• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT TERHADAP SIFAT MEKANIS BETON BUSA (FOAMED CONCRETE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN SERAT TERHADAP SIFAT MEKANIS BETON BUSA (FOAMED CONCRETE)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT TERHADAP SIFAT MEKANIS BETON BUSA

(

FOAMED CONCRETE

)

Mochammad Afifuddin1, Abdullah1 dan Huzaim1 1 Jurusan Teknik Sipil,Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala,

Jl. Syech Abdul Rauf No7 , Banda Aceh 23111 Email: afifmoch@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini melaporkan hasil penelitian pengaruh penambahan serat alami terhadap sifat mekanis beton busa. Jenis serat alami yang diuji adalah sabut kelapa dan ijuk. Jumlah serat yang ditambahkan bervariasi, yaitu sebanyak 0,5 %; 1,0 %, dan 1,5 %. Panjang serat untuk sabut kelapa dan ijuk adalah 25 mm dengan diameter rata-rata serat adalah 0,2 mm. Baik serat sabut kelapa, maupun serat ijuk yang digunakan pada penelitian ini berasal dari desa Meunasah Beutong, Kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh Besar. Selain Jenis serat, variabel lain yang diteliti adalah variasi Specific Gravity

(SG) yaitu 1,2; 1,4; 1,6; dan 1,8. Pengujian yang dilakukan meliputi kuat tekan yang dilakukan pada benda uji silinder ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm, pengujian kuat tarik belah pada benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm, dan pengujian kuat tarik lentur pada benda uji balok ukuran 40 cm x 10 cm x 10 cm dengan Faktor Air Semen (FAS) yang digunakan adalah 0,4. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan beton busa tanpa serat, baik kuat tekan maupun kuat tarik beton busa yang ditambahkan serat mengalami peningkatan yang signifikan. Kata kunci: beton busa, serat sabuk kelapa, serat ijuk, sifat mekanis

1.

PENDAHULUAN

Beton merupakan bahan konstruksi yang sangat penting dan paling dominan digunakan pada strukur bangunan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan beton mudah untuk dibentuk/dicor sesuai dengan bentuk penampang dan ukuran yang diinginkan, selain itu mudah dalam pelaksanaannya, mampu menerima kuat tekan dengan baik, tahan aus, rapat air, awet dan biaya perawatan yang relatif murah. Namun beton memiliki kelemahan diantaranya adalah perbandingan kekuatan terhadap berat. Untuk mengurangi berat beton, maka dilakukan suatu penelitian guna menghasilkan beton ringan yang memiliki Strength-to Weight Ratio yang lebih baik.

Penggunaan beton ringan pada daerah rawan gempa merupakan suatu alternatif yang baik, hal ini disebabkan beton ringan dapat mereduksi risiko yang akan ditimbulkan akibat gempa bumi. Selain itu beton ringan mempunyai karakteristik kekuatan yang cukup tinggi namun bobot yang dimiliki oleh beton itu sendiri sangatlah ringan. Salah satu jenis beton ringan adalah beton busa (foamed concrete). Dengan bahan campuran yang berupa semen, air, dan udara yang berupa busa/buih, beton busa merupakan salah satu bahan alternatif yang baik digunakan, karena beton busa memiliki kualitas/kekuatan yang sangat beragam.

Banyak keuntungan yang diperoleh dari beton ringan, diantaranya adalah beban suatu konstruksi menjadi lebih kecil terutama untuk bangunan gedung bertingkat banyak, memiliki tahanan rambatan panas yang baik, tahan terhadap api, tidak berbahaya terhadap kesehatan, ramah lingkungan dan memiliki tahanan rambatan suara yang lebih baik jika dibandingkan dengan bahan dinding yang umum dipakai seperti bata merah. Kendala yang dimiliki oleh beton terutama beton ringan adalah rendahnya tegangan tarik dan sifat getas. Sehingga beton ringan membutuhkan perkuatan berupa tulangan tarik atau harus ada perlakuan khusus terhadap beton untuk meningkatkan tegangan tariknya. Untuk memperbaiki kelemahan sifat-sifat beton tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan serat (fiber) pada adukan beton. Konsep dasar pada penelitian ini adalah untuk menanggulangi kelemahan dari beton busa dengan menambahkan serat yang tersebar secara merata ke dalam adukan beton, sehingga dapat mencegah terjadi retakan yang terlalu dini.

Banyak jenis serat yang telah digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat beton. Diantaranya adalah serat bahan alamiah ataupun serat buatan/sintetik. Serat alamiah yang sering digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat beton seperti sabut kelapa, ijuk atau serat tumbuhan yang lain, sedangkan untuk serat buatan/sintetik seperti acrylic, aramid, nylon, polyester, polypropelen, dan lain-lain. Pada penelitian ini digunakan serat alam dari sabut kelapa dan serat ijuk, hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan wilayah tropis yang banyak ditumbuhi pohon kelapa dan pohon aren sehingga bahan-bahan tersebut mudah untuk didapatkan.

(2)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan serat sabut kelapa dan serat ijuk terhadap sifat-sifat mekanis dari beton busa. Sifat mekanis beton busa yang diamati adalah kuat tekan, kuat tarik belah, dan kuat tarik lentur. Uji kuat tekan dilakukan terhadap benda uji silinder dengan diameter 10 cm, dan tinggi 20 cm, pengujian kuat tarik belah dilakukan terhadap benda uji silinder dengan diameter 15 cm, dan tinggi 30 cm, dan pengujian kuat tarik lentur dilakukan terhadap benda uji balok ukuran 40 cm x 10 cm x 10 cm. Benda uji dibuat dengan variasi

Specific Gravity (SG) beton busa 1,2; 1,4; 1,6, dan 1,8, serta tiga variasi persentase serat yaitu 0,5%; 1%; dan 1,5% dengan Faktor Air Semen (FAS) 0,4 dan panjang serat 25 mm. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan beton busa tanpa serat, baik kuat tekan maupun kuat tarik beton busa yang ditambahkan serat mengalami peningkatan yang signifikan. Nilai kuat tekan tertinggi untuk beton busa dengan serat sabut kelapa sebesar 232.7 kg/cm2 pada benda uji dengan SG=1.8 dengan persentase serat 1.5 %. Untuk beton busa dengan serat ijuk sebesar 268,65 kg/cm2. Nilai kuat tarik belah untuk beton busa berserat sabut kelapa nilai tertinggi 33.24 kg/cm2 pada benda uji dengan SG=1.8 dengan persentase serat 1.5 %, sedang untuk beton busa berserat ijuk nilai terbesar terjadi pada SG=1.6 dengan persentase 1,5 % yaitu sebesar 30,14 kg/cm2. Untuk kuat tarik lentur pada beton berserat sabut kelapa nilai terbesar terjadi pada SG=1.6 dengan persentase serat 1.5 % sebesar 30.5 kg/cm2, sedangkan pada beton berserat ijuk nilai terbesar terjadi pada SG=1.6 dengan persentase serat 1.5 % sebesar 29.99 kg/cm2.

2.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Standar Nasional Indonesia (SNI) memberikan batasan kriteria beton ringan adalah dengan kepadatan < 1900 kg/m3. Nawy (1998 : 32) menyebutkan beton ringan adalah beton yang mempunyai kekuatan tekan pada umur 28 hari lebih dari 200 psi (1,38 MPa) dan berat volume kurang dari 115 lb/ft3 (1843 kg/m3). Murdock dan Brook (1991 : 395) menyebutkan berat volume sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan dari beton ringan.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi berat jenis beton atau membuat beton lebih ringan, antara lain adalah sebagai berikut (Neville, 1999 : 688) :

a. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen sehingga terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya.

b. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan daripada beton biasa.

c. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau pasir yang disebut sebagai beton non pasir.

Menurut Neville (1999 : 689) penggolongan kelas beton ringan berdasarkan berat jenis dan kuat tekan yang harus dipenuhi dapat dibagi tiga yaitu :

a. Beton ringan dengan berat volume rendah (low density concretes)untuk non struktur dengan berat jenis antara 300 kg/m3 sampai 800 kg/m3 dan kuat tekan antara 0,35 MPa sampai 7 MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding pemisah atau dinding isolasi.

b. Beton ringan dengan kekuatan menengah (moderate strength concretes) untuk struktur ringan dengan berat jenis 800 kg/m3 sampai 1350 kg/m3 dan kuat tekan antara 7 MPa sampai 17 MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding yang juga memikul beban.

c. Beton ringan struktur (structural lightweight concretes) untuk struktur dengan berat jenis antara 1350 kg/m3 sampai 1900 kg/m3 dan kuat tekan lebih dari 17 MPa yang dapat digunakan sebagaimana beton normal.

Menurut American Concrete Institute (ACI) Committe yang dikutip oleh Iskandar (2000 : 12), beton serat (fiber reinforced concrete) adalah konstruksi beton dengan bahan yang terdiri dari semen, agregat halus, agregat kasar dan sejumlah kecil serat (fiber). Beton serat adalah beton yang campurannya ditambah serat, umumnya berupa batang-batang dengan ukuran (5-500) µm, dengan panjang sekitar 25 mm (Mulyono, 2004 : 309).

Menurut Suhendro (1991) yang dikutip oleh Jamil (2006 : 4), menyatakan bahwa kelecakan (workability) beton akan berkurang dengan adanya penambahan serat, yang sejalan dengan penambahan konsentrasi serat (volume friction) dan aspek rasio serat, yaitu panjang serat dibagi diameter serat (l/d). Penurunan workability dapat diatasi dengan memperbesar faktor air semen, memperkecil diameter maksimum agregat, atau pemakaian bahan tambahan (additive). Konsentrasi serat yang masih memungkinkan pengadukan secara mudah adalah 2% dari volume beton.

Menurut Soroushian dan Bayasi (1987) yang dikutip oleh Zein (2007 : 6), selain masalah workability, hal lain yang perlu mendapat perhatian khusus adalah penyebaran serat (fiber dispersion), yaitu teknik pencampuran adukan agar

(3)

serat yang ditambahkan dapat tersebar secara merata dengan orientasi yang random dalam beton. Hal ini dapat diatasi dengan memodifikasi teknik pencampuran dan proporsi adukan, misalnya dengan penambahan superplasticizer atau memperkecil diameter maksimum agregat. Batas maksimum kelangsingan serat yang masih memungkinkan pengadukan beton dilakukan dengan mudah adalah l/d < 50, karena bila rasio kelangsingan serat tinggi, serat cenderung untuk menggumpal menjadi suatu bola (balling effects), sehingga sangat sulit untuk disebarkan secara merata dalam proses pengadukan. Serat yang sering digunakan pada campuran beton mempunyai panjang berkisar 10 s/d 60 mm.

Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton sampai hancur. Tata cara pengujian umumnya dipakai standar ASTM C39-86. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi (f'c) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan (Dipohusodo, 1994 : 7).

Menurut Wang dan Salmon (1993 : 11) kekuatan tarik biasanya ditentukan dengan menggunakan percobaan pembebanan silinder (the split-cylinder) menurut ASTM C496-71 dimana benda uji silinder beton yang diletakkan pada arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung ke ujung.

Menurut Dipohusodo (1996 : 10), kuat lentur beton adalah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan). Menurut Wang dan Salmon (1993 : 13), kuat tarik lentur yang diukur dengan ASTM C78 [38]. Pengujian kuat tarik lentur penting di dalam menentukan retak dan lendutan balok. Balok diletakkan di atas dua tumpuan dan diberi dua beban terpusat yang sama besarnya. Beban yang diambil untuk menentukan kuat tarik lentur balok adalah beban maksimum yang dapat dipikul balok hingga balok runtuh.

3.

METODE PENELITIAN

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah mesin pembebanan tekan (Universal) dengan merek Ton Industrie buatan Jerman, yang berkapasitas 100 ton, cetakan silinder berdiameter 10 cm dan tinggi 20 cm, cetakan silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm, cetakan balok ukuran 40 cm × 10 cm × 10 cm, timbangan dengan berbagai kapasitas, gelas Thaulow’s, gelas ukur, pengaduk beton (molen) berkapasitas 0,3 m3, foam generator,

portable data logger, transducers untuk mengetahui regangan benda uji, alat pengukuran flow test dan peralatan penunjang lainnya (rol, tabung berkapasitas 1 liter, container, dan lain-lain). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini semuanya telah tersedia di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.

Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen portland Tipe I yang diproduksi oleh PT. Semen Padang. Terhadap semen portland Tipe I ini tidak dilakukan lagi pemeriksaan sifat fisis karena telah memenuhi Standar Nasional Indonesia 03-2847-2002, namun pemeriksaan hanya dilakukan secara visual terhadap kantong yang tidak robek dan keadaan butiran yaitu tidak terdapat bongkahan-bongkahan yang keras pada semen tersebut. Air yang digunakan untuk campuran beton dan perawatannya berasal dari air bersih yang terdapat pada Fakultas Teknik Unsyiah. Air tersebut yang ditampung dalam bak penampungan pada Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsyiah yang telah memenuhi syarat sebagai air pencampur dan perawatan beton. Foam agent yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari busa sintetik yang telah diolah dengan menggunakan bahan kimia untuk menghasilkan busa yang sejenis busa sabun sehingga dapat digunakan sebagai pengisi campuran beton. Sabut kelapa dan serat ijuk yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Meunasah Beutong, Kemukiman Lham Lhom, Kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh Besar. Sabut kelapa dan serat ijuk ini telah dibersihkan dan digunakan sebagai bahan pembuatan keset kaki dan sapu ijuk. Pemeriksaan sifat-sifat fisis terhadap serat ijuk berupa pengukuran berat jenis, kadar air, daya serap air dan diameter.

Terhadap sabut kelapa dan serat ijuk yang telah dibersihkan kemudian dipotong-potong sepanjang 25 cm kemudian dilakukanpengukuran terhadap diameter secara acak. Pengukuran berat jenis serat ijuk bertujuan untuk menentukan berat sabut kelapa dan serat ijuk yang digunakan ke dalam adukan beton busa berdasarkan persentase serat yang telah ditentukan.

Metode pemeriksaan berat jenis, kadar air dan daya serap air sabut kelapa dan serat ijuk dapat dilakukan dengan metode yang digunakan untuk pengukuran pada pasir, karena sejauh pengamatan penulis untuk pemeriksaan berat jenis sabut kelapa dan serat ijuk belum ada suatu standar yang baku. Perencanaan proporsi campuran untuk benda uji pada penelitian ini didasarkan pada persentase serat ijuk dan target SG beton busa yang diinginkan yaitu 1,2; 1,4;

(4)

1,6; dan 1,8. Untuk setiap SG beton busa dicampur dengan serat sabut kelapa dan serat ijuk sebanyak 0,5%; 1,0%; dan 1,5%, keseluruhan benda uji pada penelitian ini menggunakan FAS 0,4. Jumlah benda uji untuk masing-masing perlakuan 3 buah. Jumlah keseluruhan benda uji yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 216 buah, terdiri dari 72 buah benda uji silinder diameter 10 cm dan tinggi 20 cm, 72 buah benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, serta 72 buah benda uji balok 40 cm x 10 cm x 10 cm.

Adapun langkah-langkah pencampuran beton busa dengan menggunakan sabut kelapa dan serat ijuk yaitu, setelah seluruh material (semen, air dan sabut kelapa atau serat ijuk) ditimbang, selanjutnya air dimasukkan ke dalam molen, kemudian sambil menghidupkan molen semen dimasukkan, setelah air dan semen tercampur secara merata lalu dilakukan pengukuran flow test. Kemudian sabut kelapa atau serat ijuk dimasukkan ke dalam molen sesuai komposisi serat yang akan ditambahkan ke dalam beton busa, setelah itu busa (foam) dimasukkan sesuai dengan kebutuhan berat jenis yang dinginkan. Busa tersebut berasal dari foam agent yang terlebih dahulu dicampur dengan air pada konsentrasi 1:30. Selanjutnya, menggunakan generator busa (foam generator), cairan foam agent yang sudah dicampur air tersebut dijadikan busa dengan diameter berkisar 1 mm.

Perawatan beton busa dilakukan sesuai dengan SNI 03-3402-1994 tentang Metode Pengujian Berat Isi Beton Ringan Struktural. Urutan pegujiannya dilakukan dengan merendam selama 6 hari pada temperatur 160C sampai 270C lalu dikeringkan selama 21 hari pada suhu ruangan.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil pemeriksaan yang dilakukan dibandingkan dengan teori-teori dari literatur, sehingga dapat ditentukan apakah jenis serat yang akan digunakan telah memenuhi syarat atau belum. Hasil pemeriksaan sifat fisis sabut kelapa dan serat ijuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemeriksaan Sifat Fisis Serat

Hasil Rata-rata Penelitian Pemeriksaan Sifat Fisis

Sabut Kelapa Serat Ijuk

Berat jenis 1,14 1,02 gr/ml

Kadar air 8,63%

Daya serap air 5,07%

Diameter 0,2 mm 0,58 mm

Untuk melihat nilai kemudahan kerja (workabilitas) dilakukan pengujian pengerasan campuran beton busa sabut kelapa dan serat ijuk yaitu dengan melakukan uji flow test campuran beton busa secara berkala dari mulai saat selesai pencampuran sampai setelah 60 menit. Dari hasil tersebut didapat bahwa perubahan workabilitas yang terjadi cendrung mendekati sama untuk semua variasi specific gravity maupun untuk variasi konsentrasi penambahan serat. Namun demikian, ada kecendrungan bahwa semakin banyak kandungan semen, maka penurunan workabilitas relatif lebih besar.

Data hasil pengujian kuat tekan rata-rata beton busa dengan penambahan sabut kelapa dan serat ijuk yang dibandingkan dengan beton busa tanpa penambahan serat diperlihatkan pada Tabel 2. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk seluruh SG terjadi peningkatan kuat tekan. Penambahan jumlah persen serat sabut kelapa pada campuran beton busa, berbanding lurus dengan peningkatan kuat tekannya. Pada serat sabut kelapa, kuat tekan tertinggi terjadi pada SG 1,8 dengan persentase serat 1, 5%, dan kuat tekan terendah pada SG 1,4 dengan persentase serat 1 %. Pada beton busa dengan serat ijuk kuat tekan tertinggi terjadi pada SG 1,6 dengan persentase serat 0,5 %, dan kuat tekan terendah pada SG 1,2 dengan persentase serat 1,0. Dari kedua jenis serat yang digunakan terlihat bahwa serat uji menunjukkan peningkatan kuat tekan yang sangat signifikan terutama pada SG 1,6 dengan persentase serat 0,5 dan 1 %.

Dari hasil kuat tekan beton busa berserat penggolongan kelas beton ringan berdasarkan berat jenis dan kuat tekan yang tercapai (Neville, 1999 : 689) dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu moderate strength concretes dan

(5)

Tabel 2. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Busa Specific

Gravity

% Sabut Kelapa

Kuat Tekan Rata-rata (kg/cm2)

Selisih (%)

% Serat Ijuk

Kuat Tekan Rata-rata (kg/cm2) Selisih (%) 0 0 66,21 - 0,5 0,5 106,53 60,90 1 1 70,45 6,40 1,2 1,5 1,5 78,94 19,23 0 86,16 - 0 83,4 - 0,5 89,73 4,14 0,5 108,65 30,28 1 96,09 11,53 1 160,43 92,36 1,4 1,5 106,49 23,60 1,5 140,48 68,44 0 101,86 - 0 101,86 - 0,5 131,94 29,53 0,5 268,65 163,74 1 159,09 56,18 1 255,92 151,25 1,6 1,5 168,00 64,93 1,5 165,52 62,50 0 199,05 - 0 0,5 201,73 1,35 0,5 1 218,48 9,76 1 1,8 1,5 232,27 16,69 1,5

Tabel 3 menunjukkan data hasil pengujian kuat tarik belah rata-rata beton busa dengan penambahan serat. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa untuk seluruh SG terjadi peningkatan tegangan kuat tarik belah seiring dengan penambahan persentase serat terhadap beton busa normal. Untuk beton busa dengan serat sabut kelapa peningkatan kuat tarik belah terbesar terjadi pada SG 1,8 dengan persentase serat 1,5 %, dan kuat tarik belah terkecil terjadi pada SG 1,4 dengan persentase serat 0,5 %. Peningkatan terjadi berkisar antara 11,76 % sampai dengan 65,76 %. Untuk serat ijuk kuat tarik belah terbesar terjadi pada SG 1,6 dengan persentase serat 1,5 %, dan nilai terendah terjadi pada SG 1,2 dengan persentase serat 0,5 %. Peningkatan kuat tarik belah untuk serat ijuk berkisar antara 9,88 % sampai dengan 110 %. Dari hasil ini terlihat bahwa pada SG yang sama, serat ijuk memiliki kuat tarik belah yang lebih tinggi dari sabut kelapa.

Tabel 3. Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton Busa Specific Gravity % Sabut Kelapa Kuat Tarik Belah Rata-rata (kg/cm2) Selisih (%) % Serat Ijuk Kuat Tarik Belah Rata-rata (kg/cm2) Selisih (%) 0 0 6,78 - 0,5 0,5 7,45 9,88 1 1 9,06 33,63 1,2 1,5 1,5 9,67 42,63 0 12,33 - 0 12,33 - 0,5 13,78 11,76 0,5 15,1 22,47 1 14,56 18,09 1 16,42 33,17 1,4 1,5 15,38 24,74 1,5 19,79 60,50 0 14,34 - 0 14,34 - 0,5 22,61 57,67 0,5 23,26 62,20 1 22,7 58,30 1 28,99 102,16 1,6 1,5 23,77 65,76 1,5 30,14 110,18 0 21,54 - 0 0,5 26,08 21,08 0,5 1 32,48 50,79 1 1,8 1,5 33,24 54,32 1,5

Tabel 4 menunjukkan data hasil pengujian kuat tarik lentur rata-rata beton busa dengan penambahan serat. Dari Tabel dapat dilihat bahwa untuk seluruh SG terjadi peningkatan kuat tarik lentur beton busa seiring dengan penambahan persentase serat terhadap beton busa normal. Kuat tarik lentur tertinggi terjadi pada SG 1,6 dengan persentase serat sebesar 1,5 % untuk jenis serat sabut kelapa dan serat ijuk. Untuk serat sabut kelapa peningkatan kuat tarik lentur

(6)

berkisar antara 11,29 sampai dengan 167,08 %. Untuk serat ijuk, peningkatan kuat tarik lentur berkisar antara 9,47 sampai dengan 112,54 %.

Tabel 4. Hasil Pengujian Kuat Tarik Lentur Beton Busa Specific

Gravity

% Sabut Kelapa

Kuat Tarik Lentur Rata-rata (kg/cm2)

Selisih (%)

% Serat Ijuk

Kuat Tarik Lentur Rata-rata (kg/cm2) Selisih (%) 0 0 8,91 - 0,5 0,5 14,94 67,68 1 1 16,68 87,21 1,2 1,5 1,5 18,31 105,50 0 12,36 - 0 12,36 - 0,5 11,29 -8,66 0,5 13,53 9,47 1 16,36 32,36 1 19,23 55,58 1,4 1,5 19,21 55,42 1,5 25,78 108,58 0 11,42 - 0 14,11 - 0,5 15,21 33,19 0,5 18,23 29,20 1 22,54 97,37 1 21,54 52,66 1,6 1,5 30,5 167,08 1,5 29,99 112,54 0 11,78 - 0 0,5 13,11 11,29 0,5 1 18,34 55,69 1 1,8 1,5 25,00 112,22 1,5

4.2. Pembahasan

4.2.1. Kuat Tekan

Perbandingan peningkatan kuat tekan antara benda uji berserat sabut kelapa dan berserat ijuk ditunjukkan pada Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa persentase kenaikan tertinggi pada benda uji berserat ijuk dengan persentase serat 0, 5 %. Pada kedua jenis serat ini terlihat adanya persamaan, dimana dengan meningkatnya SG, maka kuat tekan akan meningkat. Namun pada benda uji berserat ijuk, semakin ditambah persentase serat peningkatan kuat tekannya berkurang secara signifikan. Hal ini disebabkan bahwa dengan bertambahnya jumlah serat maka kemungkinan terjadinya balling effect pada benda uji sangat besar. Sehingga akibat balling effect ini maka peningkatan kekuatannya berkurang pada persentase jumlah serat ijuk 1,5 %.

(7)

Untuk benda uji serat sabut kelapa, meski terjadi peningkatan persentase kuat tekannya, namun peningkatannya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan peningkatan kuat tekan pada benda uji dengan serat ijuk. Namun demikian hal yang menarik untuk diamati adalah penambahan serat sabut kelapa sampai persentase serat 1,5 % masih menunjukkan peningkatan kuat tekan. Hal ini disebabkan karena serat sabut kelapa berdiameter lebih kecil dari serat ijuk sehingga pada serat sabut kelapa proses balling effect belum terjadi pada persentase 1.5 %.

Pada pengujian kuat tekan, pola retak yang terjadi antara beton busa tanpa serat dan beton busa berserat terjadi perbedaan yang sangat jelas, dimana beton busa tanpa serat terjadi kehancuran pada seluruh sisi benda uji. Hal ini berbeda yang ditimbulkan pada beton busa berserat, dimana beton busa berserat hanya mengalami retakan-retakan pada seluruh sisi benda uji. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh serat yang tersebar didalam beton busa, sehingga beton busa tersebut mampu menahan beban tekan yang lebih besar dari pada beton busa normal yang diberikan oleh mesin uji tekan.

4.2.2. Kuat Tarik Belah

Perbandingan kuat tarik belah untuk kedua jenis serat ditunjukkan pada Gambar 2. Dari gambar tersebut terlihat bahwa persentase kenaikan kuat tarik belah tertinggi pada SG=1.6 dengan persentase serat ijuk 1, 5 %. Pada benda uji dengan serat ijuk memperlihatkan peningkatan yang signifikan pada setiap SG, dan pada setiap penambahan persentase serat. Lain halnya dengan benda uji berserat sabut kelapa, terlihat bahwa peningkatan kuat tarik belah untuk setiap SG dan setiap penambahan persentase serat tidak terlalu besar. Dari sini dapat disampaikan bahwa penambahan jumlah serat sabut kelapa tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan kuat tarik belahnya.

Secara umum dapat disampaikan bahwa dengan adanya penambahan serat pada benda uji terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai kuat tarik belah suatu benda uji. Dari sini dapat disampaikan bahwa serat sabut kelapa dan serat ijuk memiliki peranan dalam peningkatan nilai kuat tarik belah tersebut. Peningkatan nilai kuat tarik belah tergantung kepada jenis serat yang digunakan. Dalam penelitian ini terlihat bahwa serat ijuk memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan serat sabut kelapa.

Tabel 5 memperlihatkan perbandingan antara rumus Nilson Winter dan hasil penelitian dengan serat sabut kelapa dan serat ijuk. Dari Tabel ini dapat dilihat bahwa nilai kuat tarik beton busa berserat hasil penelitian rata-rata memberikan interval yang lebih besar dari batasan yang diberikan oleh Nilson dan Winter. Ini menunjukkan bahwa penambahan serat pada beton busa memberikan kontribusi positif pada kuat tarik belah dan kuat tarik lentur.

(8)

Tabel 5. Hubungan antara Kuat Tarik Terhadap Kuat Tekan Beton Busa

Pengujian Beton Ringan

Nilson & Winter (MPa)

Beton Ringan dengan Sabut Kelapa (MPa)

Beton Ringan dengan Serat Ijuk (MPa)

Kuat tarik belah (ft)

0,339

f

'

c

s/d 0,508

f

'

c

0,272

f

'

c

s/d 0,728

f

'

c

0,229

f

'

c

s/d 0,796

f

'

c

Kuat tarik lentur (fr)

0,508

f

'

c

s/d 0,678

f

'

c

0,284

f

'

c

s/d 0,825

f

'

c

0,335

f

'

c

s/d 0,917

f

'

c

5.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian pengaruh penambahan serat terhadap sifat-sifat mekanis beton busa adalah sebagai berikut :

1.

Penambahan serat sabut kelapa dan serat ijuk pada beton busa dapat meningkatkan nilai kuat tekan, kuat tarik belah, dan kuat tarik lenturnya.

2.

Dari perbandingan dua buah serat yang digunakan diperoleh bahwa pada Specific Grafity yang sama nilai kuat tekan yang terbesar terjadi pada beton busa dengan serat ijuk. Demikian juga pada nilai kuat tarik belah, nilai terbesar terjadi pada beton busa dengan serat ijuk.

3.

Peningkatan nilai kuat tekan pada beton beton berserat sabut kelapa berkisar antara 4,14 % sampai dengan 64,93 %, sedang pada beton busa berserat ijuk peningkatan kuat tekan berkisar antara 6,4 % sampai dengan 163,74 %. Peningkatan nilai kuat tarik belah beton berserat sabut kelapa berkisar antara 11,76 % sampai dengan 65,76 %, sedang pada beton busa berserat ijuk peningkatan kuat tarik belah berkisar antara 9,88 % sampai dengan 110,18 %. Untuk kuat tarik belah peningkatan pada beton berserat sabut kelapa berkisar antara 11, 29 % sampai dengan 167,08 %, dan pada beton berserat ijuk peningkatannya berkisar antara 9,47 % sampai dengan 112,54 %.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Dipohusodo, I., 1999, Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hines, W.W dan Montgomery, D.C, 1990, Probabilitas dan Statistik dalam Ilmu Rekayasa dan Manajemen, Terjemahan Rudiansyah) Edisi II, Penerbit UI Press.

Iskandar, 2000, Perilaku Mekanik Beton Serat Ijuk, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Jamil, F., 2006, Pengaruh Lingkungan Perawatan Terhadap Kuat Tekan Beton Serat Aluminium, Fakultas Teknik,

Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh.

Murdock, L.J., dan Brooks, K. M., 1991, Bahan dan Praktek Beton, terjemahan Hindarko, S., Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mulyono, T., 2004, Teknologi Beton, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Nilson, A.H., dan Winter, G., 1986, Design of Concrete Structures, Graw Hill Book Company, London. Neville, A M., 1999, Properties of Concrete, Longman, London.

Nawy, E.G., 1998, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar., PT Refika Aditama, Bandung.

Wang, C.K., dan Salmon, C.G., 1993, Desain Beton Bertulang, Terjemahan Binsar Hariandja, Edisi IV, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Zein, C. K. S., 2007, Pengaruh Penambahan Serat Sabut Kelapa Terhadap Sifat Mekanis Beton Busa (Foamed Concrete), Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh.

Gambar

Tabel 1. Pemeriksaan Sifat Fisis Serat
Tabel 2. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Busa
Gambar  1. Perbandingan Peningkatan Kuat Tekan Untuk Kedua Jenis Serat
Tabel 5 memperlihatkan perbandingan antara rumus Nilson Winter dan hasil penelitian dengan serat sabut kelapa dan  serat ijuk
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dipilihnya dua wilayah ini sebagai penerapan IFS dikarenakan wilayah tersebut merupakan lokasi yang cocok digunakan untuk peternakan kambing PE, sebagai peta

Secara umum kecepatan adopsi pestisida nabati oleh petani Wortel ( Daucus carota L) berada pada kategori cukup cepat pada median skor 3, berarti petani

Menurut Greenberg (2010), pelanggan atau customer adalah individu atau kelompok yang terbiasa membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan keputusan mereka atas

Sehubungan dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dilingkungan Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar Tahun Anggaran 2013 bersama ini kami mengundang saudara untuk mengikuti

Pengujian pada benda uji las MAG dengan variabel debit gas Carbon dioksida dilakukan 2 jenis pengujian, yaitu uji kekuatan lengkung untuk mengetahui ketahanan retak bahan las

Pembangkit listrik tenaga surya adalah suatu pembangkit yang dapat menghasilkan tenaga listrik yang berasal dari sinar matahari yang diubah melalui Photovoltaic..

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sintesis senyawa dibenzalaseton dan dianisalaseton melalui reaksi kondensasi Claisen- Schmidt menggunakan katalis basa

Selain mengamat- amati, orang jepang tidak segan-segan melakukan tindakan kejam terhadap pegawai-pegawai Indonesia yang bekerja pada Medan Hoso Kyoku, mereka mendapat