DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN D.I YOGYAKARTA AREA PELAYANAN DAN JARINGAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Anna Ratri Wuswidyahening NIM : 069114008
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI, JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN D.I YOGYAKARTA AREA PELAYANAN DAN JARINGAN YOGYAKARTA
Oleh :
Anna Ratri Wuswidyahening NIM : 069114008
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing,
DI PT PLN (PERSERO)
DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN D.I YOGYAKARTA AREA PELAYANAN DAN JARINGAN YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Anna Ratri Wuswidyahening NIM : 069114008
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
P. Eddy Suhartanto, S.Psi.,M.Si ……….
Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Si
………..
P. Henrietta P.D.A.D.S, S.Psi ………...
Yogyakarta,18 Juni
2010
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
MAU dan MAJU
Selebihnya, serahkan kepada Allah yang bekerja
menuntun dan membimbing kita ...
sampai pada akhirnya nanti
_misa harian, Gereja Kristus Raja Baciro, Februari 2010_
Bersikaplah kukuh seperti batu karang yang tidak
putus-putusnya dipukul ombak.
Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia menenteramkan
amarah ombak dan gelombang itu.
- Marcus
diary-TUHAN YESUS
PAPA DAN MAMAKU, BAPAK
BAMBANG WISNU DAN IBU LIEN
MARDIASTUTI
merupakan hasil karya asli Penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi
dari hasil karya Penulis lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan
daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 3 Agustus
2010
Yang Menyatakan,
Anna Ratri Wuswidyahening
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara persepsi karyawan terhadap kompensasi dengan motivasi kerja. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta yang berjumlah 60 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian korelasional. Prosedur pengumpulan data menggunakan metode kuesioner dengan dua skala penelitian yang disusun oleh peneliti ke dalam satu rangkap, yaitu Skala Persepsi Karyawan Terhadap Kompensasi dan Skala Motivasi Kerja. Proses pengambilan data menggunakan model tryout terpakai. Hal ini berarti bahwa pengambilan data hanya dilakukan satu kali. Uji kesahihan butir pada Skala Persepsi Karyawan Terhadap Kompensasi terdapat 42 item yang digunakan, sedangkan 18 item yang lain dinyatakan gugur. Reliabilitas pada skala tersebut sebesar 0.931. Pada Skala Motivasi Kerja terdapat 45 item yang dapat digunakan, sedangkan 35 item yang lain dinyatakan gugur. Reliabilitas pada skala tersebut adalah sebesar 0.934. Hasil analisis data menunjukkan sebaran data penelitian adalah normal dan linear. Hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment, parsial terhadap dua variabel penelitian yakni Persepsi Karyawan Terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja dengan variabel masa bekerja sebagai variabel kontrolnya, diperoleh hasilr= 0.604 pada taraf signifikansi 1% dan probabilitas 0.000 (p 0.01). Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara variabel Persepsi Karyawan Terhadap Kompensasi dan Motivasi Kerja. Oleh karena itu, karyawan yang memiliki persepsi positif terhadap kompensasi akan memiliki motivasi kerja yang tinggi pula. Sebaliknya, karyawan yang memiliki persepsi negatif terhadap kompensasi akan memiliki motivasi kerja yang rendah.
Anna Ratri Wuswidyahening
ABSTRACT
The research aimed to know the relationship between employee’s perception toward compensation with working motivation. Subject in this research is 60 permanent employees in PT PLN (Persero) Distribution Of Central Java And D.I Yogyakarta Service And Network Area Yogyakarta. Research methods that is corelational method research. The procedure to collect the data uses questionnare with two research scales arranged by the writter in one exemplar, namely Perception of Compensation Scale and Working Motivation Scale. By using the “try out” model, the data collecting process is only done once. The writer uses 42 items of validity of Perception of Compensation Scale, whereas 18 items fail. The reliability in this scale is 0.931. working Motivation Scale uses 45 items, whereas 35 items fail. Reliability in this scale is 0.934. the result of data analysis shows that it is normal and linear. The result from test hypothesis uses Pearson Product Moment, partial correlation technique toward two variables, namely Perception of Compensation and Working Motivation with variable long time to work as a control variable is is r= 0.604 of significant 1% and probability 0.000 (p<0.01). It means there is positive relationship between employee’s perception toward compensation has high work motivation too. Otherwise, employee who has negative perception toward compensation has low working motivation.
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Anna Ratri Wuswidyahening
Nomor Mahasiswa : 069114008
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP KOMPENSASI DENGAN MOTIVASI KERJA
DI PT PLN (PERSERO)
DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN D.I YOGYAKARTA AREA PELAYANAN DAN JARINGAN YOGYAKARTA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti Kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagau
Penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 3 Agustus 2010
Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulisan Skripsi dapat selesai
dengan baik, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi
di Universitas Sanata Dharma.
Disadari sepenuhnya bahwa dalam Penulisan skripsi ini banyak
mendapatkan uluran tangan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh
karena itu Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Agustinus Supratiknya selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah membantu saya dalam merencanakan studi.
3. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang dengan sabar membimbing dan memberi bantuan yang sangat Penulis
perlukan dalam Penulisan skripsi ini.
4. Ibu Siti Sulastri selaku supervisor bagian SDM&SEKMUM yang sudah
memberikan banyak informasi kepada Penulis.
5. Bapak Paulus Kardiman selaku supervisor bagian CATER (Pencatat Meter)
yang telah memberikan banyak kemudahan kepada Penulis guna
menyelesaikan skripsi ini.
6. Karyawan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta
Area Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta yang sudah membantu Penulis
dewasa dalam segala hal.
8. Bapak Bambang Wisnu dan Ibu Lien Mardiastuti, sebagai orangtua Penulis
yang telah memberikan dukungan dan doa restu untuk keberhasilan Penulis
dalam menyelesaikan Penulisan skripsi ini. I love u ma, I love u pa…
9. Florentius Agung Pangaribowo, sebagai kakak Penulis yang memberikan
semangat kepada Penulis untuk segera menyelesaikan Penulisan skripsi ini.
Makasih ya Mas Ori….mana janjinya?? Hhe.. Mbak Ria…terima kasih
juga ya doa dan semangatnya…akhirnya skripsiku selesai Mbak…
10. Teman-teman psikologi angkatan 2006. Terima kasih ya buat kalian semua
yang sudah mengisi hari-hari baruku di Jogja, terutama buat
sahabat-sahabatku Yesica, Lita, Nita Dondan...Thanks for being my
friends…semangat yaa!! Buat Inez dan Anna…makasih ya dukungannya, makasih juga sudah mau jadi temen cerita-ceritaku…hhe…kapan nggosip
bareng lagi?lhoh?! hhe..
11. Teman-teman asistensi Inventori 2009…Anna, Maria, Jenny, Clare,
smuanya….terima kasih atas kerja sama yang menyenangkan. Hhaha..
12. Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie…terima kasih atas
kemudahan-kemudahannya dan keramahannya selama ini.
13. Teman-teman KKN Angkatan XVIII Kelompok 3 Sirat..I luph u pulllll
dah..senangnya bisa belajar dan bertahan hidup di masyarakat..berbagi
Baciro….terima kasih atas dukungan dan pengertiannya akhir-akhir ini
kalau salah membuat jadwal tugas. Hhe… Keep our SPIRIT in the name of
Jesus!
15. Terakhir…untuk Mbak pasien di RSJ Pakem…terima kasih atas
doanya…doa itu anugerah…terima kasih ya Mbak karena sudah
‘mengingatkan’ saya untuk selalu menunduk dan bersyukur kepada Tuhan.
Saya ingat selalu doa dari Mbak…Terima kasih atas perbincangan yang
membawa saya ke dalam suatu permenungan…..makasiiihh Mbak pasien
Penulis menyadari bahwa Penulisan Skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan
faktor-faktor lain. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
Penulis harapkan demi kesempurnaan Penulisan Skripsi ini. Akhir kata, Penulis
berharap semoga Penulisan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya pengembangan ilmu psikologi industri dan organisasi.
Yogyakarta, 3 Agustus 2010
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……… ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………... iii
HALAMAN MOTTO……….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... vi
ABSTRAK……… vii
ABSTRACT………... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……… ix
KATA PENGANTAR………... x
DAFTAR ISI……….... xiii
DAFTAR TABEL………... xv
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang ………... 1
B. Rumusan Masalah ………... 9
C. Tujuan Penelitian ………... 9
D. Manfaat Penelitian ………. 9
BAB II LANDASAN TEORI……….. 11
A. Motivasi Kerja ………... 11
1. Definisi ………... 11
2. Aspek-aspek motivasi kerja ………. 13
3. Aspek-aspek persepsi ……….……… 21
4. Jenis kompensasi ………... 22
5. Aspek-aspek dalam persepsi karyawan terhadap kompensasi... 23
6. Bentuk Kompensasi di PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Area Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta………... 7. Efek persepsi terjahadap kompensasi ……….. 24 25 C. Dinamika hubungan antara persepsi karyawan terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta ……….. 26
D. Hipotesis Penelitian ………... 31
BAB III METODE PENELITIAN……….. 32
A. Jenis Penelitian ……….. 32
B. Identifikasi Variabel Penelitian ………. 32
C. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian ……… 32
D. Subjek Penelitian ………... 35
1. Deskripsi subjek penelitian ………... 35
2. Identifikasi pemilihan individu untuk menjadi subjek penelitian 36 E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ………. 36
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ………... 43
H. Metode Analisis Data ………... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 52
A. Orientasi Kancah Penelitian ……….. B. Persiapan Penelitian ………... 52 52 1. Pembuatan skala ……….. 52
2. Proses perijinan ………... 53
C. Pelaksanaan Penelitian ……….. 54
D. Deskripsi Data Penelitian ……….. 55
E. Hasil Analisis Data ..………..……… 58
1. Uji Asumsi ………... 58
a. Uji Normalitas ………... 58
b. Uji Linearitas ………... 59
2. Uji Hipotesis ………... F. Pembahasan ………... 60 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 71
A. Kesimpulan ………... 71
B. Saran ……….. 71
DAFTAR PUSTAKA……….. 73
Tabel 2 Distribusi item-item pada Skala Persepsi Karyawan Terhadap
Kompensasi ……….. 39
Tabel 3 Blue PrintSkala Motivasi Kerja ……….. 41
Tabel 4 Distribusi item-item pada Skala Motivasi Kerja ………. 42
Tabel 5 Hasil Uji Korelasi Item-Total Variabel Persepsi Karyawan Terhadap
Kompensasi ………. 46
Tabel 6 Hasil Uji Korelasi Item-Total Variabel Motivasi Kerja ………….. 46
Tabel 7 Distribusi item-item pada Skala Persepsi KaryawanTerhadap
Kompensasi Sebagai Skala Penelitian ………. 47
Tabel 8 Distribusi item-item pada Skala Motivasi Kerja Sebagai Skala
Penelitian ………. 48
Tabel 9 Deskripsi Masa Kerja Subyek Penelitian ……… 55
Tabel 10 Deskripsi Data Penelitian ……… 56
Tabel 11 Mean Teoritis, Mean Empiris, Standar Deviasi Data Penelitian….. 56
Tabel 12 Data Per Aspek Persepsi Karyawan Terhadap Kompensasi ...…… 57
Tabel 13 Data Per Aspek Motivasi Kerja ………... 57
Tabel 14 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Test ………
Tabel 15 Hasil Uji F (ANOVA) ………
59
60
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi saat ini, setiap perusahaan akan menggunakan sumber
daya yang sudah dimilikinya untuk memajukan atau mengembangkan
perusahaannya, misalnya alam, modal, keahlian, tenaga kerja, dan sumber daya
informasi. Tenaga kerja khususnya merupakan faktor yang paling utama dan harus
mendapatkan perhatian serius untuk dapat menghasilkan kesuksesan suatu
perusahaan. Hal tersebut seyogyanya dilakukan agar karyawan termotivasi untuk
menyukseskan perusahaan itu sendiri pada umumnya dan pekerjaan yang
ditekuninya pada khususnya.
Pada hakekatnya, organisasi atau perusahaan baik instansi pemerintah
maupun swasta membutuhkan karyawan yang kompeten dan terdorong untuk
menyelesaikan pekerjaan semaksimal mungkin. Hal tersebut tentunya tidak hanya
membutuhkan kecakapan dan kemampuan dari karyawan, tetapi lebih dari itu
motivasi menjadi penting perannya untuk dapat selalu menggerakkan karyawan agar
dapat mencapai tujuan pribadi yang sejalan dengan tujuan organisasi.
Dalam hal kerja, motivasi kerja dapat pula diartikan faktor yang mendorong
orang untuk bertindak dengan cara tertentu (Manullang, 1982). Sedangkan menurut
Sarwoto (1983) menyebutkan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang
menimbulkan proses pemberian dorongan bekerja kepada para bawahan sedemikian
rupa sehingga mereka mau bekerja ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi secara
ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan orang tersebut bahwa tindakannya akan
mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat
menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang
bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Hal ini berarti bahwa motivasi kerja
di dalam suatu organisasi memiliki tujuan yang jelas untuk memberikan dorongan
kepada karyawan untuk senantiasa mengerjakan suatu pekerjaan dengan seoptimal
mungkin.
Motivasi kerja merupakan masalah yang sangat penting dalam usaha
sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka pencapaian tujuan tertentu, baik
tujuan individu maupun tujuan organisasi. Pada kenyataannya, karyawan adalah
bagian dari perusahaan sehingga tidak dapat dipisahkan. Karyawan akan merasa
aman dengan pekerjaan yang ditekuninya di perusahaan serta termotivasi bila
didukung oleh faktor individual dan faktor organisasional. Faktor individual, antara
lain kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), kemampuan-kemampuan
(abilities), serta harapan-harapan pribadi. Sedangkan, faktor organisasional,
misalnya keamanan pekerjaan (job security), kesejahteraan karyawan (employee’s
welfare), sesama pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pengakuan (recognition), dan pekerjaan itu sendiri (job itself). Dengan demikian, motivasi dapat merangsang karyawan untuk lebih menggerakkan tenaga dan pikiran dalam
merealisasikan tujuan perusahaan.
Berkaitan dengan motivasi kerja, penelitian oleh Habibi (2005) juga
menjelaskan beberapa faktor yang dapat memotivasi kerja karyawan, diantaranya
adalah penghargaan, lingkungan kerja yang baik, masa kerja, kesejahteraan
mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Akan tetapi tidak bersifat mutlak untuk
setiap karyawan dengan alasan yang bersifat subyektif. Hal tersebut mendukung
adanya objek yang dipersepsikan secara berbeda oleh masing-masing karyawan. Di
samping itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kim (2002)
menjelaskan bahwa prioritas motivasional karyawan dapat berubah setiap waktu.
Namun, tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan
adalah upah yang baik, apresiasi yang memuaskan dari perusahaan, serta adanya
keamanan dalam pekerjaan dan promosi atau pengembangan karir dalam
perusahaan. Houran&Kefgen (2008) pun menemukan bahwa uang menjadi
motivator yang efektif bagi karyawan daripada menggunakan reinforcement
non-finansial.
Perusahaan pun memiliki cara yang berbeda-beda untuk dapat memotivasi
karyawannya. Salah satu cara untuk mendorong atau memberi motivasi kerja adalah
dengan pemberian kompensasi yang seyogyanya diberikan kepada karyawan atas
usaha dan kerja mereka. Kompensasi merupakan suatu bentuk balas jasa perusahaan
yang dapat berbentuk finansial maupun non finansial. Kompensasi finansial lebih
mengarah pada kompensasi langsung, yaitu upah atau gaji serta insentif yang
dibayarkan dan kompensasi tidak langsung dapat disebut sebagai program
kesejahteraan karyawan yang diberikan diluar gaji atau upah. Sedangkan
kompensasi non finansial dapat berupa pekerjaan yang diberikan serta kondisi
lingkungan kerja. Dalam hal ini, kompensasi dapat menjadi suatu motivator
tersendiri bagi karyawan untuk memacu motivasinya dalam bekerja. Penelitian yang
mendukung hal tersebut adalah bahwa pemberian kompensasi yang tinggi akan
perusahaan (Kurinawati, 2001). Naibaho (2005) juga menyebutkan bahwa
pemberian kompensasi yang tinggi akan membuat karyawan menjadi puas dan lebih
produktif dalam bekerja. Hal tersebut penting karena masalah uang dan
kesejahteraan karyawan merupakan masalah yang sensitif di dalam lingkungan kerja
(“Perhatikan kesejahteraan,” 2007). Dari sinilah, kompensasi dan motivasi kerja
menjadi sangat erat kaitannya.
Kerja karyawan yang tidak didukung oleh adanya kesejahteraan pada
karyawan tentunya akan membawa suatu dampak yang bertolak belakang. Di sisi
lain, karyawan diharuskan untuk dapat bekerja maksimal, tetapi kesejahteraan
karyawan di perusahaan belum terjamin. Hal tersebut akan membuat karyawan
kurang memiliki harapan untuk dapat mengarahkan tindakannya kepada hasil atau
pencapaian akan target perusahaan. Dalam hal ini, karyawan dapat memiliki
persepsi yang berbeda satu dengan yang lain terhadap baik buruknya kompensasi
yang diberikan di perusahaan tempatnya bekerja. Persepsi merupakan pengalaman
tentang subyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli
inderawi (sensory stimuli) Desiderato (dalam Rakhmat, 2008). Davidoff (dalam
Walgito, 1994) juga menyebutkan bahwa stimulus yang diindera oleh individu
diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari, mengerti
tentang apa yang diindera disebut dengan persepsi. Persepsi ini merupakan keadaan
yang terintegrasi dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi
terhadap kompensasi merupakan penafsiran atas pengalaman tentang subyek dan
peristiwa yang diperoleh dari berbagai informasi mengenai kompensasi yang
Setiap karyawan dapat memiliki persepsi yang berbeda satu dengan yang
lainnya karena ciri khas dari obyek stimulus tersebut, yakni kompensasi. Ciri khas
dari obyek stimulus tersebut memiliki nilai, arti emosionil, dan intensitas. Nilai
merupakan ciri-ciri dari stimuli yang mengandung makna bagi individu tersebut.
Kompensasi menjadi bernilai bila dipersepsikan bahwa hal tersebut memiliki
dampak terhadap hidupnya dalam bekerja. Dalam hal arti emosionil diartikan
sampai berapa jauh kompensasi menjadi sesuatu yang mengancam atau justru
menyenangkan seseorang. Sedangkan untuk intensitas, pengenalan berdasarkan
“exsposure” yang berkali-kali dari kompensasi. Hal ini berarti bahwa seberapa sering kompensasi diberikan kepada karyawan, baik dari segi finansial maupun non
finansial. Intensitas dari pemberian kompensasi itu sendiri pun berhubungan dengn
derajat kesadaran karyawan mengenai kompensasi tersebut. Dengan adanya ketiga
hal tersebut, kompensasi dapat dipersepsi secara berbeda oleh karyawan.
Di samping itu, persepsi dapat berbeda karena keadaan pribadi karyawan itu
sendiri, termasuk di dalamnya ciri khas individu seperti minat, tujuan, serta
kebutuhan-kebutuhan pribadi. Pengaruh kelompok pun dapat menyebabkan
perubahan persepsi pada anggota kelompok. Maksudnya, bila terjadi konformitas
yang kuat, maka karyawan dapat mempersepsikan secara sama terhadap kompensasi
yang diterimanya (Oskamp, 1984). Tidak dapat dipungkiri pula hal-hal yang
melatarbelakangi diri karyawan itu sendiri juga membuat karyawan memiliki
perbedaan persepsi. Persepsi seseorang merupakan suatu proses yang aktif, dimana
yang memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi sebagai
keseluruhan, dengan pengalaman-pengalamannya, motivasinya dan sikap-sikap
Perusahaan yang baik senantiasa peduli terhadap kesejahteraan karyawannya.
Ada beragam cara mewujudkan hal tersebut misalnya dengan pemberian bonus,
asuransi, pendidikan, kredit rumah, liburan gratis, promosi jabatan, senam bersama,
dan sebagainya. Perhatian terhadap kompensasi dapat menjadi stimulus untuk
memacu motivasi kerja agar menjadi suatu dorongan bagi karyawan atau lebih giat
dalam bekerja dan sehingga menjadi produktif dan berprestasi. Namun, pemberian
dorongan bekerja kepada karyawan terkadang menjadi hal yang dianggap mudah,
tetapi terlupakan. Survei terbaru yang dilakukan Work Asia 2007/2008 yang
dilakukan oleh konsultan sumber daya manusia, Watson Wyatt, terhadap opini dan
perilaku karyawan di 11 negara Asia Pasifik termasuk Indonesia menyimpulkan
pendorong utama keterikatan karyawan adalah fokus kepada pelanggan, kompensasi
dan benefit serta komunikasi. Mayoritas karyawan di Indonesia masih rendah
tingkat kepuasannya terhadap kompensasi dan benefit yang mereka terima dari
perusahaan (51%). Demikian juga halnya dengan komunikasi dengan manajemen,
karyawan Indonesia belum begitu puas. Sehingga hal-hal yang menyebabkan alasan
terbesar bagi karyawan untuk pindah ke perusahaan lain adalah tawaran paket
kompensasi yang lebih baik, meskipun hasil survei menunjukkan bahwa kesempatan
karir yang lebih baik merupakan alasan tertinggi (“Survei karyawan,” 2008).
Wartono mengatakan, jika kesejahteraan sudah dijamin perusahaan, kinerja
karyawan harus sebanding (“Kesejahteraan karyawan,” 2009). David (2002)
mengemukakan bahwa banyak perusahaan di Indonesia di masa lalu belum
mempunyai kesadaran penuh untuk memenuhi kesejahteraan karyawan. Pengusaha
umumnya menilai bahwa karyawan adalah bawahannya yang harus selalu tunduk
bukan sebgai mitra kerja dan asset yang berharga. Bahkan mereka tidak mau memberikan kesempatan karyawannya untuk maju, baik dari segi pengetahuan,
networking, maupun finansial (“Perhatikan kesejahteraan,” 2007). Fenomena lain yang masih ada mengenai rendahnya kesejahteraan karyawan yaitu ratusan pekerja
Pencatat Meter (Cater) PT PLN (Persero) wilayah Jakarta Raya dan Tangerang
unjuk rasa di depan kantor PLN Pusat. Mereka menuntut kejelasan status
kekaryawannya. Pekerja cater ini tidak memperoleh upah layak dan kehilangan
status karyawan PLN (“Karyawan PLN,” 2007). Tingkatan akan kesejahteraan
karyawan memang berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Akan tetapi
secara umum, karyawan memang membutuhkan penunjang atau kebijakan
perusahaan agar ada jaminan kesejahteraan bagi karyawan sehingga mereka merasa
aman dan memiliki harapan dalam bekerja.
Setelah adanya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, maka
kesadaran itu mulai tumbuh. Hal tersebut didukung oleh artikel lain menyebutkan
bahwa survei tahunan mengenai manajemen absensi tersebut melibatkan lebih dari
800 organisasi, dan menemukan bahwa 42% organisasi telah mengimplementasikan
strategi kesejahteraan karyawan. Angka tersebut merupakan lonjakan tajam dari
tahun sebelumnya yang hanya 26%. Konsultan bidang hubungan karyawan pada
Chatered Institute of Personnel and Develompment (CIPD) Ben Willmott mengatakan, "Laporan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kaum
pengusaha semakin menyadari keuntungan yang didapat dari menyejahterakan
karyawan" (“Program kesejahteraan,” 2007). Hal tersebut sesuai dengan adanya
artikel mengenai Serikat Pekerja (SP) PLN meminta manajemen PLN menjadi
akan terus mengkritisi kebijakan perusahaan yang tidak berpihak pada karyawan,”
ujarnya menutup pembicaraan (“Dirut PLN,” 2010). Serikat Pekerja PT PLN kini
membulatkan tekad untuk tetap mempertahankan PLN tetap satu dan jaya, meskipun
ada pihak-pihak yang berkeinginan menghancurkan perusahaan negara yang
menangani ketersediaan listrik di seluruh tanah air. Pada intinya, SP bertekad
memperjuangkan kesejahteraan karyawan aktif dan pensiunan serta
mempertahankan PLN tetap satu dan jaya (“Serikat pekerja,” 2010).
Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompensasi
menjadi penting kaitannya untuk menumbuhkan semangat atau kegairahan kerja
karyawan sehingga karyawan menjadi lebih produktif serta memiliki tingkat
loyalitas yang tinggi pada perusahaan. Dalam hal ini, kompensasi pun berkaitan
dengan kesejahteraan karyawan. Menurut UU Republik Indonesia No.13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan, kesejahteraan pekerja adalah suatu pemenuhan
kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat
mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Oleh karena itu, kesejahteraan karyawan dapat menjadi suatu motivator tersendiri
bagi karyawan agar menjadi lebih disiplin dalam bekerja sebagai bentuk feedback
karyawan bagi perusahaan. Sistem kompensasi di setiap perusahaan dapat berbeda
satu dengan yang lain, tetapi dengan tujuan yang sama yakni mensejahterakan
karyawan. Meskipun demikian, tidak semua perusahaan memberikan perhatian
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang ada yaitu apakah ada hubungan
antara persepsi karyawan terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT PLN
(Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Area Pelayanan Dan
Jaringan Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini secara khusus adalah untuk mengetahui hubungan
antara persepsi karyawan terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT PLN
(Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Area Pelayanan Dan Jaringan
Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini berupa sumbangan informasi dalam bidang
Psikologi Industri dan Organisasi mengenai kompensasi dengan motivasi kerja
melalui tambahan data empiris yang teruji secara statistik.
2. Manfaat praktis
a. Bagi perusahaan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan untuk mengetahui
motivasi yang dimiliki oleh karyawan dalam bekerja. Selain itu, perusahaan
b. Bagi karyawan
Melalui penelitian ini, karyawan dapat mengetahui motivasi kerja karyawan
di PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Area
Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta. Dengan demikian, karyawan dapat
mengevaluasi diri. Hal ini penting dilakukan agar karyawan dapat tetap
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Motivasi Kerja 1. Definisi
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan
kerja (Anoraga, 2006). McCormick & Ilgen (1985) menjelaskan motivasi kerja
sebagai daya kekuatan yang diarahkan pada tingkah laku yang melibatkan diri
dengan pekerjaan. Tingkah laku ini di tujukan untuk memenuhi harapan yang
ingin dicapai. Zainun (dalam Anoraga & Suryati, 1995) memberikan pendapat
tentang pentingnya motivasi kerja, yaitu motivasi dapat dilihat sebagai bagian
yang fundamental dari kegiatan manajemen, sehingga segala sesuatunya dapat
ditujukan kepada pengarahan, potensi, dan daya manusia dengan jalan
menimbulkan, menghidupkan, dan menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi
dalam menjalankan tugas perorangan maupun kelompok dalam organisasi.
Vroom&Edward (1970) mendefinisikan motivasi sebagai hasil dari yang
ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Vroom
mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Expectancy Theory atau
Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari
yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu
cukup besar, maka yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh
hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang
diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan
dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung
pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh
suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu
tersebut.
Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa
para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya,
apalagi cara untuk memperolehnya (dalam Hariandja, 2002). Siagian (1989)
mengatakan bahwa inti teori ini terletak pada pendapat yang mengatakan bahwa
kuatnya kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung
pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil
tertentu pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan.
Manullang&Manullang (2004) memberikan pengertian motivasi merupakan
pemberian dorongan bekerja yang bertujuan untuk menggiatkan karyawan agar
mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki oleh
karyawan.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
kerja merupakan suatu upaya untuk mengusahakan seseorang agar dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan semangat karena ia ingin melaksanakannya
yang sudah ditentukan dengan cara menimbulkan, menghidupkan, dan
menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, dalam menjalankan tugas
perorangan maupun kelompok dalam organisasi.
2. Aspek-aspek motivasi kerja
Berdasar pada teori pengharapan Vroom, selanjutnya Sudrajat (2008)
mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari
beberapa indikator, yaitu :
a. Memiliki durasi dan frekuensi kegiatan
Karyawan yang termotivasi dalam bekerja akan meluangkan waktu yang
sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukannya agar dapat dengan segera
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Kecenderungan
karyawan untuk selalu mengerjakan dan menyelesaikan tugas secara
kontinyu atau terus menerus. Karyawan akan dapat memanfaatkan waktu
sebaik mungkin sehingga jarang bolos atau melakukan kegiatan lain di luar
pekerjaan.
b. Persistensi pada kegiatan
Seseorang yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan memandang
kegagalan atau kesulitan yang dihadapi sebagai suatu tantangan, sehingga
tidak mudah menyerah. Hal ini muncul karena adanya keinginan untuk terus
bekerja, berusaha dan berhasil.
c. Pengorbanan untuk mencapai tujuan
Perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai, sedang karyawan sebagai
termotivasi untuk dapat mencapai tujuan akan mau dan mampu
mengorbankan tenaga serta pikirannya.
d. Memiliki aspirasi/ harapan
Karyawan tak segan untuk mengeluarkan ide dan gagasannya agar dapat
memacu kerjanya dan pertumbuhan perusahaan. Aspirasi/ harapan yang
dikeluarkan sejalan dengan cara berpikir kreatif untuk mengembangkan diri
menjadi lebih baik.
e. Memiliki kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari
kegiatan yang dilakukan
Karyawan yang termotivasi memiliki prestasi atau mampu memberikan
prestasi yang berkualitas, baik untuk diri sendiri maupun perusahaan. Hal
tersebut membutuhkan adanya timbal balik (feedback) yang diberikan oleh
perusahaan atau orang-orang di sekitar. Kualitas atas ptestasi ini dapat
menjadi suatu motivator untuk dapat selalu berprestasi.
Berdasarkan teori tersebut, maka peneliti menggunakan kelima aspek
tersebut, yakni memiliki durasi kegiatan dan frekuensi kegiatan, persistensi pada
kegiatan, pengorbanan untuk mencapai tujuan, memiliki aspirasi/ harapan yang
hendak dicapai, serta memiliki kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja
Chung & Megginson (dalam Gomes, 2001) menjelaskan motivasi kerja
a. Faktor-faktor individual
1) Kebutuhan-kebutuhan (needs)
Setiap manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang mendasar
sehingga memiliki daya untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebutuhan-kebutuhan manusia akan berbeda satu dengan yang lain,
meskipun pada dasarnya adalah sama.
2) Tujuan-tujuan (goals)
Karyawan yang terlibat langsung dalam memutuskan suatu tujuan yang
hendak dicapai, ia akan merasa bahwa keputusan itu merupakan
keputusannya sendiri dan tidak sekedar pelaksana sesesuatu keputusan
yang ditentukan oleh orang lain. Hal ini membuat seseorang memiliki
motivasi untuk dapat mencapai suatu tujuannya.
3) Kemampuan-kemampuan (abilities)
Karyawan yang memiliki berbagai bentuk kemampuan dalam bekerja
dapat menjadi lebih bergaiirah dan semangat untuk dengan segera
menyelesaikan pekerjaannya. Terlebih, bila kemampuan yang dimiliki
sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditekuni, sehingga membuat orang
menjadi lebih termotivasi dalam bekerja.
b. Faktor-faktor organisasional
1) Keamanan pekerjaan (job security)
Karyawan merasa aman dengan pekerjaannya bila terjamin dalam
melaksanakan pekerjaannya. Perasaan aman ini meliputi pengertian yang
kerja, rasa aman dari kelanjutan hubungan kerja atau sewaktu-waktu
terkena pemutusan hubungan kerja yang tidak dikehendaki.
2) Kesejahteraan karyawan (employee’s welfare)
Merupakan kondisi ekstrinsik dimana bentuk kesejahteraan bagi
karyawan dapat berupa upah atau gaji yang diterima dirasakan wajar atau
tidak oleh karyawan. Dengan dirasakan adanya kesejahteraan yang
cukup baik, maka diharapkan aktivitas kerja karyawan itu tidak
terhambat oleh pemikiran-pemikiran bagaimana menghidupi dirinya
sendiri dan keluarganya.
3) Sesama pekerja (co-workers)
Relasi antarkaryawan dalam perusahaan dirasakan harmonis atau tidak
oleh karyawan. Kerja sama dan rasa saling menghargai sesama rekan
sekerja akan memberikan perasaan tenang dan menumbuhkan persatuan
dan keakraban yang dapat memperlancar terlaksananya aktivitas kerja.
4) Pengawasan (supervision)
Pengawasan dari pemimpin memberikan reaksi karyawan untuk selalu
mempertahankan atau meningkatkan kegairahan kerjanya. Sikap
ketauladanan yang ditunjukkan oleh atasan kepada bawahan merupakan
suatu contoh dan dapat memberikan ketenangan dan tuntunan bagi
karyawan dalam bekerja.
5) Pengakuan (recognition)
Pengakuan atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai
seseorang akan merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu
6) Pekerjaan itu sendiri (job itself)
Merupakan kondisi dimana masing-masing karyawan memiliki derajat
minat yang berbeda-beda akan pekerjaannya. Kesesuaian pekerjaan yang
ditangani dengan keinginan karyawan itu sendiri. Dimaksudkan disini
adalah adanya kesesuaian antara keinginan dan kemampuan karyawan
pada tugas yang diberikan.
Di samping itu, seseorang juga memiliki harapan-harapan untuk dapat
terus menjadi lebih baik di dalam bekerja. Oleh karenanya, harapan-harapan
yang ada dapat meningkatkan atau justru menurunkan semangat kerja
karyawan. Pencapaian atas harapan tentunya akan membawa dampak baik
bagi karyawan. Hal tersebut merupakan aplikasi dari teori harapan
(expectancy theory)Vroom. Apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan
berupaya mendapatkannya. Manusia pada dasarnya adalah makhluk irasional
sekaligus rasional, sehingga yang dilakukan oleh manusia di samping dapat
didorong oleh aspek-aspek instingtif juga oleh aspek-aspek rasional
(Hariandja, 2002).
Sagir (dalam Sastrohadiwiryo, 2005) mengemukakan tujuh faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja, yaitu :
Penghargaan, pengakuan, atau recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai seseorang akan merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas
suatu kinerja, akan memberikan kepuasan batin yang tinggi.
2) Tantangan (Challenge)
Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan perangsang kuat bagi
manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau
dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang,
bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan
biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya.
3) Tanggung jawab (Responsibility)
Adanya rasa ikut memiliki (sense of belonging) atau menimbulkan
motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.
4) Pengembangan (Development)
Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau
kesempatan untuk maju, dapat merupakan perangsang kuat bagi tenaga
kerja untuk bekerja lebih giat. Apalagi jika pengembangan perusahaan
selalu dikaitkan dengan produkivitas tenaga kerja.
5) Pengalaman masa bekerja
Masa bekerja seseorang memberikan suatu pengalaman kerja bagi
karyawan. Masa bekerja yang lama dapat membuat karyawan menjadi
jenuh dan mengalami kebosanan dalam bekerja. Sedangkan masa kerja
yang baru akan membuat karyawan lebih giat dalam bekerja karena
adanya harapan-harapan mengenai pengalaman-pengalaman baru yang
6) Keterlibatan (Involvement)
Adanya rasa keterlibatan (involvement) bukan saja menciptakan rasa
memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of
responsibility), tetapi juga menimbulkan mawas diri untuk bekerja lebih baik, menghasilkan produk yang lebih bermutu.
7) Kesempatan (Oportunity)
Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka, dari
tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang
yang cukup kuat bagi tenaga kerja.
B. Persepsi karyawan terhadap kompensasi 1. Definisi Karyawan Tetap
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008,
karyawan atau pegawai tetap adalah karyawan atau pegawai yang menerima dan
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota
dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus
menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai
yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang
karyawan atau pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam
pekerjaan tersebut. Sedangkan menurut supervisor bagian SDM&SEKMUM,
karyawan tetap adalah karyawan yang sudah diangkat menjadi karyawn tetap
melalui tahapan yang ditetentukan oleh perusahaan.
Beberapa tahun yang lalu, karyawan dapat diangkat menjadi karyawan
kemudian menjadi karyawan percobaan. Akan tetapi, proses pengangkatan
karyawan menjadi karyawan tetap yaitu dengan adanya rekrutmen dan kemudian
lolos pada tes yang diujikan. Setelah itu, karyawan tersebut masuk kedalam
Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) selama enam (6) bulan, dan langsung
ditempatkan sebagai karyawan kecil di beberapa tempat di PT PLN (Persero)
untuk mengikuti pelatihan atau magang. Selanjutnya, setelah calon karyawan
tersebut mengikuti semua proses yang ada, maka diangkat menjadi karyawan
tetap.
2. Definisi Persepsi Terhadap Kompensasi
Persepsi merupakan pengalaman tentang subyek, peristiwa, atau
hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Desiderato memberikan pengertian persepsi pada makna pada stimuli
inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2008). Sedangkan menurut James (dalam
Adi, 1994) menyatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita
peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indera kita, serta sebagian lainnya
diperoleh dari ingatan (memory) kita (diolah kembali berdasarkan pengalaman
yang kita miliki). Persepsi merupakan pengorganisasian, penginterpretasian
terhadap stimulus yang diindranya sehingga merupakan sesuatu yang berarti,
dan merupakan respon yang terintegrasi dalam diri individu. Hal itu merupakan
proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain
berdasarkan pengalaman masa lampau, sikap, harapan dan nilai yang ada pada
Kompensasi tidak sama dengan upah meskipun upah adalah bagian dari
kompensasi dan mungkin upah tersebut merupakan bagian dari kompensasi yang
paling besar (Nitisemito, 1990). Kompensasi adalah pengaturan keseluruhan
pemberian balas jasa bagi “employees” baik yang langsung berupa uang,
maupun yang tidak langsung berupa uang (Martoyo, 2000). Simamora (2003)
menjelaskan bahwa kompensasi dapat meliputi imbalan finansial dan jasa serta
tunjangan yang diterima oleh para karyawan sebagai bagian dari hubungan
kepegawaian. Menurut Sastrohadiwiryo (2005) kompensasi adalah imbalan jasa
atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada tenaga kerja karena
tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi
kemajuan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi, kompensasi
merupakan segala bentuk balas jasa, baik dalam bentuk kompensasi finansial
maupun non finansial yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi
mereka kepada organisasi.
Persepsi karyawan terhadap kompensasi adalah penafsiran atas
pengalaman atau informasi mengenai kompensasi atau balas jasa dari
perusahaan kepada karyawan yang diperoleh dari lingkungan dan diserap oleh
indera dengan proses seleksi dan organisasi atau berasal dari ingatan (memory)
mengenai apa yang pernah diterima karyawan sebagai ganti kontribusi mereka
kepada organisasi.
3. Aspek-aspek persepsi
Menurut Ponty (1966), Sears, Shelley, dan Letitia (2009) persepsi
a. Aspek kognitif
Melibatkan kemampuan untuk memberi keyakinan terhadap suatu stimulus
dengan menggunakan inderanya yaitu melalui proses melihat, meraba, merasa
dan mencium yang dapat terjadi secara terpisah-pisah atau serentak. Otak akan
melakukan persepsi berdasarkan informasi yang diterima oleh panca indera.
b. Aspek afektif
Melibatkan emosi atau perasaan terhadap suatu stimulus dan memberi makna
terhadap stimulus sehingga menjadi memiliki arti bagi dirinya.
c.Aspek konatif
Melibatkan perhatian dan kesadaran individu untuk memfokuskan seluruh
aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek atau
stimulus.
4. Jenis kompensasi
Simamora (2004) memberikan dua jenis utama dalam kompensasi, yaitu:
a. Kompensasi finansial
(1) Kompensasi langsung (direct financial compensation)
Meliputi bayaran yang diperoleh dari seseorang dalam bentuk gaji (salary),
upah (wage), bonus, dan komisi.
(2) Kompensasi tidak langsung (indirect financial compensation)
Disebut juga dengan tunjangan atau program kesejahteraan karyawan yang
meliputi program perlindungan, bayaran di luar jam kerja, dan fasilitas.
b. Kompensasi non finansial
Meliputi tugas-tugas yang menarik, tantangan, tanggung jawab,
pengakuan, dan rasa pencapaian.
(2) Lingkungan kerja
Dalam hal ini meliputi kebijakan yang sehat, supervisi yang kompeten di
bidangnya, kerabat kerja yang menyenangkan, serta lingkungan kerja yang
nyaman.
5. Aspek-aspek dalam persepsi karyawan terhadap kompensasi
Aspek-aspek yang menjadi bagian dalam persepsi terhadap kompensasi, antara
lain :
a. Aspek kognitif
Melibatkan kemampuan untuk memberi keyakinan terhadap suatu stimulus
dengan menggunakan inderanya yaitu melalui proses melihat, meraba, merasa
dan mencium yang dapat terjadi secara terpisah-pisah atau serentak. Otak
akan melakukan persepsi berdasarkan informasi yang diterima oleh panca
indera. Dalam hal ini apa yang diindera karyawan mengenai upah/ gaji,
insentif, tunjangan, fasilitas, serta pekerjan dan lingkungan kerja yang
diberikan perusahaan dalam bentuk kompensasi bagi karyawan.
b. Aspek afektif
Melibatkan emosi atau perasaan terhadap suatu stimulus dan memberi makna
terhadap stimulus sehingga menjadi memiliki arti bagi dirinya. Dalam hal ini
apa yang dirasakan dan dimaknai karyawan mengenai upah/ gaji, insentif,
tunjangan, fasilitas, serta pekerjan dan lingkungan kerja yang diberikan
c. Aspek konatif
Melibatkan perhatian dan kesadaran individu untuk memfokuskan seluruh
aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek atau
stimulus, yakni mengenai upah/ gaji, insentif, tunjangan, fasilitas, serta
pekerjan dan lingkungan kerja yang diberikan perusahaan dalam bentuk
kompensasi bagi karyawan.
6. Bentuk Kompensasi di PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Area Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta
Berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor SDM&SEKMUM,
beberapa bentuk kompensasi yang diberikan perusahaan untuk karyawan tetap
lebih kepada kompensasi finansial, yaitu :
a. Gaji Pokok
Gaji diberikan kepada setiap karyawan yang dibayarkan setiap bulannya
berdasarkan golongan (grade).
b. Tunjangan Jabatan
Tunjangan jabatan dibayarkan kepada karyawan berdasarkan kedudukan
jabatan masing-masing (baik jabatan struktural, maupun fungsional).
c. Bonus
Bonus diberikan kepada karyawan bila dalam satu masa tertentu karyawan
dapat berprestasi.
d. THR (Tunjangan Hari Raya)
Tunjangan Hari Raya diberikan kepada karyawan setiap tahun sebagai balas
e. Pay for Performance(Tunjangan Kompensasi Kerja)
Diberikan kepada setiap karyawan. Pemberian kompensasi ini dilihat
berdasarkan jam masuk kerja. Selain itu, tarif yang berlaku disesuaikan
dengan aturan/ kebijakan dari PT PLN (Persero) yang berpusat di Semarang.
f. Emulemen
Biaya kesehatan yang ditanggung perusahaan untuk karyawan, istri, dan
anak di bawah usia 25 tahun. Selain itu, pensiunan karyawan pun tetap
mendapatkan biaya kesehatan tersebut.
7. Efek persepsi terhadap kompensasi
Kompensasi sebagai balas jasa perusahaan memiliki suatu dampak bagi
karyawan. Dampak tersebut dapat berupa positif maupun negatif tergantung
pada kebijakan pemberian kompensasi itu sendiri (Hasibuan, 1995). Karyawan
sebagai objek yang dikenai kompensasi dapat memiliki persepsi yang berbeda
satu dengan yang lain. Pemberian kompensasi yang baik berdasarkan persepsi
karyawan tentunya dapat memberikan efek positif maupun negatif terhadap
kinerja karyawan. Selanjutnya, adanya persepsi karyawan terhadap kompensasi
yang diberikan perusahaan memiliki beberapa pengaruh terhadap kelangsungan
hidup bekerja bagi karyawan, antara lain :
a. Memantapkan ikatan kerja sama
Dengan pemberian kompensasi, maka terjalinlah ikatan kerja sama formal
antara atasan dengan karyawan, dimana karyawan harus mengerjakan
tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan atasan wajib membayar kompensasi itu
b. Memberikan kepuasan kerja
Karyawan yang memperoleh balas jasa akan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan fisik, sosial, rohani, serta egoisitiknya,
sehingga ia memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya itu.
c. Memotivasi karyawan
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar atau dapat memenuhi hak serta
harapan karyawan secara wajar, maka akan lebih mudah untuk dapat
memotivasi kerja karyawan sehingga karyawan dapat juga mencapai tujuan
organisasi.
d. Memberikan kestabilitasan kerja
Program kompensasi yang layak dan adil dapat memberikan suatu
kestabilitasan bagi karyawan itu sendiri karena terjaminnya kompensasi.
Turnoverkaryawan pun menjadi relatif kecil. e. Meningkatkan disiplin kerja
Karyawan yang merasa bahwa kompensasi yang diterimanya sudah sesuai
dengan harapannya, akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang
berlaku di perusahaan sebagai balas jasa karyawan terhadap perusahaan.
C. Dinamika hubungan antara persepsi karyawan terhadap kompensasi dengan motivasi kerja di PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Area Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta
Persepsi karyawan terhadap kompensasi dapat berbeda-beda antara
karyawan yang satu dengan yang lain. Perbedaan persepsi tersebut dipengaruhi oleh
seperti minat, tujuan, serta kebutuhan-kebutuhan pribadi. Pengaruh kelompok pun
dapat menyebabkan perubahan persepsi pada anggota kelompok. Maksudnya, bila
terjadi konformitas yang kuat, maka karyawan dapat mempersepsikan secara sama
terhadap kompensasi yang diterimanya. Tidak dapat dipungkiri pula hal-hal yang
melatarbelakangi diri karyawan itu sendiri juga membuat karyawan memiliki
perbedaan persepsi.
Persepsi karyawan memiliki aspek kognitif yang memberikan keyakinan
pada karyawan tersebut mengenai kompensasi yang diterimanya. Selain itu, aspek
afektif yang melibatkan emosi atau perasaan untuk memaknai kompensasi itu
sendiri. Aspek konatif juga menjadi salah satu bagian dari persepsi itu sendiri yang
melibatkan perhatian dan kesadaran karyawan untuk memfokuskan segala aktivitas
kepada stimulus, yakni kompensasi, baik kompensasi finansial maupun kompensasi
non finansial.
Persepsi karyawan terhadap kompensasi yang merupakan kebijakan dari
perusahaan dapat memacu atau justru menurunkan motivasi karyawan dalam
bekerja. Bila karyawan memiliki keyakinan yang baik, emosi, serta pengarahan
segala aktivitas kepada kompensasi, maka karyawan akan lebih termotivasi dalam
bekerja. Dengan adanya penilaian seperti itu, karyawan akan semakin termotivasi
untuk dapat semakin memenuhi harapannya. Jika seseorang menginginkan sesuatu
dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, maka yang bersangkutan
akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu (“Motivasi
kerja,” 2009). Begitupun sebaliknya, bila karyawan tidak memiliki keyakinan yang
baik, emosi negatif, serta tidak mengarahkan (memfokuskan) segala aktivitas
tersebut ditandai dengan adanya penurunan pada durasi kegiatan dan frekuensi
kegiatan, persistensi pada kegiatan, pengorbanan untuk mencapai tujuan, aspirasi
yang hendak dicapai, serta kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai
dari kegiatan yang dilakukan yang merupakan indikasi dari turunnya motivasi kerja
karyawan (Sudrajad, 2008). Jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu
tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah (“Motivasi kerja,” 2009).
Motivasi kerja menjadi hal yang sangat penting kaitannya dalam kehidupan
bekerja seseorang. Hal tersebut penting karena motivasi merupakan sesuatu yang
menimbulkan semangat atau dorongan untuk bekerja. Motivasi kerja dilihat sebagai
daya kekuatan yang diarahkan pada tingkah laku yang melibatkan diri dengan
pekerjaan. Tingkah laku ini di tujukan untuk meraih harapan yang diinginkan serta
memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang ingin dicapai.
Berdasarkan teori yang ada, motivasi kerja dapat dilihat sebagai bagian yang
fundamental dari kegiatan manajemen, sehingga sesuatunya dapat ditujukan kepada
pengarahan, potensi, dan daya manusia dengan jalan menimbulkan, menghidupkan,
dan menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi dalam menjalankan tugas
perorangan maupun kelompok dalam organisasi. Hal ini pun dapat membantu
seseorang untuk terus dapat menekuni pekerjaannya dan bahkan
mengembangakannya. Orang tidak hanya berbeda dalam kemampuan melakukan
sesuatu tetapi juga dalam motivasi mereka melakukan hal itu.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Misalnya
saja, faktor internal, antara lain kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals),
kemampuan-kemampuan (abilities), serta harapan-harapan pribadi. Sedangkan,
karyawan (employee’s welfare), sesama pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pengakuan (recognition), dan pekerjaan itu sendiri (job itself).
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Kim (2006)
menjelaskan bahwa prioritas motivasional karyawan dapat berubah setiap waktu.
Namun, tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan
adalah upah yang baik, apresiasi yang memuaskan dari perusahaan, serta adanya
keamanan dalam pekerjaan dan promosi atau pengembangan karir dalam
perusahaan. Ketiga faktor tersebut termasuk dalam faktor eksternal yang
mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Selanjutnya, penelitian dari
Houran&Kefgen (2008) juga menemukan bahwa uang menjadi motivator yang
efektif bagi karyawan daripada dengan menggunakan reinforcement non-finansial.
Oleh karena itu, diantara banyak faktor yang dapat berpengaruh dalam motivasi
kerja karyawan, kompensasi sebagai balas jasa dari perusahaan dapat menjadi salah
satu faktor yang dapat memberi dampak pada tingkat motivasi kerja karyawan. Hal
tersebut penting karena masalah uang dan kesejahteraan karyawan merupakan
masalah yang sensitif di dalam lingkungan kerja (“Perhatikan kesejahteraan,” 2007).
Gambar 1 mengenai hubungan antara persepsi karyawan terhadap
kompensasi dengan motivasi kerja di PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan
Gambar 1
Model hubungan antara persepsi karyawan terhadap kompensasi dengan motivasi kerja
Kebijakan Perusahaan
Kompensasi
Upah dan gaji Insentif Tunjangan Fasilitas
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa antara
persepsi terhadap kompensasi yang diberikan kepada karyawan memiliki kaitan
yang erat dengan motivasi kerja karyawan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
diajukan hipotesis ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi
dengan motivasi kerja pada karyawan di PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional. Disebut penelitian
korelasional karena dalam penelitian ini dibahas hubungan variabel yang satu
dengan variabel yang lain, yaitu untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara
persepsi karyawan terhadap kompensasi dengan motivasi kerja. Peneliti ingin
melihat kebenaran dari kesimpulan logika tersebut. Hal tersebut berdasar pada
tujuan penelitian korelasional, yaitu untuk menentukan hubungan antara variabel
atau menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi yang direfleksikan
dalam koefisien korelasi. Koefisien korelasi ini akan menerangkan sejauh mana
variabel tersebut berkorelasi. Sedangkan dalam pengujian hipotesis, koefisien akan
menunjukan tingkat signifikan teruji tidaknya hipotesis (Suryabrata, 1997).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel bebas : persepsi karyawan terhadap kompensasi
Variabel tergantung : motivasi kerja
Variabel kontrol : masa kerja
C. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian 1. Motivasi kerja
Motivasi kerja merupakan suatu upaya untuk mengusahakan seseorang
melaksanakannya dalam usaha untuk memenuhi harapan yang ada serta dapat
mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan cara menimbulkan,
menghidupkan, dan menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, dalam
menjalankan tugas perorangan maupun kelompok dalam organisasi.
Motivasi kerja pada karyawan memiliki aspek :
a. Memiliki durasi dan frekuensi kegiatan
b. Persistensi pada kegiatan
c. Pengorbanan untuk mencapai tujuan
d. Memiliki aspirasi/ harapan
e. Memiliki kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari
kegiatan yang dilakukan.
Tinggi rendahnya motivasi kerja karyawan diperoleh dari pilihan jawaban
subyek terhadap skala motivasi kerja. Nilai skor yang tinggi menunjukkan
adanya motivasi kerja yang tinggi. Sedangkan, nilai skor yang rendah
menunjukkan adanya motivasi kerja yang rendah. Skor total yang tinggi akan
menunjukkan tingginya motivasi kerja subjek. Sebaliknya, skor total yang
rendah akan menunjukkan rendahnya motivasi kerja subjek.
2. Persepsi karyawan terhadap kompensasi
Persepsi terhadap kompensasi adalah penafsiran atas pengalaman atau
informasi mengenai kompensasi atau balas jasa dari perusahaan kepada
karyawan yang diperoleh dari lingkungan dan diserap oleh indera dengan proses
seleksi dan organisasi atau berasal dari ingatan (memory) mengenai kompensasi
Persepsi terhadap pelaksanaan program kesejahteraan karyawan
memiliki beberapa aspek :
a. Aspek kognitif terhadap upah/ gaji, insentif, tunjangan, fasilitas, serta
pekerjaan dan lingkungan kerja yang diberikan perusahaan dalam bentuk
kompensasi bagi karyawan.
b. Aspek afektif terhadap upah/ gaji, insentif, tunjangan, fasilitas, serta
pekerjaan dan lingkungan kerja yang diberikan perusahaan dalam bentuk
kompensasi bagi karyawan.
c. Aspek konatif terhadap upah/ gaji, insentif, tunjangan, fasilitas, serta
pekerjaan dan lingkungan kerja yang diberikan perusahaan dalam bentuk
kompensasi bagi karyawan.
Nilai skor yang tinggi menunjukkan adanya persepsi yang positif.
Sedangkan, nilai skor yang rendah menunjukkan adanya persepsi yang negatif.
Skor total yang tinggi akan menunjukkan persepsi yang positif terhadap
kompensasi. Sebaliknya, skor total yang rendah akan menunjukkan persepsi
yang negatif terhadap kompensasi.
3. Masa Kerja
Masa bekerja seseorang memberikan suatu pengalaman kerja bagi
karyawan. Masa bekerja yang lama dapat membuat karyawan menjadi jenuh dan
mengalami kebosanan dalam bekerja. Sedangkan masa kerja yang baru akan
membuat karyawan lebih giat dalam bekerja karena adanya harapan-harapan
mengenai pengalaman-pengalaman baru yang akan dihadapinya. Menurut Sagir
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Oleh
karena itu, agar masa kerja subyek tidak mengganggu hasil penelitian, maka
peru dilakukan kontrol
D. Subjek penelitian
1. Deskripsi subjek penelitian
Menurut Azwar (1999) populasi adalah sekelompok subjek yang hendak
dikenai generalisasi hasil penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah
karyawan tetap PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta
Area Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta dengan kriteria sebagai berikut :
a. Karyawan PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Area Pelayanan Dan Jaringan Yogyakarta
Peneliti memilih karyawan tetap yang bekerja di perusahaan tersebut. Hal ini
dikarenakan perusahaan tidak menjamin adanya kompensasi untuk karyawan
outsourcing. Karyawan outsourcing bukan menjadi tanggung jawab perusahaan, melainkan tanggung jawab pihak ketiga atau perusahaan
penyedia karyawanoutsourcing.
b. Lama / masa bekerja
Peneliti memilih karyawan yang telah bekerja selama lebih dari atau sama
dengan dua tahun masa bekerja. Pertimbangan ini dilakukan karena
kebijakan perusahaan dalam memberikan kompensasi, yakni secara
bertahap; setelah karyawan selesai dalam masa pelatihan. Selain itu, peneliti
tersebut sudah dapat merasakan dan memberikan penilaian terhadap
kompensasi yang pernah diterimanya dari perusahaan.
Subjek dalam penelitian ini sebanyak 60 orang karyawan tetap, di setiap
bagian atau divisi di perusahaan tersebut.
2. Identifikasi pemilihan individu untuk menjadi subjek penelitian
Individu dipilih berdasarkan organisasi atau perusahaan yang ditentukan
oleh peneliti. Peneliti menentukan pemilihan organisasi atau perusahaan tersebut
berdasarkan artikel yang peneliti baca mengenai kesejahteraan karyawan di PT
PLN (Persero). Karyawan tetap yang ada di setiap bagian di PT PLN (Persero)
Distribusi Jawa Tengah Dan D.I Yogyakarta Area Pelayanan Dan Jaringan
Yogyakarta akan dijadikan sampel penelitian.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Instrumen atau alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan skala. Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala
Likert. Motivasi kerja karyawan akan diukur dengan skala M-K. Item-item dalam
skala tersebut berisi pernyataan yang berisi pernyataan favorable dan unfavorable.
Sedangkan persepsi karyawan terhadap kompensasi diukur dengan skala P-K.
Item-item dalam skala tersebut juga berisi pernyataan yang berisi pernyataan favorable
dan unfavorable. Dengan demikian, ada dua skala dalam penelitian ini yaitu Skala motivasi kerja dan Skala persepsi terhadap kompensasi.
Skala Likert yang digunakan terdiri dari 4 kategori jawaban, yaitu “Sangat
menggunakan kategori jawabn “Netral/Ragu-ragu”. Hal ini dikarenakan adanya dua
alasan, yaitu : pertama, kategori N (netral) atau R (ragu-ragu) dapat mempunyai arti
ganda sehingga dapat diartikan belum dapat memutuskan atau memberikan jawaban
atau diartikan sebagai pilihan netral atau tidak dapat menentukan pilihannya. Kedua,
akan menimbulkan kecenderungan untuk menentukan pilihan di tengah (central
tendency effect), terutama bagi respon ragu-ragu atau bingung untuk menentukan jawabannya (Hadi, 1991). Selain itu, maksud dari kategori jawaban “Sangat Tidak
Sesuai”, “Tidak Sesuai”, “Sesuai”, dan “Sangat Sesuai” adalah untuk melihat
kecenderungan pendapat subjek kearah setuju atau tidak setuju.
Kedua skala tersebut akan dibagikan kepada subjek penelitian dalam 1
eksemplar, masing-masing terdiri dari Skala Persepsi Karyawan Terhadap
Kompensasi dan Skala Motivasi Kerja. Skala Motivasi Kerja selanjutnya disebut
Bagian 1 dan Skala Persepsi Karyawan Terhadap Kompensasi selanjutnya disebut
a. Skala persepsi karyawan terhadap kompensasi Tabel 1
Blue PrintSkala Persepsi Karyawan Terhadap Kompensasi
No. Aspek Jenis
pernyataan
Nomor item Total Bobot
Tabel 2
Distribusi item-item pada Skala Persepsi Karyawan Terhadap Kompensasi Jenis pernyataan
No. Aspek dan indikator
Favorable Unfavorable Total Bobot
Aspek kognitif terhadap:
a. Upah/ gaji 1,24 22,51,59
b. Insentif, 31,33 14,19
c. Tunjangan, 3, 4,28 26
d. Fasilitas yang
a. Upah/ gaji 38,54 42
b. Insentif 7,37,44 58
c. Tunjangan 18,46 8, 2,23
d. Fasilitas yang
a. Upah/ gaji 13,55 6,43
b. Insentif 48 11, 25,60
c. Tunjangan 35 17,39,57
d. Fasilitas yang
Pemberian skor pada alat ukur di atas adalah sebagai berikut :
Untuk itemfavorable
Nilai 4 : Untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), artinya pernyataan yang tersedia
dirasa sangat sesuai dengan diri subyek.
Nilai 3 : Untuk jabawan Sesuai (S), artinya artinya pernyataan yang tersedia
dirasa sesuai dengan diri subyek.
Nilai 2 : Untuk jabawan Tidak Sesuai (TS), artinya artinya pernyataan yang
tersedia dirasa tidak sesuai dengan diri subyek.
Nilai 1 : Untuk jabawan Sangat Tidak Sesuai (STS), artinya artinya pernyataan
yang tersedia dirasa sangat tidak sesuai dengan diri subyek.
Untuk itemunfavorable
Nilai 1 : Untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), artinya pernyataan yang tersedia
dirasa sangat sesuai dengan diri subyek.
Nilai 2 : Untuk jabawan Sesuai (S), artinya artinya pernyataan yang tersedia
dirasa sesuai dengan diri subyek.
Nilai 3 : Untuk jabawan Tidak Sesuai (TS), artinya artinya pernyataan yang
tersedia dirasa tidak sesuai dengan diri subyek.
Nilai 4 : Untuk jabawan Sangat Tidak Sesuai (STS), artinya artinya pernyataan
b. Skala motivasi kerja
Tabel 3
Blue PrintSkala Motivasi Kerja
No. Aspek Jenis
pernyataan
Nomor item Total Bobot
Tabel 4
Distribusi item-item pada Skala Motivasi Kerja Jenis pernyataan
No. Aspek
Favorable Unfavorable Total Bobot
Durasi dan frekuensi kegiatan a. Meluangkan banyak waktu
dan memanfaatkannya untuk
b. Secara kontinyu mengerjakan suatu pekerjaan.
20,40,60 2,30,38,54,62
16 item 20%
Persistensi pada kegiatan a. Memandang kegagalan atau
kesulitan yang dihadapi sebagai suatu tantangan.
1,8,53, 65,79 33,59,69,70
2.
b. Memiliki keinginan untuk terus bekerja, berusaha dan berhasil.
15,28,49 21,37,41,55
16 item 20%
Pengorbanan untuk mencapai tujuan
a. Bersedia meluangkan tenaga dan pikiran dalam bekerja.
7, 24 47,63
3,42 45,56 3.
b. Bekerja ikhlas dalam bekerja. 13,18,52,66 26,29,72,75
16 item 20%
Memiliki aspirasi/ harapan a. Memiliki ide atau gagasan
yang baik.
10, 22 34,43,58
50,74,77,80 4.
b. Dapat berpikir kreatif dalam menyelesaikan tugas
pekerjaannya.
4,16,36 12,25,31,67 16 item 20%
Memiliki kualifikasi prestasi atau
produk(out put)yang dicapai
dari kegiatan yang dilakukan.
a. Dapat mensinkronisasikan
antara cita-cita diri dan
organisasi.
dan potensi optimal untuk
mencapai prestasi kerja.
5,11,46,51,68 6,19,23,35,61, 64
16 item 20%