• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PENANGANAN PASCAPANEN PENANGKAR BENIH JAGUNG DI NTB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PENANGANAN PASCAPANEN PENANGKAR BENIH JAGUNG DI NTB"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PENANGANAN

PASCAPANEN PENANGKAR BENIH JAGUNG DI NTB

Syuryawati, Rahmawati, dan M. Aqil

Balai Penelitian Tanaman Serealia

Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros, Sulawesi Selatan

ABSTRAK

Benih merupakan salah satu komponen penting dalam usahatani. Dalam memproduksi benih sumber selain tersedianya modal dan sarana prosesing hasil yang cukup, juga diperlukan keterampilan dan ketelatenan khusus dalam pengelolaan benih agar dihasilkan benih bermutu dengan hasil yang tinggi sehingga usahatani yang dikerjakan mendapatkan keuntungan yang optimal. Berkaitan hal ini, dilakukan penelitian terhadap penangkar benih jagung komposit untuk mengetahui pendapatan dan keuntungan yang dicapai serta penanganan pascapanen dalam menghasilkan benih bermutu. Penelitian dilaksanakan di NTB pada bulan Juli 2013 di wilayah penangkar binaan BPTP yaitu penangkar Asosiasi Petani Jagung dan Sanggar Bima di Kabupaten Bima serta penangkar Pandan Dure di Kabupaten Lombok Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi benih jagung yang dihasilkan cukup tinggi sesuai luas lahan tangkarannya selain hasil untuk konsumsi. Penangkar Asosiasi Petani Jagung denganluas tangkaran 1.0 ha menghasilkan benih 3,12 t biji, penangkar Sanggar Bima dengan luasan 0,5 ha produksi benihnya 2,56 t biji, dan penangkar Pandan Dure dengan luas tangkaran 0,3 ha memperoleh 200 kg benih tongkol.Hasil analisis parsial usahatani ketiga penangkar tersebut,penangkar Asosiasi Petani Jagung memperoleh keuntungan sebesar Rp 82.032.200 dengan nilai R/C 19,57, penangkar Sanggar Bima keuntungannya Rp 63,174.850 dengan R/C 27,05, dan penangkar Pandan Dure mendapatkan keuntungan Rp 2.812.750 dengan nilai R/C 8,26.Dengan demikian usahatani benih jagung komposit yang dikelolah para penangkar binaann BPTP NTB menunjukkan efisien sehingga menguntungkan danmempunyai peluang untuk dikembangkan, dan perlu didukung dengan fasilitas prosesing hasil yang cukup untuk mendapatkan benih bermutuseperti lantai jemur, gudang penyimpanan hasil, alat pembersih dan sortir benih. karena fasilitas yang dimiliki masih sederhana seperti menggunakan terpal, ayakan atau tampi, dan penyimpana benih disusun diatas lantai rumah dan dalam karung.

Kata kunci: Benih jagung, Pendapatan, Prosesing hasil

PENDAHULUAN

Penyebaran VUB jagung perlu diikuti pula oleh sistem produksi benih yang tepat agar kualitas benih yang diproduksi cukup tinggi dan sesuai dengan karakter masing-masing varietas tersebut. Sistem baku untuk menjaga kualitas benih bermutu telah terbentuk melalui sertifikasi benih yang dilakukan oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB).

Pengadaan benih bersertifikat ditingkat Nasional belum mencukupi kebutuhan. Melihat kondisi ini peluang penggunaan benih berlabel/bermutu masih sangat tinggi dan harus terus dipacu melalui pemasyarakatan penggunaan benih bermutu. Program perbenihan menitikberatkan pada penggunaan benih yang tepat mutu sesuai yang tertera di labelnya. Para pengguna benih hendaknya memahami tentang mutu benih dan komponen-komponen yang tercantum di dalam label benih tersebut (Wirawan dan Wahyuni 2002). Kegiatan produksi benih memiliki tiga komponen utama yaitu benih tanaman, lingkungan tumbuh, pengelolaan budidaya sampai pascapanennya,

(2)

sehingga teknologi benih berada dalam ruang lingkup agronomi (Mugnisyah dan Setiawan 1995).

Benih merupakan salah satu komponen penting dalam usahatani.Benih bermutu dan berlabel merupakan komponen dasar yang sangat dianjurkan untuk diterapkan dalam pertanaman jagung. Sistem perbanyakan benih dilakukan secara berjenjang dan dikelompokkan kedalam kelas-kelas sesuai tingkat standar mutunya melalui prosedur yang diatur dalam sertifikasi benih yang dibagi dalam empat kelas yaitu: (1) Benih Penjenis (BP) (Breeder Seed/BS); (2) Benih Dasar (BD) (Foundation Seed/FS); (3) Benih Pokok (BP) (Stock Seed/SS); dan (4) Benih Sebar (BS) (Extension Seed/ES) (Subagio 2013). Saenong et al. (2006) menjelaskan bahwa jejaring kerja antara Litbang/Balitsereal dan instansi terkait dalam memperoleh benih dasar (BD) dan benih pokok (BP) disetiap provinsi pengembangan jagung dapat mempercepat distribusi dan ketersediaan benih.

Penguatan kelembagaan petani penangkar benih jagung terutama di UPBS BPTP atau penangkar yang merupakan binaan BPTP, dengan kelembagaan penangkar benih jagung yang relatif sudah mapan, perlu dibangun jejaring sumber benih, pemasok antara dan pasar benih (petani pengguna). Perbenihan jagung yang perlu dikembangkan adalah model jaringan benih antar lahan dan musim (jabalsim). Sejalan yang dinyatakan Sejati et al. (2009) bahwa pengembangan penangkar benih unggul nasional yang sesuai dengan kondisi lokal atau yang dikenal dengan program jaringan benih antar lapang antar musim (jabalsim), perlu dikembangkan terutama di sentra produksi jagung.

Dalam memproduksi benih sumber selain tersedianya modal dan sarana prosesing hasil yang cukup, juga diperlukan keterampilan dan ketelatenan khusus dalam pengelolaan benih agar dihasilkan benih bermutu dengan hasil yang tinggi sehingga usahatani yang dikerjakan mendapatkan keuntungan yang optimal. Kumbhakar dan Lowel (2000) menyatakan bahwa ada tiga cara memaksimalkan pendapatan usahatani yaitu efisiensi teknis, efisiensi masukan, dan efisiensi produksi. Pencapaian efisiensi teknis yang tinggi sangat penting untuk meningkatkan daya saing dan keuntungan usahatani. Tanpa pengetahuan teknik budidaya dan pascapanen serta dukungan modal yang cukup, usahatani yang dikelola seperti produksi benih sumber akan menemui kegagalan dan berakibat kepada kerugian yang cukup besar. Berkaitan hal ini, dilakukan penelitian terhadap penangkar benih sumber jagung komposit untuk mengetahui pendapatan dan keuntungan yang dicapai serta penanganan pascapanen dalam menghasilkan benih bermutu.

BAHAN DAN METODE

1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu wilayah Indonesia Timur yang mempunyai prospek pengembangan jagung. Penelitian ini dilakukan di Desa San Due dan Toloko Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima dan di Desa Puncak Jeringo Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tanggara Barat, pada bulan Juli 2013. Lokasi penelitian ini merupakan lokasi penangkaran benih sumber jagung binaan BPTP NTB.

(3)

2. Penentuan Responden

Dalam penelitian ini penangkar yang menjadi sasaran adalah penangkar binaan BPTP, sehingga dilakukan koordinasi dengan BPTP Provinsi NTB untuk penentuan sampel.Pengambilan sampel mengacu pada pusposive sampling atau secara sengaja memilih penangkar yang masih aktif, berhasil dan berpengalaman dalam produksi benih sumber jagung.Penangkar benih jagung yang dipilih sebagai sampel adalah:kelompok penangkar Asosiasi Petani Jagung di Desa SanDue dan Sanggar Bima di Desa Toloko yang terdapat di Kecamatan Sanggar dan penangkar Pandan Dure di Desa Puncak Jeringo di Kecamatan Suela. Setiap penangkardiwakilih oleh ketua atau salah satu anggota kelompok sebagai responden penelitian ini.Jumlah anggota kelompok penangkar Asosiasi Petani Jagung sebanyak 7 orang, penangkar Sanggar Bima adalah 12 orang, dan Pandan Dure sejumlah 5 orang.

3. Data dan Metode Analisis

Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara terhadap para penangkar benih jagunguntuk mengetahui caramereka mengelolahbenih mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan sampai kepada panen dan prosesing hasil, serta kegiatan sertifikasi benih.Dalam wawancara menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mewawancarai responden penangkar benih jagung komposit.Selain data primer yang dikumpulkan tersebut, juga dilakukan pengumpulan data sekunder pada dinas-dinas pemerintah terkait untuk mendapatkan gambaran umum mengenai perkembangan dan rencana pengembangan pengadaan benih sumber jagung ke depan.

Data-data yang terkumpul ditabulasi kemudian dianalisis biaya, penerimaan dan keuntungan setiap penangkar benih jagung. Untuk analisis keuntungan diukur melalui pengurangan dari total penerimaan produksi benih yang dicapai dengan total biaya produksinya(Soekartawi 1995; Hanafie 2010).

Untuk mengukur efisiensi usahatani produksi benih jagung yang dievaluasi, dapat dilihat dari nilai imbangan antara penerimaan usahatani dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, secara sederhana dapat diukur dengan rumus (Soekartawi 1995; Kadariah 1998):

Penerimaan R/C = ---

Biaya

Jika nilai R/C > 1 secara finansial efisien, karena jumlah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari jumlah biaya yang dikeluarkan. R/C = 1 dikatakan impas karena jumlah penerimaan sama dengan

jumlah pengeluaran.

R/C < 1 tidak efisien karena jumlah biaya yang dikeluarkan lebih besar dari jumlah penerimaan yang diperoleh.

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Penelitian

Nusa Tenggara Barat pada dasarnya dicirikan iklim dengan periode hujan yang pendek yaitu berkisar antara 3-4 bulan basah dan musim kering yang panjang yaitu sampai lebih dari 6-9 bulan (Diperta dan Hortikultura NTB 2013).Dengan demikian daerah Nusa Tenggara Barat memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.Kondisi iklim ini sulit diprediksi waktu yang pasti karena sewaktu-waktu mengalami perubahan.Umumnya yang biasa terjadi pada musim hujan antara bulan Oktober s/d Maret dan musim kemarau antara bulan April s/d September.Pada tahun 2012 terjadi kemunduran datangnya musim hujan dari bulan Oktober menjadi bulan November, sedangkan untuk tahun 2013 musim hujan agak panjang sehingga di lokasi penelitian yang biasanya pada MK I petani dan penangkar menanam jagung mulai bulan Mei/Juni bergeser waktu tanamnya karena hujan masih banyak.Jadi menunggu waktu tepat agar pertanamannya tidak gagal.

Perkembangan produksi tanaman pangan di Provinsi NTB khususnya produksi jagung tahun 2012 cukup menggembirakan, sudah sebagian besar mencapai target dan mengalami peningkatan dibandingkan produksi tahun 2011. Peningkatan produksi dapat dicapai karena adanya peningkatan luas tanam, produksi, dan produktivitas.Hal ini terjadi karena adanya perhatian pemerintah pada komoditi unggulan ini, serta kesadaran petani dan peningkatan minat petani untuk menanam jagung.Harga sudah stabil sehingga menempatkan jagung sebagai komoditi yang cukup menjanjikan sebagai implikasi dari sosialisasi pemerintah pada Pengembangan Agribisnis Jagung (PAJ). Program pengembangan agribisnis jagung salah satu Program Unggulan NTB dilaksanakan melalui program akselerasi/percepatan yang terangkum dalam program PIJAR (Sapi, Jagung, dan Rumput Laut).Pada MT 2012/13 sampai MT 2013 luas tanam jagung di NTB adalah 120,265 ha dan realisasi panen seluas 114,314 ha(95,05%) yang dapatmenghasilkan 744,111 ton dengan produktivitas jagung sekitar 6,51 t/ha (Diperta dan Hortikultura NTB 2013).Faktor tidak tercapai realisasi tanam karena sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim yang kurang mendukung pada pertanaman dimana terjadi banjir dan kekeringan serta serangan OPT sehingga mempengaruhi luas panen, produksi dan produktifitas.

Produksi Benih pada Penangkar Jagung

Benih sumber palawija termasuk jagung yang dihasilkan UPB lingkup BBI-PPH NTB penyalurannya setiap tahun relatif sangat rendah. Dari 5.189 kg hasil perbanyakan benih sumber jagung Bisma tahun 2011 hanya tersalur 1.810 kg (BBI-PPH NTB 2012). Selanjutnya dijelaskan bahwa, kondisi ini sangat merugikan penangkar karena benih palawija (jagung) memiliki daya simpan yang sangat pendek yaitu 3-4 bulan. Benih yang dihasilkan pada bulan November 2011 (panen MK II 2011) akan mati label pada Februari-Maret 2012. Pada bulan-bulan tersebut belum ada pertanaman palawija karena lahan masih ditanami atau sedang panen padi pertanaman MH 2011/2012.Penangkar benih palawija yang melakukan penanaman di lahan kering pada musim hujan (MH), sangat kurang atau hampir tidak ada sehingga benih yang dihasilkan pada MK II tidak tersalur.

(5)

Pengelolaan benih jagung di lokasi penelitian ditinjau dari usahatani produksi benih dan penanganan pascapanennya diuraikan berikut.

1. Analisis Usahatani Benih Jagung

Suatu teknologi sebelum diterapkan petani harus memenuhi kriteria layak secara teknis, ekonomi dan sosial. Teknologi yang diterapkan harus dapat memberikan pendapatan yang optimal dari usahataninya. Oleh karena itu petani penangkar jagung dihadapkan pada biaya yang perlu diperhitungkan dengan seksama untuk memperoleh keuntungan yang optimal.

Benih jagung komposit yang ditangkarkan oleh para petani penangkar responden adalah Lamuru dan Srikandi Kuning. Luas lahan tangkaran bervariasi dari 0,3-1,0 ha, yang terluas oleh petani responden penangkar Asosiasi Petani Jagung (1,0 ha) kemudian petani penangkar Sanggar Bima0,5 ha, sedangkan petani penangkar Pandan Dure 0,3 ha.Petani penangkar yang masih kurang luas lahan tangkarannya, kedepan mereka akan memperluas lahan penangkarannya karena sudah merasakan akan keuntungan yangdiperoleh lebih besar dalam usahatani produksi benih jagung. Adapun keadaan usahatani penangkaran benih jagung di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1, terlihat bahwa biaya yang digunakan ketiga petani penangkar responden bervariasi sesuai luas lahannya.Untuk penggunaan tenaga kerja umumnya masih menggunakan tenaga kerja keluarga termasuk melakukan rouging pertanaman yang menyimpan dan detaseling sehingga dalam pembiayaan tidak terdata. Produksi yang dicapai petani penangkar Asosiasi Petani Jagung dengan luas tangkaran 1,0 ha adalah untuk benih 3,12 ton dan bukan benih (konsumsi) 3,38 ton. Untuk petani penangkar Sanggrar Bima luas tangkaran 0,5 ha hasil yang diperoleh untuk benih 2,56 ton dan untuk konsumsi 0,64 ton, sedangkan petani penangkar Pandan Dure luas tangkaran 0,3 ha produksi benihnya dalam bentuk tongkol 200 kg dan untuk konsumsi 400 kg.

Penangkar Asosiasi Petani Jagung yang merupakan usaha penangkar benih jagung di SanDue Kabupaten Bima memperoleh pendapatan dari usahatani produksi benih jagung yang lebih besar Rp 86.450.000 yang luas lahan tangkarannya lebih luas (1,0 ha) dibanding petani penangkar Sanggar Bima Rp 65.600.000 (0,5 ha) dan Pandan Dure Rp 3.200.000 (0,3 ha). Benih berlabel yang dijual penangkar Asosiasi Petani Jagung dan Sanggar Bima seharga Rp 25.000/kg sedangkan petani penangkar Pandan Dure dengan penjualan benih tonggol seharga Rp 10.000/kg. Benih bentuk tongkol ini dijual ke petani sekitarnya atau petani lainnya yang sudah siap tanam dengan harga yang terjangkau.Bila dilihat dari efisiensi usahatani yang dilakukan, petani penangkar Sanggar Bima di Toloko Kabupaten Bima yang lebih efisien (R/C 27,05), dan keuntungan yang diperoleh pun cukup tinggi Rp63.174.850 dengan luas lahan tangkaran 0,5 ha. Pada petani penangkar Pandan Dure dengan luas lahan tangkaran 0,3 ha, dari hasil analisis parsial terhadap tangkaran produksi benihnya juga menguntungkan dan nilai R/C 8,26 yang menunjukkan usahataninya pun efisien. Menurut Soekartawi (1995) dan Kadariah (1998), jika nilai R/C > 1 bararti usahatani itu secara finansial efisien karena jumlah penerimaan yang diperoleh lebih besar dari jumlah biaya yang dikeluarkan, yang mengindikasikan bahwa penangkaran benih jagung di lokasi penelitian dalam skala agribisnis menguntungkan.

(6)

Tabel 1. Analisis usahatani benih sumber Lamuru dan Srikandi Kuning (per luas lahan tangkaran)oleh penangkar di Kabupaten Bima dan Lotim Provinsi NTB, 2013

Kegiatan usahatani

Asosiasi Petani Jagung (1,0 ha) Sanggar Bima (0,5 ha) Pandan Dure (0,3 ha) Fisik (Kg; l) Nilai (Rp) Fisik (Kg; l) Nilai (Rp) Fisik (Kg; l) Nilai (Rp) Sarana produksi Pengolahan tanah 600.000 460.000 120.000 Benih 20 1.000.000* 10 400.000* 5 0 Pupuk urea 300 540.000 150 270.000 50 80.000 Pupuk SP 36 0 0 0 0 0 0 Pupuk phonska/pelangi 200 460.000 125 300.000 50 100.000 Pupuk cair 3 180.000 0 0 0 0 Pupuk kandang 0 0 0 0 2.000 0 Calaris 1 300.000 0.5 150.000 0 0 Bismilan 0 0 0 0 1 50.000 Bensin 45 225.000 30 150.000 0 0 Pemipilan 520.000 320.000 0 Lain-lain (10%) 382.500 205.000 35.000 Jumlah 4.207.500 2.255.000 385.000 Biaya sertifikasi Lapangan Rp 7.500/ha 7.500 3.750 2.250 Laboratorium @ Rp 15/kg benih 46.800 38.400 0 Label @ Rp 250/5 kg benih 156.000 128.000 0 Jumlah 202.800 166.400 0 Total biaya 4.417.800 2.425.150 387.250 Poduksi

Biji untuk benih 3.120 78.000.000 2.560 64.000.000 200 2.000.000 Biji untuk konsumsi 3.380 8.450.000 640 1.600.000 400 1.200.000

Jumlah penerimaan 86.450.000 65.600.000 3.200.000 Keuntungan (Rp) 82.032.200 63.174.850 2.812.750

Nilai R/C 19,57 27,05 8,26

Sumber: Data primer (2013)

Keterangan: *Harga benih sumber + biaya kirim Biaya memipil = Rp 80-100/kg

Sistem Pengolahan Hasil Penangkar Benih Jagung

Dalam kegiatan pengolahan hasil benih sumber memerlukan fasilitas/prasarana yang cukup agar diperoleh hasil benih yang baik sesuai kriteria yang ditentukan. Benih sebagai benda hidup yang akan mengalami penurunan mutu, maka pengadaan sarana prasarana sangat berperan dalam menjaga/mempertahankan mutu benih, terutama pada periode sesudah panen.Badan Litbang Pertanian/Balitsereal telah merekayasa beberapa alat sesuai fungsinya dan lebih efisien serta menguntungkan, seperti tresher/alat pemipil, pengering jagung, graider/alat pembersih benih, sortasi benih, dan tempat penyimpanan benih untuk mempertahankan kualitas benih.Mutu benih yang

(7)

mencakup mutu fisik, fisiologis dan genetik dipengaruhi oleh proses penanganannya dari produksisampai akhir periode simpan (Sadjad 1980).

Sejauhmana fasilitas pengelolaan benih jagung yang dimiliki oleh penangkar di lokasi penelitian, diuraikan sebagai berikut:

1. Fasilitas Pengeringan

Pengeringan merupakan tahapan yang sangat penting dalam penanganan pascapanen jagung. Jagung setelah dipanen harus segera diturunkan kadar airnya sampai kadar air yang aman untuk disimpan. Penanganan pascapanen yang kurang sempurna khususnya pengeringan selama musim hujan akan menurunkan mutu benih yang diakibatkan oleh cendawan.

Pengeringan yang dilakukan oleh ketiga penangkar di lokasi penelitian sangat sederhana, yakni melakukan penjemuran benih dengan menggunakan alas tikar atau terpal. Kelompok penangkar Asosiasi Petani Jagung yang dengan total luas tangkaran 10 ha memiliki fasilitas pengering yang sederhana menjadi kendala jika cuaca tidak mendukung atau sudah musim hujan. Kedepan mereka akan meningkatkan fasilitasnya dengan rencana pembuatan lantai jemur, dan pengadaan alat dryer lengkap dengan gudangnya sehingga walaupun musim hujan benih dapat teratasi pengeringan dan penyimpanannya sehingga tidak mudah rusak akibat terkontaminasi oleh cendawan atau berjamur. Untuk penggunaan tenaga kerja masih dapat diatasi/tersedia belum menjadi masalah. Fasilitas dan kinerja pengeringan yang terdapat pada penangkar di lokasi penelitian terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Fasilitas dan kinerja pengeringandi penangkar lokasi penelitian. Kabupaten Bima dan Lombok Timur Provinsi NTB, 2013

Keterangan Asosiasi Petani

Jagung Sanggar Bima Pandan Dure Alat pengering Terpal Terpal Terpal Waktu pengeringan (hari)

 Tongkol 3-4 3-4 2-3 hr

 Biji 2-3 hr 2 hr 1 hr

 Deteksi kering Alat ukur kadar air Alat ukur kadar air Bunyi nyaring, sudah ada biji yang retak Kendala Cuaca/Hujan Cuaca/Hujan Cuaca/Hujan

Dryer Sumber: Data primer (2013)

Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa fasilitas pengeringan seperti tikar/terpal yang dipakai untuk mengeringkan jagung masih sangat sederhana yang dimiliki oleh ketiga penangkar. Terutama pada penangkar Asosiasi Petani Jagung, jika produksi rata-rata 6,5 t/ha dengan luas lahan 10 ha maka diperoleh produksi 65 ton yang dikelola oleh 7 orang penangkar cukup merasakan kendala dalam pengeringan hasil. Demikian halnya penangkar Sanggar Bima (6 ha) dengan ditangani oleh 12 orang penangkar cukup menjadi hambatan dalam pengeringan produksinya, walaupun selama ini tenaga kerja cukup tersedia baik dalam keluarga maupun luar keluarga dengan sistem tolong menolong atau gotong royong. Berdasarkan alat yang digunakan, kadar air jagung diperkirakan sekitar 16-21%. Kadar air tersebut masih sangat tinggi sehingga harus dikeringkan lagi untuk memperoleh sertifikasi benih.

(8)

Balitsereal telah mengembangkan alat pengering jagung dengan sumber energi matahari dan panas tungku pembakaran dengan bahan bakar padat seperti kayu dan tongkol jagung, dapat digunakan kapan saja termasuk dimusim hujan.

2. Fasilitas Pemipilan

Untuk petani penangkar Asosiasi Petani Jagung dan Sanggar Bima, alat yang digunakan untuk memipil jagung adalah tresher dengan sistem sewa. Alat ini kapasitasnya sekitar 1 ton dan upah pipilan Rp 80-100/kg. Sedangkan petani penangkar di Pandan Dure masih memipil dengan tangan. Petani ini masih sangat minim peralatannya karena disamping masih tahap mencoba/pemula, hasilnya juga rendah, sehingga masih terjangkau dengan memipil secara manual dengan tangan, yang dilakukan oleh tenaga dalam keluarga dan dibantu tetangga sekitarnya di waktu istirahat. Dengan melihat hasil yang dicapai oleh kelompok penangkar Asosiasi Petani jagung dan Sanggar Bima yang cukup tinggi, maka sebaiknya kelompok berusaha untuk memiliki Tresher agar memudahkan mereka dalam memproses hasil produksinya dan lebih menghemat juga pembiayaan.

3. Fasilitas Pembersih dan Penyortir Benih

Alat yang digunakan petani penangkar untuk membersihkan dan menyortir benih dengan menggunakan ayakan atau tampi yang terbuat dari bambu, dan harga alat tersebut sekitar Rp 20.000-30.000/buah. Waktu yang digunakan untuk membersihkan calon benih ini berkisar 1-3 hari tergantung produksi yang dihasilkan dan tenaga kerja yang terlibat, jika hasilnya sedikit (< 1 t/ha) cukup 1 hari ( 2 orang) dan jika hasilnya banyak (3-4 t/ha) waktunya sampai 3 hari (5-7 orang).

Hasil sortasi untuk menjadi calon benih dari hasil produksi jagung yang diperoleh sekitar 33,3-80,0%. Sisa dari hasil sortiran ini dijadikan jagung konsumsi yang jumlahnya cukup banyak, seperti petani penangkar yang pemula dalam kegiatan penangkaran jagung dengan fasilitas yang dimiliki cukup terbatas dan juga penggunaan sarana produksinya mempengaruhi hasil benih yang diperoleh .

Fasilitas pembersih dan sortasi benih yang dimiliki para penangkar ini sangat minim, sederhana, masih manual, belum dengan alat yang lebih bagus menggunakan mesin pembersih benih seperti seed cleaner atau graider.

4. Fasilitas Penyimpan Benih

Calon benih jagung hasil tangkaran dikemas dalam ukuran 5 kg. Benih yang telah dikemas disimpan disusun diatas lantai rumah atau dalam karung, dengan pemilikan yang bervariasi sesuai dengan jumlah calon benih yang dicapai. Sedangkan calon benih yang masih dalambentuk tongkol/klobot disimpan digantung di atas tiang-tiang rumah atau di para-para, yang dapat disimpan selama 6-12 bulan. Menurut Justice dan Bass (2002) penyimpanan benih suatu tanaman dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang dan memperlama serta mengawetkan cadangan bahan benih dari mulai panen, disimpan hingga digunakan untuk kurun waktu tertentu.

Fasilitas berupa gudang tempat permanen untuk menyimpan benih belum mereka miliki sehingga kurang aman terhadap serangan hama seperti tikus, jadi harus segera dijual. Untuk mengatasi hama-hama yang ada digunakan pestisida Marshal. Kesederhanaan alat yang dimiliki merupakan masalah yang harus dihadapi dalam

(9)

penyimpanan benih. Kondisi pengolahan hasil benih yang sangat sederhana ini, mempengaruhi mutu benih jagung. Tabel 3 memperlihatkan mutu benih jagung hasil tangkaran di lokasi penelitian yang telah disimpan selama 2-3 bulan.

Tabel 3. Rata-rata kadar air, daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan bobot 1000 butir jagung hasil tangkaran Pandan Dure dan Sanggar Bima. NTB, 2013

Sampel benih/Penangkar Kadar air (%) Daya berkecambah (%) Kecepatan tumbuh (%) Bobot 1000 butir (g) Bentuk biji: - Pandan Dure 15,57 94,25 31,42 345,60 - Sanggar Bima 12,23 84,00 28,00 269,1 Bentuk tongkol: - Pandan Dure 16,33 97,00 32,37 396,8 Sumber: Data primer, 2013

Pada Tabel 3 terlihat bahwa daya berkecambah benih hasil tangkaran lokasi penelitian 84-97%, walaupun masih baik, namun menunjukkan sudah terjadi penurunan mutu fisiologis dengan cepat karena masa simpan belum lama (1-3 bulan). Hasil uji mutu fisik juga menunjukkan terjadinya penurunan mutu benih dengan cepat oleh karena dengan masa simpan yang belum lama (3 bulan), biji utuh rata-rata berkisar 93,80-97,75%; biji retak 0-1,37%, biji pecah 0-1,30%; biji berjamur 2,15-3,79%; dan biji berlubang 0-0,63% (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-rata persentase biji utuh, retak, pecah, berjamur, dan berlubang jagung hasil tangkaran di Desa Puncak Jeringo Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur dan Desa Toloko Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima, NTB 2013 Sampel benih/Lokasi Biji utuh (%) Biji pecah (%) Biji retak (%) Biji berjamur (%) Biji berlubang (%) Bentuk biji: - Pandan Dure 95,59 - - 3,79 0,63 - Sanggar Bima 93,80 1,30 1,37 3,53 - Bentuk tongkol: - Pandan Dure 97,75 - - 2,15 0,10

Sumber: Data primer (2013)

Terjadinya penurunan mutu benih sangat dipengaruhi oleh kadar air benih yang cukup tinggi di atas 11% pada saat benih disimpan, fasilitas penyimpanan serta kemasan benih yang tidak kedap udara juga memicu tumbuhnya jamur. Salbiati (2005) menyatakan bahwa kemasan yang kedap relatif lebih mampu menahan perubahan vigor benih pada kondisi ruang yang terbuka (suhu kamar). Demikian yang diungkapkan oleh Rahayu dan Widajati (2007) bahwa kemasan yang kedap lebih mampu menjaga vigor dan viabilitas benih selama masa penyimpanan. Standarisasi mutu benih untuk varietas komposit/bersari bebas, dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai pembanding.

(10)

Tabel 5. Standar mutu di laboratorium jagung bersari bebas Kelas benih Ka (%) Benih murni

(%) Kotoran benih (%) Warna lain (%) Daya kecambah (%) BD 12 98 0,0 0,5 80 BP 12 98 0,1 0,5 80 BR 12 98 0,3 1,0 80

Sumber: BPTP-TPH Wil.III. Jatim, 1999

Dari Tabel 5, terlihat bahwa kadar air untuk kelas benih BP/BR maksimal 12% sedangkan benih tangkaran yang dihasilkan oleh petani penangkar binaan BPTP NTB berkisar antara 12,23-16,33%. Tingginya kadar air meningkatkan laju respirasi benih sehingga mempercepat penurunan viabilitas dan vigor benih serta memicu tumbuhnya cendawan dan serangan hama gudang. Justice dan Bass (1990) juga menjelaskan kerusakan benih selama penyimpanan sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan air di dalam benih. Tingginya kadar air, mempengaruhi penerimaan petani karena disesuaikan dengan tabel rafaksi yang digunakan para pengusaha. Kondisi ini belum mempengaruhi daya kecambah karena umur simpan 2-3 bulan. Kadar air benih merupakan faktor utama yang menentukan daya simpan benih.

KESIMPULAN

1. Penangkar benih jagung binaan BPTP NTB memproduksi benih jagung cukup menguntungkan dengan hasil yang dicapai cukup tinggi sesuai luas lahan tangkarannya. Penangkar Asosiasi Petani Jagung menghasilkan 3,12 t biji/ha dan keuntungannya sekitar Rp 82 juta (R/C 19,57), penangkar Sanggar Bima 2,56 t biji/0,5 ha memperoleh keuntungan sekitar Rp 63 juta (R/C 27,05), dan penangkar Pandan Dure 200 kg tongkol benih/0,3 ha dengan keuntungan sekitar 2,8 juta (R/C 8,26).

2. Fasilitas yang dimiliki para penangkar responden masih sangat terbatas sehingga mutu benih yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan, seperti kadar air untuk varietas jagung komposit 12%. Untuk meningkatkan mutu benih yang dihasilkan penangkar tersebut, mereka perlu memiliki fasiltas pengolahan hasil yang cukup, seperti lantai jemur, gudang penyimpanan hasil, alat pembersih dan sortir benih. 3. Perbenihan jagung yang berjalan di NTB dengan model jaringan benih antar lahan

dan musim (jabalsim), perlu pembinaan terus oleh BPTP bekerjasama Diperta dan BBI/BBU sehingga ketersediaan benih yang dibutuhkan petani dengan sistem 5 t (tepat jumlah, mutu, waktu, varietas dan tepat harga) dapat terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

BBI-PPH Provinsi NTB. 2012. Laporan Kegiatan Operasional BBI-PPH NTB Tahun 2011.

Diperta dan Hortikultura NTB.2013. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012. Mataram, NTB.

(11)

Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit Andi Yogyakarta.

Justice, O. L. And L. N. Bass. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan Renie-Rusly. CV. Rajawali, Jakarta.

Justice, O. L., and L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Edisi 1,cetakan 3. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kadariah. 1998. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomi. LPFE – UI. Jakarta.

Kumbhakar, S.C. and C.A.K. Lovel. 2000. Stochastic Frontier Analysis. Cambridge Univ. Press, Cambridge.

Mugnisyah dan Setiawan. 1995. Produksi Benih. Penerbit Bumi Aksara Jakarta. Bekerjasama dengan Pusat antar Universitas Ilmu Hayat IPB.

Rahayu, E. dan E. Widajati. 2007. Pengaruh Kemasan, Kondisi Ruang Simpan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Caisin (Brassica chinensis L.). Bul. Agron. (35) (3) 191–196 (2007).

Sadjad, S. 1980. Panduan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. IPB: Bogor. Saenong S, Margaretha SL, Faesal dan Evert Hosang.2006. Peran Perbenihan

Tanaman Pangan dalam Mendukung Program Ketahanan Pangan dan Peningkatan Pendapatan Petani di Lahan Kering.Prosiding Seminar Nasional.Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP). Bogor.

Sejati,Wahyuning K., R. Kustiari, R.S. Rivai, A.K. Zakaria dan T. Nurasa. 2009. Laporan Hasil Penelitian. Kebijakan lnsentif Usahatani Kedelai untuk Mendorong Peningkatan Produksi dan Pendapatan Petani.PSEIKP. Bogor. Silbiati. 2005. Pengaruh Kondisi Simpan dan Kombinasi Jenis Kemasan–Perlakuan

Metalaksilterhadap Viabilitas Benih Dua Kultivar Jagung Manis. Skripsi IPB. Bogor. 52 hal.

Situmorang, T. S. 2010. Pengujian Mutu Benih. Balai Besar Benih dan Proteksi Tanaman Direktorat Jendral Perkebunan-Departemen Pertanian Medan. <http://bbp2tpmedan@deptan.go.id>

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia Jakarta.

Subagio, H. 2013. Pengembangan Kesesuaian Varietas UngguldanPenguatan Sistem Perbenihan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Wirawan dan S. Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penerbit Swadaya Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Analisis usahatani benih sumber Lamuru dan Srikandi Kuning (per luas lahan  tangkaran)oleh penangkar di Kabupaten Bima dan Lotim Provinsi NTB, 2013
Tabel 2. Fasilitas dan kinerja pengeringandi penangkar lokasi penelitian. Kabupaten Bima dan  Lombok Timur Provinsi NTB, 2013
Tabel  3.  Rata-rata  kadar  air,  daya  berkecambah,  kecepatan  tumbuh  dan  bobot  1000  butir  jagung hasil tangkaran Pandan Dure dan Sanggar Bima
Tabel 5. Standar mutu di laboratorium jagung bersari bebas

Referensi

Dokumen terkait

Kontribusi pada penelitian ini adalah mengusulkan perhitungan Radiating Edge Map dalam pencarian edge map pada metode Component Normalized Generalized Gradient Vector

Kandungan Zn pada teras atas, teras tengah, teras bawah dan sawah tanpa sistem terasering tidak terdapat perbedaan yang signifikan.Tetapi ada kecenderungan Zn pada

Sesuai dengan yang sudah disebutkan di bab I, diharapkan hasil dalam makalah ini dapat dikembangkan lebih lanjut dan pohon keputusan tersebut dapat membantu

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan konsentrasi bahan pengisi (filler) dari tepung sereal yang terbaik pada pembuatan sosis ikan tengiri ditinjau dari kualitas dan

Selain pada KUHP, aturan mengenai penanggulangan dan penyelesaian konflik berbasis agama dapat ditemukan pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Penetapan Presiden Republik

Pendidikan dan pembelajaran yang mendasarkan pada kecerdasan majemuk membuka kesempatan pada para siswanya untuk kritis dan mungkin tidak patuh karena siswa

Maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara kedua kelompok tersebut dimana siswa Sekolah Dasar yang tidak mengikuti bimbingan belajar

Sahlan, anak seorang petani menggantikan orang tuanya yang menghilang dengan menjaga pohon kesayangan keluarga mereka.Mereka memiliki janji, untuk dapat piknik