• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI STRUKTUR SIFAT TERMAL DAN KONDUKTIVITAS LISTRIK DARI GELAS KONDUKTOR SUPERIONIK (AgBr)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KARAKTERISASI STRUKTUR SIFAT TERMAL DAN KONDUKTIVITAS LISTRIK DARI GELAS KONDUKTOR SUPERIONIK (AgBr)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI STRUKTUR SIFAT TERMAL DAN KONDUKTIVITAS LISTRIK DARI GELAS KONDUKTOR

SUPERIONIK (AgBr)x(AgPO3)1-x

E. Kartini, S. Yusuf, T. Priyanto

P3IB- Badan Tenaga Nuklir Nasional

N. Indayaningsih

P3FT- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

M.F. Collins

Dept of physics, McMaster University, Canada

ABSTRACT

THERMAL, ELECTRICAL AND STRUCTURAL CHARACTERIZATION OF FAST ION CONDUCTING GLASSES (AgBr)x(AgPO3)1-x. Fast ion conducting glasses are of considerable technological interest because of their possible application in batteries, sensors, and displays. One of the main scientific challenges is to explain how the disordered structure of the glass is related to the high ionic conductivity that can be achieved at ambient temperature. Fast ion conducting glasses (AgBr)x(AgPO3)1-x with x = 0.0; 0.2; 0,3; 0.4; 0.5;

0,7; and 0.85 were prepared by rapid quenching. The studies of structure, thermal property and electrical conductivity have been made. The x-ray diffraction patterns of this system show that the samples are glasses for x < 0.5, and partially crystalline and partially glasses for x > 0.5. The neutron diffraction data shows that all AgBr doped glasses exhibit a strong and relatively sharp diffraction peak at anomalously low momentum transfer value, Q ~ 0.7 Å-1. The low

Q-peak is not observed in AgPO3 glass, and in the x-ray data. The results of electrical

conductivity show that the conduction is essentially ionic and due to silver ions alone. The logarithm of the ionic conductivity increases with increasing AgBr mole fraction, and reaches maximum for x = 0.5. The thermal property results measured by differential scaninng calorimetric show that the temperatures of the glass transition, the crystallization and the melt reach minimum for the glass with composition x = 0.5. We conclude that there appears to be a relation between higher conductivity at ambient temperature, and the low Q-peak. Based on this investigation a better fast ion conducting glass proposed is (AgBr)0.5(AgPO3)0.5 with the

conductivity of 8 x 10-5 S/cm.

Key words : fast ion conducting glasses, electrical conductivity, glass transition, x-ray and neutron diffraction

ABSTRAK

KARAKTERISASI STRUKTUR SIFAT TERMAL DAN KONDUKTIVITAS LISTRIK DARI GELAS KONDUKTOR SUPERIONIK (AgBr)x(AgPO3)1-x. Gelas konduktor ionik cepat atau gelas konduktor superionik dari sisi teknologi sangat menarik karena aplikasinya untuk baterai, sensor dan display. Salah satu tantangan segi ilmiahnya adalah menerangkan bagaimana struktur takberaturan didalam gelas dapat dihubungkan dengan sifat konduksi ioniknya yang tinggi yang dapat dicapai pada suhu ruang. Gelas konduktor superionik (AgBr)x(AgPO3)1-x dengan x = 0,0; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,7; dan 0,85 telah

(2)

neutron menunjukkan terbentuknya puncak tajam difraksi pertama pada Q ~ 0,6-0,8 Å-1 untuk

gelas yang telah didoping. Pada gelas tanpa doping, yaitu AgPO3 puncak tersebut tidak

nampak juga pada hasil pengukuran dengan difraksi sinar-x. Hasil pengukuran konduktivitas menunjukkan bahwa konduksi berasal dari ion-ion Ag. Logaritma dari konduktivitas listrik ini naik dengan kenaikan garam dopan AgBr, dan mencapai maksimum pada x = 0,5. Sifat termal yang diukur dengan differential scanning calorimetric menunjukkan bahwa suhu transisi gelas, suhu kristalisasi dan suhu leleh mencapai minimum pada harga x = 0,5. Disimpulkan bahwa ada kemungkinan hubungan kenaikan konduktivitas, penurunan gelas transisi dengan puncak pada Q-rendah ini. Dari penelitian ini gelas konduktor ionik cepat yang diunggulkan adalah (AgBr)0,5(AgPO3)0,5 dengan konduktivitas sebesar 8 x 10-5 S/cm.

PENDAHULUAN

Penelitian dan pengembangan bahan konduktor superionik berbasis gelas (fast ion/superionic conducting glass) telah berkembang sangat cepat[1]. Hal ini dikarenakan beberapa sifat dari bahan gelas konduktor superionik yaitu memiliki konduktivitas tinggi pada suhu ruang[2-3] serta berbagai aplikasi teknologinya seperti baterai, sensor dan piranti elektrokimia[4]. Diantara sistem gelas konduktor superionik yang sering diteliti adalah keluarga perak yang didoping pada gelas oxysalts, seperti sistem AgI-AgPO3[5] atau AgI-Ag2O-B2O3[6]. Pada salah satu model struktur gelas[7] diterangkan bahwa pada sistem ini ion-ion Ag dan I menempati tetangga terdekat di dalam jaringan gelas, dan struktur dari komponen pembentuk gelas tidak terpengaruh oleh penambahan AgI, sebagaimana dikonfirmasikan dengan hasil penelitian menggunakan hamburan neutron dan difraksi sinar-x[6-9]. Walaupun begitu struktur lokal dari komponen garam dopan AgI dan mekanisme konduksi ionik dari ion-ion Ag belum banyak diketahui. Salah satu kesulitan dari analisa struktur gelas kondukror superionik adalah data hamburan baik neutron maupun sinar-x lebih didominasi oleh komponen pembentuk gelas dibandingkan hamburan dari komponen AgI. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai struktur dari gelas konduktor superionik, telah disintesa sistem keluarga perak baru yaitu AgBr-AgPO3. Pada makalah ini akan diuraikan pengukuran dengan sinar-x, juga perbandingannya dengan hasil pengukuran hamburan neutron. Sifat termal dan sifat listrik pada suhu ruang pada bahan ini akan diuraikan dengan singkat.

PERCOBAAN

Difraksi Sinar-X

(3)

dengan sinar-x untuk cuplikan gelas (AgBr)x(AgPO3)1-x dengan x = 0,0; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,7; dan 0,85 yang dibuat di laboratorium preparasi cuplikan Balai Spektrometri, P3IB, BATAN. Sebagai pembanding dilakukan pengukuran terhadap kristalin AgBr (x = 1,0). Untuk pengukuran dengan difraksi sinar-x digunakan Diftraktometer Sinar-X pada Brockhouse Institute of Materials Research, McMaster University Canada dengan sumber sinar-x yang digunakan CuKαl yang memiliki panjang gelombang λ, 1,54 Å. Jangkauan sudut hamburan 20 adalah sekitar 5o s/d 80o dengan step 0,1o.

Konduktivitas Listrik

Pengukuran tahanan listrik dilakukan dengan menggunakan High Precision LCR Meter Delica Mini Bridge model DIS dilengkapi dengan termometer digital type 303K dengan thermocouple typeK NiCr-NiAl, yang terdapat di Balai Spektrometri, P3IB BATAN, Tungku yang digunakan adalah Isotemp Programmable Furnance Buatan Fisher Scientific. Dengan pengukur tahanan listrik cuplikan maka dapat dihitung besarnya konduktivitas listrik cuplikan (AgBr)x(AgPO3)1-x melalui dua persamaan berikut:

σ = konduktivitas pada cuplikan (AgBr)x(AgPO3)1-x.

Pengukuran Sifat Termal

(4)

Metoda Hamburan Neutron

Untuk mengetahui lebih jauh sifat mikroskopik dari bahan gelas konduktor superionik (AgBr)x(AgPO3)1-x telah dilakukan pengambilan data hamburan neutron menggunakan Difraktometer Neutron Resolusi Tinggi (HRPD) pada DUALSPEC-spectrometer, di Chalk River Laboratory, Canada. Berkas neutron polikromatis direfleksikan menggunakan monokromator Si(531) untuk mendapatkan panjang gelombang monokromatis pada 1,257 Å. Secara prinsip proses hamburan neutron yang terjadi adalah bersifat elastik, dimana tidak terjadi perubahan energi pada cuplikan selama proses pengukuran, sehingga kita dapat mentransformasikan bentuk besaran sudut hamburan (2θs) menjadi besaran perpindahan momentum (momentum transfer) melalui hubungan

Q = 4π sin θs /λ (2) Hasil pola struktur faktor bahan gelas biasanya diprensentasikan sebagai hubungan cacahan neutron yang dihamburkan oleh cuplikan terhadap jangkauan sudut hamburan (2θs) atau dengan besaran Q. Faktor struktur ini ditulis sebagai S(Q).

Pengukuran hanya dilakukan untuk bebarapa komposisi, yakni x = 0,0; 0,2; 0,3; 0,5; 0,7; dan 1,0, pada suhu kamar 300 K, dimana cuplikan berbentuk solid /gelas. Adapun untuk komposisi x = 0,4 dan 0,85 tidak dilakukan karena keterbatasan bahan, karena volume bahan untuk setiap eksperimen dengan hamburan neutron memerlukan sekitar 3-5 cc atau sekitar 15-20 g bahan. Sedangkan dari segi fisis tidak akan banyak berubah dengan komposisi sebelumnya ( lihat hasil difraksi sinar-x, Gambar 1). Multidetektor yang digunakan berjangkauan sudut 2θ ~ 6o sampai 86o, dan panjang gelombang 1,257 Å kemudian ditransformasi menjadi Q = 0,35Å-1 sampai 6,55 Å-1. Gelas yang digunakan dalam percobaan berbentuk silinder, yang dimasukkan ke dalam kontainer vanadium. Bahan vanadium ini digunakan karena tidak memberi cacahan yang bersifat koheren terhadap hasil difraksi, sehingga pola yang diperoleh benar-benar berasal dari cuplikan gelas. Tetapi tentu saja perlu dilakukan koreksi terhadap cacahan dari latar belakang, kontainer kosong serta tungku pemanas (furnace)[9].

HASIL DAN DISKUSI

Hasil Pengukuran Menggunakan Difraksi Sinar-x pada (AgBr)x(AgPO3)1-x

(5)

Cuplikan yang mengandung kurang dari 50 % mol AgBr menunjukkan material masih bersifat amorf atau masih memiliki sifat dari keadaan gelas. Hal ini menunjukkan bahwa hasil gelas yang dibuat melalui proses pendinginan cepat kualitasnya cukup baik, karena tidak terjadi kristalinitas. Puncak dari gelas AgPO3 berpusat pada sudut 2Θ ~ 30,96o mengikuti keadaan struktur kristalinnya. Terjadi sedikit pergeseran puncak kearah sudut yang lebih besar untuk bahan yang telah didoping, namun secara keseluruhan pola difraksinya serupa. Sejumlah sangat kecil kristalisasi dari AgBr terdapat pada x = 0,5, meskipun rapid quenching telah dilakukan untuk mencegah kristalisasi. Namun sebagian besar pola difraksinya masih menunjukkan sifat gelas. Untuk x = 0,7 dan x = 0,85, sebagai besar cuplikan dari struktur kristal dan sebagaian kecil gelas. Hal ini disebabkan adanya presipitat/pertumbuhan kristalin AgBr pada waktu pendinginan, seperti ditunjukkan oleh puncak-puncak Bragg. Sedangkan bagian gelas hanya tampak pada latar belakang walaupun semakin berkurang dibandingkan dengan gelas sebelumnya. Puncak Bragg maksimum pada cuplikan dengan x = 0,7 dan x = 0,85 berasal dari presipitat kristalin AgBr pada jaringan gelas fosfat. Hal ini ditunjukkan dengan puncak-puncak Bragg yang bersesuaian dengan puncak-puncak Bragg dari kristalin murni AgBr, seperti ditampilkan dalam Gambar 1(h). Adapun struktur kristalnya adalah kubik dengan konstanta kisi a = 5,7745 Å. Dari hasil pengukuran dengan metode difraksi sinar-x dan hamburan neutron ini, telah ditunjukkan bahwa sampel yang dibuat di Laboratorium Preparasi Cuplikan, Balai Spektrometri, BATAN, kualitasnya cukup baik.

Konduktivitas (AgBr)x(AgPO3)1-x pada Suhu Ruang

Gambar 2 menunjukkan hasil pengukuran konduktivitas listrik pada bahan gelas konduktor superionik (AgBr)x(AgPO3)1-x sebagai fungsi dari kenaikan garam doping AgBr yang diukur pada suhu ruang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi kenaikan konduktivitas dari 1,5E-7 S/cm pada gelas tanpa doping AgPO3 dan mencapai konduktivitas maksimum 8E-5 S/cm pada gelas konduktor superionik (AgBr)0,5(AgPO3)0.5.

Kemudian konduktivitas menurun lagi untuk gelas dengan harga x > 0,5; sehingga mencapai konduktivitas rendah yaitu 5E-7 S/cm pada x = 1,0 atau pada kristal murni AgBr. Terlihat jelas sekali pada komposisi gelas konduktor ini, dicapai harga konduktivitas maksimum pada x = 0,5, sedang pada konsentrasi lainnya konduktivitas lebih rendah. Pola konduktivitas seperti ini sangatlah unik, sebab biasanya kenaikan konduktivitas adalah linier dengan kenaikan garam dopan seperti pada AgIAgPO3[11].

(6)

menurunkan energi aktivasi. Oleh karena itu gelas ini disebut gelas konduktor superionik. Namun difusi muatan ion tersebut berkurang pada bahan gelas yang sebagian besar sudah terjadi kristalisasi, karena sebagian jaringan gelas sudah digantikan dengan presipitat dari kristalin murni. Hal ini telah ditunjukkan dengan hasil difraksi sinar-x (Gambar 1), untuk gelas dengan x > 0,5 dimana sebagian gelas telah diisi dengan presipitat dari kristalin AgBr. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa bahan gelas superionik yang diunggulkan disini adalah (AgBr)0,5(AgPO3)0,5.

Hasil Pengukuran Sifat Termal dengan DSC

Termogram hasil pengukuran sifat termal dengan DSC pada gelas (AgBr)0,2(AgPO3)0,8 ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar tersebut menunjukkan pada ciri khas sifat amorf material, dengan tiga proses transisi yang terjadi[12]. Gambaran pertama yaitu proses endotermis, dimana transisi gelas terjadi pada Tg dengan karakterisasi perubahan suhu onset sekitar 144oC dengan aliran panas terukur sekitar 0,052 W/g. Biasanya yang terjadi pada suhu transisi gelas ini adalah perubahan dari fasa gelas yang solid menjadi fasa cairan superdingin (supercooled liquid) dengan viskositasnya jauh lebih rendah dari gelas, tapi masih lebih tinggi viskositasnya daripada cairan. Proses selanjutnya adalah kristalisasi yang merupakan proses eksotermis dimana cairan superdingin ini berubah fasa menjadi kristal, karena energi fasa kristal dari bahan gelas lebih kecil daripada energi fasa cairan superdingin. Proses kristalisasi ini tidak terjadi sekaligus, melainkan berubah dengan waktu dan suhu. Puncak dari proses eksotermis adalah keadaan dimana struktur kristal yang diperoleh mencapai maksimum (dapat dilihat melalui pengukuran dengan difraksi sinar-x, jika dilakukan secara in-situ, namun pada penelitian ini tidak dilakukan). Suhu awal kristalisasi, Tx ~ 319oC dengan perubahan entalpi 72,6 J/g. Jika cuplikan terus dipanaskan yang terjadi selanjutnya adalah proses endotermis, dimana kristal yang terbentuk meleleh pada suhu leleh, Tm ~ 430oC dengan perubahan entalpi lelehan 103,2 J/g. Walaupun begitu, suhu-suhu transisi ini bergantung pada kondisi kecepatan pemanasan dan pendinginan. Pada saat pendinginan dengan kecepatan 10 K/min, tidak terjadi adanya kristalisasi pada temperatur beku (freezing temperature), melainkan fasa gelas tersolidifikasi pada suhu onset sekitar 141oC dengan aliran panas sebesar 0,048 W/g. Transisi dari cairan ke gelas, dan suhu dimana terjadi perubahan panas, disebut suhu transisi gelas. Dari kedua proses pemanasan dan pendinginan, terlihat adanya konsistensi perubahan yang reversible baik dari fasa solid/gelas ke cairan superdingin dan sebaliknya. Begitu pula, suhu transisi gelas dan energi yang dikeluarkan pada saat pemanasan, dan pendinginan tidak jauh berbeda.

(7)

Gambar 3, yaitu mengenai suhu gelas transisi Tg, suhu kristalisasi Tx, dan suhu lebur Tm. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4 dan Tabel 1, suhu transisi gelas, Tg(x), mengalami penurunan dari 163oC pada x = 0,0 sampai 87oC pada x = 0,5; dimana tercapai harga gelas transisi minimum. Kemudian suhu tersebut naik lagi menjadi 119oC dan 122oC pada harga x berturut-turut 0,7 dan 0,85. Pola suhu transisi ini, diikuti juga dengan suhu kristalisasi, Tx(x), dimana fungsi suhu menurun dari x = 0,0, mencapai minimum pada x = 0,5 dan kembali naik untuk harga 0,5<x<1,0. Adapun suhu lebur, Tm(x) mencapai harga minimum pada x = 0,4. Hasil ini merupakan hasil terbaru dan pertama kali ditemukan untuk gelas konduktor superionik, dan belum pernah dipublikasikan dimanapun.

Adapun mengapa sifat termal tersebut menunjukkan pola tersendiri, dapat dihubungkan dengan strukturnya yang dihasilkan melalui difraksi sinar-x, seperti ditunjukkan pada Gambar 1 dimana struktur amorf diperoleh untuk harga x < 0,5; kemudian sebagian gelas terkristalisasi pada x = 0,5; sedangkan untuk harga x > 0,5 strukturnya lebih mendekati fasa kristalin AgBr. Pada gelas tanpa doping, ikatan yang terbentuk di dalam jaringan (network) fosfat masih sangat kuat, sehingga diperlukan cukup energi termal untuk memutuskan ikatan tersebut dan secara tidak langsung bahan gelas tersebut baru melunak, atau mencapai suhu gelas transisi pada suhu yang lebih tinggi. Dengan adanya sisipan garam doping AgBr, menyebabkan kenaikan volume bebas (free volume) pada jaringan fosfat sehingga ion Ag+ mudah bergerak dan menaikkan harga konduktifitansya (Gambar 3) [6]. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya limit jangkauan kemampuan pembentukan gelas (glass forming ability) disebabkan menurunnya ionic cross linking pada jaringan fosfat[7]. Menurutnya kemampuan pembentukan gelas, atau sifat gelas akan menurunkan suhu gelas transisi, karena energi termal yang dibutuhkan untuk gelas menjadi lunak pada fasa cairan superdingin (supercooled liquid) menjadi lebih kecil. Telah ditunjukkan dengan hasil difraksi sinar-x bahwa sifat gelas berkurang dengan kenaikan harga x < 0,5 dan dari penguraian di atas menyebabkan penurunan harga suhu gelas transisi. Adapun untuk bahan dengan harga x > 0,5, telah terjadi presipitat kristalian AgBr dimana struktur amorfnya hampir tidak nampak, karena didominasi oleh struktur kristalnya. Adanya presipitat ini juga menyebabkan sulitnya pemutusan jaringan gelas, dan diperlukannya energi tambahan yang mengakibatkan suhu gelas transisi menjadi naik kembali.

(8)

Perlu dijelaskan, bahwa pada x = 1,0 tidak memiliki suhu gelas transisi karena memang bahan ini murni kristalin AgBr yang berbentuk kubik dengan konstanta kisi a = 5,7745 Å. Sifat termal kristalin AgBr berbeda dengan kristalin AgI. Pada kristalin AgI terjadi transformasi fasa dari β →α pada suhu 147oC[13] sedangkan pada AgBr fasanya tidak berubah. Hal ini juga membedakan termogram dari bahan (AgI)0,7(AgPO3)0,3 dan (AgBr)0,7(AgPO3)0,3, dimana tidak terdapat suhu transformasi pada campuran dengan AgBr.

Hasil Hamburan Neutron

Berbeda dengan hasil difraksi sinar-x, pola difraktogram neutron (Gambar 5) lebih banyak menghasilkan puncak-puncak yang lebar pada posisi Q = 1,98; 3,10; dan 5,60 Å-1. Puncak yang melebar ini timbul dari beberapa pemisahan ion-ion yang berpasangan seperti Ag-Ag, Ag-p, Ag-O, P-P dan P-O dari jaringan gelas fosfat dimana keempat puncak tersebut terlihat[8]. Untuk harga Q yang lebih besar, tidak terlihat adanya puncak sehingga pola difraksi terlihat datar. Untuk difraksi sinar-x, puncak difraksi lebih didominasi oleh struktur AgBr.

Perbedaan antara gelas tanpa dopan dengan gelas dopan untuk cuplikan dengan komposisi x = 0,2, 0,3, dan 0,5 tampak pada puncak difraksi tajam pertama (first sharp diffraction peak (FSDP)) yang dapat diamati pada Q ~ 0,6-0,8Å-1. Hal ini disebabkan adanya pengaruh sisipan AgBr terhadap jaringan matrik AgPO3, sehingga mengurangi kekuatan ikatan kovalen PO4, yang menyebabkan gelas bersifat kurang padat dan mudah berfluktuasi. Adanya fluktuasi pada jangkauan berorde menengah menimbulkan terjadinya puncak difraksi tajam pertama tersebut. Intensitas dari FSDP ini terlihat naik dengan kenaikan harga x sampai dengan 0,5 ketika cuplikan masih dalam keadaan amorf, kemudian menurun untuk x = 0,7 dimana cuplikan sudah sebagian terkristalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa pada x = 0,5 puncak tersebut mencapai keadaan optimum.

(9)

hubungan d = 2π/Qo dan diperoleh harga d ~ 10 Å dengan panjang korelasi [correlation length] D = 2π/∆W ~ 23 Å dimana Qo dan ∆W berturut-turut adalah posisi tengah dan lebar setengah puncak difraksi tajam pertama[15].

KESIMPULAN

Sangat menarik jika di amati hubungan sifat konduktivitas ini dengan suhu gelas transisi yang dicapai. Pada x = 0,5 nilai konduktivitasnya mencapai harga maksimum, sedangkan suhu gelas transisi mencapai suhu terendah / minimum. Hal ini dapat dihubungkan dengan penurunan energi aktivasinya. Sedangkan pada sifat strukturnya yang sebagian kristalin dan sebagian gelas, pada komposisi x = 0,5 menunjukkan sudah dicapai solubility limit, sehingga penambahan garam dopan akan membentuk mikro kristalin lain (cluster). Hal ini masih perlu diteliti lebih lanjut, dan dijelaskan dengan berbagai pengukuran sifat fisis lainnya.

Intensitas dari FSDP terlihat naik dengan kenaikan harga x sampai dengan 0,5, ketika cuplikan masih dalam keadaan amorf; kemudian menurun untuk x = 0,7 dimana cuplikan sudah sebagian terkristalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa pada x = 0,5 puncak tersebut mencapai keadaan optimum. Dapat dilihat di sini adanya hubungan antara kenaikan intensitas FSDP dengan kenaikan konduktivitas ionik gelas tersebut. Jika kita lihat pada Gambar 2, konduktivitas pada gelas konduktor superionik (AgBr)x(AgPO3)1-x maksimum diperoleh untuk cuplikan dengan x = 0,5 begitu pula dengan FSDP. Borjesson dkk[16] menerangkan adanya hubungan kuat diantara komponen gelas yang terdiri dari jaringan atau "network", seperti rantai fosfat, dan komponen garam, seperti AgBr. Kedua komponen ini sangat berkaitan satu sama lain. Tidak dapat ditunjukkan terjadinya 'cluster' berukuran nanokristalin sesuai dengan kristalin konduktor superionik. Pengaruh utama dari garam doping yaitu memperluas jaringan, mengarah pada kenaikan akses volume bebas, dan disini adalah jejak konduksi (conduction pathway). Secara empiris terjadi hubungan ekspansi jaringan dengan kenaikan konduktivitas. Adanya garam dopan, meningkatkan jumlah pembawa muatan dan merubah rata-rata lingkungan kation, sehingga menurunkan energi aktifasi dan menambah mobilitas kation. Hal ini tidak dapat terlepas dari ekspansi jaringan. Penambahan garam dopan dapat mengurangi jumlah dan kekuatan ikatan jaringan 'network cross link' dan memperlemah struktur gelas, yang mengarah pada kristalisasi[17].

(10)

Gambar 2. Dapat disimpulkan disini bahwa gelas konduktor superionik yang diunggulkan adalah (AgBr)0,5(AgPO3)0,5.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh rekan yang telah membantu penelitian ini, Kepada Ka.. P3IB dan Ka. Balai Spektrometri, BATAN kami ucapkan terimakasih atas segala fasilitas yang diberikan. Begitu pula pada BIMR, McMaster University dan Chalk River Laboratory, Canada atas segala fasilitas yang diberikan selama penelitian ini berlangsung. Penelitian ini dibiayai oleh RUT VI.2 (1999-2000) dan NSREC, Canada melalui program Postdoctoral di McMaster University.

DAFTAR PUSTAKA

1. C.A Angell, Ann Rev. Phys. Chem. 43 (1992) 693

2. T. Minami, Journal Non-Cryst. Solids 95 & 96 (1987) 107 3. M.D. Ingram, Phys, Chem. Glasses 28 (1987) 215

4. S.W. Martin, J. Am. Ceram. Soc. 74 (1991) 1767

5. M.BM, Mangion and G.P. Johari, Phys. Chem. Glasses 29 (1988) 225 6. J. Swenson, R.L. McGreevy, L. Borjesson, J.D. Wicks, Solid State Ionics

105 (1998) 55-65

7. L. Börjesson and W.S. Howells, Solid State Ionics 40 & 41 (1990) 702 8. E. Kartini, M.F. Collins, T. Priyanto, S. Yusuf, E.C. Svensson, S.J.

Kennedy, Physical Review B 61 (2000) 1036

9. E. Kartini, T. Priyantoro, S. Yusuf, Setiawan, H.M. Rahardjo, N. Indayaningsih and S.J. Kennedy, Prosiding Pertemuan Ilmiah Sains Materi III (1998) 218

10. E. Kartini, M.F. Collins, B. Collier, F. Mezei and E.C. Svensson, Canadian J. of Prhysics 73 (1995) 748

11. S. Yusuf, E. Kartini, T. Priyanto dan N. Indayaningsih, Proseding Seminar Nasional Kimia Anorganik V, Yogyakarta, 8-9 Maret (1999) 154

(11)

14. E. Kartini, Laporan Akhir RUT VI.1 (1998/1999)

15. E.Kartini, M.F. Collins, N. Indayaningsih and E.C. Svensson, Solid State Ionics, North Holland 138 (2000) 115-121

16. L.Borjesson, R.L. Mc Greevy and W.S. Howells, Philosophical Magazine B, Vol. 65 No. 2, (1992) 261-271

(12)

Tabel 1. Hasil pengukuran suhu transisi gelas, Tg(x), suhu kristalisasi, Tx(x), dan suhu lebur, Tm(x), pada gelas konduktor superionik (AgBr)x(AgPO3)1-x.

No (AgBr)x(AgPO3)1-x Tg(c) Tx(c) Tm(c)

1 0,0 163 330 430

2 0,2 144 319 389

3 0,3 126 250 375

4 0,4 109 145 205

5 0,5 87 113 250

6 0,7 119 144 322

7 0,85 122 132 392

8 1,0 - - 421

(13)

Gambar 2. Konduktivitas (AgBr)x(AgPO3)1-x pada suhu ruang.

Gambar 3. Termogram sifat termal gelas konduktor superionik (AgBr)0,2(AgPO3)0,8.

He

at

F

low

(W

/g

(14)

Gambar 4. Sifat termal gelas konduktor superionic (AgBr)x(AgPO3)1-x.

Gambar

Tabel 1. Hasil pengukuran suhu transisi gelas, Tg(x), suhu kristalisasi, Tx(x),dan suhu lebur, T(x), pada gelas konduktor superionik
Gambar 2. Konduktivitas (AgBr)x(AgPO3)1-x pada suhu ruang.
Gambar 4. Sifat termal gelas konduktor superionic (AgBr)x(AgPO3)1-x.

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan bahwa Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LkjIP) Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalimantan Timur tahun 2017 ini dapat menjadi

Sistem kepercayaan meliputi seperangkat nilai yang memandu pikiran, kata-kata, dan tindakan individu atau kelompok yang bersumber dan berdasarkan religi, ideologi,

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi

Upaya yang dapat dilakukan untuk pembinaan karakter siswa di lembaga pendidikan diantaranya adalah dengan memaksimalkan kualitas pembelajaran di kelas dan juga

Maryani (2018) menyatakan bahwa mata kuliah bahasa Inggris untuk keperawatan pada dasarnya adalah untuk menjawab tuntutan dunia kerja bagi para calon perawat yang

keberhasilan RHL pada DAS Juwana Kawasan Gunung Muria dengan hasil evaluasi tercapai 65,8%, yang berarti menurut standart P.03 / Menhut II / 2013 bahwa program RHL berhasil

 Orang yang Orang yang sukses sukses sesungguhnya sesungguhnya adalah yang adalah yang ketika disana ketika disana namanya namanya diumumkan diumumkan kepada semua