• Tidak ada hasil yang ditemukan

sejarah pemikiran ekonomi islam (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "sejarah pemikiran ekonomi islam (3)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Kelompok 3

“Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”

Mata Kuliah

Pengantar Ekonomi Syariah

Anggota:

Nur Anwar Al-Anshar (11140860000004)

M. Aminul Wahid (11140860000020)

Rizky Yulian Maulana (11140860000028)

Riska Nur Anggraini (11140860000052)

Hujjatul Maryam (11140860000068)

Dosen: Ali Rama SE, M.Ec.

Prodi Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan dan kesempatan sehingga Kami bisa menyelesaikan makalah ini, makalah tentang “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam” dengan baik dan tanpa ada suatu halangan apapun.

Tidak lupa shalawat serta salam Kita sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang, yakni agama Islam.

Kami berharap jika dalam makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan, mohon untuk memberi saran dan permohonan maaf atas kesalahan dalam makalah ini.

Besar harapan Kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan penulis khususnya

Ciputat , 12 April 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ...ii

BAB 1 PENDAHULUAN...1

A. Latar Bekalang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...1

C. Tujuan Penulisan ...1

BAB 2 PEMBAHASAN ...3

A. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam...3

1. Fase Pertama ...3

2. Fase Kedua ...4

3. Fase Ketiga ...4

B. Sistem Ekonomi pada Masa Pemerintahan Rasulullah SAW ...4

1. Strategi-Strategi Rasulullah SAW ...4

2. Sistem Ekonomi ...5

3. Keuangan dan Pajak ...6

4. Baitul Mal ...9

C. Sistem Ekonomi Pada Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidin ...9

1. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-shiddiq ...9

2. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ...10

3. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan ...16

4. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib ...17

D. Pemikiran Ekonomi Islam: Kilasan Tokoh dan Pemikirannya ...18

1. Fase Pertama ...18

a. Abu Hanifah ...18

b. Abu Yusuf ...19

c. Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani ...20

d. Abu Ubayd Al-Qasim Ibn Sallam ...21

2. Fase Kedua ...21

a. Al-Ghazali ...21

b. Ibnu Taimiyah ...22

c. Ibnu Khaldun ...23

3. Fase Ketiga ...24

a. Shah Waliullah ...24

b. Muhammad Iqbal ...24

E. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Menurut Para Tokoh ...25

1. Ekonomi Islam dan The Great Gap ...25

2. Tokoh-Tokoh Pemikiran Islam Kontemporer ...26

a. Abu A’la Al-Maududi ...26

b. Muhammad Baqir As-Sadar ...28

c. Umar Chapra ...29

d. Monzer Kahf ...31

(4)

BAB 3 PENUTUP ...36

A. Kesimpulan ...36

B. Saran ...36

(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini kehidupan ekonomi telah menjadi standar kehidupan individu dan kolektif suatu negara-bangsa. Keunggulan suatu negara diukur berdasarkan tingkat kemajuan ekonominya. Ukuran derajat keberhasilan menjadi sangat materialistk. Oleh karena itu, ilmu ekonomi menjadi amat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Namun demikian, pakar ilmu ekonomi sekaliber Masrhal menyatakan bahwa kehdiupan dunia ini dikendalikan oleh dua kekuatan besar; ekonomi dan keimanan (agama), hanya saja kekuatan ekonomi lebih kuat pengaruhnya daripada agama.

Menampilkan pemikiran ekonomi para cendikiawan muslim terkemuka akan memberikan kontribusi positif bagi umat Islam, setidaknya ada dua hal. Pertama, membantu menemukan berbagai sumber pemikiran ekonomi Islam abad klasik dan pertengahan, dan kedua, memberikan kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perjalanan pemikiran ekonomi Islam selama ini.

Kedua hal tersebut akan memperkaya ekonomi Islam abad klasik dan pertengahan dan membuka jangkauan lebih luas bagi penyusunan konseptualisasi dan aplikasinya. Kajian terhadap perkembangan sejarah ekonomi Islam merupakan ujian empirik yang diperlukan bagi setiap gagasan ekonomi. Yang khas dari pemikiran para cendikiawan Muslim yang dikemukakan oleh Chapra adalah bahwa mereka menganggap kesejahteraan umat manusia merupakan hasil akhir dari interaksi panjang sejumlah faktor ekonomi dengan faktor-faktor lain seperti moral, sosial, demografi dan politik. Semua faktor tersebut berpadu menjadi satu, sehingga tidak ada satu faktor pun yang dapat memberikan kontribusi optimal tanpa dukungan faktor yang lain.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, Kami akan membahas mengenai “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam” dengan rumusan masalah meliputi:

1. Bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi Islam di dunia? 2. Bagaimana perekonomian di masa Rasulullah SAW.?

3. Bagaimana perekonomian di masa Khulafa Rasyidin 4. Siapa sajakah tokoh pemikiran ekonomi Islam? 5. Siapa sajakah tokoh ekonomi Islam Kontemporer?

6. Bagaimana perbandingan pemikiran ulama Islam dengan tokoh ekonomi Barat?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Agar mampu menelusuri perkembangan ekonomi Islam

2. Agar mampu menelusuri sejarah dan praktek ekonomi pada masa Rasulullah SAW. 3. Agar mampu menelusuri sejarah dan praktek ekonomi pada masa

Khulafaturrasyidin

4. Agar mampu mengenali tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam

(6)
(7)

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Islam

Sejalan dengan ajaran Islam tentang pemberdayaan akal pikiran dengan tetap berpengang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada hakekatnya merupakan respon para cendekiawan muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada waktu-waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi Islam seusia Islam itu sendiri.

Berbagai praktik dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasulullah SAW. Dan Al Khulafa Al-Rasyidun merupakan contoh empiris yang dijadikan pijakan bagi para cendekiawan muslim dalam melahirkan teori–teori ekonomi. Satu hal yang jelas, fokus perhatian mereka tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan, dan kebebasan, yang tidak lain merupakan objek utama yang mengispirasikan pemikiran ekonomi Islam sejak masa awal.

Berkenaan dengan hal tersebut, menurut pendapat Adiwarman Azwar Karim yag dia kutip dari Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi, sejarah pemikiran ekonomi islam ada tiga fase, yaitu fase dasar-dasar ekonomi Islam, fase kemajuan dan fase stagnasi, berikut penjesannya1:

1. Fase Pertama

Fase pertama merupakan fase abad awal sampai dengan abad ke 5 hijriyah atau abad ke 11 masehi yang di kenal sebagai fase dasar – dasar ekonomi islam yang dirintis oleh para fukaha, diikuti oleh sufi dan kemudian oleh filosof. Pada awalnya, pemikiran mereka berasal dari orang yang berbeda, tetapi di kemudian hari, para ahli harus mempunyai dasar pengetahuan dari ketiga disiplin tersebut. Fokus Fiqih adalah apa yang ditunrunkan oleh syariat dan , dalam konteks ini, para fukaha mendiskusikan fenomena ekonomi. Tujuan mereka tidak terbatas pada pengambaran dan penjelasan fenomena ini. Namun demikian, dengan mengacu pada Al Qur’an dan Hadits nabi, mereka mengeksplorasi konsep maslahah (Ultility). Dan Mafsadah (Disultilty) yang terkait dengan masalah ekonomi. Dan sedangkan Kontribusi Tasawuf terhadap pemikiran ekonomi adalah pada keajegannya dalam mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, tidak rakus dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan Allah Swt. Dan secara tetap menolak penempatan tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi. Filosof Muslim, Dengan tetap berasaskan syariah dalam keseluruhan pemikiranya, mengikuti para pendahulunya dari Yunani, Terutama Aristotels (367-322 SM) yang fokus pembahasanya tertuju pada sa’adah (kebahagian) dalam arti luas. Hal ini berbeda dengan para fukaha yang terfokus perhatianya pada masalah-masalah mikro ekonomi. Tokoh pemikiran pada fase ini antara lain diwakili oleh Zaid Bin Ali (W. 80H/738 M) Abu Hanifah (W. 150 H/789 M) Abu Yusuf (W. 182 H/789) dan lain-lain.

2. Fase Kedua

(8)

Fase ini di mulai pada abad ke-11 sampai dengan abad ke -15 Masehi dikenal sebagai fase yang cerrmelang karena menginggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Para cendekiawan Muslim dimasa ini mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana umat melaksanakan kegiatan ekonomi yang seharusnya yang berlandaskan Al Qur’an dan Hadits Nabi. Dan secara bersamaan disisi lain, mereka menghadapi realitas politik yang ditandai oleh dua hal: Pertama, disintegrasi pusat kekuasaan Bani Abasiyah dan terbaginya kerajaan ke dalam beberapa kekuasan regional yang mayoritas didasarkan pada kekuatan(power) ketimbang kehendak rakyat; Kedua, merebaknya korupsi dikalangan para pengusaha diringi dengan dekadensi moral di kalangan masyarakat yang mengakibatkan terjadianya ketimpagan yang semakin lebar. Pada masa ini, Kekuassaan Islam yang terbentang dari Maroko dan Spanyol di barat hingga India di timur telah melahirkan berbagai pusat kegiatan intelektual. Tokoknya antara lain diwakili oleh Al- Ghazali (W 505H/1111M), Ibnu Taimiyah (W 728H/1328M), Al Syatibi (W 790H/1388 M).

3. Fase Ketiga

Fase ketiga yang dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 Masehi merupakan Fase tertutupnya pintu ijtihad (Independent judgement) yang mengakitbatkan fase ini menjadi fase stagnasi. Pada fase ini, para fuqaha hanya menulis catatan-catatan para pendahulunya dan mengeluarkan fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi masing masing mazhab. Terdapat sebuah gerakan pembaharu selama dua abad terakhir yang menyeru untuk kembali pada Al-Qur’an dan Hadist nabi sebagai sumber pedoman hidup. Tokoh pemikir islam pada fase ini diwakili oleh Shah Wali Allah (W 1176 H/1762 M), Jamaluddin Al-Afgani (W 1315H/1897M).

B. Sistem Ekonomi pada Masa Pemerintahan Rasulullah SAW.

Pada hakikatnya adanya sistem ekonomi Islam bukanlah respon dari adanya sistem ekonomi konvensional, melainkan sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah diangkat sebagai kepala negara ,hal utama yang dilakukan rosul adalah membangun sebuah kehidupan sosial yang besih dari berbagai tradisi, ritual dan norma yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam. Seluruh kehidupan masyarakkat disusun berdasarkan nilai-nilai qur’ani, seperti persaudaran, persamaan, kebebasan dan keadilan. 1. Strategi-Strategi Rasulullah SAW.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala negara , Rosulullah membangun suatu strategi untuk mengubah keadaan negara (Madinah) agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Strategi itu diantaranya adalah2 :

a. Membangun Masjid

Masjid adalah asas utama dan terpenting dalam pembentukan masyarakat muslim. Rosulullah menyadari bahwa komitmen terhadap sistem, akidah, dan tatanan Islam baru akan tumbuh dan berkembang dari kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat yang lahir dari aktivitas masjid. Di tempat ini kaum

(9)

muslimin akan sering bertemu dan berkomunikasi sehingga tali ukhuwwah dan mahabbah semakin terjalin kuat dan kokoh.

b. Merehabilitasi Kaum Muhajirin.

Setelah mendirikan masjid, Rasulullah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum muhajirin (penduduk makkah yang berhijrah kemadinah). Pada saat itu, sumber mata pencaharian kaum muhajirin hanya bergantung pada pertanian dan pemerintah belum mampu untuk memberikan bantuan keuangan pada mereka. Untuk memperbaiki keadaan ini, Rasulullah menerpakan kebijakan yang sangat arif dan bijaksana, yaitu menanamkan tali peeaudaraan diantara meraka, yakni persaudaraan yang berdasarkan agama (mengantikan persaudaraan yang berdasarkan darah).

c. Membuat Konstitusi Negara

Setelah melaksanakan kedua hal diatas, Rosulullah menyusun konstitusi negara yang menyatakan tentang kedaulatan madinah sebagai sebuah negara. Dalam konstitusi negara Madinah ini, pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga negara, baik muslim maupun non-muslim, serta perahanan dan keamanan negara.3

Setelah melakukan berbagai upaya stabilisasi di bidang sosial, politik serta pertahanan dan kemanan negara, Rasulullah meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan al-quran. Seluruh paradigma ekonomi yang yang tidak sesuai dengan ajaran islam dihapus dan digantikan dengan paradigma baru yang sesuai dengan nialai-nilai Qurani, yakni persaudaraan, persamaan, kebebasandan keadilan.

2. Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi yang diterapkan Rasulullah SAW. Berakar dari prinsip prinsip Al-Qur’an. Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi manusia dalam melakukan aktivittas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi. Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasaan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifahnya di muka bumi.4 Dan selain itu,

Allah SWT. Juga memberi sumber daya alam di bumi untuk kehidupan manusia.5

Dalam rangka mengemban amanah sebagai khalifah Allah, manusia diberi kebebasan untuk mencari nafkah sesuai dengan hukum yang berlaku serta dengan cara yang adil. Hal ini merupakan salah satu kewajiban asasi dalam Islam. Dengan demikian, pada dasarnya Islam mengakui kepemilikan pribadi, alat-alat produksi ataupun barang dagangan, tetapi hanya melarang perolehan kekayaan melalui cara-cara yang ilegal atau tidak bermoral. Islam sangat menentang setiap aktivitas ekonomi yang bertujuan melakukan penimbunan kekayaan atau pengambilan keuntungan yang tidak layak dari kesulitan orang lain.

3Ibid. hlm 26

(10)

Allah SWT. Telah menetapkan melalui sunnah-Nya bahwa jenis pekerjaan atau usaha apapun yang dijalankan berdasrakan prinsip-prinsip Qurani tidak akan pernah menjadikan seseorang kaya mendadak. Kesuksesan seseorang dalam berusaha baru akan terwujud jika dilalui dengan kerja keras, ketekunan, kesabaran dan deisertai dengan doa yang tidak pernah terputus.6 Oleh karena itu, setiap

aktivitas ekonomi yang dapat mendatangkan uang dalam jangka waktu singkat, seperti perjudian, penimbunan kekayaan, penyelundupan, pasar gelap, spekulasi, korupsi, bunga dan riba bukan hanya tidak sesuai dengan hukum alam dan dilarang, tetapi juga para pelakunya layak di hukum.

Allah berfirman dalam surat AL-humazah [104]:1-3

“Celalakalah bagi setiap pengumpat dan pencela yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”

Dengan demikian, menumpuk harta serta tidak menggunakannya untuk berbagai tujuan yang bermanfaat bagi umat manusia merupakan perbuatan yang tidak diperkenankan dalam Islam, karena menjadikan seseorang kaya raya, sementara kepentingan dan kesejahteraan orang lain dan masyarakat terampas.

Orang yang melakukan penimbunan kekayaan atau barang merupakan sebuah tindakan kriminal terhadap masyarakat dan layak menerima hukuman , baik didunia maupun di akhirat.

Selain melarang penimbunan kekayaan, Islam juga sangat melarang segala bentuk praktik ribawi atau bunga uang. Berbagai pemikiran yang menyatakan bahwa pendapatan yang diperoleh dengan cara-cara ribawi adalah sah, jelas merupakan pendapat yang keliru dan menyesatkan karena praktik-praktik ribawi merupakan bentuk eksploitasi yang nyata.

Allah berfirman:

“Dan apa apa yang kamu berikan sebagai tambahan (riba) untuk menambah harta manusia maka riba itu tidak menambah disisi Allah (QS Al-Rum [30]:39)

Ketika melarang segala bentuk praktik ribawi, disisi lain Islam memperkenalkan sebuah konsep baru yang telah dapat mengubah seluruh cara pandang kaum muslimin. Konsep tersebut berupa perintah mengeluarkan sedekah, baik yang bersifat wajib ataupun sunnah.7

3. Keuangan dan Pajak

Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara dengan Rasulullah sebagai kepala negaranya, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan secara gotong-royong dan sukarela. Pada masa ini, karakteristik pekerjaan masih sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian yang penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara yang juga merangkap sebagai ketua Mahkamah Agung, Mufti besar, panglima perang tertinggi serta penanggung jawab seluruh administrasi negara.

(11)

Pada masa pemerintahan Rasulullah, belum ada tentara dalam bentuk yang formal dan tetap. Setiap muslim yang memiliki fisik yang kuat dan mampu berperang bisa menjadi tentara. Mereka tidak memperoleh gaji yang tetap, tetapi diperbolehkan mendapatkan bagian dari harta rampasan perang. Seperti: senjata, kuda, onta, dan barang-barang bergerak lainnya.

a. Sumber-Sumber Pendapatan Negara 1) Harta rampasan perang

Pada masa pemerintahan Rosulullah belum ada ketentuan dalam pembagian harta rampasan perang. Namun keadaan itu berubah setelah turun surat Al-Anfal pada tahun kedua hijriyah. Dalam ayat ini Allah menentukan tata cara pembagian harta ghanimah dengan formulasi sebagai berikut8:

a) Seperlima bagian untuk Allah dan Rasulnya (seperti untuk negara yang dialokasikan bagi kesejahteraan umum, dan untuk para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan para musafir. Bagian seperlima ini dikenal dengan istilah khums. Pada umumnya, rosul membagi khums menjadi 3 bagian: bangian pertama untuk dirinya dan keluarganya, bagian kedua untuk kerabatnya dan bagian ketiga untuk anak-anak yatim, orang-orang miskin seta para musafir.

b) Empat perlima bagian lainnya dibagikan kepada para anggota pasukan yang terlibat dalam peperangan. Penunggang kuda memperoleh dua bagian, yakni untuk dirinya sendiri dan untuk kudanya. Yang berrhak memperoleh bagian hanyalah tentara laki-laki saja sedangkan wanita yang hadir untuk membantu keperluan tertentu tidak berhak memperoleh bagian dari rampasan perang.

2) Zakat

Pada tahun kedua hijriyah, Allah SWT. Mewajibkan kaum muslimin menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan ramadhan. Besar zakat ini adalah 1 sha’ kurma, tepung, keju lembut, atau kismis atau setengah sha’ gandum untuk setiap orang muslim baik budak ataupun orang merdeka, laki-laki ataupun perempuan, tua ataupun muda, serta dibayarkan sebelum shalat Ied.

Setelah kondisi perekonomian kaum muslimin stabil, tahap selanjutnya Allah SWT. Mewajibkan zakat mal (harta) pada tahun kesembilan hijriyah. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela, yakni hanya berupa komitmen perorangan tanpa ada aturan khusus atau batasan batasan hukum.

Pada masa Rasulullah SAW. Zakat dikenakan pada hal-hal berikut9 :

a) Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, perhiasan atau dalam bentuk lainnya.

b) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, perhiasan atau dalam bentuk lainnya.

c) Binatang ternak, seperti unta, sapi, domba, dan kambing . d) Berbagai jenis barang dagangan, termasuk budak dan hewan. e) Hasil pertanian, termassuk buah-buahan.

(12)

f) Luqathah, harta benda yang ditinggalkan musuh g) Barang temuan.

Selain sumber-sumber pendapatan tersebut, terdapat beberapa sumber pendapatan lainnya yang bersifat tambahan (sekunder). Diantaranya adalah10:

a) Uang tebusan para tawanan perang

b) Pinjaman-pinjaman untuk pembayaran diyat kaum muslimin bani judzaimah atau sebelum pertempuran hawazin sebesar 3000 dirham dari abduullah bin rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari sofyan bin umayyah

c) Khums atas rikaz atau harta karun.

d) Amawal fadhilah, yakni harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau harta seorang muslim yang telah murtad dan pergi meninggalkan negaranya.

e) Wakaf

f) Nawaib, yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat .

g) Zakat fitrah

h) Bentuk sedekah lain seperti hewan qurban dan kafarat. Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan kaum muslim saat ibadah.

b. Sumber-Sumber Pengeluaran Negara

Pengeluaran negara selama masa pemerintahan Rasulullah SAW. Tersebut dalam tabel dibawah ini11:

Primer Sekunder

 Biaya pertahanan

 Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-quran

 Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainnya

 Pemabyaran upah para sukarelawan

 Pembayaran utang negara

 Bantuan untuk musafir

 Bantuan untuk orang yang belajar di madinah

 Hiburan untuk para delegasi keagamaan

(13)

pasukan kaum muslim

 Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin

 Pembayaran tunjangan untuk orang miskin

 Pengeluaran rumah tangga Rasulullah SAW. (hanya sejumlah kecil, 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya)

 Persediaan darurat

4. Baitul Mal

Rasulullah SAW. Merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara pada abad ke tujuh, yakni semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan negara. Status harta hasil pengumpulan itu adalah milik negara dan bukan milik individu. Meskipun demikian, dalam batas-batas tertentu, peimpin negara dan pejabat negara dapat menggunakan harta tersebut untuk keperluan pribadinya.

Pada masa pemerintahan Rasul, baitul mal terletak di Masjid Nabawi yang ketika itu digunakan sebagai kantor pusat negara yang sekaligus berfungsi sebagai tempat tingggal Rasul. Harta yang merupakan sumber pendapatan negara disimpan di dalam masjid dalam jangka waktu singkat untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat hingga tidak tersisa sedikitpun.12

C. Sistem Ekonomi Pada Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidin

Setelah Rasulullah SAW. wafat, kepemimpinan beliau digantikan oleh 4 orang sahabatnya. Mereka itu dinamakan Khulafa AR-rasyidin. Mereka itu diantaranya adalah: Abu Bakar As-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

1. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-shiddiq

Setelah Rasulullah SAW. Wafat, Abu bakar As-shiddiq yang bernama lengkap Abdullah ibnu Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih sebagai khalifah Islam yang pertama. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus pemimpin Negara.

Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan ummat islam, Khalifah Abu Bakar melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktikan Rasulullah SAW. Ia sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak terjadi kekurangan dan kelebihan dalam pembayarannya.

(14)

Dalam hal ini, beliau pernah berkata kepada Anas: “jika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar zakat seekor unta betina berumur 1 tahun, tetapi ia membayarnya dengan unta betina berumur 2 tahun maka hal yang demikian dapat diterima akan tetapi petugas zakat akan memberinya 20 dirham atau 2 ekor domba sebagai pengembalian dari kelebihan pembayaran zakatnya”. Dalam kesempatan yang lain, beliau juga berkata kepada Anas: “kekayaan orang yang berbeda tidak dapat digabungkan atau kekeyaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan (karena dikhawatirkan akan terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran zakat)”. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya pada kaum muslimin hingga tidak ada yanga tersisa.

Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Abu bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama pada semua sahabat Rasulullah SAW. Dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu masuk islam dengan sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antra pria dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah SWT. Yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik dari pada prinsip keutamaan.13

Selama masa pemerintahan beliau, harta baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negaranya. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan agregate demand dan agregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.14

Abu Bakar juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil penaklukan. Sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Disamping itu, ia juga mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang yang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan ummat islam secara keseluruhan.15

2. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab

Ketika Abu Bakar menginginkan pergantian kepemimpinan, Abu Bakar melakukan musyawarah dengan dengan para pemuka sahabat untuk mencari calon penggantinya. berdasarkan hasil musyawarah, Umar bin Khattab lah yang terpilih menjadi khalifah Islam yang kedua.

Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 10 tahun, Umar bin Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah islam meliputi jazirah arab, sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, Mesir), serta seluruh wilayah Persia, termasuk Irak. Dengan terjadinya Perluasan wilayah yang sangat cepat, Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh persia. Administrasi pemerintah

13Heru Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar (Ekonesia:2004). Hlm. 20 14Adiwarman Karim (2004),Ibid. Hlm. 57

(15)

diatur menjadi 8 wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Arab, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir.16

a. Pendirian Lembaga Baitul Mal

Cikal bakal lembaga Baitul Mal yang telah dicetuskan dan difungsikan oleh Rasulullah SAW. serta diteruskan oleh Abu Bakar Al-shiddiq, semakin di kembangkan fungsinya pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab sehingga menjadi lembaga yang regule dan permanen. Pembangunan institusi Baitul Mal yang dilengkapi dengan system administrasi yang tertata baik dan rapih merupakan kontribusi terbesar yang diberikan khalifah Umar bin Khattab kepada dunia Islam dan kaum muslimin.

Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal di latarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesar 500.000 dirham. Hal ini terjadi pada tahun 16 hijriah. Oleh karena jumlah tersebut yang cuukup besar, Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana baitul mal tersbut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, khalifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji tentara maupun berbagai kebutuhan ummat lainnya.17

Untuk mendistribusikan harta baitul mal, khalifah Umar mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti18:

1) Departemen pelayanan militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga .

2) Departemen kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggungjawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif. Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang diterima harus mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar dari praktik suap dan jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalaupin terjadi perbedaan, hal itu tetap dalam batas-batas kewajaran

3) Departemen pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.

4) Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.

Bersamaan dengan reorganisasi Lembaga Baitul Mal, sekaligus sebagai perealisasian salah satu fungsi negara Islam, yakni fungsi jaminan sosial, Khalifah umar membentuk sistem diwan. Menurut pendapat terkuat, hal ini

(16)

dipraktikkan pertama kali pada tahun 20 H.19 Dalam hal ini, beliau menunjuk

sebuah komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai dengan tingkat kepentingan dan golongannya.

Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan kepada mereka adalah sebagai berikut20:

N

Aisyah dan Abbas ibn Abdul Muthalib

Para istri Nabi selain Aisyah

Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar

Para pejuang Uhud dan migran ke Abysina

Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul Makkah

Putra-putri para pejuang badar, orang-orang yang memeluk islam ketika terjadi peristiwa Fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah, Uballa dan orang-orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah.

Orang-orang Makkah yang bukan temasuk kaum Muhajirin mendapat tunjangan 800 dirham, warga madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di Yaman, Syria, dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hinga 300 dirham, serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui maisng-masing memeperoleh 100 dirham. Disamping itu, kaum Muslimin memperoleh tunjangan pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap. Peran negara yang turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam sejarah dunia.

b. Kepemilikan Tanah

(17)

Kebijakan ini diterapkan Khalifah Umar bin Khattab pada saat wilayah kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun melalui jalan damai. Hal ini menimbulkan permasalahan baru, yaitu kebijakan apa yang akan diterapkan Negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut. Para tentara dan sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan itu dibagikan kepada mereka yang terkibat dalam peperangan sementara sebagian kaum muslimin lainnya menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang diantara mereka yang menolak, mengatakan, “Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan menggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja. Ketika generasi selanjutnya datang dan mereka mempertahnkan islam dengan sangat berani namun mereka tidak akan menemukan apapunyang tersisa . oleh karena itu , carilah sebuah rencana yang baik dan tepat untuk mereka yang datang pertama dan yang datang kemudian”.21

Khalifah Umar bersikap sesuai saran tersebut . Beliau beralasan bahwa penaklukan yang dilakukan pada masa pemerintahannya meliputi tanah yang demikian luas sehingga bila dibagi-bagikan dikhawatirkan akan mengarah kepada praktik tuan tanah. Khalifah Umar juga melarang bangsa arab untuk menjadi petani karena mereka bukan ahlinya. Menurtnya, tindakan memberikan lahan kepada mereka yang bukan ahlinya sama saja dengan perampasan hak-hak publik. Beliau juga menegaskan bahwa Negara juga berhak untuk mengambil alih tanah yang tidak dimanfaatkan pemiliknya dengan memberikan ganti rugi secukupnya.

Dalam hal ini, Khalifah Umar menerapkan beberapa peraturan sebagai berikut22:

1) Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan peperangan, menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat. Sedangkan wilayah yang berada dibawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemiliknya dan kepeilikan tersebut dapat dialihkan.

2) Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada dibawah kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah Ushr. 3) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar

kharaj dan jizyah.

4) Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh kaum muslimin diperlakukan sebagai tanah Ushr.

5) Di sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah

(18)

tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan.

6) Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah dibebankan pajak sebesar dua dinar, disamping tiga irdab gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka dan madu dan rancangan ini telah disetujui Khalifah.

7) Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian tanah dengan kaum muslimin, beban pajak untuk setiap orang sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi perjarib (ukuran) tanah.

c. Zakat

Seperti halnya Baitul Mal, Zakat juga sudah ada sejak zaman Rasulullah. Hanya saja pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, zakat lebih dikembangkan lagi. Pengembangan tersebut diantaranya adalah23:

1) Adanya kewajiban zakat terhadap kuda dan budak, yang mana pada zaman Rasul kedua hal tersebut tidak dikenakan zakat.

2) Adanya Khums zakat terhadap karet yang ditemukan di semenanjung Yaman, anatara Aden dan Mukha dan hasil laut karena barang-barang tersebut dianggap sebagai hadiah dari Allah SWT.

3) Adanya kewajiban zakat terhadap madu. Zakat yang ditetapkan adalah seperduapuluh untuk madu yang diperoleh dari pegunungan dan sepersepuluh untuk madu yang diperoleh dari peternakan lebah.

d. Ushr

Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak (Ushr) jual beli. Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Akan tetapi setelah islam hadir dan menjadi sebuah negara yang berdaulat di semenanjung Arab, Nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus bea masuk antar provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang ditandatangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk pada kekuasaannya. .

Pada masa Khalifah Umar, beliau membebankan Ushr sepersepuluh hasil pertanian kepada para pedagang manbij. Orang manbij adalah orang harbi yang meminta izin kepada khalifah memasuki negara muslim untuk melakukan perdagangan dengan membayar sepersepuluh dari nilai barang . setelah berkonsultassi dengan beberapa sahabat, Umar memberikan izin. Tetapi terdapat kasus khusus ketika Abu Musa al-Asyari menulis surat kepada Umar yang menyatakan bahwa pedagang muslim dikenakan pajak sepersepuluh ditanah harbi. Akhirnya, khalifah Umar menyarankan agar membalasnya dengan mengenakan pajak pembelian dan penjualan yang normal kepada mereka. Ada perbedaan versi menurut ringkat ukurannya . tingkat ukuran yang paling umum digunakan adalah24:

(19)

1) 2,5 % untuk pedagang muslim 2) 5 % untuk pedagang kafir dzimmi

3) 10 % untuk pedagang kafir harbi (dengan asumsi harga barang melebihi 200 dirham)

Pembabanan Ushr kepada suatu barang hanya sekali dalam setahun, walaupun barang tersebut diperbarui.

e. Sedekah dari Non-Muslim

Selain dari pendapatan yang diperoleh dari orang muslim , pendapatan negara ternyata juga diperoleh dari non muslim. Orang non muslim tersebut adalah Bani taghlib, satu-satunya golongan ahli kitab yang yang membayar sedekah dan kekayaan mereka berupa hewan ternak. Bani Taghlib merupakan suku Arab kristen yang gigih dalam peperangan. Sebenarnya khalifah Umar mengenakan jizyah kepada mereka, namun mereka terlalu gengsi dan lebih memilih membayar sedekah.25

f. Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Umar mengklasifikasikan pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu26

1) Pendapatan zakat dan ushr.

Pendapatan ini didistribuskan di tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul Mal pusat dan dibagikan kepada 8 Ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Al-Quran

2) Pendapatan khums dan sedekah.

Pendapatan ini didistribusikan kepada para fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang muslim atau bukan.

3) Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ushr, dan sewa tanah.

Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer dan sebagainya.

4) Pendapatan lain-lain

Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemelihara anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.

g. Pengeluaran

Efisiensi dan efektiftas merupakan lanadasan pokok dalam kebijakan pengeluaran Negara. Dalam Islam hal itu dipandu oleh kaidah-kaidah syariah

(20)

yaitu kemaslahatan dan penentuan skala prioritas. Dengan demikian Khalifah Umar mengalokasikan pendapatan negaranya untuk hal- hal berikut27:

Primer Sekunder

o pembayaran tunjangan untuk orang miskin

o persediaan darurat

Inilah garis besar pengeluaran negara pada masa ppemerintahan Khalifah Umar yang berdasarkan pada kemaslahatan umum dan skala prioritas.

3. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Utsman binAffan

Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan yang berlangsung selama 12 tahun, khalifah utsman berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan Tabaristan. Beliau juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah khurasan dan Iskandariah.28

Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah Utsman bin Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar bin Khattab. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, beliau melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan.

Khalifah Utsman bin Affan tetap memperhatikan system pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, beliau memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, dalam pendistribusian harta baitul mal, khalifah

(21)

Utsman Bin Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar bin Khattab.29

Dalam hal zakat, Khalifah Utsman berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan. Beliau juga mengurangi zakat dari dana pensiun.

Selama menjadi Khalifah, Utsman bin Affan malakukan peningkatan dalam hal pengeluaran. Peningkatan pengeluaran itu diantaranya adalah, peningkatan anggaran dibidang pertahanan dan kelautan, pembangunan berbagai wilayah taklukan baru dan peningkatan dana pensiun sebesar 100 dirham. Untuk mencukupi seluruh pengeluaran tersebut, Khalifah Utsman bin Affan membuat perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa Gubernur. Sebagai hasilnya, jumlah pemasukan Kharaj dan jizyah yang berasal dari mesir meningkat dua kali lipat, yakni dari 2 juta menjadi 4 juta dinar. Hal itu terjadi setelah dilakukan pergantian Gubernur dari Amr kepada Abdullah bin Saad. Namun hal ini mendapat kecaman dari Amr. Menurutnya, pemasukan besar yang diperoleh Gubernur Abdullah bin Saad tersebut merupakan hasil pemerasan penguasa tehadao rakyatnya.30

Selain itu, dalam rangka usaha meningkatkan pendapatan negara, Khalifah Utsman membagi-bagikan tanah negara kepada individu-individu untuk tujuan reklamasi. Dari hasil kebijakan ini, negara memperoleh pendapatan sebesar 50 juta dirham, naik 41 juta dirham jika dibandingkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang tidak membagi-bagikan tanah tersebut.

Pada enam tahun kedua masa pemerintahannya, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Bebagai kebijakannya yang banyak menguntungkan keluarganya menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahnnya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.

4. Sistem Ekonomi pada Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Setelah diangkat menjadi Khalifah islam yang ke empat, Ali bin Abi thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korup, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar bin Khatab.31

Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib hanya berlangsung selama enam tahun. Dalam masa itu banyak diwarnai dengan ketidakstabilan politik, diantaranya, pemeberontakan Thalhah, Zubair bin Awwam, Aisyah yang menuutut ketian Khalifah Utsman bin Affan, permusuhan Bani umayaah dan pemberontakan golongan Khawarij (mantan pendukung Khalifah Ali bin Abi Thalib yang kecewa terhadap keputusa Tahkim pada perang Shiffin).

(22)

Walaupun di masa pemerintahnnya banyak terjadi kekecauan politik, Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untu melaksanakan kebijakan terbaik yang dapat mendorong terciptanya kesejahteraan ummat Islam. Menurut sebuah riwayat, beliau secara suka rela menarik diri dari daftar penerima dana Baitul Mal, bahkan menurut riwayat yang lain, beliau memberikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun kepada Negara.

Selama menjadi Khalifah, beliau menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunkan sebagai bumbu masakan. Selain itu, beliau juga memperkenalkan prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat. System distribusi setiap pekan sekali uuntuk pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi terbaik dari sudut pandang hukum dan kondisi negara yang sedang dalam masa transisi.32

Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran anggaran kurang lebih sama dengan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, hanya saja dalam pendistribusian harta Baitul mal, khalifah Ali bin Abi Thalib lebih memilih untuk mendistribusikan semuanya, hal ini berbeda dengan masa pemerintahan Umar yang menyisakan harta Baitul Mal untuk kepentingan darurat. Selain itu, khalifah Ali juga menghilangkan anggaran untuk pertahanan laut yang sebelumnya anggaran tersebut oleh Utsman bin Affan, hal ini dikarenakan hampir seluruh wilayah tepi pantai adalah dibawah kekuasaan Muawiyyah (Muawiyyah adalah salah satu orang yang bermusuhan dengan Khalifah Ali).

D. Pemikiran Ekonomi Islam: Kilasan Tokoh dan Pemikirannya

Seperti yang telah disinggung sebelumnya (pada pembahasan pertama), perekembangan pemikiran ekonomi Islam terbagi menjadi tiga fase, berikut tokoh-tokoh yang ada dalam tiga fase tersebut :

1. Fase Pertama

a. Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)

Abu Hanifah Al-Nu’man ibn Sabit bi Zauti, ahli hukum agama Islam dilahirkan di Kufah pada 699 M semasa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan.33 Abu hanifah juga merupakan pedagang di Kufah yang ketika itu

merupakan pusat aktivitas perdagangan dan perekonomian yang sedang melaju dan berkembang.34 Pada masa itu, salah satu transaksi yang terkenal adalah salam,

yaitu suatu transaksi jual beli dimana barang dikirim setelah pembeli melakukan pembayaran pada saat akad disepakati. Namun Abu Hanifa mengkritisi kontrak transaksi tersebut karena dapat menimbulkan perselisihan antara pemesan barang dengan yang membelikan barang. Ia mencoba menghilangkan perselisihan

32Ibid. hlm.84

33Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2008) hlm. 106

(23)

tersebut dengan persyaratan untuk melakukan transaksi akad salam itu dengan cara menyertakan kejelasan-kejelasan lainnya yaitu, jenis barang yang dipesan, kualitas barang seperti apa, kuantitasnya, waktu pengiriman dan tempat pengiriman barang, kesemuanya itu harus jelas. Ia memberikan persyaratan bahwa komoditas tersebut harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan waktu pengiriman.

Pengalaman dan pengetahyan tentang dunia perdagangan yang didapat langsung oleh Abu Hanifah sangat membantunya dalam menganalisis masalah tersebut. Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi. Hal ini merupakan salah satu tujuan syarriah dalam hubungannya dengan jual beli. Pengalamannya di bidang perdagangan memungkinkan Abu Hanifah dapat menetukan aturan-aturan yang adil dalam transaksi ini dan transaksi sejenis.

Di samping itu, Abu Hanifah mempunyai perhatian yang besar tehadap orang-orang yang lemah. Ia tidak akan membebaskan kewajiban zakat terhadap perhiasan, dan sebaliknya membebaskan pemilik harta yang dililit utang dan tidak sanggup menebusnya dari kewajiban membayar zakat. Ia juga tidak memperkenankan pembagian hasil panen (muzara’ah) dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan apa pun. Hal ini dilakukan untuk melindungi para penggarap yang umumnya adalah orang-orang lemah.35

b. Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)

Nama lengkap dari Abu Yusuf adalah Ya’qub ibn Ibrahim ibn Sa’ad ibn Husein al-Anshori. Beliau lahir di Kufah pada tahub 113 H dan wafat pada tahun 182 H. Abu Yusuf berasal dari suku Bujailah, salah satu suku bangsa Arab. Menurut Euis Amalia yang dia kutip dari Abdul Aziz Dahlan, Keluarganya disebut Anshori karena dari pihak ibu masih mempunyai hubungan dengan kaum Anshar..36

Abu Yusuf tertarik untuk mendalami ilmu fiqh. Ia mulai belajar fiqh pada Muhammad ibn Abdurrahman ibn Abi Laila (w. 148 H; seorang ulama dan pejabat hakim di Kufah. Selanjutnya ia belajar pada Imam Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi. Beliau belajar pada Imam Abu Hanifah selama 17 tahun

Pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid ia memangku jabatan sebagai Qadi al Qudah (hakim) dan dimintai untuk menlis buku umum yang akan dijadikan sebagai pedoman dalam administrasi keuangan. Buku tersebut kemudian dikenal dengan nama kitab al-Kharaj.37

Dalam mukaddimahnya, Abu Yusuf menulis: “telah saya tulis apa yang telah menjadi permintaan tuan, saya pun telah menjelaskan secara rinci. Oleh karena itu pelajarilah. Say telah bekerja keras untuk itu dan saya berharap agar

35Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan Bank Indonesia (2008), ibid. hlm.107

36Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Depok: Gramata Publishing, 2010). hlm.115

(24)

tuan dan kaum muslimin member masukan. Hal itu karena semata-mata mengharap ridho Allah serta takut akan azab-Nya. Bila kitab ini sudah jelas, saya berharap agar tuan tidak memungu pajak dengan caracara yang zalim dan berbuat tidak baik terhadap rakyat tuan.”

Abu Yusuf lebih menyetujui bahwasannya Negara mengambil dari hasil pertanian dari para penggarap dibandingkan dengan sewa lahan kepada penggarap.38 Dalam pandangannya, hal ini lebih adil jika diambil dari hasil panen

dibandingkan dengan sewa, karena jika dengan sistem sewa baik nantinya panen berhasil ataupun tidak penggarap tetap wajib untuk membayar. Hal ini yang akan merugikan penggarap.

Abu Yusuf menantang keras pajak pertanian. Ia menyarankan agar petugas pajak diberi gaji dan mereka harus selalu diawasi untuk mencegah korupsi dan praktik penindasan.39 Abu Yusuf menekankan pentingnya prinsip keadilan,

kewajaran, dan penyesuaian terhadap kemampuan membayar perpajakan, serta perlunya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Negara.40 Kekuatan utama

pemikiran Abu Yusuf adalah dalam masalah keuangan publik.

c. Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani (132-189 H/750-804 M)

Abu Abdillah Muhammad bin Hasan bin Farqad Asy-Syaibaninlahir pada tahun 132 H (750 M) di kota Wsith, ibukota Irak pada masa akhir pemerintahan Bani Umawiyyah. Bersama orangtuanaya, Imam asy-Syaibani pindah ke kota Kufah yamg ketika itu merupakan salah satu pusat kegiatan ilmiah. Di kota terssebut, ia belajar fiqh, sastra, bahasa, dan hadis kepada para ulama setempat.41

Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Imam asy-Syaibani, para ekonom muslim banyak merujuk pada kitab al-Kasb, sebuah kitab yang lahir pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan, kitab ini mengemukakan kajian mikro ekonomi yang berkisar pada teori kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya serta pedoman perilaku produksi dan konsumsi.

Imam asy-Syaibani mendefinisikan al-kasb (kerja) sebagai mencari perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Setelah membahas kasb fokus perhatian Imam ay-Syaibani tertuju pada permasalahan kaya dan fakir. Menurutnya sekalipn banyak dalil yang menunjukan keuatamaan sifat-sifat kaya, sifat-sifat kafir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia menyatakan apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudia bergegas kepada kebajikan, sehingga mencurahkan kepada urusan akhiratnya, adalah lebih baik dari mereka.

Asy-Syaibani menklasifikasikan jenis pekerjaan kedalam 4 hal: yakni ijarah (sewa-menyewa), tijarah (perdagangan). Zira’ah (pertanian) dan shinaah (industry). Ia menilai pertanian sebagai lapangan perkerjaan yang baik, padahal

38S.M. Ghazanfar, Medieval Islamic Economic Thought: Filling The “Great Gap” in European Economics,

(Routledge Curzon: 2003), hlm. 13 39Adiwarman Karim (2004), ibid. hlm.95

40Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan Bank Indonesia (2008), ibid. hlm.107

(25)

masyarakat arab pada saat itu lebih tertarik untuk berdagang dan berniaga. Dalam suatu risalah yang lain, yakni kitab al-asl, asy-syaibani telah membahas masalah kerja sama usaha dan bagi hasil.42

Secara umum, pandangan-pandang asy-syaibani yang tercermin dari berbagai karya nya cenderung dengan perilaku ekonomi seorang muslim sebagai individu.

d. Abu Ubayd Al-Qasim Ibn Sallam (w. 224 H/838 M)

Menurut Euis Amalia yang dia kutip dari Rifa’at Al-awdy, Nama lengkap beliau adalah Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam bin Miskin bin Zaid al-Azdhi. Hidup semasa daulah Abassiah mulai dari khalifah al-Mahdi (158/775). Beliau dilahirkan di kota Bahra (harat) diprovinsi Khurasan pada tahun 154 H dan wafat di Makkah 224 H. Ayahnya keturunan Byzantium, maula dari suku Azd.43

Pemikiran Abu Ubaid yang tertuang dalam kitab al-Amwal dalam bahasan pertama adalah peranan Negara dalam perekonomian yang mengulas tentang hak Negara atas rakyat dan hak rakyat atas Negara, dimana analisis yang digunakan beliau merujuk pada kaidah hadits-hadits yang berkaitan dengan pemerintahan. Kitab al-Amwal membahas pengumpulan dan penyaluran zakat, khums, kharaj, fay dan berbagai sumber penerimaan lainnya. Kitab al-Amwal Abu Ubaid secara khusus memusatkan perhatian sekitar keuangan publik, analisis yang beliau titik beratkan adalah pada praktek yang dilakukan Rasulullah, Khulafaurasyidin, terutama Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz sebagai contoh ideal dalam pengelolaan keuangan publik. Institusi yang mengelola disebut Baitul Mal.

2. Fase kedua

a. Al-Ghazali (451-505 H/1055/1111M)

Beliau adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ath-Thusi asy-Syafii al-Ghazali, lebih terkenal dengan Imam al-Ghazali atau HUjjah al-Islam Beliau dilahirkan pada tanggal 14 Jumadil Akhir 50 H/18 Desember 1058 di Thus yang pada waktu itu termasuk wilayah Khurasan, Persia atau Iran pada saat ini.44

Al-Ghazali dikenal memiliki pemikiran yang luas dalam berbagai bidang. Bahasaan nya tentang ekonomi dapat ditemukan dalam karya monumental nya ihya ‘ulum al-Din. Dalam pandangan al-Ghazali, kegiatan ekonomi merupaka amal kebajikan yang dianjurkan dalam islam. Kegiatan ekonomi harus ditujukan mencapai maslahah untuk memperkuat sifat kebijaksanaa, kesederhanaa, dan keteguhan hati manusia. Lebih jauh al-Ghazali membagi manusia kedalam 3 kategori, yaitu: pertama, orang yang kegiatan hidupnya sedemikian rupa sehingga melupak tujua-tujuan akhirat, golongan ini akan celaka, kedua, orang yang sangat mementingkan tujuan akhirat dari pada tujuan duniawi, golongan ini akan

(26)

beruntung, ketiga, golongan pertengahan/kebanyakan orang, yaitu mereka yang kegiatan duniawi nya sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat.

Bagi al-Ghazali pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Dalam al-Ihya, ia menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar. Ia mengibaratkan uang sebagai cermin. Cermin tidak punya warna namun dapat merefleksikan semua warna. Jadi, uang tidak punya harga namun dapat merefleksikan semua harga. Uang bukan komoditas sehingga tidak dapat diperjual belikan. Memperjualbelikan uang ibarat memenjarakan uang, sebab hal ini dapat akan mengurangi jumlah uang yang berfungsi sebagai alat tukar. Uang dapat saja tidak terbuat dari emas atau perak, misalnya uang kertas, tetapi pemerintah wjib menyatakannya sebagai alat pembayaran yang resmi. Ia menyatakan bahwa pemalsuan uang (maghsyusy) sangat berbahaya karna dampaknya berantai, bahkan lebih berbahaya dari pada pencurian uang.

Al-Ghazali juga banya menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang atau diperbolehkan dalam pandangan Islam. Riba merupakan praktik penyalahgunaan fungsi uang dan berbahaya, sebagaimana juga penimbunan bahan-bahan pokok untuk kepentingan individual. Ia juga menganggap bahwa korupsi dan penindasan merupakn faktor yang dapat menyebabkan penurunan ekonomi, karnanya pemerintah harus memberantasnya. Pemerintah tidak diperbolehkan memungut pajak melebihi ketentuan syariat, kecuali jika sangat terpaksa.

b. Ibn Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)

Nama lengkapnya adalah Taqi al-din Ahmad bin Abd. Al-Halim bin Abd. Salam bin Taimiyah. Ia lahir di Harran 22 Januari 1263 M (10 Rabbiual Awal 661 H).45 Ayah nya Abdal-Halim, paman nya Fakhruddin dan kakenya Maduddin

merupakan ulama besar dari mahzab Hambali. Ibnu Taimiyah adalah seorang fuqaha mempunyai pemikiran dalam berbgai bidang ilmu yang luas, termasuk dalam bidang ekonomi. Pemikiran nya yang revolusioner yakni gerakan tajdid (pembaharu) dan ijtihadnya dalam bidang muamalah, membuat namanya terkenal di seluruh dunia.

Fokus perhatian Ibnu Taimiyah terletak pada masyarakat, fondasi moral dan bagaimana mereka harus membawakan diri nya sesuai dengan syariah. Ia juga mendiskusikan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku ekonomi individu dalam kontek hidup bermasyarakat, seperti akad dan upaya menaatinya, arga yang wajar dan adil, pengawasan pasar, keuangan Negara dan peranan Negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup rakyatnya. Dan transaksi ekonomi focus perhatian ibnu Taimiyah tertuju pada keadilan yang hanya dapat terwujud jika semua akad berdasarkan kepada kesediaan menyepakati dari semua pihak. Agar lebih bermakna kesepakatan ini harus didasarkan kepada informasi yang memadai.

Pandangan Ibnu Taimiyah tentang kebijakan pubik juga meliputi pembahasan tentang pengaturan uang, peraturan tentang timbangan dan ukuran,

(27)

pengawasan harga serta pertimbangan pengenaan pajak yang tinggi dalam keadaan darurat. Secara umum, pandang-pandangan ekonomi Ibnu Taimiyah cenderung bersifat normatif. Namun demikian terdapat beberapa wawasan ekonominya yang dapat di katagorikan sebagai pandangan ekonomi positif.

c. Ibnu Khaldun (732-808 H/1322-1404 M)

Ibnu khaldun di lahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332 M. Ia mempunyai nama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khadun. Waliudin adalah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi di mesir. Ibnu Khaldun merupakan ekonom Muslim yang terkenal karna sedemikian cemerlang dan luas bahasan nya tentang ekonomi. Ia menulis buku muqadimah. Dalam bukunya muqadimah ibnu Khaldun memberikan bahasan yang luas terhadap teori nilai, pembagian kerja dan perdagangan internasional, hokum permintaan dan penawaran, konsumsi, produksi, uang, siklus perdagangan, keuangan publik, dan beberapa bahasan makroekonomi lainnya.46

Secara umum Ibnu Khaldun sangat menekankan pentingnya suatu sistem pasar yang bebas. Ia menentang intervensi Negara terhadap masalah ekonomi dan percaya akan efisiensi sitem pasar bebas. Ia juga telah membahas tahap pertumbuhan dan penurunan perekonomian dimana dapat saja berbeda antara satu Negara dengan Negara lain nya.

Analisis Ibnu Khaldun dalam teori perdagang Internasional dan hubunngan harga Internasional juga sangat cemerlang, ia menghubungkan perbedaan tingkat harga antar Negara dengan ketersediaan faktor-faktor produksi sebagaimana dalam teori perdagangan Internasional modern. Pandangan Ibnu Khaldun dilengkapi dengan analisis tentang pertukaran di antara Negara miskin dengan kaya, hasrat untuk eksport impor, dampak struktur perekonomian terhadap pembangunan dan pentingnya kekayaan intelektual bagi proses pertumbuhan.

Dalam pandangan Ibnu Khaldun emas dan perak memiliki fungsi penting dalam perekonomian, sebagaimana ia nyatakan “Tuhan telah menciptakan dua logam mulia, emas dan perak, yang dapat digunakan untuk mengukur nilai dari berbagai komoditas. Logam-logam ini juga biasa digunakan oleh manusia untuk alat menyimpan kekayaan atau benda berharga. Meskipun manusia kadang menyimpan benda-benda lain, tetapi biasanya juga dimaksudkan untuk memperoleh emas atau perak”.

Ibnu Khaldun menekankan pentingnya ide-ide baru dalam praktek industry dan kerajinan, serta menganggap bahwa ekspansi pasar merupakan masalah krusial dalam hal ini. Dalam hal penawaran tenaga kerja ia berpendapat bahwa jika tingkat upah berada diatas titik tertentu maka penawaran tenaga kerja justru akan menurun, sebagaimana dikenal sebagai backward sloping supply curve dalam teori ekonomi modern, sedangkan pembahasannya tentang siklus perdagangan telah jauh mendahului teori Hicks.

(28)

3. Fase Ketiga

a. Shah Waliullah (1114-1176 H/11703-1762 M)

Pemikiran ekonomi Shah Waliullah dapat ditemukan dalam karyanya yang terkenal berjudul, Hujjatullah al-Baligha, dimana ia banyak menjelaskan rasionalitas dari aturan-aturan syariat bagi perilaku manusia dan pembangunan masyarakat. Menurutnya, manusia secara alamiah adalah makhluk sosial, sehingga harus melakukan kerjasama antara satu orang dengan lainnya. Islam melarang kegiatan-kegiatan yang merusak semangat kerja.

Shah Waliullah menekankan perlunya pembagian faktor-faktor ekonomi yang bersifat alamiah secara lebih merata, “Sesungguhnya, semua tanah sebagaimana masjid atau tempat-tempat peristirahatan diberikan kepada wayfarers. Benda-benda tersebut terbagi berdasarkan prinsip siapa yang pertama datang dapat memanfaatkannya (first come first served). Kepemilikan terhadap tanah akan berarti hanya jika orang lebih dapat memanfaatkannya daripada orang lain.”

Berdasarkan pengamatannya terhadap perekonomian di Kekaisaran Mughal India, Waliullah mengemukakan dua faktorutama yang menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dua faktor tersebut yaitu: pertama,keuangan negara dibebani dengan berbagai pengeluaran yang tidak produktif; kedua, pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi terlalu berat sehingga menurunkan semangat berekonomi. Menurutnya, perekonomian dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan yang didukumg oleh administrasi yang efisien.47

b. Muhammad Iqbal (1289-1356 H/1872-1938 M)

Meskipun di dunia luas lebih dikenal sebagai filosof, sastrawan atau juga pemikir politik, Muhammad Iqbal sebenarnya juga memiliki pemikiran-pemikiran ekonomi yang brilian. Pemikirannya memang tidak berkisar tentang hal-hal teknis dalam ekonomi, tetapi lebih kepada konsep-konsep umum yamg mendasar. Dalam karyanya, Puisi dari Timur, Ia menunjukkan tanggapan Islam terhadap Kapitalisme Barat dan reaksi ekstrem dari komunisme. Iqbal menganalisis dengan tajam kelemahan kapitalisme dan komunisme dan menampilkan suatu pemikiran “poros tengah” yang dibuka oleh Islam. Semangat kapitalisme, yaitu menumpuk kapital/materi sebagai nilai dasar sistem ini, bertentangan dengan semangat Islam. Demikian pula semangat komunisme yang banyak melakukan paksaan kepada masyarakat juga bertentangan dengan nilai-nilai Islam.48

Keadilan sosial merupakan aspek yang mendapat perhatian dari Iqbal, dan Ia menyatakan bahwa negara memiliki tugas yang besar untuk mewujudkan keadilan sosial ini. Zakat, yang hukumnya wajib dalam Islam, dipandang memiliki posisi yang strategis bagi penciptaan masyarakat yang adil.

47Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dan Bank Indonesia (2008). ibid. hlm.116

(29)

E. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Menurut Para Tokoh

Pemikiran ekonomi Islam kontemporer ini merupakan buah pikiran dari para ekonom Muslim pada abad ke-20 Masehi.

1. Ekonomi Islam dan The Great Gap

Walaupun pemikiran tentang ekonomi Islam sudah lama menjadi wacana di tengah masyarakat, namun ekonnomi baru dalam tahap mematangkan diri menjadi satu disiplin ilmu yang mandiri .

Ekonomi baru menjadi satu disiplin ilmu setelah Adam smith menulis buku An inquiry into the nature and causes of the wealth of nations pada tahun 1776. Ekonom asal inggris ini memprkenalkan sistem ekonomi liberal-kaitalis untuk menentang sistem ekonomi merkantilisme yang sangat menekankan campur tangan pemerintah dalam memajukan perekonomian.49

Akan tetapi, sistem ekonomi liberal-kapitalis itu ternyata berdampak negatif, diantaranya adalah tingkat pendapatan tidak merata meningkatnya kemiskinan dan kian lebarnya kesenjangan sosial. Ekses itu timbul karena pasar yang bekerja maksimal membuat persaingan menjadi tidak terhindarkan.

Kondisi ini menjadi kritik diantara ilmuan lainnya. Karl Marx misalnya, berpendapat sekalipun sistem liberal kapitalis secara relatif berhasil memajukkan tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi sistem itu telah mengorbankan manusia.

Kendati demikian, dalam sistem liberal-kapitalis bukan berarti tidak pernah terjadi krisis. Pada dekade 30-an abad ini, terjadi depresi ekonomi besar-besaran. Perekonomian menjadi lesu dan pengangguran merajalela. Orang banyak beranggapan bahwa apa yang diramalkan oleh Marx tentang pembusukan di dalam sistem liberal-kapitalis akan segera menjadi kenyataan.50

Keadaan tersebut segera dapat diselamatkan oleh John Maynard Keynes. Menurutnya, perekonomian sepenuhnya tidak harus diserahkan pada mekanisme pasar, tetapi dalam batas-batas tertentu campur tangan negara justru amat diperlukan. Intervesnsi negara menjadi suatu keniscayaan terutama dalam hal mendorong perekonomian kembali pada posisi keseimbangan.51 Keynes sangat

berbeda dengan smith. Pandangan Keynes diatas merupakan sebuah revousi dalam pemikiran ekonomi liberal-kapitalis yang berkembang sejak Adam Smith.

Perdebatan diseputar masalah ekonomi tersebut mendorong kita untuk menelaah kembali kesejarahan Islam klasik. Saat itu tradisi dan praktek ekonomi maupun perdagangan dengan landasan syariah telah diperaktekan oleh Rasulullah SAW. Bahkan lebih luas dari itu. Beliau yang hidup ditengah masyarakat arab kuno telah menanamkan prinsip-prinsip etika ekonomi dan perdagangan yang bertumpu dengan syariah. Seiring dengan pergantian sistem pemerintahan Islam yang berkembang ke arah dinasti-dinasti Islam, telah muncul para tokoh-tokoh pemikir muslim, yang dapat dikategorikan sebagai fuqaha, para filosof dan sufi

49Euis Amalia, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik , (Jakarta: Pustaka Asattrus, 2005), Cetakan pertama. hlm.3

(30)

dengan berbagai karya ilmiahnya termasuk pemikiran tentang ekonomi. Berdasarkan kronologi sejarah yang dikemukakan Nejatullah Shiddiq, didapati bahwa sejarah pemikiran ekonomi muslim dikelompokkan dalam tiga priode dengan fokus pada tokoh-tokoh utama saja.52

2. Tokoh-Tokoh Pemikiran Islam Kontemporer a. Abu A’la Al-Maududi

Abu A’la dilahirkan pada 3 Rajab 1321 H/ 2 September 1903 di Aurangbad, sebuah kota yang terkenal di Heyberad (Deccan), Delhi, India. Beliau dilahirkan dalam keluarga yang religius. Ayahnya bernama Abu Hasan, seorang pengacara yang terkenal sebagai orang yang alim dan rajin beribadah. Mereka adalah keturunan dari sufi besar terekatchristiyah yanng banyak berperan dalam penyebaran Islam di India.53

1) Format sistem ekonomi Islam

Mengenai format ekonomi islam Al- mawdudi menerangkannya dai sebuah pertanyaan yang dilontarkan dalam sebuah diskusi : apakah Islam menerangkan sebuah sistem ekonomi? Kalau menerangkan seperti apa bentuknya? Kemudian dibagian manakah tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen ditempatkan?

Kemudian Mawdudi menjawabnya dengan jawaban bahwa Islam meerangkan sebuah sisitem ekonomi. Akan tetapi bukan berarti islam telah menerangkan Islam yang permanen serta lengkap dengan detail-detailnya. Apa yanng sebenarnnya ditunjukkan oleh Islam adalah, bahwa Islam menentukan berupa landasan dasar atau peraturan dasar yang bisa membuat kita menyusun sebuah rancangan ekonomi yang sesuai dari etiap tujuan yang dimaksud dari Al-Quran dan hadits yang megatur segala aspek kehidupan sebagaimana mestinya.54

Dalam segala aspek kehidupan, mulai dari urusan pribadi sampai masalah sosial, Islam menentukan landasan yang sama untuk pedoman manusia. Dan mempergunakannya juga kedalam sistem ekonomi. Di bidang ekonomi, Islam telah membuat beberapa aturan dan menyusun sebuah batasan oleh dimana kita boleh membuat suatu sistem. Sebagaimana perkembanngan yanng ada, kita harus menyimpulkan peraturan pada batasan-batasan yang ditentukan oleh Islam.55

2) Tujuan organisasi ekonomi dalam Islam

Dalam segala aspek kehidupan, mulai dari urusan pribadi sampai budaya dan masalah sosial, Islam menentukan landasan yang sama untuk pedoman manusia. Dan mempegunakannya juga dalam bidang ekonomi. Sebagai manusia kita tidak luput dengan adanya organisasi-organisasi

52Ibid. hlm.4 53Ibid. hlm.233 54Ibid.

(31)

yang berkaitan dengan ekonomi yang berbasis Islam. Berikut adalah tujuan yang ada pada ekonomi Islam.56

a) Kebebasan individu

Tujuan yang pertama dan utama dari Islam ialah untuk memelihara kebebasan individu dan untuk membasinya kedalam tingkatan yang hanya sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

b) Keselarasan dalam perkembangan moral dan materi

Yang kedua perkembangnan moral manusia adalah kepentingan dasar dari Islam. Jadi penting bagi individu di dalam masyarakat untuk memililiki kesempatan memeperaktekan kebaikan secara sengaja. Karena itulah islam tidak berstandar seluruhnya kepada hukum untuk menegakkan keadilan sosial, tetapi memberikan otoritas utama kepada pembentukkan moral manusia . c) Kerjasama keserasian, dan penegakkan keadilan

Yang ketiga, Islam menjungjung tinggi persatuan manusia dan persaudaraan serata menentang perselisihan dan konflik.

3) Prinsip-prinsip dasar

Islam mendukung dan mengharap nantinya akan ada kerjasama diantara individu untuk menciptakan kesempatan yang sama dalam hidup dan bersaing secara sehat. Dan berikut adalah prinsip-prinsip dasar Abu A’la Al-Maududi.57

a) Kepemilikan pribadi dan batasannya

Dalam hal ini Islamtidak memebagi harta kepemilikan kepemilikan kepada produksi dan konsumsi atau menghasilkan atau tidak menghasilkan.

b) Keadilan distribusi

Peraturan penting lainnya dalam ekonomi islam ialah membangun suatu sistem distribusi yang adil.

c) Hak-hak sosial

Islam kemudian menghubungkan kembali hak sosial kepada kekayaan individu dalam berbagai bentuk. Salah satunya yaitu seseorang yang memiliki harta lebih, diberi kewajiban untuk memberi kepada kerabatnya yang masih kekuranngan.

d) Zakat

Zakat yaitu pungutan yang ditarik melalui harta yang di kumulasiakan, perdagangan, macam- macam bisnis, pertanian dan ternak.

4) Teori bunga

Referensi

Dokumen terkait

Pada BAB ini menjelaskan dan memaparkan bahan hukum hasil penulisan hukum serta analisa bahan hukum penulisan yang berkaitan dengan masalah berdasarkan pada teori dan

keaneragaman hayati sebagai aset bangsa. Pasokan bahan jamu sangat terkait dengan kelancaran produksi & kualitas jamu, di samping itu aktivitas ini berdampak

Pemberian ramuan hipertensi pada semua dosis selama 45 hari dan 90 hari, tidak menyebabkan kelaian fungsi darah, hati dan ginjal, keadaan tersebut sesuai dengan

Perjalanan dilanjutkan menuju Jericho untuk mengunjungi Mesjid dan Maqom Nabi Musa, Mt of Temptaion, setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju Allenby Bridge untuk

Kajaba saka fungsi manifest, uga ana fungsi laten. Fungsi laten ing kene ngrugekake masyarakat kang nonton pagelaran kesenian ludruk. WUJUD OWAH-OWAHANE KESENIAN LUDRUK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan 10 varietas kedelai unggul yang ditanam di 3 jenis tanah yang berbeda (aluvial, regosol dan latosol) dan untuk mengetahui

[r]

Fotodetektor merupakan devais semikonduktor yang digunakan untuk mengubah sinyal cahaya menjadi sinyal listrik. Pengoperasian fotodetektor diawali dengan proses generasi