• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sistem Pertanian Terpadu Berbasis Kambing Peranakan Etawah di Kabupaten Gunungkidul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Sistem Pertanian Terpadu Berbasis Kambing Peranakan Etawah di Kabupaten Gunungkidul"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

(Application of Integrated Farming System Based on Etawah Crossbred Goat in Gunungkidul District)

Ayu Septi Anggraeni, Karimy MF, Herdian H, Sakti AA,Damayanti E

UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia, LIPI Yogyakarta Jl. Yogya-Wonosari Km. 31,5, Gading, Playen, Gunungkidul 55861 DI Yogyakarta

ayu.anggraeni07@gmail.com

ABSTRACT

Etawah crossbred goat is one of livestock commodity that is widely kept by farmers. Farming method of Etawah crossbreed goat can be done with integrated farming system concept. Integrated farming system are an amalgamation of all agricultural components, which include agriculture and livestock in an integrated farming system. This activity aimed to evaluate the implementation of integrated farming systems in Etawah crossbred goat that have been applied in Gunungkidul by taking into account factors that may influence the success or failure of the implementation of an integrated farming system. This concept was applied in two regions in Gunungkidul (Semin and Patuk) by utilizing local potential recources. The application of this system then characterized and observed sustainability. Data obtained were analyzed descriptively. The application of integration concept on agriculture and animal husbandry based Etawah crossbreed goat can be conducted simultaneously. Based on field condition factors that influence the success of integrated farming system include natural resources, the environment and humans. This concept provides a higher operational efficiency due to the utilized waste of a particular production as input for other productions. Waste utilization is adjusted to the potential local area.

Key Word: Etawah Crossbred Goat, Integrated Farming System, Gunungkidul

ABSTRAK

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu komoditas ternak yang banyak dibudidayakan. Salah satu usaha budidaya kambing PE dapat dilakukan dengan konsep pertanian peternakan terpadu. Pertanian peternakan terpadu merupakan penggabungan semua komponen pertanian, yang meliputi pertanian dan peternakan dalam suatu sistem usaha pertanian yang terpadu. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan sistem pertanian terpadu pada Kambing PE yang telah diterapkan di Kabupaten Gunungkidul dengan memperhatikan faktor-faktor yang mungkin berpengaruh pada keberhasilan maupun kegagalan penerapan sistem pertanian terpadu. Konsep ini diterapkan di dua wilayah di Kabupaten Gunungkidul yaitu di Semin dan Patuk dengan memanfaatkan potensi sumberdaya setempat. Penerapan sistem ini kemudian dikarakterisasi dan diamati keberlanjutannya. Data yang didapat selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Penerapan konsep integrasi pertanian dan peternakan terpadu berbasis kambing PE dapat dilakukan secara serentak. Berdasarkan kondisi di lapangan faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usaha ini diantaranya sumber daya alam, lingkungan dan manusia. Konsep ini memberikan efisiensi usaha yang lebih tinggi dikarenakan limbah dari sektor produksi tertentu dapat digunakan sebagai input untuk sektor produksi yang lain. Pemanfaatan limbah disesuaikan dengan potensi daerah setempat.

(2)

PENDAHULUAN

Tingginya angka pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan perkapita di Indonesia diikuti dengan meningkatnya angka permintaan produk pangan khususnya permintaan bahan makanan asal hewani (BMAH). Kondisi tersebut merupakan suatu simbol meningkatnya nilai kemakmuran masyarakat. Konsumsi protein telur dan susu mengalami peningkatan sebesar 0,6% pada tahun 2013 (3,7%) dibandingkan dengan tahun 2012 (3,1%) (BPS 2014). Akan tetapi hal ini belum didukung dengan adanya kecepatan pemenuhan produksi pada sektor peternakan. Beberapa kendala dalam memenuhi permintaan BMAH khususnya susu adalah rendahnya tingkat produksi susu di kalangan peternak, minimnya lahan hijauan untuk pakan ternak serta sistem pemeliharaan pada peternakan rakyat yang sebagian besar masih bersifat usaha sampingan atau tabungan, sehingga tidak diperhitungkan biaya produksi/perawatan ternaknya.

Masyarakat Indonesia selain mengenal susu sapi, juga mengenal susu dari ternak lain, seperti susu kerbau, kambing dan kuda. Susu kambing selain digunakan sebagai susu pelengkap nutrisi, juga memiliki nilai tambah sebagai susu yang multi manfaat sebagai obat berbagai macam penyakit, seperti kontrol asam lambung, terapi asma, TBC dan penyakit pernafasan lain serta terapi asam urat dan lain sebagainya (Susanto & Budiana 2005). Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Bligon (hasil persilangan kambing Kacang asli Indonesia dengan kambing PE) dengan kambing Etawah yang asli didatangkan dari India. Kambing jenis ini merupakan kambing multi purpose, yang bisa menghasilkan susu di atas rata-rata kambing lokal (0,5-2 l/hari) (Susilorini et al. (0,5-2008), sehingga bisa dimanfaatkan kelebihan susunya bagi manusia dan juga sebagai kambing pedaging yang mempunyai bobot badan lebih besar dari kambing lokal Indonesia. Karakteristik kambing PE menurut Markel & Subandriyo (1997) adalah telinga menggantung ke bawah dengan panjang 18-19 cm, tinggi badan antara 75-100 cm, bobot jantan sekitar 40-90 kg dan betina sekitar 35-70 kg. Kambing PE jantan berbulu di bagian atas dan bawah leher, rambut pundak dan paha belakang lebih lebat dan panjang. Kambing PE betina memiliki rambut panjang hanya pada bagian paha belakang. Warna rambut kambing PE terdiri atas kombinasi cokelat sampai hitam atau abu-abu dan muka cembung (Hardjosubroto 1994). Penelitian lain oleh Adiati & Priyanto (2011) menyatakan bahwa warna putih merupakan warna umum kambing PE yang didomestikasi. Pada kambing PE warna putih merupakan warna dominan terhadap hitam dan cokelat. Ukuran-ukuran tubuh kambing PE induk di daerah pantai secara umum lebih rendah dibandingkan dengan daerah pegunungan, sebaliknya kambing PE jantan, dara dan anakan mempunyai ukuran-ukuran tubuh yang lebih tinggi (Rasminati 2013).

Konsep pemeliharaan kambing perah ini dapat diadopsikan dari integrated farming

system (IFS) atau sistem pertanian terpadu. Pola pemeliharaan kambing PE dengan konsep

pertanian peternakan terpadu harus diperkaya dengan nilai teknologi, sehingga perlu adanya pendekatan secara teknis terkait teknologi pakan, pengolahan hasil ternak, kesehatan ternak dan sistem perkandangan serta manajemen budidaya yang mendukung konsep IFS. Dengan demikian, diharapkan produktivitas tampil secara optimal dan keuntungan pun dapat dicapai secara signifikan. Sistem pertanian terpadu menerapkan konsep seminimal mungkin penggunaan bahan untuk mendapatkan keuntungan yang layak dan tinggi serta level produksi berkelanjutan dengan meminimalkan efek negatif pertanian dan menjaga lingkungan (IFAD 2004). Sistem integrasi pertanian dan peternakan merupakan penggabungan semua komponen pertanian, yang meliputi pertanian dan peternakan dalam suatu sistem usaha pertanian yang terpadu (Musofie 2000). Sistem ini mengedepankan ekonomi yang berbasis teknologi ramah lingkungan dan optimalisasi semua sumber energi yang dihasilkan.Kelebihan dari sistem pertanian terpadu antara lain,

(3)

efisiensi energi, meningkatkan efektivitas lahan, modal terus berputar dan ramah lingkungan. Konsep terapan sistem pertanian terpadu akan menghasilkan F4, yang terdiri dari food, feed, fuel dan fertilizer. Sistem integrasi pertanian dan peternakan yaitu memanfaatkan limbah tanaman untuk pakan dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk tanaman (Julendra et al. 2007). Konsep ini sudah mulai banyak diterapkan di Indonesia baik pada ternak ruminansia besar ataupun kecil. Unit Pelaksana Teknis Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (UPT BPPTK LIPI) Yogyakarta telah melakukan kegiatan inisiasi IFS sejak tahun 2006 di beberapa wilayah yaitu Belu NTT (Julendra et al. 2007), Gunungkidul DI Yogyakarta (Febrisiantosa et al. 2007), Banyumas Jawa Tengah (Istiqomah 2011), Kaur Bengkulu (Karimy et al. 2013), Tanah Datar Sumatera Barat (Damayanti et al. 2013) dan wilayah lainnnya seperti Temanggung dan Wonosobo Jawa Tengah.

Kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan sistem pertanian terpadu pada Kambing PE di Kabupaten Gunungkidul dengan memperhatikan faktor-faktor yang mungkin berpengaruh pada keberhasilan maupun kegagalan penerapan sistem pertanian terpadu.

MATERI DAN METODE

Kajian ini diterapkan dengan membangun dan membina usaha pertanian peternakan terpadu dengan konsep IFS di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Kecamatan Semin dan Patuk. Konsep IFS yang diterapkan adalah berbasis kambing PE dengan skala 50-70 ekor yang dimiliki sejumlah 21-22 peternak dan kemudian diintegrasikan dengan potensi lokal tanaman pertanian atau perkebunan di dua lokasi tersebut. Limbah kotoran ternak diproses dan dimanfaatkan sebagai pupuk yang merupakan masukan bagi sistem pertanian dan perkebunan. Penerapan sistem ini berlangsung selama satu tahun kemudian dikarakterisasi dan diamati keberlanjutannya. Parameter yang diamati adalah karakteristik konsep IFS yang meliputi potensi sumber pakan, taraf pendidikan SDM dan kesesuaian lahan. Data yang didapat selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep penerapan konsep pertanian peternakan terpadu

Konsep pertanian peternakan terpadu yang diterapkan di Kecamatan Semin dan Patuk, Gunungkidul ditampilkan pada gambar 1.

Gambar 1. Konsep penerapan IFS di Kecamatan Semin dan Patuk, Gunungkidul Pupuk organik

(4)

Ternak yang dipelihara adalah kambing PE yang merupakan kambing dwiguna. Dipilihnya dua wilayah ini sebagai penerapan IFS dikarenakan wilayah tersebut merupakan lokasi yang cocok digunakan untuk peternakan kambing PE, sebagai peta pengembangan lokasi peternakan kambing PE Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul, mempunyai limbah pertanian ataupun perkebunan yang dapat dijadikan sumber pakan alternatif. Kemudian limbah kotoran maupun urin diolah menjadi pupuk cair dan kompos, yang selanjutnya dapat diaplikasikan pada tanaman pertanian ataupun perkebunan baik itu area kebun kacang tanah, kakao dan sayuran. Khusus untuk tanaman sayuran di Nglanggeran, Kecamatan Patuk dilakukan dengan metode hidroponik, yang sangat tepat dengan memanfaatkan pupuk cair dari limbah peternakan dan sebagai upaya efisensi lahan pertanian yang terbatas (Julendra & Taek 2009).

Sistem IFS merupakan sistem yang sangat sehat apabila dikembangkan dengan konsep biogas. Hal ini dikarenakan kotoran ternak langsung masuk ke dalam biodigester sehingga tidak mencemari lingkungan dan diharapkan dapat memutus mata rantai suatu penyakit. Akan tetapi biogas belum diterapkan di dua lokasi pengembangan IFS, dikarenakan bentuk fisik serta kandungan rasio C:N dari kotoran kambing memerlukan perlakuan khusus untuk proses biogas. Hal ini merupakan tantangan tersendiri untuk peternakan kambing PE, dikarenakan ketidaksesuaian rasio C:N (13-20) pada kambing PE. Rasio ideal didapatkan dari kotoran sapi (C:N = 10-30) dan hal ini merupakan peluang untuk dikembangkan metode dan komposisi yang tepat untuk memperoleh rasio C:N ideal yaitu sekitar 25-30 (Norganics 2014).

Pemeriksaan dan konsultasi kesehatan umumnya telah dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis veteriner di bawah koordinasi dinas peternakan setempat. Susu yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut menjadi produk olahan susu kambing seperti yoghurt, kefir, kerupuk susu, permen susu dan lain-lain yang akan meningkatkan pendapatan dari peternak. Pemasaran produk peternakan yang berupa anak kambing, dilaksanakan melalui kelompok tani apabila produk yang dihasilkan berkualitas baik dan dilakukan secara langsung oleh petani ke pasar hewan untuk ternak-ternak yang berkualitas kurang baik.

Karakteristik konsep pertanian peternakan terpadu

Berdasarkan topografi daerah Semin dan Patuk termasuk dalam zona Utara disebut wilayah Batur Agung dengan ketinggian 200-700 m di atas permukaan laut. Kondisi lahan berbukit-bukit, terdapat sumber-sumber air dengan kedalaman 6-12 m dari permukaan tanah. Wilayah Batur Agung meliputi Kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan Kecamatan Ponjong bagian Utara (Kabupaten Gunungkidul 2014). Jenis tanah didominasi latosol dengan batuan induk vulkanik dan sedimen taufan untuk wilayah Patuk. Tanah latosol berciri berwarna merah hingga kuning dan cocok untuk ditanami palawija, padi, kelapa, karet, kopi, kakao dan lain-lain, sehingga di daerah Patuk tepatnya Nglanggeran banyak dibudidayakan tanaman kakao. Jenis tanah gramosol mendominasi wilayah Semin. Tanah gramosol berciri berwarna kelabu hitam, terbentuk dari material halus berlempung dan bersifat subur, sehingga lahan digunakan untuk tanaman padi dan palawija terutama kacang-kacangan.

Daerah pegunungan merupakan daerah yang cocok untuk dijadikan sentra peternakan kambing PE. Berat badan yang dapat dicapai oleh ternak induk yang telah melahirkan berkisar 40-50 kg, induk bunting 45 kg, ternak betina dara 25 kg, jantan 64 kg pada dua lokasi kelompok ternak binaan. Kondisi geografis ini sangat berpengaruh terhadap penerapan IFS. Hal ini terkait dengan dasar pemilihan tanaman dan ternak yang akan dibudidayakan yang sesuai dengan lahan serta kondisi geografisnya. Sumanto & Juarini (2004) menyatakan bahwa kesesuaian lahan merupakan salah satu faktor pendukung

(5)

keberhasilan suatu usaha peternakan khususnya ruminansia. Hal ini terkait dengan penggunaan lahan dan potensi tanaman pangan serta hijauan, yang selanjutnya akan menentukan arah pengembangan lahan bagi ternak ruminansia. Dilihat dari pakan yang diberikan di kedua wilayah ini mempunyai tipe yang hampir sama hanya perbedaan pada limbah tanaman yang digunakan sebagai bahan campuran silase.

Tabel 1. Karakteristik konsep IFS pada dua wilayah penerapan di Kabupaten Gunungkidul Lokasi

kecamatan Sumber pakan

Jumlah peternak Jumlah populasi kambing Tahun penerapan Pendidikan peternak Semin Hijauan, limbah

perkebunan (kacang tanah), konsentrat

21 79 2014 SD-SMA

Patuk Hijauan, limbah perkebunan (kakao), konsentrat

22 69 2014-2015 SD-DIII

Menurut Devendra et al. (1997) ada dua tipe sistem integrasi yang lazim dikembangkan di Asia Tenggara yaitu: (1) Sistem yang mengkombinasikan ternak dan tanaman semusim padi, jagung, ketela pohon, kentang, kedelai dan kacang tanah; serta (2) Sistem yang mengkombinasikan ternak dengan tanaman tahunan yaitu karet, kelapa sawit, kelapa dan kakao. Daerah Semin dapat dikategorikan pada tipe 1 dengan integrasi tanaman kacang-kacangan serta padi dan daerah Patuk dikategorikan pada tipe 2 dengan integrasi tanaman kakao. Interaksi antara ternak dan tanaman baik semusim atau tahunan akan memberikan manfaat yang positif. Hal ini secara langsung atau tidak akan meningkatkan produktivitas, pendapatan dan keberlanjutan usaha tersebut. Hal ini dikarenakan tidak ada

output dari satu bidang yang tidak termanfaatkan, dikarenakan output yang satu

merupakan input untuk bidang yang lainnya.

Masing-masing wilayah mempunyai potensi limbah pertanian dan perkebunan yang dapat digunakan sebagai alternatif pakan yang dapat diolah lebih lanjut menjadi silase. Hal ini akan menekan pengeluaran terutama biaya pakan, karena limbah dari tanaman pertanian dan perkebunan dapat digunakan sebagai alternatif pakan. Dengan demikian, biaya untuk pakan bisa diminimalisir. Teknologi pakan yang akan diintroduksikan adalah teknologi pakan silase komplit berbasis limbah tanaman pertanian dan perkebunan untuk ternak ruminansia. Pengaplikasian di daerah Semin dengan memanfaatkan limbah tanaman kacang tanah sebagai bahan campuran dari silase komplit tersebut. Teknologi silase adalah teknik fermentasi hijauan pakan ternak dengan tujuan untuk mengawetkan pakan (Sofyan 2010). Produksi pakan silase ketika musim panen tanaman pangan dapat dijadikan cadangan pakan ketika musim kemarau (Erowati 2000). Silase komplit merupakan salah satu hasil penelitian peneliti bidang pakan di UPT BPPTK LIPI Yogyakarta yang telah diuji cobakan kepada ternak ruminansia di Desa Sukoliman II, Bejiharjo, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta pada bukan Juli-September 2009, bekerja sama dengan Pusinov LIPI (Sakti et al. 2013).

Silase komplit berbasis kulit kakao diaplikasikan di daerah Patuk terutama Nglanggeran, karena mengingat tempat tersebut banyak dibudidayakan tanaman kakao. Silase pakan komplit dengan bahan utama kulit buah kakao dan jerami sebagai limbah agroindustri merupakan pakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengganti silase amoniasi yang dapat memicu terjadinya keguguran pada ternak bunting akibat konsentrasi amonia yang tinggi dalam darah (Damayanti et al. 2013). Kulit kakao merupakan salah satu limbah yang berlimpah di Desa Nglanggeran dan belum banyak dimanfaatkan. Biji kakao dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membuat dodol sebagai salah satu makanan

(6)

khas di Nglanggeran. Kulit kakao berpotensi untuk dijadikan bahan pakan dan terbukti mampu meningkatkan produktivitas ternak. Pemberian silase kakao juga berpengaruh pada penurunan produksi gas metan (CH4) yang ditandai dengan penurunan non-glucogenic

ratio (NGR) sehingga energi yang didapatkan dioptimalkan untuk pertumbuhannya

(Damayanti et al. 2013). Penelitian lain pada ruminansia kecil dilakukan oleh Sianipar & Simanihuruk (2009) yang menjelaskan bahwa suplementasi 10% silase kulit kakao dalam pakan kambing juga terbukti efektif meningkatkan pertumbuhan.

Pengenalan pakan organik untuk ruminansia juga diperkenalkan pada dua kelompok ternak kambing PE. Produk penambah cita rasa pakan untuk ternak ruminansia dan juga ada yang merupakan kompleks probiotik biomineral untuk ternak ruminansia dalam rangka pencegahan defisiensi mineral. Kedua tambahan pakan diperkenalkan pada kelompok binaan dengan harapan akan meningkatkan produktivitas pada kambing PE.

Sumber daya manusia mempunyai pengaruh cukup tinggi dalam keberlanjutan usaha pertanian peternakan terpadu ini. Hal ini berkaitan dengan etos kerja dan juga tingkat pendidikan peternak. Umumnya, pelaku di bidang pertanian peternakan terpadu berpendidikan SMP, kegiatan pertanian peternakan terpadu merupakan mata pencaharian utama untuk mereka. Sehingga para peternak bersungguh-sungguh dalam memelihara ternak dan lahannya. Julendra et al. (2013) menyatakan bahwa keberhasilan program penyuluhan pertanian terkait karakteristik sosial ekonomi petani dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, luas lahan dan produksi. Penerapan konsep integrasi pertanian dan peternakan terpadu dapat dijadikan konsep pemeliharaan ternak yang dapat mengurangi penggunaan lahan hijauan, selain limbah kotoran ternak dapat diolah menjadi pupuk cair dan kompos yang dapat digunakan sebagai input untuk lahan pertanian serta menambah pendapatan dari peternak.

KESIMPULAN

Penerapan konsep integrasi pertanian dan peternakan terpadu berbasis kambing PE dapat dilakukan secara serentak. Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usaha ini diantaranya sumber daya alam, lingkungan dan manusia. Konsep ini memberikan efisiensi usaha yang lebih tinggi dikarenakan limbah hasil produksi bidang tertentu dapat digunakan sebagai input untuk produksi lainnya. Pemanfaatan limbah khususnya pakan disesuaikan dengan potensi daerah setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Adiati U, Priyanto D. 2011. Karakteristik morfologi kambing PE di dua lokasi sumber bibit. Dalam: Prasetyo LH, Damayanti R, Iskandar S, Herawati T, Priyanto D, Puastuti P, Anggraeni A, Tarigan S, Wardhana AH, Dharmayanti NLPI, penyunting. Teknologi Peternakan dan Veteriner untuk Peningkatan Produksi dan Antisipatif terhadap Dampak Perubahan Iklim. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Juni 2011. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 472-477-8.

BPS. 2014. Rata-rata konsumsi protein (g) perkapita menurut kelompok makanan 1998-2013. Jakarta (Indonesia): Badan Pusat Statistik.

Damayanti E, Purwati E, Julendra H, Husmaini, Maryana R, Nasri Y, Aritonang S. 2013. Inovasi teknologi fermentasi silase campuran kulit kakao dan jerami sebagai sumber pakan sapi di kelompok tani ternak Tanjung Lurah, Tanah Datar, Sumatera Barat. Dalam: Seminar Nasional & Workshop: Peningkatan Inovasi dalam Menanggulangi Kemiskinan. Jakarta (Indonesia): LIPI. hlm. 261-268.

(7)

Devendra C, Thomas D, Jabbar MA, Kudo H. 1997. Improvement of livestock production in crop-animal systems in rainjedagro-ecological zones of South-East Asia. Nairobi (Kenya): ILRI. Erowati DA. 2000. Penerapan teknologi silase hijauan makanan ternak (HMT) di Jombang Jawa

Timur. J Tek Lingkungan. 1:184-188.

Febrisiantosa A, Maryana R, Pudjiono PI, Herdian H. 2007. Implementasi teknologi biogas sebagai penyedia energi dan pupuk organik pada rumah tangga petani di pedesaan. Dalam: Utomo R, Linar Z, Udin, Harmayani E, Pudjiono PI, Ariani D, penyunting. Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal. Yogyakarta 5 Desember 2007. Jakarta (Indonesia): LIPI Press.

Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi pemuliabiakan ternak di lapangan. Jakarta (Indonesia): PT Gramedia Widya Sarana Indonesia.

IFAD. 2004. Integrated crop-livestock farming systems. IFAD [Internet]. [cited 2015 Jan 1]. Available from: www.ifad.org/lrkm/factsheet/integratedcrop.pdf

Istiqomah L. 2011. Laporan kemajuan tahap akhir. IPTEKDA XIV. Penguatan Program penggemukan ternak sapi potong dengan sistem kereman di wilayah Kecamatan Sokaraja, Purwokerto, Jawa Tengah. Purwokerto (Indonesia): IPTEKDA.

Julendra H, Febrisiantosa A, Damayanti E, Wahono SK, Karimy MF, Istiqomah L, Herdian H. 2013. Evaluasi penerapan sistem pertanian terpadu berbasis sapi potong di delapan lokasi dengan letak geografis yang berbeda. Dalam: Seminar Nasional & Workshop Peningkatan Pemanfaatan Inovasi dalam Menanggulangi Kemiskinan. Bandung, 30 September-1 Oktober 2013. Subang (Indonesia): Pusat Penelitian TELIMEK LIPI Bandung & Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang. hlm. 104-111.

Julendra H, Pudjiono PI, Maryana R. 2007. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai energi alternatif dan pupuk organik dalam rangka pengembangan sistem pertanian terpadu. Dalam: Prosiding Nasional Implementasi Hasil-Hasil Riset. Yogyakarta (Indonesia): UPT BPPTK LIPI, BPTP Yogyakarta dan UGM.

Julendra H, Taek JK. 2009. Model pertanian terpadu pengembangan sapi Bali (Bos taurus) di lahan marginal. Dalam: Prosiding Nasional Implementasi Hasil-Hasil Riset. Yogyakarta (Indonesia): UPT BPPTK LIPI, BPTP Yogyakarta dan UGM.

Kabupaten Gunungkidul. 2014. Kondisi umum. Kabupaten Gunungkidul [Internet]. [Disitasi 1 Januari 2015]. Tersedia dari: http://gunungkidulkab.go.id/home.php?mode=content&id=78 Karimy MF, Suryani AE, Herdian H, Damayanti E, Febrisiantosa A. 2013. Potensi pengembangan

integrasi agroternak melalui instalasi biogas dan introduksi silase pelepah daun sawit (PDS) di Kaur, Provinsi Bengkulu. Dalam: Seminar Nasional & Workshop Peningkatan Pemanfaatan Inovasi dalam Menanggulangi Kemiskinan. Bandung, 30 September-1 Oktober 2013. Subang (Indonesia): Pusat Penelitian TELIMEK LIPI Bandung & Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang.

Markel RC, Subandriyo. 1997. Sheep and goat production handbook for Southeast Asia. 3rd ed. Bogor (Indonesia): CV Ekha Putra.

Musofie A. 2000. Peternakan kambing Peranakan Ettawa dalam mendukung agribisnis. Dalam: Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 139-146. Norganics. 2014. CN ratio. Norganics [Internet]. [cited 2014 Jan 1]. Available from:

http://www.norganics.com/applications/cnratio.pdf

Rasminati N. 2013. Grade kambing Peranakan Ettawa pada kondisi wilayah yang berbeda. Sains Peternakan. 11:43-48.

Sakti AA, Sofyan A, Sebayang RAB, Mulyono, Nurohmah M. 2013. Aplikasi konsep silase isi ulang dalam mendukung ketahanan pakan: Studi kasus di peternakan Minomakmur Sleman, DI Yogyakarta. Dalam: Seminar Nasional & Workshop Peningkatan Pemanfaatan Inovasi

(8)

dalam Menanggulangi Kemiskinan. Bandung, 30 September-1 Oktober 2013. Subang (Indonesia): Pusat Penelitian TELIMEK LIPI Bandung & Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang. hlm. 251-260.

Sianipar J, Simanihuruk K. 2009. Performans kambing sedang tumbuh yang mendapat pakan tambahan mengandung silase kulit buah kakao. Dalam: Sani Y, Natalia L, Brahmantyo B, Puastuti W, Sartika T, Nurhayati, Anggraeni A, Matondang RH, Martindah E, Estuningsih SE, editors. Teknologi Peternakan dan Veteriner untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Peternak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13-14 Agustus 2009. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 435-441.

Sofyan A. 2010. Peuyeum jerami komplit pakan refill yang ramah lingkungan. Infovet. 195:64-65. Sumanto, Juarini E. 2004. Potensi kesesuaian lahan untuk pengembangan ternak ruminansia di

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam: Thalib A, Sendow W, Purwadaria T, Tarmudji, Darmono, Triwulanningsih E, Beriajaya, Natalia L, Nurhayati, Ketaren PP, et al., penyunting. Iptek Sebagai Motor Penggerak Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Peternakan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 123-129.

Susanto D, Budiana. 2005. Susu kambing. Jakarta (Indonesia): Penebar Swadaya.

Susilorini ET, Sawitri ME, Muharlien. 2008. Budidaya 22 ternak potensial. Jakarta (Indonesia): Penebar Swadaya.

Gambar

Gambar 1. Konsep penerapan IFS di Kecamatan Semin dan Patuk, Gunungkidul Pupuk organik
Tabel 1. Karakteristik konsep IFS pada dua wilayah penerapan di Kabupaten Gunungkidul

Referensi

Dokumen terkait

Namun kemudian, sebagai- mana dikemukakan oleh Muhammad Hami- dullah, secara bertahap, berdasarkan wahyu (al-Qur’an) dan sunnah Nabi Muhammad, sistem sosial yang

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk dan Harga Terhadap

Nafar merupakan kegiatan rutin tahunan Majlis Tafsir Al-Qur'an yang diadakan pada setiap bulan Ramadhan yang bertujuan untuk mempererat ukhuwah atau hubungan kekeluargaan

Berdasarkan laporan keuangan Pt Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART), pada kuartal III, penjualan CPO Smart meningkat 22,6% dibandingkan periode yang sama

ASTC (Ariyanti Skills and Training Center) hadir sebagai bukti kepedulian terhadap permasalahan negeri yang memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi

penulis akan menciptakan sebuah karya seni yang bersifat fungsional berupa Softcase Drumset dengan berbahan dasar kulit nabati yang nantinya akan diproses

2.1.12 Dalam hal Penyedia Barang/Jasa yang sudah ditunjuk menjadi pemenang dalam Pelelangan Umum ini dan tidak bersedia menandatangani Surat Perjanjian atau menolak penunjukan PT