BAB I PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah periode perubahan fisik yang sangat monumental
yaitu dimana terjadinya pubertas, yaitu seseorang yang dulunya masih anak-anak
menjadi mampu secara seksual menjadi orang tua dan memiliki anak. Periode
masa remaja juga ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang begitu
cepat dan mulai munculnya ketertarikan fisik dan seksual dengan orang lain
(Lahey, 2004).
Masa remaja juga merupakan suatu periode peralihan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa. Peralihan ini tidak berarti terputusnya atau perubahan
yang terjadi sebelumnya, tetapi lebih kepada sebuah peralihan dari satu tahap
perkembangan ketahap perkembangan berikutnya. Setiap masa perkembangan
memiliki tugas perkembangan yang harus dilalui, begitupun juga remaja. Tugas
perkembangan pada masa remaja dipusatkan pda penanggulangan sikap dan pola
perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi
masa dewasa yang salahsatunya adalah mempersiapkan pernikahan dan keluarga
(Hurlock, 1999).
Persiapan pernikahan merupakan tugas perkembangan yang paling penting
dalam tahun-tahun remaja, dikarenakan munculnya kecenderungan kawin muda
dikalangan remaja yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan mereka.
keluarga masih terbatas dan hanya sedikit dipersiapkan baik itu di rumah maupun
perguruan tinggi. Persiapan yang kurang inilah yang menimbulkan masalah saat
remaja memasuki masa dewasa (Hurlock, 1999). Boykin & Stith (2004)
mengemukakan bahwa kecenderungan pernikahan diusia remaja memunculkan
distress dan berakhir pada perpisahan, dimana yang menjadi penyebab utamanya adalah sedikitnya pengalaman dan factor-faktor kurangnya kesiapan dalam
menghadapi pernikahan.
Remaja yang menikah akan memasuki masa dewasa yang disebut dengan
masa remaja yang diperpendek sehingga ciri dan tugas perkembangannya juga
mengalami perubahan (Monks, 2001), sedangkan remaja yang tidak menikah akan
melalui kehidupannya sesuai dengan ciri dan tugas perkembangannya. Fenomena
remaja yang menikah atau kawin muda sering terjadi dan mendapat perhatian
yang cukup besar dikalangan para pemerhati anak dan remaja. Pernikahan dini
atau kawin muda sendiri adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan
ataupun salah satu pasangannya masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang
berusia dibawah 19 tahun (WHO, 2006). Pernikahan dini (early marriage) merupakan fenomena yang sering terjadi di Negara-negara berkembang seperti di
kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin (Mcintyre,
2006).
Data UNICEF pada tahun 2001 menunjukkan bahwa wanita yang berusia
25 sampai 29 tahun yang menikah dibawah usia 18 tahun di Indonesia mencapai
34 %, dan Indonesia termasuk dalam lima besar Negara-negara yang persentase
pendidikan, data statistic di Indonesia menunjukkan pada tahun 1999 terdapat 20
% wanita yang menikah diusia sekitar 15-19 tahun dan 18 % wanita yang menikah
dengan laki-laki dibawah usia 20 tahun.
Penelitian Choe, Thapa, dan Achmad (dalam Early Marriage and
Childbearing in Indonesia and Nepal, 1999) yang ditinjau dari segi demografis menunjukkan bahwa pernikahan sebelum usia 18 tahun pada umumnya terjadi
pada wanita di Indonesia terutama dikawasan pedesaan. Hal ini dikarenakan
tingkat ekonomi serta pendidikan yang rendah di daerah pedesaan di Indonesia
serta faktor akses informasi yang tidak memadai.
Angka statistik pernikahan dini secara nasional sendiri menunjukkan
bahwa sekitar 25 % terjadi di Indonesia. Bahkan beberapa daerah melebihi angka
tersebut seperti di jawa timur (39,43 %), Kalimantan (35,48%), Jambi (30.63 %),
Jawa Barat (36 %) dan Jawa Tengah (27,84 %). Predictor lain untuk mengetahui
jumlah praktek pernikahan dini adalah melalui angka kematian ibu dan bayi.
Angka kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi disuatu wilayah dapat
mengindikasikan rendahnya indeks pembangunan manusia di daerah tersebut
yang disebabkan oleh praktek pernikahan dini yang masih umum terjadi. Hal ini
sesuai dengan data statistic yang dikeluarkan oleh Indikator Sosial Wanita
Indonesia melalui badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1995 menunjukkan 21,
75 % anak perempuan di perkotaan menikah pada usia dibawah 16 tahun dan
47,79 % terjadi di daerah pedesaan (Kompas, 2006).
Data Biro Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa ternyata praktek
data statistik angka kelahiran menurut usia wanita berdasarkan periode waktu,
yaitu pada tahun 1997 dengan periode waktu dari tahun 1995-1999 menunjukkan
untuk daerah perkotaan di Indonesia terdapat 29 % wanita muda yang melahirkan
di usia 15-19 tahun, diaderah pedesaan sendiri menunjukkan persentase yang
sangat tinggi yaitu 58 % wanita yang melahirkan diusia 15-19 tahun. Wilayah
provinsi Sumatera Utara yang akan menjadi lokasi penelitian menunjukkan bahwa
angka kelahiran menurut usia wanita terdapat sebanyak 33 % yang melahirkan
bayinya ketika berusia 15-19 tahun (BPS, 2007).
Terjadinya pernikahan dini tidak terlepas dari tradisi dan pandangan
masyarakat terhadap pernikahan dan keluarga. Tradisi pernikahan termasuk juga
usia yang diharapkan untuk menikah dan bagaimana pemilihan istri tergantung
pada pandangan masyarakat terhadap sebuah keluarga yaitu mengenai peran,
struktur, pola hidup dan tanggung jawab individu terhdap keluarganya. Alasan
penyebab terjadinya pernikahan dini juga tergantung pda kondisi dan kehidupan
sosial masyarakatnya. Terdapat dua alasan utama terjadinya pernikahan dini,
pertama, pernikahan dini sebagai strategi untuk bertahan secara ekonomi.
Kemiskinan adalah salah satu factor utama yang menjadi tiang pondasi
munculnya pernikahan dini. Pernikahan dini meningkat ketika tingkat kemiskinan
juga meningkat. Penyebab kedua adalah untuk melindungi anak gadisnya.
Pernikahan adalah salah satu cara untuk memastikan anak perempuan mereka
terlindungi sebagai sitri, melahirkan anak yang sah dimata hokum dan akan lebih
aman jika memiliki suami yang dapat menjaga mereka secara teratur (UNICEF,
Mathur, Greene, dan Malhotra (2003) juga mengemukakan beberapa
penyebab-penyebab lain yang menimbulkan pernikahan dini. Penyebab tersebut
antara lain yaitu peran gender dan kurangnya alternatif (gender roles and lack of alternatives). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peran yang diharapkan pada anak laki-laki dan terhadap anak perempuan, serta kurang
kesempatan-kesempatan yang diberikan pada pihak wanita seperti kesempatan
pendidikan, olahraga, dan pekerjaan. Penyebab kedua adalah nilai virginitas dan
ketakutan mengenai aktivitas seksual pranikah (value of virginity and fears about premarital sexual activity). Berkaitan dengan penyebab kedua, penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa pernikahan dini terjadi sebagai solusi kehamilan
diluar nikah (premarital pregnant) (Bannet, 2001 dan Gupta, 2000). Hal ini diakibatkan aktivitas seksual pranikah dikalangan remaja di Indonesia. Hasil
survey Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap 2.880 responden
yang berusia 15-24 tahun di beberapa kota terutama di Jawa Barat (Mei 2002)
menunjukkan 39, 65 % responden pernah melakukan hubungan seksual pranikah
(pikiran rakyat, 2004). Penyebab ketiga adalah pernikahan sebagai usaha
menyatukan keluarga dan transaksi (marriage alliances and transactions) yang terakhir berkaitan kemiskinan (the role of poverty).
Pernikahan dini (early marriage) memiliki dampak yang sama pada remaja putrid maupun remaja pria. Dampak-dampak tersebut meliputi dampak
fisik, intelektual, dan emosional (Unicef, 2001). Remaja putra yang menikah akan
mengalami hambatan dalam pendidikan mereka, kebebasan pribadi mereka, dan
pernikahan dengan bertambahnya tanggung jawab (dalam Gemari, 2002). Remaja
putra yang menikah diusia muda dituntut dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan pernikahan, bertambahnya tanggung jawab untuk menghidupi keluarga,
terancam putus sekolah dan terancam menjadi pengangguran. Laki-laki yang
menikah diusia muda biasanya mengalami stress berhubungan dengan peran baru
mereka sebagai suami maupun ayah (Papalian dan Olds, 1999).
Wanita yang menikah diusia muda atau remaja putri yang menikah
mengalami dampak yang lebih besar dibandingkan laki-laki yang menikah diusia
muda, hal ini berkaitan dengan berbagai bentuk kesiapan yang harus dipersiapkan
remaja putri yang menikah muda (Papalia dan Old, 1995). Kesiapan secara fisik
merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan pada pasangan yang menikah
diusia muda terutama pihak wanitanya. Hal ini berkaitan dengan kehamilan dan
proses melahirkan. Secara fisik, tubuh mereka belum siap untuk untuk melahirkan
anak dan melahirkan karena tulang panggul mereka yang masih kecil sehingga
membahayakan persalinan.
Remaja putri yang menikah diusia muda membuat mereka tidak dapat
mengecap pengalaman-pengalaman yang biasanya didapat oleh para remaja pada
umumnya. Pengalaman itu seperti melanjutkan pendidikan, mendapatkan jaminan
kesehatan yang baik, kesempatan pekerjaan dan ekonomi dan persahabatan
dengan teman sebaya (UNICEF, 2001). Pernikahan dini juga dapat membuat
remaja putri menjadi terisolasi dari keluarga dan teman-teman mereka ketika
mereka harus tinggal bersama suami (dalam WHO, 2006). Remaja yang telah
menikah. hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan salah satu remaja putrid
yang telah menikah :
“ ya..,karena saya sudah menikah dan ada suami, kemana-mana saya harus izin ma suami, ya gak bisa sebebas dulu lagi lah. Bisa aja sih maen-maen ma temen-temen lagi, tapi sekedarnya aja harus ijin suami juga, paling ma tetangga aja…”
Pernikahan sendiri merupakan salah satu bentuk interaksi antara manusia
dan merupakan suatu bentuk hubungan yang sangat penting antara pria dan
wanita. Pernikahan adalah suatu bentuk komitmen dengan cinta dan tanggung
jawab untuk mendapatkan serta mengembangkan suatu hubungan keluarga yang
damai dan bahagia. Terdapat berbagai alasan seseorang untuk menikah, seperti
atasdasar cinta, kebahagian, keiinginan untuk memiliki anak, ketertarikan fisik,
dan keinginan untuk menjauh dari situasi yang tidak membahagiakan (Hashmi,
dkk, 2006).
Pernikahan menjadi problema psikis dan sosial yang penting bagi laki-laki
dan wanita karena masing-masing harus berusaha untuk melakukan penyesuaian
diri dengan pasangannya dan kehidupan pernikahannya. Penyesuaian seperti ini
biasanya terjadi sangat lama dan dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis,
tetapi dapat dipastikan bahwa wanita mengalami banyak kesulitan dalam
melakukan penyesuaian diri. Sementara laki-laki lebih mampu menyesuaikan diri
dibandingkan wanita dikarenakan kemampuan mereka cenderung rasional dalam
menyelesaikan masalah (Ibrahim, 2002).
Pernikahan itu harus memberdayakan diri untuk menrima kelebihan
menyesuaikan diri dengan pasangannya dan mengubah diri agar sesuai dengan
pasangannya (Munandar, 2001). Penyesuaian diri yang sehat akan membawa pada
suatu kondisi pernikahan yang bahagia begitu juga sebaliknya, individu yang
gagal dalam menyesuaikan diri akan mengalami kemelut dalam pernikahan
mereka (Hurlock, 1999).
Individu yang berhasil dalam melakukan penyesuaian diri pada kehidupan
pernikahannya akan mengalami kehidupan pernikahan yang harmonis. Hal ini
juga terjadi pada remaja yang menikah, baik itu remaja putri maupun remaja
putra. Hal ini sesuai dengan pernyataan seorang wanita yang menikah diusia
remaja yaitu saat Ia berusia 17 tahun :
“ …saya merasa pernikahan saya baik-baik saja, anak saya saja sekarang sudah 2, kalau namanya masalah ya pasti ada, tapi ya biasa-biasa saja”.
Individu yang mengalami kegagalan dalam penyesuaian pernikahan
mereka akan mengalami permasalahan-permasalahan sepanjang kehidupan
pernikahan mereka, begitupun juga dengan pasangan muda yang menikah di usia
remaja. Pasangan muda yang menikah diusia remaja harus mencoba untuk
membentuk hubungan jangka panjang dibawah kondisi dimana mereka hanya
memiliki sedikit pengalaman tentang diri pasangan masing-masing serta
dukungan yang rendah terhadap pernikahan (WHO,2006).
Permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam penyesuaian
pernikahan adalah permasalahan yang berhubungan dengan penyesuaian
pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan penyesuaian dengan
Masalah terhadap penyesuaian dengan pasangan adalah masalah yang
paling utama dalam penyesuaian pernikahan. Hubungan interpersonal sangat
berperan penting didalam proses penyesuaian ini, karena semakin banyak
pengalaman pasangan dalam hubungan ini maka penyesuaian mereka semakin
baik, begitu juga sebaliknya (Hurlock, 1999). Remaja putri yang menikah diusia
muda biasanya dikarenakan faktor perjodohan maupun keterpaksaan biasanya
memiliki hubungan dengan proses perkenalan yang cukup singkat sehingga
terkadang menimbulkan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan pasangannya.
Remaja putra yang telah menikah juga mengalami hal yang sama dengan remaja
putri. Faktor perjodohan orang tua serta tanggung jawab terkadang menuntut
mereka untuk menikah dengan proses perkenalan yang singkat sehingga
menimbulkan kesulitan dalam hubungan interpersonal mereka (UNICEF, 2001).
Penyesuaian seksual juga dapat menimbulkan permasalahan dalam
penyesuaian pernikahan. Biasanya dikarenakan pasangan belum memiliki
pengalaman yang cukup dan kesulitan dalam mengendalikan emosi mereka
(Hurlock, 1999). Pernikahan dini juga berarti hubungan seksual yang dipercepat,
remaja putri yang menikah diusia muda hanya memiliki sedikit pengetahuan
mengenai permasalahan seksual seperti hubungan seksual, alat kontrasepsi,
penyakit menular seksual, kehamilan, dan kelahiran (Mathur, dkk, 2003).
Masalah penyesuaian yang ketiga adalah berhubungan dengan masalah
keuangan. Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
penyesuaian diri orang dewasa dalam pernikahan (Hurlock, 1999). Remaja putra
memiliki pengalaman yang cukup unutk mencari dan mempergunakan uang
dengan baik akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan pernikahannya. hal ini
seperti yang diuangkapkan oleh seorang remaja laki-laki yang berusia 19 tahun
pada salah satu acara talkl show di salahsatu radio di Jakarta :
“Saya terpaksa menikah karena terlanjur melakukan hubungan intim sehingga pacar saya hamil. Dunia saya berubah 180 derajat, dari bangun sembarangan, harus berangkat pagi untuk bekerja, belum lagi siang malam anak saya menangis. Hingga kami tidak bisa tidur sekejap pun “
(Kompas, 2006)
Pernikahan dini sangat mengurangi kesempatan remaja putri untuk
mendapatkan akses pendidikan, sehingga mengurangi kesempatan mereka untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik untuk membantu perekonomian keluarga
(Mathur, dkk., 2003).
Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan juga menjadi permasalahan
yang cukup penting dalam penyesuaian pernikahan. Individu yang menikah secara
otomatis akan mendapatkan keluarga baru dari pihak pasangannya dengan usia
yang berbeda, tingkat pendidikan yang berbeda, latar belakang, minat, dan nilai
yang berbeda. Permasalahan akan muncul jika suami atau istri tidak dapat
menyesuaikan diri dengan keluarga pasangannya (Hurlock, 1999). Hal ini seperti
hasil wawancara dengan seorang wanita yang telah menikah:
Permasalahan-permasalahan diataslah yang membuat peneliti tertarik
untuk mengetahui lebih jauh proses penyesuaian pernikahan remaja putri yang
melakukan pernikahan dini. Hal ini juga dikarenakan tugas perkembangan yang
sebenarnya pada usia remaja yang harus mereka penuhi adalah masih pada tahap
persiapan pernikahan dan keluarga, belum masuk pada tahap pernikahan yang
sebenarnya yaitu yang ada pada tugas perkemabngan masa dewasa (Hurlock,
1999), sehingga bagi remaja putri yang menikah membuat masa emaja mereka
dipercepat dari yang seharusnya. Faktor kesiapan untuk menikah juga menjadi
salah satu faktor penentu dalam penyesuaian pernikahan. Persiapan yang terbatas
yang dimiliki remaja putri membuat beberapa pasangan yang menikah diusia
seperti itu mangalami permasalahan-permsalahan dalam penyesuaian pernikahan
mereka.
Penelitian ini penting dilakukan karena melihat persentase jumlah
pernikahan diusia remaja yang ternyata masih sering terjadi dan kemudian
memiliki dampak yang cukup berarti bagi perkembangan remaja terutama remaja
putri (WHO,2006). Hasil penelitian ini ingin menggambarkan secara jelas
bagaimana penyesuaian pernikahan remaja putri yang melakukan pernikahan dini
meliputi permasalahan-permasalahannya, pola penyelesaian masalah, serta
beberapa data tambahan seperti arti pernikahan, pendapat subjek mengenai
pernikahan dini, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana peneliti
berharap mendapatkan banyak informasi dari subjek, orang tua dan informan
pernikahan serta pola penyelesaian konflik dan beberapa data tambahan.
Ketertarikan peneliti untuk menggunakan metode ini dikarenakan melalui data
wawancara akan dapat memperoleh informasi yang lebih jelas dan lebih
mendalam mengenai permasalahan dalam penyesuaian pernikahan remaja putri
yang melakukan pernikahan dini dan dapat memahami lebih mendalam tentang
fenomena yang dialami subjek. penggunaan teknik pengambilan sampel
berdasarkan teori atau berdasarkan konstruk operasional dan teknip pengambilan
data berupa wawancara diharapkan peneliti mampu mengungkap permsalahan
yang diangkat dalam penelitian ini.
I.B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana gambaran permasalahan dalam penyesuaian pernikahan yang
dialami oleh remaja putri yang melakukan pernikahan dini ?
2. Bagaimana gambaran pola penyelesaian konflik dalam penyesuaian pernikahan
remaja putri yang melakukan pernikahan dini ?
I.C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana penyesuaian
I.D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat mengenai
penyesuaian pernikahan remaja putri yang melakukan pernikahan dini baik itu
berupa manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis.
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah psikologi
perkembangan yang berkaitan dengan penyesuaian pernikahan terutama pada
remaja putri yang melakukan pernikahan dini. b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para peneliti
dan organisasi pemerhati anak dan remaja berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan yang timbul karena pernikahan dini. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan minat para peneliti-peneliti lainnya untuk
meneliti permasalahan-permasalahan yang sedang berkembang ditengah
masyarakat tarutama permasalahan remaja.
I.E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini berisikan inti sari dari :
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi mengenai latar belakang permasalahan, identifikasi
Bab II Landasan Teori
Bab ini terdiri dari teori kepustakaan mengenai penyesuaian pernikahan,
bentuk-bentuk penyesuaian diri dalam pernikahan, kondisi yang menyumbang
kesulitan dalam pernikahan, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
pernikahan, pola penyesuaian pernikahan, dafinisi remaja, pembagian masa
remaja, ciri-ciri remaja yang melakukan pernikahan dini, tugas-tugas
perkembangan remaja, definisi pernikahan dini, alasan menikah, peranan usia
dalam pernikahan, prediktor keberhasilan pernikahan, penyebab pernikahan dini,
konsekuensi pernikahan dini, dinamika penyesuaian pernikahan remaja putri yang
melakukan pernikahan dini serta paradigma yang berisi sekumpulan longgar dari
sejumlah asumsi yang dipegang bersama.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang pendekatan kualitatif, subjek dan lokasi
penelitian, teknik pengambilan data, metode pengambilan data, kredibilitas
penelitian, Tahap pelaksanaan dan prosedur penelitian, dan teknik dan proses
pengolahan data.
Bab IV Analisa Data dan Intepretasi Data
Bab ini menguraikan mengenai data pribadi subjek, analisa data dan
interpretasi persubjek yang meliputi kehidupan subjek sebelum menikah, setelah
menikah, arti pernikahan bagi subjek, pendapat subjek mengenai pernikahan
remaja, permasalahan dalam pernikahan per subjek, pola penyelesaian konflik,
Bab V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai
penyesuaian pernikahan pada remaja putri yang melakukan pernikahan dini.
Kesimpulan berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan dan terdapat
diskusi terdap data-data yang tidak dapat dijelaskan dengan teori atau penelitian
sebelumnya karena merupakan hal baru, serta saran yang berisi saran-saran praktis
sesuai dengan hasil dan masalah-masalah peneliitian, dan saran-saran metodologis