• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi kerasionalan swamedikasi kandidiasis vaginal [``Keputihan``] oleh wanita penggunjung Apotek di Yogyakarta periode Agustus 2006 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi kerasionalan swamedikasi kandidiasis vaginal [``Keputihan``] oleh wanita penggunjung Apotek di Yogyakarta periode Agustus 2006 - USD Repository"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Maria Goretti Listyananingtyas NIM : 038114067

FALKUTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Maria Goretti Listyananingtyas NIM : 038114067

FALKUTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2006

(3)

Oleh :

Maria Goretti Listyananingtyas NIM : 038114067

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal 27 Januari 2007 dan dinyatakan memenuhi syarat

Mengetahui :

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Rita Suhadi, M.Si., apt

Pembimbing I : Aris Widayati, M.Si., Apt ... Panitia Penguji :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt ... 2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes ...

ii

(4)
(5)

(Pengkotbah 3 : 11)

Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari

besok

(Matius 6 :34)

Semua yang terjadi di dalam hidupku, ajarku menyadari Kau slalu sertaku. Brihatiku slalu bersyukur padaMu karna rencanamMu indah bagiku

(lagu Bapa Surgawi)

Karya tulis ini kupersembahkan untuk :

Yesus yang Maniez atas berkat dan penyelengeraannya yang indah,

Mama, papa, dan adik2q tercinta atas doa dan dukungan selama ini,

Dodi, untuk kasih, perhatian, dan bantuan selama ini

Mas Antok, mas Benny dan mas Hima untuk doa dan semangat selama ini

Almamaterku tercinta

(6)
(7)

cenderung dilakukan oleh wanita jika dibandingkan dengan pria baik untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga maupun kesehatan diri sendiri. Wanita lebih sering melakukan swamedikasi menggunakan obat tanpa resep (OTC) untuk mengatasi penyakit ringan yang dialami baik oleh dirinya sendiri maupun anggota keluarga yang lain.Kandidiasis vaginalispaling sering disebabkan oleh Candida albicans, penyebab yang lain yaitu Candida glabrata, Candida tropicalis, dan Saccharomyces cerevisiae.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi kerasionalan swamedikasi dengan menggunakan obat antijamur vaginal (“keputihan”) oleh wanita pengunjung apotek di kota Yogyakarta periode Agustus 2006. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan deskriptif evaluatif. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuisioner. Data yang diperoleh diolah secara analisis deskriptif dan dievaluasi kerasionalan penggunaan obatnya berdasarkan 4 parameter, yaitu kesesuaian (appropriateness), efektifitas (effectiveness), keamanan (safety), kenyamanan (convenience).

Berdasarkan hasil kuisioner terhadap 120 subyek penelitian, hasil evaluasi yang diperoleh yaitu swamedikasi yang dilakukan oleh responden belum memenuhi parameter appropriateness yaitu sebanyak 64,17% responden belum pernah periksa ke dokter sebelumnya, 75,83% responden belum pernah didiagnosis kandidiasis vaginal oleh dokter, sebanyak 70,83% responden bukan pertama kali mengalami keputihan, dan sebanyak 37,70% responden mengenali gejala keputihan dari banyak dan kentalnya lendir yang putih atau kekuningan yang keluar. Sedangkan hasil terapi yang dilakukan responden telah memenuhi parameter effectiveness yaitu berdasar data bahwa 66,39% membaik dan sebanyak 28,69% gejalanya menghilang; menurut parameter safety, yaitu sebanyak 90,83% responden tidak mengalami efek samping obat yang mereka gunakan. Terapi yang dilakukan telah memenuhi parameter convenience yaitu berdasar data sebanyak 88,33% responden merasa harga obat cukup terjangkau, sebanyak 75,00% merasa puas melakukan swamedikasi dan sebanyak 89,17% merasa nyaman dengan obat antijamur vaginal yang mereka gunakan.

Kata kunci : antijamur vaginal tanpa resep, kandidiasis vaginal, evaluasi kerasionalan.

(8)

medication tends to be done by women than men to solve family or their own health problems. Women are often do self-medication using over the counter drug (OTC) to cure minor illness experienced by themselves or other family members. Vaginal candidiasis is often caused by Candida albicans, other causes are Candida glabrata, Candida tropicalis, and Saccharomyces cerevisiae.

This research is performed in order to evaluate self-medication rationality using vaginal antifungal (“keputihan”) by women drug store customers in Yogyakarta during August 2006. This research is an observational research with descriptive-evaluative scheme. The device used for this research is questioner, and the data collected in this research is processed with descriptive analysis and the drug use rationality would be evaluated based on four parameters that are appropriateness, effectiveness, safety, convenience.

Based on the result of the questioner to 120 subject, the evaluation result achieved is that the self-medication done by the respondents has not fulfilled the parameter of appropriateness, 64.17% respondents have not been examined by doctor before, 75.83% respondents have not been diagnosed for vaginal candidiasis by doctor, 70.83% respondents not experience their first time vaginal candidiasis, and 30.70% respondents recognize the symptoms of vaginal candidiasis from the amount and thickness of the white or yellowish secret. Meanwhile, the therapy result done by the respondents has fulfilled the parameter of effectiveness that is 66.39% are getting better and 28.69% lost the symptoms. Based on safety parameter, 90.83% respondents have not experienced any side effects caused by the drugs. Based on convenience parameter, 88.33% respondents assume that drugs’ price is achievable, 75.00% respondents are satisfied doing self-medication, and 89.17% respondents feel comfortable with the vaginal antifungal drug.

Keyword: vaginal antifungal, vaginal candidiasis, rationality evaluation

(9)

skripsi yang berjudul “Evaluasi Kerasionalan Swamedikasi Kandidiasis Vaginal (“Keputihan”) Oleh Wanita Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta Periode Agustus 2006”.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Falkutas Farmasi dan dosen penguji yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini serta memberikan saran dan masukan yang berharga,

2. Ibu Aris Widayati M.Si., Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan petunjuk, saran dan masukan yang berharga selama proses penyusunan skripsi,

3. Ibu Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga,

4. BAPEDA Propinsi DIY dan BAPEDA Kotamadya Yogyakarta yang berkenan memberikan ijin penelitian kepada penulis,

(10)

dukungan dan doa yang tak pernah terhenti,

7. Dodi Rosyid atas perhatian, cinta, dukungan, semangat, pengorbanan dan segala bantuan yang telah diberikan selama ini,

8. mas Antok, mas Benny, mas Hima untuk kasih sayang, dukungan dan perhatiannya,

9. mbak Depot, mas Oky Jelly, mas Oppie & mas Arie Mamen atas bantuan dan dukungannya selama berjuang bersama hingga akhir,

10. Vian, Nia, Silih, Devi, Anien, Komank, Titin, Rosa, sahabat-sahabat terbaikku untuk canda, tawa dan kebersamaan selama ini.

11. Ratna, sahabat dan rekan kerjaku untuk kerjasama, dukungan, semangat dan bantuan selama kuliah sampai akhir skripsi kita. Maaf kalau selama ini banyak terjadi kesalahan dan kekhilafan.

12. Anak-anak kelompok praktikum C terutama C3 : Vera, Tata, Ratih, Bod-bod,

Rosa, Vian untuk kekompakan, canda dan bantuan selama praktikum, membuat laporan, pre-test, post-test selama ini.

13. Star Otopia Crew : mas Dewo, mba Iin, mba Ulil, mas Danang, , mas Ronald, mbak Ucuz, mas Vincent, mbak Novi, mbak Siska atas dukungan dan semangat yang diberikan.

(11)

keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat ntuk menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Februari 2007

Penulis

(12)

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... iii

HALAMAN MOTTO ………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….………... v

INTISARI ………... vi

ABSTRACT ………... vii

KATA PENGANTAR………...………... viii

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ………... xv

DAFTAR GAMBAR ………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xviii

BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang Penelitian ………... 1

1. Permasalahan …………...………... 5

2. Keaslian Penelitian ………... 6

3. Manfaat Penelitian ………... 7

B. Tujuan Penelitian ………... 8

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ……… 10

A. Swamedikasi ……….. 10

(13)

Terbatas, Obat Wajib Apotek/OWA) ………... 14

B. Infeksi Jamur Pada Vagina (Vaginal candididasis) ……... 15

1. Anatomi dan Fisiologi Vagina ………... 15

2. Definisi dan Etiologi ………... 17

3. Epidemologi ………... 18

4. Patofisiologi ………... 19

5. Faktor Resiko pada Wanita ………... 20

6. Gejala, Tanda Klinis dan Penegakan Diagnosis ………... 21

7. Penatalaksanaan ………... 22

C. Obat Antijamur untuk Vaginal candidiasis ………... 24

1. Golongan Azol ………... 25

2. Ampoterisin B ………... 25

3. Flusitosin ………... 25

4. Nistatin ………... 26

5. Antijamur Topikal untuk Vaginal candidiasis ……...…... 26

D. Teori tentang Perilaku Manusia ………... 27

1. Teori Perilaku ………... 27

2. Motivasi ………... 27

3. Pengetahuan ………. 28

(14)

2. Drug Therapy Problems ……….. 30

F. Keterangan Empiris ………... 33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………... 34

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………... 34

B. Definisi Operasional ………... 34

C. Subyek Penelitian ………... 36

D. Instrumen Penelitian ………... 36

E. Lokasi Penelitian ………... 39

F. Jalannya Penelitian ………... 40

G. Kesulitan Penelitian ………... 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 44

A. Karakteristik Responden ………... 44

1. Umur Responden ………... 44

2. Pendidikan Terakhir Responden ………... 45

3. Jenis Pekerjaan Responden ……….. 46

4. Status Perkawinan Responden ………. 47

B. Perilaku Swamedikasi Menggunakan Obat Antijamur Vaginal yang Dilakukan Responden ……… 48

(15)

Antijamur Vaginal ………... 56

3. Tindakan Pemilihan dan Penggunaan Obat Antijamur Vaginal yang Dilakukan Responden ………... 59

C. Evaluasi Kerasionalan Swamedikasi Menggunakan Obat Antijamur Vaginal yang Dilakukan Responden ………. 70

1. Kesesuaian (appropriateness) ………. 70

2. Efektifitas (effectiveness) ……….…… 76

3. Keamanan (safety) ………... 78

4. Kenyamanan (convenience) ………... 80

D. Rangkuman Pembahasan ……… 84

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 89

A. Kesimpulan ………... 89

B. Saran ………... 90

DAFTAR PUSTAKA ………... 91

BIOGRAFI PENULIS ………... 117

(16)

... 12

Tabel II. Rincian pertanyaan dalam kuisioner ... 37

Tabel III. Panduan pertanyaan wawancara ... 39

Tabel IV. Tingkat pendidikan terakhir responden ... 46

Tabel V. Jenis pekerjaan responden …... 47

Tabel VI. Pengetahuan responden tentang kandidiasis vaginal ... 48

Tabel VII. Pengetahuan responden tentang produk obat antijamur vaginal yang digunakan ... 52

Tabel VIII. Motivasi responden dalam menggunakan obat antijamur vaginal ... 58

Tabel IX. Tindakan pemilihan obat antijamur vaginal yang dilakukan responden ... 60

Tabel X. Merek obat modern untuk kandidiasis vaginal yang biasa digunakan oleh responden ... 64

Tabel XI. Merek obat tradisional untuk kandidiasis vaginal yang biasa digunakan oleh respoden ... 64

(17)

Gambar 2, Distribusi umur responden ………... 44 Gambar 3. Status perkawinan responden ………... 47 Gambar 4. Sumber informasi responden tentang kandidiasis vaginal …... 51 Gambar 5. Sumber informasi responden tentang produk obat antijamur vaginal

yang digunakan ………... 54 Gambar 6. Sumber informasi responden tentang komposisi, indikasi,

kontraindikasi, aturan/ cara pakai, efek samping obat antijamur vaginal ………... 55 Gambar 7. Jenis obat antijamur vaginal yang digunakan oleh responden ….. 63 Gambar 8. Merek obat antijamur vaginal yang biasa digunakan oleh responden

……….………... 63 Gambar 9. Frekuensi responden membeli obat antijamur vaginal …….……. 69 Gambar 10. Tempat responden membeli obat antijamur vaginal ……...…… 70 Gambar 11. Responden yang pernah periksa ke dokter ………..…... 71 Gambar 12. Responden yang pernah didiagnosis kandidiasis vaginal oleh dokter

………... 72 Gambar 13. Responden yang pertama kali mengalami kandidiasis vaginal ... 72 Gambar 14. Gejala-gejala yang dirasakan responden selama 2 minggu

terakhir…... 75

(18)

penggunakan obat antijamur vaginal ... 79 Gambar 17. Keterjangkauan harga obat antijamur vaginal menurut responden

………... 80 Gambar 18. Kisaran harga obat antijamur vaginal yang dibeli oleh responden

………...…... 81 Gambar 19. Kepuasan responden dalam melakukan swamedikasi ………….. 82 Gambar 20. Kenyamanan responden dalam menggunakan produk obat antijamur

vaginal ………... 83

(19)

Lampiran 2. Rekap hasil wawancara dengan apoteker …………... 100 Lampiran 3. Kuisioner penelitian ………... 110 Lampiran 4. Hasil uji reliabilitas ………... 114

(20)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Kandidiasis vaginal atau lebih popular dengan istilah “keputihan” adalah penyakit ringan yang umum terjadi pada wanita. Menurut Shivo, Ahonen, Mikander, Hemminki (2000a) kandidiasis vaginal menyerang pada hampir 75% wanita selama hidupnya dan sekitar 40-50% adalah kasus kekambuhan.

Gejala-gejala yang muncul di vagina adalah hal yang paling diperhatikan oleh wanita yang berada diusia reproduksi dan yang semakin tua dibandingkan masalah kesehatan yang lain. Gejala-gejala yang muncul pada vagina terjadi pada wanita sepanjang masa hidupnya baik sudah menikah atau belum, aktif secara seksual ataupun tidak, homoseksual ataupun herteroseksual, dan premenopouse ataupun postmenopouse. Diperkirakan sebanyak 90% wanita yang memiliki masalah vaginal seharusnya mengalami salah satu dari 3 infeksi vagina yang paling umum terjadi, yaitu bacterial vaginosis (BV), vaginal candidiasis, dan trichomoniasis. Infeksi yang terjadi dapat juga merupakan campuran infeksi dari berbagai agen penyebab di atas (Shimp, 2002).

Infeksi vaginal umumnya termasuk masalah kesehatan yang ringan. Sebagian besar wanita melakukan diagnosis, dan swamedikasi dengan mencoba produk antijamur vaginal yang digunakan tanpa resep saat mereka mengalami infeksi vaginal. Wanita juga melakukan perawatan sendiri untuk penyakit bukan infeksi pada vaginal, sebagai contoh vaginal dryness. Banyak wanita yang

(21)

menggunakan douches (sediaan bilas vagina) untuk menjaga kebersihan vagina, tapi mereka belum tentu mengetahui tentang kondisi normal vagina dan konsekuensi penggunaan douches yang tidak perlu. Oleh karena itu, pasien dan tenaga kesehatan perlu mengerti tentang penyakit pada vagina untuk menginformasikan dan membuat keputusan yang tepat saat melakukan swamedikasi (Shimp, 2002).

Sebanyak 80-92% kasus kandidiasis vaginal disebabkan oleh Candida albicans, penyebab kandidiasis vaginal yang lain yaitu Candida glabrata, Candida tropicalis, dan Saccharomyces cerevisae. Dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan kasus kandidiasis vaginal yang disebabkan oleh nonCandida albicans. Peningkatan ini terlihat dari banyaknya penggunaan antijamur tanpa resep dan terapi dengan obat golongan azol (Shimp,2002).

(22)

Dalam pelaksanaan swamedikasi untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan yang ringan dimasyarakat luas, wanita lebih cenderung melakukan tindakan swamedikasi baik untuk dirinya sendiri maupun bagi anggota keluarganya dibandingkan dengan pria. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Consumer Healthcare Products Association di Amerika Serikat. Dari penelitian ini terlihat bahwa dalam melakukan swamedikasi populasi wanita dewasa lebih banyak daripada pria dan persentase tersebut semakin bertambah pada wanita dengan semakin bertambah usia. Sebanyak 82% wanita dan 71% pria mengakui menggunakan Obat Tanpa Resep (OTR) untuk mengobati penyakit ringan yang sering mereka alami (Anonim, 2002). Penelitian lain yang dilakukan di kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa sebanyak 74,5% wanita melakukan swamedikasi menggunakan obat demam bagi anak mereka untuk mengatasi demam pada anak (Rinukti & Widayati, 2005).

(23)

Di Indonesia data tentang kandidiasis vaginal masih merupakan data yang terpisah-pisah antara pola penyakit dan pola penatalaksanaannya. Penelitian ini dilakukan dengan subyek wanita pengunjung apotek di kota Yogyakarta yang membeli obat antijamur vaginal tanpa resep selama bulan Agustus 2006. Subyek penelitian ini dipilih berdasarkan data di atas yang menggambarkan perilaku swamedikasi paling banyak dilakukan oleh wanita, dan sebagian besar wanita melakukan swamedikasi untuk mengatasi penyakit yang dikenal sebagai keputihan.

Dalam praktek pelayanan kefarmasian, tanggung jawab dari farmasis adalah memastikan bahwa semua terapi obat yang dilakukan oleh pasien sesuai, efektif dan aman. Tanggung jawab farmasis ini akan tercapai dengan melakukan identifikasi, memberikan pemecahan masalah dan mencegah munculnya masalah yang timbul berkaitan dengan pemakaian obat (drug therapy problems). Salah satu manfaat evaluasi tersebut adalah dapat mencegah terapi obat yang tidak perlu atau tidak tepat, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas pelayanan pada pasien (Cipolle, 1998).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 992/MENKES/PER/X/1993 pasal 15 ayat 4 menyebutkan bahwa dalam upaya penggunaan obat yang benar oleh masyarakat, apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat (DepKes RI, 1996a).

(24)

menggunakan jasa farmasis sebagai sumber informasi dalam mengatasi masalah kesehatan yang ringan (Anonim, 2002)

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik dan memandang perlu untuk mengevaluasi kerasionalan swamedikasi kandidiasis vaginal oleh wanita pengunjung apotek di kota Yogyakarta sehingga memperoleh gambaran perilaku swamedikasi dan mengevaluasi kerasionalan penggunaan obat antijamur vaginal dengan 4 parameter kerasionalan, yaitu kesesuaian (appropriateness), efektifitas (effectiveness), keamanan (safety), kenyamanan (convenience).

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah :

a. seperti apa karakteristik (umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan) wanita pengunjung apotek di Kota Yogyakarta yang membeli obat antijamur vaginal tanpa resep?

(25)

c. seperti apa kerasionalan swamedikasi kandidiasis vaginal yang dilakukan oleh wanita pengunjung apotek di kota Yogyakarta, yang meliputi appropriateness, effectiveness, safety, convenience penggunaan obat antijamur vaginal yang dipilih.

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang sejenis dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Melisa (2004) dengan judul “ Pola Pemilihan dan Penggunaan Obat Pengurang Nyeri Haid Oleh Siswi di 5 SMU Kabupaten Bantul Tahun 2004”. Penelitian tersebut mengkaji pola perilaku siswi 5 SMU di Bantul dalam memilih dan menggunakan obat pengurang nyeri haid. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji pola perilaku swamedikasi yang dilakukan oleh wanita, sedangkan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya yaitu pada waktu, lokasi dan objek penelitian.

Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Shivo et al. (2000a) di Finlandia, dengan judul “Self-medication with Vaginal Antifungal Drugs : Physicians’s Experiences and Women’s Utilization Patterns”. Pada penelitian tersebut Shivo mengambarkan perilaku swamedikasi untuk mengatasi kandidiasis vaginalis dan juga melakukan evaluasi kerasionalan swamedikasi menggunakan obat antijamur vaginal berdasar parameter appropriateness sebagai salah satu contoh perilaku swamedikasi yang masih belum sesuai yang terjadi di Finlandia.

(26)

untuk kandidiasis vaginal di Finlandia. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu pada objek, waktu dan tempat penelitian.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan oleh Widayati (2006) dengan judul “Kajian Perilaku Swamedikasi Menggunakan Antijamur Vaginal (“keputihan”) oleh Wanita Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta Bulan Agustus 2006”. Penelitian tersebut juga meliputi penelitian dilakukan oleh Ratnaningtyas (2006) dengan judul “Hubungan Antara Motivasi dan Pengetahuan dengan Perilaku Swamedikasi untuk Penyakit Keputihan Oleh Wanita Penggunjung Apotek di Kota Yogyakarta Periode Agustus 2006”. Penelitian yang dilakukan Ratnaningtyas (2006) meneliti tentang hubungan antara motivasi dan pengetahuan dengan tindakan swamedikasi menggunakan antijamur vaginal oleh wanita penggunjung apotek di Kota Yogyakarta selama bulan Agustus 2006. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada permasalahan yang dikaji dalam penelitian.

3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah manfaat praktis, antara lain :

a. memberikan informasi dan dapat digunakan sebagai acuan bagi apoteker di apotek untuk meningkatkan rasionalitas perilaku swamedikasi menggunakan obat antijamur vaginal oleh wanita.

(27)

c. sebagai acuan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam penatalaksanaan kandidiasis vaginal yang rasional bagi wanita yang akan melakukan swamedikasi menggunakan obat antijamur vaginal.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji kerasionalan perilaku swamedikasi kandidiasis vaginal oleh wanita pengunjung apotek di kota Yogyakarta dengan 4 parameter yaitu appropriateness, effectiveness, safety, convenience.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi beberapa masalah yang terkait dengan perilaku swamedikasi kandidiasis vaginal oleh wanita pengunjung apotek di kota Yogyakarta, yaitu: a. mengetahui karakteristik (umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, status

perkawinan) wanita pengunjung apotek di Kota Yogyakarta yang membeli obat antijamur vaginal tanpa resep,

(28)
(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Swamedikasi (Self-medication)

Swamedikasi atau self-medication adalah bagian dari self-care. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1998, self-care didefinisikan sebagai “what people do for themselves to establish and maintain health present and deal with illnesses”, sedangkan swamedikasi didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan (termasuk produk herbal dan tradisional) oleh individu unutk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Sesuai dengan pernyataan bersama antara World Self-Medication Industry (WSMI) dan Federation International Pharmaceutical (FIP), self-medication atau swamedikasi didefinisikan sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri (FIP & WSMI,1999)

Penelitian perilaku terhadap timbulnya penyakit dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1993 menunjukkan beberapa tindakan yaitu sebanyak 5% “membiarkan”, 5% “diobati dengan cara sendiri”, 9% “diobati dengan obat tradisional atau jamu”, 63% “memakai obat yang dibeli bebas tanpa resep dokter”, dan 18% “pergi ke Puskesmas” (DepKes RI, 1993). Hasil ini tidak terlalu berbeda dengan survei di Amerika Serikat yang menjukkan bahwa dalam kurun waktu satu tahun, sebanyak 75% penduduk mengalami gejala atau merasa menderita sakit. Dari jumlah tersebut, diketahui sebanyak 65% “mengobati sendiri dengan obat

(30)

bebas”, 25% “pergi ke dokter”, dan 10% “tidak berbuat apa-apa” (Sartono, 1993). Data di atas menunjukkan bahwa persentase penderita yang melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi relatif tinggi.

Perilaku swamedikasi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang, pengalaman, sikap dalam mengatasi masalah kesehatan (doctor minded), demografi dan epidemologi, ketersediaan pelayanan kesehatan, ketersediaan produk obat tanpa resep, dan faktor sosial ekonomi (Holt and Hall, 1990). Perilaku swamedikasi ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data dari Consumer Healthcare Product Association di Amerika Serikat tahun 2002 menunjukan peningkatan penjualan obat tanpa resep dari tahun 1970-2000 (Anonim, 2002). Survei yang dilakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa terjadi peningkatan perilaku swamedikasi di kalangan masyarakat dengan beberapa parameter, yaitu :

a. tingkat kepuasan konsumen tehadap keputusan mereka sendiri dalam mengatasi masalah kesehatannya,

b. kecenderungan melakukan swamedikasi dengan obat tanpa resep untuk mengatasi symptom yang dirasakan dan penyakit umum yang diderita,

c. keyakinan bahwa obat tanpa resep aman digunakan apabila dipakai sesuai petunjuk, keinginan agar beberapa obat yang saat itu harus diperoleh dengan resep dokter, diubah menjadi tanpa resep,

(31)

Swamedikasi untuk gejala atau penyakit ringan yang dirasakan oleh penderita memberikan keuntungan, antara lain kepraktisan dan kemudahann melakukan tindakan pengobatan dan biaya yang dikeluarkan lebih murah (Rantucci, 1997). Beberapa keuntungan dan kerugian sehubungan dengan peningkatan perilaku swamedikasi terhadap penderita, dokter/ sarana pelayanan kesehatan, farmasis, pengambil kebijakan dan industri farmasi dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini (Shivo, 2000b).

Tabel I. Keuntungan Dan Kerugian Peningkatan Perilaku Swamedikasi (Shivo, 2000b)

Hemat waktu Kebiasaan menggunakan OTR Empowerment Adverse Drug Reaction (ADR) Ada indikasi yang tak terobati Pasien

Kenaikan biaya berobat Penurunan beban kerja Kehilangan kesempatan untuk

konseling dengan pasien Lebih banyak waktu unutk

menangani kasus penyakit berat

Berkurang peran Dokter / sarana pelayanan

kesehatan

Berkurangnya pendapatan

Farmasis Perannya lebih dibutuhkan di Apotek

Adanya konflik antara kepentingan dan bisnis

Pengambil kebijakan Menghemat biaya kesehatan masyarakat

Peningkataan konsumsi obat

dan pengkomersilan swamedikasi.

Industri farmasi Meningkatkan profit pada penjualan obat bebas

(32)

2. Swamedikasi Pada Wanita

Wanita dewasa cenderung lebih sering melakukan swamedikasi dibandingkan dengan pria, baik untuk mengatasi masalah kesehatan seluruh anggota keluarga maupun kesehatan diri sendiri. Sebanyak 82% wanita dan 71% pria mengakui menggunakan OTR untuk mengobati penyakit ringan yang sering mereka alami (Anonim, 2002). Sebuah penelitian di Yogyakarta menemukan bahwa sebanyak 74,5% wanita melakukan swamedikasi menggunakan obat demam bagi anak mereka untuk mengatasi demam pada anak (Rinukti & Widayati, 2005). Data yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa wanita dewasa lebih banyak melakukan swamedikasi dibandingkan dengan pria dewasa.

(33)

Penggunaan kontrasepsi juga merupakan kondisi khusus pada wanita yang perlu dipertimbangkan, karena interaksi obat yang potensial terjadi antara OTR dengan kontrasepsi (Anderson, 2002). Berbagai karakteristik terkait dengan penggunaan obat pada wanita tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus ketika melakukan swamedikasi dengan OTR.

3. Golongan Obat Untuk Swamedikasi (Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Wajib Apotek)

Penggolongan obat di Indonesia terdiri dari 6 golongan, yaitu : obat bebas, obat bebas terbatas, Obat Wajib Apotek (OWA), obat keras, psikotropika, narkotika (DepKes RI, 1996b).

Golongan obat yang dapat diperoleh tanpa resep adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan OWA, khusus untuk yang disebut terakhir adalah obat keras yang diserahkan tanpa resep dokter hanya oleh apoteker di apotek dan terbatas pada obat keras yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Obat Wajib Apotek (DepKes RI, 1996c).

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter untuk swamedikasi harus memenuhi kriteria, yaitu :

a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas usia 65 tahun,

b. swamedikasi dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit,

(34)

d. penggunaanya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia,

e. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk swamedikasi (DepKes RI, 1996d).

Obat Tanpa Resep bisa digunakan sendiri oleh masyarakat tanpa pengawasan tenaga kesehatan. Dalam rangka membantu masyarakat untuk melakukan swamedikasi secara aman dan rasional maka OTR harus memenuhi persyaratan diatas (DepKes RI, 1996a).

Di Indonesia OWA terbagi menjadi 3 golongan. Golongan OWA tersebut lazim disebut OWA No. 1,2 dan 3. Obat antijamur yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No. 1 adalah mikonazol, ekonazol, nistatin, dan tolnafat. Daftar Perubahan Golongan Obat No. 1, tolnafat sebagai obat luar untuk infeksi jamur dengan kadar sama atau kurang dari 1% diubah menjadi obat bebas. Obat antijamur topikal yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 adalah obat-obat yang mengandung isokonazol, ketokonazol, oksikonazol dan tiokonazol (Sartono, 1996).

B. Infeksi Jamur pada Vagina (Vaginal candidiasis)

1. Anatomi dan Fisiologi Vagina

(35)

(secret) yang dikeluarkan sebagai respon terhadap rangsangan seksual. Saat pubertas, dibawah pengaruh esterogen, vagina dibentengi oleh lapisan-lapisan epithelium yang bersisik, lapisan ini mengandung glikogen.

Dalam vagina yang matang terdapat koloni berbagai organisme. Bakteri Lactobacillus paling menonjol, sebanyak 90-95% dari flora vagina. Glikogen bekerja bersama bakteri Lactobacillus membentuk asam laktat yang berfungsi menjaga vagina berada pH asam, yaitu 4-4,5. Produksi hidrogen peroksida (H2O2)

oleh Lactobacillus dan pH yang asam merupakan perlindungan bagi vagina dari infeksi bakteri lain.

Bakteri anaerob lebih umum ada di vagina daripada aerob. Candida albicans dan Escherichia coli dapat juga diisolasi pada kejadian infeksi aktif pada 20% wanita. Setelah menopause, sistem pertahanan vagina melemah, jumlah Lactobacillus menurun, dan pH vagina meningkat (Shimp, 2002).

Vagina yang sehat setiap dari dibersihkan oleh lendir yang berfungsi sebagai pelicin (lubricant) saluran vagina. Vagina yang normal mengeluarkan lendir terdiri dari 1,5 g cairan vagina setiap hari. Cairan vagina ini tidak berbau, bening atau putih, dan kental atau lengket. Peningkatan pengeluaran lendir pada vagina normal selama masa ovulasi, selama kehamilan, setelah menstruasi dan rangsangan seksual atau emosi kemarahan.

Perubahan pengeluaran lendir vagina dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap terjadinya iritasi vagina (sebagai contoh : feminine hygiene deodorant products, vaginal douches, atau produk pembersih yang lain), produk kontrasepsi

(36)

2. Definisi dan Etiologi

Kandidiasis vaginal adalah penyakit infeksi jamur yang paling sering disebabkan oleh Candida spp yang terjadi secara superficial atau terlokalisasi pada vagina. Penyakit ini seringkali disebut vaginal candidiasis atau vulvaginal candidiasis (VVC) (Brown and Chin, 2002) atau vaginitis Candida albicans (Powderly and Mailey, 1992).

Sebanyak 80-92% kasus kandidiasis vaginal disebabkan oleh Candida albicans. Kandidiasis vaginal yang disebabkan oleh nonCandida albicans antara lain disebabkan oleh Candida glabrata, Candida tropicalis, dan Saccaromyces cerevisae (Shimp, 2002). Kasus kandidiasis vaginal yang disebabkan oleh Candida glabrata cenderung meningkat. Peningkatan ini kemungkinan disebabkan oleh pemakaian secara luas preparat obat antifungal vaginal tanpa resep untuk terapi jangka pendek, dan atau penggunaan jangka panjang untuk menjaga kekambuhan. Infeksi jamur pada vagina dapat disetai gejala (symptomatic) atau asymptomatic tetapi hasil kultur sekret vagina positif terdapat Candida,spp (Brown and Chin, 2002).

Genus kandida merupakan sel ragi uniseluler, genus ini terdiri dari 80 spesies, yang paling patogen adalah Candida albicans diikuti berturutan dengan Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida kefyr,

Candida guillermondii, dan Candida krusei (Soedarmadi,1997, cit., Darmani, 2003).

(37)

Jamur kandida memperbanyak diri dengan membentuk hifa semu (pseudohypa) yang merupakan rangkaian blastospora yang memanjang dan juga dapat bercabang-cabang (Jawetz, 1996). Jamur kandida dapat tumbuh dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5 (Mulyati, 1994, cit., Darmani, 2003).

Pada tubuh manusia jamur kandida merupakan jamur yang bersifat oportunis, yaitu dapat hidup sebagai saprofit tanpa menimbulkan suatu kelainan apapun tapi kemudian dapat berubah menjadi patogen dan menimbulkan penyakit kandidiasis bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang menimbulkan perubahan pada lingkungan vagina ( Darmani, 2003). Menurut Herman (2001) tempat paling umum terdapat Candida spp. adalah mulut, saluran anorektal, saluran kelamin dan kuku (dalam jumlah terbatas). Kandida juga dapat ditemukan di saluran pernafasan dan saluran pencernaan (Jawetz, 1996).

3. Epidemologi

(38)

dari 25 tahun. Kejadian pada usia sebelum menarki sangat jarang, kemudian meningkat secara nyata, dan mencapai puncaknya sampai usia menarki. Kandidiasis vaginal menyerang pada hampir 75% wanita selama hidupnya dan sekitar 40-50%-nya adalah kasus kekambuhan (Shivo et al., 2000a).

4. Patofisiologi

Infeksi jamur pada vagina paling sering disebabkan oleh Candida,spp, terutama Candida albicans. Kandida menginfeksi secara superfisial atau terlokalisasi (Brown and Chin, 2002). Manisfestasi kandidiasis vaginal merupakan hasil interaksi antara patogenesis kandida dengan mekanisme pertahanan vagina, yang berkaitan dengan faktor predisposisi (Darmani, 2003). Patogenesis penyakit dan bagaimana mekanisme pertahanan vagina terhadap kandida belum sepenuhnya dimengerti (Curry, 1994, cit., Darmani, 2003).

Jamur kandida bersifat dimorfik, sehingga pada tubuh manusia mungkin ditemukan dalam bentuk yang berbeda sesuai fasenya. Bentuk blastospora (blastoconida) merupakan bentuk yang bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan dan penyebaran, termasuk fase didalam aliran darah dan juga merupakan bentuk kolonisasi asimtomatik pada vagina (Sobel, 1999).

(39)

kandida disebut jamur oportunistik (Mulyati, 1994, cit., Darmani 2003). Menurut Herman (2001), infeksi terutama melalui kontak langsung (transmisi seksual) merupakan faktor yang tinggi pada kelompok aktif seksual.

Bentuk filamen kandida merupakan bentuk yang biasanya dapat dilihat pada penderita dengan gejala-gejala simtomatik. Bentuk filamen kandida dapat menginvasi mukosa vagina dan berpenetrasi ke sel-sel epitel vagina. Germinasi kandida ini akan meningkatkan kolonisasi dan memudahkan invasi ke jaringan.

Belum banyak diketahui bahwa enzim proteolotik, toksin dan enzim phospholipase dari jamur kandida dapat merusak protein bebas dan protein sel sehingga memudahkan kolonisasi dan invasi jamur. Jamur kandida dapat tumbuh di dalam sel, dan bentuk intraseluler ini merupakan pertahanan atau perlindungan terhadap pertahanan tubuh (Sobel, 1999).

5. Faktor Resiko Pada Wanita

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan resiko terjadinya kandidiasis vaginal antara lain pada wanita yang :

a. sedang hamil,

b. menggunakan kontrasepsi oral dengan estrogen dosis tinggi dan Estrogen Replacement Therapy (ERT),

c. sedang menstruasi, d. sudah menopause,

e. menderita diabetes mellitus (DM),

(40)

g. sedang dalam terapi dengan kortikosteroid secara sistemik, antineoplastik atau obat-obat immunosuppressant,

h. sering menggunakan pakaian dalam yang ketat dan tidak menyerap keringat, i. aktif secara seksual(Shimp, 2002).

Menurut penelitian yang telah dilakukan, 25-75% pasien mengalami infeksi kandidiasis vagina selama atau setelah terapi dengan antibiotik spektrum luas, seperti tetrasiklin, ampisilin/ amoksisilin, dan sefalosporin. Ini disebabkan penggunaan antibiotik spektrum luas menurunkan jumlah flora normal pada vagina, khususnya lactobacillus. Penurunan flora normal pada tubuh ini memungkinkan pertumbuhan organisme kandida secara berlebih (Shimp, 2002).

Pada orang yang aktif secara seksual, resiko terkena kandidiasis vaginal terkait dengan jumlah pasangan dan frekuensi aktivitas seksual. Ada dugaan, peningkatan resiko kandidiasis vaginal terkait dengan oral sex (Shimp, 2002). 6. Gejala, Tanda Klinis dan Penegakan Diagnosis

Gejala yang paling umum muncul pada kandidiasis vaginal adalah gatal. Gejala lain yang mungkin muncul pada kandidiasis vaginalis dan infeksi vaginal yang lain yaitu kemerahan pada vulva, bengkak, iritasi, dan rasa panas. Tanda klinis yang tampak adalah eritema, fissuring, sekret menggumpal seperti keju, lesi satelit dan edema (Shivo et al., 2000a).

(41)

mikroskopik dengan KOH 10% untuk mendeteksi blastospora dan pseudohifa. Kultur kandida terkadang tidak diperlukan, kecuali pada kasus kekambuhan atau kandidiasis vaginal terkomplikasi (Brown and Chin, 2002).

Walaupun gatal dan perubahan karakteristik lain biasa pada infeksi vagina oleh kandida, tapi gatal bukan merupakan gejala yang spesifik untuk kandidiasis vaginal. Pada beberapa pasien yang terinfeksi kandida, perubahan pada vagina yang terjadi sedikit atau tidak mirip dengan karakteristik perubahan pada umumnya. Gejala yang paling tepat untuk membedakan infeksi vagina oleh kandida dibanding infeksi bakteri (trichomoniasis) adalah munculnya bau menyengat pada lendir atau vagina (Shimp, 2002).

7. Penatalaksanaan

(42)

kandidiasis vaginal, mengalami kandidiasis berulang lebih dari 3 kali dalam setahun atau kambuh dalam waktu 2 bulan (Shimp, 2002).

a. Tujuan terapi

Tujuan terapi kandidiasis vaginal adalah terapi mengatasi gejala yang muncul, memberantas penyebab infeksi, dan mengembalikan flora normal vagina (Shimp,2002).

b. Strategi terapi

1) Terapi nonfarmakologis

Terapi nonfarmakologis dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi sukrosa dan karbohidrat khususnya untuk wanita yang pernah mengalami kandidiasis vaginal berulang, menghentikan penggunaan obat-obat yang diketahui dapat meningkatkan resiko kejadian infeksi, seperti kontrasepsi oral, antibiotika spektrum luas atau immunossupressants sebaiknya juga dihentikan dengan sebelumnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter/ apoteker (Shimp, 2002).

Terapi nonfarmakologis yang lain yaitu menghindari penggunaan sabun atau parfum vaginal untuk mencegah iritasi, menjaga agar area vaginal tetap bersih dan tidak lembab, dan menghindari penggunaan pakaian dalam yang ketat, dan minum minuman yogurt setiap hari diharapkan dapat mengurangi terjadinya kekambuhan kandidiasis vaginal khususnya untuk wanita yang pernah mengalami kandidiasis vaginal berulang (Ringdahl, 2000).

2) Terapi farmakologis

(43)

itrakonazol, flukonazol, dan nistatin (Brown and Chin, 2002). Semua jenis antifungi dari golongan azol tersebut mempunyai efikasi yang relatif sama (Hughes, 1998).

Kandidiasis vaginal memberikan respon terhadap terapi topikal menggunakan preparat krim atau suppositoria vaginal. Apabila respon topikal tidak bagus maka dapat diberikan terapi secara oral (Powderly and Bailey, 1992).

Beberapa sediaan vaginal tanpa resep yang tidak spesifik, termasuk yeast-gard (benzocaine dan resorcinol) dan tripelennamine juga tersedia tapi penggunaannya untuk mengatasi kandidiasis vaginal sangat jarang atau malah tidak pernah. Hal ini berkaitan dengan pemberian antijamur azol yang tepat secara nyata akan memberikan keuntungan, termasuk efikasi, meningkatkan kepatuhan pasien berkaitan dengan penggunaannya, sedikitnya reaksi iritasi lokal dan pendeknya waktu pengobatan. Produk yang tidak spesifik dan douches yang mengandung obat, lebih tepat jika digunakan untuk iritasi dan gatal-gatal pada vaginal atau vulvar. Sediaan ini harus digunakan dalam waktu yang terbatas dan atas nasehat tenaga kesehatan (Shimp, 2002).

C. Obat antijamur untuk Vaginal candidiasis

(44)

1. Golongan azol

Golongan azol ini terbagi 2 kelas yaitu imidazol dan triazol. Kedua kelas tersebut mempunyai spektrum dan mekanisme aksi yang sama. Golongan azol bekerja pada penghambatan biosintesis lipid jamur terutama ergosterol membran sel. Hal ini diakibatkan oleh penghambatan pada 14a- demetilasi yang membutuhkan P450 dari lanosterol jamur. Kelas triazol dimetabolisme lebih lambat dan mempunyai efek yang lebih sedikit pada sintesis sterol manusia dibandingkan kelas imidazol. Oleh karena itu, produk antifungi yang lebih dikembangkan adalah kelas triazol. Golongan azol terdiri dari butokonazol, klotrinazol, mikonazol, terkonazol, dan tiokonazol (Jawetz, 1994).

2. Ampoterisin B

Ampoterisin B pada kadar 0,1 – 0,8 mcg/ml secara in vitro menghambat Candida albicans, selain jenis jamur yang lain, akan tetapi penggunaan secara sistemik potensial timbul banyak efek samping. Ampoterisin mempunyai mekanisme kerja dengan cara terikat erat pada ergosterol membran sel jamur, kemudian membentuk pori-pori sehingga makromolekul dan ion-ion di dalam sel jamur hilang, menyebabkan sel lisis yang bersifat irreversible. Secara klinis direkomendasikan untuk kandidiasis sistemik misal meningitis candidiasis (Jawetz, 1994).

3. Flusitosin

(45)

digunakan dalam bentuk kombinasi dengan ampoterisin B untuk meningkatkan efek pada kandidiasis sistemik, dan memungkinkan pengurangan dosis ampoterisin (Jawetz, 1994).

4. Nistatin

Nistatin hanya berguna untuk kandidiasis vaginal dengan perparat oral, subkutan maupun vaginal. Secara struktur mirip dengan ampoterisin B dan mempunyai mekaisme kerja yang sama. Tablet vaginal mengandung nistatin 100.000 U disisipkan ke vagina sehari sehari sekali selama 2 minggu (Bennet, 2002).

5. Antijamur topikal untuk Vaginal candidiasis

Antijamur topikal efektif pada infeksi jamur superfisial, seperti kandidiasis vaginal. Efikasi penggunaan antijamur topikal untuk infeksi superfisialis, tidak hanya tergantung pada tipe lesi dan mekanisme aksi obatnya, tetapi juga viskositas, hidrofobisitas, dan tingkat keamanan formulasinya. Obat yang punya aksi keratolitik terkadang berguna sebagai terapi tambahan, seperti salep Whitfield (Bennet, 2002).

(46)

D. Teori tentang Perilaku Manusia 1. Teori Perilaku

Notoatmodjo (1993) mendefinisikan perilaku manusia sebagai hasil refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, presepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian, pada realitasnya sulit dibedakan gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang, gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor lain diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio budaya masyarakat, dan sebagainya. Perilaku merupakan respon dari seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya dan perilaku seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi dan tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1997).

Perilaku kesehatan menurut Gochman (cit., Smet, 1994) yaitu sifat-sifat seperti kepercayaan, harapan motivasi, nilai-nilai, presepsi, dan unsur kognitif lain, karakteristik kepribadian termasuk afektif, status emosional dan sifat individu, aksi dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan perawatan kesehatan, perbaikan kesehatan, dan peningkatan kesehatan. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam maupun dari luar (Sarwono, 1997).

2. Motivasi

(47)

tujuan. Secara definitif motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Sumber yang mendorong terciptanya suatu kebutuhan tersebut dapat berasal dari lingkungan sekitarnya (Dharmmesta dan Handoko, 2000).

3. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, yang secara nyata terkandung di otaknya. Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran, presepsi, konsep dan fantasi terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca inderanya (Dharmmesta dan Handoko, 2000). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian terdahulu terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 1993).

4. Teori Aksi

Teori aksi yang juga dikenal teori bertindak (action theory), pada mulanya dikembangkan oleh Max Weber. Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atau suatu obyek stimulus atau situasi tertentu (Ritzer, 1983, cit Sarwono, 1997).

(48)

stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Secara skematis teori aksi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

INDIVIDU

STIMULUS Pengalaman TINDAKAN

Persepsi Pemahaman penafsiran

Gambar 1. Teori aksi menurut Weber (Ritzer, 1983, cit., Sarwono, 1997). E. Pharmaceutical Care

1. Definisi dan Konsep

Sistem health-care (perawatan kesehatan) di seluruh dunia selalu mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi dimana saja dan kapan saja, dan selalu menghasilkan hal baru. Banyak orang menemukan bahwa keadaan health-care di Amerika dan beberapa tempat lain mengalami banyak permasalahan. Permasalahan yang timbul ini dapat diklasifikasikan dalam tiga hal : akses, biaya dan kualitas (Cipolle, 1998).

Pharmaceutical care didefinisikan praktek yang dilakukan oleh farmasis secara bertanggung jawab terhadap semua kebutuhan pengobatan pasien (drug related needs) (Pal, 2002). Praktek pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) ditujukan untuk menyelesaikan masalah mengenai penggunaan obat dengan berorientasi pada pasien (Cipolle, 1998).

(49)

(effective), dan aman (safe). Tanggung jawab farmasis ini akan tercapai dengan melakukan identifikasi, memberikan pemecahan masalah dan mencegah munculnya masalah yang timbul berkaitan dengan pemakaian obat (drug therapy problems). Jika kondisi ini tercapai, maka tanggung jawab farmasis berubah, yaitu memastikan bahwa pasien tersebut patuh terhadap instruksi-instruksi dalam terapi (Cipolle, 1998).

Berdasarkan filosofi pharmaceutical care, tanggung jawab farmasis meliputi tiga hal, yaitu :

a. meyakinkan bahwa terapi obat yang dilakukan pasien sesuai dan membawa hasil yang paling efektif, aman dan dapat dilakukan kapan saja,

b. mengidentifikasi, memberi pemecahan masalah dan mencegah drug therapy problems yang mungkin terjadi,

c. meyakinkan bahwa tujuan terapi dapat tercapai dan hasilnya optimal.

Tanggung jawab ini menuntut farmasis untuk siap dan cakap dalam proses pembuatan keputusan yang merujuk pada hasil yang konsisten, sistematik, komperehensif dan berdasar pada alasan yang kuat (Cipolle, 1998).

2. Drug Therapy Problems

(50)

mulai mencari bantuan dari tenaga profesional yang terpercaya untuk mencapai tujuan terapi yang baik dan meminimalkan efek terapi yang buruk (Pal, 2002).

Kunci keberhasilan seorang farmasis dalam mengidentifikasi drug therapy problems dan membuat rencana terapi yang tepat untuk tiap individu adalah pasien itu sendiri. Untuk mencapai keberhasilan tersebut seorang farmasis harus memperoleh informasi yang lengkap dan spesifik dari pasien. Hubungan yang baik antara farmasis dan pasien seperti di atas diperlukan untuk menentukan pemahaman, harapan, dan kepedulian pasien mengenai terapi obat (Cipolle, 1998).

Drug-related needs mencakup semua hal yang berkaitan dengan kebutuhan pasien dalam pengobatan. Kepedulian, harapan, atau kurangnya pemahaman termasuk dalam drug-related needs yang dapat identifikasi oleh farmasis. Jika drug-related needs tidak sesuai, maka hal ini akan menyebabkan munculnya drug therapy problems. Oleh karena itu, farmasis harus mengidentifikasi kebutuhan pasien dalam pengobatan sejak dini sehingga farmasis benar-benar tahu terapi apa yang paling tepat diberikan untuk individu tersebut (Cipolle, 1998).

(51)

terapi obat, harapan mereka dengan melakukan terapi, dan kepedulian yang mereka miliki.

Informasi yang detail tentang pasien penting bagi farmasis untuk menentukan kebutuhan seorang pasien dalam pengobatan dan menentukan apakah seorang pasien mampu untuk mengikuti penyelesaian yang dibuat oleh farmasis. Dengan tanggung jawab yang dimiliki oleh farmasis, seorang farmasis harus merubah drug-related needs menjadi sebuah penyelesaian bagi pasien harus bisa mencegah timbulnya masalah yang sama di kemudian hari (Pal, 2002).

Untuk melaksanakan tanggung jawab di atas, farmasis dapat memulainya dengan menilai kesesuaian indikasi (appropriateness), efektifitas (effectiveness), keamanan (safety), dan kenyamanan (convenience) semua obat yang digunakan dalam terapi dalam segala kondisi (Cippole, 1998).

(52)

F. Keterangan Empiris

(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional (non eksperimental) dengan rancangan deskriptif evaluatif. Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental karena tidak memberikan perlakuan langsung kepada subyek uji dan tidak dilakukan intervensi dan manipulasi data. Data diperoleh dengan menggunakan kuisioner.

B. Definisi Operasional

1. Evaluasi kerasionalan adalah penilaian ketepatan swamedikasi dalam terapi kandidiasis vaginal menggunakan obat antijamur vaginal yang diukur menurut parameter appropriateness, effectiveness, safety, dan convenience.

2. Swamedikasi kandidiasis vaginal adalah pengobatan kandidiasis vaginal menggunakan obat antijamur vaginal yang dapat dibeli tanpa resep di apotek, yang meliputi obat modern, dan obat tradisional. Contoh obat modern adalah ketokonazol, sedangkan obat tradisional adalah ekstrak daun Piper battle. 3. Responden adalah wanita pengunjung apotek di Kota Yogyakarta yang

membeli obat antijamur vaginal tanpa resep selama bulan Agustus 2006.

4. Perilaku adalah hasil refleksi dari gejala kejiwaan responden terhadap penyakit keputihan yang dialaminya yang terdiri dari pengetahuan, motivasi dan tindakan yang dilakukan.

(54)

5. Motivasi adalah besarnya dorongan responden untuk melakukan swamedikasi dengan menggunakan obat antijamur vaginal, meliputi latar belakang dan tujuan penggunaan obat.

6. Pengetahuan adalah tingkat pemahaman yang dimiliki oleh responden tentang penyakit kandidiasis vaginal dan pemahaman tentang obat antijamur vaginal yang digunakan.

7. Tindakan adalah aksi yang dilakukan responden sebagai respon terhadap penyakit keputihan yang dialaminya, dipengaruhi oleh pengetahuan dan motivasi. Tindakan meliputi kemauan memilih, alasan memilih dan menggunakan, jenis dan merek, frekuensi membeli, dan tempat membeli obat antijamur vaginal yang digunakan.

8. Kesesuaian (appropriateness) adalah kecocokan antara penyakit kandidiasis vaginal dengan penatalaksanaan yang dilakukan dan indikasi obat yang digunakan.

9. Efektifitas (effectiveness) adalah kemampuan obat antijamur vaginal untuk menghilangkan penyakit yang timbul, yang diukur dari menghilang atau membaiknya gejala yang dirasakan responden.

10. Keamanan (safety) adalah minimalnya potensi timbulnya adverse drug reaction (ADR) yang merugikan dari obat antijamur vaginal yang digunakan, meliputi munculnya efek samping atau keluhan lain yang menggangu dan munculnya interaksi obat.

(55)

keterjangkauan harga obat, kenyamanan penggunaan obat dan kepuasan pasien.

C. Subyek Penelitian

Untuk menentukan subyek penelitian, digunakan teknik pengambilan sample secara non-probabilitasaksidental. Teknik sampling aksidental merupakan teknik penentuan sampel dengan subyek yang secara kebetulan ditemukan dan memenuhi kriteria dalam penelitian (Sarwanto dan Kuntala, 2003). Kriteria subyek penelitian ini adalah wanita pengunjung apotek di Kota Yogyakarta yang membeli produk obat antijamur vaginal tanpa resep selama bulan Agustus 2006.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner atau angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada permasalahan. Kuisioner yang digunakan terdiri dari 4 pertanyaan tentang data diri responden, 43 pernyataan dan pertanyaan tentang pola perilaku penggunaan obat antijamur vaginal tanpa resep (meliputi: pengetahuan, motivasi dan pemilihannya) dan hal-hal yang berkaitan dengan kerasionalan penggunaan obat (meliputi appropriateness, effectiveness, safety dan convenience).

(56)

Pada bagian kedua kuisioner, pertanyaan bersifat tertutup yaitu menggunakan skala Likert. Responden diharapkan memilih salah satu alternatif jawaban dari 4 alternatif yang disediakan pada setiap pernyataan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Pernyataan-pernyataan pada bagian ini bersifat favorable dan unfavorable untuk melihat konstistensi jawaban responden. Skor untuk pertanyaan yang bersifat favorable adalah 4 untuk SS, 3 untuk S, 2 untuk TS , dan 1 untuk STS. Sedangkan skor untuk pertanyaan yang bersifat unfavorable adalah 4 untuk STS, 3 untuk TS, 2 untuk S , dan 1 untuk SS (Hadi, 1991). Menurut Hadi (1991) modifikasi skala Likert dari 5 pilihan menjadi 4 pilihan dilakukan untuk menghilangkan kelemahan yang terkandung dalam 5 pilihan skala, yaitu adanya jawaban ditengah memiliki arti ganda (responden belum dapat memberi jawaban atau netral) dan mungkin juga menimbulkan kecendurungan menjawab pilihan jawaban ditengah terutama bagi mereka yang masih ragu-ragu dalam memberi jawaban.

Pertanyaan semi terbuka ada pada bagian ketiga dalam kuisioner ini. Pada bagian ini disamping alternatif jawaban juga disediakan tempat untuk memberikan jawaban secara bebas.

Tabel II. Rincian pertanyaan dalam kuisioner

No Pernyataan tentang Nomor Keterangan

1. Pengetahuan penyakit :

a. Definisi b. Penanganan c. Makna :

1) Tidak ditularkan secara seksual 2) Dapat kambuh

d. Gejala-gejala

e. Sumber informasi tentang penyakit keputihan

(57)

Tabel II. Lanjutan

2. Pengetahuan obat :

a. Merek-merek b. Komposisi/ zat aktif c. Indikasi

d. Kontraindikasi e. Aturan dan cara pakai f. Efek samping

g. Sumber informasi tentang obat

13

1) Untuk mengobati keputihan 2) Menyembuhkan keputihan b. Latar belakang :

1) Mampu mengenali gejala keputihan 2) Menghemat biaya

3) Tidak mengetahui merek yang cocok 4) Ragu terhadap kemanjuran obat 5) Adanya informasi dari media iklan

1

1) Berdasar bukti kemanjuran

2) Selalu menggunakan merek yang sama 3) Berdasar iklan

b. Alasan memilih dan menggunakan :

1) Tidak yakin dengan obat yang dipilih karena belum memeriksakan diri ke dokter

2) Lebih hemat 3) Lebih aman

4) Sudah paham aturan dan cara pakai c. Jenis obat keputihan yang digunakan d. Merek obat keputihan yang digunakan e. Frekuensi membeli obat keputihan f. Tempat membeli obat keputihan

19

5. Parameter kerasionalan : a. appropriateness :

1) Sebelumnya pernah periksa ke dokter

2) Sebelumnya pernah didiagnosis keputihan oleh dokter 3) Keputihan yang dialami saat ini untuk pertama kalinya 4) Gejala-gejala yang dialami selama 2 minggu terakhir b. effectiveness : perubahan gejala yang dialami setelah

meggunakan obat keputihan yang dibeli

c. safety : efek samping atau keluhan lain yang mengganggu setelah menggunakan obat

d. convenience :

1) Harga obat cukup terjangkau 2) Puas mengobati sendiri

3) Bentuk sediaan yang digunakan terasa nyaman

(58)

Selain dari kuisioner yang disebarkan, evaluasi kerasionalan yang dilakukan juga didasarkan pada wawancara yang dilakukan dengan Apoteker Pengelola Apotek (APA), dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dan dokter spesialis kulit dan kelamin. Berikut ini merupakan tabel panduan pertanyaan untuk wawancara tersebut.

Tabel III. Panduan Pertanyaan untuk Wawancara

Panduan wawancara Parameter

Apoteker :

1. Pendapat dan tindakan apoteker jika responden melakukan swamedikasi pada initial therapy dan kasus kambuhan untuk mengatasi kandidiasis vaginal.

2. Obat antijamur yang biasa direkomendasikan selama 1 tahun terakhir dan efektifitasnya.

3. Pelaksanaan monitoring hasil terapi dan munculnya keluhan dari pasien berkaitan efek samping atau interaksi obat.

4. Munculnya kelihan dari pasien berkaitan kenyamanan penggunaan obat.

1. Pendapat dan tindakan dokter jika responden melakukan swamedikasi pada initial therapy dan kasus kambuhan untuk mengatasi kandidiasis vaginal.

2. Gejala dan tanda yang biasa digunakan untuk membedakan kandidiasis vaginal dengan infeksi vagina yang lain (berkaitan dengan diagnosis).

appropriateness

appropriateness

E. Lokasi Penelitian

(59)

sebanyak 95 apotek, sedangkan sebanyak 8 apotek lainnya sudah tutup atau pindah, dan sebanyak 7 tidak bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.

F. Jalannya Penelitian 1. Orientasi

Orientasi dilakukan untuk mengambil data-data awal yang akan digunakan untuk merancang desain penelitian. Berdasarkan orientasi yang dilakukan apotek yang ada di Kota Yogyakarta sebanyak 110 apotek.

2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Dilakukan pembuatan kuisioner kemudian uji validitas dan pemahaman bahasa kuisioner. Uji validitas yang dilakukan adalah validitas content atau isi untuk memenuhi salah satu syarat ketepatukuran suatu alat ukur. Uji validitas content yang dilakukan berdasarkan pada professional judgement. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan di 11 apotek di Kota Yogyakarta yang juga merupakan anggota dari populasi penelitian. Hadi (1991) mendefinisikan validitas sebagai tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut.

(60)

digunakan adalah koefisien Alpha Cronbach. Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan koefisien reliabilitas yang diperoleh sebesar 0, 913. Dari data koefisien reliabilitas yang diperoleh maka dapat dikatakan kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini sudah reliabel.

3. Penetuan responden

Dari sebanyak 110 apotek yang ada, responden pada penelitian ini adalah wanita yang menggunjungi 95 apotek di kota Yogyakarta selama bulan Agustus 2006 yang membeli obat antijamur vaginal tanpa resep karena apotek yang bersedia untuk berpartisipasi pada penelitian ini hanya sebanyak 95 apotek..

4. Penyebaran kuisioner

Kuisioner yang akan disebarkan diserahkan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) di masing-masing apotek yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Kuisioner disebarkan pada pengunjung wanita yang membeli obat antijamur vaginal tanpa resep selama bulan Agustus 2006 di masing-masing apotek dan dikembalikan oleh responden pada saat itu juga agar tidak ada masalah dalam pengembalian, sehingga diharapkan kuisioner yang diisi responden akan semuanya kembali.

(61)

5. Rekapitulasi data kuisioner

Rekapitulasi data kuisioner dilakukan setelah semua kuisioner terkumpul. Kuisioner yang terisi sebanyak 157 bendel namun yang terisi dengan lengkap sebanyak 120 bendel.

6. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan berdasarkan hasil rekapitulasi data kuisioner dengan metode statistik deskriptif. Metode statistik deskriptif ini dilakukan dengan teknik perhitungan persentase. Dari tiap pernyataan yang telah dikelompokkan, dibuat persentase untuk masing-masing jawaban dan dilakukan interpretasi dari persentase jawaban yang diperoleh.

Pada bagian pertama peneliti melihat kecenderungan jawaban dengan menjumlahkan persentase jawaban responden yaitu S+SS dan ST+STS. Setelah diperoleh persentase, dan dilakukan interpretasi data maka dilakukan penarikan kesimpulan. Pada bagian kedua, untuk pertanyaan yang dapat dijawab lebih dari satu jawaban (pertanyaan nomor 26, 31, 38 dan 39) persentase dihitung dengan mengelompokkan dan menjumlahkan jawaban responden pada tiap-tiap butir pilihan jawaban kemudian dibagi dengan total keseluruhan jawaban responden pada pertanyaan tersebut dan dikalikan dengan 100%.

G. Kesulitan Penelitian

(62)
(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Umur Responden

Pada penelitiaan ini umur responden dibagi dalam tiga kategori. Responden dengan umur kurang dari 16 tahun, responden dengan umur 16-56 tahun, dan responden dengan umur lebih dari 56 tahun.

0.83%

99.17% 0.00%

<16 TH 16-56 TH >56 TH

Gambar 2. Distribusi umur respoden

Hasil di atas menujukkan wanita yang membeli obat antijamur vaginal sebagian besar adalah wanita yang berada pada usia produktif, yaitu sekitar 16-56 tahun (99,17%). Tingginya jumlah responden pada kisaran umur ini terjadi karena pada usia produktif wanita cenderung akan lebih memperhatikan kesehatan dan fungsi organ kewanitaannya. Faktor yang mungkin mempengaruhi perilaku ini yaitu vagina merupakan salah satu organ vital bagi wanita terutama saat ia berada pada usia produktif dan telah menikah. Secara umum, saat wanita yang masih aktif secara seksual mengalami perubahan pada organ vitalnya terutama gejala yang menggangu cenderung untuk segera melakukan usaha untuk mengatasinya. Salah satunya yaitu menggunakan obat antijamur vaginal untuk mengatasi

(64)

penyakit yang dialaminya. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu pada saat wanita berada dalam usia produktif, ia masih mengalami menstruasi, kemungkinan juga masih aktif secara seksual dan menggunakan kontasepsi, menurut Shimp (2002) hal-hal ini merupakan faktor yang meningkatkan resiko seorang wanita mengalami kandidiasis vaginal.

Kandidiasis vaginal merupakan penyakit yang umum diderita wanita. Oleh karena itu, mereka cenderung melakukan swamedikasi untuk mengatasi gejala keputihan yang mereka alami. Selain itu, dengan swamedikasi wanita mendapatkan kemudahan dalam melakukan tindakan pengobatan dan juga biaya yang dikeluarkan lebih murah.

Responden dengan umur di bawah 16 tahun sebanyak 0,00%. Ini terjadi karena wanita pada usia ini belum aktif secara seksual, tidak menggunakan alat kontrasepsi, dan tidak sedang hamil sehingga resiko untuk terkena kandidiasis vaginal relatif lebih kecil. Pada wanita yang berusia lebih dari 56 tahun resiko terkena kandidiasis vaginal juga relatif lebih kecil sehingga jumlah responden dengan umur di atas 56 tahun sangat sedikit (0,83%). Wanita dengan usia di atas 56 tahun biasanya sudah mengalami menopouse. Menurut Shimp (2002), menopouse merupakan salah satu faktor resiko yang dapat menimbulkan kandidiasis vaginal.

2. Pendidikan Terakhir

(65)

sebesar 8,33%, responden dengan tingkat pendidikan S2 dan SLTP jumlahnya sama, yaitu masing-masing sebesar 0,83%, dan responden yang tidak berpendidikan, SD dan S3 sebesar 0,00%.

Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SLTA dan S1, sedangkan responden yang tidak berpendidikan ataupun tingkat pendidikannya rendah (SD dan SLTP) jumlahnya sangat kecil atau tidak ada. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Holt and Hall (1990) bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku swamedikasi salah satunya adalah tingkat pendidikan, yang akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan kesadarannya dalam menjaga dan mempertahankan kesehatan.

Tabel IV. Tingkat pendidikan terakhir responden Tingkat Pendidikan Tidak Berpendidikan 0,00%

3. Pekerjaan Responden

(66)

akan berpengaruh pula pada besarnya penghasilan seseorang. Menurut Covington (2000), faktor ekonomi dapat mempertinggi posisi obat-obat tanpa resep untuk digunakan dalam proses pengobatan mandiri. Hal ini karena mahalnya biaya pengobatan ke dokter sehingga seseorang yang keadaan ekonominya tergolong rendah akan cenderung mengobati penyakitnya secara mandiri daripada berobat ke dokter. Peningkatan perilaku swamedikasi menggunakan obat antijamur vaginal dapat pula terjadi karena dipengaruhi faktor di atas.

Tabel V. Jenis pekerjaan responden

Pekerjaan Persentase

Wiraswasta 7,50%

Karyawan swasta 56,67%

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 1,67% Ibu Rumah Tangga (IRT) 16,67% Sekolah/ mahasiswa 5,00%

Tidak bekerja 12,50%

4. Status Perkawinan Responden

39.17%

60.83%

KAWIN TIDAK KAWIN

Gambar 3. Status perkawinan responden

(67)

adalah responden yang telah menikah, yaitu sebesar 60,83%, sedangkan responden yang belum menikah sebesar 39,17%.

Responden yang telah menikah lebih besar jumlahnya karena responden yang telah menikah memiliki faktor resiko yang lebih besar dari pada responden yang belum menikah. Pada responden yang telah menikah faktor resiko yang mungkin muncul yaitu kehamilan, penggunaan kontrasepsi, aktif secara seksual (meliputi frekuensi dan jumlah pasangan) dan menstruasi. Sedangkan untuk responden yang belum menikah faktor resiko terkena kandidiasis vaginal kemungkinan besar adalah saat ia menstruasi.

B. Perilaku Swamedikasi Menggunakan Obat Antijamur Vaginal 1. Pengetahuan Responden tentang Kandidiasis Vaginal dan Produk Obat

Antijamur Vaginal

Tabel VI. Pengetahuan responden tentang kandidiasis vaginal Persentase

No Pernyataan

Pengetahuan sts ts s ss

Kecenderungan (ss+s)/(ts+sts) 1. Definisi keputihan 0,83 4,17 65,83 29,17 Setuju 2. Penanganan

Gambar

Tabel I. Keuntungan Dan Kerugian Peningkatan Perilaku Swamedikasi (Shivo, 2000b)
Gambar 1. Teori aksi menurut Weber (Ritzer, 1983, cit., Sarwono, 1997).
Tabel II. Lanjutan
Tabel III. Panduan Pertanyaan untuk Wawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Learn to recognize the things that don’t really have much impact in your life. and allow yourself to let

Oleh panitia penyelenggara saya ditempatkan sekamar dengan orang yang tidak saya kenal yang berasal dari kota lain.. Sikap saya

Kontribusi Etos Kerja Guru Bahasa Arab terhadap Prestasi Belajar Bahasa Arab Siswa pada MAN 2 Model

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa paragraf merupakan bagian dari suatu karangan atau tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang saling bertalian

[r]

Sistem layanan mailbox pada penelitian ini berfungsi untuk mendapatkan sinyal wicara yang akan diolah pada proses speech to text format file yang diperoleh dari

Pada penelitian ini dilakukan penentuan se- lektivitas thiacrowIT ether jenuh dan tak jenuh ter- hadap logam transisi Hg dalam bentuk molekul HgCl2 yang dilakukan dengan met ode

Pengembangan kapasitas kelembagaan pada program Gerdu kempling di Kecamatan Pedurungan belum berjalan optimal, karena tidak semua variabel dalam pengembangan kapaistas