i
STUDI DESKRIPTIF : TINGKAT STRES PADA SISWA
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh : Agung Sudarmanto
NIM : 059114107
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah
dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan
bukan untuk manusia, lakukanlah semuanya itu
dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur
oleh Dia kepada Allah, Bapa kita”.
†
Kolose 3:23;17b
†
“Menunjukkan kepedulian tanpa membaginya merupakan
sebuah kesia-siaan, namun memberi dan saling berbagi
kepedulian merupakan kebahagiaan”.
-
Adelfontes
-“We Care, We Share!”
-Adelfontes-v
vii
STUDI DESKRIPTIF : TINGKAT STRES PADA SISWA
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
Agung Sudarmanto
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan sebuah studi deskriptif mengenasi tingkat stres pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan Kanisius 1 Pakem. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat stres yang dialami oleh siswa Sekolah Menengah Kejuruan Kanisius 1 Pakem. Subyek pada penelitian 53 siswa Sekolah Menengah Kejuruan Kanisius 1 Pakem dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif dengan menggunakan skala tingkat stres. Uji validitas menggunakan validitas isi. Data dari hasil uji coba diperoleh reliabilitas sebesar 0,904. Hasil analisis menunjukan bahwa sebaran data normal. Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa Sekolah Menengah Kejuruan Kanisius 1 Pakem memiliki tingkat stres yang rendah yang ditunjukkan oleh mean empiris dengan nilai 62,30 yang lebih rendah dibandingkan dengan mean teoritis dengan nilai 75.
viii
DESCRIPTIVE STUDY : STRESS LEVEL ON STUDENTS OF
VOCATIONAL HIGH SCHOOL
Agung Sudarmanto
ABSTRACT
This study was descriptive study of stress level on students of Kanisius 1 Pakem vocational high school. The goal to find out stress level of students. The subject of this research are 53 students of Kanisius 1 Pakem vocational high school, that acquired by purposive sampling technique. Researcher was using quantitative descriptive method, with stress level scale as data collection techniques. The reliability coeficient for stres levelis 0,904. The result of data analysis show that the normal data spread. The result of this research have empirical maen value 62,30 less then theoretical mean value 75, it showed that students of vocational high school Kanisius 1 Pakem have low stress level.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat yang diberikan Tuhan Yesus Kristus kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Halangan, rintangan dan
gangguan terkadang menghampiri, namun dengan adanya dukungan dari
orang-orang yang selalu memperhatikan dan menyayangi saya membuat saya bertahan
dan dapat menyelesaikan segala halangan yang ada. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu hadir dan membimbing setiap langkah saya
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Anugerah, berkat dan penyertaanNya
senantiasa selalu memberikan kekuatan. Terimakasih atas kekuatan dan
penyertaan tangannya yang tidak terlihat namun nyata.
2. Papa dan Mama tercinta, yang telah senantiasa memberikan semangat dan
mendoakan anak-anaknya setiap waktu. Terimakasih sudah memberikan
seluruh daya upaya dalam hidup untuk membuatku menjadi seperti sekarang.
3. Kakakku terkasih, yang selalu memberikan dukungan perhatian dan semangat
untuk segera menyelesaikan tugas akhir kuliah.
4. Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M.si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu, kesempatan, saran, dan kesabaran dalam membimbing
skripsi selama hampir 3 tahun. Terima kasih juga untuk setiap sharing selalu
xi
5. Ibu M.L. Anantasari, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan sapaan, kepedulian dan kelembutan yang diberikan selama
menempuh perkuliahan.
6. Ibu A. Tanti Arini, M.Si selaku dosen pembimbing akademik di akhir masa
kuliah yang telah selalu setia menanyakan perkembangan tugas akhir ini.
7. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah mengajar saya selama menempuh
bangku perkuliahan. Yang juga selalu memberikan pendidikan dan bekal
mengenai kehidupan yang nyata.
8. Seluruh Staf Psikologi : Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas Doni, Mas
Muji yang telah memberikan pelayanan serta kemudahan selama saya
menempuh bangku kuliah. Terima kasih telah mengajarkan sebuah pelayanan
yang tulus.
9. Eyang Putri (alm) dan Eyang Kakung (alm) Suhiyatno, tanpa dukungan
kalian mungkin saya tidak bisa seperti sekarang.
10. Tante Rubi dan Om Lulu beserta keluarga yang telah memberikan nasehat
dan semangat serta menjadi keluargaku di Yogyakarta.
11. Kepala SMK Kanisius 1 Pakem, yang telah memberikan dan membantu saya
dalam melakukan penelitian di sekolahnya.
12. Teman-teman di Fakultas Psikologi, mari berjuang manfaatkan waktu.
13. Teman-teman “Last Standing 2005” Ferra, silvi, Via, Sherli, Tristan,
Anggoro, Puput, Heni, Mbak Jes, Hanes terima kasih untuk setiap semangat,
xii
14. Ferra Setyoningtyas, S.Psi terima kasih sudah mau jadi mentor yang sabar,
mau memberi masukan dan berkenan membuatku untuk selalu merevisi hasil
tulisanku yang sederhana ini.
15. Teman-teman di Wit Gedhang Jogja, Experiencial Learning Facilitator
Bandung, Lembah Bendo Jogja, Nuri Adventuria Jogja yang telah
memberikan kesempatan untuk belajar dan mengolah setiap pengalaman
dalam bidang outbound.
16. Saudara-saudaraku di “ADELFONTES” Denny, Jabat, Malion, Adna, terima
kasih semangat dan dukungannya, terima kasih sudah terus menggaungkan
dan mempraktekan motto kita “WE CARE, WE SHARE!”.
17. Mbak Eta, Bu Tri, Bu Yemima, terima kasih memberikan kesempatan untuk
belajar dan mengaplikasikan ilmu kuliahku di BOSA dan Asrama UKDW.
18. Om, Tante, Pakdhe, Budhe, sepupuku dan keluarga besarku atas dukungan
dan perhatiannya.
19. Rekan-rekan di RESCUE 920, SATKOM 920 “TURGO ASRI”, PMI KOTA
Yogyakarta, DAMKAR SLEMAN, kita adalah tim PUBLIC EMERGENCY
YOGYAKARTAyang solid!
20. Keluarga PPKM Universitas Sanata Dharma, untuk Rm. In, Rm. Kun, Mbak
Tata, Bu Dewi, Pak Budi, Pak Prast, Pak Mardi, Pak Minto, Bu Agnes, Pak
Eko, Agnes Lita, Simbah, Tere, David, Naning, Hari, juga teman-teman
xiii
21. Teman-teman Padepokan Cemberut, Bobi, Vidi, Yesi, Bayu, Agung, Bowo,
Yosi, Frater Vincent, Supran, Partiman, Mando, Alex, Niko, Fajar, Yudak
Jek, Sigit, Bob, Noel, Elfan terima kasih atas kesediaannya berbagi.
22. Teman-teman di ALUMNI SHARING COMMUNITY dan BPK PENABUR,
Tante Lily, Ko Ferri, Jeffrey, Draco, dan setiap anggotanya, terima kasih atas
kepedulian dan perjuangan pada almamater kita.
23. Teman-teman Gerakan Kemanusiaan Indonesia, Pdt. Ivan, Pdt. Yusak,
Teteruga, Sara Tenu, Mas Dar, terima kasih sudah sering mengingatkan
tentang tugas akhir yang mulia ini.
24. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi yang
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO ...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACK ... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ...ix
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI...xiv
DAFTAR TABEL ...xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I : PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...6
C. Tujuan Penelitian...7
D. Manfaat Penelitian...7
1. Manfaat Teoritis...7
xv
BAB II : LANDASAN TEORI ...9
A. Remaja ...9
1. Pengetian Remaja...9
2. Tugas Perkembangan Remaja...11
B. Sekolah Menengah Kejuruan...13
C. Stres...15
1. Pengertian Stres ...15
2. Sumber Stres ...17
3. Gejala Stres ...20
4. Dampak Stres ...26
D. Stres Pada Remaja...28
E. Pertanyaan Penelitian...32
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ...33
A. Jenis Penelitian...33
B. Variabel Penelitian...33
C. Definisi Operasional Variabel...33
D. Subyek Penelitian...34
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data...36
F. Pertanggungjawaban Mutu ...38
1. Pengujian Validitas ...38
2. Analisis Aitem ...38
xvi
G. Tehnik Analisis Data...40
1. Uji Normalitas...40
2. Pembahasan Pertanyaan Penelitian...40
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...41
A. Pelaksanaan Penelitian...41
1. Perijinan Penelitian ...41
2. Pelaksanaan Penelitian...41
B. Deskripsi Subyek...42
C. Hasil Analisis Data...43
D. Deskripsi Data Penelitian ...43
E. Kategorisasi ...45
F. Analisis Tambahan ...46
G. Pembahasan...47
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN...50
A. Kesimpulan...50
B. Saran ...51
1. Peneliti Lain ...51
2. Lembaga Pendidikan dan Pendamping Siswa ...51
3. Siswa ...51
DAFTARA PUSTAKA ...52
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 BlueprintSkala Tingkat Stres ...36
Tabel 3.2 Skor Pernyataan Skala Tingkat Stres ...37
Tabel 3.3 Aitem Gugur Pada Skala Tingkat Stres...39
Tabel 3.4 Tabel Spesifikasi Aitem Skala Tingkat Stres Setelah tryout...39
Tabel 4.1 Data Demografis Subyek ...42
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas...43
Tabel 4.3 Data Teoritis dan Empiris ...44
Tabel 4.4 Kategorisasi...45
Tabel 4.5 Deskripsi Tambahan Analisis Varian Satu Jalur...46
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A : Subyek Penelitian...55
LAMPIRAN B : Skala Awal ...58
LAMPIRAN C : Skala Penelitian...64
LAMPIRAN D : Tabulasi Data ...69
LAMPIRAN E : Uji Validitas Dan Reliabilitas...74
LAMPIRAN F : Uji Normalitas ...84
LAMPIRAN G : Uji T ...85
LAMPIRAN H : Analisis Varian Satu Jalur...88
LAMPIRAN I : Analisis Multiple Comparisons ...89
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan
pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah
Menengah Pertama atau bentuk sekolah formal lain yang sederajat. Dalam
kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan di Sekolah Menengah
Kejuruan, siswa tidak hanya mempelajari pelajaran-pelajaran formal
namun siswa dalam Sekolah Menengah Kejuruan mempelajari
bidan-bidang kejuruan.
Dewasa ini, banyak orang tua yang mengarahkan anak-anaknya
untuk memilih Sekolah Menengah Kejuruan untuk melanjutkan
pendidikannya setelah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama. Orang tua yang mengarahkan anak-anaknya untuk memiliki
Sekolah Menengah Kejuruan menganggap bahwa bersekolah di Sekolah
Menengah Kejuruan memiliki lebih banyak keuntungan, karena disediakan
berbagai pilihan keterampilan khusus bagi siswanya. Sekolah Menengah
Kejuruan tidak hanya memberikan pembelajaran di dalam kelas yang
berupa ulasan-ulasan teori saja, tetapi sekolah Menengah Kejuruan
memberikan pengalaman secara langsung untuk mempraktekan ilmu-ilmu
memberikan pengalaman kepada siswanya untuk terjun langsung ke
lapangan pekerjaan melalui program kerjasama dengan mitra bisnis atau
industri yang telah bekerja sama dengan sekolah. Tujuan Sekolah
Menengah Kejuruan dalam keputusan menteri Lulusan Sekolah Menengah
Kejuruan adalah menyiapkan lulusannya untuk memasuki lapangan kerja
dan mengembangkan sikap professional.
Siswa Sekolah Menengah Kejuruan berkisar pada usia 15-19
tahun, dimana masa remaja berkisar dari 12-21 tahun (Monks, dkk, 2002).
Menurut G. Stanley Hall (Santrock, 2003) masa remaja merupakan sebuah
periode pertumbuhan dan perkembangan individu yang penuh dengan
pergolakan yang penuh dengan konflik, atau yang dikenal dengan istilah
storm and stress period. Masa remaja dikenal juga dengan suatu periode
peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkambangan
berikutnya, yaitu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 1990).
Masa remaja ditandai dengan perkembangan individu, baik fisik,
psikologis, dan sosial. Perkembangan secara fisik ditandai dengan makin
matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksi. Secara sosial
perkembangan ini ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan
dengan orang tuanya, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal
komunitas luar dengan jalan interaksi sosial yang dilakukannya di sekolah,
pergaulan dengan teman sebaya maupun masyarakat luas. Pada masa ini
pula, ketertarikan terhadap lawan jenis mulai muncul dan berkembang.
misalnya berpacaran di antara mereka. Berpacaran dapat dikatakan sebagai
sebuah upaya untuk mencari seorang teman dekat dan di dalamnya
terdapat hubungan komunikasi yang lebih intens kepada pasangan,
membangun kedekatan emosi, dan proses pendewasaan kepribadian.
Kemudian berpacaran biasanya dimulai dengan membuat janji dan
komitmen tertentu dan bila di antara remaja ada kecocokan.
Menurut Hurlock (1990) ada beberapa perubahan yang terjadi pada
masa remaja. Pertama adalah meningginya emosi yang intensitasnya
bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
Kedua adalah perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh
kelompok sosial atau masyarakat. Ketiga timbulnya masalah baru akibat
dari perubahan pada tubuh, minat dan peran. Masalah tersebut tampak
lebih banyak dan sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi
sebelumnya. Keempat berubahnya nilai-nilai akibat dari perubahan minat
dan pola perilaku. Kelima sikap remaja yang ambivalen terhadap setiap
perubahan.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Anna Freud (Gunarsa, 1984)
yang memandang perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja
lebih cenderung dalam hal motivasi seksual, organisasi ego, hubungan
dengan orang tua, orang lain dan cita-cita yang dikejarnya. Perubahan –
perubahan yang terjadi pada masa peralihan tersebut tidaklah mudah untuk
dijalani oleh remaja. Banyak sekali hal yang harus dihadapi remaja selama
cemas, takut dan munculnya berbagai masalah. Masalah yang terjadi pada
masa peralihan tersebut kadangkala diekspresikan melalui perilaku yang
negatif, seperti bullying, penggencetan junior, tawuran, merokok, minum
minuman keras, mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
Remaja yang mengenyam pendidikan di jenjang Sekolah
Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan akan menghabiskan
waktu kurang lebih sebanyak 7 jam dalam sehari di sekolah. Dalam waktu
yang cukup panjang tersebut remaja akan mendapatkan banyak hal di
sekolah, baik ilmu dalam pendidikan formal maupun pergaulan. Sehingga
remaja sangat dimungkinkan untuk menerima informasi dan perlakuan
yang kurang baik di dalam lingkungan pendidikannya. Dalam sekolahnya
tidak jarang para siswa mendapatkan banyak tugas dari sekolah, yang
harus diselesaikannya, disamping itu remaja juga dituntut untuk dapat
memenuhi dan menyelesaikan tugas perkembangannya, serta remaja
memiliki rasa dan sedang berupaya untuk dapat diterima oleh teman
sebayanya. Dalam usahanya untuk memenuhi tugas-tugas dari sekolah dan
tugas perkembangannya, serta dapat diterima oleh teman sebayanya, tidak
jarang remaja merasa tertekan dan menjadi stres.
Dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, remaja akan
berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaannya. Dalam usia
remaja, individu juga akan menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah.
Pada saat remaja bersekolah remaja akan semakin banyak menghadapi
usahanya untuk memenuhi tuntutan perkembangannya dan tuntutan tugas
di sekolah.
Sejalan dengan pendapat diatas, Goodyer (Smet, 1994) memiliki
pendapat bahwa remaja sama halnya dengan mereka yang berada pada
masa pertengahan kanak-kanak, dan mereka dihadapkan pada kejadian
atau peristiwa sehari-hari yang menimbulkan stres. Penelitian yang
dilakukan oleh Gusniarti (2002) menunjukkan bahwa remaja memiliki
kecenderungan mengalami stres. Pada dasarnya stres merupakan suatu
respon yang terjadi ketika individu melakukan interaksi dengan sesama
dan lingkungannya. Menurut Sarafino (Smet, 1994) ketika interaksi antara
individu dengan lingkungannya menimbulkan suatu kesenjangan antara
tuntutan dengan keadaan biologis, psikologis dan sosial, maka stres akan
timbul dalam diri individu. Hal tersebut serupa dengan Handoyo (2001),
yang berpendapat bahwa stres terjadi bila dalam interaksi individu dengan
lingkungannya terdapat tuntutan yang lebih besar daripada sumber yang
dimilikinya. Stres dapat pula timbul ketika individu memberikan respon
terhadap peristiwa atau kejadian yang terjadi di lingkungannya yang
dianggap mengganggu atau mengancam dirinya (Santrock, 2003).
Stres yang muncul dalam diri individu tentu saja mengakibatkan
gangguan dan perubahan dalam diri individu. Hal tersebut akan tampak
pada gejala-gejala yang timbul pada aspek fisiologis, emosi, kognisi dan
Dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki tuntutan yang tinggi
untuk menyelesaikan tugas perkembagannya yang juga ditambah dengan
tugas-tugas yang ia terima dari sekolah. Dalam menghadapi
tuntutan-tuntutan yang tinggi tersebut, remaja akan mengalami stres jika ia gagal
atau tidak dapat menyelesaikan tuntutan-tuntutannya. Dimana dalam
merespon stres yang dihadapinya akan memberikan dampak yang akan
dirasakan oleh remaja tersebut, adapun beberapa dampak stres yang
dihadapi remaja salah satunya akan mempengaruhi sisi emosional dari
remaja yang bersangkutan. Remaja menjadi cenderung memiliki mood
yang cepat berubah juga tingkat agresi yang meningkat, sehingga tidak
jarang dalam perjalanannya, remaja ingin meluapkan rasa frustasi yang
dialaminya.
Fenomena-fenomena inilah yang membuat penulis sangat tertarik
untuk melakukan sebuah penelitian tentang tingkat stres di lembaga
pendidikan, khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan KANISIUS 1
Pakem.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat stres
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
mengenai tingkat stres yang dimiliki oleh siswa SMK Kanisius 1 Pakem.
D. Manfaat Penelitian 1) Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
secara umum pada dunia pendidikan tentang tingkat stres di sekolah
khususnya yang terjadi di sekolah menengah atas dan memberikan
sumbangan teoritis pada psikologi perkembangan khususnya
perkembangan remaja, kesehatan mental, dan psikologi pendidikan.
2) Manfaat praktis
Dalam garis besar, penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu
manfaat praktis dan manfaat teoritis.
a). Bagi siswa
Hasil penellitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk
mengetahui tingkat stres yang dialaminya dan dampak yang
diakibatkan, sehingga mereka dapat mengurangi dampak-dampak
b). Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru
memahami tingkat stres pada siswanya sehingga dapat mengurangi
resiko yang ditimbulkan oleh stres dan semakin memperhatikan
siswanya.
c). Bagi orang tua atau pendamping
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu orang tua atau
pendamping memahami tingkat stres yang dialami anaknya sehingga
dapat mengurangi dan semakin memperhatikan putra-putrinya serta
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Masa Remaja dapat dikatakan sebagai masa transisi dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa, setiap individu mulai mengalami
perubahan-perubahan baik secara fisik, kognitif, maupun psikis.
Dalam perubahan-perubahan yang terjadi, remaja akan mengalami
pertumbuhan menuju kematangan. Kematangan yang terjadi pada
remaja tidak hanya kematangan fisik, tetapi juga kematangan sosial
dan psikologisnya.
Seorang remaja sudah tidak dapat dikatakan sebagai anak-anak
lagi, tetapi belum dapat dikatakan sebagai manusia dewasa. Remaja
berada dalam status interim sebagai akibat daripada posisi yang
sebagian diberikan oleh orangtua dan sebagian diperoleh melalui
usaha sendiri yang selanjutnya memberikan prestise tertentu pada
dirinya (Ausubel dalam Monk, dkk, 2002). Remaja memerlukan masa
peralihan tersebut untuk mempelajari dan mempersiapkan diri untuk
memikul tanggung jawab yang akan diembannya pada masa dewasa.
Masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa bukanlah hal
yang mudah untuk dilalui. Pikunas (1976) berpendapat bahwa dalam
sehingga seing juga dikenal sebagai masa penuh konflik, masa penuh
gejolak, masa krisis penyesuaian.
Pikunas (1976) mengatakan bahwa kebutuhan untuk
memperoleh pengalaman-pengalaman baru menjadi suatu dorongan
bagi remaja untuk mengadakan aktivitas-aktivitas dan perbaikan diri.
Pada masa remaja banyak terjadi perubahan baik pada
kebutuhan-kebutuhannya dan perilakunya. Dalam periode ini kebutuhan remaja
mulai menjadi kian kompleks, tidak hanya kebutuhan primer
melainkan adanya kebutuhan untuk bergerak, menyelidiki hal-hal
baru, kebutuhan untuk mendapatkan kasih sayang, rasa aman dan
kemandirian. Pemenuhan kebutuhan pada remaja dalam memenuhi
tugas perkembangannya, remaja masih memerlukan bimbingan dan
bantuan pada keluarga (Hurlock, 1997).
Batasan usia remaja dan masa dewasa semakin lama semakin
kabur, karena kematangan yang dicapai individu sangat beragam,
namun penulis mengambil salah satu pendapat ahli, masa remaja
berkisar antara 12-21 tahun dengan pembagian sebagai berikut
(Monks, dkk, 2002) :
1) 12 tahun – 15 tahun : masa remaja awal
2) 15 tahun – 18 tahun : masa remaja pertengahan
3) 18 tahun – 21 tahun : masa remaja akhir
Erickson (Gunarsa, 1984) mendefinisikan remaja dengan
masa tersebut, yaitu masa terbentuknya suatu perasaan baru mengenai
identitas dirinya yang mencakup cara hidup pribadi yang dialami
sendiri dan sulit dikenali oleh orang lain.
Pada ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait (seperti
psikologi faal), remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan
pada saat alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya
(Sarwono, 1989). Hal tersebut sama dengan pedoman yang digunakan
oleh Hurlock (Gunarsa, 1984) dalam memberi batasan usia pada
remaja yaitu berdasarkan pada tanda-tanda fisik yang menunjukan
kematangan seksual dengan timbulnya gejala-gejala biologis.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa
remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa, masa terjadinya banyak perubahan dan menimbulkan konflik.
Masa peralihan tersebut berlangsung pada usia 12 tahun – 21 tahun.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Dalam masa remaja, setiap individu memiliki tugas
perkembangan yang harus dilalui dan dituntaskan oleh remaja.
Menurut Havighrust (Hurlock, 1997) ada delapan tugas perkembangan
pada masa remaja yang harus dipenuhi agar tidak terjadi hambatan
pada masa dewasa. Delapan tugas perkembangan tersebut adalah :
1) Menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara
efektif.
3) Mencari hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman
sebaya baik teman sejenis maupun dengan lawan jenis.
4) Mempersiapkan karir ekonomi.
5) Diharapkan dapat mencapai perilaku sosial yang bertanggung
jawab.
6) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
7) Mencapai pelayanan sosial bagi pria dan wanita.
8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan
untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi penguasaan
tugas-tugas perkembangan seperti yang dikemukakan Hurlock (1980).
Faktor-faktor yang menghalangi penguasaan tugas-tugas
perkembangan adalah
a) Tingkat perkembangannya yang mundur.
b) Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas
perkembangan atau tidak ada bimbingan untuk dapat
menguasainya.
c) Tidak ada motivasi.
d) Kesehatan yang buruk.
e) Cacat tubuh.
f) Tingkat kesehatan yang rendah.
Disamping ada berbagai faktor-faktor yang menghambat
juga mengutarakan pendapat mengenai faktor-faktor yang membantu
remaja dalam penguasaan tugas perkembangannya, antara lain :
1) Tingkat perkembangan yang normal atau diakselerasikan.
2) Kesempatan-kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas dalam
perkembangan dan bimbingan untuk menguasainya.
3) Motivasi.
4) Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh.
5) Tingkat kecerdasan yang tinggi.
6) Kreativitas.
Dari pemaparan di atas, dapat di simpulkan bahwa tugas-tugas
perkembangan pada masa remaja di antaranya mencapai peran sosial
sebagai pria maupun wanita, agar tercipta suatu hubungan baru yang
lebih matang dalam mencapati perilaku sosial yang bertanggung
jawab untuk mempersiapkan tahap kehidupan selanjutnya.
B. Sekolah Menengah Kejuruan
Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Menengah Atas
merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang bertanggung
jawab untuk menyelenggarakan pendidikan menengah sebagai lanjutan
dari Sekolah Menengah Pertama atau lanjutan dari hasil belajar yang
diakui sama atau sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama. Berbeda
dengan Sekolah Menengah Atas yang merupakan sebuah satuan
kepada sisswanya untuk melanjutkan pendidikan ke pendidikan tinggi,
Sekolah Menengah Kejuruan merupakan sebuah satuan bentuk pendidikan
menengah yang memiliki orientasi untuk memberikan bekal kepada
siswanya untuk dapat memasuki lapangan pekerjaan tingkat menengah dan
melanjutkan kejenjang pendidikan yang sesuai dengan kekhususannya
atau kejururannya..
Dalam keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 0490/U/1992, pasal pertama, menjelaskan bahwa
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan bentuk satuan pendidikan
menengah yang diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan
pendidikan dasar serta mempersiapkan siswa untuk memasuki lapangan
kerja dan mengembangkan sikap profesional.
Pada pasal kedua, menjelaskan mengenai tujuan Sekolah
Menengah Kejuruan, sebagai berikut :
1. mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi dan atau meluaskan pendidikan dasar.
2. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial budaya dan alam sekitar.
3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat mengembangkan diri
sejalan engan perkembangan ilmu pengetahuan dan kesenian.
4. Menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan
Dalam melakukan proses pengajaran dan pendidikan dalam
Sekolah Menengah Kejuruan memiliki sebuah sistem struktur kurikulum,
yaitu : mata pelajaran wajib, mata pelajaran dasar kejuruan, muatan lokal
dan pengembangan diri. Dalam struktur pendidikan yang sudah ada,
Sekolah Menengah Kejuruan membagi satuan mata pelajarannya kedalam
tiga kelompok, yaitu kelompok normatif, kelompok adaptif dan kelompok
produktif. Kelompok normatif memiliki cakupan mata pelajaran
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa INDONESIA,
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Pendidikan Seni dan
Budaya. Kelompok adaptif memiliki cakupan mata pelajaran Bahasa
Inggris, Matematika, Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi,
Kewirausahaan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Kelompok produktif memiliki cakupan sejumlah mata pelajaran yang
dikelompokkan ke dalam Pendidikan Dasar Kompetensi Kejuruan dan
Kompetensi Kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan program
keahlian untuk dapat memenuhi standar kompetensi dalam dunia kerja.
(sudarmiatin, 2009)
C. Stres
1. Pengertian Stres
Stres oleh setiap individu dapat sangat beragam diartikan.
Sebagian mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan, tuntutan atau
atau situasi tertentu. Menurut Budiman (1999), stres adalah tantangan
yang terjadi setiap harinya dengan kadar atau intensitas yang
berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Sedangkan Lazarus
dan Launier (Tanumidjojo, dkk, 2004) mendifinisikan stres sebagai
konsekuensi dari proses penilaian individu, yakni pengukuran apakah
sumber daya yang dimilikinya cukup untuk menghadapi tuntutan dari
lingkungan.
Sarafina (Smet, 1994) mendefinisikan stres sebagai suatu
kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan
lingkungannya yang menimbulkan kesenjangan antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari lingkungan dengan sumber-sumber daya
sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang.
Seseorang cenderung mengalami stres apabila dirinya kurang
mampu mengadaptasi keinginan dengan kenyataan yang ada, baik
kenyataan yang ada dalam dirinya maupun di luar dirinya. Hal
tersebut dapat pula disebabkan oleh ketidaktahuan individu akan
keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam dirinya (Anoraga, 1992).
Stres dapat terjadi bila transaksi antar individu dengan peristiwa,
situasi atau hal tertentu yang dianggap mendatangkan stres dapat
membuat individu tersebut melihat adanya ketidaksepadananan, baik
secara nyata maupun tidak nyata, antara keadaan atau kondisi dengan
sistem sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang ada pada
Menurut Santrock (2003), stres adalah respon individu
terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang
mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk
menanganinya (coping). Pada saat individu menderita stres karena
mengalami situasi dimana individu tersebut berhadapan dengan
tuntutan dari lingkungannya, maka individu cenderung diharuskan
atau terpaksa untuk berubah dalam suatu hal atau cara tertentu untuk
menangani stres yang dideritanya (Darley, dkk 1991)
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
stres adalah suatu respon individu yang merupakan hasil dari interaksi
antara individu dengan individu lain, dengan lingkungan, dengan
kondisi, atau kejadian yang mengancam, menekan, dan mengganggu.
Dalam interaksinya sendiri terjadi kesenjangan antara tuntutan dengan
kemampuan yang dimiliki sehingga menimbulkan perubahan pada
fisiologis, emosi dan kognitif serta pada perilaku yang nampak.
2. Sumber Stres
Sumber stres merupakan peristiwa atau keadaan yang
dipersepsikan sebagai ancaman atau bahaya yang akan menghasilkan
persaaan tegang. Termasuk dalam pendekatan ini adalah tekanan dan
perasaan tegang yang bersumber dari peristiwa-peristiwa besar dalam
hidup seperti bencana alam, kehilangan orang yang dicintai atau
pekerjaan dan keadaan seperti hidup dalam kepadatan atau situasi
Hardjana (1994) mengatakan bahwa sumber stres adalah hal,
kejadian, peristiwa, orang, keadaan dan lingkungan yang dirasa
mengancam atau merugikan. Hal yang dapat menjadi sumber stres
antara lain bencana alam (gunung meletus, angisn ribut, gempa bumi,
tsunami), peristiwa hidup yang berhubungan dengan diri sendiri
(menhadapi ujian, mengerjakan skripsi, mencari kerja, mencari
pasangan hidup, sakit). Selain itu, peristiwa hidup yang berhubungan
dengan orang lain (ditinggal oleh orang yang dikasihi, berselisih
dengan tetangga) dapat pula menjadi sumber stres.
Sarafino (Smet, 1994), mengemukakan beberapa hal yang
dapat menjadi sumber stres pada individu, yaitu :
1) Sumber stres dalam diri individu
Salah satunya adalah menderita sakit. Tingkat stres yang
muncul tergantung pada keadaan sakit dan umur individu. Stres juga
dapat muncul dalam diri individu melalui penilaian dari kekuatan
motivasional yang melawan bila seseorang mengalami konflik.
Konflik dapat dikatakan sebagai sumber stres yang paling utama.
Menurut Kurt Lewin ada tiga jenis konflik, yaitu
a) Konflik pendekatan-pendekatan yaitu situasi ketika individu
berhadapan dengan dua pilihan yang sama-sama diinginkan.
b) Konflik penghindaran-penghindaran yaitu situasi ketika individu
berhadapan dengan dua pilihan yang sama-sama tidak
c) Konflik pendekatan-penghindaran yaitu situasi ketika individu
berhadapan dengan pilihan antara yang diinginkan dengan yang
tidak diinginkan.
2) Sumber stres dalam keluarga
Stres dapat bersumber dari interaksi di antara anggota keluarga
seperti perselisihan masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh,
persaingan saudara kandung atau perbedaan tujuan.
3) Sumber stres dalam lingkungan
Terdapat beberapa sumber stres di dalam lingkungan,
diantaranya stres yang dialami oleh orang tua yang memiliki anak
yang nakal, tuntutan pekerjaan, atau dapat juga stres yang biasa
dialami oleh pelajar karena kompetisi yang kuat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sumber stres atau stressor
pada individu adalah sebagai berikut :
a) Sumber stres dalam diri (intrenal), yaitu keadaan yang dialami oleh
individu tersebut, bisa berupa sakit, rasa ingin melawan dan
menyelesaikan konflik yang terjadi.
b) Sumber stres dari luar diri individu (eksternal), yaitu keadaan atau
konflik yang diakibatkan dari interaksi individu dengan individu
3. Gejala Stres
Setiap stres yang muncul dalam diri individu akan memberikan
dampak pada individu yang bersangkutan. Cox (Handoyo, 2001)
berpendapat bahwa terdapat empat jenis konsekuensi yang dapat
ditimbulkan stres yang tampak dalam gejala-gejala sebagai berikut :
1) Gejala psikologis
Gejala psikologis dapat berupa kegelisahan, agresi,
kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan
kesabaran dan harga diri yang rendah.
2) Gejala perilaku
Gejala perilaku dapat berupa peningkatan konsumsi rokok
dan alkohol, kehilangan nafsu makan atau peningkatan nafsu
makan yang berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, kehilangan
pola hidup sehat (olah raga). Pada saat stres juga dapat
meningkatkan intensitas kecelakaan di jalan raya, rumah, dan
tempat bekerja.
3) Gejala kognitif
Gejala kognitif dapat berupa ketidakmampuan mengambil
keputusan, kurangnya konsentrasi, dan kurang peka terhadap
4) Gejala fisiologis
Gejala fisiologis dapat menyebabkan gangguan kesehatan
fisik yang berupa munculnya kembali penyakit yang sudah diderita
sebelumnya atau bahkan memicu timbulnya penyakit tertentu.
Anogara (1992) berpendapat bahwa stres yang tidak teratasi
dapat menimbulkan gejala badaniah, jiwa dan gejala sosial yang
intensitasnya dapat berbeda pula pada setiap individu.
a) Gejala badan atau fisik : sakit kepala, migrain, maag, mudah
terkejut, berkeringat berlebih, gangguan tidur, letih, lesu, sakit
pada leher, dada terasa panas dan sesak, gangguan psikoseksual,
kehilangan nafsu makan, mual, muntah, gangguan kulit, gangguan
menstruasi, kejang dan pingsan.
b) Gejala emosional dan kognitif : pelupa, sukar mengambil
keputusan, sukar konsentrasi, cemas, was-was, khawatir, mimpi
buruk, mudah marah, mudah jengkel, mudah menangis, berpikiran
untuk bunuh diri, gelisah dan putus asa.
c) Gejala sosial : meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol,
gangguan pola makan, munculnya perilaku compulsive, menarik
Hardjana (1994) memiliki pendapat yang mirip dengan
Anogara mengenai gejala-gejala stres yang dihadapi oleh individu,
yaitu :
1) Gejala fisik, yaitu : sakit kepala, pusing, pening, tidur tidak teratur,
insomnia, sakit punggung terutama di bagian bawah, diare dan
radang usus besar, sulit buang air besar, gatal-gatal pada kulit, urat
tegang terutama pada leher dan bahu, terganggunya pencernaan,
bisulan, tekanan darah tinggi, serangan jantung, keringat berlebih,
selera makan berubah, mudah lelah atau kehilangan energi serta
bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan dan
bekerja dan hidup.
2) Gejala emosional, yaitu : gelisah atau cemas, sedih, depresi, mudah
menangis, mudah berubah suasana hatinya (mood), mudah marah,
gugup, merasa tidak aman serta menurunnya harga diri, terlalu
peka dan mudah tersinggung, mudah menyerang orang dan
bermusuhan, emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental
(burn out)
3) Gejala intelektual, yaitu : sulit berkonsentrasi, sulit membuat
keputusan, mudah lupa, pikirankacau, daya ingat menurun,
melamun secara berlebih, pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja,
kehilangan rasa humor yang sehat, produktivitas atau prestasi kerja
menurun, mutu kerja rendah, meningkatnya jumlah kekeliruan
4) Gejala interpersonal, yaitu : kehilangan kepercayaan kepada orang
lain, mudah menyalahkan orang lain, mudah membatalkan janji
atau tidak menepatinya, suka mencari-cari kesalahan orang lain
atau menyerang orang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu
membentengi dan mempertahankan diri dan mengabaikan orang
lain.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat diambil sebuah
kesimpulan mengenai gejala-gejala stres di atas, yaitu :
a) Psikologis, emosi dan kognisi
kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi,
kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran dan harga diri yang
rendah, pelupa, sukar mengambil keputusan, sukar konsentrasi,
mimpi buruk, mudah marah, mudah jengkel, mudah menangis,
berpikiran untuk bunuh diri, putus asa, sedih, mudah berubah
suasana hatinya (mood), gugup, merasa tidak aman serta
menurunnya harga diri, terlalu peka dan mudah tersinggung,
mudah menyerang orang dan bermusuhan, pikirankacau, daya
ingat menurun, melamun secara berlebih, pikiran dipenuhi oleh
satu pikiran saja, kehilangan rasa humor yang sehat, produktivitas
atau prestasi kerja menurun, mutu kerja rendah, meningkatnya
jumlah kekeliruan yang dibuat dalam pekerjaan, dan kurang peka
terhadap ancaman
kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mudah
menyalahkan orang lain, mudah membatalkan janji atau tidak
menepatinya, menyerang orang dengan kata-kata, mengambil
sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri dan
mengabaikan orang lain., munculnya perilaku compulsive,
menarik diri, mudah bertengkar, dan mudah tersinggung.
c) Fisik, fisiologis
sakit kepala, pusing, tidur tidak teratur, insomnia, sakit
punggung terutama di bagian bawah, urat tegang terutama pada
leher dan bahu, terganggunya pencernaan, tekanan darah tinggi,
serangan jantung, keringat berlebih, mudah lelah atau kehilangan
energi serta bertambah banyak melakukan kekeliruan atau
kesalahan dan bekerja dan hidup, migrain, mudah terkejut,
gangguan tidur, letih, lesu, dada terasa panas dan sesak, gangguan
psikoseksual, mual, muntah, gangguan kulit, gangguan
menstruasi, kejang dan pingsan, peningkatan konsumsi rokok dan
alkohol, kehilangan nafsu makan atau peningkatan nafsu makan
yang berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, kehilangan pola
hidup sehat (olah raga). Pada saat stres juga dapat meningkatkan
Dari pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
stres dapat memunculkan beberapa reaksi, yaitu :
(1) Reaksi Emosional, antara lain meliputi kecemasan dan
mudah khawatir, merasa tegang dan gugup, merasa
ketakutan tanpa ada alasan yang jelas, mudah marah,
tertekan/depresi, merasa sangat sedih dan mudah menangis,
menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berharga dan
pesimis.
(2) Reaksi fisiologis, yaitu detak jantung meningkat, sakit
kepala, sembelit atau sulit buang air besar, pening atau
pusing, mulut terasa kering, rahang mengencang atau
tegang, nyeri otot, gemetar, nyeri pada dada, lemas atau
merasa tidak bertenaga pada bagian tubuh tertentu, letih,
mual dan gangguang pencernaan, telapak tangan
berkeringat, tangan dan kaki menjadi dingin,s ering buang
air kecil, sulit benafas.
(3) Reaksi kognitif, yaitu meliputi ketidakmampuan atau
kesulitan untuk berkonsentrasi dan mengalami gangguan
perhatian, daya ingat menurun, pikiran menjadi kacau dan
mudah bingung, munculnya pemikiran obsesif (pemikiran
yang berulang-ulang), mimpi buruk, dan munculnya
(4) Reaksi perilaku, antara lain berupa tidur tidak teratur atau
insomnia (sulit tidut), nafsu makan berubah, serta
meningkatnya perilaku konfrontatif atau sebaliknya,
perilaku menarik diri dari sumber stres.
4. Dampak Stres
Selye (Santrock 2003) menyatakan bahwa stres merupakan
kerusakan yang dialami oleh tubuh akibat berbagai tuntutan yang
ditempatkan padanya. Menurut pengamatan yang dilakukannya
berapapun kejadian dari lingkungan atau stimulus yang ada akan
menghasilkan respon stres yang sama pada tubuh. Tanpa
memperhatikan masalah apa yang dihadapi, gejala yang muncul
cenderung sama atau serupa. Pada saat mengalami stres, tubuh akan
menanggapinya melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Tahap peringatan (alarm), yaitu tahap ketika individu memasuki
kondisi shock yang bersifat sementara dan pertahanan tubuh
terhadap stres berada dibawah normal. Individu akan berusaha
mengenali keberadaan stres dan mencoba menghilangkannya
sehingga kondisi otot tubuh menjadi lemah, menurunnya suhu
tubuh dan tekanan darah. Setelah kondisi shock, kemudian
individu akan memasuki countershock, yang menyebabkan
pertahanan tubuh terhadap stres dan pengeluaran hormon stres
2) Tahap perlawanan (resistance), yaitu tahap ketika pertahanan
tubuh terhadap stres menjadi semakin intensif dan tubuh akan
melakukan segala upaya untuk melawan stres. Tubuh individu
akan dipenuhi oleh hormon stres dan tekanan darah, detak
jantung, suhu tubuh serta pernafasan meningkat.
3) Tahap kelelahan (exhausted), yaitu ketika individu akan
mengalami kelelahan karena gagalnya upaya yang telah
dilakukannya untuk melawan stres. Individu akan mengalami
kerusakan tubuh dan menjadi rentan terhadap penyakit.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa tubuh akan memberikan
respon terhadap stres melalui tiga tahap. Pertama adalah tahap
peringatan yaitu tahap ketika tubuh dalam kondisi normal dan tubuh
berusaha mengenali dan melawan stres sehingga kondisi tubuh
menurun. Pada tahap kedua, yaitu tahap perlawanan, individu akan
berusaha melawan stres dengan segala daya upaya dan kondisi tubuh
akan mengalami peningkatan hormon stres serta meningkatkan
tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh dan pernafasan. Pada
akhirnya individu akan memasuki tahap yang ketiga, yaitu tahap
kelelahan sebagai akibatnya tubuh akan menjadi rentan terhadap
D. Stres Pada Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke
masa dewasa. Pada masa peralihan tersebut remaja mengalami banyak
perubahan dalam aspek fisik dan psikologisnya. Remaja cenderung
bersikap ambivalen terhadap perubahan tersebut. Pada satu sisi remaja
menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain remaja takut untuk
bertanggung jawab terhadap akibat yang dapat terjadi serta remaja
meragukan kemampuannya dalam memikul tanggung jawab tersebut.
Pada saat remaja dihadapkan pada berbgai masalah, tuntutan,
tugas-tugas perkembangan serta tanggung jawab yang harus diembannya,
remaja dihadapkan pada suatu harapan masyarakat atau lingkungan di
sekitarnya yang menginginkan agar remaja dapat berhasil dalam mengatasi
masalah, tuntutan maupun tugas-tugas perkembangannya (Hurlock, 1990).
Bila remaja tidak dapat memenuhi tugas tersbut maka ada suatu
perasaan tertekan yang menjadi suatu sumber timbulnya stres pada remaja.
Hurrelman dan Losel (Smet, 1994) menjelaskan stres sebagai suatu
keadaan tegang secara biopsikososial karena tugas-tugas perkembangan
yang dihadapi individu sehari-hari baik dalam kelompok sebayanya,
keluarga, sekolah maupun pekerjaan.
Goodyer (Smet, 1994) berpendapat bahwa pada setiap tahap
perkembangannya manusia dihadapkan pada tuntutan lingkungan yang
perkembangan yang berbeda, stressor yang sama dapat memiliki arti yang
berbeda dan memberikan intensitas stres yang berbeda pula.
Menurut Watson (Zefanja, 1988) ada beberapa masalah pada diri
remaja pada umumnya yang dapat menjadi sumber stres pada saat remaja
menghadapi perubahan di masa peralihan yang sedang mereka jalani,
yakni :
a. Kematangan fisik. Secara tidak langsung bila remaja menuju dewasa,
mereka ingin memiliki hak untuk bebas dan mandiri mengatur dirinya
sendiri sehingga mereka memberontak pada aturan-aturan orang tua
mereka.
b. Kesenjangan antar generasi. Remaja melawan kekuasaan dan aturan
orang dewasa karena pertentangan pandangan antara kedua belah
pihak. Hal ini dikarenakan perbedaan latar belakang kehidupan yang
menyebabkan adanya sistem nilai yang berbeda.
c. Tingkat intelegensi yang rendah. Hal ini menimbulkan ketidaktahuan
remaja tentang apa yang baik dan yang buruk serta kurang dapat
mengendalikan diri dan emosinya.
d. Frustasi yang terjadi karena adanya peraturan-peraturan,
harapan-harapan dari lingkungan yang harus diikuti oleh remaja.
e. Pengaruh lingkungan dan pola asuh. Pola asuh yang otoriter maupun
permisif berasal dari keluarga yang tidak harmonis (broken home).
f. Pengaruh teman sebaya. Remaja lebih berorientasi pada kelompok
beringkah laku walaupun tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
ditanamkan oleh orang tua mereka.
g. Pengaruh media masa. Pemberian atau pemuatan gambar-gambar pada
media masa tentang harapan masyarakat merupakan salah satu
penyebab tingkah laku remaja untuk memberontak, karena mereka
beranggapan apa yang dimiliki oleh kelompoknya ternyata kurang
diakui standar orang dewasa.
h. Idealisme. Adanya ideologi-ideologi yang melambung dan
membahagiakan (unrealistic aspiration) mengakibatkan remaja
memperlihatkan suatu ketidaksenangan terhadap keridakadilan.
i. Status sosial ekonomi. Adanya keterbatasan finansial dan fasilitas
dapat menimbulkan perasaan kecewa serta iri yang dapat
mengakibatkan ketegangan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
secara umum masalah atau situasi yang dapat memicu timbulnya stres
pada remaja di masa peralihannya antara lain :
1) Kematangan fisik, yaitu munculnya keinginan untuk bebas dan
mengatur dirinya sendiri dan memberontak pada aturan-aturan orang
tua.
2) Kesenjangan antara generasi yaitu perbedaan dan latar belakang
kehidupan antara remaja dan orang dewasa serta orang uta mereka.
4) Adanya rasa frustasi karena peraturan yang ada dan tuntutan yang
ditujukan pada dirinya.
5) Pengarush teman sebaya terhadap perilaku dan nilai-nilai yang
dianutnya.
6) Pengaruh lingkungan luar yaitu harapan masyarakat terhadap dirinya.
7) Idealisme dalam diri remaja berupa impian-impiannya yang tidak
realistik.
8) Status sosial ekonomi yaitu berupa jumlah finansial yang dimiliki
remaja.
9) Pengaruh lingkungan keluarga, berkaitan dengan masalah dengan
orang tua, saudara atau anggora keluarga lainnya, keluarga yang tidak
harmonis dan kurangnya perhatian yang diperoleh
10) Menderita suatu penyakit yang serius.
11) Kehilangan seseorang yang disayanginya atau dekat dengan dirinya.
Maka dapat disimpulkan bahwa stres pada remaja merupakan
respon dari remaja sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan
terhadap situasi atau kondisi dan hal yang bersifat eksternal (peristiwa,
tuntutan dan masalah dari luar diri remaja yaitu keluarga, lingkungan
studi, tempat tinggal atau teman sebayanya) yang dianggap mengancam,
menekan atau mengganggu dirinya dan mengakibatkan terjadinya
E. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan maka muncul
pertanyaan bagi peneliti, yaitu bagaimakah tingkat stres yang dimiliki oleh
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif, dengan menekankan analisa pada data numeric yang diperoleh dari skor jawaban subyek pada skala untuk dapat menggambarkan tingkat stres pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan Kanisius 1 Pakem.
B. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti adalah tingkat stres pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan Kanisius 1 Pakem.
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah Tingkat stres yang akan di teliti dalam penelitian ini adalah suatu respon remaja sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan terhadap situasi, kondisi, peristiwa, tuntutan dan masalah dari luar dirinya seperti lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan pergaulannya dengan teman sebaya yang mengancam, menekan atau mengganggu dirinya sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada fisik, emosi, kognisi dan perilakunya.
untuk mengukur tingkat stres dalam penelitian ini tingkat stres akan diukur berdasarkan reaksi yang muncul akibat stres, yaitu :
a) Reaksi Emosional. b) Reaksi fisiologis. c) Reaksi kognitif. d) Reaksi perilaku.
Tinggi rendah tingkat stres dilihat dari skor total skala tingkat stres yang diukur dari reaksi yang muncul akibat stres. Semakin tinggi skor total yang diperoleh seorang individu ada skala stres yang disusun oleh peneliti, semakin tinggi tingkat stres individu tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh individu pada skala tingkat stres,s emakin rendah tingkat stresnya.
D. Subyek Penelitian
Pemilihan subyek dilakukan dengan teknik sampel purposif, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang karakteristiknya sudah ditentukan dan ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya. Pemilihan subyek penelitian juga didasarkan pada beberapa pertimbangan dan alasan tertentu.
1, 2, 3 Sekolah Menengah Kejuruan KANISIUS 1 Pakem usia mereka berkisar antara 15-18 tahun yang menurut Monk, dkk (2002) dikategorikan kedalam masa remaja pertengahan.
juga pembuatan laporan praktek kerja lapangan yang telah dilakukan pada akhir tahun ajaran pada saat siswa kelas 2.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode skala. Skala dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur tingkat stres pada subyek. Skala akan disusun dengan menggunakan metode summated ratingsatau yang dikenal dengan istilah skala likert, yaitu metode penskalaan yang memiliki orientasi pada respon yang diberikan oleh responden terhadap seperangkat stimulus (Azwar, 2005).
Skala tingkat stres akan digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya stres pada subyek penelitian. Skala ini disusun berdasarkan pada kesimpulan peneliti tentang reaksi yang mucul akibat stres yang dihadapi subyek atas dasar pendapat beberapa ahli. Skala ini terdiri dari 24 pernyataan favorabel dan 24 pernyataan unfavorabel.
Berikut adalah blueprint skala tingkat stres yang disusun berdasarkan empat reaksi atau respon atas stres :
Tabel 3.1
Blueprint Skala Tingkat Stres
no indikator Aitem jumlah Bobot
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sistem try outterpakai. Hal ini dikarenakan jumlah subyek yang terbatas, disamping itu subyek sedang memasuki masa ujian akhir semester yang akan memasuki masa liburan sekolah dan keterbatasan waktu peneliti. Skala yang telah disusun oleh peneliti akan langsung digunakan untuk penelitian yang sebenarnya. Namun, peneliti hanya akan menggunakan aitem yang telah lolos uji realibilitas dan validitas dalam pengolahan data.
Skor terhadap jawaban atau pilihan respon subyek dalam skala tingkat stres ini adalah :
Tabel 3.2
Skor Pernyataan Skala Tingkat Stres Jenis pilihan respon favorabel unfavorabel
SR (sering) 4 1
KD (kadang) 3 2
JR (jarang) 2 3
TP (tidak pernah) 1 4
F. Pertanggungjawaban Mutu 1. Pengujian Validitas
Validitas merupakan tingkat kemampuan dari intrumen-instrumen penelitian untuk mengungkap data sesuai dengan apa yang ingin di teliti dan diuji. Uji validitas digunakan untuk dapat mengetahui kelayakan setiap aitem-aitem dalam suatu daftar pertanyaan atau pernyataan untuk dapat mendefinisiksan suatu variabel. Validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi merupakan uji validitas yang diestimasi melalui pengajuan isi aitem penelitian dengan analisis secara rasional atau melalui pprofesional judgement (azwar, 2004).
2. Analisis Aitem
seluruh analisis aitem skala tingkat stres dan kecenderungan perilaku bullying dihitung dengan menggunakan program SPSS for windows versi 17. Seleksi aitem dilakukan dengan cara melihat korelasi skor masing-masing aitem dengan skor total keseluruhan aitem. Skala dalam penelitian ini mengacu kepada kriteria korelasi aitem total yaitu aitem yang baik adalah aitem yang memiliki (rix) ≥
Dari penelitian yang dilakukan, hasil yang diperoleh ada 18 aitem yang gugur pada skala tingkat stres dan terdapat 6 aitem gugur pada skala kecenderungan perilaku bullying. Aitem dinyatakan gugur karena memiliki rixkurang dari 0,30.
Tabel 3.3
Aitem Gugur Pada Skala Tingkat Stres
No aitem Keterangan
1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 11, 13, 15, 23, 25, 29, 32, 35, 38, 41, 43
rixkurang dari 0,30
Tabel 3.4
Tabel Spesifikasi Aitem Skala Tingkat Stres Setelah tryout
no indikator Aitem jumlah Bobot (%)
favorabel unfavorabel
pengukuran yang reliabel. Reliabilitas (rxx) dinyatakan dengan angka
atau koefisien korelasi yang berkisar antara 0 sampai 1. Semakin tinggi koefisien korelasi (mendekati 1) berarti skala semakin reliabel. Pengujian reliabilitas skala dalam penelitian ini dilakukan dengan
Alpha Cronbachdari program SPSS for windowsversi 17.
Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien Alpha Cronbach
untuk skala tingkat stres sebesar 0,904 yang menunjukkan bahwa skala ini mempunyai reliabilitas yang baik.
G. Tehnik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Data dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikasi lebih besar daripada 5% atau 0,05, namun apabila nilai signifikasinya lebih kecil dari 5% atau 0,05 maka sebaran data itu tidak berdistribusi normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov dari program SPSS for windowsversi 17.
2. Pembahasan Pertanyaan Penelitian
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Perijinan Penelitian
Perijinan dilakukan secara informal terlebih dahulu kepada kepala
SMK 1 Kanisius Pakem. Kemudian peneliti memberikan surat ijin
penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dengan No.
38a/D/KP/Psi/USD/VI/2012 yang ditujukan kepada kepala SMK 1
Kanisius Pakem.
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Jumat, 15 Juni 2012. Peneliti
membagikan skala siswa SMK 1 Kanisius Pakem yang berada di sekolah.
kepada setiap subyek diberikan satu eksemplar skala yang terdiri skala
tingkat. Skala dibagikan kepada 53 subyek, dimana 31 subyek merupakan
siswa yang sedang melakukan remidial dalam kelas, dan 22 subyek
lainnya merupakan siswa yang sedang mengurusi keperluan administrasi
B. Deskripsi Subyek
Subyek penelitian yang dipakai pada penelitian ini berjumlah 53
orang, dengan rincian sebagai berikut : berkaitan dengan usia subyek yang
berusia 14 tahun berjumlah 1 orang (1,89%), subyek dengan usia 15 tahun
berjumlah 4 orang (7,54%), subyek dengan usia 16 tahun berjumlah 14 orang
(26,41%), subyek dengan usia 17 tahun berjumlah 17 orang (32,08%), subyek
dengan usia 18 tahun berjumlah 13 orang (24,53%) dan subyek dengan usia
19 tahun berjumlah 4 orang (7,55%). Menurut jenis kelamin subyek dengan
jenis kelamin perempuan berjumlah 1 orang (1,89%) dan subyek dengan jenis
kelamin laki-laki berjumlah 52 orang (98,11%). Menurut kelas yang
ditempuh, subyek yang duduk di bangku kelas satu berjumlah 31 orang
(58,49%), subyek yang duduk di bangku kelas dua berjumlah 9 orang
(16,98%), dan subyek yang duduk di bangku kelas tiga berjumlah 13 orang
(24,53%)
Tabel 4.1
Data Demografis Subyek
Usia (dalam tahun) Jenis Kelamin Kelas
14 15 16 17 18 19 Laki-laki Perempuan 1 2 3
C. Hasil Analisis Data
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran
variabel x dan y bersifat normal atau tidak. Berdasarkan hasil uji
normalitas sebaran untuk untuk variabel tingkat stres dengan
menggunakan Kolmogorov-Smirnovdiperoleh sebesar 0,801 (p = 0,543 , p
> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran variabel tingkat stres adalah
normal.
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
Variabel Kolmogorov-Smirnov Signifikansi Keterangan
Tingkat Stres 0,801 0,543 Normal
D. Deskripsi Data Penelitian
Analisa tambahan dilakukan untuk mengetahui apakah keseluruhan
subyek memiliki tingkat stres tinggi dan kecenderungan perilaku bullying
yang tinggi. Pada tabel berikut ini disajikan data teoretis dan empiris skala
tingkat stres dan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMK 1
Tabel 4.3
Data Teoritis dan Empiris
Dalam penelitian ini, tingkat stres diukur dengan melihat reaksi
subyek tehadap stres yang terdiri dari empat macam reaksi terhadap stres,
oleh karena itu peneliti melakukan analisa lanjutan untuk mengetahui
gambaran atau deskripsi tingkat stres dari masing-masing reaksi terhadap
stres. Hal ini dilakukan agar diperoleh data yang lebih lengkap mengenai
aspek-aspek yang mendominasi tingkat stres dari subyek. Berdasarkan tabel
diatas, dapat dilihat bahwa secara umum mean empiris pada setiap reaksi
terhadap stres lebih kecil dibandingkan nilai mean teoritisnya, yang disertai
dengan perbedaan (t) yang memiliki signifikasi (p) 0,00 yang menunjukan
bahwa perbedaan yang dimiliki sangat signifikan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa subyek penelititan pada kenyataannya memiliki tingkat stres yang
lebih rendah.
Reaksi Emosional 0,00 4 8 32 20 4,33 9 25 15,36
Reaksi Fisiologis 0,00 3 6 24 15 3,06 7 19 12,34
Reaksi Kognitif 0,00 3 6 24 15 3,61 7 22 13,15
E. Kategorisasi
Tabel 4.4. Kategorisasi
Kategorisasi Norma Kategorisasi Norma Skor Frekuensi Persen
Tinggi (µ+1,0σ) ≤x 90≤x 4 7,55%
Sedang (µ-1,0σ) ≤x < (µ+1,0σ) 90≤x ≤60 26 49,05%
Rendah x < (µ-1,0σ) x ≤60 23 43,4%
Total 53 100%
Keterangan : µ : Mean teoritik
σ : Standar deviasi
Skot tingkat stres, aitem berjumlah 30, dengan rentang skor 1 - 2 - 3 –
4. Rentang minimum 1 x 30 = 30 dan rentang maksimum 4 x 30 = 120.
Dengan demikian diperoleh rentang skor skala sebesar 120 – 30 = 90,
kemudian dibagi dengan 6 satuan debiasi standar populasi diperoleh 90 : 6 =
15. Angka 15 merupakan estimasi besarnya satuan deviasi standar populasi (σ)
yang digunakan untuk membuat kategori normatif skor subyek, sedangkan
mean teoritik (µ) untuk skala tingkat stres adalah (30 + 120) : 2 = 75.
Tabel diatas menunjukkan besarnya frekuensi dan prosentase tingkat
stres yang dialami subyek. Dari subyek penelitian sebanyak 53 siswa, terdapat
4 subyek (7,55%) yang berada dalam kategori tinggi, 26 subyek (49,05%)
yang berada dalam kategori sedang , sedangkan 23 subyek (43,4%) berada
F. Analisis Tambahan
Analisis tambahan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
perbedaan tingkat stres yang dialami oleh subyek berdasarkan tingkat
pendidikannya yang pada perhitungannya menggunakan analisis varian satu
jalur dengan taraf signifikansi 5% dilakukan dengan bantuan program SPSS
for windows versi 17. Hasil analisis varian satu jalur yang diperoleh setelah
dilakukan perhitungan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.5
Deskripsi Tambahan Analisis Varian Satu Jalur Kuadrat
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil perhitungan perbedaan
dengan menggunakan analisis varian satu jalur memiliki signifikansi (p)
sebesar 0,00 karena peneliti menggunakan taraf signifikansi 5%, dimana p <
0,05 dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan tingkat stres yang signifikan
pada subyek berdasarkan pada tingkat pendidikannya.
Untuk mendapatkan gambaran lebih lanjut mengenai perbedaan tingkat
stres berdasarkan tingkat pendidikannya, penelitit melakukan analisa
tambahan dengan menggunakan metode multiple comparisons yang
17. Hasil multiple Comparisons yang diperoleh setelah dilakukan perhitungan
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.6
Kelas 1 Kelas 2 14.84229* 4.65781 .002 5.4868 24.1978
Kelas 3 -11.24318* 4.06469 .008 -19.4073 -3.0790
Kelas 2 Kelas 1 -14.84229* 4.65781 .002 -24.1978 -5.4868
Kelas 3 -26.08547* 5.33424 .000 -36.7996 -15.3713
Kelas 3 Kelas 1 11.24318* 4.06469 .008 3.0790 19.4073
Kelas 2 26.08547* 5.33424 .000 15.3713 36.7996
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Tabel multiple comparisons menunjukkan bahwa perbedaan yang
sangat signifikan ada pada siswa kelas 2 dan siswa kelas 3 yang memiliki nilai
p sebesar 0,00, pada siswa kelas 1 dan siswa kelas 2 memiliki perbedaan yang
sginifiakan dengan nilai p sebesar 0,02, sedangkan untuk siswa kelas 1 dan
siswa kelas 3 terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai p sebesar 0,08.
G. Pembahasan
Secara umum subyek dalam penelitian ini pada kenyataannya memiliki
tingkat stres yang rendah, hal ini terlihat dengan adanya perbedaan yang
signifikan antara mean empiris skala tingkat stres dan mean teoritik skala