• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN FISIKA MEDIK DALAM RADIOTERAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN FISIKA MEDIK DALAM RADIOTERAPI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN FISIKA MEDIK DALAM RADIOTERAPI

Nasukha1

Pusat Standardisasi dan Penelitian Keselamatan Radiasi - BATAN • Jl. Cinere Pasar Jumat, Jakarta 12440

• PO Box 7043 JKSKL Jakarta 12070

1Anggota American Association of Physicists in Medicine (AAPM) PENDAHULUAN

Sebagai kelanjutan makalah terdahulu

tentang Peran Fisika Medik dalam Kedokteran Nuklir [1], tulisan ini akan lebih memfokuskan pada radioterapi. Radioterapi adalah pengobatan penyakit kanker dengan menggunakan radiasi pengion. Terapi berkas eksternal dengan menggunakan radiasi gamma dari pesawat teleterapi memakai sumber radiasi aktivitas tinggi, sinar-X, elektron, atau partikel-partikel lain dari akselerator. Perkembangan akselerator dan aplikasinya dalam radioterapi telah banyak dibahas [2]. Brakiterapi menggunakan sumber radiasi terbungkus berukuran kecil yang diaplikasikan secara internal dan sangat dekat, baik intracavitary, interstitial, ataupun

implant. Sumber radiasi terbuka juga dimanfaatkan secara langsung untuk beberapa kondisi pengobatan.

Fisikawan Medik telah memberikan sumbangan yang sangat berharga terhadap perkembangan radioterapi sejak lebih dari 60 tahun. Mereka telah dapat secara presisi dan sesuai dengan standar akurasi yang harus dipenuhi untuk kesuksesan pengobatan ditinjau secara klinis. Sumbangan tersebut terus berjalan dan berkembang secara baik dalam peningkatan kualitas pengobatan sampai saat ini.

Dalam sebuah instalasi radioterapi, secara tegas fisikawan medik harus ada dan jumlahnya tergantung besar kecilnya instalasi tersebut. Mereka harus memahami proses-proses fisika, memberikan

secara rinci saran dan sumbangan terhadap berfungsinya tim radioterapi yang multi disiplin.

Radiasi pengion secara potensial berbahaya. Fisikawan medik memiliki tanggung jawab yang dominan untuk mengurangi dan memperkecil resiko yang berkaitan dengannya. Tugas dan peran Fisikawan Medik dalam radioterapi bervariasi sehubungan dengan kondisi dan fasilitas yang dimiliki oleh instalasi radioterapi. Peran dan tugas yang dimaksud meliputi :

1. Dosimetri radiasi, perencanaan perlakuan

(treatment planning) dan pelaksanaan perlakuan.

2. Proteksi radiasi pasien, staf, pekerja dan masyarakat

3. Perencanaan, instalasi, dan commissioning

peralatan radioterapi baru

4. Jaminan kualitas dan perawatan peralatan

5. Pendidikan dan pelatihan.

6. Penelitian dan pengembangan untuk

meningkatkan tujuan klinis.

7. Manajemen.

(2)

DOSIMETRI RADIASI,

PERENCANAAN PERLAKUAN DAN PELAKSANAAN PERLAKUAN

Fisikawan Medik bertanggung jawab terhadap kemantapan dan perawatan standar dosimetri, teknik dan peralatan. Tanggung jawab ini mencakup kalibrasi dosimeter, implementasi protokol-protokol dosimetri, pengukuran karakteristik seluruh berkas radiasi perlakuan dan data dosimetri untuk keperluan perlakuan klinis.

Fisikawan Medik bekerja erat dengan radioterapist, radiografer dan teknisi dan juga bertanggung jawab terhadap beberapa aktivitas penting untuk efektivitas perencanaan dan penyebaran modalitas radioterapi. Keahlian dalam distribusi dosis klinis individual pasien, simulasi perlakuan dan verifikasi, perhitungan yang mencakup perbandingan perbedaan penjadwalan perlakuan dan pengukuran dosis untuk setiap pasien.

Tanggung jawab juga akan dibebankan untuk instalasi yang agak besar secara normal meliputi penyiapan dan penanganan sumber radiasi tertutup untuk brakiterapi dan penyiapan dan administrasi pengobatan dengan sumber radiasi terbuka untuk radioterapi. Sebagai contoh bagaimana mengkalibrasi sumber HDR brakiterapi Ir-192 yang digunakan dalam instalasi radioterapi [3].

Fisikawan medik memegang peran yang sangat penting dalam rancangan, konstruksi dan pemeliharaan tujuan pengobatan, dan seringkali juga supervisi ruang mould dan bengkel lainnya.

PROTEKSI RADIASI PASIEN, STAF, PEKERJA RADIASI DAN MASYARAKAT

Fisikawan Medik dalam radioterapi memiliki tanggung jawab terhadap proteksi radiasi. Hal ini bergantung pada peraturan-peraturan yang berlaku, misalnya merangkap sebagai Petugas Proteksi Radiasi (PPR) baik secara individu ataupun dalam suatu bagian dari Bidang Fisika Medik. Fisikawan medik dalam hal ini bisa berperan antara lain dalam meliputi :

1. Perencanaan awal bangunan baru atau

modifikasi dan peralatan yang memiliki implikasi untuk keselamatan radiasi terhadap pasien, staf, pekerja dan masyarakat.

2. Pemeriksaan dan pengecekan ulang prosedur operasional, sistem kerja, supervisi dan kendali ruangan tertentu, atau tempat penyimpanan sumber radioaktif.

3. Pemonitoran radiasi lingkungan dan peralatan serta perisai ruangan sebagaimana persyaratan, perawatan dan verifikasi keadaan keselamatan. Hal ini mencakup pengecekan berfungsinya

interlock, rancangan ruangan dan tebal tembok untuk daerah-daerah disekitarnya.

4. Pengetesan kebocoran bahan radioaktif dari sumber-sumber radiasi lainnya yang digunakan dalam brakiterapi dan teleterapi dan mencatat data-data perawatan dalam sebuah buku tersendiri.

5. Perhatian terhadap proteksi radiasi tiap individu pasien selama mendapatkan perlakuan radio-terapi, khususnya dalam mengurangi dosis terhadap fetus dan gonad pasien yang masih memiliki kapasitas reproduksi.

6. Pengkajian terhadap bahaya dan persiapan

pelaksanaan penanganan jika terjadi kecelakaan, misalnya kegagalan mekanisme kembalinya sumber radiasi dalam pesawat teleterapi, atau kebakaran di suatu daerah tempat penyimpanan sumber radiasi.

7. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan diperbolehkannya pulang seorang pasien yang mendapatkan pengobatan dengan sumber radiasi, baik dengan implant permanen atau sumber radiasi terbuka, saran dalam pemakaman jenasah yang mengandung radioaktif, dan kontrol limbah radioaktif dari akibat penggunaan untuk pengobatan

8. Kalibrasi peralatan untuk pengukuran proteksi radiasi.

(3)

PERALATAN BARU RADIOTERAPI

Telah diuraikan secara rinci perlunya suatu pengkajian dalam masalah teknologi medik untuk negara berkembang, mengingat masalah teknologi canggih ini seringkali kurang cocok untuk negera-negara yang sumber daya manusianya belum siap [4]. Fisikawan medik adalah anggota dari suatu tim yang bertanggung jawab terhadap anggaran dan usaha mendapatkan peralatan baru. Saran diperlukan dalam spesifikasi, kinerja dan dalam kecocokan peralatan sesuai dengan usulan pemakaian. Peran Fisikawan Medik dalam perencanaan instalasi peralatan baru meliputi saran dalam merancang tim untuk kebutuhan perisai -

shielding untuk memenuhi peraturan dalam perijinan.

Setelah proses instalasi, Fisikawan Medik

bertanggung jawab terhadap commissioning

peralatan radioterapi sebelum peralatan tersebut digunakan untuk keperluan klinis. Selama

commisioning, pengukuran dibuat untuk meyakin-kan bahwa kinerja peralatan telah ditunjukmeyakin-kan sesuai dengan spesifikasi, yaitu ketentuan proteksi radiasi telah mencukupi dan memenuhi syarat. Demikian pula dengan fungsi pengoperasian

interlock untuk keselamatan pasien dan staf serta pengoperasian peralatan. Fisikawan Medik mengkalibrasi sistem monitor dosis, memantapkan operasi keselamatan, mengecek akurasi sistem berkas optik dan mengukur karakteristik dosimetri untuk seluruh berkas radiasi. Pengoperasian yang benar dan akurasi gerakan mekanik seluruh peralatan utama bersama dengan pengoperasian dan keselamatan seluruh peralatan penunjang harus dicek sebelum digunakan untuk keperluan pengobatan pasien.

JAMINAN KUALITAS DAN PERAWATAN PERALATAN RADIOTERAPI

Lingkup yang sangat vital yang dikerjakaan oleh Fisikawan Medik adalah Program Jaminan Kualitas Terpadu untuk meyakinkan akan fungsi keselamatan seluruh peralatan perlakuan, yang meliputi peralatan brakiterapi, simulator, dan sistem perencanaan perlakuan terapi, termasuk dalam penggunaan komputer untuk perhitungan dosis.

Selain itu, Fisikawan Medik juga bertanggung jawab untuk keefektifan pemeliharaan seluruh peralatan radioterapi, baik yang berhubungan dengan teknisi maupun perusahaan yang terkait dengan peralatan tersebut. Termasuk juga didalamnya apabila ada penggantian sumber radionuklida dengan jadwal yang terprogram, misalnya untuk Ir-192 setiap tiga bulan sekali.

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Dalam kaitannya dengan Pendidikan dan Pelatihan, Fisikawan Medik akan terkait dengan :

1. Pendidikan Dokter Spesialis Radiologi

(Sp.Rad), baik yang berkaitan dengan Fisika Diagnostik maupun Terapi, atau untuk pendidikan Radioterapist sebagai lanjutan dari Sp.Rad perlu mendapat dukungan yang profesional

2. Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir (Sp.KN), yang menggunaan banyak radiofarmaka untuk diagnosis maupun terapi tentu perlu mendapatkan dasar-dasar Fisika medik yang berkitan dengan bidang spesialisasinya.

3. Pendidikan Fisika Medik itu sendiri tentu harus ditangani oleh Fisikawan Medik, baik untuk keperluan klinis, penelitian dan pengembangan ataupun untuk industri.

4. Pendidikan Radiografer, mengingat Radiografer selalu berinteraksi dengan bidang Fisika medik maka Fisikawan Medik dituntut untuk memberikan dasar-dasar ilmu Fisikanya pada calon-calon radiografer.

5. Pelatihan Proteksi Radiasi untuk staf, baik teknisi maupun perawat yang akan berinteraksi dengan radioterapi. Dengan demikian mereka memahami dasar-dasar keselamatan radiasi untuk kesehatan.

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

(4)

kemudian pada tahun 60-an didukung dengan Sistem Perencanaan Perlakuan yang berbasis komputer. Lalu pada tahun 70-an mulai dimanfaat-kan CT simulator. Multi Leaf Collimator (MLC) sebenarnya sudah dikenalkan sejak tahun 80-an, dan sampai pada tahun 90-an diperkenalkan istilah

Conformal - 3D radiotherapy. Kemudian di akhir 90-an mulai dikenalkan Electronic Portal Imaging Device -EPID, baik untuk verifikasi posisi maupun dosimetri. Perkembangan terus berlanjut sesuai dengan hasil-hasil penelitian dan pengembangan Fisika Medik dalam radioterapi. Masih ada beberapa jenis aplikasi yang lebih luas yang berkaitan dengan kedokteran nuklir ini, yaitu apa

yang dikenal dengan Dynamic Wedge dan

Stereotactic radiosurgery.

Kemajuan demi kemajuan itu semua, tidak terlepas dari penelitian dan pengembangan Fisika Medik dalam radioterapi dan dari tujuan radioterapi itu sendiri. Sehingga disini jelas bahwa Fisikawan Medik akan selalu berinteraksi dan menyumbang-kan ilmunya untuk kebutuhan pasien dan dokter, untuk solusi terbaik pengobatan penyakit kanker. Sehingga partisipasi dalam penelitian dan pengembangan Fisika Medik yang dilakukan akan terasa manfaatnya bagi semua pihak.

Jika mitra kerja antara Fisikawan Medik, dokter, teknisi dan radiografer terjadi dengan baik, maka akan terbit makalah-makalah atau tulisan-tulisan hasil penelitian dan pengembangan berbagai sektor, tidak hanya masalah klinisnya. Sehingga akan terjadi keterpaduan antara klinis, fisika, biologi dan teknologi. Demikian juga dalam seminar atau diskusi sehari-hari akan saling mengisi satu dengan lainnya, sesuai dengan profesionalisme masing-masing.

MANAJEMEN

Fisikawan Medik juga akan terlibat dalam masalah manajemen, seperti:

1. Staf Fisika Medik

2. Bengkel atau Laboratorium dan stafnya

3. Perawatan peralatan radioterapi dan manajemen staf untuk melakukan perawatan atau mungkin juga perbaikan.

4. Program Jaminan Kualitas untuk Sistem

Perencanaan Perlakuan yang mungkin saja dikerjakan oleh radiografer, sehingga perlu manajemen yang baik antara Fisikawan Medik dan dokter yang kaitannya dengan simulator.

5. Fisikawan Medik juga terlibat dalam

manajemen masalah anggaran sesuai dengan tingkatannya. Sebagai contoh misalnya dalam sebuah rumah sakit yang cukup besar, barangkali pasien akan dibebani sesuai dengan banyak sedikitnya tenaga dan fasilitas yang digunakan. Misalnya saja seorang pasien radioterapi yang memerlukan pengecekan atau verifikasi dosis ketika dipapari akan dibebani biaya lebih, jika dibandingkan dengan pasien yang tidak memerlukannya. Sehingga dengan makin banyaknya tenaga dan fasilitas yang digunakan tentu akan semakin besar beban yang ditanggung pasien.

PENUTUP

Dengan melihat peran dan tanggung jawab Fisikawan Medik dalam radioterapi tersebut, maka kiranya sangat jelas betapa diperlukannya kualifikasi minimal yang tepat untuk sebuah Instalasi Radioterapi sesuai dengan besar dan kecilnya instalasi tersebut. Apalagi radioterapi adalah suatu cara pengobatan pasien yang tidak hanya masalah klinis saja, akan tetapi juga menyangkut masalah fisika, sehingga mitra kerja antara dokter radioterapist dengan fisikawan medik sangat dibutuhkan setiap harinya. Bahkan merupakan suatu keharusan apabila kalau menginginkan kesuksesan dan keberhasilan pengobatan dengan radioterapi. Semoga saja tulisan ini dapat memberikan manfaat, baik untuk Departemen Kesehatan, Rumah sakit-rumah sakit yang memiliki instalasi radioterapi maupun bagi universitas yang ingin mengembangkan pendidikan Fisika Medik.

DAFTAR PUSTAKA

1. NASUKHA. Peran Fisika Medik dalam

(5)

2. SUSWORO, R, ET AL. Perkembangan dan aplikasi akselerator dalam radioterapi. Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan, PSPKR-BATAN, hal 9-17, 1997.

3. NASUKHA. Kalibrasi Aktivitas Sumber Ir-192 Brakiterapi. Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN, No. 118, Juli, hal 56-59, 1997

4. NASUKHA DAN WIHARTO, K. Teknologi

Medik : Perkembangan dan sebuah pengkajian untuk negara berkembang. Majalah INOVASI TEKNOLOGI, No.1, hal 38-42, 1996.

ISBN 979-8591-46-1

237 halaman, 17,5 x 15 cm

Bisa diperoleh di berbagai toko buku, atau pesan langsung ke ;

PENERBIT ITB

Jalan Ganesha 10

Bandung – 40132

Telpon (022) – 2504257

Ringkasan

Buku “Mengenal asas proteksi radiasi

memperkenalkan cabang kajian yang berhubungan dengan upaya memberikan perlindungan kepada seseorang, masyarakat, dan lingkungan terhadap kemungkinan memperoleh dampak yang merugikan dari pemanfaatan radiasi pengion. Anda diperkenalkan kepada konsep dasar fisika, falsafah proteksi radiasi, serta teknik proteksi radiasi. Selain itu Anda diperkenalkan kepada cara mengevaluasi keefektifan upaya proteksi disertai penjelasan singkat mengenai peralatan yang digunakan.

Referensi

Dokumen terkait

Selain harus menjadi panutan masyarakat dalam melakukan ibadah beliau mengatakan sebagai tokoh agama harus selalu jujur atau amanah dapat di percaya dan bertanggung jawab dalam

Pelayanan kesehatan mencakup semua layanan yang berhubungan dengan diagnosis dan pengobatan penyakit, promosi, pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang baik memberikan pelayanan yang efektif, aman, dan berkualitas tinggi kepada mereka yang membutuhkannya dengan didukung oleh sumber daya yang memadai. Upaya pembangunan kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna bila kebutuhan sumber daya kesehatan dapat terpenuhi. Sumber daya kesehatan mencakup sumber daya tenaga, sarana dan pembiayaan.Kesehatan yang baik merupakan hal yang penting untuk pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan dan mengurangi kemiskinan (World Health Organization, 2017). Pelayanan kesehatan tercantum dalam kebijakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat (1) tentang kesehatan yaitu “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Dalam Pasal 28 H Ayat (1) tersebut memiliki makna setiap orang atau warga Negara Republik Indonesia berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup bagi seluruh

Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki peran penting dalam pemuliaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. MUI tidak hanya berupaya melestarikan, tetapi juga memandang bumi sebagai ciptaan Allah yang memiliki dimensi fisik dan non-fisik, dengan segala makhluk berdzikir kepada-Nya. Manusia dipandang sebagai khalifatul khalifatullah yang bertanggung jawab menjaga alam, tugas ini tidak hanya untuk umat Islam, melainkan untuk seluruh umat manusia. Penelitian dan ilmu pengetahuan dianggap sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui pemahaman terhadap ciptaan-Nya. Selain itu, MUI juga memberikan panduan keagamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam pengelolaan