• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORBAN DATING VIOLENCE PADA MAHASISWA DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KORBAN DATING VIOLENCE PADA MAHASISWA DA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KORBAN DATING VIOLENCE PADA MAHASISWA

(DAMPAK PERENCANAAN KARIR DAN HUBUNGAN SOSIAL)

Faisal Nouval GE-HA

Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang amandamasyanouval@yahoo.co.id

Abstrak. Mahasiswa berada pada masa perkembangan remaja akhir dan dewasa dini, dimana merupakan masa untuk mencapai hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis, atau pacaran. Sebagian remaja menganggap pacaran adalah hal yang menyenangkan, meski tidak sedikit pula yang melewati romansa pacaran dengan berbagai pengalaman yang tidak menyenangkan seperti kekerasan. Kekerasan dalam pacaran telah banyak terjadi di Indonesia, dan memungkinkan pula terjadi di kampus tempat mahasiswa mengenyam pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dampak dan perencanaaan masa depan korban serta faktor penyeban pelaku kekerasan ditinjau dari perspektif teori Maslow dan perkembangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan landasan fenomenologis. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 7 orang mahasiswa diketahui bahwa mereka mendapatkan kekerasan emosi, seksual, fisik, dan ekonomi. Dampak dari kekerasan dalam pacaran cukup mempengaruhi perencanaan masa depan mereka, yang meliputi karir, hubungan khusus dengan lawan jenis dan juga hubungan pertemanan dengan lawan jenis.

Kata Kunci: Dating Violence, Dampak, Perencanaan Masa Depan

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa untuk mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya, baik laki-laki maupun perempuan. Biasanya remaja dalam masa ini akan lebih banyak berada dalam dunia pergaulannya dan kelompoknya. Masa remaja juga seringkali ”dibumbui” dengan hubungan khusus dengan lawan jenis, atau yang biasa kita sebut dengan ”pacaran”. Pacaran adalah hal yang menyenangkan bagi remaja. Namun, tidak sedikit pula yang melewati romantika pacaran dengan berbagai pengalaman yang tidak menyenangkan, terutama dalam hal mendapatkan perlakuan kasar dari sang pacar, baik perlakuan secara fisik maupun perlakuan secara psikis.

(2)

Umumnya pada saat berpacaran banyak terjadi hal-hal di luar dugaan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa aktivitas pacaran pelajar dan mahasiswa sekarang ini cenderung sampai pada tingkat yang terlalu jauh. Aktivitas pacaran tidak hanya sekedar ngobrol atau jalan bareng tetapi ciuman, pelukan, rabaan, petting, bahkan bersetubuh layaknya pasangan suami istri sudah merupakan hal biasa. Alasanya karena cinta, sayang, dan alasan lainnya. Atas dasar alasan-alasan tersebut pulalah apabila terjadi kekerasan dalam pacaran korban tidak mempermasalahkannya. Seringkali korban justru menyalahkan diri sendiri dan merasa pantas diperlakukan seperti itu sebagai hukuman atas ketidakmampuannya menjaga hubungan baik yang terjalin bersama pacarnya.

Murray (2006:10) mendefinisikan kekerasan dalam berpacaran sebagai ”penggunaan dengan sengaja taktik kekerasan dan tekanan fisik untuk mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan dan control terhadap pasangan intimnya”, sedangkan Zulfa (2004) menuliskan bahwa bentuk kekerasan dalam pacaran ada empat jenis, yaitu serangan terhadap fisik, mental/psikis, ekonomi, dan seksual. Hurlock (2004:246) menyebutkan bahwa rentang usia dewasa dini adalah antara umur 18-40 tahun. Usia dewasa dini merupakan masa ketegangan emosional, masa komitmen, dan masa ketergantungan. Dating violence tentunya berdampak sangat besar bagi korbannya. Entah secara fisik maupun psikis. Oleh karena itulah diperlukan penelitian menggunakan metode studi kasus terhadap korban-korban dampak-dampaknya dan perencanaan masa depan dari para korban tersebut meliputi perencanaan karir dan hubungan sosial.

METODE

(3)

Subyek Penelitian dimana yang menjadi sumber data dan subyek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Negeri Semarang dari berbagai fakultas dan tahun angkatan. Subyek penelitian berjumlah 7 orang mahasiswa UNNES. Pendekatan yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif dengan landasan fenomenologi, dimana penelitian ini merupakan studi tentang kesadaran dari perspektif pokok seseorang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didapat melalui tahap-tahap penetapan subyek penelitian, pembagian angket pada subyek penelitian, wawancara mendalam (in-depth interview), observasi, dan penggunaan dokumen.

Teknik Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif, dimana analisis data dalam penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu (Milles dan Huberman dalam Sugiyono, 2006:276). Teknik keabsahan data dilakukan melalui teknik triangulasi. Pemeriksaan keabsahan data dengan teknik triangulasi dilakukan dengan membandingkan suatu data dengan data yang lain (Moleong,2005). Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalan triangulasi sumber dan teknik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Setting Penelitian

Setting penelitian korban kekerasan dalam pacaran merupakan tempat tinggal yang terdapat peraturan, baik diterapkan secara ketat maupun tidak, disamping kurang keeratanya dalam tempat tinggal tersebut serta lebih pada penyerahan tanggung jawab pada diri masing-masing mahasiswa, yang nyatanya malah lebih sering diselewengkan daripada dijalani dengan baik dan benar.

Kekerasan yang Dialami

(4)

emosi, seksual, ekonomi dan fisik. Sedangkan Bunga mengalami kekerasan seksual, dan Zee mengalami kekerasan emosi.

Adapun dampak-dampaknya yaitu korban merasa kecewa terhadap pelaku, korban membenci pelaku, korban menyesal telah melakukan hal yang diinginkan pelaku, korban merasa nista pada dirinya sendiri, korban merasa tertekan dengan pemaksaan yang dilakukan pelaku, korban merasa trauma, takut, bahkan paranoid terhadap sesuatu/lawan jenisnya meski bukan mengenai pelaku, dan pemikiran korban terhadap lawan jenisnya sempat tergeneralisasi.

Bentuk Kekerasan

Kekerasan emosional berupa pertengkaran, pemaksaan yang berulang-ulang, sehingga menimbulkan rasa takut, rasa bersalah, tertekan, penyesalan, dan malu. Kekerasan fisik berupa tamparan pada wajah dan pukulan di bagian tubuh korban sehingga menimbulkan rasa sakit, nyeri, dan memar (berubah warna). Kekerasan seksual mulai dari pegangan tangan yang menjalar menjadi berpelukan, cium pipi, kening, leher (necking), dan alat kelamin. Selain itu terdapat ciuman kering dan basah, rabaan, dan melakukan hubungan seksual (intercourse). Kekerasan ekonomi berupa pemaksaan untuk mengeluarkan uang demi kesenangan pelaku misanya, minta makan, dibelikan baju, dibelikan sesuatu, nginep di hotel yang mewah.

Kontak verbal langsung berupa perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip. Sedangkan perilaku non-verbal langsung berupa melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh perpeloncoan fisik atau verbal.

Pembahasan

Perencanaan Masa Depan

(5)

ingin terpenuhi karena subyek merasa menutup diri dari lingkungan sosial pergaulanya, subyek kesulitan membuka diri pada lawan jenisnya.

Perencanaan Karir

Peran kebutuhan pengaktualisasi diri terhadap kebutuhan akan rasa aman berada dalam kekerasan emosi dimana subyek melakukan sikap membiarkan dan menganggapnya hal yang lazim dalam pacaran. Kebanyakan dari mereka siap dalam menghadapi hubungan baru jika hubungan lama mereka berakhir karena kekerasan emosi. Meski ada juga subyek yang merasa kurang bisa membuka diri pada lawan jenis.

Kekerasan fisik yaitu adanya perasaan kecewa, takut, trauma, hingga paranoid. Selain itu adapun wujud perasaan itu dilakukan dengan diam sejenak namun tetap kembali pada pelaku. Subyek lebih berfikir bahwa mengalah adalah hal terbaik dan kekerasan fisik yang diterima belum tentu seutuhnya kesalahan dari pelaku, namun subjek juga berperan dalam kekerasan yang dialaminya.

Kekerasan seksual lebih mengarah pada perasaan kecewa, trauma, takut pada pelaku, dan paranoid pada orang lain, malu dan ”jijik” ketika melihat orang lain sedang melakukan hal yang sama seperti dirinya. Kekerasan ekonomi lebih pada tertekan hatinya dan pusing terhadap segi ekonomis korban karena harus selalu menuruti apa yang diinginkan pelaku.

Faktor Pelaku Melakukan Dating violence dilihat dari perspektif kebutuhan fisiologis biasanya Seseorang yang punya kebiasaaan melakukan kekerasan terhadap pasangannya akan cenderung mengulangi lagi, karena hal itu sudah menjadi bagian kepribadiannya, sebagai cara penyelesaian konflik atau masalah. Kemudian pada masa dewasa awal dalam Santhrock (2002: 91) terdapat perilaku seksual yang memaksa dimana beberapa individu memaksa orang lain untuk melakukan kegiatan seksual.

Kebutuhan Keamanan dan Rasa Aman

(6)

karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal jender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.

Kebutuhan Sosial

Memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung menyukai kesendirian dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat mendalam. Berdasar hasil analisis tersebut, Maslow menyusun sejumlah kualifikasi yang mengindikasikan karakteristik pribadi-pribadi yang telah beraktualisasi yaitu cemburu yang berlebihan seperti mencurigai setiap tindakan sosial yang anda lakukan, kontrol diri yang labil misalnya, emosi tinggi, atau emosi yang "naik-turun" dengan cepat, mengolok-olok, mencaci, membentak. Hal ini cenderung menyebabkan intimidasi, mengancam melakukan tindakan kekerasan seperti akan memukul, menampar, mengisolasi sehingga membuat anda tidak leluasa bersosialisasi, menjauhkan anda dari lingkar pertemanan.

Kebutuhan Harga Diri

Pria percaya bahwa mereka berhak mengontrol pacarnya, mereka harus berani melakukan kekerasan fisik supaya terlihat jantan. Pria bisa kelihatan lembek kalau terlalu perhatian ke pacarnya. Sementara perempuan yakin kecemburuan pacarnya itu tanda romantis dan perempuanlah yang bertanggung jawab menyelesaikan masalah dalam pacaran. Menganggap pasangan sebagai barang yang bebas diapa-apain juga menjadi pemicu. Akarnya rasa posesif itu sendiri kemudian termanifestasi dalam kekerasan.

(7)

harga diri dan pengakuan diberikan oleh orang lain. Akibatnya rasa harga diri hanya muncul selama orang lain mengatakan demikian, dan hilang saat orang mengabaikannya. Situasi tersebut tidak akan terjadi pada self esteem tipe atas. Pada tingkat ini perasaan berharga diperoleh secara mandiri dan tidak tergantung kepada penilaian orang lain.

Teori perkembangan terdapat konsep peran seks dewasa (Hurlock,2004: 267) yaitu konsep tradisional menekankan suatu pola perilaku tertentu yang tidak memperhitungkan minat dan kemampuan individual. Peran-peran ini menekankan superioritas maskulin dan tidak dapat mentolerir setiap sifat yang memberi kesan kewanitaan atau pekerjaan yang dianggap pekerjaan wanita.

Kebutuhan Aktualisasi Diri dan Pemenuhan Diri

Setiap orang ingin mengaplikasikan semua talenta yang dimiliki. Dengan bekerja maka individu memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan semua kemampuan yang dimilikinya atau dengan kata lain bekerja memungkinkan seseorang untuk dapat mengaktualisasikan dirinya. Lewat pekerjaan, menghasilkan suatu karya cipta dan akan memperoleh pengakuan atau hasil karya tersebut, sehingga akan semakin memiliki diri yang positif dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

Ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan), dan iri hati (menurut korban perempuan). Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban perpeloncoan karena penampilan yang menyolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan, dan tradisi.

(8)

Faktor Korban Menerima Dating Vioelence

Pertama kebutuhan fisiologis, minat seks dan perilaku seks dilakukan untuk menguasai tugas perkembangan yang penting dalam pembentukan hubungan–hubungan baru dan yang lebih matang dengan lawan jenis dan dalam memainkan peran yang tepat dengan seksnya. Hal ini diperoleh dari minat remaja dan keingintahuan tentang seks. Remaja pun untuk mendapatkan tujuannya bisa dengan melakukan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu, atau bersanggama.

Pola heteroseksual, sekarang ini waktu berkencan lebih cepat dimulai dengan generasi sebelumnya. Berkencan mempunyai banyak tujuan dalam kehidupan remaja selain itu dengan kecenderungan mendirikan kos-kosan dalam lingkungan perguruan tinggi, dengan mengendornya pembatasan waktu berkunjung serta pengawasan yang kurang ketat untuk masuk kos-kosan antara lawan jenis, maka kebiasaan hidup bersama sebelum menikah menjadi suatu pola yang diterima oleh remaja yang lebih besar. Dan para mahasiswa akan menikmati kebebasan yang lebih karena jauh dari pengawasan orang tua secara langsung. Juga terdapat peningkatan dalam kehidupan komunal yang mengikuti gaya hidup kebudayaan. Ada banyak alasan untuk mengikuti pola yang baru bahwasanya adanya keyakinan bahwa hal ini harus dilakukan karena semua orang melakukannya. Sekarang dianggap benar dan normal atau paling sedikit diperbolehkan, bahkan hubungan seks sebelum menkah dianggap benar apabila orang saling terlibat saling mencintai dan saling terikat. Senggama yang disertai kasih saying lebih diterima apalagi hanya sekedar bercumbu melepakan nafsu. Remaja saat ini mengganggap bahwa ungkapan cinta dan perasaan kasih sayang apapun bentuknya adalah baik sejauh kedua pasangan saling tertarik, selain itu hubungan seks dilakukan karena orang lain pun melakukannya demi kesenangan dan peristiwa sosial.

(9)

menikah, oleh karena itu ada anggapan berkencan sebagai kesempatan untuk menjajagi beberapa pasangan kencan apakah ada diantara mereka yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan sebagai teman hidup di masa depan yang terutama ditekankan adalah persesuaian minat, temperamen, dan cara-cara mengungkapkan kasih sayang. Sifat-sifat yang sesuai tersebut membenarkan mereka melakukan cumbu yang berat, dan sanggama. Banyak remaja yang bermaksud cepat menikah memandang kencan sebagai cara percobaan atau usaha untuk mendapatkan teman hidup.

Kedua, kebutuhan sosial berupa cinta dan rasa memiliki (love and belonging needs), persahabatan, perasaan memiliki serta diterima dalam kelompok akan cinta Ketika kita menginginkan sebuah persahabatan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan yang lebih bersifat pribadi seperti mencari kekasih atau memiliki anak, itu adalah pengaruh dari munculnya kebutuhan ini setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi.

Ketiga kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri, berdasarkan data Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2005 tercatat sebanyak 20.391 kasus kekerasan terhadap perempuan. 3,82% diantaranya atau sekitar 635 kasus adalah Kekerasan Dalam Pacaran (Republika, 15 April 2006). Jumlah sebenarnya bisa jadi lebih banyak sebab korban enggan melaporkan kekerasan yang dialaminya. Mereka menganggap apa yang mereka alami adalah masalah pribadi yang tidak perlu diketahui orang lain. Selain itu pelaku umumnya mengancam korban agar tidak melaporkan kepada pihak yang berwenang karena takut akan sanksi hukum yang dapat menjerat mereka.

Kasus kekerasan yang tidak dilaporkan biasanya karena korban merasa takut akibat ancaman oleh pacar, atau karena iba karena pelaku memohon maaf sedemikian rupa, setelah melakukan kekerasan, sehingga korban percaya bahwa pelaku benar-benar menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi.

(10)

anak, mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, mencari kelompok sosial yang meyenangkan, dan belajar hidup dengan tunangan.

Disinilah menyebutkan bahwa berpacaran merupakan salah satu tugas perkembangan mahasiswa sebagai individu yang berada pada masa dewasa dini (awal). Dan melalui berpacaran individu-individu tersebut saling belajar hidup dengan pasangannya untuk bekal membina keluarga.

Pendekatan Kebutuhan

Menurut Teori Kebutuhan Maslow, kebutuhan manusia terbagi atas lima tingkatan. (Alwisol, 2004: 243-246)

Bagan 1. Hirarki Kebutuhan Maslow

Kebutuhan fisiologis

Teoritis: makan, minum, perumahan, seks, istirahat

Terapan: ruang istirahat, udara bersih, air untuk minum, cuti, balas jasa, jaminan sosial periode istirahat

Kebutuhan keamanan dan rasa aman Teoritis: perlindungan dan stabilitas

Terapan: pengembangan karyawan, kondisi kerja yang aman, serikat kerja, rencana senioritas, jaminan pensiun, asuransi

Kebutuhan sosial

Teoritis: cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dalam kelompok

Terapan: kelompok kerja formal dan informal, acara peringatan

Kebutuhan harga diri

Teoritis: status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasi

Terapan: kekuasaan, ego, promosi, hadiah, status, simbol,

Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri

Teoritis: penggunaan potensi diri, pengembangan diri

Terapan: menyelesaikan penugasan-penugasan yang bersifat

menantang, melakukan pekerjaan kreatif, pengembangan keterampilan

(11)

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ditemukan beberapa faktor penyebab pelaku melakukan dating violence pada korban dilihat melalui teori Maslow yakni kebutuhan fisiologis berupa perilaku seks, kebutuhan sosial berupa rasa kasih sayang dan cinta, kebutuhan akan harga diri berupa kekuasaan dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri melalui cara-cara yang dilakukan serta kebutuhan neurotik pelaku. Terdapat juga dalam teori perkembangan dewasa dini dalam rentang usia 18-40 tahun dimana terdapat konsep peran seks tradisional yang peran-peran ini menekankan superioritas maskulin dan tidak dapat mentolerir setiap sifat yang memberi kesan kewanitaan atau pekerjaan yang dianggap pekerjaan wanita.

Daftar Pustaka

Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press

Boeree. George. 2007. Personality Theoris. Yogyakarata: PRISMASOPHIE Brewer, Pamela. 2006. Kekerasan Emosional Dalam Pacaran, Diam-Diam

Mematikan. Jakarta : Kompas 2006. Available at

http://denmasagoenk.wordpress.com/2007/11/19/kekerasan-dalam-pacaran/ (diunduh 17/10/2012)

Hurlock, Elisabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Komnas Perempuan. 2006. Kekerasan Terhadap Perempuan. Available at www. republika -wordpress.com (diunduh 15/08/2012)

Moleong, Lexy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung : Rosdakarya.

Murray, Jill. 2006. But I Love Him (Mencegah Kekerasan dan Dominasi Rasanya dalam Berpacaran). Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development. Jakarta : Erlangga

(12)

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Tim Kompas.2005. Kekerasan Dalam Berpacaran. Available at www.kompas-wordpress.com (diunduh 17/10/2012)

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya perilaku yaitu tidak mengintimidasi dan berperilaku kasar, setiap karyawan pada PT Samolindo Metal berjaya memperlakukan pihak lain baik pihak internal maupun

Dengan variasi pengambilan sampel dan variasi diameter kolom yang digunakan, dapat dilihat bahwa semakin dekat jarak dan semakin besar diameter kolom yang digunakan

Pada kasus ini, pasien mengalami mual dan muntah, pasien diberikan antiemetik untuk mengatasi terjadinya mual dan muntah, menurut guideline terapi untuk menangani mual

Pada sisi yang lain, globalisasi di bidang kultur, politik, ekonomi, pengetahuan---meskipun fenomena ini tidak bisa diidentikkan dengan imperialisme atau bentuk

Terjadinya penurunan material mudah larut pada proses pengeringan dan diikuti dengan peningkatan bahan tidak terlarut tetapi berpotensi untuk difermentasi, dan penurunan

Adapun pengertian penempatan menurut Suwatno (2003:138) mendefinisikan bahwa Penempatan karyawan adalah untuk menempatkan karyawan sebagai unsur pelaksana pekerjaan pada

kesalahan dalam menuliskan nomor kode bidang studi karena bidang studi ini akan menjadi dasar penilaian oleh LPTK dalam pelaksanaan sertifikasi guru melalui PPGJ...

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, bahwa subjek S 9 sudah mampu membaca soal dengan benar dan pelafalan katanya pun tepat, sehingga tidak terjadi