• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Akuntansi Berbasis Akrual KABA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebijakan Akuntansi Berbasis Akrual KABA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Kebijakan Akuntansi Berbasis Akrual (KABA) untuk Persediaan

Oleh Sumini

(Widyaiswara Madya Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan) Pendahuluan

Bagi petugas penatausahaan Barang Milik Negara (BMN), mendifinisikan suatu barang sebelum dicatat/dibukukan merupakan hal penting. Ini merupakan sesuatu yang mendasar karena informasi yang dihasilkan dalam laporan Barang Milik Negara Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) berasal dari pembukuan atas transaksi BMN dari unit tersebut. Laporan BMN itu sendiri merupakan bahan dasar untuk menyusun neraca satuan kerja (satker) yang akan dikonsolidasikan menjadi Neraca Pemerintah Pusat. Untuk dapat mendifinisikan suatu barang tentu harus memahami klasifikasi BMN dalam neraca. Klasifikasi BMN ditetapkan dengan kebijakan akuntansi yang telah diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Kebijakan akuntansi ini, lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan terdiri dari dua lampiran, yaitu Lampiran I mengatur kebijakan akuntansi yang menggunakan basis akrual sedangkan Lampiran 2 mengatur kebijakan akuntansi yang masih menggunakan basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Adanya dua lampiran ini, menunjukkan sesuatu yang logis, karena meskipun dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memberi amanat untuk melaksanakan akuntansi berbasis akrual lima tahun setelah diundangkannya UU tersebut, namun butuh waktu dan proses dalam menyiapkan sistem yang digunakan untuk mengiplementasikan akuntansi berbasis akrual. PP Nomor 71 Tahun 2010 mengakomodir masa transisi sekaligus merupakan tekad untuk melaksanakan amanah UU Nomor 17 Tahun 2003.

(2)

Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Dalam kesempatan ini, penulis ingin membahas KABA untuk BMN berupa persediaan, yang dalam PMK Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat dimuat dalam Lampiran VI.

Definisi Persediaan

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam pelayanan kepada masyarakat. Aset lancar merupakan aset yang memiliki masa manfaat satu tahun atau 12 (dua belas) bulan. Ada dua hal penting yang menjadi karakteristik dari persediaan. Pertama adalah dari sisi manfaatnya, yaitu sebagai aset lancar, dan kedua dari sisi bentuk (wujud) barangnya, yaitu dalam bentuk barang atau perlengkapan, bahan, barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan dalam rangka kegiatan pemerintahan. Lantas, apa yang dimaksud dengan barang dan apa bedanya dengan perlengkapan. Memang tidak ada penjelasan mengenai definisi barang dan definisi perlengkapan dalam kebijakan akuntansi persediaan. Menurut penulis, barang merupakan aset definitif yang dapat langsung digunakan, sedangkan perlengkapan merupakan aset definitif yang digunakan bersama dengan aset definitif lainnya. Contoh, mobil dan sparepart. Dua-duanya merupakan aset definitif karena dua-duanya merupakan barang jadi. Apabila kita membeli mobil tentu sudah termasuk bagian-bagian yang disebut dengan sparepart. Mobil dapat langsung digunakan yaitu sebagai alat angkutan. Sedangkan sparepart merupakan bagian-bagian yang tidak dapat diambil manfaatnya secara tersendiri. Sparepart bermanfaat apabila dipasang sebagai bagian dari mobil, sehingga mobil bisa didefinisikan sebagai barang sedangkan sparepart didefinisikan sebagai perlengkapan. Sedangkan bahan merupakan benda yang akan digunakan untuk proses produksi.

(3)

Untuk mempertegas definisi persediaan, dapat juga kita lihat dari jenis-jenis persediaan. Berdasarkan sifat pemakaiannya, persediaan terdiri dari barang habis pakai, barang tak habis pakai, dan barang bekas pakai. Sedangkan berdasarkan bentuk dan jenisnya, persediaan terdiri dari: barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi dan barang-barang untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.

Pengakuan Persediaan

Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan disajikan dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan dan bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan. Bagaimana persediaan diakui sebagai unsur yang akan disajikan dalam laporan keuangan pemerintah berbasis akrual, yaitu pada saat terpenuhinya hal-hal berikut ini:

a. pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Biaya tersebut didukung oleh bukti/dokumen yang dapat diverifikasi dan di dalamnya terdapat elemen harga barang persediaan sehingga biaya tersebut dapat diukur secara andal, jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral, dan/atau

b. pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau penguasaannya berpindah. Dokumen sumber yang digunakan sebagai pengakuan perolehan persediaan adalah faktur, kuitansi, atau Berita Acara Serah Terima (BAST).

(4)

yang berada di gudang maupun yang sudah ada pada unit pemakai. Persediaan yang dilaporkan di neraca adalah persediaan dalam kondisi baik, sedangkan untuk persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan di neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas laporan Keuangan (CaLK). Untuk itu, laporan keuangan melampirkan daftar persediaan rusak atau usang.

Pengukuran Persediaan

Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan. Persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari persediaan tersebut. Jumlah uang tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal atas perolehan/kepemilikan persediaan. Persediaan yang diperoleh dari pembelian disajikan sebesar harga perolehan, yang meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan ditambah dengan biaya lain yang secara langsung dapat dibebankan pada persediaan serta dikurangi apabila ada potongan harga, rabat, atu pengurang lain yang serupa. Untuk persediaan yang diproduksi sendiri diukur sebesar harga pokok produksi, yaitu biaya langsung yang terkait dengan produksi persediaan ditambah biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis. Sedangkan persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya, pengukurannya menggunakan nilai wajar. Contoh persediaan berupa hewan dan tanaman dari hasil pengembangbiakan, persediaan dari donasi, dari rampasan dan lainnya. Pada akhir periode, apabila terdapat sisa persediaan, metode yang digunakan untuk mengukur nilai persediaan akhir tersebut adalah metode First In First Out (FIFO) dan metode harga pembelian terakhir. Metode FIFO digunakan untuk jenis persediaan untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/pemda, sedangkan harga pembelian terakhir digunakan untuk persediaan yang nilainya tidak material dan jenisnya bermacam-macam, seperti barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku dan barang dalam proses/setengah jadi.

Beban Persediaan

(5)

memperhitungkan saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi dengan saldo akhir persediaan.

Penyajian dan Pengungkapan Persediaan

Persediaan disajikan di neraca pada bagian aset lancar. Persediaan yang disajikan adalah jumlah persediaan hasil opname fisik dikalikan dengan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian yang digunakan. Termasuk dalam persediaan tersebut adalah barang yang dibeli dengan belanja hibah dan/atau belanja bantuan sosial yang belum didistribusikan sampai dengan akhir periode pelaporan. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk persediaan, mengungkapkan, antara lain kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, penjelasan lebih lanjut atas persediaan, seperti barang atau perlengkapan yang digunakan untuk pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijuak atau diserahkan kepada masyarakat. Penjelasan atas selisih antara pencatatan dengan hasil inventarisasi fisik dan jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi rusak dan usang juga dituangkan dalam CaLK.

Jurnal Transaksi Persediaan

a. Pada saat diterima persediaan dari penyedia barang dan jasa melalui bukti berupa Berita Acara Serah Terima (BAST), dilakukan penjurnalan sebagai berikut:

Untuk Buku Besar Akrual

D Persediaan yang Belum Diregister xxxx

K Utang yang Belum Diterima Tagihannya xxxx b. Pada saat persediaan diregister (diinput pada Aplikasi Persediaan), dilakukan penjurnalan sebagai berikut:

Untuk Buku Besar Akrual

D Persediaan xxxx

(6)

c. ada saat diajukan SPP/SPM Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan penjurnalan sebagai berikut:

Untuk Buku Besar Akrual

D Utang yang Belum Diterima Tagihannya xxxx

K Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar xxxx d. Pada saat terbit SP2D Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan penjurnalan sebagai berikut:

Untuk Buku Besar Akrual

D Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar xxxx

K Ditagihkan ke Entitas lain xxxx Untuk Buku Besar Kas

D Belanja Barang xxxx

K Ditagihkan ke Entitas lain xxxx e. Pada saat pemakaian persediaan, dilakukan penjurnalan senagai berikut:

Untuk Buku Besar Akrual

D Beban Persediaan xxxx

K Persediaan xxxx f. ada saat akhir periode, setelah dilakukan opname fisik, apabila ada perbedaan antara saldo menurut catatan dengan saldo menurut fisik, akan dibuat jurnal penyesuaian sebagai berikut: Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih besar

D Persediaan xxxx

(7)

Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih kecil

D Beban Persediaan xxxx

K Persediaan xxxx

Saldo-saldo pada Buku Besar Akrual akan disusun untuk laporan keuangan berupa Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Neraca. Sedangkan saldo-saldo pada Buku Besar Kas sebagai dasar penyusunan Laporan Relaisasi Anggaran (LRA).

Penutup

Dengan model penjurnalan seperti di atas, penulis dapat simpulkan bahwa: (1) pencatatan atas transaksi persediaan dilakukan pada saat terjadinya peristiwa yang mempengaruhi unsur-unsur laporan keuangan, (2) diakuinya beban persediaan, (3) masih diakuinya belanja barang untuk persediaan, dan (4) dilakukan pemisahan yang jelas untuk Buku Besar Akrual dan Buku Besar Kas. Beberapa hal tersebut merupakan syarat mutlak untuk dapat diimplementasikannya akuntansi berbasil akrual sehingga laporan keuangan berbasis akrual satuan Kerja (satker) dapat disusun, antara lain, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) dan Neraca serta masih dapat disajikannya laporan keuangan berbasis kas yaitu Laporan Realisasi Anggaran. Memang, tahap-tahap penjurnalan yang lebih banyak daripada akuntansi bebasis cash toward accrual, terkesan makin menambah pekerjaan bagi petugas akuntansi satker. Tetapi justru di sinilah laporan keuangan yang lebih akuntabel dapat disajikan sehingga bagaimanapun seluruh petugas akuntansi harus optimis dan berkomitmen tinggi untuk melaksanakan akuntansi berbasis akrual dalam penyelenggaraan akuntansi persediaan.

Daftar Pustaka

1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2019/PMK.03/2013 tentang Kebijakan Akuntansi

(8)

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2013/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Pemerintah Pusat.

Referensi

Dokumen terkait

Perhatian para pembuat kebijakan di tingkat desa yakni aparatur pemerintah desa terhadap CSR saat ini telah menunjukkan adanya keselarasan antara yang dibuat pemerintah

Berbagai kasus kekerasan terhadap anak terus terjadi selama ini di tengah- tengah masyarakat dengan pola dan bentuk yang berbeda. Tentu dalam hal ini pemerintah memiliki

- Memiliki Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja untuk seluruh

Pelindo I (Persero) tidak dapat dijalankan. Hambatan-hambatan yang menyebabkan pelaksanaan eksekusi tidak dapat dijalankan bahwa ketiga tanah tersebut telah

“semua program dan kegiatan baik yang bersifat akademik maupun non akademik kami mempunyai target pencapaian yang telah kami buat bersama dengan jajaran Pimpinan

transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis! tidak mampu  berkomunika si! gangguan tidur! nyeri) ditandai dengan cemas! apatis! gelisah! halusinasi. Setelah

Lebih dari itu, mengingat bagian terbesar dari Hukum Lingkungan adalah Hukum Adminis- trasi, maka perlu diketahui bahwa penyelesaian sengketa lingkungan dapat pula berupa

Kunjungan kerja spesifik Komisi III DPR RI ke Provinsi Jawa Tengah ini bermaksud untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penegakan hukum di wilayah Jawa Tengah