• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Siswa Kelas 4 SD Negeri Ledok 06 Salatiga Semester II Tahun Pelaj

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Siswa Kelas 4 SD Negeri Ledok 06 Salatiga Semester II Tahun Pelaj"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

7

Berikut ini akan dijelaskan beberapa landasan teori tentang hakikat

matematika, model pembelajaran kooperatif, metode NHT dan, hasil belajar.

2.1.1 Hakikat Matematika

2.1.1.1 Matematika dan Pembelajarannya

“Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai

bilangan” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 723).

Menurut Russeffendi (Heruman, 2007: 1), “matematika adalah bahasa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil”.

Sedangkan menurut Johnson dan Myklebus (dalam Mulyono, 2003: 252)

“Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan

fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir”.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika

merupakan ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, pola keteraturan dan

struktur yang terorganisasi yang tidak menerima pembuktian secara induktif.

Namun harus dapat dibuktikan secara deduktif.

Bruner (Ruseffendi, 1991) dalam metode penemuannya mengungkapkan

bahwa dalam pembelajaran matematika siswa harus menemukan sendiri berbagai

pengetahuan yang diperlukannya (Heruman, 2007:4). “Pada pembelajaran

matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa

sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Setiap konsep berkaitan dengan

konsep lain, oleh karena itu siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk

(2)

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran

matematika siswa harus menemukan sendiri pengetahuan yang diperlukannya.

Karena dalam pembelajaran matematika merupakan keterkaitan antar konsep,

maka siswa perlu diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.2.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif

Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi pembelajaran kooperatif.

Roger, dkk. (1992) menyatakan “pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan

pembelajaran anggota-anggota yang lain” (Miftahul

Huda,2011:29).

Sedangkan pembelajaran kooperatif menurut Wina (2013: 242)

“merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem

pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang

mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku

yang berbeda (heterogen)”.

Adapun pengertian lain pembelajaran kooperatif dalam Sanjaya (Hamdani,

2010: 30)adalah “rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan”.

Dari beberapa pengertian yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran di mana siswa bekerjasama

saling membantu dalam belajar dengan suatu kelompok kecil. Setiap siswa dalam

kelompok saling bekerjasama dan bertanggungjawab kepada dirinya sendiri dan

kepada kelompok. Siswa saling bekerjasama menyelesaikan masalah untuk

(3)

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Sadker dan Sadker (dalam Miftahul Huda, 2011: 66) menjabarkan

beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan

keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga

memberikan manfaat besar lain seperti berikut ini:

a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi, hal ini khususnya berlaku bagi siswa-siswa SD untuk mata pelajaran matematika.

b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

c. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar mereka nanti. d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa

terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

Slavin (dalam Miftahul Huda, 2011: 68) mengidentifikasikan tiga kendala

utama atau apa yang disebut pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dengan

pembelajaran kooperatif:

a. Free Rider: jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada munculnya free rider atau

“pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab secara personal

pada tugas kelompoknya; mereka hanya “mengekor” saja apa

yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain. b. Diffusion of Responsibility: yang dimaksud Diffusion of

Responsibility (penyebaran tanggung jawab) ini adalah suatu kondisi dimana beberapa anggota yang dianggap tidak mampucenderung diabaikan oleh anggota-anggota lain yang

“lebih mampu”.

(4)

Dari uraian tentangkelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif dapat

disimpulkan bahwa kelebihan pembelajaran kooperatif adalah siswa akan

memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi, memiliki sikap harga diri yang

lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar, akan terbangun rasa ketergantungan

yang positif , meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap perbedaan yang ada.

Sedangkan kekurangannya adalah siswa tidak bertanggung jawab secara

personal pada tugas kelompoknya, anggota yang dianggap tidak mampucenderung

diabaikan oleh anggota-anggota lain yang lebih mampu, siswa hanya fokus pada

bagian materi yang menjadi tanggungjawabnya sedangkan materi yang lain

diabaikan.

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (Numbered Heads)

dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992).

Menurut Hamdani (2010:89) menjelaskan bahwa“Numbered Heads

Together adalah metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat

suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa”.

Menurut Lie(2004: 59) “Numbered Heads Together adalah pembelajaran

kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan

ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat”. Menurut Slavin

(dalam Miftahul Huda, 2011: 130)“Numbered Heads Together adalah suatu

model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam

mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang

akhirnya dipresentasikan di depan kelas”.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Numbered Heads Together

adalah suatu pembelajaran dimana setiap siswa diberikan nomor. Dalam hal ini

siswa saling memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan

ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Untuk

mempertanggung jawabkan hasil diskusinya siswa mempresentasikan hasil

(5)

2.1.3.1Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered

Heads Together)

Langkah-langkah Numbered Heads Together menurut Hamdani (2010:90)

a. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

b. Guru memberikan tugas kepada tiap-tiapkelompok disuruh untuk mengerjakannya.

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. e. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru

menunjuk nomor lain. f. Kesimpulan

Langkah-langkah Numbered Heads Together menurut Suprijono (2009:92)

a. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. b. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab

oleh tiap-tiap kelompok.

c. Setiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. d. Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang

sama dari tiap-tiap kelompok.

e. Mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang diberikan guru secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. f. Kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang guru berikan

sebagai pengetahuan yang utuh.

Hal ini ditegaskan oleh pendapat Suprihatiningrum (2012:209) bahwa

langkah-langkah Model Numbered Heads Together adalah:

a. Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5. b. Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. c. Berpikir bersama

(6)

d. Menjawab

Guru memanggil nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Kesimpulan dari langkah-langkah Numbered Heads Together adalah

sebagai berikut:

a. Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan

kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

b. Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap

kelompok.

c. Berpikir bersama

Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang

dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok

mengetahui jawaban tersebut.

d. Pemanggilan

Guru memanggil salah satu nomor secara acak

e. Menjawab

Mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang diberikan

guru secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran

memaparkan jawaban atas pertanyaan guru.

f. Memberi tanggapan

Siswa lain diminta untuk member tanggapan, kemudian guru menunjuk

nomor lain

g. Kesimpulan

Kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang guru berikan sebagai

(7)

2.1.3.2Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

(Numbered Heads Together)

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

memilikikelebihan dan kelemahan sebagai berikut (Hamdani, 2010: 90):

Kelebihan model Numbered Heads Together adalah: a. Setiap siswa menjadi siap semua.

b. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. c. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan model Numbered Heads Together adalah:

a. Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru.

b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. 2.1.4 Hasil belajar

2.1.4.1 Definisi Hasil belajar

Berikut ini akan dijelaskan beberapa definisi tentang hasil belajar

Menurut Woordworth dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 41), “Hasil

belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”.

Menurut Winkel (dalam Purwanto 2009: 45), “hasil belajar adalah

perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah

lakunya, perubahan itu mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”. Menurut A. J. Romizowski(dalam Asep Jihad, 2013: 14) “hasil belajar

merupakan keperluan (output) dari suatu sistem pemrosesan masukan (input).

Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan

keluarnya adalah perbuatan atau kinerja (performance)”.

Menurut Oemar Hamalik (2010:159) “hasil belajar adalah bila seseorang

telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Perubahan

yang dimaksud tidak hanya perubahan pengetahuan, tetapi juga mencakup

perubahan kecakapan, sikap, pengertian dan penghargaan diri pada individu

tersebut”.

Hasil belajar merupakan hasil atau kecakapan yang telah dicapai siswa

dalam kurun waktu tertentu setelah melakukan belajar. Perolehan aspek-aspek

(8)

Menurut Bloom (dalam Rifa’i, 2009:85) terdapat tiga ranah yang merupakan hasil belajar:

a. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang mencakup 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.

b. Ranah Afektif

Berhubungan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif terdiri dari lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi, dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

c. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotor menunjukkan kemampuan fisik,

keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, koordinasi syaraf.

Berdasarkan hal itu, hasil belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Hasil belajar siswa adalah hasil yang dicapai siswa ketika mengikuti dan

mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah. 2) Hasil belajar

mengukur sejauh mana kemampuan seseorang setelah mengikuti proses

pembelajaran. 3) Hasil belajar siswa dinilai aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan

atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi, kemampuan menerima

dan menjawab reaksi, kemampuan fisik melalui koordinasi syaraf.

Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar

kognitif yang dapat diketahui hasilnya dengan tes tertulis setelah proses

pembelajaran selesai.

2.1.4.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Rifa’i (2009: 97), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah kondisi eksternal dan internal peserta didik. Kondisi internal mencakup

kondisi fisik, psikis dan sosial. Kondisi fisik seperti organ tubuh, sedangkan

kondisi psikis yakni intelektual emosional, selain itu kondisi sosial berupa

kemapuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kualitas kondisi internal yang

dimiliki mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar.

Faktor eksternal diantaranya variasi dan tingkat kesulitan materi belajar

(9)

hasil dan proses belajar. Agar peserta didik berhasil dalam belajar, harus

memperhatikan kemampuan internal peserta didik dan stimulus yang ada diluar

peserta didik. Belajar tipe kemampuan baru harus diawali dari kemampuan yang

telah dipelajarinya dan menyediakan situasi eksternal bervariasi.

Kedua faktor inti tersebut berperan penting dalam proses belajar dalam

meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

Slameto (2003: 54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan dijelaskan

dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Faktor – faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang yang berasal dari diri siswa. Faktor intern terbagi menjadi 3 faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.

1. Faktor Jasmaniah

Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kedua adalah cacat tubuh yaitu sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. 2. Faktor Psikologis

Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor – faktor itu adalah: a) Intelegensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan

menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. b) Perhatian yaitu keaktifan siswa yang dipertinggi, jiwa itupun

semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. c) Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan

dan mengenang beberapa kegiatan. d) Bakat adalah kemampuan untuk belajar.

e) Motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik saat belajar.

f) Kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. g) Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. 3. Faktor Kelelahan

(10)

b. Faktor – faktor ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

2.1.5 Hubungan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) dengan Hasil Belajar

Menurut Isjoni (2011:16 ) “dalam proses pembelajaran Numbered Heads

Together, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan

dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat

memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya”.

Dalam pembelajaran matematika, guru berusaha untuk menciptakan iklim

pembelajaran yang mempermudah siswa dalam mempelajari materi

matematika.Tugas guru adalah dapat menciptakan program pembelajaran yang

menarik sehingga siswa mau dan senang untuk belajar matematika. Pembelajaran

yang menarik dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT). Numbered Heads Together (NHT) adalah

kegiatan belajar berkelompok dimana setiap anggota dalam kelompok

mendapatkan penomoran. Pertama-tama guru menjelaskan materi pelajaran

kepada siswa. Kemudian siswa dalam satu kelas dibagi menjadi beberapa

kelompok. Setiap anggota dalam kelompok diberi nomor. Guru memberikan tugas

berupa soal atau pertanyaan untuk semua kelompok. Siswa diberikan kesempatan

untuk menyelesaikan soal dengan berdiskusi dan bekerjasama dengan anggota

kelompok. Melalui kegiatan diskusi dan kerjasama tersebut dapat melatih

kemampuan siswa untuk berani mengeluarkan ide-ide atau pendapat yang

dimilikinya, saling menghargai pendapat dari anggota lain, dan membangun

hubungan positif antar sesama anggota kelompoknya. Setelah siswa selesai

berdiskusi, guru memanggil siswa dengan nomor tertentu. Siswa yang nomornya

sesuai mencoba menjawab pertanyaan sedangkan siswa lain diberi kesempatan

untuk bertanya atau memberikan pendapat kepada siswa yang menjawab

pertanyaan. Guru mengulangi kegiatan tersebut sampai semua siswa mendapat

giliran. Melalui pembelajaran ini siswa akan lebih mudah dalam memahami

materi. Dalam pembelajaran kelompok ini, siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi

(11)

yang mampu, dan siswa yang mampu dapat menjelaskan kepada siswa lain yang

belum paham tentang materi yang sedang dipelajari. Karena kemampuan siswa

dalam memahami materi lebih mudah, maka hasil belajar siswa juga akan

meningkat.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Andhika Imam Kartomo (2012). Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT berbantuan LKS untuk meningkatkan kerjasama dan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas 5 di SD Negeri Candiroto

Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung Tahun 2011/2012. Dalam

penilitian ini terbukti bahwa kerjasama dan hasil belajar siswa meningkat setelah

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Peningkatan tersebut dapat dilihat

dari rata-rata nilai siswa yang meningkat mulai dari pra siklus, siklus I, dan siklus

II. Pada kondisi pra siklus rata-rata kerjasama 66,33 dan terdapat 11 siswa tuntas

dari 25 siswa kemudian siklus I dengan rata-rata kerjasama 75,22 dan terdapat 19

siswa tuntas dari 25 siswa dan siklus II dengan rata-rata kerjasama 80,78 dan 25

siswa tuntas. Sedangkan pada kondisi pra siklus rata-rata hasil belajar 62 dan

terdapat 11 siswa tuntas dari 25 siswa kemudian siklus I dengan rata-rata hasil

belajar 72 dan terdapat 19 siswa tuntas dari 25 siswa. Siklus II dengan rata-rata

hasil belajar 85 dan 25 siswa tuntas.

Yuni Winarti (2012), dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya

Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Tentang Materi Menaksir dan

Membulatkan Operasi Hitung Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Bagi Siswa Kelas 4 SD Kepohkencono 01 Semester 1 Tahun 2011/2012

”menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa yang terlihat dari interaksi siswa dalam berdiskusi,

mempresentasikan hasil diskusi serta merespon jawaban temannya. Siswa pada

siklus I hanya mencapai 79% belum mencapai indikator keberhasian ≥ 80%

namun pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 91%. Hasil

belajar siklus I dari 32 siswa sebanyak 17 siswa atau 53,13% tuntas dan sebanyak

(12)

100% dari jumlah siswa mencapai ketuntasan. Indikator keberhasilan 80% siswa

tuntas, KKM (70). Hal ini menunjukan adanua peningkatan hasil belajar siswa

matematika materi menaksir dan membulatkan operasi hitung pada siswa kelas 5

setelah menggunakan Numbered Heads Together .

Juwito (2012), dalam penelitiannya dengan judul “Penerapan pembelajaran

kooperatif tipe NHT untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pada siswa

kelas IV SD Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun

Pelajaran 2011/2012”. Proses pembelajaran matematika menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT mampu merubah proses pembelajaran yang

semula teacher centered berubah menjadi berpusat pada siswa. Pembelajaran

berlangsung aktif, siswa mengikuti proses pembelajaran dengan senang hati,

minat, perhatian dan motivasi belajar matematika siswa meningkat. Penerapan

model pembelajaran ini terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada

mata pelajaran matematika di kelas 4 SD Madugowongjati 02 Kecamatan

Gringsing Kabupaten Batang. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian bahwa telah

terjadi peningkatan presentase siswa yang tuntas belajar yaitu kondisi awal

sebanyak 33% tuntas belajar menjadi 100% siswa tuntas belajar pada siklus II.

Karena indikator keberhasilan penelitian ini 80% siswa tuntas belajar maka

penelitian ini dianggap berhasil.

Berdasarkan hasil penelitiantersebut diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan atau rujukan dalam pembelajaran matematika di SD, khususnya

bagi guru yang mengajarkan matematika di kelas 4 SD. Dari hasil penelitian tersebutsiswa menjadi lebih aktifdalambekerja sama dan berinteraksi dengan

teman-temannya. Oleh karena itu, peneliti menggunakan pembelajaran kooperatif

tipe NHT untuk meningkatkan hasil belajar di SD Negeri Ledok 06 Salatiga kelas

(13)

2.3 Kerangka Pikir

Pada kondisi awal guru masih menerapkan pembelajaran konvensional

yang berbasis pada ceramah sehingga siswa menjadi cepat bosan dan kurang

antusias dalam mengikuti pelajaran matematika. Kegiatan siswa hanya sebatas

mendengarkan, mencatat, dan mengerjakan soal membuat siswa menjadi pasif.

Hal ini membuat hasil belajar siswa kurang dari KKM ≥ 65. Untuk menanggapi

masalah tersebut, dibutuhkan upaya penanganan dalam mengantisipasi rendahnya

hasil belajar peserta didik, guru harus menerapkan pembelajaran yang mendukung

bagi perkembangan siswa. Salah satunya adalah dengan menerapkan

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Pada

pembelajaran kooperatif, pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil agar

siswa bekerja sama saling membantu dalam belajar dan bertanggung jawab pada

dirinya sendiri dan kelompok lain.

Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT),

siswa dituntut untuk saling bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang

diberikan oleh guru dengan membentuk siswa menjadi beberapa kelompok.

Setiap anggota kelompok diberi nomor. Siswa saling berpartisipasi mengeluarkan

pendapat yang dimilikinya. Siswa juga dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa

lainnya. Siswa dapat saling membantu satu sama lain untuk menjawab pertanyaan

yang diberikan oleh guru. Selain itu, siswa juga bertanggung jawab terhadap

dirinya sendiri melalui nomor yang dimilikinya. Melalui nomor yang dimilikinya

siswa akan dipanggil oleh guru secara acak untuk mempresentasikan hasil

diskusinya secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran

memaparkan jawaban atas pertanyaan guru, siswa lain diminta untuk memberi

tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain. Lalu guru membimbing siswa

untuk menyimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang guru berikan sebagai

pengetahuan yang utuh. Melalui kegiatan pembelajaran yang seperti ini siswa

akan lebih mudah dalam memahami materi. Karena siswa lebih mudah dalam

(14)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir tersebut, hipotesis tindakan

dalam penelitian ini adalah: Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT diduga

dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SDN Ledok 06

Referensi

Dokumen terkait

So that students can socialize with peers without having to leave one of the Indonesian cultural identity is “caring”, based on research from various sources of journals and

Begitu pun dengan budaya politik partisipan, masyarakat tidak menerima langsung keputusan politik, karena merasa sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik yang memiliki hak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel produk, harga, promosi, Lokasi, orang, dan proses berpengaruh positif terhadap keputusan nasabah menabung pada Bank Mandiri di

Pembuatan kedua model dilakukan dari tahap proses pelatihan untuk mendapatkan bobot optimal pada setiap layer jaringan, dilanjutkan dengan tahap proses pengujian untuk

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang menyatakan bahwa asas perkawinan adalah monogami, dan poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan

Jika secara visual tidak nampak adanya suatu bentuk fungsional yang terbaik yang menunjukkan hubungan tersebut secara jelas , maka kita perlu melakukan analisis regresi dengan

Belakangan ini ada yang menarik dari berbagai buku‐buku informatika, terutama bagi mereka  yang  menekuni  bidang  sistem  informasi  dan  teknologi  informasi. 

MELALUI JALUR SELEKSI BERSAMA UJIAN MASUK POLITEKNIK NEGERI (UMPN) POLITEKNIK NEGERI MALANG TAHUN AKADEMIK 2016/2017.. PROGRAM STUDI : D3