• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Pelanggaran Kode Etik Profesi Kedo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Pelanggaran Kode Etik Profesi Kedo"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Pelanggaran Kode Etik Profesi

“Pelanggaran Kode Etik Kedokteran”

Oleh:

Fitriany Wahyuningrum (4413030019)

Jessica Lesli (4413030057)

Mohammad Ardhi Sofyanto (4413030027)

Virlie Valevy (4413030051)

Akuntansi Terapan 7A

PROGRAM STUDI AKUNTANSI TERAPAN POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

(2)

Pengertian Pelanggaran Kode Etik Profesi

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari dan sekaligus menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.

Jadi kalau pelanggaran kode etik profesi berarti pelanggaran atau penyelewengan terhadap sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi suatu profesi dalam masyarakat. memberikan sanksi kepada kerabatnya yang telah melakukan pelanggaran kode etik tersebut.

b. Pengaruh jabatan

Misalnya yang melaukan pelanggaran kode etik profesi itu adalah pimpinan atau orang yang memiliki kekuasaan yang tinggi pada profesi tersebut, maka bisa jadi orang lain yang posisi dan kedudukannya berada di bawah orang tersebut, akan enggan untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang memberikan sanksi, karena kekhawatiran akan berpengaruh kepada jabatan dan posisinya pada profesi tersebut. c. Pengaruh masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia sehingga menyebabkan

pelaku pelanggaran kode etik profesi tidak merasa khawatir jika melakukan pelanggaran.

d. Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat.

e. Organisasi profesi tidak dilengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan.

(3)

g. Belum terbentuknya budaya dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya.

h. Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas diantara para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya.

Upaya Mencegah Pelanggaran Kode Etik Profesi

a. Klausul penundukan pada undang-undang

1) Setiap undang-undang mencantumkan dengan tegas sanksi yang diancamkan kepada pelanggarnya. Dengan demikian, menjadi pertimbangan bagi warga, tidak ada jalan lain kecuali taat, jika terjadi pelanggaran berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi yang cukup memberatkan atau merepotkan baginya. Ketegasan sanksi undang-undang ini lalu diproyeksikan dalam rumusan kode etik profesi yang memberlakukan sanksi undang-undang kepada pelanggarnya.

2) Dalam kode etik profesi dicantumkan ketentuan: “Pelanggar kode etik dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan undang - undang yang berlaku”.

b. Legalisasi kode etik profesi

1) Dalam rumusan kode etik dinyataka apabila terjadi pelanggaran, kewajiban mana yang cukup diselesaikan oleh Dewan Kehormatan dan kewajiban mana yang harus diselesaikan oleh pengadilan.

2) Untuk memperoleh legalisasi, ketua kelompok profesi yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat agar kode etik itu disahkan dengan akta penetapan pengadilan yang berisi perintah penghukuman kepada setiap anggota untuk mematuhi kode etik itu.

Jadi, kekuatan berlaku dan mengikat kode etik mirip dengan akta perdamaian yang dibuat oleh hakim. Apabila ada yang melanggar kode etik, maka dengan surat perintah, pengadilan memaksakan pemulihan itu.

Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi

a. Sanksi moral

(4)

Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Profesi

1. Kasus Malapraktek

Contoh nyatanya adalah kasus Drs. Irwanto PhD, peneliti dari Universitas Atmajaya, Jakarta, yang lumpuh akibat dokter salah mendiagnosis dan kasus Fellina Azzahra (16 bulan ), bocah yang ususnya bocor setelah dioperasi di Rumah Sakit Karya Medika, Cibitung, Bekasi. Terhadap tindakan medical errors yang diduga malapraktek itu tidak ada pertanggungjawaban, baik secara profesi maupun hukum.

Kasus dari Drs. Irwanto PhD terjadi karena adanya kesalahan diagnosis yang menyebabkan salahnya penegambilan tindakan yang berakibat fatal terhadap dirinya. Awalnya hanya merasa tidak enak badan karena kelelahan. Dokter di Rumah Sakit Internasional Bintaro, Tangerang, Banten, mendiagnosa Irwanto menderita gangguan jantung. Dokter pun segera menangani Irwanto. Anehnya, alih-alih pulih, kondisi Irwanto memburuk, hingga lumpuh dari bagian dada ke bawah.

Irwanto baru menyadari mengalami malapraktek ketika memeriksakan kesehatan ke sebuah rumah sakit di Singapura. Tim dokter di Negeri Singa tersebut menyatakan bahwa jantung Irwanto normal. Mereka juga menduga, Irwanto lumpuh lantaran kesalahan pengobatan akibat diagnosa keliru dokter dari dokter RS Internasional Bintaro. Diduga keras karena sesuatu yang dikasih di hari pertama itu di RS Internasional Bintaro.

Karena kesalahan tersebut, Irwannto menjadi lumpuh. Irwanto pun menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan kasus ini. Di luar masalah itu, Irwanto menyesalkan IDI yang dinilai tidak proaktif menyikapi maraknya malapraktek di Tanah Air.

(5)

digunakan untuk menangani pelanggaran atau kelalaian dokter. UU ini hanya di desain untuk diperjelas lebih lanjut dengan 29 peraturan pemerintah (PP) yang hingga kini baru terbentuk enam PP. Aturan lebih lanjut yang tidak ada itu antara lain menyangkut standar pelayanan medis dan standar profesi. Ketiadaan aturan itu membuat bangsa ini tidak dapat mendifinisikan mana yang disebut malapraktek, kegagalan, kelalaian, atau kecelakaan.

Selama ini masyarakat yang menggugat dokter kepengadilan karena merasa tindakan dokter itu merugikan atau mencelakakan pasiennya, sekedar menggunakan pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Terhadap pelanggaran yang sifatnya hukum, ada pendapat apakah pelanggaran profesi itu tidak diarahkan kepada ganti rugi saja. Apakah harus dipidana. Itu harus ditimbang-timbang manakah yang paling cocok bagi kepentingan korban. Mestinya, dalam menyikapi persoalan malapraktek harus berorentasi kepada korban. Bagaimana memulihkan korban dan apa yang dilakukan jika korban meninggal dunia. Sayang, sistem hukum dinegeri ini pada umumnya belum memperhatikan persoalan itu. ”Walaupun belum ada standar, tetapi praktik standar profesi sudah ada sejak dahulu. Semisal sekolah profesi hukum atau dokter sudah mengenalkan hal itu seperti sumpah Socrates” ungkap Bagir Manan saat mempersoalkan belum adanya standar pelayanan medis dan rumah sakit. Dominasi kehendak untuk melakukan tindakan selamat-tidaknya seorang pasien yang di tangani ada ditangan dokter. Namun malapraktek dalam profesi kedokteran agak sulit dicabut.Begitu juga dari sisi kompetensi peradilan, mungkin hanya memperpanjang birokrasi bila ditangani bukan oleh peradilan umum. Jika terbukti adanya malapraktek, kasus itu bisa dilanjutkan ke perkara perdata. Akan tetapi, kelalaian yang terjadi dalam kegiatan pemberian terapi yang dilakukan dokter bukan kelalaian atau kesalahan yang bersifat organisatoris. Artinya, bukan tertuju kepada pribadi yang berkaitan dengan disiplin. Kelalaian itu bersifat pelayanan publik sehingga implikasinya adalah implikasi publik alias tindakan pidana umum. Jika bersifat pidana, kelalaian itu merupakan kompetensi peradilan umum. Misalnya seorang dokter yang salah mendiagnosis seoarang pasien, lalu obat yang diberikan adalah berdasarkan hasil diagnosis yang salah itu, maka dapat dipastikan bahwa yang menjadi korban adalah pasien. Sesungguhnya kelalaian ini masuk katagori tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 359 KUHP. Atau meninggalkan seorang pasien yang memerlukan pertolongan seperti diatur dalam pasal 304 KUHP. Tindakan itu adalah malapraktek yang tentu menjadi kompetensi peradilan umum.

(6)

dan motivasi pengabdian pada diri sebagian dokter. Sebagai dampak perubahan yang semakin global, individualistik, materialistik, dan hedonistik, maka perilaku dan sikap tindak profesioanal di sebagian kalangan dokter juga berubah. Masyarakat kemudian memandang negatif profesi kedokteran setelah menyaksikan maraknya praktik-praktikyang semakin jauh dari nilai-nilai luhur sumpah dokter dan kedokteran.

Kritik :

Dokter di Rumah Sakit Internasional Bintaro salah mendiagnosis Drs. Irwanto. Kesalahan diagnosis itu diketahui setelah Bapak Irwanto memeriksakan kembali kondisi nya di rumah sakit di Singapura. Maka, terbuktilah bahwa keadaan jantung Bapak Irwanto baik-baik saja dan ada dugaan malapraktek oleh Dokter Rs. Internasional Bintaro. Atas kasus ini, tidak ada tindakan yang jelas dari para penegak hukum dan termasuk dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI dianggap tidak proaktif terhadap maraknya kasus malapraktik di negara kita ini. Kesalahan pengobatan oleh dokter tidak teratur secara khusus di negara kita ini, apalagi didalam Rancangan Undang-undang Praktik Kedokteran yang disetujui Komisi VII DPR kasus malapraktek sama sekali tidak disinggung. Undang-undang (UU) Kesehatan nomor 23 Tahun 1992 pun tak dapat digunakan untuk menangani pelanggaran atau kelalaian dokter. Karena tidak adanya peraturan khusus yang mengatur tentang malapraktek maka seakan-akan dokter tidak bersalah jika terjadi malapraktek tersebut dan seakan-akan masyarakatlah yang menjadi pihak yang bersalah karena tidak ada payung hukum yang melindungi pasien atas kasus ini. Ketiadaan aturan itu membuat bangsa ini tidak dapat mendifinisikan mana yang disebut malapraktek, kegagalan, kelalaian, atau kecelakaan. Padahal secara etika, tindakan malapraktek ini telah merugikan para korban baik secara materiil maupun nonmateril. Didalam kasus ini, dokter di Rs Internasional Bintaro telah melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia yang terdiri dari Pasal 5 dan Pasal 7a. Dimana dalam hal malapraktek ini, dokter tersebut telah melemahkan kondisi fisik pasien tanpa dilakukan suatu persetujuan terlebih dahulu dari pasien yang bersangkutan dan ini telah melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 5. Dan juga, dokter tersebut telah salah mendiagnosa sehingga bisa dikatakan bahwa dokter itu tidak kompeten dalam bidangnya, maka itu telah melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 7a.

(7)

dokter dalam memberikan diagnosa itu harus benar-benar didasari dengan kemampuannya dan benar-benar memahami keluahan pasien sebelum melakukan suatu diagnosa. Sehingga kasus ini tidak terulang kembali dan tidak ada lagi pasien dimana pun yang merasa dirugikan baik fisik maupun secara materi.

2. Tidak Kompeten

Pada April 2016, Ibu Ira memeriksakan kondisi nya ke Rs. XX di daerah Bandung. Beliau mengeluhkan bahwa perutnya telah sakit selama akhir-akhir minggu ini. Kemudian Dokter Ryan memeriksa ibu Ira. Setelah memeriksa keadaan ibu Ira, dokter Ryan merasa tidak terlalu memahami apa penyakit yang dialami ibu Ira, kemudian ia hanya memberikan obat untuk meredam rasa sakit diperutnya. Dan setelah beberapa jam, ibu Ira meminum obat dari dokter Ryan, perutnya masih terasa sakit seperti sebelumnya.

Kritik :

Dokter Ryan tidak kompeten didalam bidangnya karena ia tidak benar-benar memahami apa yang dialami oleh ibu Ira. Sebelum memberikan resep obat untuk meredam rasa sakitnya, ia pun tidak berusaha untuk bertanya terlebih dahulu kepada dokter lain dan malah mengambil tindakan hanya sebatas memberikan obat peredam rasa sakit saja, padahal sakit nya itu masih berkelanjutan. Hal ini menyebabkan dokter Ryan sebenarnya telah melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 7a dimana dokter Ryan tidak kompeten di dalam bidangnya.

3. Membongkar Rahasia Pasien

Tanggal 23 Juni 2016, Pak Munawar mengalami rasa sakit di kepalanya hingga ia jatuh pingsan. Pak Munawar adalah seorang CEO di perusahaan ternama di Jakarta. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan, diketahuilah bahwa Pak Munawar terkena penyakit kanker otak. Beberapa hari kemudian, ada seorang kaki tangan pesaing dari Pak Munawar yang bernama Pak Jauhari datang menemui dokter yang menangani Pak Munawar. Kemudian Pak Jauhari bertanya kepada dokter tersebut apa yang diderita oleh Pak Munawar dan dokter itu pun menceritakan secara detail apa yang dialami oleh pasiennya itu tanpa bertanya lebih dahulu siapakah Pak Jauhari tersebut.

Kritik :

(8)

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

Merupakan pedoman bagi dokter Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran.

Tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal 19 April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

Kode Etik Kedokteran Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Indonesia.

Dan sebagai bahan rujukan yang dipergunakan pada saat itu adalah Kode Etik Kedokteran Internadional yang telah disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar Ikatan Dokter Sedunia ke 22, yang kemudian disempurnakan lagi pada MuKerNas IDI XIII, tahun 1983.

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter. Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standard profesi yang tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingandan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

(9)

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk insani. Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

(10)

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik. Pasal 17

(11)

Daftar Pustaka

http://blogfityu.blogspot.co.id/2009/04/tugas-pelanggaran-kode-etik-profesi.html

www.mikroskil.ac.id/~erwin/etika%20profesi/03.ppt

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dismenore merupakan suatu ketidaknyamanan yang dirasakan wanita pada saat menstruasi yang terjadi tanpa tanda

Kayu yang memiliki penyusutan tinggi pada umumnya adalah jenis yang mempunyai dinding serat yang tebal dan kayu kumea batu mempunyai diding serat yang sangat tebal yaitu rata-rata

meni ning ngka katk tkan an ke kema mamp mpua uan n me meng ngen enal al hu huru ru$ $ ad adal alah ah ka kare rena na me meto tode de in ini i da dapa patt

Peningkatan kemampuan komunikasi, pemecahan masalah, dan self-efficacy siswa SMP melalui pendekatan problem-centered learning dengan strategi

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi ion kalsium pada saliva sebelum, sesudah mengunyah 3 menit, dan setelah 5 menit perlakuan pada kelompok

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas anugerah dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Potensi Risiko Financial Statement Fraud Menggunakan

Tujuan diterapkan analisis terhadap suatu sistem adalah untuk mengetahui alasan mengapa sistem tersebut untuk menjadi sumber daya yang akan berlebihan serta membantu

Pada penelitian ini, model sistem memristor kubik orde empat diformulasi dari hukum sirkuit Kirchhoff dan hukum induksi Faraday dengan menggunakan mem- duktansi yang