KREDIT PADA PT. PEGADAIAN (Persero)
CABANG GARUT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang pada Program Studi Strata Satu (S1) Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Garut
Disusun oleh :
Nama : Harni Rustini
NPM : 2402210124
UNIVERSITAS GARUT
FAKULTAS EKONOMI
ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN
KREDIT PADA PT. PEGADAIAN (Persero)
CABANG GARUT
Disusun oleh :
Nama : Harni Rustini NPM : 2402210124
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Wahyuningsih, SE., M.Si Yaman Suryaman, SE., M.Si
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Program Studi S1
Universitas Garut Akuntansi
Motto
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
(Q.S Alam Nasyrah 6-8)
Janganlah engkau menghitung kebaikan yang telah engkau lakukan
Tetapi hitunglah beberapa perbuatan yang buruk yang telah engkau kerjakan
di muka bumi ini, orang yang bijak adalah orang yang selalu berusaha untuk
memperbaiki dirinya dan tidak pernah ada kata untuk menyalahkan orang lain
Walaupun sebenarnya orang itu salah
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya Tulis saya, skripsi dengan judul “Analisis Sistem Pengendalian
Intern Kredit Pada PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut”, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di Universitas Garut maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan tim pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Garut, Juli 2014 Yang Membuat Pernyataan,
ABSTRAK
PT. Pegadaian (Persero) merupakan salah satu lembaga formal di Indonesia yang berdasarkan hukum diperbolehkan melakukan pembiayaan dengan bentuk penyaluran kredit atas dasar hukum gadai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem pengendalian intern kredit pada PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Proses pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Jenis data yang digunakan adalah data dokumenter, dengan sumber data primer yang diperoleh langsung dari perusahaan. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
ABSTRACT
PT. Pegadaian (Persero) is one of the legal formal agencies in Indonesia which in permitted to giving funding in the form of credit distribution based on pawning law. The purpose of this study is to investigate the implementation of the internal control system credit of the PT. Pegadaian (Persero) Garut.
The method used in this research is descriptive method. The process of collecting data using the interviews and documentation. The type of data used is documentary data, with the primary data source is obtained directly from the company. Technique data processing used are reducing data, display data and verification.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Sistem Pengendalian
Intern Kredit Pada PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan studi program Strata Satu (S1)
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Garut.
Penulis pada kesempatan ini sepatutnya menyampaikan banyak rasa terimakasih serta penghargaan setinggi-tingginya pada berbagai pihak yang telah
membantu, membimbing maupun memberikan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Ucapkan terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1. Bapak H.M. Joesoef Adnan, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Garut.
2. Bapak H.D. Kasmat Djuanta, SE., M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S1
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Garut.
3. Ibu Wahyuningsih, SE., M.Si, selaku Pembimbing I yang telah memberikan
4. Bapak Yaman Suryaman, SE., M.Si, selaku Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, arahan, bimbingan dan koreksi serta motivasi yang sangat
berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Garut yang telah memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis.
6. Seluruh staf administrasi, staf perpstakaan dan seluruh karyawan Universitas
Garut yang telah membantu penulis selama berada di Fakultas Ekonomi Universitas Garut.
7. Bapak Hartono selaku pimpinan PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut, serta
seluruh karyawan PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut, terimakasih telah meluangkan waktunya dan untuk keterangan yang berharga bagi peneliti.
8. Teman-teman terbaikku Siti Aisyah, Citra Zulistiya, Yayang Mayangsari, Siti Nurjanah, Siti Suminar, Irma Agustina Saputra, Ririn Revitasari, Annisa Nur Muslimah dan Wulan Nur Aprilia yang telah banyak membantu penulis
sampai selesainya skripsi ini.
9. Teman-teman angkatan 2010 program studi Strata Satu (S1) Akuntansi kelas
C yang selalu memberikan keceriaan selama menjalani perkuliahan, serta teman-teman program studi Strata Satu (S1) Akuntansi yang lainnya yang telah membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan
skripsi ini.
Teristimewa penulis ucapkan untuk ayahanda (Dede Sutisna) dan ibunda
semangat dan inspirasi bagi penulis. Adik-adikku (Taopik Al-Hakim dan Salsabila Intan Hapita) yang telah memberikan motivasi, dukungan, kasih sayang dan
semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan kepada seluruh keluarga besarku, yang selalu mendukung dan membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Tidak lupa penulis pun
meminta maaf kepada semua pihak jika dalam penyusunan skripsi ini ada kata-kata yang kurang berkenan. Hal ini disebabkan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan. Maka dari itu saran dan kritik yang bersifat membangun akan
penulis terima dengan lapang dada, demi penyempurnaan lebih lanjut.
Semoga Allah SWT membalas amal baik semua pihak yang telah
membantu penulis, dengan pahala yang berlipat ganda. Amin ya Robal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Garut, Juli 2014 Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Kegunaan Penelitian ... 4
1.5 Pembatasan Masalah ... 5
1.6 Kerangka Pemikiran ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Sistem Pengendalian Intern ... 11
2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern ... 11
2.1.2 Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern ... 13
2.1.3.1Tujuan Sistem Pengendalian Intern ... 16
2.1.3.2Fungsi Sistem Pengendalian Intern ... 16
2.1.4 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern ... 17
2.2 Konsep Umum Perkreditan ... 18
2.2.1 Pengertian Kredit ... 18
2.2.2 Jenis-jenis Kredit ... 19
2.2.3 Unsur-unsur Kredit ... 24
2.2.4 Tujuan dan Fungsi Kredit ... 25
2.2.4.1 Tujuan Kredit ... 25
2.2.4.2 Fungsi Kredit ... 26
2.2.5 Kredit Gadai ... 28
2.2.5.1 Pengertian Gadai ... 28
2.2.5.2 Pengertian Kredit Gadai ... 29
2.3 Sistem Pengendalian Intern Kredit ... 29
2.3.1 Struktur Organisasi yang Memisahkan Tanggungjawab Fungsional Secara Tegas ... 30
2.3.2 Sistem Wewenang dan Prosedur Pencatatan yang Memberikan Perlindungan yang Cukup Terhadap Kekayaan, Utang, Pendapatan dan Biaya ... 31
2.3.2.1 Prosedur Pemberian dan Pengembalian Kredit ... 32
2.3.3 Praktik yang Sehat dalam Melaksanakan Tugas dan
Fungsi Setiap Unit Organisasi ... 37
2.3.3.1 Pengawasan Kredit ... 37
2.3.3.2 Penyelamatan Kredit Bermasalah ... 38
2.3.4 Karyawan yang Mutunya Sesuai dengan Tanggungjawabnya ... 39
2.4 Penelitian Terdahulu ... 40
BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 42
3.1.1 Sejarah Singkat PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut ... 42
3.1.2 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut ... 44
3.1.3 Aktivitas Pokok dan Perkembangan Usaha PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut ... 50
3.2 Metode Penelitian ... 51
3.2.1 Metode yang Digunakan ... 51
3.2.2 Operasionalisasi Variabel ... 51
3.2.3 Jenis dan Sumber Data ... 52
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 53
3.2.5 Teknik Pengolahan Data ... 55
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PELAKSANAAN
SISTEM PENGENDALIAN INTERN KREDIT PADA PT.
PEGADAIAN (PERSERO) CABANG GARUT
4.1 Struktur Organisasi yang Memisahkan Tanggungjawab
Fungsional Secara Tegas ... 58
4.2 Sistem Wewenang dan Prosedur Pencatatan yang Memberikan Perlindungan yang Cukup Terhadap Kekayaan, Utang, Pendapatan dan Biaya ... 60
4.2.1 Prosedur Pemberian dan Pengembalian Kredit ... 61
4.2.1.1 Prosedur Pemberian Kredit ... 61
4.2.1.2 Prosedur Pengembalian Kredit ... 68
4.2.2 Dokumen dan Catatan Kredit ... 71
4.2.2.1 Dokumen Kredit ... 71
4.2.2.2 Catatan Kredit ... 74
4.3 Praktik yang Sehat dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Setiap Unit Organisasi ... 76
4.3.1 Pengawasan Kredit ... 76
4.3.2 Penyelamatan Kredit Bermasalah ... 77
4.4 Karyawan yang Mutunya Sesuai dengan Tanggungjawabnya . 81 4.4.1 Seleksi Calon Karyawan ... 82
4.2.2 Pendidikan ... 82
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 87
5.2 Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT. Pegadaian (Persero) Cabang Garut ... 45
Gambar 3.2 Tahapan Penelitian ... 57
Gambar 4.1 Flow Chart Prosedur Pemberian Kredit Gadai ... 66
Gambar 4.2 Flow Chart Prosedur Pengembalian atau Pelunasan Kredit
Gadai ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 40
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ... 52
Tabel 4.1 Daftar Uang Pinjaman, Tarif sewa Modal Berdasarkan Golongan
Kredit ... 61
Tabel 4.2 Pengelompokan dan Spesifikasi Barang Jaminan Berdasarkan
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Lembar Bimbingan Skripsi ……… 92
LAMPIRAN 2 Bukti Hadir Seminar Usulan Penelitian ………. 94
LAMPIRAN 3 Surat Keterangan Penelitian ……… 95
LAMPIRAN 4 Pedoman Wawancara ……… 96
LAMPIRAN 5 Formulir Permohonan Kredit (FPK) ……….. 98
LAMPIRAN 6 Surat Bukti Kredit (SBK) ……… 99
LAMPIRAN 7 Surat Perjanjian Kredit ……… 100
LAMPIRAN 8 Buku Kredit ……… 101
LAMPIRAN 9 Buku Rekapitulasi Kredit ………. 102
LAMPIRAN 10 Buku Penerimaan Barang Jaminan ……… 103
LAMPIRAN 11 Buku Ikhtisar Kredit dan Pelunasan ……….. 104
LAMPIRAN 12 Buku Gudang ………. 105
LAMPIRAN 13 Surat Pemberitahuan Jatuh Tempo ………. 106
LAMPIRAN 14 Slip Pelunasan ……….. 107
LAMPIRAN 15 Daftar Riwayat Hidup………..……….… 108
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Persaingan yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk beroperasi
lebih efisien dan terkendali. Tidak mudah bagi perusahaan untuk mengendalikan seluruh kegiatan perusahaan. Pengendalian merupakan tantangan yang semakin
serius bagi manajemen karena manajemen dihadapkan pada tuntutan dan tanggungjawab dalam kegiatan operasional perusahaan serta terbatas waktu, maka persoalan yang dihadapi dalam pengendalian menjadi semakin kompleks.
Umumnya suatu perusahaan perlu melakukan pengelolaan dan pengawasan yang memadai terhadap aktivitas yang dilakukannya. Perusahaan
berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan perusahaan sehingga para pengelola akan dihadapkan pada tuntutan terhadap penguasaan pengetahuan, teknologi, keterampilan dan kemampuan manajemen.
Seiring dengan perkembangan skala usaha dalam suatu perusahaan, pemimpin perusahaan tidak mungkin untuk bisa melakukan pengawasan atas
semua operasi perusahaan secara langsung atau dengan kata lain pemilik tidak mungkin bisa terlibat langsung dalam operasi perusahaannya. Untuk itu pemimpin perusahaan perlu mendelegasikan wewenangnya kepada manajemen perusahaan
kontrol bagi perusahaan. Sistem tersebut dikenal dengan sistem pengendalian intern.
Sistem pengendalian intern merupakan suatu sistem yang meliputi struktur organisasi dan segala cara serta tindakan yang terkoordinasi dengan tujuan untuk
mengamankan harta milik perusahaan dari penyimpangan maupun penyelewengan yang dilakukan oleh pihak didalam maupun diluar perusahaan. Dengan adanya
sistem pengendalian intern ini tidak dimaksudkan bahwa penyimpangan dan penyelewengan sama sekali tidak akan terjadi. Akan tetapi diharapkan dapat menekan terjadinya penyimpangan dan penyelewengan dalam batas-batas yang
layak sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan yang tepat oleh pihak manajemen perusahaan.
Kredit tidak hanya diberikan oleh kalangan perbankan saja, lembaga keuangan non-bank pun dapat mengadakan atau melakukan transaksi kredit, seperti koperasi simpan pinjam, perusahaan anjak piutang dan pegadaian. Fungsi
dari kredit antara lain membantu usaha masyarakat yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun untuk modal kerja.
Agar memperoleh keuntungan dari usaha kredit, tentu perusahaan tersebut harus menjalankan fungsi dan kegiatan operasional kreditnya dengan baik, sehingga usaha kredit tidak mengalami kerugian maupun risiko yang tinggi atau
dengan kata lain dapat memperoleh keuntungan seperti yang ditargetkan. Berkenaan dengan masalah tersebut maka perusahaan memerlukan suatu sistem
diabaikan usaha kredit akan mengalami kerugian atau bahkan mungkin akan mengalami kebangkrutan.
Disamping risiko tinggi, adanya tingkat persaingan antar perusahaan yang menyebabkan perusahaan perlu menetapkan suatu pengendalian intern kredit yang
memadai dalam organisasi perkreditannya, yang diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan dalam pengendalian dana yang disalurkan kepada nasabah.
Sistem pengendalian intern kredit ini meliputi aktivitas persiapan menentukan layak tidaknya suatu pemberian kredit.
Salah satu lembaga keuangan non-bank yang menyediakan fasilitas kredit
dengan jaminan tertentu yaitu PT. Pegadaian (Persero). Perusahaan ini merupakan badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan
kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kepada masyarakat atas dasar hukum gadai seperti yang dimaksudkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150.
Salah satu faktor yang dapat mendukung atau menunjang terlaksananya sistem pengendalian intern yang baik menurut Mulyadi (2010:164) adalah
memiliki struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas, akan tetapi pada PT. Pegadaian (Persero) terdapat rangkap jabatan. Rangkap jabatan ini terjadi antara kasir yang merangkap sebagai bagian
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN
INTERN KREDIT PADA PT. PEGADAIAN (Persero) CABANG GARUT”.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
maka pokok permasalahan yang dapat diidentifikasi oleh penulis dalam penelitian
ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Kredit pada PT.
Pegadaian (Persero) Cabang Garut” .
1.3Tujuan Penelitian
Mengingat pentingnya sistem pengendalian intern kredit dan prospek PT. Pegadaian (Persero) dimasa yang akan datang, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk Menganalisa Sistem Pengendalian Intern Kredit Pada PT. Pegadaian
(Persero) Cabang Garut.
1.4Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini, penulis mengharapkan bahwa hasilnya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, yang dibagi menjadi dua
kegunaan yaitu sebagai berikut: 1. Kegunaan Praktis
mempertimbangkan dan menyempurnakan Sistem Pengendalian Intern Kredit yang sedang berjalan dalam upaya meningkatkan keefektifan dan
efisiensi perusahaan.
b. Diharapkan dapat menjadi masukan sebagai bahan pertimbangan
meningkatkan kinerja perusahaan pada masa yang akan datang. 2. Kegunaan Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman khusus dalam menganalisa Sistem Pengendalian Intern Kredit.
b. Dengan penelitian ini mudah-mudahan bermanfaat sebagai bahan referensi penulisan karya ilmiah dan penelitian lebih lanjut dalam topik
yang serupa.
1.5Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya
keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus. Selanjutnya masalah yang menjadi obyek penelitian dibatasi hanya pada Sistem Pengendalian Intern Kredit untuk
1.6Kerangka Pemikiran
Salah satu cara untuk melindungi kekayaan perusahaan baik pihak
manajemen atau pemimpin perlu mengadakan suatu sistem pengendalian intern. Demikian pula halnya dengan PT. Pegadaian (Persero) yang fungsi operasinya
dilaksanakan oleh kantor-kantor cabangnya, memerlukan suatu sistem pengendalian intern.
Sebagaimana pengertian sistem pengendalian intern menurut AICPA
(American Institute of Certifield Public Accountant) yang dikutip Mardi (2011:59) adalah sebagai berikut:
Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi dan segala cara serta tindakan dalam suatu perusahaan yang saling terkoordinasi dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran informasi akuntansi, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan.
Menurut Mulyadi (2010:163) sistem pengendalian intern itu sendiri adalah:
Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Definisi sistem pengendalian intern tersebut menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut.
Tujuan dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2010:163) adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kekayaan organisasi,
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, 3. Mendorong efisiensi, dan
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Supaya tujuan utama dari sistem pengendalian intern tersebut dapat
dicapai, maka diperlukan adanya unsur-unsur yang mendukung atau menunjang terlaksananya sistem pengendalian intern yang baik.
Menurut Mulyadi (2010:164) unsur-unsur sistem pengendalian intern meliputi:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya.
Disisi lain menurut La Midjan dan Azhar (2001:60-63) unsur-unsur dari sistem pengendalian intern terdiri dari:
1. Adanya struktur organisasi yang menggambarkan pemisahan fungsi (Segregation of F unction) dan pekerjaan yang tepat
2. Sistem pemberian wewenang dan prosedur pencatatan 3. Unsur pelaksana yang wajar (praktek yang sehat) 4. Unsur kualitas pegawai
5. Adanya suatu bagian pengawas intern (Internal Auditing)
Pengertian kredit menurut Undang-undang perbankan Nomor 10 Tahun
1998 yang dikutip oleh Kasmir (2011:96) adalah sebagai berikut:
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Disisi lain menurut Teguh (2001:9) pengertian kredit adalah “Kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan
suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu
yang disepakati”.
Pengendalian intern kredit mutlak harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kredit macet dan penyelesaian kredit macet. Oleh karena itu diperlukan
pengelolaan kredit yang baik yaitu dalam bentuk kebijakaan kredit yang mengandung unsur pengendalian intern kredit, agar dana yang terdapat pada debitur dapat tertagih tepat waktu sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi
perusahaan.
Menurut Mulyadi (2010:165) dalam suatu pengendalian harus adanya
pembagian tanggungjawab fungsional dalam organisasi yang harus di dasarkan pada prinsip-prinip: “Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggungjawab penuh untuk
melaksanakan semua tahap suatu transaksi.”
Suatu pemberian kredit harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan
aturan yang ditetapkan perusahaan. Maka menurut Rachmat dan Maya (2009:4)
“Seandainya kredit kurang dikelola dengan baik maka akan banyak kredit
bermasalah (Non Performing Loans) dan seandainya kredit dikelola dengan baik
Suhardjono (2003:100) menyatakan bahwa agar penyaluran kredit kepada debitur tetap lancar dan produktif maka sekurang-kurangnya harus memuat dan
mengatur hal-hal pokok sebagai berikut: 1. Organisasi intern kredit
Organisasi merupakan salah satu unsur sistem pengendalian intern dimana didalamnya terdapat gambaran yang mencerminkan kerangka pembagian
tugas dari masing-masing bagian serta keseluruhan dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
2. Prosedur pemberian dan pengembalian kredit
Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, suatu lembaga atau organisasi
dituntut untuk melaksanakan prosedur pemberian dan pengembalian kredit secara tepat sehingga tidak menimbulkan permasalahan.
3. Dokumen dan catatan kredit
Dokumen dan catatan akuntansi merupakan obyek fisik untuk membawa data (dokumen sumber) ataupun membukukan setiap transaksi, diikhtisarkan dan
dilaporkan. Dokumen dan catatan akuntansi untuk pencatatan setiap transaksi merupakan unsur penting dari sistem, namun biasanya dokumen yang tidak memadai dapat menyebabkan timbulnya masalah pengendalian yang lebih
besar.
4. Pengawasan kredit
yang telah disepakati antara debitur dengan lembaga yang mengakibatkan menurunnya kualitas kredit serta untuk menentukan tingkat kualitas/
kolektabilitas kredit yang bersangkutan. 5. Penyelamatan kredit bermasalah
Dalam kebijakan perkreditan suatu lembaga, setiap lembaga atau organisasi harus mengatur dan mencantumkan tata cara penyelamatan dan penyelesaian
kredit bermasalah.
Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang
sehat, semuanya sangat bergantung kepada manusia yang yang melaksanakannya. Mulyadi (2010:170) menyebutkan bahwa “Mutu karyawan merupakan unsur
sistem pengendalian yang paling penting. Oleh karena itu, organisasi harus dijalankan oleh orang yang berkualitas, jujur, memiliki integritas dan tanggungjawab yang tinggi agar mampu mengelola seluruh sumber daya yang
dimiliki organisasi dan membantu tercapainya tujuan organisasi”.
Menurut Mulyadi (2010:165) Untuk mendapatkan karyawan yang
kompeten dan dapat dipercaya dapat dilakukan dengan cara “Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya dan pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan,
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Umum Sistem Pengendalian Intern
2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Awal perkembangannya istilah sistem pengendalian intern dimulai dari istilah internal cek, yang kemudian sejak tahun 1949 berubah menjadi sistem
pengendalian intern. Pada dasarnya sistem pengendalian intern telah dikembangkan secara alamiah melalui pengalaman atau trial and error, dan secara naluriah banyak ditemukan pada para pengusaha tradisional yang berusaha
mengembangkan sistem pengendalian intern dalam mengamankan hartanya, disamping berkembang secara ilmiah sistem pengendalian intern juga berkembang
sesuai kebutuhan.
Pengertian sistem pengendalian intern menurut AICPA (American Institute
of Certifield Public Accountant) yang dikutip Mardi (2011:59) adalah sebagai berikut:
Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi dan segala cara serta tindakan dalam suatu perusahaan yang saling terkoordinasi dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran informasi akuntansi, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan.
Disisi lain pengertian sistem pengendalian intern menurut AICPA
Meliputi struktur organisasi dan segala cara serta tindakan dalam suatu perusahaan yang saling terkoordinasi dengan tujuan untuk mengamankan harta kekayaan perusahaan, menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi, meningkatkan efisiensi operasi serta mendorong ketaatan terhadap kebijakan-kebijakan yang telah digariskan oleh pemimpin perusahaan.
Sistem Pengendalian Intern menurut Arens dan Loebbecke yang
diterjemahkan oleh Jusuf (2003:258) adalah “Sistem Pengendalian Intern yang
terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur dirancang untuk
memberikan manajemen keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran yang
penting bagi suatu usaha dapat dicapai”.
Menurut Mulyadi (2010:163) sistem pengendalian intern itu sendiri adalah:
Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Berdasarkan definisi diatas terdapat beberapa konsep dasar tentang sistem
pengendalian intern. Sistem pengendalian intern merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu, dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi
2.1.2 Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern
Unsur-unsur yang mendukung atau menunjang terlaksananya sistem
pengendalian intern yang baik menurut Mulyadi (2010:164) adalah sebagai berikut:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan kerangka (Framework) pembagian
tanggungjawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Pembagian tanggungjawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi
akuntansi.
b. Suatu fungsi tidak boleh diberitanggungjawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi.
Pemisahan fungsi akuntansi dari fungsi-fungsi operasi dan fungsi penyimpanan, catatan akauntansi yang diselenggarakan dapat mencerminkan
transaksi sesungguhnya yang dilaksanakan oleh unit organisasi yang memegang fungsi operasi dan fungsi penyimpanan. Dengan demikian dalam pelaksanaan suatu transaksi dapat terdapat internal check di antara unit
organisasi pelaksana.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
Setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dan pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut oleh karena itu,
dalam organisasi hanya dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi dalam organisasi. Salah
satu media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi dalam organisasi adalah
formulir, oleh karenanya penggunaan formulir dicatat dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalannya (reliability) yang tinggi. Dengan demikian sistem otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen
pembukuan yang dapat dipercaya, sehingga akan menjadi masukan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur pencatatan yang
baik akan menghasilkan informasi yang diteliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya suatu organisasi.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi.
Pembagian tanggungjawab dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan
yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan
praktik yang sehat adalah:
a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus
c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit
organisasi lain.
d. Perputaran jabatan (job rotation)
e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak.
f. Secara periodik diadakan pencatatan fisik kekayaan dengan catatannya.
g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya.
Bagaimanapun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, serta berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik
yang sehat, semuanya sangat bergantung kepada manusia yang yang melaksanakannya. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang
minimum, dan perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggungjawaban keuangan yang dapat diandalkan. Untuk mendapatkan karyawan yang
kompeten dan dapat dipercaya, berbagai cara berikut ini dapat ditempuh: a. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh
pekerjaannya.
2.1.3 Tujuan dan Fungsi Sistem Pengendalian Intern
2.1.3.1Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Tujuan dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2010:163) adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kekayaan organisasi,
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, 3. Mendorong efisiensi, dan
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Mulyadi (2010:163) menyatakan bahwa “Tujuan dari sistem pengendalian
intern tersebut dapat dibagi menjadi dua macam: pengendalian intern akuntansi (Internal Accounting Control) dan pengendalin intern administratif (Internal
Administrative Control)”. Selanjutnya dikemukakan bahwa pengendalian intern akuntansi yang merupakan bagian dari sistem pengendalian intern, yang meliputi struktur organisasi, metode yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga
kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan
dipatuhinya kebijakan manajemen.
2.1.3.2Fungsi Sistem Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern memiliki fungsi seperti yang diungkapkan oleh Romney dan Steinbart yang diterjemahkan oleh Deni dan Dewi (2006:229) terdiri
dari tiga fungsi yakni:
pegawai yang memadai, dan secara efektif mengendalikan akses fisik atas asset, fasilitas dan informasi, merupakan pengendalian secara efektif.
2. Pengendalian untuk pemeriksaan (detective control) dibutuhkan untuk mengungkap masalah begitu masalah tersebut muncul. Contohnya pemeriksaan salinan atas perhitungan dengan mempersiapkan rekonsiliasi bank dan neraca saldo setiap bulan.
3. Pengendalian korektif (corrective control) memecahkan masalah yang ditemukan oleh pengendalian untuk pemeriksaan. Pengendalian ini mencakup prosedur yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab masalah, memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan dan mengubah sistem agar masalah dimasa yang akan datang dapat diminimalisasikan atau dihilangkan. Contohnya dengan pemeliharaan salinan (backup copies) atas transaksi dan file utama, dan mengikuti prosedur untuk memperbaiki kesalahan memasukan data, seperti juga kesalahan dalam menyerahkan kembali transaksi untuk proses lebih lanjut.
2.1.4 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern
Keterbatasan yang terdapat dalam sistem pengendalian internal dapat mengakibatkan tujuan dari pengendalian internal tidak akan tercapai.
Keterbatasan-keterbatasan tersebut menurut Menurut Azhar (2008:110) hal-hal yang dapat memperlemah pengendalian intern adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan (Error)
Kesalahan muncul ketika karyawan melakukan pertimbangan yang salah atau perhatiannya selama bekerja terpecah.
2. Kolusi (Collusion)
Kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan berkonspirasi untuk melakukan pencurian (korupsi) ditempat mereka bekerja.
3. Penyimpangan Manajemen
Karena manajer suatu organisasi memiliki lebih banyak otoritas dibandingkan karyawan biasa, proses pengendalian efektif pada tingkat manajemen bawah dan tidak efektif pada tingkat atas.
4. Manfaat dan Biaya
La Midjan dan Azhar (2001:68) mengungkapkan “Betapa baiknya sistem pengendalian intern yang dihasilkan oleh sistem akuntansi yang telah disusun
dengan baik, pada pelaksanaannya tidak akan berjalan baik apabila tidak didukung oleh pegawai yang berkualitas dan memadai”. Sebagai akibat kelemahan faktor
pegawai ini maka dapat memperlemah sistem pengendalian intern.
2.2 Konsep Umum Perkreditan
2.2.1 Pengertian Kredit
Menurut Veitzal (2007:438) “Istilah kredit, berasal dari perkataan lain
Credo yang berarti I Believe, I Trust, saya percaya atau saya menaruh
kepercayaan”.
Kredit menurut Rachmat dan Maya (2009:1) yaitu “Suatu kepercayaan
dari seseorang atau badan yang diberikan kepada seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan pada masa yang akan datang akan memenuhi
segala sesuatu kewajiban yang telah diperjanjikan terlebih dahulu”.
Pengertian kredit menurut Undang-undang perbankan Nomor 10 Tahun
1998 yang dikutip oleh Kasmir (2011:96) adalah sebagai berikut:
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sedangkan menurut Teguh (2001:9) kredit adalah “Kemampuan untuk
melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang
2.2.2 Jenis-jenis Kredit
Jenis atau macam-macam kredit dilihat dari berbagai aspek tujuannya
sangatlah banyak dan bervariasi. Rachmat dan Maya (2009:10) menyebutkan bahwa kredit yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari diantaranya:
1. Kredit menurut tujuan penggunaannya:
a. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian
barang-barang atau jasa-jasa.
b. Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif. 2. Kredit ditinjau dari segi materi yang dialih haknya:
a. Kredit dalam bentuk uang (money credit), yaitu kredit yang diberikan dalam bentuk uang dan pengembaliannya pun dalam bentuk uang juga.
b. Kredit dalam bentuk bukan uang (non-money credit), yaitu kredit berbentuk benda-benda atau jasa yang biasanya diberikan oleh perusahaan-perusahaan dagang, dan sebagainya.
3. Kredit yang ditinjau dari penguangannya (tunai atau tidak tunai):
a. Kredit tunai (cash credit), yaitu kredit yang penggunaannya dilakukan tunai
atau dengan jalan pemindah-bukuan ke dalam rekening debitur atau yang ditunjuk olehnya pada saat perjanjian ditanda tangani.
b. Kredit bukan tunai (non-cash credit), yaitu kredit yang tidak dibayarkan
4. Kredit menurut jangka waktunya:
a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu minimal satu
tahun.
b. Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara satu
tahun sampai dengan tiga tahun.
c. Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga
tahun.
5. Kredit menurut cara penarikan dan pembayaran kembali:
a. Kredit sekaligus (aflopend credit), yaitu kredit yang cara penarikannya atau
penyediaan dananya dilakukan sekaligus, baik secara tunai maupun melalui pemindah-bukuan ke dalam rekening debitur.
b. Kredir rekening Koran (kredit R/K), yaitu kredit yang penyediaan dananya dilakukan dengan jalan pemindah-bukuan, ke dalam rekening koran/ rekening giro atas nama debitur, sedangkan penarikannya dilakukan dengan
cek, bilyet giro atau surat pemindah-bukuan lainnya.
c. Kredit bertahap, yaitu kredit yang penarikan atau penyediaannya
dilaksanakan secara bertahap.
d. Kredit berulang (revolving credit), yaitu kredit yang setelah satu transaksi selesai dapat digunakan untuk transaksi berikutnya dalam batas maksimum
dan jangka waktu tertentu.
e. Kredit per-transaksi (selfiquiditing credit), yaitu kredit yang digunakan untuk
6. Kredit menurut sektor ekonominya:
a. Kredit untuk sektor pertanian, yaitu kredit dengan tujuan produktif dalam
rangka meningkatkan hasil di sektor pertanian, baik berupa kredit investasi maupun modal kerja.
b. Kredit untuk sektor pertambangan, yaitu kredit untuk membiayai usaha-usaha penggalian dan pengumpulan bahan-bahan tambang.
c. Kredit sektor perindustrian/ manufacturing, yaitu kredit yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan mengubah bentuk, meningkatkan faedah dalam bentuk pengolahan-pengolahan baik secara mekanik maupun secara kimiawi
dari suatu bahan menjadi barang baru.
d. Kredit untuk sektor listrik, gas dan air, yaitu kredit yang diberikan untuk
pembiayaan usaha-usaha pengadaan dan distribusi listrik, gas dan air, baik untuk rumah tangga, untuk industri maupun tujuan komersil.
e. Kredit untuk sektor konstruksi, yaitu kredit yang diberikan kepada para
kontraktor untuk keperluan pembangunan dan perbaikan gedung, rumah, pasar, jalan raya, jalan kereta api, pelabuhan, lapangan udara, proyek irigasi,
jembatan dan sebagainya.
f. Kredit untuk sektor perdagangan, restoran dan hotel, yaitu kredit untuk membiayai usaha-usaha perdagangan.
h. Kredit untuk sektor jasa-jasa dunia usaha, yaitu ktedit yang diberikan untuk pembiayaan sektor-sektor real estate, profesi/ advokat/ pengacara, notaris,
akuntan, insinyur, leasing company dan sebagainya.
i. Kredit jasa-jasa sektor jasa-jasa masyarakat, yaitu kredit yang diberikan
untuk membiayai kegiatan-kegiatan di bidang kesenian dan kebudayaan. j. Kredit untuk sektor-sektor lain, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai
sektor-sektor yang tidak termasuk ke dalam butir a-i. 7. Kredit dilihat dari jaminan atau agunannya:
a. Kredit yang tidak memakai jaminan (unsecured loan), yaitu kredit yang
diberikan benar-benar atas dasar kepercayaan saja, sehingga tidak ada
“pengaman” sama sekali.
b. Kredit dengan memakai jaminan/ agunan (secured loan) baik jaminan perorangan (personal securities) atau badan maupun jaminan kebendaan
yang besifat “tangible” (berwujud).
c. Jaminan kebendaan yang bersifat tidak berwujud (intangible). 8. Kredit menurut organisasi pemberinya:
a. Kredit yang terorganisasi (organized credit), yaitu kredit yang diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang telah terorganisir secara baik dan syarat-syarat pendiriannya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
b. Kredit yang tidak terorganisasi (unorganized credit), yaitu kredit yang diberikan oleh orang atau sekelompok orang maupun badan yang tidak
9. Kredit dilihat dari segi alat pembuktiannya (instrument credit):
a. Kredit secara lisan, yaitu kredit yang perjanjiannya dilakukan secara lisan
semata-mata.
b. Kredit secara pencatatan, yaitu transaksi kredit dicatat secara pembukuan/
administrasi masing-masing pihak oleh kreditur maupun oleh debitur.
c. Kredit dengan perjanjian tertulis, yaitu hubungan transaksi kredit yang
dinyatakan dalam suatu perjanjian tertulis antara pihak kreditur dengan pihak debitur.
10.Kredit menurut sumber dananya:
a. Kredit yang dananya berasal dari tabungan masyarakat, yaitu pemberian kredit karena adanya kelebihan pendapatan dari segolongan anggota
masyarakat yang dikumpulkan dalam bentuk simpanan.
b. Kredit yang dananya berasal dari penciptaan uang baru, yaitu pemberian kredit yang dananya dibiayai oleh penambahan uang terhadap uang yang
beredar yang telah ada.
11. Kredit menurut negara pemberiannya;
a. Kredit dalam negeri (domestic credit), yaitu kredit yang diberikan oleh kreditur di dalam negeri yang dananya serta pemberi kreditnya berasal dari dalam negeri yang sama.
b. Kredit luar negeri (foreign credit/ off shore loan), yaitu kredit yang diberikan oleh pihak asing (baik pemerintah maupun swasta negara lain).
a. Kredit Lancar (L)
b. Kredit Dalam Perhatian Khusus (KDPK)
c. Kredit Kurang Lancar (KL) d. Kredit Diragukan (KD)
e. Kredit Macet (M).
13.Kredit menurut status subyek hukum debiturnya:
a. Kredit untuk golongan penduduk (resident), yaitu kredit yang diberikan kepada penduduk Indonesia.
b. Kredit untuk bukan golongan penduduk (non resident), yaitu kredit yang
diberikan kepada bukan penduduk Indonesia.
14.Kredit yang pemberiannya melebihi suatu bank (kredit sindikasi/ syndication
loan), yaitu kredit yang diberikan secara bersama-sama oleh dua bank atau lebih dengan pembagian risiko dan pendapatan (bunga dan provisi/ komisi) sesuai porsi kepesertaan (sharing) masing-masing anggota sindikasi.
15.Kredit menurut ukuran besar kecilnya debitur:
a. Kredit usaha kecil dan menengah (UMKM), yaitu kredit yang diperuntukkan
bagi usaha kecil termsuk koperasi.
b. Kredit korporasi, yaitu kredit dengan jumlah besar dan diperuntukkan bagi debitur-debitur korporasi (perusahaan besar).
2.2.3 Unsur-unsur Kredit
yakini dapat di kembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang disepakati bersama. Berdasarkan hal di atas, unsur-unsur dalam kredit
menurut Vaitzal (2007:438), adalah sebagai berikut:
a. Terdapat dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit (nasabah). Hubungan pemberi kredit dan penerima kredit merupakan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan.
b. Terdapat kepercayaan pemberi kredit kepada penerima kredit yang didasarkan atas kredit rating penerima kredit.
c. Terdapat persetujuan, berupa kesepakatan pihak bank dengan pihak lainnya yang berjanji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit. Janji membayar tersebut dapat berupa janji lisan, tertulis (akad kredit) atau berupa instrument (Credit Instrument).
d. Terdapat penerima kredit.
e. Terdapat unsur waktu (time element). Unsur waktu merupakan unsur esensial kredit. Kredit dapat ada karena unsur waktu, baik di lihat dari pemberi kredit maupun di lihat dari penerima kredit. Misalnya, penabung memberikan kredit sekarang untuk konsumsi lebih besar di masa yang akan datang. Produsen memerlukan kredit karena adanya jarak waktu antara produksi dan konsumsi.
f. Terdapat unsur risiko (Degre Of Risk) baik di pihak pemberi kredit maupun di pihak penerima kredit. Risiko di pihak pemberi kredit adalah risiko gagal bayar (risk of default), baik karena kegagalan unsur (pinjam komersial) atau karena ketidak mampuan bayar (pinjam konsumen) atau karena ketidaksediaan membayar. Risiko di pihak nasabah adalah adanya kecurangan dari pihak kreditor, antara lain berupa pemberian kredit yang dari semula dimaksudkan oleh pemberi kredit untuk mencaplok perusahaan yang diberikan kredit atau tanah yang dijaminkan.
g. Terdapat unsur bunga sebagai kompensasi (prestasi) kepada pemberi kredit. Bagi pemberi kredit, bunga tersebut terdiri dari berbagai komponen seperti biaya modal (cost of capital), biaya umum (overhead cost), risk premium dan sebagainya. Jika kredit rating penerima kredit tinggi, risk premium dapat dikurangi dengan sofety discount.
2.2.4 Tujuan dan Fungsi Kredit
2.2.4.1Tujuan Kredit
Menurut Viatzal (2007:439) pada dasarnya terdapat dua fungsi yang saling
1. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang di raih dari bunga yang harus dibayar oleh nasabah. Oleh
karena itu, bank hanya akan menyalurkan kredit kepada usaha-usaha nasabah yang di yakini mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah
diterimanya. Dalam faktor kemampuan dan kemauan ini tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability) dari
suatu kredit sehingga kedua unsur tersebut saling berkaitan. Dengan demikian, keuntungan merupakan tujuan dari pemberi kredit yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima.
2. Safety, yaitu dari keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai
tanpa hambatan yang berarti. Oleh karena itu, keamanan ini atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya sehingga keuntungan (profitability) yang diharapkan dapat menjadi kenyataan.
2.2.4.2Fungsi Kredit
Kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis besar fungsi kredit di dalam perekonomian, perdagangan dan keuangan menurut Veithzal (2007:440) dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Meningkatkan utility (daya guna) dari modal/ utang. Para pengusaha menikmati kredit dari bank untuk memperluas/ memperbesar usahanya, baik
b. Meningkatkan utility (daya guna) suatu barang. Produsen dengan bantuan kredit bank dapat memproduksi bahan jadi sehingga utility dari bahan
tersebut meningkat.
c. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit yang disalurkan melalui
rekening koran, mendorong pengusaha untuk menciptakan penambahan uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dan sebagainya
melalui kredit.
d. Menimbulkan gairah berusaha masyarakat. Dari sisi hukum permintaan dan penawaran, dalam segala macam dan ragam usaha, permintaan akan terus
bertambah jika masyarakat telah melakukan penawaran. Sehingga semakin besar permintaan secara berantai menimbulkan kegairahan yang meluas
dikalangan masyarakat dan meningkatkan produktivitas
e. Alat stabilisasi ekonomi. Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk:
pengendalian inflasi, peningkatan ekspor, rehabilitasi sarana dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat.
f. Jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional. Pengusaha yang memperoleh kredit tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya, peningkatan usaha berarti peningkatan profit, yang berarti pajak perusahaan
akan terus bertambah yang menghasilkan pendapatan bagi Negara.
g. Sebagai alat meningkatkan hubungan ekonomi internasional. Bank sebagai
terutama yang menyangkut hubungan perekonomian dan perdagangan. Lalu lintas pembayaran internasional akan berjalan lancar bila disertai kegiatan
kredit yang bersifat internasional.
2.2.5 Kredit Gadai
2.2.5.1Pengertian Gadai
Gadai berasal dari terjemahan dari kata pand atau vuistpand (bahasa Belanda), atau pledge atau pawn (bahasa Inggris), pfand atau faustpfand (bahasa Jerman). Kegiatan pokok PT. Pegadaian adalah menyalurkan kredit atau uang
pinjaman atas dasar hukum gadai. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (civil code) Buku Kedua BAB XX pasal 1150 tentang Gadai, pengertian
gadai adalah sebagai berikut:
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan.
Sedangkan menurut Totok dkk (2011:212), pengertian gadai adalah
sebagai berikut:
2.2.5.2Pengertian Kredit Gadai
Menurut Pedoman Operasional Kantor Cabang PT. Pegadaian (Persero)
pengertian kredit gadai adalah sebagai berikut:
Kredit Gadai adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu kepada nasabah atas dasar hukum gadai dan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan (Pegadaian) sebagai pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan membayar sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
2.3 Sistem Pengendalian Intern Kredit
Sistem pengendalian intern kredit merupakan usaha-usaha yang dilakukan
agar kredit tetap lancar, produktif dan tidak macet. Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat,
diperlukan suatu kebijakan perkreditan tertulis yang dikabulkan menurut dokumen kebijakan pemberian kredit. Sistem pengendalian intern kredit menurut Suhardjono (2003:99) sekurang-kurangnya harus mencakup “Organisasi kredit,
dokumen dan catatan kredit, prosedur pemberian kredit dan laporan kredit”. Menurut Suhardjono (2003:100) agar penyaluran kredit kepada debitur
tetap lancar dan produktif maka sekurang-kurangnya harus memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut:
1. Organisasi intern kredit
2. Prosedur pemberian dan pengembalian kredit 3. Dokumen dan catatan kredit
4. Pengawasan kredit
2.3.1 Struktur yang Memisahkan Tanggung Jawab Fungsional Secara
Tegas
Berbicara mengenai organisasi, sebagaimana kita maklumi bahwa teori dan pandangan tentang organisasi sangatlah banyak dan beraneka ragam hal
tersebut menyebabkan penerapan organisasi tersebut juga berbeda-beda antara satu dengan yang lain, tidak terkecuali aplikasi pada organisasi perkreditan.
Perbedaan teori (plus aplikasinya) pada organisasi perkreditan disebabkan oleh perbedaan visi, misi/ tujuan, latar belakang lingkungan, situasi dan kondisinya masing-masing. Namun demikian disamping perbedaan-perbedaan tersebut, pada
dasarnya setiap organisasi mempunyai pesamaan-persamaan tertentu setidak-tidaknya dalam perannannya.
Suhardjono (2003:106) menyebutkan bahwa:
Untuk mendukung pemberian kredit yang sehat dan penerapan unsur pengendalian internal (internal control) mulai dari tahap awal proses kegiatan pemberian perkreditan sampai dengan kredit yang bersangkutan lunas, maka harus menerapkan struktur organisasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing pejabat yang terkait dalam proses pemberian kredit.
Organisasi merupakan salah satu unsur sistem pengendalian intern dimana di dalamnya terdapat gambaran yang mencerminkan kerangka pembagian tugas
dari masing-masing bagian serta keseluruhan dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi organisasi yang terkait dalam pemberian kredit menurut Suhardjono (2003:109)
a. Ketua pimpinan
Memberikan keputusan peminjaman kredit berdasarkan ketentuan dan
peraturan yang berlaku dalam lembaga tersebut. b. Seksi analisa kredit
Memberikan keterangan kepada calon debitur yang akan mengajukan permohonan kredit dan mengadakan pembahasan kredit dan mengajukan
hasil pembahasan kepada pimpinan melalui kas kredit. c. Seksi administrasi
Melayani pengajuan kredit dan meneliti kelengkapan persyaratan kredit dan
membuat analisa yang diajukan kepada pimpinan. Membuat realisasi kredit dalam buku register dan melayani debitur yang akan mengambil jaminan.
d. Supervisi kredit
Membuat pengajuan penyelesaian kredit dan membuat peninjauan jaminan kredit bersama petugas analisa kredit.
e. Kasir/ teller, bertugas untuk menerima dan mengeluarkan uang.
2.3.2 Sistem Wewenang dan Prosedur Pencatatan yang Memberikan
Perlindungan yang Cukup Terhadap Kekayaan, Utang, Pendapatan
dan Biaya
Sistem wewenang dan prosedur pencatatan kegiatan di antara lembaga keuangan semacam Pegadaian tidaklah jauh berbeda, mungkin yang menjadi
dibedakan antara pinjaman perseorangan dengan pinjaman oleh suatu badan hukum. Kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk konsumtif
atau produktif.
2.3.2.1 Prosedur Pemberian Kredit dan Pengembalian Kredit
Menurut Suhardjono (2003:195) dalam proses pemberian putusan kredit,
prosedur kredit dibagi dalam empat tahap diantaranya: 1. Tahapan Prakarsa dan analisa permohonan kredit
a. Kegiatan pada tahap ini adalah penerimaan permohonan kredit dari nasabah atau memprakarsai permohonan kredit, baik untuk Permohonan kredit baru, perpanjangan kredit, perubahan jumlah kredit, perubahan syarat kredit, restrukturisasi maupun penyelesaian kredit.
b. Analisa dan evaluasi kredit
Analisa kredit yang dilakukan oleh pejabat pemrakarsa kredit melipiti analisis 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral) yang terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitaf. c. Perhitungan kebutuhan kredit
Perhitungan kebutuhan kredit dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti kredit yang benar-benar dibutuhkan oleh pemohon, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kelebihan kredit yang penggunaannya di luar usaha atau terjadi kekurangan kredit sehingga usaha tidak berjalan.
d. Pembagian risiko kredit
Dalam upaya mengurangi risiko kredit yang harus ditanggung, bank membagi risiko tersebut dengan perusahaan asuransi, yaitu dengan melakukan asuransi kredit, asuransi kerugian maupun asuransi jiwa debitur.
e. Negosiasi kredit
Negosiasi dilakukan dalam rangka mendiskusikan suatu permasalahan kredit yang terjadi antara pihak bank dan pemohon, dalam rangka mencapai kesepakatan mengenai jumlah kredit, kelengkapan dokumen, struktur dan tipe kredit serta syarat-syarat kredit yang harus dipenuhi oleh pemohon.
2. Tahapan pemberian rekomendasi kredit
Rekomendasi kredit harus memastikan bahwa tidak ada kebijakaan dan prosedur kredit yang dilanggar serta tidak ada masalah hukum. 3. Tahapan pemberian putusan
Pemberian keputusan hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemutus kredit atau komite kredit yang diberikan kewenangan untuk memutus kredit. Sebelum memberikan putusan kredit pejabat pemutus kredit harus memeriksa dan meneliti kelengkapan paket kredit berdasarkan pengalaman dan pengetahuan bisnis yang dimilikinya, pejabat pemutus kredit melihat analisa dan evaluasi yang dibuat oleh bagian rekomendasi akan mampu memberikan putusan kredit secara akurat. 4. Tahapan persetujuan pencairan kredit
Pencairan kredit dapat dilakukan setelah instruksi pencairan kredit ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang, yaitu petugas administrasi kredit sebagai pembuat instruksi (maker) dan disetujui oleh pimpinan unit kerja yang bersangkutan
Langkah selanjutnya adalah merupakan prosedur pengembalian kredit.
Menurut Thomas dkk (2003:86) “Pengembalian kredit adalah dipenuhinya semua kewajiban utang peminjam terhadap bank yang berakibat hapusnya perjanjian
kredit”.
Adapun prosedur pengembalian kredit menurut Suhardjono (2003:197) adalah sebagai berikut:
1. Debitur dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar.
Dalam memenuhi kewajibannya, debitur menyerahkan pembayaran baik pembayaran pokok, bunga atau lainnya apabila ada. Sebagai tanda pembayaran, debitur menerima kuitansi dari kasir dan menerima struk yang berisikan total sisa pinjaman sebagai kontrol jumlah kewajiban yang masih harus dibayar.
2. Kasir menerima pembayaran dari debitur.
Kasir menerima sejumlah uang dari debitur sebagai pembayaran, baik pokok, bunga ataupun yang lainnya. Menghitung atau membandingkan pembayaran yang harus dipenuhi oleh debitur yaitu pembayaran pokok pinjaman, bunganya ataupun pembayaran lainnya dengan jumlah potongan yang telah jatuh tempo. Kasir kemudian menerbitkan dan menyerahkan kuitansi sebagai bukti pembayaran yang diperuntukan kepada debitur dan bagian kredit. Transaksi di atas dicatat pada buku transaksi.
3. Pencatatan oleh bagian perkreditan.
sebagai pemberitahuan mengenai jumlah kewajiban yang masih harus dipenuhi debitur.
4. Pencatatan oleh bagian akuntansi.
Bagian akuntansi menerima bukti bembayaran dari bagian kredit, dilakukan pencatatan pada buku besar piutang dan dicockannya dengan buku kas masuk bagian kredit.
2.3.2.2Dokumen dan Catatan Kredit
Menurut Suhardjono (2003:221) pengertian dokumen kredit adalah sebagai berikut:
Dokumen kredit adalah seluruh dokumen yang diperlukan dalam rangka pemberian kredit yang merupakan bukti perjanjian/ ikatan hukum antara bank dengan debitur dan bukti kepemilikan barang agunan serta dokumen-dokumen perkreditan lainnya yang merupakan perbuatan hukum atau mempunyai akibat hukum.
Dokumen berfungsi untuk memastikan bahwa seluruh aktiva telah diawasi dengan sewajarnya dan pencatatan telah dilakukan dengan baik.
Formulir penting yang selalu dimasukan dalam setiap arsip dokumen kredit menurut Suhardjono (2003:223) adalah sebagai berikut:
1. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan identitas atau legalitas nasabah dan usahanya.
a. KTP, Kartu Keluarga (KK), pas photo b. Akte pendirian usaha
c. Bukti perjanjian usaha
2. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permohonan, analisa dan evaluasi kredit, negosiasi, rekomendasi, persetujuan kredit.
a. Putusan kredit
b. Putusan penundaan dokumen c. Memorandum analisa kredit
d. Putusan penghapus bukuan kredit macet
3. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perjanjian dan pencairan kredit.
a. Surat hutang
b. Adendum surat hutang
a. Hak atas tanah
b. Bukti kepemilikan agunan c. Sertifikat hak tanggungan d. Akte pengikat hak agunan
5. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembinaan, pengawasan dan penyelamatan atau penyelesaian kredit.
Pengertian catatan kredit menurut Suhardjono (2003:225) adalah sebagai
“Pengelolaan atas dokumen-dokumen yang diperoleh selama kredit berlangsung,
pengelolaan tersebut mencakup pencatatan/ registrasi, penyimpanan berkas dan
pengamanan berkas kredit”.
Sedangkan proses pencatatan transaksi kredit menurut Suhardjono (2003:226) secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe, yaitu:
1. Pencatatan pembayaran kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi oleh
debitur yaitu:
a. Biaya administrasi, baik pada saat pembukuan rekening debitur atau biaya
administrasi rutin pada saat kredit berjalan.
b. Pembayaran provisi kredit atau commitmen fee saat nasabah memperoleh kredit baru atau perpanjangan kredit.
c. Untuk pembayaran bunga kredit yang menjadi kewajibannya.
2. Pencatatan transaksi kredit selama fasilitas kredit tersebut berjalan, yaitu:
a. Pada saat pelaksanaan penarikan/ pembukuan kredit.
b. Pada waktu nasabah melaksanakan penyetoran-penyetoran terhadap rekeningnya.
3. Pencatatan transaksi kredit pada saat pelunasan kredit.
Adapun jurnal untuk pencatatan mutasi-mutasi di atas dapat disajikan dengan cara sebagai berikut:
1. Pada saat pembukuan rekening debitur yaitu setelah nasabah menandatangani akad perjanjian kredit maka jurnalnya dilakukan sebagai berikut:
Kas Rp. xxx
Provisi kredit Rp. xxx
Biaya bank lainnya Rp. xxx
2. Jurnal pembebanan/ pembayaran bunga oleh nasabah. Setelah bank selesai
membuat “nota perhitungan bunga” maka jurnalnya dilakukan sebagai
berikut:
Kas Rp. xxx
Pendapatan bunga kredit Rp. xxx
Yang menjadi masalah apabila nasabah tidak dapat membayar dan terjadi tunggakan bunga maka jurnalnya dilakukan sebagai berikut:
Tagihan tunggakan bunga Rp. xxx
Pendapatan bunga kredit Rp. xxx
3. Pencatatan yang lain pada saat terjadi penarikan kredit atau pembebanan lainnya maka jurnalnya dilakukan sebagai berikut:
Rekening debitur yang bersangkutan Rp. xxx
Kas Rp. xxx
Pemindahbukuan ke rekening lain Rp. xxx
Tunggakan angsuran kredit Rp. xxx
Rekening debitur yang bersangkutan Rp. xxx
Dan pada saat nasabah melunasi tunggakan angsuran tersebut maka jurnalnya dapat dilakukan dengan cara:
Kas Rp. xxx
Tunggakan angsuran kredit Rp.xxx
2.3.3 Praktik yang Sehat Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Setiap
Unit Organisasi
Suhardjono (2003:229) menyebutkan bahwa: “Dalam mendukung pemberian kredit yang sehat dan menerapkan unsur pengendalian intern dalam
kegiatan perkreditannya, perusahaan melakukan pengawasan dan pembinaan atas tahapan-tahapan proses pemberian kredit yang dilakukannya”.
2.3.3.1 Pengawasan Kredit
Menurut Suhardjono (2003:229) prinsip-prinsip dalam pengawasan
kredit yang pada umumnya dilakkan antara lain:
a. Setiap tahapan proses pemberian kredit harus didasarkan atas asas-asas perkreditan yang sehat dan menguntungkan/ melindungi kepentingan bagi bank.
b. Setiap pemberian kredit harus mengandung unsur pengawasan ganda dan pengawasan melekat yang berkesinambungan.
c. Setiap pemberian kredit harus dipantau perkembangan usaha debitur yang dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada debitur agar kredit yang diberikan mencapai sasaran dan mencegah kemungkinan penurunan kualitas kredit.
Menurut Suhardjono (2003:230) pengawasan kredit adalah “Kegiatan
pengawasan/ monitoring terhadap tahapan-tahapan proses pemberian kredit,
pejabat kredit yang melaksanakan proses pemberian kredit serta fasilitas
kreditnya”. Pengawasan kredit bertujuan untuk memastikan bahwa
pengelolaan, penjagaan dan pengawasan kredit sebagai asset telah dilakukan dengan baik sehingga tidak timbul resiko-resiko kredit yang diakibatkan
penyimpangan baik oleh debitur maupun oleh bank. Pengawasan kredit dapat dilakukan dengan cara pengawasan preventif dan pengawasan represif.
Pengawasan preventif dimaksudkan untuk mencegah terjadinya masalah
dalam perkreditan dalam perkreditan yang dapat dilakukan dengan penerapan prinsip kehati-hatian pada setiap tahapan proses pemberian kredit sejak
permohonan kredit sampai dengan pencairan kredit. Sedangkan pengawasan represif dimaksudkan untuk memperbaiki masalah yang terjadi dalam bidang perkreditan yang dapat dilakukan dengan berbagai macam cara setelah kredit
direalisasi dan digunakan oleh debitur sampai dengan kredit lunas.
2.3.3.2 Penyelamatan Kredit Bermasalah
Suhardjono (2003:252) mengemukakan bahwa “Kredit bermasalah
adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan dalam
perjanjian kredit”. Walaupun semua tahap-tahap dalam proses pemberian kredit
telah dilakukan secara hati-hati dan telah dilakukan pengawasan dan pengendalian kredit secara berkesinambungan, namun demikian tidak seratus persen kredit akan