• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha Gerakan Separatis Organisasi Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Usaha Gerakan Separatis Organisasi Papua"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanpa terasa,50 tahun sudah Papua menjadi bagian dari Indonesia. Papua adalah wilayah

paling timur Indonesia yang bergabung kedalam Negara Kesatuan Replublik Indonesia (NKRI),

melalui perjanjian internasional, yaitu perjanjian New York pada 15 Agustus 1962. Hingga kini

di wilayah tersebut masih sering terjadi Konflik, baik konflik vertikal antara sebagian rakyat

papua,dengan pemerintah Indonesia maupun konflik horizontal antarsesama masyarakat di tanah

Papua, yang terkait persolana politik, ekonomi atupun social budaya.

Papua adalah sebuah wilayah yang kompleks. Wilayah ini kaya akan sumber daya alam

dan budaya, tetapi sebagian besar penduduk asli Papua masih amat miskin, bahkan ada sebagian

kecil masyarakatnya yang hidup seakan masih berada di zaman batu muda (neo-lithcum). Dari

sisi topografi, wilayah Papua terdiri atau wilayah pantai, lembah, gunung, dan pulau-pulau besar

dan kecil. Papua adalah wilayah Indonesia yang paling banyak kelompok etniknya, sekitar

250-an etnik dihitung dari jumlah bahasa y250-ang mereka gunak250-an. Ini y250-ang menjadik250-an Indonesia

adalah negara nomer dua yang memiliki bahasa yang paling banyak setelah Papua Nugini, yang

memiliki 700an bahasa atau kelompok etnik.

Tulisan ini saya beri judul “ Peran Majelis Rakyat Papua Dalam Pemilihan Gubernur

Papua Barat”, setalah Orde Baru Berakhir, muncul desakan-desakan dari penduduk asli Papua

dan dunia Internasional yang menuntut Papua untuk merdeka, Konflik tanah papua yang telah

(2)

Papua, pemerintah yang itu dipimpin oleh B.J Habibie merumuskan sebuah rancangan otonomi

khusus yang isinya desentralisasi yaitu UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Solusi

yang di tawarkan UU tersebut adalah desentralisasi, yaitu kontrol adminitrasi dan pengelolaan

sumber daya lokal dijalankan oleh pemerintahan tingkat kabupaten Kabupaten/Kota1

Namun UU No.22 tersebut tidaklah cukup dala meredam tuntuntan dari rakyat Papua

Untuk Merdeka, akhirnya pemerintah B.J Habibie menelurkan UU No.45 Tahun 1999 tentang

pembentukan provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, kabupaten Paniai, Kabupaten

Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.dengan SK Presiden, Habibie juga

menetapkan dua gubernur bagi Provinsi Irian Barat dan Irian Tengah, yakni Abraham Atururi dan

Herman Monim yang sebelumnya menjabat sebagai wakil-wakil gubernur Irian Jaya.

Kedua Gubernur tersebut dilantik secara diam-diam di Jakarta pada 11 oktober 1999.

Kedua kebijakan tersebut diambiloleh pemerintahan habibi untuk maksud mendekatkan

masyarkat Papua dengan Pemerintah. Sebaliknya, orang-orang Papua yang kritis justru menilai

bahwa kebijakan ini di ambil dengan maksud untuk memecah belah dan menguasi papua seperti

yang biasa dilakui selama ini oleh pemerintah. Penolakan diwujudkan dengan berbagai aksi

unjuk rasa yang dilakukan oleh warga Papua, pucak dari aksi unjuk rasa tersebut adalah di

dudukinya kantir gubernur Papua pada 19 Oktober 1999. Pada hari yang sama DPRD Tingkat I

Iriian Jaya juga mengadakan sidang istimewa untuk membahas pemekaran Irian Jaya dan

pelantikan dua Gubernur. DPRD Irian Barat Juga Menuntut untuk mencabut UU NO. 45 Tahun

1999 tentang pemekaran Irian Jaya. Tuntutan Itu dikarenakan semua Elemen masyarakt Papua

(3)

memiliki pandangan yang sama tentang pemekaran, yaitu pemekaran adalah upaya oemerintah

untuk memecah belah Papua.

Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI hasil pemilu 1999 segera merumuskan

kebijakan baru tentang Papua. MPR RI mensahkab Tap MPR RI Nomor IV tentang Garis-Garis

Besar Halauan Negara (GBHN) 1999-2004 yang menetapkan bahwa “ Intregrasi bangsa di dalam

wadah Negara kesatuan Replubik Indonesia dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman

kehidupan social budaya masyarakat Irian Jaya melalui penetapan daerah Otonomi Khusus yang

diatur Undang-undang. Menurut S.P. Morin, anggota DPR wakil dari provinsi Papua, ide

otonomi khusus tersebut dibicarakan untuk ditetapkan hanya di Provinsi Aceh. Lalu setelah

perdebatan panjangyang melibatkan Politisi-politis Papua termasuk J.P salossa, Ruben Gobay,

dan Tony Rahail, Otonomi Khusus akhirnya diberlakukan juga di Papua

Setelah proses panjang yang penuh dinamika, dan setelah pergantian Presiden dari B.J

Habibie kepada Abdurahman Wahid Akhirnya UU Otonomi khusus lahir, namun karena

Abdurahman Wahid di makzulkan oleh MPR akhirnya UU Otsus yaitu UU No 21 tahun 2001 di

sahkan oleh Presiden Megawati yang menggantikan Abdurahman Wahid. Akibat dari UU itu

Provinsi Irian Barat di Ganti menjadi Provinsi Papua,UU Otsus juga mengatur tentang

pengelolaan dana yang desantralisasi, diberlakukannya Peradilan Adat, dan memiliki sistem

Parlemen Bikameral di Provinsi. Meskipun sudah ada UU Otsus, namun untuk menunjang

pelaksaan UU Otsus, masih di perlukannya peraturan tambahan termasuk, peraturan

perundangan, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan daerah Khusus (Perdasus),

peraturan Daerah Provinsi (perdasi) dan peraturan pemerintahan daerah kabupaten/kota untuk

(4)

Salah satu kewajiban Otsus adalah dibentuknya sistem bikameral parlemen di Provinsi,

selain perdasus tentang dana Otsus, perdasus yang harus diutamakan adalah tentang MRP

( Majelis Rakyat Papua) tetapi PP dan Perdasus MRP tidak kunjung dibuat, Pemebentukan MRP

mundur hingga 4 tahun dan baru terbentuk pada tahun 2005. Keterlambatan pembentukan MRP

adalah disebabkan Karena Pemerintah Menaruh Kecurigaan bahwa MRP akan menjadi Lembaga

Superbody yang ada di Papua.

Tertundanya Pembentukan MRP hingga empat tahun berdampak, lahirnya kebijakan yang

bertetangan denag UU Otsus. Salah satunya adalah intruksi presiden (Inpres) No. 1 tahun 2003

yang merupakan tindak lanjut dari UU No. 45 tahun 1999 tentang pemekaran Irian Jaya. 23

Secara substansial UU No. 45 tahun 1999 telah ditolak oleh DPRD dan juga masyarakat

Papua. Secara prosedur Hukum, lahirnya inpres I/2003 juga dinilai bertentangan dengan UU

Otsus, didalam UU 21/2001 disebutkan bahwa pemekaran daerah Papua harus atas persetujuan

MRP dan DPRP, sementara itu saat inpres diterbitkan MRP belum terbentuk.

Majelis Rakyat Papua (MRP) adalah sebuah lembaga di provinsi Papua yang

beranggotakan penduduk asli Papua, MRP adalah Lemabaga yang dihasilkan melalui produk

Politik yang dibuat khusus bagi Papua, yaitu UU No 21 Otsus 2001 tentang otonomi Khusus

Papua, pada Bab V UU Otsus, dijelaskan bahwa bentuk dan susunan Pemerintahan provinsi

Papua terdiri dari tiga Komponen yaoutu Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP/DPRD),

pemerintah Daerah (Gubernur beserta jajarannya) dan MRP4

2 http://www.m.hukumonline.com

3Murdian S. Widjojo, “ Membaca Kekerasan di Timika”, dalam http://www.unisosdem.org, di unduh pada 1 November 2013

(5)

MRP dalam tugas dan wewenangnya adalah sebagai lembaga yang diisi oleh penduduk

asli Papua, adalah memberi pertimbangan, saran dan persetujuan terkait rancangan Perdasus,

menjadi pihak ketiga atas kerjasama yang di lakukan pemerintah dengan penduduk asli tanah

Papua, menjadi penyalur aspirasi penduduk asli Papua, melindungi budaya asli Papua, dan

memberikan pertimbangan dan persetujuan terkait keaslian bakal calon Gubernur Papua dan

Moral secara Pribadi

Terkait wewenang untuk menimbang dan menyetujui bakal calon gubernur, MRP yang

tujuan adalah menjadi instrumen dan jembatan bagi penduduk asli Papua dalam menyampaikan

aspirasinya, malah menjadi intrumen bagi para elit Politik di Papua, Hal ini dapat dilihat ketika

dualisme MRP terjadi yaitu MRP dan MRPB ( Majelis Papua Barat).

Dualisme ini terjadi akibat dari kepentingan para elit politik Papua untuk maju dalam

pemilihan Gubernur Papua Barat, pada 12 April 2011 Mendagri Garmawan Fauzi melantik 73

anggota MRP, namun pada 15 Juni 2011 tanpa diduga-duga Gubernur Papua Barat Abraham O

Atuturi melantik sejumlah utusan MRP dari Papua Barat menjadi anggota Majelis Rakyat Papua

Barat (MRPB), akibat dualisme MRP ini menjadi polemik bagi Penduduk Papua, Karena UU

Otsus hanya mengamanatkan satu MRP untuk semua Provinsi

Dualisme MRP ini, banyak pengamat yang menilai terjadi karena kepentingan

Pemilukada Papua Barat. Karena kewenangan MRP dalam menentukan Bakal calon Gubernur,

maka banyak yang menduga bahwa kelahiran MRPB adalah ulah dari salah satu elit politik

(6)

Dualisme MRP membuat kekacauan posisi jabatan pimpinan antara MRP di Papua dan

MRP di Papua Barat. Sebagai contoh: Ibu Dorkas yang menjabat sebagai ketua MRP, ia juga

menjabat sebagai wakil ketua MRP di Papua Barat. Sejak awal terbentuknya MRPB sudah

banyak pengamat yang menilai bahwa Aroma Persaingan Politik di Papua sangat panas, Papua

yang sebelum di berlakukannya UU Otsus dijuluki Hotland atau Tanah Panas, saat ini

nampaknya UU Otsus tidak bisa menghilangkan stigma Papua sebagai tanah yang panas, padahal

kehadiran UU Otsus diharapkan menjadi pendingin atas konflik yang terjadi di Papua.

Dualisme MRP ini menjadi salah satu bukti penyebab Gagalnya Otsus dalam mencapai

tujuan untuk memajukan provinsi Papua, Otsus yang diharapkan menjadi instrument untuk

rakyat Papua, malah menjadi instrumen bagi elit politik di Papua. Pemilukada di Papua pun

menjadi salah penyebab Konflik di tanah Papua, padalah ide Desentralisasi adalah untuk

meredam konflik antar Papua dan Jakarta, salah satu hal disebakan dari Desantralisasi adalah

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dari tingkat Provinsi hingga tingkat Kabupaten/Kota.

Saat ini banyak pengamat yang menilai bahwa Pemilukada sering menjadi peneyebab

konflik di Papua, Konflik berdarah sering terjadi akibat Pemilukada, Para Elit politik Papua

sering memangfaatkan rendahnya pendidikan dari sebagian rakyat Papua untuk menjadi massa

yang berbuat anarkis untuk mencapai tujuan para elit Politik. Bahkan untuk penetapan bakal

calon saja sering terjadi kerusuhan yang menyebabkan puluhan rakyat tidak berdosa meninggal.

Terjadinya dualisme MRP adalah salah satu kegagalan Otsus, dualisme yang sangat

bermuatan politik lahir karena kurangnya ketegasan pemerintah pusat terhadap para elit Papua.

dualisme MRP adalah, terkait konspirasi politik pemilihan Gubernur dan Wagub di Papua Barat.

(7)

ada dua MRP, maka satu kesatuan kultural dan ekonomi tersebut terancam hilang. Berdasarkan

paparan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian penyebab dualisme

MRP, dalam penelitian ini Penulis Memberi Judul ” Penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua”

1.2 INDENTIFIKASI MASALAH

Masalah yang akan penulis angkat dalam penelitian ini adalah

1. Bagaiaman proses munculnya dualisme Majelis Rakyat Papua ? 2. Apa penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua ?

3. Bagaimana peran elit politik Papua dalam menyikapi dualisme Majelis Rakyat

Papua?

4. Faktor Apa yang berpengaruh dalam Proses Kemunculan Dualisme Majelis

Rakyat Papua ?

1.3 BATASAN MASALAH

Meskipun banyak masalah yang terjadi di tanah Papua, dalam penelitian ini penulis

hanya akan membahas penyebab Dualisme Majelis Rakyat Papua

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang proses kemunculan dan factor

apa saja yang menjadi penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua

1.5 SIGNINFIKASI PENELITIAN

Adapun signifikansi penelitian ini terbagai menjadi dua signifikansi yaitu, sebagai berikut 1. Signifikansi Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan khasanah

ilmu serta sebagai pengaplikasian Ilmu Politik khususnya Mahasiswa FISIP UMJ (Ilmu

(8)

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pembaca serta menjadi bahan masukan agar dapat meningkatkan pemahaman tentang

permasalahan politik yang terjadi di Provinsi Papua

1.5. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini akan disusun ke dalam empat bab, yang terdiri dari Pendahuluan, Tinjauan,

Metode Penelitian, Pembahasan dan terakhir kesimpulan. Pembagian ini bertujuan untuk

memudahkan sistematisasi dalam memahami penulisan 1. Bab I Pendahuluan

Bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang masalah yang didalamnya termuat

penjelasan mengapa masalah teliti timbul dan penting serta memuat alasan pemilihan

masalah tersebut sebagai judul. Bab ini juga berisi indentifikasi, pembatasan dan

perumusan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan untuk mempermudah

peneliti mengkaji dan mengarahkan tujuan penelitian, mangfaat penelitian, tinjauan

pustakan, metode dan teknik penelitian, sistematika penelitian hingga dipokok bahasan

pembahasan dan kesimpulan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka, dan Landasan teori

Bab ini merupakan hasil tinjauan kepustakaan dan kajian teoritis serta telaah dari

berbagai referensi yang berhubungan dengan situasi politik Papua dan dualisme Majelis

Rakyat Papua

(9)

Bab ini membahas langkah-langkah,metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh

penelitian dalam mecari sumber-sumber, cara pengolahan sumber serta analisis dan cara

penulisannya. Semua prosedur dalam penelitian akan dijelaskan dalam bab ini.

4. Bab IV

Dalam bab ini akan di bahas deskripsi wilayah Papua, sejarah bergabungnya wilayah

Papua dalam Negara Kesatuan Replubik Indonesia, sejarah Pembentukan Provinsi Papua

dan Papua Barat dan kondisi sosial politik di Papua, pembahasan dalam Bab ini

meliputi:

a. Deskripsi Geografis Wilayah Papua

b. Sejarah Intregrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik c. Sejarah Pembentukan Provinsi Papua Barat

d. Undang-undang Otonomi Khusus Provinsi Papua 5. Bab V

Pembahasan dalam Bab adalah penyebab Dualisme Majelis Rakyat Papua, pembahasan

Meliputi

a. Pembentukan Majelis Rakyat Papua

b. Munculnya dualisme Majelis Rakyat Papua c. Penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Otonomi Daerah

Otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian tetapi bukan kemerdekaan.

(10)

dipertanggungjawabkan oleh pihak yang diberi tanggung jawab. Secara implisit definisi otonomi

tersebut mengandung dua unsur, yaitu: Adanya pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan

yang harus diselesaikan serta kewenangan untuk melaksanakannya; dan Adanya pemberian

kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri berbagai

penyelesaian tugas itu. Dalam kaitannya dengan kewajiban untuk memikirkan dan menetapkan

sendiri bagaimana penyelesaian tugas penyelenggaraan pemerintahan,

mengemukakan batasan otonomi sebagai kebebasan bergerak yang diberikan kepada

daerah otomom dan memberikan kesempatan kepadanya untuk mempergunakan prakarsanya

sendiri dari segala macam keputusannya, untuk mengurus kepentingan-kepentingan umum.”

Dari berbagai batasan tentang otonomi daerah tersebut diatas, dapat dipahami bahwa

sesungguhnya otonomi merupakan realisasi dari pengakuan pemerintah bahwa kepentingan dan

kehendak rakyatlah yang menjadi satu-satunya sumber untuk menentukan pemerintahan negara.

Dengan kata lain otonomi menurut Magnar (1991: 22), memberikan kemungkinan yang lebih

besar bagi rakyat untuk turut serta dalam mengambil bagian dan tanggung jawab dalam proses

pemerintahan”. Manan (dalam Magnar, 1991:23) menjelaskan bahwa otonomi mengandung

tujuan-tujuan,yaitu:

1. Pembagian dan pembatasan kekuasaan.Salah satu persoalan pokok dalam negara hukum

yang demokratik, adalah bagaimana disatu pihak menjamin dan melindungi hak-hak

pribadi rakyat dari kemungkinan terjadinya hal-hal yang sewenang- wenang. Dengan

(11)

sendiri, berarti pemerintah pusat membagi kekuasaan yang dimiliki dan sekaligus

membatasi kekuasaanya terhadap urusan-urusan yang dilimpahkan kepada kepala daerah

2. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Adalah terlalu sulit

bahkan tidak mungkin untuk meletakkan dan mengharapkan Pemerintah Pusat dapat

menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya terhadap segala persoalan apabila hal tersebut

bersifat kedaerahan yang beraneka ragam coraknya. Oleh sebab itu untuk menjamin

efisiensi dan efektivitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, kepada daerah

perlu diberi wewenang untuk turut serta mengatur dan mengurus pelaksanaan tugas-tugas

pemerintahan dalam lingkungan rumah tangganya, diharapkan masalah-masalah yang

bersifat lokal akan mendapat perhatian dan pelayanan yang wajar dan baik.

3. Pembangunan-pembangunan adalah suatu proses mobilisasi faktor-faktor sosial,

ekonomi, politik maupun budaya untuk mencapai dan menciptakan perikehidupan

sejahtera.

4. Dengan adanya pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus urusan dan

kepentingan rumah tangga daerahnya, partisipasi rakyat dapat dibangkitkan dan

pembangunan benar-benar diarahkan kepada kepentingan nyata daerah yang

bersangkutan, karena merekalah yang paling mengetahui kepentingan dan

kebutuhannya.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(12)

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang- undangan. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebijakan otonomi daerah yang demikian itu merupakan kebijakan Negara yang

mendasari penyelenggaraan organisasi dan manajemen pemerintahan daerah. Artinya, seluruh

kebijakan dan kegiatan pemerintahan serta kebijakan dan kegiatan pembangunan di daerah

dilaksanakan menurut arah kebijakan yang ditetapkan dalam kebijakan Negara tersebut.

Pelaksanaan otonomi daerah itu tentu saja bukan sekedar membincangkan mekanisme

bagaimana menterjemahkan tujuan-tujuan policy kepada prosedur rutin dan teknik, melainkan

lebih jauh daripada itu, melibatkan berbagai faktor mulai dari factor sumber daya, hubungan

antar unit organisasi, tingkat-tingkat birokrasi sampai kepada golongan politik tertentu yang

mungkin tidak menyetujui polici yang sudah ditetapkan.5

2.5 Konflik

Konflik berasal dari bahasa latin, conflictus yang artinya pertentangan. Defenisi konflik

menurut para ahli sangatlah bervariasi karena para ahli melihat konflik dari berbagai sudut

(13)

pandang atau perspektif yang berbeda-beda . Akan tetapi secara umum konflik dapat

digambarkan sebagai benturan kepentingan antar dua pihak atau lebih, di mana salah satu pihak

merasa diperlukan secara tidak adil, kemudian kecewa. Dan kekecewan itu dapat diwujudkan

melalui konflik dengan cara-cara yang legal dan tidak legal. Konflik juga diartikan sebagai

hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa

sasaran-sasaran yang tidak sejalan.

Secara umum ada dua tujuan dasar konflik yakni, mendapatkan dan/atau mempertahankan

sumber-sumber. Tujuan konflik untuk mendapatkan sumber-sumber merupakan ciri manusia

yang bersifat materil-jasmaniah untuk maupun spiritual-rohaniah untuk dapat hidup secara layak

dan terhormat dalam masyarakat. Yang ingin diperoleh manusia meliputi hal-hal yang sesuai

dengan kehendak bebas dan kepentinganya. Tujuan konflik untuk mempertahankan

sumber-sumber yang selama ini sudah dimiliki juga merupakan kecenderungan hidup manusia6

Konflik merupakan sebagian dari kehidupan manusi yang tidak lenyap dari sejarah. Selama

manusia masih hidup, konflik terus ada dan tidak mungkin manusia menghapus konflik dari

dunia ini, baik konflik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok maupun

kelompok dengan kelompok yang ada dalam lingkup masyarakat. Konflik senantiasa mewarnai

kehidupan masyarakat yang mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai aspek

lainnya

2.6 Elit Politik Lokal dan Non Politik Lokal

(14)

a. Elit merupakan seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif

dan legislatif yang dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang

demokratis ditingkat lokal7. Mereka menduduki jabatan politik tinggi ditingkat lokal yang

membuat dan menjalankan kebijakan politik. Elit politiknya seperti: Gubenur,Bupati,

Walikota, Ketua DPRD, dan pimpinan-pimpinan partai politik. Elit Politik Lokal merupakan

seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang

dipilih melalui pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang demokratis ditingkat

lokal. Mereka menduduki jabatan politik tinggi ditingkat lokal yang membuat dan

menjalankan kebijakan politik. Elit polotiknya seperti: Gubenur,Bupati, Walikota, Ketua

DPRD, dan pimpinan-pimpinan partai politik8

b. Elit Non Politik Lokal adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan

mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non

politik ini seperti: elit keagamaan, elit organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, profesi dan

lain sebagainya. Perbedaan tipe elit lokal ini diharapkan selain dapat membedakan ruang

lingkup mereka, juga dapat memberikan penjelasan mengenai hubungan antar-elit politik

maupun elit mesyarakat dalam proses Pemilihan Kepala Daerah di tingkat lokal. Dalam

sirkulasi elit, konflik bisa muncul dari dalam kelompok itu sendiri maupun antarkelompok

pengusaha maupun kelompok tandingan. Sirkulasi elit menurut Pareto terjadi dalam dua

kategori yaitu: Pertama, pergantian terjadi antara kelompok-kelompok yang memerintah

7 Teori elit mengandung bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yang mencakup (a) sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah; dan (b) sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah. Elit sering di artikan sebagai sekumpulan orang sebagi individu-individu yang superior, yang berbeda dengan massa yang menguasai jaringan-jaringan kekuasaan atau kelompok yang berbeda dilingkaran kekuasaan maupun yang sedang berkuasa. Mosca dan Pareto membagi strtifikasi dalam tiga kategori yaitu elit yang memerintah(governing elit), elit yang tidak memerintah (non-governing elite)dan mkassa umum (non-elite). Lihat S. P. Varma, Teori Politik Modren, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), Maurice Duverger, Sosiologi Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 1982), hlm.179.

(15)

sendiri, dan Kedua, pergantian terjadi di antara elit dengan penduduk lainya. Pergantian model

kedua ini bisa berupa pemasukan yang terdiri atas dua hal yaitu: (a). Individu-individu dari

lapisan yang berbeda kedalam kelompok elit yang sudah ada, dan atau (b). Individu-individu

dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk kedalam kancah

perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.9

2.7 Pilkada Sebagai Demokratisasi Politik Lokal

Kajian tentang Pilkada secara langsung pada dasarnya merupakan pilar yang bersifat

memperkukuh bangunan demokrasi secara nasional. Sebagai mana dinyatakan oleh Tip O

Neiil,”all politics is lokal”, Pemilihan secara demokratis terhadap kepala daerah tersebut,

dengan mengingat bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut UU.No.22 tahun 2003 tentang

Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa

DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam UU. Ini dilakukan secara rakyat secara

langsung dan Kepala Daerah dalam melaksankan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Kepala

Daerah, dan perangkat Daerah. Secara sederhana demokrasi adalah sebuah sistem untuk

membuat keputusan-keputusan politik dimana individu-individu mendapat kekuasaan melalui

pertarungan kompetitif memperebutkan suara rakyat. Pemaknaan demokrasi, dengan tekanan

pada yang berarti demokrasi akan berkembang subur dan terbangun kuat diaras nasioanal

apabila tingkatan yang lebih rendah (Lokal) nilai-nilai demokrasi berakar kuat.Pilkada secara

langsung adalah perkembangan menarik dalam sejarah perpolitikan lokal di Negeri ini, karena

(16)

pilkada langsung merupakan momentum pelekatan dasar fondasi kedaulatan rakyat dan sistem

politik serta demokrasi di aras lokal10.

Terselenggaranya Good Gavernance di daerah akan merupakan jaminan bagi Otonomi

Daerah yang ;langsung dan bermutu. Tetapi Otonomi daerah yang di dasarkan pada program

Desentralisasi pemerintahan juga akan tergantung pada Polotical Will & Political Commitment

dari pemerintahan di tingkat pusat. Kedua hal ini merupakan faktor- faktor utama untuk

menimbang masa depan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah yang di dasarkan pada program

Desentralisasi meniscayakan kewenangan pemerintah pusat untuk menentukan seberapa besar

dan luas Otonomi Daerah itu akan di berikan.

Pemerintahan pusat yang di kuasai secara bergantian oleh kekuatan- kekuatan politik

yang berbeda-beda aliran dapat berpengaruh terhadap berubah-ubahnya kebijakan desentrilisasi

yang di terapkan untuk masa-masa yang berbeda-beda. Smith, Dahl, maupun Mawhood

mengatakan bahwa untuk mengujutkan apa yang di sebut: Lokal Accountability, Political equity,

and lokal responsiveness, yang merupakan tujuan Desentralisasi, ada beberapa prasyarat yang

harus di penuhi yakni: Pemerintahan Daerah harus memiliki teritorial kekuasaan yang jelas

(legal territorial of power); memiliki Pendapatan Daerah sendiri (lokal own income); meimiliki

lembaga perwakilan rakyat (lokal representative body) yang berpungsi untuk mengontrol

Eksekutif Daerah; dan adanya Kepala Daerah yang di pilih secara langsung oleh masyarakat

melalui mekanisme pemilihan umum.

j

BAB III

(17)

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis. Penelitian deskriptif

melakukan analisis dan menyajikan data-data dan fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat

dipahami dan disimpulkan. Tujuan penelitian deskriptif analisis adalah untuk membuat

gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau

daerah tertentu. Disamping itu penelitian ini juga menggunakan teori-teori, data-data dan

konsep-konsep sebagai kerangka acuan untuk menjelaskan hasil penelitian, menganalisis dan

sekaligus menjawab persoalan yang diteliti. Oleh karena itu jenis penelitian ini adalah penelitian

deskriptif-analitis. Artinya penelitian ini akan menggambarkan, menguraikan, menganalisa,

menjelaskan dan merekomendasikan wacana dan gagasan terkait penyebab dualisme Majelis

Rakyat Papua.

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua

(18)

Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Papua Barat, Penelitian Ini adalah jenis penelitian

Kualitatif dengan metode studi kepustakaan sebagai pendekatanya, maka tempat penelitian

dilakukan di beberapa tempat dan menelepon langsung kepada pihak yang mendukung dan

menunjang proses pengumpulan data dan analisa data kepustakaan. Adapaun tempat-tempat

tersebut dipilih adalah perpustakaan Universitas Indonesia, perpuskaan LIPI, dan media-media

nasional, tempat-tempat tersebut dijadikan sebagai fokus penelitian mengingat keberadaan

tempat tersebut terkait dengan sumber data dan Informasi seputar keadaan politik di Papua dan

penyebab dualisme Majelis Rakyat Papua, pengumpulan tersebut dilakukan dengan cara

wawancara, dan mengumpulkan data-data melalui buku-buku dan bahan lainnya yang

didapatkan di Perpustakaan dan data-data dari lembaga terkait hubunganya dengan masalah

yang diteliti.

3.4 Teknik Pengumpulan data

a) Data primer dipeloreh melalui wawancara melalui sambungan telepon dengan Tokoh

elit Politik Papua yang memahami permasalahan penelitian, khususnya tentang

Pendirian Majelis Rakyat Papua dan dinamika yang ada di dalamnya dalam rangka

mendengarkan kesaksian dan penjelasan terkait penyebab dualisme Majelis Rakyat

Papua, proses pengumpulan data primer dengan menelpon langsung Abraham atururi

karena beliau adalah pihak yang terlibat dalam Proses pendirian Majelis Rakyat Papua

Barat, beliau pula lah yang menggagas beridirnya Majelis Rakyat Papua Barat. Artinya

penjelasan dan kesaksian beliau serupa dengan kesaksian para tokoh yang terlibat dan

(19)

b) data sekunder yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku-buku,

jurnal, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian ini

4.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah deskritif-analitis. Yaitu bertolak dari data yang

telah dikumpulkan secara deskriptif nerdasarkan teori (pendekatan) yang digunakan, setelah itu

ditelaah secara mendalam dengan studi komparatif dan anatitis. Meteode kajian yang digunakan

dalam analisis data di dalam penelitian ini dalah metode deskripkif yang berdasarkan pada

pendekatan teori elit politik local

BAB IV

Pembahasan

a. Deskripsi geografis wilayah Papua

Pada mulanya pulau Papua merupakan dasar lautan Pasifik yang paling dalam dan juga merupakan lempeng Australia (lempeng Sahul) yang berada di bawah dasar lautan Pasifik tetapi akibat adanya pertemuan/tumbukan lempeng (tektonik lempeng) antara lempeng benua Australia (Lempeng Sahul) dan lempeng Samudera Pasifik sehingga terangkatnya lempeng Australia menjadi pulau di bagian Utara Australia. Pertemuan/tubukkan lempeng ini sehingga menyebabkan terbentuknya gugusan pegunungan Tengah dan gugusan pegunungan di wilayah Kepala Burung. (Hamilton, 1979; Dow et al., 1988).

(20)

adanya pemanasan global. Proses geologi Papua ini baru terjadi sekitar 60an jutaan tahun silam sehingga masih bisa ditemukan kerang di wilayah daratan Papua. Menurut istilah geologi bahwa proses pertemuan lempeng disebut Convergent dan proses pemisahan lempeng disebut

Divergent. Sehingga Papua merupakan proses Konvergen antara lempeng Samudera dan lempeng Benua.

Pulau Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah pulau Greenland dan berada pada 1310 BT – 1410 BT yang berada di wilayah utara Australia dan berbatasan dengan Provinsi Maluku (Indonesia) di bagian Barat, serta berbatasan langsung di bagian Timur dari Negara Papua New Guinea dan berada di bagian Selatan Samudera Pasifik. Papua merupakan provinsi cangkokkan paling timur Indonesia karena tidak disahkan melalui Undang-Undang menjadi Provinsi ke-26 (Provinsi Papua) dan ke-33 (Provinsi Papua Barat). Wilayah ini dibagi menjadi dua Provinsi yaitu Provinsi Papua berdasarkan PENPRES No. 1 Tahun 1963 yang beribu kota di Jayapura dan Provinsi Papua Barat berdasarkan INPRES No.1 Tahun 2003 yang beribu kota di Manokwari.11 maka sudah sepantasnya pulau ini harus diberi nama pulau

Convergentland (Tanah Konvergen) sedangkan bangsa yang mendiami pulau itu harus diberi nama Bangsa Melanesia yang berasal dari bahasa Yunani Kuni yaitu Melan (Hitam) dan Nesos

(Pulau) sehingga disebut Pulau Hitam.12

(21)

Secara keseluruhan, Papua memiliki luas 421,981 km2 dan dengan letak astronomi pada ujung Barat Papua di Pulau Gaag (Raja ampat) berada pada 1290 BT – pada 1410 BT di ujung Timur Perbatasan Merauke dan Jayapura serta berada di 00 - 10 LU pada pulauMapia dan Pulau Fani di bagian Utara Papua serta 90 LS di bagian Selatan Merauke.13

Sebagai sebuah pulau besar dengan topografi berbukit-bukit dan bergunung-gunung dan pengaruh letak geografis dan astronomis, menyebabkan Papua memiliki iklim yang bervariasi di tiap daerah meskipun secara umum beriklim tropis. Sepanjang daerah pegunungan hujan turun hampir sepanjang tahun dan di bagian belahan utara, musim hujan pada umumnya lebih panjang daripada musim kemarau. Sedangkan pada bagian tenggara musim kemarau berlangsung lebih panjang. Bagian Utara pulau Papua berbatasan dengan lautan Pasifik, selatan berbatasan dengan Bagian Utara Australia, bagian Timur berbatasan dengan Negara tetangga Papua New Guinea serta di bagian Barat berbatasan dengan Maluku. Pada bagian pesisir pantai Utara Papua umunya terdiri dari karang laut sedangkan di bagian selatan banyak terdapat pasir (tidak berbatuan) dan lebih rendah sedangkan bagian utara umumnya banyak terdapat pegunungan.

(22)

eksploitasi Minyak oleh NNGPM pada tahun 1938 di Sorong hingga kini dilanjutkan oleh Petrochina serta kini mulai dieksploitasi Gas di Teluk Bintuni oleh BP Indonesia.

Papua adalah surganya berbagai Flora (Tumbuhan-tumbuhan) dan Fauna (Hewanhewan). Berbagai varietas ini ditentukan berdasarkan habitatnya masing-masing, mulai dari dasar laut, pesisir pantai, lembah, pegunungan hingga ke udara. Papua Barat terletak di sabuk Wallace yang membagi Kalimantan dan Sulawesi, dan memisahkan wilayah biogeografi Asia dan Australia. Berbeda dengan Jawa, Sumatera dan Kalimantan, sebagian besar flora dan fauna Papua berasal dari Australia.7 Salah contoh di Papua Barat, setidaknya ada sekitar 650 spesies burung dan masih banyak lagi subspeciesnya di Papua Barat. Di Pegunungan Cagar Alam Arfak, 25 km barat daya Manokwari, ditemukan sekitar 320 spesies burung. Termasuk di dalamnya beragam burung

paradise, burung beo, burung kakak tua, burung bangau, Elang Papua Harpy, burung Bower dan Arfak Astrapia. Sekitar 110 spesies mamalia termasuk 30 spesies marsupial juga ditemukan di Pegunungan Arfak, juga kanguru pohon, spesies kuskus, rubah, kelelawar dan possum. Selain itu, Papua Barat juga sebagai rumah bagi invertebrata dan reptil, termasuk kupu-kupu besar dan kecil (hanya berukuran 3 m), dan varian Komodo mini (Bahasa Melayu Papua yaitu Soa-soa).

Dengan adanya pertemuan tiga lempeng di Papua (lempeng Asia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia) sehingga terjadi pengangkatan dari dasar laut menjadi pulau Papua, maka sudah jelas bahwa seluruh kekayaan yang berupa fosil dan mineral pun terangkat ke atas permukaan bersama-sama dengan pulau ini. Akibatnya permukaan pulau Papua tidak rata tetapi bergunung-gunung, lembah-lembah, jurang terjal, dll. Dengan adanya pengangkatan ini, maka pulau Papua banyak terdapat kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui seperti Minyak Bumi, Gas, dan Pertambangan.

11. Wawancara Ottis Simopiaref dengan Bapak Frits Kirihio.

12. John Anari. Bangsa Melanesia di Pulau Convegentland. (www.oppb.webs.com dan

www.facebook.com/oppb.wpio)

(23)

b. Sejarah Integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik, Pembentukan Provinsi Papua Barat, dan Undang-undang Otonomi Khusus Provinsi Papua

Bangsa asing yang pertama kali mulai masuk ke wilayah Papua orangorang dari Tidore atas perintah Sultan Tidore. Mereka masuk ke wilayah ini untuk mencari burung kuning (Paradise Bird) serta menyebarkan agama mereka yaitu Islam. Mereka hanya berhasil masuk di bagian Barat yaitu di daerah Raja Ampat, Kaimana, Bintuni, Kokas, Fakfak, dan bagian Selatan lainnya. Selain mencari burung Kuning, Sultan Tidore juga meminta bantuan orang-orang untuk berperang melawan orang-orang Eropa sehingga Sultan pun meminta bantuan dari wilayah Biak yang dipimpin oleh seorang Mambri (Panglima Perang). Selanjutnya disusul oleh orangorang Arab yang masuk ke wilayah Fakfak kemudian mereka member nama pulau Papua yang berarti

Budak.14

(24)

Belanda dari Sulawesi Utara, Manado) membentuk Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). Sedangkan murid lainnya seperti Marthen Indey, Frans Kaisiepo, dan Rumkorem menjadi pengikut setia Soegoro. Sedangkan Murid lainnya seperti Herman Wajoi, Nicholas Jouwe, Johan Ariks, Markus Kaisiepo, Nikolas Tanggahma, dll. Mereka ini Adalah Tokoh Masyarakat yang kemudian menjadi Anti Soegoro karena telah mengetahui niat Soegoro untuk memasukkan Papua ke dalam Republik Indonesia. Akibatnya Soegoro ditahan kembali ke Digul tetapi berkat seorang penjaga, maka beliau diloloskan oleh Petugas Lembaga hingga ia melarikan diri ke Port Morestby dan kemudian dikembalikan ke Indonesia.

(25)

bangsa-bangsa yang belum berdaulat (Belum Berpemerintahan Sendiri) diundang untuk turut bekerja di berbagai bagian dan dewan-dewan PBB yang tertentu. Ini berarti bahwa biarpun Negara-negara yang belum berdaulat belum juga menjadi anggota PBB sudah bisa turut bekerja dalam berbagai bagian dari PBB. Melalui cara ini, maka diharapkan supaya kemajuan di Negara-negara tersebut bisa dipercepat. Negara Uni Soviet, Guinea, Spanyol dan Portugal tidak turut pemungutan suara.

Menurut Wakil Niuew Guinea Raad, Nicolas Jouwe mengatakan bahwa “Indonesia tidak menghargai hak kami untuk menentukan nasib sendiri”. Deklarasi PBB mengenai Hak Asasi Manusia dan Piagam Pemberian Kemerdekaan Negara-negara dan orang-orang jajahan, yang mulai berlaku tanggal 14 Desember 1960, dianggap oleh Indonesia sebagai sesuatu yang tidak relevan atau tidak dapat diterapkan untuk orang-orang Papua. Indonesia mengatakan bahwa orang Papua adalah orang Indonesia. Hak orang Papua untuk menentukan nasib sendiri diputuskan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945”.20

Namun kenyataan ini tidak diterima baik oleh Indonesia, maka sebagai tandingnya Indonesia membuka Partai Komunis pada tahun 1946 namun berhasil dibubarkan oleh TNI AD. Tetapi akhirnya kembali berjaya lagi karena didukung oleh Presiden Soekarno sehingga hampir sebagian besar penduduk Indonesia di Jawa beralih ke Komunis mengikuti paham NASAKOM (Nasionalis Agama dan Komunis). Padahal Soekarno telah melanggar Politik Luar Negeri Indonesia yang Bebas Aktif atau tidak memihak kepada salah satu Blok yaitu Blok Barat (Sekutu) maupun Blok Timur (Komunis).

(26)

Berikut adalah surat rahasia President John. F. Kennedy yang mendesak Perdana Menteri Dequai di Belanda untuk segera menyerahkan Administrasi Nederlands Nieuw Guinea ke Indonesia dan Indonesia akan mejamin hak untuk Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat Penduduk Asli Papua sesuai dengan usulan Menteri Luar Negeri Belanda DR. Joseph Lunch.21

Lampiran

Saya telah mengikuti dengan seksama masalah yang dihadapi pemerintah Tuan selama beberapa minggua terakhir, dalam upaya mencari penyelesaian yang baik guna mengakhiri pertikaian dengan Indonesia mengenai pelepasan wilayah Nieuw Guinea. Saya merasa prihatin dengan penghentian PEMBICARAAN-PEMBICARAAN RAHASIA antara wakil-wakil anda dan Indonesia. Namun demikian saya tetap percaya akan adanya kemungkinan penyelesaian secara damai antara kedua belah pihak bersedia melanjutkan kembali perundingan-perundingan tersebut atas dasar saling percaya.

(27)

tubuh Angkatan Perang maupun di dalam negeri, akan menjadi rapuh dan sasaran empuk bagi intervensi komunis. Jika Indonesia takluk kepada komunis dalam keadaan seperti ini, maka seluruh posisi non-komunis di Vietnam, Thailand, dan Malaya akan terancam bahaya, padahal kawasan tersebutlah yang saat ini justru menjadi pusat perhatian Amerika Serikat. Kami memahami posisi Belanda yang ingin mundur dari wilayah tersebut serta kerelaanya jika akhirnya wilayah tersebut harus beralih kepada penguasaan Indonesia. Namun demikian, pemerintah Belanda telah bertekat mengupayakan kepemimpinan Papua sebagai jaminan atas HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI bangsa Papua, dan Status Polotiknya dimasa akan datang.

Pihak lain Indonesia telah menyampaikan pada kami tentang keinginanannya untuk mengambil alih secara langsung pemerintahan atas wilayah itu, sekaligus memberikan kesempatan kepada Rakyat Papua untuk Menentukan sendiri Nasib Masa Depannya.

(28)

bahwa demi kepentingan saat ini, maka kita jangan sampai kehilangan kesempatan-kesemptan baik bagi perundingan-perundingan damai bagi penyelesaian masalah yang menyakitkan ini.

Hormat saya, /tt/ John F. Kenedy Yang Mulia, Dr. J. E. de Quay

Perdana Menteri Nederland di Den Haag

(29)

� Referendum atau yang dikenal dengan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang direncanakan pada tahun 1969, dibatalkan saja atau bila perlu dihapuskan. � Indonesia menduduki wilayah Papua Barat hanya selama 25 tahun saja,

terhitung mulai tanggal 1 Mei 1963.

� Pelaksanaan PEPERA dilakukan sesuai dengan Praktek Parlemen Indonesia, yaitu melalui Sistem Musyawarah.

� Hasil PEPERA diterima di muka umum sidang PBB tanpa ada perdebatan. � Amerika berkewajiban untuk menanam Saham untuk mengeksplorasi kekayaan alam di Irian Barat demi kemajuan daerah tersebut.

� Amerika memberikan bantuan sebesar US $. 30 juta melalui jaminan kepada ADB (Asian Development Bank) untuk pembangunan Papua selama 25 tahun.Amerika memberikan bantuan dana melalui Bank Dunia (Word Bank) kepada Indonesia untuk mengirimkan Transmigrasi ke daerah Papua untuk Assimilasi mulai tahun 1977.23

(30)

sebuah Pulau di Samudera Pasifik, atau menyurati orang-orang Amerika untuk mencarikan tempat di bulan.24

Setelah selesai Jajak Pendapat tahun 1969 maupun setelah berintegrasi pada 1 Mei 1963, Indonesia menjadikan Provinsi Papua sebagai Provinsi ke-26 Republik Indonesia tidak melalui suatu Undang-Undang tetapi hanya melalui PENPRES No.1 tahun 1963 untuk Provinsi Papua yang berkedudukan di Jayapura (Lihat lampiran PENPRES No.1 Tahun 1963) dan INPRES No. 1 Tahun 2003 untuk Provinsi Papua Barat yang berkedudukan di Manokwari. PENPRES No.1 Tahun 1963 dan KEPRES No. 2 (Rahasia) telah memberikan Otonomi Khusus Papua dengan mata uang sendiri Irian Barat Rupiah (IB. Rp) untuk menggantikan mata uang Niuew Guinea Gulden tetapi kemudian dicabut oleh Orde Baru melalui Ketetapan MPRS No.21 Tahun 1966 Pasal 6, yang berbunyi Kedudukan Khusus Irian Barat ditiadakan selanjutnya disamakan dengan Otonomi Daerah Lainnya di Indonesia.25 Kemudian diganti dengan REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) tetapi gagal juga ketika Orde Baru ditumbangkan oleh mahasiswa pada zaman Reformasi kemudian dikembalikan lagi ke Otonomi Khusus melalui UU No. 21 Tahun 2001 oleh Megawati Soekarno Putri.

14. Wawancara dengan Tete Apus Mambrasal. Biak. 2011.

15. Agus. A. Alua. Dialog Nasional Papua dan Indonesia. Sekretariat Presidium Dewan Papua dan Biro Penelitian STFT Fajar Timur. Jayapura. 2002. Hal. 61.

16. Yayasan Badan Kontak Keluarga Besar Perintis Irian Barat. Api Perjuangan Pembebasan Irian Barat. Jakarta. 1986. Hal. 123

17. GRIB. Dokumen Irian Barat. 1968. Hal. 3

18. Mr. H. J. Sorolea. Azas-Azas Tatanegara Nederlands Niuew Guinea Jilid II. Diterjemahkan oleh P. J. Merkelijn. Pustaka Rakyat Hollandia. Hal. 115.

19. Mr. H.J. Sorolea. Azas-Azas Tata Negara Nederlands Nieuw Guinea. Jilid II. Diterjemahkan oleh P.J. Merkelijn. Pustaka Rakyat. Holandia. 1961. Hal. 103, 104, dan 115.

20. Charles Farhadian. Kisah Hidup Tokoh-Tokoh Papua. Deiyai West Papua. 2007. Jakarta. Hal. 212. 21. Organisasi Pribumi Papua Barat . Secret Letter of John. F. Kennedy. http://www.oppb.webs.com 22. United Nations Security Force (UNSF). West New Guinea 1962-1963.

http://www.un.org/Depts/DPKO/Missions/unsf.html

23. West Papua Community. Papua Barat Dari Kolonisasi ke Rekolonisasi. Hal. 32 24. West Papua Community. Papua Barat dari Kolonisasi ke Rekolonisasi. 1999. Hal. 47

Referensi

Dokumen terkait

sebahagian besar daripada KIR yang telah terlibat dalam berkongsi manfaat aktiviti dan program di bawah SPKR memaklumkan bahawa mereka tidak menerima sebarang kemudahan dari

Kebijakan emberian informasi & edukasi Ada Kebijakan ersetujuan $ndakan kedokteran 3informed ,onsent5 Ada Panduan ersetujuan $ndakan kedokteran 3informed ,onsent5 Ada

Legal domicile M Kode Domisili Perusahaan dalam ARIA Jika nasabah merupakan institusi asing maka disebutkan nama negara institusi asing yang bersangkutan.. Type of Business M

Selain itu dengan adanya sistem yang terkomputerisasi diharapkan adanya unsur obyektifitas pengambil keputusan serta dapat meminimalkan humam error, mempercepat

Namun kurangnya dokter hewan yang tidak selalu ada di tempat sehingga dibutuhkan suatu program sistem pakar berbasis desktop yang mampu memberikan diagnosa akan

The establishment of effective working environment which is capable to integrate the needs and value of the organization with the needs and values of individuals in general looks

“Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA melalui model Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Pada Kelas V SDN 2 Bansari Bulu Temanggung Semester II Tahun

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan dengan tujuan untuk mengetahui bahwa Perangkat Pembelajaran Konsep Dasar IPSdi SD yang menerapkan model Partisipasi