• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PIDANA DI BIDANG TEKHNOLOGI INFORM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM PIDANA DI BIDANG TEKHNOLOGI INFORM"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PIDANA DI BIDANG TEKHNOLOGI INFORMASI :

Telaah Teori dan Studi Kasus Prostitusi Online di Sleman Yogyakarta Serta

Perbandingan Pengaturannya di Thailand

Muhammad Nuur Rohmaan-12340027

Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Hukum dan Tekhnologi Kelas B

Website : www.muhnuurrohmaan.com Email : 12340027@student.uin-suka.ac.id

CRIMINAL LAW IN THE CYBER CRIME:

The study Theory and Case Studies Online Prostitution in Sleman Yogyakarta

ABSTRACK

Activities based on internet technology is no longer a new matter in the society, effect can be

positive and negative. The occurance of cyber crime in which protitution can be run online, is

looked one of the negative effects In Sleman. The prostitution activities can only be done directly

by accessing certain websites. Indonesia has the law Number 11 Year 2008 on Information and

Eletronocal Transactions in which regulates criminal conduct on online prostitution. However the

current law still need to be reviewed not only on the suspect of the prostitutional conduct using

(2)

HUKUM PIDANA DI BIDANG TEKHNOLOGI INFORMASI :

Telaah Teori dan Studi Kasus Prostitusi Online di Sleman Yogyakarta

ABSTRAK

Aktivitas berbasis teknologi internet, bukan lagi menjadi hal baru dalam masyarakat, dampak

dari teknologi internet yaitu dampak positif dan dampak negative. Munculnya sebuah tindak

pidana baru (cybercrime) di Kabupaten Sleman yakni berupa prostitusi yang dapat dilakukan secara online, merupakan salah satu dampak negatif. Kegiatan prostitusi tersebut hanya dapat dilakukan dengan cara kontak langsung, yaitu dengan cara mengakses situs-situs dan media

sosial tertentu. Indonesia memiliki Undang-Undang UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik, yang mengatur mengenai tindak pidana berupa prostitusi secara

online. Akan tetapi di Kabupaten Sleman belum ada Peraturan Daerah yang mengatur prostitusi ditambah Undang-Undang yang ada masih perlu untuk dilakukan pengkajian tidak dalam hal

menjerat pelaku tindak pidana prostitusi yang menggunakan media informasi.

(3)

Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara yang perkembangan teknologi dan informasinya

bertumbuh dengan pesat, perkembangan teknologi tersebut memberikan pengaruh positif

diantaranya mempermudah melakukan pekerjaan dan mendapatkan informasi, namun selain itu

terdapat pula dampak negatif yang salahsatunya ialah kegiatan perdagangan orang yang

dilakukan melalui media online atau yang dikenal dengan prostitusi online. Prostitusi online

merupakan kegiatan prostitusi atau suatu kegiatan yang menjadikan seseorang sebagai objek

untuk diperdagangkan melalui media elektronik atau online, media online yang digunakan

seperti Website, Blackberry Massanger, Whatsapp, dan Facebook.1

Prostitusi online dilakukan dengan media karena lebih mudah, murah, praktis, dan lebih

aman dari razia petugas daripada prostitusi yang dilakukan denngan cara konvensional. Yang

menjadi alasan terjadinya prostitusi diantaranya: faktor moral seperti rendahnya pendidikan,

faktor ekonomi seperti pengangguran dan kebutuhan hidup, faktor sosiologis seperti ajakan dari

teman-teman dan tipu daya, faktor psikologis seperti hubungan keluarga yang berantakan

sehingga kurangnya perhatian dari kedua orang tua, faktor kemalasan seperti psikis dan mental

yang rendah, faktor biologis seperti adanya nafsu seks abnormal.

Prostitusi merupakan salah satu penyakit sosial, atau lebih popular disebut patologi sosial

(social pathology). “Patologi sosial ialah suatu gejala dimana tidak ada persesuaian antara berbagai unsur dari suatu keseluruhan, sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok, atau

yang sangat merintangi pemuasan keinginan fundamental dari anggota-anggotanya dengan

akibat bahwa pengikatan sosial patah sama sekali”. 2

1Firman Saputra,” Peran Kepolisian dalam Menanggulangi Prostitusi Online”,Skripsi, Fakultas Hukum

Universitas Atmajaya Yogyakarta,(2013) .

(4)

Jika diteliti sebab terjadinya patologi sosial ini, maka dapat dikembalikan psychological tension. Secara psikologis manusia memiliki nafsu-nafsu yang merupakan kekuatan sosial. Dalam kehidupan sosial kita melihat dinamik yang dapat menggabungkan dan merenggangkan

hubungan semua anggota masyarakat. Jika manusia hendak hidup wajar harus dapat memenuhi

hasrat dan nafsu tadi. Seandainya keinginan-keinginan tadi tidak dapat dipenuhi, maka hal ini

dapat menimbulkan ketegangan batin. Jika ketegangan-ketegangan ini meluas dalam masyarakat,

maka terjadilah ketegangan sosial. Bila ketegangan ini tidak segera dipecahkan dapat

berkembang menjadi penyakit sosial.

Salah satu contoh kasus prostitusi online di Sleman Yogyakarta yaitu kasus yang berhasil

dibongkar oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang melibatkan mahasiswi salah satu

perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Dua tersangka ditangkap MMP SH alias Onge (28

tahun), laki-laki warga Janti, Sleman, dan NES alias Gendis (16 tahun), perempuan, warga

Magelang. Mereka di tangkap pada 16 September 2014. Dua orang lagi yang terlibat berinisial

ES alias MEY (28 tahun), perempuan, warga Sleman, dan AU alias Tyas (22 tahun), perempuan,

warga Magelang. Mereka mengaku menerima antara 40 persen hingga 60 persen dari tiap

transaksi prostitusi online dari tersangka. Sejumlah barang bukti disita polisi: tiga unit telepon

seluler, alat kontrasepsi, dan uang tunai Rp2,5 juta.3 Selain itu penulis juga melakukan stalking4

melalui media online seperti Facebook dan Instagram,dengan memasukan kata kunci prostitusi

online ke mesin pencari Facebook dan Instagram penulis menemukan banyaknya akun maupun

grup yang muatannya menawarkan jasa prostitusi.5

3 Sumber berita didapat dari

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/546103-polisi-bongkar-prostitusi-online-mahasiswi-yogya yang diakses pada 25 April 2016 Pukul 10.34 WIB.

4 Stalking adalah kegiatan memata-matai sebuah akun atau grup di media sosial.

(5)

Cara yang dipakai mucikari untuk merekrut para penyedia jasa ini sangat beragam, tetapi

biasanya mucikari ini merekrut gadis belia yang berpenampilan menarik untuk dijadikan anak

buahnya melalui layanan chating dan sejenisnya yang beberapa tahun belakangan ini sudah menjadi trend di kalangan anak muda. Setelah mucikari berhasil merayu para gadis belia untuk menjadi anak buahnya, mereka biasanya akan langsung ditawarkan lewat website yang dikelola mucikari tersebut. Untuk bisa berkencan dengan gadis-gadis muda ini, pada umumnya calon

penyewa harus mendaftarkan diri dulu pada website dimana gadis-gadis tersebut dipamerkan. Setelah semua proses pendaftaran atau pemesanan selesai gadis pesanan akan diantarkan ke

tempat yang telah disepakati.6

Maraknya prostitusi online di Sleman Yogyakarta menimbulkan keresahan di dalam masyarakat

Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dengan menulis jurnal dengan judul “HUKUM PIDANA DI BIDANG TEKHNOLOGI

INFORMASI : TELAAH TEORI DAN STUDI KASUS PROSTITUSI ONLINE DI SLEMAN

YOGYAKARTA” dengan rumusan permasalahan sebagai berikut: Pertama, Bagaimanakah

pengaturan mengenai prostitusi cyber dalam ketentuan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik ? .Kedua, Bagaimana pertanggungjawaban pidana bagi pelaku

prostitusi cyber secara online dalam ketentuan Perundang-Undangan ? .Ketiga , Bagaimana

perkembangan dan penegakan hukum terhadap praktik prostitusi online di Sleman Yogyakarta ?.

6 Diakses dari http://id.shvoong.com/internet-and-technologies/websites/1851387-prostitusi-di-internet 25

(6)

Pengaturan Mengenai Prostitusi Online dalam Ketentuan UU Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Prostitusi dapat didefinisikan sebagai praktek melakukan hubungan seksual dengan

ketidakpedulian emosional yang labil dan didasarkan pada pembayaran. Prostitusi adalah istilah

yang sama dengan pelacuran. Dalam prostitusi terlibat tiga komponen penting yakni pelacur

(prostitute), mucikari atau germo dan pelanggannya (client) yang dapat dilakukan secara kovensional maupun melalui dunia maya. Cyber prostitution atau prostitusi dunia maya adalah kejahatan prostitusi yang menggunakan media internet atau kejahatan prostitusi yang terjadi di

dunia maya (cyber space).7

1. Kejahatan Prostitusi secara umum diatur dalam Buku II KUH Pidana Bab XIV tentang

Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Buku III KUH Pidana Bab II tentang Pelanggaran

Ketertiban Umum. Adapun penjelasan mengenai Tindak Pidana tentang Prostitusi yang

terdapat dalam KUHP:

a. Pasal 296 Buku II KUH Pidana tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan, yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pekerjaan atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”

b. Pasal 506 Buku III KUH Pidana tentang Pelanggaran Ketertiban Umum, yang berbunyi:

“Barang siapa mengambil keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”

7 Azani Pratiwi,“ Kajian terhadap Prostitusi Cyber dari Perspektif UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang

(7)

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang

mengatur tentang Prostitusi diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) yang berbunyi:

“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”

Setiap unsur tindak pidana tidak berdiri sendiri.” Selalu mempunyai hubungan dengan

unsur-unsur lainnya. Dari sudut normatif, tindak pidana adalah suatu pengertian tentang

hubungan antara kompleksitas unsur-unsurnya tersebut. 8

Hubungan dari keseluruhan unsur dalam sebuah rumusan pasal nantinya dapat diperoleh

alasan tercelanya suatu perbuatan yang dilarang dalam setiap tindak pidana, dalam hal ini

adalah tindak pidana yang melanggar kesusilaan. Dalam pasal 27 ayat (1) tersebut diatas

apabila dibagi menurut unsur-unsurnya maka akan terdiri dari:

a. Setiap orang .

b. Dengan sengaja dan tanpa hak.

c. Mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya.

d. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

e. Melanggar kesusilaan.

Kelima unsur yang terdapat di dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik tersebut kemudian dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Unsur Setiap orang dapat diartikan bahwa subyek hukum dari pasal tersebut adalah orang

perseorangan maupun badan hukum (Recht Person).

8 Diakses dari adamichazawi.blogspot.com/2009_12_27_archive.html+&cd =1&hl= en&ct=clnk&gl=id

(8)

b. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak, terlebih dahulu perlu dijelaskan mengenai unsur

sengaja, dimana menurut KUH Pidana Belanda mengatakan bahwa “pidana pada

umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan yang

dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui”. Secara singkat sengaja artinya menghendaki

(willens ) dan mengetahui (wetens).

c. Unsur mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diakses diartikan

demikian:

1) Mendistribusikan adalah perbuatan menyebarluaskan informasi atau dokumen

elektronik melalui media elektronik.

2) Mentransmisikan adalah perbuatan mengirimkan, memancarkan, atau meneruskan

informasi melalui perangkat telekomunikasi.

3) Membuat dapat Diakses adalah perbuatan memberi peluang suatu informasi atau

dokumen elektronik agar dapat diakses oleh orang lain, seperti membuat tautan atau

link ataupun memberitahukan password suatu sistem elektronik.

d. Unsur informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tercantum di dalam

ketentuan umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Tranasksi

Elektronik Pasal 1 ayat (1) dan ayat (4) demikian bunyinya:

1) Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah

(9)

2) Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui

Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,

gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,

simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang

yang mampu memahaminya.

e. Unsur melanggar kesusilaan di dalam undang-undang tersebut memiliki makna yang

sangat luas, dapat diamati bahwa perumusan delik di dalam pasal tersebut dapat

digunakan untuk menjangkau perbuatan penyalahgunaan internet untuk tujuan-tujuan

seksual (misalnya cyberporn, cybersex, cyberprostitution, atau pun virtual adultery) kesemuanya adalah bagian dari illegal contents di dunia maya. mengenai mengenai unsur melanggar kesusilaan dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE, Majelis Hakim dalam perkara

pada Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 2191/Pid.B/2014/PN.Sby menjelaskan

bahwa melanggar kesusilaan adalah tindakan seseorang yang melanggar norma

kesusilaan, termasuk dalam pengertian melanggar kesusilaan adalah tindakan

penyerbaluasan konten gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar

bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui

berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat

kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.9

Perlu digarisbawahi bahwa yang dapat dijerat oleh pasal ini bukan pada kegiatan

prostitusinya secara langsung namun lebih kepada kegiatan mengupload atau mengunggah

9 Diakses dari http://

(10)

konten yang mengandung prostitusi kedalam dunia maya Apabila seseorang memenuhi

unsur pasal-pasal tersebut yakni mendistribusikan mentransmisikan, atau membuat dapat

diaksesnya suatu dokumen atauinformasi elektronik yang berupa kata-kata, tulisan dan

gambar melalui bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang

memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam

masyarakat dimana prostitusi online termasuk kedalam unsur-unsur tersebut maka pelaku

pengunggah konten prostitusi online dapat diancam pidana sebagaimana terdapat di dalam

Pasal 45 ayat (1) UU ITE yang bunyinya : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),ayat (3), atau ayat (4) dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pertanggungjawaban Pidana bagi Pelaku Prostitusi Cyber cecara Online dalam

Ketentuan Perundang-Undangan

Dengan penafsiran sistematis melalui pengertian orang sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 27 ayat 1 maka dapat diketahui bahwa subjek hukum yang dimaksud adalah

orang perseorangan, baik warga Negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan

hukum. Terkait pemidanaan terhadap pelaku prostitusi cyber hukuman atau sanksi yang dianut

hukum pidana merupakan ciri khas yang membedakan hukum pidana dengan bidang hukum

lain.10 Hukuman dalam hukum pidana ditujukan untuk memelihara keamanan dan pergaulan

hidup yang teratur.

Pertanggungjawaban pelaku prostitusi online tidak bisa dikenakan oleh

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik melainkan cukup

menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Penulis menilai bahwa prostitusi baik

(11)

dilakukan secara online, maupun offline tidak jauh berbeda perbedaan hanya dari sisi

pemanfaatan atau penggunaan internet sebagai sarana kejahatan atau pelanggaran.Gagasan

penulis ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Ketua Umum Indonesia Cyber Law

Community (ICLC) Teguh Arifiyadi.11

“UU ITE tidak pernah mengatur khusus prostitusi online, karena pada prinsipnya prostitusi baik online maupun offline adalah tidak jauh berbeda, yang menjadi pembeda dengan hanya dari sisi pemanfaatan atau penggunaan internet sebagai sarana kejahatan atau pelanggaran. Dengan demikian, sebagai delik konvensional, prostitusi online cukup diatur melalui KUHP dan peraturan perundang-undangan terkait”(Hukum Online 3 Mei 2015)

Selain itu belum ada peraturan khusus yang mengatur mengenai prostitusi online di

Indonesia., namun dalam menjerat pelaku prostitusi online bisa menggunakan pasal 296

KUHP yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pekerjaan atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”,dan Pasal 506 Buku III KUH Pidana tentang Pelanggaran Ketertiban Umum, yang berbunyi: “Barang siapa mengambil keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun”,serta dapat ditambahkan pemberatan dengan penggunaan UU Perlindungan Anak jika pelaku terindikasi

mengeksploitasi anak, atau bahkan dapat menggunakan UU Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang jika terindikasi sebagai jaringan jual beli manusia (human

11 Lihat di

(12)

traficking). Ketentuan lain yang bisa digunakan juga adalah peraturan-peraturan daerah

tempat dimana perbuatan atau sarana pelanggaran terjadi.

Pemerintah sebagai pelaksana Undang-undang harus melakukan cyber patrol secara komprehensif dan rutin. Dengan adanya cyber patrol tersebut bisa menghasilkan usulan pemblokiran konten yang tidak sesuai, juga bisa dikaitkan hingga ke tingkat penyidikan. Hasil

cyber patrol bisa ditindaklanjuti dengan usulan pemblokiran konten, penertiban pelaku secara

faktual, atau bahkan bisa dilanjutkan ke proses penyidikan jika dirasa unsur tindak

pidanannya ditemukan.

Penjatuhan pidana bagi mucikari online sekali pun masih berupa pidana penjara diharapkan dapat memberikan setidaknya tiga fungsi yakni:12

1. Hukuman dapat memberikan akibat jera seseorang yang diberi hukuman. Ini berarti

bahwa hukuman memberikan efek preventif.

2. Hukuman sebagai rehabilitasi, memberi kesempatan pada terhukum untuk memperbaiki

diri. Mungkin lembaga pemasyarakatan di Indonesia diharapkan untuk merehabilitir para

terhukum.

3. Hukuman sebagai pendidikan moral, bersifat edukatif agar si terhukum menjadi taat pada

hukum.

Perkembangan dan Penegakan Hukum terhadap Praktik Prostitusi Online di Sleman

Yogyakarta

Pesatnya bisnis prostitusi di Kabupaten Sleman tak lain sebagai akibat modernisasi dalam

segala bidang tanpa diikuti kendali dari pemerintah daerah, tidak adanya regulasi terkait

controlling bisnis protitusi ditambah dengan pesatnya volume penghuni di wilayah Kabupaten Sleman semakin menyuburkan bisnis prostitusi di wilayah ini. Sebuah kewajaran memang

12Azani Pratiwi,“ Kajian terhadap Prostitusi Cyber dari Perspektif UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang...

(13)

apabila volume penghuni Kabupaten Sleman sangat tinggi hal ini tidak terlepas dari beberapa

faktor yaitu,

1. Sleman sebagai pusat industri terbesar di DIY.

2. Banyaknya Universitas di wilayah Kabupaten Sleman.

3. Maraknya pembangunan properti di Kabupaten Sleman.

4. Terdepat beberapa pusat perbelanjaan besar di wilayah Kabupaten sleman.

Tingginya populasi manusia di Kabupaten Sleman membut berkembang dengan pesatnya

bisnis prostitusi baik secara konvensional maupun online,hal ini sesuai denga prinsip ekonomi

“Semakin tinggi populasi manusia di suatu wilayah semakin tinggipula permintaan atas pemenuhan kebutuhan mereka” .

Prostitusi online yang berkembang pesat di Kabupaten Sleman tidak terlepas dari

menjamurnya beberapa tempat prostitusi seperti prostitusi yang berkedok salon kecantikan, panti

pijat dan masih banyak lagi,yang mana pada sistem pemasaran yang dilakukan oleh

tempat-tempat prostitusi di Sleman menerapkan promosi secara online dengan menggunakan media

sosial Facebook dan Instagram didalam mencari pelanggan. Model transaksi yang dilakukan

dengan membuat akun FB atau IG dan diposting di beranda ,selain itu juga terdapat grup—grup

FB yang berbasis prostitusi yang berperan sebagai pusat pemasaran.

Terkait dengan penegakan hukum prostitusi online di Kabupaten Sleman selama ini

berjalan hanya saja tidak secara umum tidak sampai ke akar-akarnya, penegakan hukum

dilakukan pada kasus-kasus yang memang menjadi bidikan kepolisian dan peran serta Pemda

sangat tidak ada mengingat di Sleman belum ada peraturan daerah yang mengatur prostitusi

seperti halnya Kabupaten Bantul yang telah mempunyai Perda Nomor Nomor 5 Tahun 2007

(14)

Penutup

Adapun yang menjadi kesimpulan dari keseluruhan jurnal ini adalah:

1. Tindak pidana prostitusi melalui media online ditinjau dari hukum positif di Indonesia yaitu

baik dalam KUHP maupun di luar KUHP ditetapkan sebagai kejahatan.

a. Tindak pidana prostitusi ditinjau dari KUHP

Tindak pidana prostitusi sebagai bagian dari kejahatan kesopanan diatur dalam BAB XIV

yaitu dalam Pasal 281-303, namun Pasal yang mengatur khusus mengenai pelacuran

adalah Pasal 296, Pasal 297, dan Buku Ketiga BAB II sebagai bagian dari pelanggaran

tentang ketertiban umum Pasal 506 karena dapat mengganggu ketertiban dalam

masyarakat.

b. Tindak pidana prostitusi online ditinjau dari luar KUHP

Di luar KUHP, tindak pidana prostitusi online diatur dalam UU RI No.11 Tahun 2008,

(15)

2. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana prostitusi online dapat dilakukan dengan hal-hal berikut seperti melalui pendekatan teknologi, pendekatan

budaya/kultur, kerjasama internasional, peranan pemilik usaha internet, pengawasan orang

tua dan melalui pendekatan sosial lingkungan.

3. Terkait dengan penegakan hukum prostitusi online di Kabupaten Sleman selama ini berjalan

hanya saja tidak secara umum tidak sampai ke akar-akarnya, penegakan hukum dilakukan

pada kasus-kasus yang memang menjadi bidikan kepolisian dan peran serta Pemda sangat

(16)

Daftar Isi

UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Marpaung,Leden,” Asas Teori Praktik Hukum Pidana”,Jakarta: Sinar Grafika,2008. Khiam,Khoe Soe, Sendi-Sendi Sosiologi, Bandung:Ganaco,1963.

Pratiwi,Azmi,“ Kajian terhadap Prostitusi Cyber dari Perspektif UU Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik“,Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Mataram,2013,hlm.8.

Firman Saputra,” Peran Kepolisian dalam Menanggulangi Prostitusi Online”,Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta,(2013) .

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/546103-polisi-bongkar-prostitusi-online-mahasiswi-yogya yang diakses pada 25 April 2016 Pukul 10.34 WIB.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt554613f24a645/prostitusi-online-tidak-bisa-dikenakan-uu-ite

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5530c6177b530/ini-jerat-hukum-untuk-penjaja-seks-di-media-sosial

adamichazawi.blogspot.com/2009_12_27_archive.html+&cd =1&hl= en&ct=clnk&gl=id

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tindak pidana Penghinaan berdasarkan KUHP tiap-tiap penghinaan dengan sengaja dan barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang

Ancaman pidana perbuatan cabul diatur dalam Pasal 290 KUHP yang mengatur mengenai ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun bagi orang yang melakukan perbuatan cabul dengan

Perbuatan cabul dengan seseorang dengan cara tipu daya dan kekuasaan yang timbul dari pergaulan tedapat dalam Pasal 293 KUHP Menentukan bahwa: Barang siapa dengan hadiah atau

Menyatakan frasa menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dan frasa denda paling banyak Rp15.000,00 dalam Pasal 296 KUHP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun

36 dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Makassar, dengan sengaja melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya

Salah satunya adalah kejahatan yang diatur di dalam Pasal 170 KUHP yang berbunyi : 1 Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang

bentuk kejahatan terhadap jiwa manusia, diatur dalam Pasal 340 KUHP yang rumusannya adalah : “Barang siapa dengan sengaja rencana terlebih dahulu mengambil nyawa orang lain, dipidana

Hal ini diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP rumusannya berbunyi “Barang siapa mengambil barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain,