiskinan dengan
meneladankan Yesus Kristus yang mati di Kayu Salib. Yesuslah yang menjadi
teladan kedinaan dan kemiskinan yang sempurna bagi SFD, karena Ia telah
Yohanes Paulus II (1999: 17) mengutip kata-kata Paulus dalam surat
kepada Titus 2: 2-5 yang berbunyi:
“Laki-laki yang sudah tua hidup dalam kesederhanaan, terhormat dan bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih, dan dalam ketekunan. Demikianlah perempuan-perempuan hendaknya hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, baik hati dan taat kepada suaminya agar firman Allah jangan dihujat orang.”
Usia tua merupakan masa yang baik dimana membawa hidup pada suatu
kepenuhannya, menurut rencana Allah bagi setiap orang. Begitu pula para suster
SFD dimampukan untuk semakin lebih mengarah pada hidup yang lebih baik
sebagai seorang religius yang dianugerahkan khusus menjalankan panggilan suci
Tuhan Yesus Kristus, dengan tidak menghilangkan semangat Santo Fransiskus
Assisi dan spiritualitas SFD yang miskin dan dina. Itulah yang menjadi cara
hidup dan kekhasan para suster SFD sehingga semakin jelas dan nyata semangat
miskin dan dina dalam diri para suster SFD kehidupan sehari-hari baik dalam
persaudaraan SFD, Gereja, dan masyarakat.
6. Hidup berkomunitas
Setiap orang yang menggabungkan diri pada persekutuannya, Fransiskus
minta supaya cinta satu sama lain yang diwujudkan dengan menjadi yang paling
dina dalam pergaulan dengan sesama saudara. Seorang suster SFD dalam
komunitas dengan sesama saudari harus memiliki sikap kerahiman hati, rela
memaafkan, perhatian dan pengertian, hormat dan kesetiaan, serta berusaha