• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMANDIRIAN SISWA SEKOLAH DASAR DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR. Vitrie Maulani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN KEMANDIRIAN SISWA SEKOLAH DASAR DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR. Vitrie Maulani"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMANDIRIAN SISWA SEKOLAH DASAR DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR

Vitrie Maulani

Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Email: vitrie.maulani@gmail.com

ABSTRACT

This study was conducted to determine the differences of elementary school students’ autonomy in terms of participation in tutoring. The hypothesis is there is a difference between the autonomy of elementary school students who participating in tutoring and who do not participating in tutoring. The subjects were students SDK Corjesu grade 4, 5, 6 at total 190 students. The sampling technique is using saturated samples. Measuring instruments used are autonomy scale (23 aitem valid). Analysis data using independent t-test method. Based on the results obtained by the analysis of the value of t test (2.326) is greater than t-table (1.973) and significance value (0.021) is smaller than alpha (0.05). It states that there are significant differences between the two groups studied, it was 97.9 %. Autonomy mean score of students who participating in tutoring are 65, 6204 and students do not participating in tutoring was 67, 2073. The results showed that the mean scores of elementary students’ autonomy who do not participate in tutoring are higher than the mean score of elementary school students’ who participating in tutoring

Keywords: difference, autonomy, elementary school students ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemandirian siswa sekolah dasar ditinjau dari keikutsertaan dalam bimbingan belajar (bimbel). Hipotesis yang diajukan adalah terdapat perbedaan kemandirian antara siswa sekolah dasar yang mengikuti bimbingan belajar dan yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Subjek penelitian adalah siswa SDK Corjesu kelas 4, 5, 6 berjumlah 190 siswa. Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan sampel jenuh. Alat ukur yang digunakan adalah skala kemandirian (23 aitem valid). Teknik analisis data menggunakan independent t-test. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai t-hitung (2.326) lebih besar dari t tabel (1.973) dan nilai signifikansi (0.021) < dari alpha (0.05) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yang diteliti sebesar 97,9%. Skor mean kemandirian siswa yang mengikuti bimbel adalah 65.6204 dan siswa yang tidak mengikuti bimbel adalah 67.2073. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor mean kemandirian siswa sekolah dasar yang tidak mengikuti bimbel lebih tinggi dibanding skor mean kemandirian siswa sekolah dasar yang mengikuti bimbel.

(2)

LATAR BELAKANG

Tingginya nilai pelajaran di sekolah sampai saat ini masih menjadi tolak ukur dalam melihat pencapaian hasil belajar siswa. Persaingan mendapatkan nilai yang baik di sekolah menciptakan fenomena menjamurnya praktek bimbingan belajar di luar sekolah. Catatan Ditjen Diklusepa Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003 menyebutkan, di Indonesia terdapat 22.510 lembaga bimbingan belajar, sebanyak 2.822 buah diantaranya adalah LBB bahasa. Sementara jumlah SMA hanya sebanyak 7.900 buah dan SMK 4.169 (Kemdikbud, 2003).

Menurut Sukardi (2002), bimbingan belajar adalah tuntunan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, untuk memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di suatu institusi pendidikan.

Lebih lanjut, Sukardi (2002) mengemukakan tujuan pelayanan bimbingan belajar antara lain mencarikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang anak atau sekelompok anak, membuat tugas sekolah dan mempersiapkan diri dalam ulangan dan ujian, memilih suatu bidang studi sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, cita-cita dan kondisi fisik atau kesehatannya, menunjukan cara-cara menghadapi kesulitan dalam bidang studi tertentu dan melatih kemandirian anak.

Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sesuai dengan tahap perkembangan dan kapasitasnya (Lie, 2004). Suyati (2011) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara kemandirian dan prestasi belajar. Berdasarkan beberapa pernyataan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemandirian adalah salah satu faktor penting bagi keberhasilan belajar siswa.

Upaya untuk mengetahui adakah hasil yang diperoleh dari mengikuti program bimbingan belajar bagi siswa tentu saja merupakan hal yang penting untuk ditelusuri lebih dalam. Bukan

(3)

hanya yang berkaitan dengan prestasi siswa, namun faktor penting lain yang juga harus diperhatikan yaitu kemandirian. Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan kemandirian siswa sekolah dasar ditinjau dari keikutsertaan dalam bimbingan belajar.

LANDASAN TEORI

Kemandirian berasal dari kata dasar diri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan self, merupakan inti dari kemandirian. Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi individu. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu menghadapi segala permasalahan karena tidak tergantung pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan masalah yang ada (Mohammad, 2004). Kemandirian merujuk kepada kemampuan individu untuk berpikir, merasakan dan membuat keputusan bagi dirinya sendiri (Russel & Bakken, 2002).

Siswa sering dihadapkan pada permasalahan yang menuntut siswa untuk mandiri dan menghasilkan suatu keputusan yang baik. Steinberg (Russel & Bakken, 2002) menyebutkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu:

a. Kemandirian emosi (Emotional Autonomy)

Kemandirian emosional berhubungan dengan emosi, perasaan personal dan bagaimana kita berhubungan dengan orang di sekitar kita. Aspek emosional menekankan pada kemampuan individu untuk melepaskan diri dari ketergantungan orangtua dalam pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Terdapat 4 aspek kemandirian emosional, yaitu: 1) Kemampuan melakukan de-idealized terhadap orangtua. Individu harus mampu

(4)

mereka. Hal ini membuat individu mampu mandiri dengan tidak lagi bergantung ada orangtua mereka.

2) Kemampuan memandang parent as people atau orangtua selayaknya orang pada umumnya. Kemampuan ini menjadikan individu mampu berinteraksi dengan orangtua mereka, bukan sebagai hubungan antar anak dan orangtua saja, namun berinteraksi sebagai dua individu.

3) Non-dependency atau suatu derajat dimana individu bergantung kepada dirinya sendiri, bukan kepada orang lain maupun orangtua mereka. Individu mampu mengontrol emosi dan mampu menunda keinginan untuk meminta dukungan emosional dari sekitarnya.

4) Individuated atau individualisasi. Individu mampu melihat perbedaan pandangan dengan orangtuanya namun mampu memunculkan perilaku bertanggung jawab.

b. Kemandirian bertindak (Behavioral Autonomy)

Kemandirian berperilaku merupakan kapasitas individu dalam menentukan pilihan dam mengambil keputusan. Saran dan nasehat dari orang lain yang menurutnya sesuai dijadikan sebagai perbandingan dan alternatif untuk dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Kemampuan berperilaku juga ditunjukkan dengan kemampuan mengambil tindakan setelah pengambilan keputusan. Terdapat 3 aspek kemandirian perilaku yaitu: 1) Kemampuan mengambil keputusan:

a) Menyadari resiko dari perilakunya.

b) Memilih alternatif pemecahan masalah berdasarkan pertimbangan sendiri dan orang lain.

(5)

2) Memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain:

a) Tidak mudah terpengaruh situasi yang menuntut konformitas.

b) Tidak mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orangtua dalam mengambil keputusan.

c) Memasuki kelompok sosial tanpa tekanan. 3) Memiliki rasa percaya diri (self reliance):

a) Merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah dan di sekolah. b) Merasa mampu memenuhi tanggung jawab di rumah dan di sekolah. c) Merasa mampu mengatasi sendiri masalahnya.

d) Berani mengemukakan ide atau gagasan.

c. Kemandirian nilai (Value Autonomy)

Kemandirian nilai berarti individu memiliki sikap mandiri dan kepercayaan terhadap spiritualitas, politik dan moral. Kemandirian nilai pada individu muda berarti mereka mampu mendapatkan kesimpulan dari nilai-nilai mengenai benar dan salah, kewajiban dan hak, penting atau tidak penting sesuai prinsip mereka dan tidak hanya menerima dan mengikuti nilai dari teman sebaya. Individu mampu menolak tekanan untuk mengikuti tekanan orang lain tentang perbedaan keyakinan (belief) dan nilai. Terdapat 3 aspek perkembangan kemandirian nilai, yaitu:

1) Keyakinan akan nilai-nilai abstrak (abstract belief)

2) Nilai-nilai semakin mengarah kepada yang bersifat prinsip (Principle belief):

a) Berpikir sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang nilai.

(6)

b) Bertindak sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggung jawabkan dalam bidang nilai.

c) Bertingkah laku sesuai dengan keyakinan dan nilainya sendiri.

3) Keyakinan akan nilai-nilai semakin terbentuk dalam diri individu bukan hanya dari sistem nilai yang diberikan orangtua atau orang dewasa lainnya (independent belief): a) Individu mulai mengevaluasi keyakinan dan nilai-nilai yang diterima dari orang

lain

b) Berpikir sesuai dengan keyakinan sendiri

c) Bertingkah laku sesuai dengan keyakinan sendiri

Kemandirian merupakan salah satu faktor yang dapat membantu siswa dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelajar. Siswa belajar tanggung jawab, mampu mengutarakan pendapat dan tidak bergantung pada orang lain.

Pertumbuhan kemandirian pada siswa tidak hanya diperlukan dalam mengambil keputusan yang sehat, tetapi juga penting dalam pertumbuhan kepercayaan diri siswa akan dirinya (self) dan juga kepercayaan dirinya dalam hubungannya dengan orang lain.

Perkembangan kemandirian terjadi secara bertahap mengikuti perkembangan fisik, psikis dan kognitif individu tersebut. Menjelang akhir masa anak-anak, terjadi perubahan lingkungan yang lebih besar sehingga anak dituntut untuk beradaptasi dengan baik. Tugas pihak-pihak yang terkait dengan anak adalah membimbing agar perkembangan fisik, psikis dan kognitif tersebut bergerak ke arah yang positif.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian anak menurut Basri (2000), yaitu faktor internal: (a) bakat, (b) potensi, (c) intelektual dan (d) potensi pertumbuhan tubuhnya;

(7)

dan faktor eksternal: (a) Lingkungan keluarga, (b) teman sebaya, (c) nilai masyarakat, (d) kebiasaan hidup, (e) kebudayaan (f) pola asuh orangtua.

Kemdikbud (2003) dalam situs resminya menjelaskan bahwa Sekolah Dasar (SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni Sekolah Dasar (atau sederajat) 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat) 3 tahun.

Menurut Santrock (2007), anak pada usia ini disebut dengan masa kanak-kanak tengah (middle childhood). Perkembangan kritis pada bidang sosial dan emosional terjadi pada usia 6-12 tahun. Ini menyatakan bahwa periode anak masa sekolah merupakan periode perkembangan kritis.

Perkembangan anak meliputi perkembangan fisik, kognitif dan juga perkembangan sosio-emosianl. Erikson (2010) menyatakan bahwa pada usia masa kanak-kanak tengah terjadi perkembangan pada tahap industry vs inferiority. Industry bisa diartikan sebagai rajin, kebiasaan, pekerjaan atau kerajinan. Tahapan ini merujuk kepada kemampuan anak untuk melakukan regulasi diri, sesuai tahapan perkembangan, sebagai salah satu kecakapan (skill), dan kemampuan untuk melakukan sesuatu secara teratur dengan baik. Ketidakmampuan anak untuk melakukan industry, akan menimbulkan inferiority atau rasa rendah diri. Pada masa awal hingga akhir anak-anak, perkembangan terfokus ke dalam diri individu yang kemudian berpengaruh pada kehidupan sosialnya. Pusat kehidupan anak bukan lagi hanya orang tua dan keluarga di rumah, namun bertambah hingga ke lingkungan sekolah. Anak mulai menjadikan teman sebaya

(8)

sebagai tolak ukur kegiatan dan kode moral mereka sehari-hari. Pencapaian perkembangan anak pada tahap industri merupakan kemajuan perkembangan yang sangat penting bagi kemandirian individu usia sekolah.

Masa kanak-kanak tengah juga berarti masa berkelompok. Minat dan kegiatan anak berpusat pada kegiatan dengan teman sebaya mereka, anak ingin menjadi bagian dan ingin menyesuaikan diri dengan kelompok. Pada masa ini, sebagian besar anak mengembangkan kode moral yang dipengaruhi oleh standar moral kelompoknya. Agar dapat melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan yang ada ada diri anak dan perubahan yang terjadi di lingkungannya, anak harus mampu menyelesaikan berbagai tugas perkembangan anak.

Salah satu tugas perkembangan anak pada fase kanak-kanak tengah adalah kemampuan untuk memulai regulasi perilaku pada susunan waktu yang berbeda (Mu’tadin, 2002). Beberapa tugas perkembangan lainnya yaitu mengembangkan hati nurani, moral dan tingkatan nilai serta mampu mengutarakan ide dan ekspresi dari keinginan atau perasaan (Eagle, 2006). Tiga tugas perkembangan ini erat kaitannya dengan perkembangan kemandirian pada siswa sekolah dasar.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Lev Vygotsky (Santrock, 2007) dan konsepnya mengenai perkembangan kognitif anak khususnya pengajaran, terdapat Zone Proximal Developmental (ZPD). ZPD adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai anak seorang diri namun dapat dipelajari dengan bantuan atau bimbingan orang dewasa atau anak yang lebih terlatih. Oleh karena itu batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri dan batas atas ZPD adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima anak dengan bantuan instruktur. ZPD menangkap keahlian kognitif anak yang sedang berada dalam proses kedewasaan dan dapat disempurnakan dengan bantuan orang yang lebih ahli.

(9)

Vygotsky menyatakan bahwa dialog dan pertisipasi siswa membuat siswa mampu belajar tidak hanya dari materi yang diberikan guru namun juga belajar dari lingkungannya. Hal ini membuat anak lebih percaya diri akan kemampuannya dan lebih mandiri dalam belajar (Santrock, 2007).

Beberapa pendapat mengatakan bahwa beberapa anak mungkin menjadi malas dan mengharapkan bantuan dari orang dewasa meskipun mereka telah mampu melakukan sesuatu secara mandiri. Bowlby (1956) menyatakan dalam jurnalnya bahwa anak yang terus menerus dalam pengawasan orangtua atau orang dewasa akan menunjukkan sikap babyish atau kekanak-kanakan.

Mendukung pernyataan Bowlby (1956), hasil penelitian Islam (2003) mengenai siswa dan kontribusi orangtua dalam belajar di rumah menemukan adanya indikasi anak bersikap manja terhadap orangtua yang membantu atau menemani mereka ketika belajar, namun ternyata anak lebih memperhatikan pelajaran.

Namun, hasil penelitian dari Islam (2003) juga menjabarkan bahwa terdapat beberapa kelebihan yang didapat oleh siswa yang belajar di rumah atau dibimbing langsung oleh orangtua mereka antara lain situasi rumah yang lebih kondusif untuk belajar dan munculnya perasaan lebih diperhatikan oleh orangtua. Kedua hal tersebut memunculkan sikap belajar dan kepercayaan diri yang lebih baik pada siswa. Kepercayaan diri akan membantu anak memunculkan sikap pengandalan diri (self reliance) dan menumbuhkan sikap mandiri pada siswa.

Bimbingan belajar dinilai membuat anak terbiasa mendapatkan bantuan dan tidak terbiasa untuk membuat keputusan sendiri. Anak terbiasa langsung menanyakan tugas kepada instruktur bimbingan belajar dan menyalin tanpa menganalisa terlebih dahulu. Bantuan yang diberikan oleh

(10)

bimbingan belajar pada akhirnya hanya memindahkan ketergantungan anak dari orangtua dan guru kepada instruktur bimbingan belajar (Pabelan Pos, 2008).

Usia siswa sekolah dasar merupakan masa pertumbuhan kritis, sehingga akan sangat membantu apabila pihak orangtua dan sekolah mau mengajak siswa belajar berdiskusi dan melibatkan siswa mengenai program belajar yang cocok bagi masing-masing individu. Tanggung jawab ini adalah milik seluruh pihak yang terkait dengan siswa tersebut, bukan hanya tanggung jawab lembaga bimbingan belajar.

Lembaga bimbingan belajar berfungsi sebagai wadah bagi siswa untuk mendalami materi pelajaran dan mendapatkan prestasi di sekolah dengan lebih baik. Bimbingan itupun sebaiknya diberikan tidak hanya untuk mengaya materi pelajaran, tetapi juga membantu meningkatkan percaya diri dan kemandirian anak. Bimbingan yang diberikan oleh instuktur secara terus menerus membuat anak terbiasa dibantu dan tergantung.

Ketergantungan yang muncul pada siswa tampak dari cara pengambilan keputusan, sudut pandang dan sikap sehari-hari. Siswa yang rata-rata masih bergantung secara emosional, behavioral dan nilai terhadap orang dewasa masih beranggapan bahwa segala keputusan mengenai dirinya ditentukan oleh orang lain, baik orang yang lebih dewasa maupun teman sebaya yang berpengaruh.

Sementara siswa yang rata-rata menunjukkan ketergantungan emosional, behavioral dan nilai yang lebih sedikit sudah mulai mampu memandang bahwa keputusan mengenai dirinya dapat ditentukan oleh diri sendiri. Bantuan saran maupun diskusi dengan orang dewasa berfungsi sebagai alternatif pilihan, teman sebaya dan konformitas tidak memiliki kekuatan atas pengambilan keputusan tersebut.

(11)

METODE PENEITIAN

Partisipan dan Desain Penelitian

Peneliti membuat rancangan penelitian dengan menggunakan metode non-probability dengan teknik sampling jenuh. Teknik sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel dikarenakan jumlah populasi relatif kecil (Sugiyono, 2012).

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu ysng ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Siswa sekolah dasar SDK Corjesu Malang kelas 4, 5, 6 dengan total sebanyak 190 siswa.

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian ini membandingkan satu variabel pada dua sampel yang berbeda. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa kuisioner (Sugiyono, 2012).

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas (X1) adalah siswa sekolah dasar yang mengikuti bimbingan belajar. Variabel bebas (X2) adalah siswa sekolah dasar yang tidak mengikuti bimbingan belajar. Variabel terikat adalah variabel yang dibandingkan untuk mengetahui besarnya hubungan dengan variabel bebas. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kemandirian.

(12)

Alat Ukur dan Prosedur Penelitian

Aspek yang diukur dalam kuisioner penelitian ini adalah aspek kemandirian yaitu kemandirian emosional, kemandirian behavioral dan kemandirian nilai (Russel & Bakken, 2010). Sebelum kuisioner penelitian digunakan, peneliti melakukan uji coba alat ukur yang bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen. Uji coba alat ukur pada variabel kemandirian dilakukan dengan jumlah 50 aitem pernyataan pada 35 subjek. Hasil perhitungan uji coba validitas menggunakan teknik corrected item-total correlations pada perangkat SPSS menyatakan 27 aitem gugur dan 23 aitem dinyatakan lolos uji validitas. Aitem yang gugur tidak disertakan dalam kuisioner. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan alpha cronbach menunjukkan skor 0.88.

Aitem yang dinyatakan lolos disertakan dalam kuisioner yang kemudian disebar untuk mendapatkan data subjek mengenai aspek kemandirian. Dilakukan uji asumsi untuk mengetahui normalitas dan homogenitas sebaran data. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji One-sample Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujiannya adalah nilai signifikansi p = < 5%. Hasil uji normalitas Kemandirian Siswa yang tidak mengikuti bimbel adalah 0.655 dan siswa yang mengikuti bimbel adalah 0.482. Keduanya memiliki nilai > 0.05 maka kedua data tersebut dinyatakan normal. Berdasarkan hasil uji homogenitas dengan metode uji Lavene menggunakan perangkat SPSS didapatkan nilai 0.093 dan dapat dikatakan bahwa alat ukur lolos uji homogenitas. Selanjutnya data dianalisa menggunakan teknik independent t-test untuk mengetahui perbedaan mean dari dua kelompok.

(13)

HASIL

Berdasarkan pengolahan menggunakan perangkat lunak SPSS, hasil dan deskripsi data untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Tabel 1. Deskripsi Data

Data Kemandirian Siswa

Mengikuti Bimbel Tidak

Mengikuti Bimbel

Jumlah Sampel 108 82

Nilai Minimal 56 58

Nilai Maksimal 74 77

Nilai Mean 65.6204 67.2073

Nilai Standar Deviasi 4.39141 4.98823

Tabel tersebut menunjukkan bahwa dari 190 jumlah sampel, sebanyak 108 siswa mengikuti bimbingan belajar dan sebanyak 82 siswa tidak mengikuti bimbingan belajar. Variabel kemandirian siswa yang mengikuti bimbingan belajar memiliki nilai minimal 56, nilai maksimal 74, nilai mean 65.6204, dan nilai standar deviasi 4.39141. Variabel kemandirian siswa yang tidak mengiktui bimbingan belajar memiliki nilai minimal 58, nilai maksimal 77, nilai mean 67.2073 dan nilai standar deviasi 4.98823.

Pada pengamatan Kemandirian Siswa didapatkan t-hitung sebesar 2.326 dengan nilai signifikansi p = 0.021 ( p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara siswa yang mengikuti bimbingan belajar dan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar.

Nilai signifikansi p = 0.021 (p = < 0.05 ) menjelaskan perbedaan antara kedua kelompok tersebut, atau dengan kata lain yaitu tingkat kepercayaan dalam menyatakan perbedaan antara kedua kelompok tersebut adalah sebesar 97.9%.

(14)

Mean kemandirian siswa yang mengikuti bimbingan belajar adalah 65.6204 dan mean kemandirian siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar adalah 67.2073. Hal ini menunjukkan bahwa mean kemandirian siswa yang mengikuti bimbingan belajar lebih rendah daripada siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar.

Berdasarkan data yang diperoleh dari alat ukur, skor aitem alat ukur tertinggi dengan nilai 685 diraih oleh aitem nomer 19 yaitu aitem mengenai pemilihan ekstrakurikuler dimana sebagian besar siswa SDK Corjesu telah memilih ekstrakurikuler berdasarkan keinginan sendiri. Aitem nomer 19 mewakili aspek kemandirian dimensi perilaku. Indikator dari dimensi ini adalah kemampuan siswa dalam mengambil keputusan, memiliki kekuatan terhadap pihak lain dan memiliki rasa percaya diri (self reliance).

Sementara skor aitem nilai terendah adalah 252 diraih oleh aitem nomer 23 mengenai pandangan mereka terhadap orangtua. Aitem nomer 23 mewakili aspek kemandirian dimensi nilai (value). Indikator dari dimensi nilai adalah keyakinan nilai-nilai individu dan prinsipil. Hampir seluruh siswa beranggapan bahwa orangtua mampu memilihkan masa depan yang paling baik bagi mereka.

Secara garis besar, kapasitas kemandirian siswa sekolah dasar dapat dilihat dari skor aitem tertinggi dan terendah pada alat ukur. Siswa sekolah dasar telah mampu mengambil keputusan-keputusan sederhana dalam hidup, contohnya dalam memutuskan ekstrakurikuler sesuai minat dan keinginannya sendiri. Sebagian besar siswa sekolah dasar berpendapat bahwa orangtua mampu memilihkan masa depan yang paling baik bagi mereka.

(15)

DISKUSI

Berdasarkan hasil uji hipotesis, skor mean kemandirian siswa Sekolah Dasar yang tidak mengikuti bimbingan belajar lebih tinggi dibandingkan skor mean kemandirian siswa sekolah dasar yang mengikuti bimbingan belajar. Maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara kedua kelompok tersebut dimana siswa Sekolah Dasar yang tidak mengikuti bimbingan belajar (67.2073) memiliki sikap kemandirian yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan siswa sekolah dasar yang mengikuti bimbingan belajar (65.6204).

Hal ini terlihat dari hasil perbandingan skor kemandirian siswa SD yang mengikuti dan tidak mengikuti bimbingan belajar. Siswa SD yang mengikuti bimbingan belajar memiliki hasil skor kemandirian yang lebih rendah dibanding skor kemandirian siswa SD yang tidak mengikuti bimbingan belajar.

Berdasarkan hasil analisis perbedaan kemandirian siswa sekolah dasar ditinjau dari keikutsertaan dalam bimbingan belajar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa “ada perbedaan kemandirian antara siswa sekolah dasar yang mengikuti bimbingan belajar dengan yang tidak mengikuti bimbingan belajar” dapat diterima.

Kedua, berdasarkan hasil analisa, terdapat perbedaan kemandirian yang nyata antara siswa yang mengikuti bimbingan belajar (65.6204) dan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar (67.2073). Nilai t hitung (2.326) lebih besar dari t tabel (1.973) atau nilai signifikansi (0.021) lebih kecil dari alpha 5% (0.050) menjadikan perbedaan kedua kelompok tersebut sebesar 97.9%.

(16)

Ketiga, siswa yang terbiasa mendapatkan bantuan dari instruktur bimbingan belajar menunjukkan sikap kemandirian yang lebih sedikit dibandingkan siswa yang belajar sendiri dan mendapatkan bantuan belajar dari anggota keluarga.

Berdasarkan kondisi dan situasi pada saat penelitian ini dilakukan, penulis menemuan adanya beberapa keterbatasan. Perbedaan standar kemandirian yang ada pada tiap sekolah adalah salah satunya, sehingga alat ukur yang dibuat pada penelitian ini mengikuti budaya sekolah di lokasi penelitian lapangan. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah masih belum adanya standar kemandirian bagi siswa sekolah dasar secara umum, sehingga hasil pengukuran mungkin tidak sama apabila diterapkan pada siswa sekolah dasar dengan budaya sekolah yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, H. (2000). Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bowlby, J. (1956). The Growth of Independence in the Young Child. Royal Society of Health Journal, 76, 587 – 591.Diakses pada 17 September 2013 dari http://www.carijurnal.info//

Eagle, M. (2006). The Developing World of the Children. Britain: Athenaeum Press

Erikson, H. E. (2010). Childhood and Society.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Islam, H. M. (2003). Kontribusi Bimbingan Belajar Ibu Rumah Tangga Dalam Mendukung Peningkatan Mutu Pendidikan di Sidoarjo. Diakses pada 2 Januari 2014 dari http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/KontribusiBBIslam.pdf

(17)

Lie, A. (2004). 101 cara membina kemandirian dan tanggung jawab anak. Jakarta: PT Elek Media Komputindo.

Mustikawan, A. (2006). Efektivitas Bimbingan Belajar dalam Bimbingan dan Konseling di Madrasah. Diakses pada 18 Desember 2013 dari http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/tarbiyah/article/viewFile/1440/2515

Mu’tadin, Z. (2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologi Pada Remaja. Diakses pada 11 September 2013 dari http://www.damandiri.or.Id/detail.php?id=340.html.

Pabelan Pos. (2008). http://pabelanpos.wordpress.com/2008/06/19/penambahan-standar-kelulusanpenambahan-psikis-siswa/ Diakses pada 11 September 2013

Russel, S. & Bakken, R. J. (2002). Development of Autonomy in Adolescence. University of Nebraska-Lincoln Extension, Institute of Agriculture and Natural Resources. Diakses pada 1 Oktober 2013 dari http://extension.unl.edu/publications.

Santrock, J. W. (2007). Child Development. Erlangga: Jakarta

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: CV Alfaberta.

Sukardi, D. K. (2002). Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Alfabeta.

Suyati. (2011). Pengaruh Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar Mata Kuliah Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Diakses pada 11 September 2013 dari http://www.e-jurnal.com/2013/11/pengaruh-kemandirian-belajar-dengan.html

Referensi

Dokumen terkait

The results showed that all concentrations of ethanol leaf extracts of Purslane affected the zone of inhibition against Salmonella typhi and Shigella dysenteriae.. Key Words :

Berdasarkan hal tersebut penentuan dan pemberian tanggal buku tanah Hak Taggungan didasarkan pada tanggal penerimaan berkas tersebut secara lengkap setelah semua

Guna menjamin kontinuitas pelaksanaan pembangunan, maka dalam ketentuan ayat (1) Pasal 3 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1986 ditetapkan, bahwa sisa kredit aggaran proyek-proyek

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mekanisme dalam pelaksanaan akad perjanjian pada pemberian dana kredit Usaha Ekonomi Produktif pada Unit Pengelola Kecamatan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2009 hingga desember 2009 ini adalah Status kerentanan nyamuk Aedes aegypti terhadap insektisida malation

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam pelaksanaan pendidikan karakter di TK AL I‟DAD A n-Nuur Cahaya Umat. Pendidikan karakter adalah pendidikan

The debate between the usefulness of deliberate and emerging strategies is an extensively discussed topic in the strategic management literature (see e.g.. However, involvement

Kinerja keuangan menggunakan sampel dari 90 bank umum konvensional di Indonesia pada tahun 2018 dan inovasi digital banking yang dimiliki setiap bank sampai dengan tahun