• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. diangap teratur oleh seseorang belum tentu diangap teratur juga oleh pihak-pihak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. diangap teratur oleh seseorang belum tentu diangap teratur juga oleh pihak-pihak"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semenjak dilahirkan di dunia, manusia telah mempunyai hasrat untuk hidup secara teratur dan selalu berkembang di dalam pergaulan. Namun, apa yang diangap teratur oleh seseorang belum tentu diangap teratur juga oleh pihak-pihak lainnya. Oleh karena itu, maka manusia sebagai makhluk yang senantiasa hidup bersama dengan sesamanya, memerlukan perangkat patokan, agar tidak terjadi pertentangan kepentingan sebagai akibat dari pendapat yang berbeda-beda mengenai keteraturan tersebut. Patokan-patokan tersebut, tidak lain merupakan pedoman untuk berperilaku secara pantas, yang sebenarnya merupakan suatu pandangan untuk menilai yang sekaligus merupakan suatu harapan.1

Manusia di dalam pergaulan hidup, pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan nilai inovatisme, dan seterusnya. Pasangan-pasangan nilai ini perlu diserasikan.2 Pengkonkretan dari pasangan-pasangan ini dapat kita lihat dalam kaidah hukum yang ada di negara kita ini.

1 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2012, hlm. 1.

(2)

Menurut Sudikno Mertokusumo, isi kaidah hukum ditujukan pada sikap lahir manusia. Kaedah hukum mengutamakan perbuatan lahiriah yaitu perbuatan yang tampak. Pada hakikatnya, kaidah hukum terdapat di dalam batin, bukan pada pikiran, dan yang paling utama, secara lahiriah tidak melanggar kaidah hukum. Orang tidak akan dihukum atau diberi sanksi hukum hanya karena apa yang dipikirkan atau apa yang terbersit dibatinnya. Artinya, tidak seorang pun dapat dihukum karena sesuatu yang dipikirkan atau terbersit dalam batinnya (cogitationispoenam nemo patitut).3

Hukum pada hakikatnya tidak memerhatikan sikap batin manusia, artinya hukum tidak memberi pedoman tentang tingkah laku batin manusia, tetapi perilaku lahiriahnya. Akan tetapi, adakalanya setelah terjadi perbuatan lahir yang relevan bagi hukum, kemudian hukum mencampuri batin manusia, misalnya ada atau tidak adanya kesengajaan, perencanaan, itikad baik atau buruk, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan kaidah hukum berasal dari luar diri manusia. Kaidah hukum ini berasal dari kekuasaan eksternal diri manusia yang dipaksakan supaya ditaati dan dilaksanakan.

Untuk terwujudnya suatu harapan agar tercapainya keteraturan antar sesama manusia di dalam hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi di antara mereka, sangat dibutuhkan kehadiran Notaris dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis, yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini, mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk

(3)

melayani masyarakat. Oleh karena itu, notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak memutuhkannya.4

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris merupakan salah satu profesi yang ikut berperan aktif dalam mendukung proses penegakan hukum di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkenaan dengan keberadaan Notaris di Indonesia tergambar di dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

“suatu akta otentik adalah suatu akta yang dalam bentuknya ditentuka

Undang-Undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai

umum yang berkuasa untuk ditempat dimana akta dibuatnya”

Berkenaan dengan itu pada tahun 2004 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (sebagai pengganti Staatbald 1860 nomor 30) yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Untuk selanjutnya dalam tulisan ini disingkat dengan Undang-Undang Jabatan Notaris.

Bagi suatu akta otentik, akta tersebut mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya berupa:

4 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2013, hlm. 32.

(4)

1. Sebagai bukti para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;

2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang telah tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

3. Sebagai bukti pada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali juka ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.5

Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuat dibelakang hari mengandung sengketa maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta itu merupakan kesalahan notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen dengan sebenar-benarnya dan para pihak memberikan keterangan yang tidak benar diluar sepengetahuan notaris atau adanya kesepakatan yang dibuat antara notaris dengan salah satu pihak yang menghadap. Apabila akta yang dibuat notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan notaris baik karena kelalaian maupun kesengajaan notaris itu sendiri, maka notaris itu harus memberikan pertanggung jawaban baik secara moral maupun secara hukum.6

Untuk menghindari atau timbulnya cacat secara formil dari sebuah akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris, maka seorang notaris harus berpedoman

5 Salim, HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 43.

6 Putri AR, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris Yang Berimplikasi Perbuatan Pidana),Sofmedia, Jakarta, 2011, hlm 8.

(5)

di dalam pembuatan akta yang bentuknya sudah ditentukan dalam pasal 38 Undang-Undang Jabatan Notaris, yang terdiri dari:

1. Setiap akta notaris terdiri atas: a. Awal akta atau kepala akta; b. Badan akta, dan;

c. Akhir atau penutup akta

2. Awal akta atau kepala akta memuat: a. Judul akta;

b. Nomor akta;

c. Jam, hari,tanggal, bulan, dan tahun, dan d. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris 3. Badan akta memuat:

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;

b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap;

c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak yang berkepentingan dan;

d. Nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tingga dari saksi-saksi pengenal

(6)

a. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) hururf l atau pasal 16 ayat (7);

b. Uraian tentang penanda tanganan dan tempat penanda tanganan atau penerjermhan akat bila ada;

c. Nama lengkap, tempat kedudukan dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan

d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang telah terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.7

Sebagaimana yang tealah dijelaskan diatas dan seperti yang telah diatur di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris bahwasanya terhadap suatu akta tersebut seorang Notaris sebelum akta tersebut ditandan tangani oleh para pihak maka sesuai kewajiban yang telah ditetepkan oleh UUJN akta tersebut harus dibacakan kepada para pengahadap dan saksi-saksi dan kemudian barulah akta itu ditandatangani. Namun dalam prakteknya terkadang pembacaan terhadap akta ini terkadang tidak dilakukan oleh Notaris dalam proses pembuatan aktanya tersebut. Sehingga dimungkinkan akta yang telah dibuatnya tersebut akan terdegradasi menjadi akta di bawah tangan dan hal ini dapat merugikan bagi para pihak yang membuat akta dihadapan seorang Notaris itu.

Berdasarkan uraian di atas dan untuk mengakomodir kepentingan pembahasan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

7Habib Adjie, op, cit., hlm. 49 – 50.

(7)

penelitian dalam suatu karya ilmiah berbentuk tesis dengan judul

PERTANGGUNG JAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA YANG

TIDAK DI BACAKAN DI KOTA PADANG”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diutarakan pada latar belakang masalah tersebut di atas, dan untuk memberi ruang lingkup penelitian atau memberikan batasan terhadap permasalahan yang akan diteliti, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini, yaitu:

1. Mengapa dalam prakteknya notaris tidak membacakan isi akta sebelum ditandatangani oleh para pihak?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh notaris apabila isi akta tidak dibacakan oleh notaris?

3. Bagaimana tanggung jawab notaris terhadap akta yang tidak dibacakan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada latar belakang masalah dan perumusan masalah maka dapatlah dikemukakan tujuan dari penelitian yang dilakukan, yaitu:

1. Untuk mengetahui mengapa dalam prakteknya notaris tidak membacakan isi akta sebelum ditandatangani oleh para pihak.

2. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh notaris apabila isi akta tidak dibacakan oleh notaris.

(8)

3. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab notaris terhadap akta yang tidak dibacakan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan nantinya, akan memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri, maupun bagi orang lain. Manfaat penelitian yang diharapkan akan dapat memenuhi dua sisi kepentingan baik teoritis maupun kepentingan praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi disiplin ilmu hukum khususnya di bidang kenotariatan, serta sebagai refrensi atau literatur bagi orang-orang yang ingin mengetahui tentang pertanggungjawaban notaris terhadap akta otentik akibat cacat tersembunyi dalam syarat formil.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi masyarakat secara umum apa jabatan notaris itu sebenarnya dan mengapa notaris itu ada serta kaitan notaris dengan aktanya. Untuk notaris dan para calon notaris dapat dijadikan bahan referensi maupun pertimbangan, bahwa jabatan notaris merupakan profesi yang riskan akan perbuatan melawan hukum, oleh karena itu dibutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam pembuatan akta otentik terutama yang berhubungan dengan cacat tersembunyi dalam syarat formil. Serta bagi penulis sendiri, untuk perkembangan kemajuan pengetahuan, dan sebagai sarana untuk menuangkan

(9)

sebuah bentuk pemikiran tentang suatu tema dalam bentuk karya ilmiah berupa tesis.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran informasi tentang keaslian penelitian yang akan dilakukan sepanjang pengetahuan penulis belum ditemuinya suatu karya ilmial yang sesuai dengan judul yang akan diteliti. Akan tetapi penelitian yang relatif sama yang ingin penulis tulis telah ada menulis sebelumnya yaitu ARTSILIA, RANTY Mahasiswa Kenotariatan Universitas Airlangga dengan judul KEWAJIBAN NOTARIS DALAM MEMBACAKAN AKTA

Adapun yang menjadi Rumusan Masalah

1. kekuatan mengikat suatu akta yang dibuat di hadapan notaris yang tidak dibacakan?

2. akibat hukum atas akta yang dibuat di hadapan notaris yang tidak dibacakan.

F. Kerangka Teoritis Dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Melakukan sebuah penelitian diperlukan adanya landasan teoritis, sebagaimana dikemukan oleh M. Solly Lubis bahwa landasan teoritis merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, asas, maupun konsep yang relevan digunakan untuk mengupas suatu kasus ataupun permasalahan. Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan hukum, maka pembahasan yang relevan adalah apabila dikaji mengunakan teori-teori hukum. Konsep-konsep hukum,

(10)

asas-asas hukum. Teori hukum dapat digunakan untuk menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum. 8

Teori berasal dari kata theoria dimana dalam bahasa Latin artinya perenungan, sedangkan dalam bahasa Yunani berasal dari kata thea yang artinya cara atau hasil pandang. Cara atau hasil pandang ini merupakan suatu bentuk kontruksi di alam ide imajinatif manusia tentang realitas-realitas yang ia jumpai dalam pengelaman hidupnya. Maka dapatlah dikatakan kalau teori adalah serangkaian bagian atau variabel, dengan maksud menjelasan fenomena alamiah.

Teori memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bahas secara lebih baik, serta memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang di bahas. Fungsi teori adalah untuk menstrukturisasikan penemuan-penemuan, membuat beberapa pemikiran, dan menyajikan dalam bentuk penjelasan-penjelasan dan pertanyaan-pertanyaan. Sehingga sebuah teori bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Oleh karena itu orang dapat meletakan fungsi dan kegunaan sebagai suatu pendoman untuk menganalisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam sebuah masalah.

a. Teori Perjanjian

Mengenai perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), pada Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa

(11)

pengertian perjanjian yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut Munir Fuady bahwa pengertian kontrak dapat dipersamakan dengan pengertian perjanjian yaitu sama-sama berasal dari bahasa Belanda yaitu overenkomst.9

Perjanjian adalah perbuatan hukum, melalui perjanjian akan terlindungi hak para pihak dan dapat memintaganti rugi karena biasanya di dalam suatu perjanjian terdapat klausula seperti itu. Menurut Subekti suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, dari peristiwa ini timbul suatu hubungan perikatan.10 Adapun syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan telah diatur dalam Buku III Bab II Bagian Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, 3. Suatu hal tertentu,

4. Suatu sebab yang halal.

Ada tiga teori yang menjawab tentang ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan yaitu:11

i. Teori kehendak (wilstheorie)

9 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 17.

10 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermassa, Jakarta, 1987, hlm. 1.

(12)

Menurut teori kehendak, bahwa perjanjian terjadi itu apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidak wajaran, kehendaklah yang menyebabkan terjadinya perjanjian.

ii. Teori Pernyataan (verklaringstheorie)

Menurut teori ini kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi.

iii. Teori Kepercayaan (vertrouwenstheorie)

Menurut teori ini tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian. Kepercayaan dalam arti bahwa pernyataan itu benar-benar dikehendaki.

b. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum mengandung dua pengertian yaitu:

1) Adanya aturan yang bersifat umum yang membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan;

2) Kepastin hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum maka individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal, Undang-Undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu

(13)

dengan putusan hakim yang lainnya, untuk kasus yang serupa yag telah diputuskan.12

Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak, meskipun dalam manifestasinya berwujud konkrit, persepsi orang mengenai hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka memandang. Kalangan hakim akan memandang hukum itu dari sudut pandang mereka sebagai hakim, kalangan ilmuan hukum akan memamndang hukum dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat kecil akan memandang hukum dari sudut pandang mereka dan sebagainya. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normative, bukan sosiologis, kepastian hukum secara normative adalah ketika suatu peraturan dubuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragua-raguan (Multi tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistim norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau tidak menimbulkan konflik norma.

c. Teori tanggung jawab hukum

Teori tanggung jawab hukum merupakan teori yang menganalisis tentang tanggung jawab subjek hukum atau pelaku yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atau perbuatan pidana untuk memikul biaya atau kerugian atau melaksanakan pidana atas kesalahannya maupun karena kealpaannya.13 Dalam Bahasa Indonesia, kata tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala

12 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedua, Kencana Prenada Media Group, tahun 2009, Jakarta, hlm 158

13 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi dan Tesis, Buku Kedua, Rajawali Pres, Jakarta, hlm. 7.

(14)

sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Menanggung diartikan sebagai bersedia memikul biaya (mengurus, memelihara), menjamin, menyatakan keadaan kesediaan untuk melaksanakan kewajiban.14

Menurut, hans kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum menyatakan bahwa: “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu

perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa:

“Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat

yang membahayakan.”

Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggung jawab terdiri dari: 1. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

2. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

14 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka)hlm.899.

(15)

3. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

4. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Tanggung jawab secara etimologi adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya atau fungsi menerima pembebanan sebagai akibat tindakan sendiri atau pihak lain. Sedangkan pengertian tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (jika terjadi sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Menurut kamus hukum ada 2 (dua) istilah pertanggungjawaban yaitu liability (the state of being liable) dan responsibility (the state or fact being responsible).

Liability merupakan istilah hukum yang luas, dimana liability menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter resiko atau tanggung jawab yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefenisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Liability juga merupakan kondisi tunduk kepada kewajiban secara aktual atau potensial, kondisi bertanggung jawab terhadap hal-hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau beban, kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan Undang-Undang dengan segera atau pada masa yang akan datang. Sedangkan responsibility berarti hal dapat dipertanggungjawabkan atau suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan kecakapan.

(16)

Responsibility juga berarti kewajiban bertanggung jawab ata Undang-Undang yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya.

Prinsip tanggung jawab hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: a. Liabibelity based on fault, beban pembuktian yang memberatkan penderita. Ia baru memperoleh ganti kerugian apabila ia berhasil membuktikan adanya unsur kesalahan pada pihak tergugat, kesalahan merupakan unsur yang menentukan pertanggung jawaban, yang berarti bila tidak terbukti adanya kesalahan, tidak ada kewajiban memberi ganti kerugian. Pasal 1865 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa “barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa atas nama ia mendasarkan suatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu, sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna membantah hak orang lain, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu”.

b. Strict liability (tanggung jawab mutlak) yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. 15

Fungsi teori pada penelitian tesis ini adalah memberikan arah atau petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati, oleh karena itu, penelitian diarahkan kepada ilmu hukum positif yang berlaku, yaitu tentang tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuatnya dalam hal tidak dipenuhi ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m, undang undang jabatan notaris.

2. Kerangka Konseptual

15 Koesnadi Hardjasoemantri, 1988, Hukum Tata Lingkungan, (Yogyakarta:Gajah Mada University Press), hlm.334-335.

(17)

Kerangka konsep merupakan kerangka yang menghubungkan antara konsep-konsep hukum yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan suatu gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini dinamakan dengan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dari fakta tersebut. Di dalam penelitian ini penulis memaparkan beberapa konsep, yaitu:

a. Tanggung jawab di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya).

b. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini (pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris).

c. Akta otentik, di dalam ketentuan pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dijelaskan bahwa akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Sedangkan pengertian akta otentik dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.

(18)

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat seperti apa penerapan dilapangan dan masyarakat, data yang diteliti awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan, yaitu penelitian terhadap para pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau memaparkan dan menjelaskan objek penelitian secara lengkap, jelas dan secara objektif yang ada kaitannya dengan permasalahan. Dimana dalam penelitian ini penulis menggambarkan tentang bagaimana bentuk pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang tidak dibacakan Notaris.

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah:

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara dengan responden yaitu notaris.

b. Data sekunder yaitu data yang terdiri dari bahan-bahan hukum seperti:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi, diantaranya:

(19)

a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

b. Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer antara lain:

a. Literatur atau hasil penulisan yang berupa hasil penelitian yang terdiri dari buku-buku, dan jurnal-jurnal ilmiah;

b. Hasil karya dari kalangan praktisi hukum dan tulisan-tulisan para pakar; c. Teori-teori hukum dan pendapat-pendapat sarjana melalui literatur yang

dipakai.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, dan bahan-bahan hukum yang mengikat khususnya dibidang kenotariatan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian hukum ini, dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengunjungi perpustakaan guna mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan dengan studi dokumen. Studi dokumen meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Studi dokumen adalah suatu teknik pengumpulan data dengan mencari landasan

(20)

teoritis dari permasalahan yang diteliti dengan mempelajari dokumen-dokumen dan data yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti.

b. Wawancara; yaitu peran antara pribadi bertatap muka (face to face), ketika pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden. Wawancara ini dilakukan dengan teknik semi terstruktur yaitu dengan membuat daftar pertanyaan tetapi dalam pelaksaan wawancara boleh menambah atau mengembangkan pertanyaan dengan fokus pada masalah yang diteliti.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam tesis ini pengolahan data yang diperoleh setelah penelitian dilakukan dengan cara editing dan coding. Editing merupakan proses penelitian kembali terhadap catatan-catatan, berkas-berkas, informasi yang dikumpulkan oleh para pencari data yang diharapkan untuk dapat meningkatkan mutu kehandalan (reliabilitas) data yang hendak dianalisis. Coding, setelah melakukan pengeditan, akan diberikan tanda-tanda tertentu atau kode-kode tertentu untuk menentukan data yang relevan atau betul-betul dibutuhkan.

Analisis data yang akan digunakan kualitatif yaitu uraian terhadap data dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan dan pendapat para ahli kemudian dipaparkan dengan kalimat yang sebelumnya telah dianalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang dibahas.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai evaluasi proses inventarisasi barang milik daerah di dalam mendukung pengelolaan barang milik daerah yang efektif dan efisien

Sentuhan mata : Gejala yang teruk boleh termasuk yang berikut: kesakitan atau kerengsaan..

Laba bersih operasi yaitu laba yang diperoleh semata-mata dari hasil aktivitas operasional perusahaan sehari-hari, yang merupakan hasil yang diperoleh dari hasil penjualan

Kiprah asimetris biasanya terlihat pada anak-anak ketika tungkai perbedaan panjang tidak lebih dari 3,7% menjadi 5,5% [38,74] Dalam upaya untuk menjaga tingkat

Puji Syukur Kehadirat Tuh an Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dap at menyelesaikan skripsi yang berjudul

Hasil dari penelitian ini terdiri dari tiga aspek, yaitu (1) dampak keberadaan hiburan malam (band) terhadap perilaku remaja baik berdampak positif maupun negatif, (2) faktor

Dua puluh (20) isolat RGSV dari Jawa memiliki keragaman genetik yang tinggi baik pada tingkat basa nukleotida maupun asam amino gen protein selubung. Fakta ini memberikan

Sulistyawati dan Cahaya Wirawan Hadi, (2010) Meneladani Etos Kerja Warga Tionghoa.Jurnal ini menjelaskan tentang pedagang Tionghoa di Indonesia merekalah yang paling berhasil.Hal