Penulis dilahirkan di Kerinci pada tanggal 18 Februari 1990 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Muzalmi dan Ibu Heddy Yafni. Riwayat pendidikan penulis antara lain :
SDN 102/III Sungai Bendung Air periode 1996-2002 SMPN 1 Kayu Aro periode 2002-2005
SMAN 2 Sungai Penuh periode 2005-2008
Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB)
Selama masa studi penulis juga aktif di organisasi mahasiswa intra–kampus periode tahun 2008–2010 anggota FSI IBNU SINA Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila).
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk Ayahanda dan Ibunda
tercinta
Agoes, R. 2005. Entomologi Medik. Fakultas Kedokteran Unpad. Jatinangor. hlm 343.
Aminah, N.S. Sigit,S. Partosoedjono,S. Chairul. 2001. S. lerak, D. metel dan E. prostata sebagai Larvasida Aedes aegypti. Cermin Dunia Kedokteran No. 131 Depkes RI. 2007. INSIDE ( Inspirasi dan Ide) Litbangkes P2B2 vol II : Aedes
aegypti Vampir Mini yang Mematikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.
Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Iindonesia 2010. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. hlm 367.
Depkes RI. 2011.Pemberantasan Demam Berdarah Membutuhkan Komitmen Semua Pihak.www.depkes.go.id. Diakses tanggal 16 Maret 2012
Dinata, A. 2009. Mengatasi DBD dengan Kulit Jengkol. www. miqraindonesia. blogspot.com. Diakses tanggal 16 September
Djakaria, S. 2004.Pendahuluan Entomologi.Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-3.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. hlm 343.
Gunawan, D. Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta
Hafil. 2011.Fitkom-Fraksinasi. www.wikipwdia.com. Diakses 07 november 2011 Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Institut Teksnologi Bandung. Bandung
Hoedojo, R. dan Zulhasril. 2004.Insektisida dan Resistensi. Parasitologi
Kedokteran Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hoedojo, R. dan Zulhasril. 2004.Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku Nyamuk.
Sastrohamidjojo,H. 2004.Kimia Minyak Atsiri.Gadjah Mada University Press. ISBN 979-420-551-6. Yogjakarta.
Syamsuhidayat, S.1991.Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI. Jakarta
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi tumbuhan obat-obatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 447 Hlm.
Tribun Lampung. 2012. 440 Kasus DBD Ditemukan di Bandar Lampung.
http://lampung.tribunnews.com/. Diakses tanggal 16 Maret 2012
Ware, G., D. Whitacre. 2004.The Pesticide Book. University of Minnesota. Ohio. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta
Wijaya, L.A. 2008. Daya Bunuh Ekstrak Kecubung Wulung (Datura matel) Terhadap Larva Aedes aegypti. perpustakaan.uns.ac.id. Diakses tanggal 26 maret 2012
World Health Organization. 2005. Guidelines For Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvicides. WHO/CDS/WHOPES/GCDPP/2005.13.
III. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat berbeda. Proses ekstraksi dan fraksinasi laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan uji efektivitas larvasida dilakukan dilakukan di Laboratrium Parasitologi Fakultas Kedokteran, pada bulan Maret-April 2012.
C. Populasi dan Sampel
31
a. Kriteria Inklusi
1) LarvaAedes aegyptiyang telah mencapai instar III 2) Larva bergerak aktif
b. Kriteria Eksklusi
1) Bukan larva bebas
c. Besar Sampel
Berdasarkan acuan WHO (2005), maka pada penelitian ini dibutuhkan total larva sebanyak 480 larva dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1: Jumlah Total Sampel
Perlakuan Jumlah larva x
jumlah pengulangan
Total
Kontrol (-) : 0% 20 larva x 4 80 larva
Perlakuan I : 0,25% 20 larva x 4 80 larva Perlakuan II : 0,50% 20 larva x 4 80 larva Perlakuan III : 0,75% 20 larva x 4 80 larva
Perlakuan IV : 1% 20 larva x 4 80 larva
D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat
Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah : a. Alat Untuk Preparasi Bahan Uji
2. Kain kasa 3. Gelas plastik
4. Sangkar nyamuk berukuran 40 x 40 x 40 cm b. Alat Untuk Pembuatan Larutan Uji
Ekstraksi
1. Timbangan 2. Blender 3. Toples Fraksinasi
1. Alat penguap vakum putar/rotary evaporator(Buchi) 2. Erlenmeyer
c. Alat Untuk Uji Efektifitas 1. Pipet larva
2. Pipet tetes
3. Batang pengaduk 4. Gelas ukur 250 ml
5. Kontainer atau gelas plastik
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
a. batang kecombrang(Etlingera elatior),
b. ethanol 96 %
33
d. Larutan n-heksana
e. Pelet kelinci.
E. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Identifikasi Variabel
Variabel pada penelitian ini terdiri atas : a. Variabel Bebas
Berbagai konsentrasi fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) dengan lima taraf konsentrasi yaitu 0 %, 0,25 %, 0,5 %, 0,75 % dan 1 %.
b. Variabel Terikat
Kematian larvaAedes aegyptiinstar III.
2. Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar penelitian lebih spesifik maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :
Tabel 2. Definisi Operasional
Variabel Definsi
Efektivitas larvasida fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang(Etlingera elatior)
Efek fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) yang dapat dilihat dari jumlah larva yang mati
Ekstrak batang Kecombrang
(Etlingera elatior)
Batang Kecombrang (Etlingera elatior) yang telah dicuci dan dipotong-potong, dan diangin-anginkan diblender dan direndam selama 1x24 dengan pelarut ethanol sehingga diperoleh ekstrak batang Kecombrang
(Etlingera elatior)
fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang(Etlingera elatior)
dilarutkan dalam pelarut n-heksana
LarvaAedes aegyptiyang mati Larva yang tidak bergerak saat disentuh dengan jarum di daerah siphon atau lehernya. Larva yang hampir mati juga dikategorikan kedalam larva yang mati dimana ciri-ciri larva yang hampir mati adalah larva terebut tidak dapat meraih permukaan air atau tidak bergerak ketika air digerakkan (WHOguideline, 2005).
Larva instar IIIAedes aegypti Larva instar III berukuran 4-5 mm berumur tiga sampai empat hari setelah telur menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman (Sikka, 2009) masing kosentrasi dibuat dengan cara pengenceran. Pada penelitian ini dipakai konsentrasi 0,25%, 0,50%, 0,75%, 1% dan kontrol 0% yang kemudian akan dicari dosis subletalnya yaitu LC50yang akan ditentukan dengan analisis probit.
F. Prosedur Penelitian 1. Preparasi bahan uji
35
pengkolonisasian dan diberi makan pelet. Setelah usia larva mencapai instar III larva dipindahan dengan menggunakan pipet larva ke dalam gelas plastik yang berisi ekstrak batang Kecombrang(Etlingera elatior).
2. Pembuatan Larutan Uji
a. Pembuatan Ekstak Batang Kecombrang
Pembuatan ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) ini menggunakan batang Kecombrang (Etlingera elatior) yang didapat dari lingkungan sekitar tempat tinggal peneliti. Pelarutnya berupa ethanol 96 %. Batang Kecombrang (Etlingera elatior) sebanyak 20 g yang telah didapat kemudian dibersihkan dengan menggunakan air kemudian dicacah halus atau diblender kering (tanpa air). Setelah diblender potongan batang Kecombrang ditimbang terlebih dahulu baru kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah kering, potongan batang Kecombrang direndam selama 24 jam di dalam ethanol 96 % sebanyak 20 ml. Setelah direndam selanjutnya bahan tersebut disaring sehingga diperoleh hasil akhirnya berupa ekstrak Kecombrang dengan konsentrasi 100%.
b. Pembuatan Fraksi n-heksana Ekstak Batang Kecombrang
campuran larutan tersebut dikocok hingga tercampur sempurna, lalu didiamkan beberapa menit sampai terjadi pemisahan antara kedua larutan yaitu larutan n-heksan pada bagian atas dan larutan etanol pada bagian bawah. Kedua larutan tersebut dikeluarkan dan ditempatkan pada gelas erlenmeyer yang berbeda. Pencampuran dan pengocokan dilakukan berulang hingga larutan yang menggunakan pelarut n-heksan tampak jernih. Filtrat yang didapat merupakan larutan ekstrak etanol yang telah bebas senyawa nonpolarnya dan larutan fraksi heksan. Kedua larutan yang diperoleh kemudian dievaporasi sehingga diperoleh fraksi etanol yang telah bebas dari senyawa nonpolarnya dan fraksi heksan dalam bentuk kental.
EtOH Evavorasi
n-heksana 500ml Evavorasi
Gambar 9. Diagram Alir Prosedur fraksinasi n-heksana ekstrak batang kecombrang
3. Penentuan Konsentrasi Larutan Uji
Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan digunakan rumus V₁M₁ = V₂M₂.
Batang kecombrang kering
Ekstrak etanol (E-EtOH)
37
Keterangan :
V₁= Volume larutan yang akan diencerkan (ml)
M₁ = Konsentrasi fraksi n-heksan ekstrak batang Kecombrang yang
tersedia (%)
V₂= Volume larutan (air + fraksi ekstrak) yang diinginkan (ml)
M₂ = Konsentrasi fraksi n-heksan ekstrak batang Kecombrang yang akan
dibuat (%)
Tabel 3.Dosis Fraksi n-heksan Ekstrak Batang Kecombrang
M₁ V₂ M₂ V₁= V₂. M₂
batang Kecombrang (Etlingera elatior) dengan menggunakan pipet larva. Perlakuan menggunakan fraksi n-heksan ekstrak batang Kecombrang
(Etlingera elatior) hanya diberikan pada kelompok eksperimen sebanyak 250 ml pada tiap ulangan, sedangkan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan mengunakan air sumur dengan volume 250 ml pada tiap ulangan.
Masing-masing perlakuan berisi 20 larva Aedes aegypti instar III dengan jumlah pengulangan sebanyak 4 kali. Jumlah pengulangan berdasarkan pada WHOGuideline For Laboratory and Field Testing For Larvacide.
Menurut WHO (2005) pengukuran pada kelompok-kelompok sampel dilakukan dalam 24 jam dan peneliti membagi pencatatan waktu selama perlakuan yaitu dengan interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440 menit. Pengukuran berakhir pada menit ke 1440 dengan cara menghitung larva yang mati.
5. Menentukan Nilai LC50dan LT50
masing-39
masing waktu pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis Probit hingga diperoleh nilai LC50dan LT50.
G. Alur Penelitian
Untuk memperjelas proses penelitian, maka dibutuhkan diagram alur penelitian sebagai berikut
1. Uji Efektifitas
Gambar 10. Diagram Alir Uji Efek Fraksi n-heksana Ekstrak Batang Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai Larvasida
Tiap kelompok dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali
Diamati setiap menit
ke-5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 1440, 2880 dan 4320
Analisis
Hitung jumlah larva yang mati
Fraksi n-heksan Ekstrak batang Kecombrang (100%)
H. Pengolahan dan Analisis Data 1. ANOVA satu arah.
Untuk mengetahui adanya perbedaan antara perlakuan yang diberikan maka digunakan analisis ANOVA satu arah, tetapi bila sebaran data tidak normal atau varians data tidak sama dapat dilakukan uji alternatif yaitu uji Kruskal-Wallis. Uji ini bertujuan untuk mengetahui paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok perlakuan. Apabila pada uji tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna) yaitu p value< 0,05 maka dilakukan analisis post-hoc untuk mengetahui kelompok perlakuan yang bermakna. Ujipost-hocuntuk ANOVA satu arah adalah Bonferroni sedangkan untuk uji Kruskal-Wallis adalah Mann Whitney.
2. Uji Probit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecombrang( Etlingera elatior)
1. Klasifikasi
Untuk klasifikasi tanaman Kecombrang adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Etlingera
Spesies :Etlingera elatior(Jack)
2. Morfologi Kecombrang (Etlingera elatior)
Kecombrang merupakan jenis tanaman semak dengan tinggi 1-3 m, berbatang semu, tegak, berpelepah, membentuk rimpang dan berwarna hijau. Daunnya tunggal, lanset, ujung dan pangkal runcing tetapi rata, panjang daun sekitar 20-30 cm dan lebar 5-15 cm, pertulangan daun menyirip dan berwarna hijau. Bunga kecombrang merupakan bunga majemuk yang berbentuk bonggol dengan panjang tangkai 40-80 cm. Panjang benang sari ± 7,5 cm dan berwarna kuning. Putiknya kecil dan putih. Mahkota bunganya bertaju, berbulu jarang dan warnanya merah jambu. Biji kecombrang berbentuk kotak atau bulat telur dengan warna putih atau merah jambu. Buahnya kecil dan berwarna coklat. Akarnya berbentuk serabut dan berwarna kuning gelap (Syamsuhidayat, 1991).
11
3. Kandungan kimia tanaman Kecombrang (Etlingera elatior)
Kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman adalah saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri (Warta, 2008).
1. Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida atau glikosida Steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah (Harborne, 1996 ).
Keberadaan saponin sangat dapat ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Menurut Nio (1989), sifat-sifat Saponin adalah:
1. Mempunyai rasa pahit.
2. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil. 3. Menghemolisa eritrosit.
4. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi. 5. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan
hidroksisteroid lainnya.
7. Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati (Nio, 1989)
Berdasarkan struktur aglikonnya, saponin dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe steroida dan tipe triterpenoida.
a. Steroida
Saponin steroida terdapat pada tumbuhan monokotil maupun dikotil, contohnya diosgenin yang terdapat pada
Dioscorea hispidadan hecogenin yang terdapat padaAgave americana(Gunawan dan Mulyani, 2004).
b. Triterenoida
Saponin triterpenoida banyak terdapat pada tumbuhan dikotil seperti: gipsogenin terdapat pada Gypsophylla sp. dan asam glisiretat terdapat pada Glycyrrhiza glabra
(Gunawan dan Mulyani, 2004).
13
Gambar 4. Rumus bangun saponin
2. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat.
Beberapa fungsi flavonoid bagi tumbuhan adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, fitoaleksin merupakan komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi atau luka dan kemudian menghambat fungus menyerangnya, mengimbas gen pembintilan dalam bakteria bintil nitrogen (Yunilda, 2011).
Flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan rantai C3 yaitu : a. Katekin dan proantosianidin
dan dua spesies Equisetum. Tiga jenis katekin yaitu katekin (+) dan katekin (-) hidrogen-2 dan hidrogen-3 nya trans. Beberapa katekin terdapat sebagai ester asam galat. Proantosianidin adalah senyawa yang membentuk antosianidin jika dipanaskan dengan asam.
b. Flavanon dan flavanonol
Bewarna kuning sedikit karena kosentrasinya rendah. Flavanon sering terjadi sebagai aglikon tetapi beberapa glikosidanya dikenal sebagai hesperidin dan naragin dari kulit jeruk. Flavononol merupakan flavonoid yang paling kurang dikenal, senyawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh basa hangat menjadi kalkon.
Menurut Dinata (2009) flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan serangga dan juga bersifat tokis.
15
B. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995)
1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu:
a. Cara dingin Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
Perkolasi
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) (Depkes RI, 2000). Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak.
b. Cara panas Refluks
Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
Digesti
Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
Infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 900C) selama 15 menit (Depkes RI, 2000).
Sokletasi
17
dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas saring) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu.
Dekok
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 30 menit (Depkes RI, 2000).
C. Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses pemisahan asam lemak menjadi komponen-komponen asam lemak ringan yang kemudian akan dipisahkan lagi untuk mendapatkan hasil akhir yaitu asam laurat.
Proses pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolaran. Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi berbeda–beda tergantung pada jenis tumbuhan. Fraksinasi menggunakan dua metode yaitu dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom. salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa pelarut organik Lipofilik organik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroform, atau pun etil asetat (Hafil, 2011).
a. Fraksinasi Kering(Winterization)
b. Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination)
Fraksinasi basah adalah fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah (Wetting Agent) atau disebut juga proses
Hydrophilization atau detergent proses. Hasil fraksi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering.
c. Fraksinasi dengan menggunakan Solvent (pelarut)/ Solvent Fractionation
Merupakan fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan pelarut.
d. Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation) Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada titik didih dari suatu zat / bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi.
D. Insektisida
Insektisida adalah salah satu jenis pestisida yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik mempunyai sifat sebagai berikut :
19
2. Murah harganya dan mudah didapat dalam jumlah yang besar. 3. Mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar.
4. Mudah digunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut.
5. Tidak berwarna dan tidak berbau yang menyenangkan.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan insektisida adalah : 1. Ovisida = insektisida untuk membunuh stadium telur
2. Larvasida = insektisida untuk membunuh stadium larva / nimfa 3. Adultisida = insektisida untuk membunuh stadium dewasa 4. Akarisida = insektisida untuk membunuh tungau
5. Pedikulisida = insektisida untuk membunuh tuma
Khasiat insektisida untuk membunuh serangga sangat bergantung pada bentuk, cara masuk ke dalam tubuh serangga, macam bahan kimia, konsentrasi dan jumlah (dosis) insektisida.
Berdasarkan bentuk sediaanya, insektisida dibedakan sebagai berikut: 1. Dust (Serbuk)
Biasa di beri kode “D”, dapat ditaburkan pada tanaman yang terserang hama atau dilarutkan dalam air untuk selanjutnya dimanfaatkan dalam penyemprotan-penyemprotan.
2. Emulsion Concentrated (Cairan)
3. Granular (butiran)
Biasa di beri kode “G”, Digunakan dengan menaburkan diatas larikan-larikan tanah atau pada tanah sekitar tanaman, kemudian ditutup atau ditimbuni tanah. Pada waktu terjadinya hujan atau waktu dilakukan penyiraman, butiran ini akan hancur dan meresap kedalam tanah sehingga hama akan terbasmi.
4. Fumigan (gas/asap)
Digunakan dalam penyemprotan/fumigasi untuk membasmi hama tanaman.
Menurut cara masuknya ke dalam badan serangga, insektisida dibagi dalam : 1. Racun kontak (contact poisons)
Insektisida masuk melalui eksoskelet ke dalam badan serangga dengan perantaraan tarsus (jari-jari kaki) pada waktu istirahat di permukaan yang mengandung residu insektisida. Pada umumya dipakai untuk memberantas serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk isap.
2. Racun perut (stomach poisons)
Insektisida masuk ke dalam badan serangga melalui mulut. Biasanya serangga yang diberantas dengan menggunakan insektisida ini mempunyai bentuk mulut untuk menggigit, lekat isap, kerat isap dan bentuk mengisap.
3. Racun pernapasan (fumigants)
21
memberantas semua jenis serangga tanpa harus memperhatikan bentuk mulutnya. Penggunaan insektisida ini harus hati-hati sekali terutama bila digunakan untuk pemberantasan serangga di ruang tertutup (Hoedojo dan Zulhasril, 2004)
E. Hewan percobaan 1. Klasifikasi
Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda Subphylum : Uniramia Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematosera Familia : Culicidae Sub family : Culicinae Tribus : Culicini
Genus : Aedes
Spesies :Aedes aegypti
(Djakaria, 2004)
2. Daur hidupAedes aegypti
menjadi stadium larva kemudian menjadi stadium pupa dan menjadi stadium dewasa.
Gambar 6. Daur HidupAe.aegypti (sumber : Sigit dkk, 2006)
Aedes egypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik putih pada bagian badannya terutama pada bagian kakinya (Depkes RI, 2007).
a. Stadium telur
23
lebah, panjang 0,80mm, berat 0,0010-0,015 mg. Telur Aedes aegypti
dapat bertahan dalam waktu yang lama pada keadaan kering. Hal
tersebut dapat membantu kelangsungan hidup spesies selama kondisi iklim yang tidak memungkinkan (Depkes RI, 2007).
b. Stadium Larva
Larva nyamuk Aedes aegypti selama perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit larva instar I memiliki panjang 1-2 mm, tubuh transparan, siphon masih transparan, tumbuh menjadi larva instar II dalam 1 hari. Larva intar II memiliki panjang 2,5 – 3,9 mm, siphon agak kecoklatan, tumbuh menjadi larva instar III selama 1-2 hari. Larva instar III berukuran panjang 4-5 mm, siphon sudah berwarna coklat, tumbuh menjadi larva instar IV selama 2 hari. Larva instar IV berukuran 5-7 mmm sudah terlihat sepasang mata dan sepasang antena, tumbuh menjadi pupa dalam 2-3 hari. Umur rata-rata pertumbuhan larva hingga pupa berkisar 5-8 hari. Posisi istirahat pada larva ini adalah membentuk sudut 450 terhadap bidang permukaan air (Depkes RI, 2007).
c. Stadium Pupa
Pada stadium pupa tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu cephalothorax yang lebih besar dan abdomen. Bentuk tubuh membengkok. Pupa tidak memerlukan makan dan akan berubah menjadi dewasa dalam 2 hari. Dalam pertumbuhannya terjadi proses pembentukan sayap, kaki dan alat kelamin (Depkes RI, 2007).
Gambar 8. Pupa nyamukAedes aegypti
d. Nyamuk dewasa
25
prothorax, mesotorax, dan methatorax. Pada bagian thorax terdapat 3 pasang kaki dan pada ruas ke 2 (mesothorax) terdapat sepasang sayap. Abdomen terdiri dari 8 ruas dengan bercak putih keperakan pada masing-masing ruas. Pada ujung atau ruas terakhir terdapat alat kopulasi berupa cerci pada nyamuk betina dan hypogeum pada nyamuk jantan (Depkes RI, 2007).
Pada nyamuk betina, bagian mulutnya mempunyai probosis panjang untuk menembus kulit dan penghisap darah. Sedangkan pada nyamuk jantan, probosisnya berfungsi sebagai pengisap sari bunga atau tumbuhan yang mengandung gula.
Nyamuk Aedes aegypti betina umumnya lebih suka menghisap darah manusia karena memerlukan protein yang terkandung dalam darah untuk pembentukan telur agar dapat menetas jika dibuahi oleh nyamuk jantan. Setelah dibuahi nyamuk betina akan mencari tempat hinggap di tempat tempat yang agak gelap dan lembab sambil menunggu pembentukan telurnya, setelah menetas telurnya diletakkan pada tempat yang lembab dan basah seperti di dinding bak mandi, kelambu, dan kaleng-kaleng bekas yang digenangi air (Hoedojo, 2003) .
F. Demam Berdarah Dengue
penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan
Aedes albopictus(di daerah pedesaan).
Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi (memperbanyak diri). Sebagai perlawanan tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan terbentuk antigen-antibodi. Kompleks antigen-atibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang salah satunya ditujukan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal itu mengakibatkan bocornya sel - sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit. Akibatnya tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan hebat pada kulit, saluran cerna, saluran pernapasan, dan organ vital yang sering menyebabkan kematian.
27
G. Diagnosa DBD
Menurut kriteria diagnosis WHO 1997, diagnosa DBD ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan gejala laboratorium. Jika ditemukan minimal 2 gejala klinis yang positif dan 1 hasil temuan laboratorium yang positif maka pasien bisa dikatakan menderita DBD. Namun bila gejala dan tanda tersebut kurang dari ketentuan maka pasien dinyatakan menderita demam dengue. Berikut ini kriteria klinis dan krteria laboratorium diagnosis DBD menurut WHO :
a. Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan 3. Pembesaran hati
4. Syok
b. Kriteria laboratorium
1. Trombositopenia (<100.000/mm3)
2. Hemokonsentrasi (Ht meningkat ˃ 20%)(Widoyono,2008).
Berdasarkan gejalanya DBD dikelompokkan menjadi 4 tingkatan :
a. Derajat I : demam diikuti gejala tidak spesifik, satu-satunya manifestasi
pendarahan adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat II : gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan pendarahan
c. Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit lembab dan penderita
gelisah.
d. Derajat IV : syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. Fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir
masa demam.
H. Siklus Penyebaran Virus dengue
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut Depkes RI Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD debesar 1.358 orang. DBD menempati urutan kedua sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit umum di Indonesia.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14 Februari 2012, ditemukan 440 kasus Demam Berdarah Dengue di puskesmas dan rumah sakit kota Bandar Lampung dengan korban meninggal dunia sebanyak empat orang (Tribun Lampung, 2012).
tempurung kelapa, tebasan tonggak bambu, dan lubang pohon yang berisi air hujan (Agoes dkk, 2005).
Vaksin demam berdarah belum ditemukan hingga saat ini. Program penanggulangannya lebih banyak bertumpu pada pengendalian vektor. Pengendalian vektor merupakan upaya pemberantasan DBD yang dilakukan guna memutus rantai penularan. Pemberantasan demam berdarah yang utama adalah pemberantasan sarang nyamuk, pengendalian vektor dengan 3M Plus bukan dengan fogging (Depkes, 2011).
Penanggulangan DBD dengan pengendalian vektor adalah dengan menggunakan insektisida sintetik sebagai Larvasida. Terdapat dua kategori besar insektisida yang sering digunakan sebagai insektisida rumah tangga, yaitu insektisida yang berfungsi untuk membunuh serangga dan insektisida yang berfungsi untuk mengusir serangga (repellent) (Ware, 2004).
3
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak jenis tumbuhan yang memiliki potensi sebagai insektisida alami. Menurut Arnason et al.
(1993) dalam Syahputra (2001), famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae, namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan yang baru. Salah satu tanaman yang dianggap memiliki potensi insektisida adalah kecombrang (Etlingera elatior). Kecombrang mengandung senyawa flavonoid dan saponin. Selain itu, kecombrang juga mengandung polifenol dan minyak atsiri (Depkes, 2005).
Saponin dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus menjadi korosif (Aminah dkk. 2001). Saponin terdapat pada berbagai jenis tumbuhan dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu. Sedangkan flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan serangga dan juga bersifat toksis (Dinata, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Novitha tahun 2012 mengenai efek ekstrak Kecombrang sebagai larvasida menunjukan bahwa terdapat efek ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai larvasida terhadap larva
Aedes aegypti instar III menunjukkan hasil yang hampir sama. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa kematian larva dimulai dari menit ke-40 pada konsentrasi 0,75% dengan rerata kematian larva sebesar 6,25%. Kematian larva uji pada konsentrasi 0,75% terus berlanjut hingga mencapai 100% pada menit ke-2880 dengan nilai LT50 259,06 menit dan LC500,569%. Pada konsentrasi 1% kematian larva dimulai pada menit ke-20 dengan persentase rerata kematian larva uji sebesar 2,5%. Kematian larva uji terus berlanjut hingga mencapai 100% pada konsentrasi 1% di menit ke-240 dengan nilai LT50158,34 menit dan LC500,634%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek fraksi n-heksana ekstrak batang kecombrang terhadap larvaAedes aegyptyinstar III
B. Rumusan Masalah
5
Salah satu cara pengendalian terhadap pertumbuhanAedesaegypti adalah dengan memberantas larva dengan menggunakan larvasida alami, yaitu tanaman Kecombrang. Tanaman Kecombrang (Etlingera elatior)
mengandung senyawa yang dapatmenurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehinga dinding traktus digetivus larva menjadi
korosif yang pada akhinya menyebabkan kematian larva.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana efektifitas fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang
(Etlingera elatior) sebagai larvasida terhadap larva Instar IIIAedes aegypti?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) efektif sebagai larvasida terhadap larva instar IIIAedes aegypti.
2. Tujuan Khusus
2. Mengetahui LC50 dari fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti.
3. Mengetahui LT50 dari fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai larvasida terhadap larva instar III Aedes aegypti.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil yang diperoleh dapat bermanfaat. Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan khusunya ilmu pengetahuan mengenai cara pengendalian larva nyamuk serta memberikan masukan kepada peneliti selanjutnya.
2. Bagi masyarakat, memberikan informasi kepada masyarakat mengenai cara pengendalian larva nyamuk yaitu dengan fraksi n-heksan ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) sehingga masyarakat dapat terlindung dari penyebaran penyait DBD.
7
E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka teori
Kerangka teori dari penelitian ini adalah :
Gambar 1. Kerangka Teori Saponin
Kecombrang (Etlingera elatior).
Flavonoid 1. Menurunkan tegangan permukaan
selaput mukosa traktus digestivus larva
sehinga dinding traktus digetivus larva
menjadi korosif
2. Menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan
Menghambat makan serangga
dan juga bersifat toksik.
Efek Larvasida
2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah :
Gambar 2. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah fraksi n-heksana ekstrak batang Kecombrang (Etlingera elatior) efektif sebagai larvasida terhadap larva instar III nyamukAedes aegypti.
v
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 6
E. Kerangka Penelitian ... 7
F. Hipotesis... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA... 9
A. Kecombrang (Etlingera elatior)... 9
1. Klasifikasi... 10
2. Morfologi Tumbuhan ... 10
3. Kandungan Kimia Tanaman Kecombrang ... 11
B. Ekstrak... 15
C. Fraksinasi...17
D. Insektisida...19
E. Hewan Percobaan...22
1. Klasifikasi...22
2. Daur HidupAedes aegypti... 22
F. Demam Berdarah Dengue ... 27
G. Diagnosa Demam Berdarah Dengue ... 28
H. Siklus Penyebaran Virus Dengue... 29
III. METODOLOGI PENELITIAN... 31
A. Rancangan Penelitian ... 31
B. Waktu dan Tempat ... 31
vi
E. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 34
F. Prosedur Penelitian... 36
1. Preparasi Bahan Uji ... 36
2. Pembuatan Larutan Uji... 36
3. Penentuan Konsentrasi Larutan Uji...38
4. Uji efektifitas ... 39
5. Menentukan Nilai LC50dan LT50... 40
G. Alur Penelitian... 40
H. Pengolahan dan Analisis Data... 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Hasil ... 42
B. Pembahasan... 46
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51
A. Simpulan... 51
B. Saran ... 52
i SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya skripsi berjudul “Uji Efektifitas fraksi n-heksana Ekstrak Batang Kecombrang (Etlingera elatior) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Instar III
Aedes aegypti” ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW tidak lupa Penulis ucapkan.
Skripsi yang termasuk dalam bidang Parasitologi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Sutyarso, M.Biomed, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
2. dr. Betta Kuniawan, M.Kes, selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan waktu, bimbingan, motivasi, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
ii 5. dr. Exsa Hadibrata, selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan
saran-sarannya yang telah diberikan.
6. Ayah dan Ibu tercinta, atas doa, motivasi, dukungan dan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis.
7. Kakakku, Neri Juldi, yang dengan sabar memberi semangat dan dukungan. 8. My Script Partner, Dwi Permatasari dan Raden Adityo HPP yang telah
bersama-sama jatuh bangun dalam menyusun skripsi ini dari awal hingga akhir.
9. Sahabat-sahabatkuDzikri “P4”, Gunawan, Ronalda, Topan, Yogi, Rifkie, dan seluruh “Sumber Jaya crew” yang telah banyak membantu dalam kelancaran pembuatan skripsi ini serta selalu ikut sibuk dalam setiap seminar dan ujian skripsi.
10. Teman-teman seperjuangan FK 2008.
11. Segenap dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita.
12. Segenap karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
13. Staff Laboratorium Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung atas bantuan yang diberikan
iii 15. Seluruh kakak-kakak angkatan 2002, 2003, 2004, 2005,2006, dan 2007 serta
adik-adik tingkatku angkatan 2009, 2010 dan 2011.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Agustus 2012 Penulis
1. Tim Penguji
Ketua :dr. Betta Kurniawan, M.Kes
Sekretaris :dr. Syazili Mustofa
Penguji
Bukan Pembimbing :dr. Masykur Berawi, Sp. A
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001
Judul Skripsi :
Nama Mahasiswa : FEBRIYAN EDMI
Nomor Pokok Mahasiswa : 0818011020
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Betta Kurniawan, M. Kes dr. Syazili Mustofa
NIP.19781009200511001 NIP. 19830713200812003
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001
UJI EFEKTIVITAS FRAKSI n-heksana
EKSTRAK BATANG KECOMBRANG
Oleh Febriyan Edmi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
UJI EFEKTIVITAS FRAKSIn-heksanaEKSTRAK BATANG KECOMBRANG(Etlingera elatior)SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP
LARVA INSTAR IIIAedes aegypti
O l e h
Febriyan Edmi
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh Aedes aegypti. Bahan kimia yang digunakan untuk untuk mengeliminasi vektor DBD dalam jangka panjang dapat mengganggu sistem saraf otak, kanker paru-paru dan kulit. Oleh karena itu digunakanlah insektisida alami, salah satunya Kecombrang (Etlingera elatior) yang mengandung senyawa saponin dan flavonoid yang dapat membunuh larva nyamuk.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kematian larva adalah 25% pada konsentrasi 0,25%; 33,75% pada konsentrasi 0,5%; 45% pada konsentrasi 90% dan 93,75% pada konsentrasi 1%. Nilai LC50 adalah 1,013% di menit 10; 1,002% di menit 20; 0,903% di menit 40; 0,810% di menit ke-120; 0,686% di jam ke-24; 0,643% di jam ke-48 dan 0,579% di jam ke-72. Nilai LT5010,73 menit pada konsentrasi 1%.
ABSTRACT
EFFECTIVITY TEST OF KECOMBRANG (Elingera elatior) STEM
n-hexaneFRACTION AS LARVACIDE AGAINTS THE THIRD INSTAR
Aedes AegyptiLARVAE
By
Febriyan Edmi
Dengue hemorrhagic fever is an acute disease caused by dengue virus transmitted byAedes aegypti. The chemicals used for eliminating DHF vector have some long term adverse effect such as neural system damage, lung and skin cancer. Therefore, a natural insecticide can be used against vector of DHF, and one of them is Kecombrang plants (Etlingera elatior) which containing saponin and flavonoids compound which could kill mosquito larvae.
The result showed the average number of dead larvae was 25% on 0,25% concentration; 33,75% on 0,5% consentration; 45% on 0,75% consentration and 90% on 1% consentration. The LC50 was 1,013% in the 10th minute; 1,002% in the 20thminute; 0,903% in the 40thminute; 0,810% in the 120thminute; 0,686% in the 24thhour; 0,643% in the 48thhour and 0,579% in the 72th hour. The LT50was 10,73 minutes on 1% consentration.
UJI EFEKTIVITAS FRAKSIn-heksanaEKSTRAK BATANG KECOMBRANG(Etlingera elatior)SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP
LARVA INSTAR IIIAedes aegypti
(skripsi)
Oleh Febriyan Edmi
0818011020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG