SEMINAR NASIONAL
PROSIDING
PERAN BIOTEKNOLOGI BAGI KESEJAHTERAAN UMAT
Diterbitkan Oleh:
Yayasan Memajukan Bioteknologi Indonesia (YMBI)
Bekerjasama Dengan:
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika (LPPOM MUI DIY)
Yogyakarta, 24 Mei 2008
I
Yayasan Memajukan
SEMINAR NASIONAL
PROSIDING
PERAN BIOTEKNOLOGI BAGI KESEJAHTERAAN UMAT
Diterbitkan Oleh:
Yayasan Memajukan Bioteknologi Indonesia (YMBI)
Bekerjasama dengan:
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika (LPPOM MUI DIY)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-NYA sehingga
prosiding seminar nasional Peran Bioteknologi untuk Kesejahteraan Umat ini dapat tersusun sesuai dengan rencana. Seminar ini diselenggarakan untuk membuka wawasan
sekaligus saling berbagi ilmu tentang bioteknologi perannya bagi kesejahteraan umat.
Gelombang ilmu bioteknologi telah berkembang begitu pesat sehingga menjadi sebuah
kewajiban bagi sebagian kaum muslimin untuk mampu menguasai dan mendalami ilmu
ini. Pemahaman yang baik dan kerja keras diyakini menjadi salah satu kunci agar umat ini
terus bergerak maju sehingga islamisasi dalam seluruh aspek kehidupan adalah sebuah
keniscayaan yang tidak dapat dihindari.
Seminar ini merupakan kerjasama antara Yayasan Memajukan Bioteknologi
Indonesia (YMBI) yang berkantor pusat di Jakarta dengan LPPOM MUI Yogyakarta
dengan harapan kerjasama tersebut akan membawa kemanfaatan yang lebih luas atas peran
ilmu bioteknologi bagi umat Islam. Prosiding terdiri dari berbagai judul dan tinjauan
keilmuan yang terkait dengan bioteknologi. Pembaca dapat menemukan berbagai makalah
yang bermanfaat untuk menemukan ide yang lebih cemerlang dan lebih baik. Prosiding ini
tersusun atas dukungan berbagai pihak untuk itu ucapan terima kasih yang tidak terhingga
disampaikan kepada :
1. Menteri Pertanian Republik Indonesia yang telah bersedia mendukung kegiatan ini
sehingga dapat berjalan dengan baik.
2. Majelis Ulama Indonesia Yogyakarta khususnya LPPOM MUI Yogyakarta yang
telah bersedia bekerjasama dalam penyelenggaraan seminar ini.
3. Pengurus YMBI pusat yang telah mendukung baik moril maupun materiil.
4. Seluruh panitia baik panitia pengarah maupun panitia pelaksana yang telah bekerja
keras sehingga seminar ini dan penyusun prosiding dapat berjalan dengan baik.
5. Seluruh peserta yang telah berpartisipasi aktif sehingga prosiding dapat diselesaikan.
Akhirnya panitia penyusun menyadari bahwa prosiding ini adalah sebagian kecil
dari ilmu yang sedemikian luas bagai setetes air di lautan, namun harapannya semoga
dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dan memacu pembaca untuk
menghasilkan yang lebih baik.
Yogyakarta, Mei 2008
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
SAMBUTAN KETUA YMBI:... v
SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN: Tanggungjawab Pemerintah untuk Menjamin Pangan Halal dan Baik, Anton Apriyantono ... 1
Islam, Sains dan Perguruan Tinggi, Chairil Anwar ... 9
Motivasi Agama dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Achmad Mursyidi... 18
Dukungan Iptek Dalam Penentuan Halal Studi Kasus Produk Peternakan ,Tridjoko Wisnu Murti………. 24 Aplikasi Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Deteksi Kehalalan Pangan, Yuny Erwanto ... 35
Peran Bioteknologi pada Produksi Pangan yang Thoyib dari Bahan Lokal untuk ketahanan Pangan Nasional Yuli Witono ... 44
Penentuan Lethal Dose 50 (LD50) Asap Cair Grade 2 Pada Mencit Betina, Soesanto Mangkoewidjojo, Syarifuddin Tato, Hendry T. S. Saragih... 51
Distribusi Faktor Virulensi Staphylococcus aureus dari Berbagai Produk Pangan Asal Ternak, Siti Isrina Oktavia Salasia ... 61
Kualitas Himpunan Basis STO-3G dan 3-21G Sebagai Metode Perhitungan AB Initio Senyawa Turunan Kalanon, Ponco Iswanto, Moch. Chasani dan Eva Vaulina YD... 73 Karakterisasi Enzim Kitinolitik Escherichia coli-inactive KPU 2.1.8 dari Limbah Pengolahan Udang, Miftahul Ilmi, Ekowati Chasanah, dan Wibowo Mangunwardoyo ... 82
Quorum Sensing dan Pemanfaatannya dalam Pengendalian Vibriosis Pada Ikan, Murwantoko... 95
Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro, Endah Wahyurini... 106
Reaksi Tanaman Kedelai Terhadap Pelukaan, Basuki ... 115
Susu Kambing, Sunah Rasulullah Yang Telah Dilupakan, Indah Kristanti ...
Pharmacokinetics Minocycline And Accumulation In Muscle Tissue After Per Oral Administrations Upon Cock Broiler (Strain Lohman), Tri Guntoro, Lukman Hakim, Irkham Widiyono...
Pengembangan Bioteknologi Untuk Pemuliaan Tananan, Endang Semiarti... 125
131
145
Pengaruh Infeksi Cacing Ascaridia Galli Terhadap Elektrolit dan Gambaran Darah Ayam Buras (Gallus Domesticus), Bambang Ariyadi, Wihandoyo... 153
Pemanfaatan Kulit Trimming Untuk Produksi Gelatin Teknis Sebagai Pelapis Telur Ayam Ras, Novita Kurniawati dan Suharjono Triatmojo...
Pengaruh Penggunaan 2,4 Dichlorophenoxy Acetic Acid Dan Kinetin Untuk Proses Mikropropagasi Rumput Cenchrus Ciliaris, Nafiatul Umami………
168
SAMBUTAN KETUA YMBI
YMBI: Bioteknologi Dari Rakyat Untuk Rakyat
Arief B. Witarto
Pada tahun 1997, ketika Internet mulai dikenal masyarakat, penulis yang sedang menuntut
ilmu bioteknologi di Tokyo, Jepang, merasakan pentingnya komunikasi dengan
rekan-rekan seprofesi di dalam dan luar negeri. Dengan bantuan seorang peneliti di Indonesia
yang mengkontak peneliti di dalam negeri, terbentuklah mailing list biotek hanya dengan
beberapa anggota. Waktu itu, yahoogroups dan sejenisnya belum tersedia, sehingga kami
menggunakan salah satu server universitas di Tokyo dan jadilah mailing list beralamatkan
di biotek@fedu.uec.ac.jp. Dalam perkembangannya, anggota mailing list menjadi semakin
banyak, sehingga alamat berpindah ke biotek@yahoogroups.com dengan anggota saat ini
500-an orang, dari siswa SMA yang tertarik mencari tempat belajar biotek, pelaku bisnis
biotek, peneliti biotek di perguruan tinggi dan lembaga penelitian, pejabat terkait kegiatan
biotek, dsb. Mailing list ini telah berfungsi sebagai forum pertukaran informasi, dan
wahana saling membantu seperti menyediakan paper PDF bagi anggota yang tidak punya
akses ke versi on-line jurnal tertentu.
Pada tahun 2002, setelah kembali ke Indonesia, penulis mencoba bertemu dengan
rekan-rekan yang selama ini berkenalan lewat dunia maya saja. Hal ini memotivasi untuk
kemudian mengadakan pertemuan terbatas di antara rekan-rekan yang punya misi sama
untuk mengembangkan bioteknologi Indonesia. Dari pertemuan yang sifatnya silaturahim,
perkenalan di Depok oleh beberapa orang (18/12/2002), dilanjutkan pertemuan yang agak
besar diselingi dengan presentasi kegiatan masing-masing peserta untuk lebih bisa saling
mengenal di Bandung (10/5/2003), kemudian pertemuan serupa di Bogor (26/12/2003).
Pertemuan berikutnya adalah “lompatan” penting berupa penyelenggaraan seminar
nasional di Yogyakarta dengan membawa nama “Jaringan Peneliti Bioteknologi
Indonesia/JPBI (Indonesian Biotechnology Researchers Network)” (30/1/2005). Seminar
yang dihadiri oleh Menteri Pertanian, Anton Apriyantono sebagai salah satu anggota
mailing list biotek ini, mengangkat topik bioteknologi pertanian. Sejak itu,
pertemuan-pertemuan berikutnya dikemas dalam bentuk seminar nasional agar lebih banyak peserta
bisa hadir dan mengangkat satu topik khusus. Pada tanggal 17/9/2005, seminar berikutnya
terlaksana di Purwokerto dengan topik bioteknologi kelautan. Setelah itu, seminar
bioteknologi lingkungan oleh JPBI terselenggara di Solo (11/3/2006), yang disusul dengan
seminar terakhir di Semarang dengan topik bioteknologi kedokteran (27/1/2007).
Walaupun telah menyelenggarakan banyak seminar nasional dengan topik bioteknologi
yang beragam, kami tidak merasa puas karena menjadi event organizer bukanlah tujuan
kami untuk dapat “memajukan bioteknologi” secara sebenarnya. Maka dari itulah, tonggak
berikutnya yang didirikan adalah pembentukan lembaga hukum agar kegiatan yang lebih
penting seperti penelitian, dapat diwadahi. Dari itulah kemudian lahir Yayasan Memajukan
Bioteknologi Indonesia/YMBI (Foundation for the Advancement of Biotechnology in
Indonesia) secara resmi pada tanggal 25/3/2006 dengan rencana kegiatan termasuk
diseminasi informasi bioteknologi dengan seminar, penerbitan buku, dll, juga penelitian,
pendidikan, dsb. Terkait dengan itu, kami pernah memberikan masukan kepada PANSUS
RUU RPJPN DPR RI sebagai nara sumber untuk bidang IPTEK dengan makalah
“Pembangunan Ekonomi Indonesia dengan Bioteknologi” (9/3/2006). Hari ini (24/5/2008),
kota Yogyakarta kembali menjadi tonggak sejarah kami, dengan terselenggaranya kegiatan
pertama YMBI berupa seminar bertopik “bioteknologi Islam”.
Dari uraian di atas, mudah-mudahan dapat ditangkap bahwa YMBI sejak dari awalnya
berupa JPBI adalah kegiatan “dari rakyat” yang berupa jejaring informal di dunia maya
yang tidak birokratis dan dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan darat. Seperti maililing
list biotek yang masih terus aktif sampai sekarang, JPBI adalah sebuah “gerakan akar
rumput” yang didorong oleh kebutuhan penggiat bioteknologi sendiri, bukan titipan dan
perintah dari “atas”/top down. Oleh karena itu, kami berupaya untuk menjaga independensi
ini sampai kepada YMBI yang terbentuk. Pendirian YMBI sebagai sebuah organisasi
berbadan hukum, tidak ingin merubah sifat JPBI yang tidak resmi tapi justru aktif itu,
namun agar cita-cita memajukan bioteknologi Indonesia lebih dapat diwujudkan. Caranya
yang kami siapkan adalah model pengembangan teknologi seperti di Jerman. Organisasi
pengembangan IPTEK di Jerman berbasis “rakyat/masyarakat” seperti tercermin dari Max
Planck Society/MPS untuk ilmu pengetahuan dan Fraunhofer Society/FS untuk teknologi.
Keduanya bukanlah lembaga semacam LPND di Indonesia, tetapi adalah society yang
didirikan oleh para dosen, sehingga boleh disebut semacam LSM di Indonesia. MPS dan
sehat – antara komponen akademik-bisnis-government (ABG). Hampir semua staf dan
pelaksana riset di MPS dan FS adalah sekaligus tenaga pengajar dan mahasiswa PT.
Sementara seperti di FS, pelaku bisnis menjadi anggota Dewan Penyantun yang
memberikan masukan pilihan teknologi yang diperlukan. Pemerintah/government terlibat
dalam pendanaan kegiatan dan modal dasar seperti penyediaan lahan, untuk pendirian
institut-institut MPS dan FS.
Memang membandingkan YMBI dengan MPS dan FS, terasa seperti “pungguk
merindukan bulan”. Tapi seperti kata Bapak Roket India yang juga mantan Presiden India
pertama yang Muslim, APJ Abdul Kalam dalam bukunya Ignited Minds, “Dream, dream,
dream. Dreams transform into thoughts. Thoughts result in action”. Itulah keyakinan kami
untuk memberanikan diri bermimpi. Model pengembangan teknologi “dari rakyat”
memang belumlah lazim di Indonesia. Umumnya lembaga pengembang adalah milik
Pemerintah baik di Lembaga Penelitian maupun Perguruan Tinggi. Akhir-akhir ini saja,
beberapa lembaga pengembang biotek lahir oleh perusahaan-perusahaan raksasa
khususnya bidang kedokteran di Jakarta. YMBI berharap menjadi salah satu pengembang
biotek Indonesia yang berasal “dari rakyat” dengan satu misi membawa manfaat
bioteknologi untuk rakyat. Maka dari itu, topik seminar pertama YMBI di Yogya hari ini,
yaitu bioteknologi Islam adalah salah satu upaya YMBI untuk mencari solusi
permasalahan ummat Islam yang menjadi salah satu pemangku kepentingan utama di
Indonesia dengan jumlah populasi 80% dari keseluruhan, melalui bioteknologi. Topik yang
digelar seperti motivasi pengembangan IPTEK secara keagamaan berupaya memberikan
informasi kepada ummat Islam agar tidak tertinggal dengan kaum lainnya dan diakhiri
dengan upaya-upaya teknologi yang telah dilakukan oleh rekan-rekan YMBI di
lembaganya masing-masing dalam pengembangan bioteknologi untuk penyediaan pangan
halal dan thoyyib/baik. Menyusul kegiatan ini, YMBI bekerjasama dengan Universitas
Paramadina, Jakarta, menggelar talkshow “Biotechnology, The Next Great Enterpreneurial
Wave” di Jakarta dalam berbagai topik yang diawali dengan topik molecular genomics
pada tanggal 16/6/2008 nanti.
Pada akhirnya, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu terlaksananya kegiatan ini. Semoga kebaikannya mendapatkan balasan yang
lebih baik dari Sang Maha Pencipta. Kepada para peserta Seminar, semoga kegiatan ini
tidak berakhir setengah hari saja, tapi tetap berlanjut dengan komunikasi yang lebih
intensif untuk pengembangan bioteknologi Indonesia, “dari rakyat untuk rakyat”. (aamiin).
Depok, 23 Mei 2008
Dr. Arief B. Witarto, M.Eng.
Menteri Pertanian
Republik Indonesia
SAMBUTAN
MENTERI PERTANIAN
PADA
SEMINAR NASIONAL
PERAN BIOTEKNOLOGI BAGI KESEJAHTERAAN UMAT:
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH UNTUK MENJAMIN
PANGAN HALAL DAN BAIK
YOGYAKARTA, 24 MEI 2008
Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarrakaatuh,
Yang Terhormat, Para Civitas Academika Universitas Gadjah Mada, Para Pejabat Pusat
dan Daerah, Para undangan lainnya.
Pertama-tama, saya ingin mengajak hadirin sekalian untuk memanjatkan puji dan
syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas rahmat dan berkahnya kita
dapat berkumpul bersama-sama untuk mengikuti "Seminar Nasional Peran Bioteknologi
Bagi Kesejahteraan Umat".
Seminar hari ini memiliki arti yang penting karena bertepatan dengan munculnya
permasalahan ketahanan pangan yang secara global sangat mengkhawatirkan, terutama
karena ketersediaan pangan secara global diperkirakan tidak akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup umat manusia. Bagi umat Islam jumlah pangan bukan merupakan
satu-satunya isu yang harus ditangani, namun isu pangan yang halal dan baik juga harus
ditangani secara benar. Hal ini berkaitan dengan perintah Allah SWT yang harus kita
laksanakan yang tertuang dalam Al Qur'an surat Al-Maaidah ayat 88 "Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya".
Pada kesempatan yang baik ini, sesuai dengan permintaan panitia, saya akan
menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan 'Tanggung Jawab Pemerintah Untuk
Menjamin Pangan Halal dan Baik" dan kaitannya dengan tema seminar hari ini “Peran
Bioteknologi Bagi Kesejahteraan Umat".
Saudara peserta seminar yang berbahagia,
Saya sudah sejak lama menaruh perhatian terhadap pangan yang halal dan baik.
Pemikiran, pendapat, dan saran saya terhadap isu pangan yang halal dan baik itu telah saya
tuangkan dalam tiga judul buku, yaitu: 1). Potensi Ketidak-halalan Produk Pangan dan
Masalah Pangan Hasil Rekayasa Genetika; 2). Kiat Memilih Pangan Halal dan Syubhat; 3).
Pedoman Produksi Pangan Halal.
Ada dua hal yang saya ingin sampaikan kembali di sini yaitu: syar'i dan teknologi
dalam kaitannya dengan pangan halal dan baik. Surat AI-Maaidah ayat 88 yang saya sitir
di atas jelas-jelas telah menyuruh kita hanya memakan makanan yang halal dan baik saja,
dua kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yang dapat diartikan halal dari segi syariah dan
baik dari segi kesehatan, gizi, estetika dan lainnya.
Untuk mengetahui makanan yang diharamkan kita dapat mengkaji ayat-ayat Al
Qur'an dibawah ini. 'Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagiMaha Penyayang (QS. Al-Baqarah: 173).
Dari ayat di atas jelaslah bahwa makanan yang diharamkan pada pokoknya ada
empat:
1. Bangkai: yang termasuk ke dalam kategori bangkai ialah hewan yang mati dengan tidak
disembelih, termasuk kedalamnya hewan yang matinya tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk
dan diterkam oleh hewan buas, kecuali yang sempat kita menyembelihnya (QS.
AI-Maaidah:3).
2. Darah, sering pula diistilahkan dengan darah yang mengalir (QS. AI-An'aam:145).
3. Daging babi. Kebanyakan ulama sepakat menyatakan bahwa semua bagian babi yang
dapat dimakan haram, sehingga baik dagingnya, lemaknya, tulangnya, termasuk
produk-produk yang mengandung bahan tersebut, termasuk semua bahan yang dibuat
4. Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Menurut HAMKA, ini
berarti juga binatang yang disembelih untuk yang selain Allah, yang dalam hal ini saya
mengartikan di antaranya semua makanan dan minuman yang ditujukan untuk sesajian.
Tentu saja semua bagian bahan yang dapat dimakan dan produk turunan dari bahan ini juga
haram seperti berlaku pada babi.
Di samping keempat kelompok makanan yang diharamkan tersebut, terdapat pula
kelompok makanan yang diharamkan karena sifatnya yang buruk seperti dijelaskan dalam
AI Qur'an Surat AI-A' raaf:157 ...dan menghalalkan bagi mereka segala hal yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala hal yang buruk... Apa-apa saja yang buruk
tersebut dicontohkan oleh Rasulullah dalam beberapa Hadits, di antaranya Hadits Ibnu
Abbas yang dirawikan oleh Imam Ahmad dan Muslim dan Ash Habussunan: Telah
melarang Rasulullah saw memakan tiap-tiap binatang buas yang bersaing (mungkin yang
dimaksud ialah bertaring), dan tiap-tiap yang mempunyai kuku pencengkraman dan
burung.
Sebuah Hadits lagi sebagai contoh, dari Abu Tsa' labah: Tiap-tiap yang bersaing
dan binatang buas, maka memakannya adalah haram (perawi Hadits sama dengan Hadits
sebelumnya).
Ada pula Imam yang tidak mengkategorikan makanan-makanan haram yang
dijelaskan dalam Hadits sebagai makanan haram, tetapi hanya makruh saja. Pendapat ini
dipegang oleh mazhab Maliki. Akan tetapi, dengan menggunakan common sense saja
agaknya sudah dapat dirasakan penolakan untuk memakan binatang-binatang seperti
binatang buas: singa, anjing, ular, burung elang, dsb. Oleh karena itu, barangkali pendapat
Mazhab Syafi' i lah yang lebih kuat yang mengharamkan makanan yang telah disebutkan
di atas.
Ada pula pendapat yang mengatakan hewan yang hidup di dua air haram, yang
menurut mereka didasarkan pada Hadits.
Sayangnya, sampai saat ini saya hanya dapat menemukan pernyataan keharaman makanan
tersebut di buku-buku fiqih tanpa dapat berhasil menemukan sumber Haditsnya yang jelas
selain dari satu Hadits yang terdapat dalam kitab Bulughul Maram: Dari Abdurrahman bin
'Utsman AI-Qurasyis-yi bahwasanya seorang tabib bertanya kepada Rasulullah saw
tentang kodok yang ia campurkan di dalam satu obat, maka Rasulullah larang
membunuhnya (Diriwayatkan oleh Ahmad dan disahkan oleh Hakim dan diriwayatkan
juga oleh Abu Dawud dan Nasa'i). Dari Hadits tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa
larangan membunuh kodok sama dengan larangan memakannya. Akan tetapi larangan
terhadap binatang lainnya yang hidup di dua air seperti kodok tentulah tidak secara tegas
dinyatakan dalam Hadits tersebut, mungkin itu hanya hasil qias saja. Dengan demikian,
kebenaran pendapat tersebut sangat bergantung pada kebenaran sumber hukumnya. Jika
Hadits yang menyatakan hal tersebut memang ada, jelas maksudnya dan sahih, maka kita
hanya dapat mengatakan sami'na wa atho'na (kami dengar dan kami taati).
Saudara perserta seminar yang saya hormati,
Dari uraian saya tadi jelas bahwa keharaman suatu bahan pangan dapat disebabkan
oleh karena bahan asalnya (babi dan turunannya, binatang buas, bangkai), sifatnya
(memabukkan), dan cara penyembelihan hewan halal (tidak mengikuti syariat Islam). Dari
segi teknologi, titik kritis yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan makanan dan
minuman halal ialah jenis dan asal bahan serta cara penyembelihan.
Perkembangan teknologi pangan pada saat ini telah sampai pada kondisi dimana
begitu banyak bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan untuk memproduksi suatu
makanan olahan. Sebagai contoh, puluhan jenis ingredien yang diperlukan untuk membuat
mie instan, dari mulai terigu, minyak goreng, rempah-rempah, perisa (flavourings), garam,
ekstrak khamir(yeast extract), dll. Jika kita selidiki lebih lanjut lagi, salah satu ingredien
yaitu perisa (kebanyakan sintetik) ternyata mengandung juga puluhan bahan penyusun,
baik itu dalam bentuk bahan kimia murni atau hasil suatu reaksi. Oleh karena itu, untuk
meneliti kehalalan mie instan saja bukanlah hal mudah karena harus memeriksa berbagai
sumber bahan, di samping produsen mie yang bersangkutan. Seringkali diperlukan waktu
dan tahapan yang cukup panjang untuk dapat mengetahui asal suatu bahan. Sebagai
contoh, untuk memeriksa perisa ayam (bahan yang digunakan untuk menimbulkan rasa
ayam) maka harus memeriksa industri
flavor (flavour house) yang memproduksinya. Dari sekian banyak yang digunakan untuk
menyusun perisa ayam, salah satunya yaitu lemak ayam. Untuk itu perlu memeriksa pula
produsen lemak ayam yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat dibayangkan bahwa
pekerjaan seorang auditor makanan dan minuman halal bukanlah pekerjaan mudah karena
disamping memerlukan ketelitian yang tinggi juga memerlukan pengetahuan yang
mendalam tentang masalah yang dihadapi, dari mulai pengetahuan bahannya, cara
memproduksinya sampai berbagai kemungkinan asal bahan dan cara-cara sintesisnya atau
Mudah-mudahan saudara-saudara berkesempatan membaca tiga buku yang saya
sebutkan di atas dan dapat memetik manfaatnya.
Saudara perserta seminar yang saya hormati,
Dalam kaitannya dengan bioteknologi, tentunya saudara saudara ketahui bahwa
bioteknologi adalah tool yang penting perannya di bidang pangan dan pertanian.
Bioteknologi dapat berperan dalam menghasilkan varietas tanaman, ternak, dan mikroba
unggul baru yang mempunyai produktivitas dan kualitas hasil tinggi. Dengan bioteknologi
peneliti dapat mengintegrasikan gen-gen dari mikroba ke tanaman atau dari hewan ke
tanaman atau dari hewan ke mikroba. Perakitan varietas dengan cara tersebut atau biasa
dikenal dengan rekayasa genetik akan menghasilkan varietas unggul baru yang kita sebut
dengan Produk Rekayasa Genetik.
Sehubungan dengan produk rekayasa genetik ini ada yang khawatir karena
mengkaitkan kemampuan bioteknologi modern untuk mengintroduksikan gen-gen dari
binatang ke tanaman atau dari binatang ke mikroba, dari binatang yang hararn bagi umat
Islam. Hal inilah yang dapat membuat khawatir, resah dan mengurangi ketenteraman batin
umat Islam dalam menghadapi produk pangan hasil bioteknologi.
Isu tersebut tentunya sudah menjadi perhatian dan tanggung jawab pemerintah yang
mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengawasi agar produk pangan hasil
bioteknologi itu halal dan bak Apabila dasar-dasar syariah yang saya sampaikan tadi
dipahami dan disepakati untuk digunakan sebagai landasan penentuan kehalalan suatu
bahan pangan, maka sebetuinya pemerintah dan lembaga lain yang diberi wewenang dalarn
menentukan kehalalan produk pangan hasil bioteknologi menjadi relatif lebih mudah.
Secara umum hal-hal yang menjadi patokan dapat dirumuskan sbb:
a. Dalam suatu produksi bahan pangan tidak menggunakan dapat bahan~bahan yang
diharamkan agar produknya dinyatakan halal. Ini misainya berlaku pada proses
produksi secara fermentasi.
b. Pemanfaatan babi dan unsur-unsurnya atau turunan-turunannya mutlak tidak boleh
dilakukan. lika suatu proses produksi memanfaatkan babi dan unsur-unsurnya maka
produknya menjadi haram dimakan. Sebagai contoh: pemanfaatan gen dari babi
untuk rekayasa genetika, pemanfaatan porcine somatotropin untuk penggemukan
sapi, dll.
c. Pernanfaatan hewan ternak selain babi dan unsur atau turunannya dibolehkan
sepanjang ternak tersebut disembelih secara Islami.
d. Penggunaan etanol sebagai substrat, senyawa intermediet, solven dan pengendap
dibolehkan, sepanjang konsentrasinya pada produk akhir (ingredien pangan)
diupayakan minimal (minimal level technologically possible). Tentu masih ada
beberapa hal lagi yang bisa dijadikan patokan, disamping masih ada beberapa
masalah lagi yang belum dapat dipecahkan pada saat ini. Oleh karena itu, hal ini
menjadi tantangan bagi kita sernua untuk merumuskan dan mencarikan jalan
keluarnya.
Pemerintah juga telah berupaya mengatur pemanfaatan produk bioteknologi tersebut.
Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik, pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pengaturan yang diterapkan dalam
Peraturan Pemerintah ini menggunakan pendekatan kehati-hatian dalam rangka
mewujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau pakan dengan didasarkan
pada metode ilmiah yang sahih serta mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial,
budaya dan estetika". Peraturan yang lain, yaitu pada pasal 30 ayat 1 UU No 7 Tahun 1996
tentang Pangan disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke
dalam wilayah Indonesia makanan yang clikemas untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Pada ayat 2
mensyaratkan dalam label tersebut disebutkan tentang halal.
Pernerintah tidak hanya memperkuat kelembagaan, tapi juga memperkuat
kemampuan laboratorium dengan melengkapi peralatan yang canggih yang dapat
memeriksa kualitas pangan secara lebih cermat dan akurat. Disamping itu, dalam rangka
harmonisasi peraturan mengenai pangan di tingkat regional kita juga bergabung dengan
ASEAN Working Group on Halal , ASEAN Food Safety Network, dan ASEAN
Genetically Modified Food Network. Pada tingkat internasional, isu pangan halal juga
menjadi agenda dalam forum Codex Alimentarius.
Selain itu, kita juga telah mempunyai LPPOM MUI yang telah berperan dalam
pengambilan keputusan dalam hal pangan yang halal dan baik. Kita harapkan bahwa
LPPOM MUI bertambah kuat dan mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi
yang sangat pesat.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi
nasional ini. Harapan saya, seminar hari ini akan menambah pemahaman kita tentang
pangan halal dan baik dalam kaitannya dengan bioteknologi dan tanggung jawab
pemerintah.
Marilah kita memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar sekembali dari
perternuan hari ini, sesuai dengan keahlian dan tugas kita masing-masing, kita diberi
kekuatan untuk selalu berikhtiyar untuk menyediakan pangan yang halal dan baik bagi
masyarakat Indonesia khususnya, dan masyarakat dunia pada umumnya.
Wassalaamu'alaikurn warrahmatulaahi wabarrakaatuh.
Menteri Pertanian RI,
Dr. Ir. ANTON APRIYANTONO
ISLAM, SAINS DAN PERGURUAN TINGGI
Chairil Anwar
Fakultas MIPA
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Pendahuluan
Isu sentral menyangkut hubungan sains dan agama sebenarnya sudah dimulai sejak
kasus Galileo dengan Gereja pada pertengahan abad 17. Bahkan sejak itulah berawal
proses sekularisasi yaitu pemisahan antara agama dengan ilmu. Agama adalah masalah
pribadi dan bukan masalah publik. Ada proses spasialisasi (dari space = ruang) terhadap
agama. Kalau sebelumnya agama menyentuh seluruh aspek kehidupan, maka sejak itu ia
telah ditempatkan pada kawasan yang lebih sempit yaitu kawasan suci (masjid, gereja,
kuil) yang terhormat. Sementara ilmu (sains) memasuki kawasan yang lebih luas dan
menyentuh hampir seluruh aspek hidup manusia. Agar ilmu menjadi lincah bergerak ke
manapun maka ia mendapat label netral artinya bebas dari nilai baik-buruk yang pernah
dibawa agama. Ilmu hanya mengandung nilai benar-salah yang mungkin dianggap lebih
universal. Ilmu seakan tampil untuk menggeser peran agama. Tak mengherankan kalau
kemudian terjadi gesekan antara agama dengan ilmu. Apalagi kemudian ilmu dalam
perkembangannya nampak lebih unggul daripada agama dalam memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Ilmu mengusung prinsip materialisasi (ada wujud yang dapat diindera
terutama indera penglihatan/ mata, pendengaran/telinga dan perasa/ kulit/ hati) terhadap
kebutuhan hidup manusia. Ide ini ternyata kompatibel dengan ekonomi khususnya
ekonomi kapitalis. Diskusi intensif yang kemudian diliput oleh media massa antara lain
majalah mingguan Time edisi 5 November 2006. Debat antara dua ilmuwan dengan latar
belakang berbeda. Richard Dawkin (Ahli Evolusi, seorang ateis) dan Francis Collins
(Ahli Genetika, penganut Kristen yang soleh). Laporan Time menggunakan kalimat
provokatif dalam debat tersebut. Can religion stand up to the progress of science? Apakah
agama dapat bertahan dari derasnya kemajuan sains?. Kedua wakil dari masing-masing
yang berbeda pada umumnya, tidak dihasilkan kesepakatan bersama. Terserah pada
pembaca akan memihak yang mana.
Sains dan Agama
Terjadi perkembangan revolusioner dalam biologi setelah penemuan struktur DNA
(deoxy ribonucleic acid) oleh Crick dan Watson pada tahun 1953. Kehidupan makhluk
tidak hanya dilihat dari morfologi (tampakan mata dan mikroskop) melainkan pada
‘tampakan molekuler’. Ilmu biologi (dulu disebut ilmu hayat) terkait dengan pertanyaan
tentang hidup (hayat, life). Dengan penemuan struktur DNA dan ilmu-ilmu turunan yang
menyertainya kemudian, manusia seakan dapat bermain-main dengan kehidupan (tinkering
of life) yang dulu dianggap wilayah Tuhan atau agama. Bahkan menurut pakar bioetika
tujuan akhir dari ilmu kedokteran adalah menolak kematian. Isu lain dalam bidang sains
yang bersentuhan dengan Tuhan/ agama adalah masalah penciptaan. Sebagian besar para
ahli astronomi/ astrofisika/ kosmologi mengatakan bahwa alam terjadi dengan sendirinya
(evolution process). Sementara agama mengatakan bahwa alam ada yang menciptakan (by
design) yaitu Tuhan Sang Maha Pencipta. Hingga saat ini isu tersebut masih hangat
diperdebatkan terutama di AS dan Inggris.
Ilmu-Ilmu Kealaman
Seperti telah disinggung di depan bahwa iptek telah begitu mendalam
mempengaruhi kehidupan manusia. Walaupun iptek mencakup hampir semua bidang ilmu,
namun dalam uraian berikut disederhanakan menjadi ilmu-ilmu kealaman dan teknologi.
Ilmu-ilmu kealaman atau natural sciences merupakan hasil upaya manusia untuk
memahami hakekat alam berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan yaitu terukur (measurable),
terulang (reproducible), teramalkan (predictable), dan berlaku umum (general). Peradaban
manusia diawali dengan kontak antara kecerdasannya (intelligence) dengan alam sekitar.
Karena itu perkembangan peradaban lazim dilacak melalui artefak (temuan arkeologis atau
benda purbakala).
Karena itu sejarah perkembangan kecerdasan manusia dapat dirunut melalui
peralatan yang pernah digunakan manusia untuk mengolah alam. Perkembangan iptek
berdasar kronologis singkat (timelines) dapat dilihat sebagai berikut. Dimulai dari peralatan
batu yang digunakan manusia pertama kali sebagai kepanjangan ototnya sekitar 1,9 juta
tahun yang lalu. Kemudian coretan-coretan pada batu diketahui telah ada pada 35 ribu
tahun SM, dan 9 ribu tahun SM adalah awal pertanian, 3500 tahun SM tulisan pada batu
diketemukan. Mata uang dikenal pertama kali 700 SM. Cina mencatat sejarah penting
peradaban dengan digunakannya kertas pertama kali tahun 100 AD (anno domini), astrolab
atau alat penentu posisi benda langit tahun 500, mesin cetak Gutenberg tahun 1440, dan
mikroskop Robert Hooke tahun 1590. Penemuan teleskop oleh Galileo tahun 1609, mesin
uap James Watts tahun 1779, komputer pertama yang sepenuhnya mekanik oleh Charle
Babbage tahun 1834, pesawat terbang tahun 1903. Kemudian teori relativitas Einstein
diumumkan tahun 1905, transistor tahun 1948, struktur DNA oleh Watson dan Crick tahun
1953, dan satelit komunikasi tahun 1993.
Pemaparan kaleidoskop perkembangan capaian manusia dalam iptek yang sangat
pendek di depan sangat jelas menunjukkan hasil interaksinya dengan alam. Karenanya ada
yang mengatakan bahwa tujuan ilmu adalah memuaskan rasa ingin tahu (curiousity)
manusia terhadap fenomena alam (natural phenomena).
Hasilnya adalah sebuah pengetahuan tentang alam yang sangat luas. Mulai dari
gambaran alam mikro seperti DNA, mikrobia, hingga galaksi atau kosmos. Pengetahuan
tentang DNA mempercepat popularitas ilmu bioteknologi dan kedokteran. Pengetahuan
tentang ruang angkasa membantu pemanfaatan satelit komunikasi dan penjelajahan
angkasa luar, ilmu kimia dan ilmu bahan menunjang ilmu farmasi, komputer ataupun
tekstil. Tentunya masih banyak yang lain. Dikesankan seakan manusia sudah betul-betul
dapat menguasai dan mempermainkan alam. Kita mengenal bayi tabung, klonasi (fotokopi)
tumbuhan, hewan dan manusia. Juga upaya menghidupkan hewan atau manusia hanya dari
sel. Kemampuan semacam itu seringkali disebutkan bahwa manusia telah meminjam
tangan Tuhan.
Laju kemajuan peradaban atau ilmu pada awal mulanya sangat lambat. Untuk
sampai kepada penemuan tulisan sejak manusia awal diperlukan 3,9 juta tahun. Namun
dalam dunia komputer, sejak komputer elektronik pertama IBM 701 tahun 1952 hingga
diperkenalkannya Pentium oleh perusahaan Intel tahun 1995, hanya dibutuhkan 43 tahun.
Suatu pemercepatan yang luar biasa.
Kenapa? Karena rekaman ilmu pengetahuan sebelumnya cukup kuat memberikan
fondasi untuk berkembang dan interaksi di kalangan ilmuwan berjalan sangat cepat. Inilah
hanya dua bahkan bisa 10 kali lipat. Begitulah yang terjadi dalam ilmu-ilmu kealaman.
Misalnya dalam komputer, sumbangan ilmu lain seperti fisika, ilmu bahan, ahli matematika
atau programmer dan ahli elektronika cukup besar. Penggabungannya menghasilkan
kekuatan yang sangat menakjubkan seperti yang kita saksikan saat ini.
Pemanfaatan komputer juga meluas ke berbagai bidang ilmu ataupun sektor
kehidupan. Mulai dari ilmu eksakta hingga humaniora atau seni, mulai komunikasi satelit
hingga pasar swalayan atau pemesanan tiket dan hotel. Harus diakui bahwa ilmu-ilmu
kealaman dan produknya (teknologi) telah mempengaruhi cara manusia hidup ataupun
upaya mengatasi persoalan-persoalan hidupnya.
Bahkan pengelompokan negara saat ini berdasarkan kemampuan suatu negara
dalam mengembangkan iptek. Kebetulan ada kesejajaran antara kemampuan
pengembangan iptek suatu negara dengan kemajuan ekonomi yang biasa diukur dengan
besarnya produk bruto nasional atau GNP. Maka dikenallah negara maju atau negara
industri, negara berkembang, dan negara yang kurang berkembang. Dikenal pula
pengelompokan yang disebut pemerintah 7 atau G 7, yaitu negara-negara maju yang sangat
berpengaruh di dunia.
Itu sebabnya seorang pemenang Nobel Kedokteran dari Inggris, Peter Medawar
pernah mengatakan : Science to be a great and glorious enterprise- the most succesful that
human beings have ever engage in. Ilmu-ilmu kealaman adalah suatu kegiatan yang besar
dan megah- merupakan aktivitas manusia yang paling berhasil.
Islam dan Sains
Islam lahir pada tahun 611 M yaitu ketika Muhammad dibaiat oleh malaikat Jibril
menjadi nabi pada saat menyampaikan wahyu Allah yang pertama. Seperti telah ditegaskan
dalam Al Qur’an maupun hadist, Islam adalah kelanjutan dari agama samawi sebelumnya
yang berakar dari Nabi Ibrahim yang kemungkinan hidup sekitar 4000 tahun yang lalu.
Manusia modern atau homo sapien mulai hidup di bumi sekitar 150 – 200 ribu tahun yang
lalu. Bila kita melihat perbedaan tahun tersebut nampak bahwa ada kevakuman data (146
ribu tahun yang lalu) tentang kehidupan manusia. Menurut para ahli salah satu unsur
peradaban penting manusia adalah diperkenalkannya bahasa tulis (writing atau tulisan).
Tulisan tertua ditemukan sekitar 3500 SM. Bahasa adalah sarana berkomunikasi antar
manusia. Sofistikasi suatu masyarakat dapat pula dilihat dari bahasa yang dikembangkan
yang dapat menunjukkan rekaman aktivitas masyarakat bersangkutan. Karena itulah Al
Qur’an dan kitab suci pada umumnya berupa tulisan. Bahkan Al Qur’an awal yang diterima
nabi adalah bacalah (iqro), membaca tulisan. Peradaban tertua yang berhasil dilacak
manusia adalah masyarakat (bangsa) Sumeria dari Mesopotamia (3500 – 3000 SM).
Mereka hidup di suatu kawasan di hulu sungai Eufrat dan Tigris (bagian dari Irak
sekarang). Bandingkan misalnya dengan peradaban yang lebih muda dan dianggap menjadi
dasar peradaban Barat modern yaitu Yunani Kuno (1400 SM) dengan para filsufnya yang
terkenal seperti Socrates (lahir 470 SM). Uraian tersebut disampaikan untuk memberikan
gambaran pada kita bahwa dibandingkan dengan peradaban yang mendahului serta umur
manusia homo sapien, kehadiran Islam relatif baru bahkan juga agama Ibrahimiah lainnya.
Dalam konteks inilah kita dapat memahami kenapa kehadiran Islam dimaksudkan untuk
menyempurnakan ajaran sebelumnya.
Dalam perjalanannya yang cukup panjang sebenarnya antara Islam dengan sains
senantiasa berjalan seiring. Bahkan pengembang awal sains kebanyakan para sarjana Islam.
Gesekan antara Islam dengan sains merupakan ikutan gesekan yang pernah dan sedang
terjadi antara agama Nasrani dengan sains. Penyebabnya tiada lain karena intensitas riset
sains di dunia Islam tidak setinggi yang terjadi di dunia Barat. Puncak gesekan terjadi pada
pertengahan abad 20 ketika capaian sains sudah cukup tinggi. Hal-hal yang dulu seakan
hanya angan-angan ternyata berhasil disingkap dengan jelas dan meyakinkan oleh sains.
Mulai dari berbagai peristiwa alam seperti proses siang/ malam, gerhana (bulan dan
matahari), hujan, bencana alam, kehidupan/ kematian, sehat/ sakit dan lain-lain yang
ternyata berasal dari hukum fisika atau kimia biasa yang dapat dijelaskan dan dikuasai
manusia. Timbullah kepercayaan pada diri manusia bahwa sebenarnya ia dapat menguasai
alam. Sikap semacam inilah yang bergesekan dengan agama atau keyakinan. Maka
timbullah istilah ateis (tidak percaya adanya tuhan). Jika dalam konsep agama pangkal
segala sesuatu adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, maka dalam dunia ilmu adalah sikap kritis.
Alam terjadi begitu saja dan tidak perlu dikaitkan dengan kekuatan di luar alam. Tugas
manusia (saintist) adalah menyingkap fenomena alam.
Dalam beberapa tahun terakhir sikap antagonis semacam itu sudah mulai dicari
jembatannya. Buku klasik karangan Maurice Bucaille, Bibel, Al Qur’an dan Sins Modern
(1976) merupakan salah satu contoh dalam hal ini. Bucaille seakan mengatakan bahwa
antara keimanan dengan berilmu tidak perlu dipertentangkan. Apa yang dirasakan Bucaille
yang ditulis Bucaille pada saat ini cukup banyak. Ian Barbour membuat skema hubungan
agama dengan ilmu dalam empat kategori yaitu konflik, dialog, independen, dan integrasi.
Secara umum di dunia Islam apresiasi dan pengembangan sains belum sampai pada taraf
yang pernah terjadi di Barat. Namun ada suatu wacana yang cukup ramai yaitu islamisasi
ilmu. Dalam hal ini yang paling banyak disentuh sebenarnya ilmu sosial terutama ekonomi
dan lebih khusus lagi adalah perbankan Islam.
Sains dan Pendidikan Tinggi Islam
Sains berkembang terutama melalui perguruan tinggi. Menurut sejarah, pendidikan
tinggi Islam sudah berumur ribuan tahun. Madrasah yang pertama kali didirikan adalah
Madrasah al-Bayhaqiyyah pada 400 H/1009 M oleh Abu Hasan A’li al Bayhaqiyyah di
kawasan Nishapur Iran. Tetapi Stanton menyebut Madrasah Nishamiyah yang didirikan
oleh Wazir Nizhamiyah pada tahun 1064 M, dapat dianggap sebagai cikal bakal pendidikan
tinggi dalam Islam atau the institution of higher learning. Universitas Al-Azhar yang
disepakati sebagai perguruan tinggi tertua di dunia didirikan tahun 388 H/998 M.Namun
Azyumardi Azraberpendapat Al-Azhar sebagai al-jami’ah maupun pendidikan tinggi Islam
sejenis tidak pernah menjadi universitas yang difungsikan semata-mata untuk
mengembangkan tradisi penyelidikan bebas berdasarkan nalar, sebagaimana terjadi di
Eropa pada masa modern. Walaupun di Al-Azhar pernah terjadi pembaharuan dengan
diajarkannya mata kuliah matematika, aljabar, ilmu ukur, dan ilmu bumi pada masa
Muhammad Abduh terlibat sebagai anggota Majelis Tinggi Al-Azhar, namun oleh Rektor
Al-Azhar ke-25, Salim al-Basyari, kemudian dibatalkan. Dan pada masa Gamal Abd al
Nasser pada tahun 1960’an setelah menghapuskan otonomi Al-Azhar dimasukkanlah
fakultas baru seperti kedokteran, teknik, pertanian, ekonomi dan sastra. Dibandingkan
dengan usia studi keislaman yang sudah ribuan tahun, maka ilmu-ilmu eksakta tersebut
belum berkembang dengan baik sebagaimana universitas di negara maju pada umumnya.
Bahkan sebenarnya universitas di Eropa yang akar-akarnya dapat dilacak dari al-jami’ah
menurut Stanton, sampai abad 18 juga tak bebas sepenuhnya karena masih berafiliasi
dengan gereja.
Seperti telah disinggung di depan, ketidakberdayaan umat terjadi terutama pada
masa penjajahan (abad 17 – 20). Dikhotomi ilmu agama dan ilmu umum masih saja terus
berlangsung, di mana oleh para ahli fiqih ilmu agama berhasil dipertahankan statusnya
sebagai ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim (wajib a’in) sementara ilmu umum
disebut wajib kifayah. Di satu sisi hal itu merupakan prestasi besar dalam proses
pengawetan nilai tradisional Islam yang diajarkan nabi dan para sahabat selama kurun 14
abad. Hanya saja dalam kenyataan ilmu agama berada dalam posisi yang tersudut bila
dilihat dari sisi aplikasi ilmu untuk kehidupan. Ilmu agama dalam kerangka
pengelompokan ilmu saat ini dilihat sebagai bagian dari ilmu humaniora, padahal dalam
dienul Islam itu sendiri serba mencakup dan sentral. Bagaimana menempatkan hal itu
supaya lebih sesuai?. Ada dua pendekatan yang saat ini berjalan.
Pendekatan pertama menempatkan agama sebagai kumpulan nilai yang akan
disampaikan pada anak didik agar diserap dan diamalkan. Ilmu umum adalah ilmu alat
yang perlu dipelajari sebagai bekal untuk hidup. Pada kedua jenis ilmu tersebut
masing-masing terdapat sisi terapannya. Misalnya untuk ilmu agama, sisi hukum atau syariah dapat
digunakan sebagai ilmu alat, sedangkan teologi atau ushuluddin masuk dalam katagori ilmu
murni. Bila pendekatan ini digunakan, yang paling penting adalah perencanaan tentang
kebutuhan akan pakar dalam bidang masing-masing, sehingga tidak ada kesulitan atau
komplain tentang banyaknya pengangguran sarjana agama.
Pendekatan kedua adalah islamisasi ilmu yang pernah ramai dalam sepuluh tahun
terakhir. Ide yang pertama kali disampaikan dalam seminar internasional di Karachi
tersebut menampilkan salah satu pembicara Ismail al Faruqi. Dalam pendekatan ini, ilmu
(khususnya ilmu sosial) harus diislamkan melalui suatu proses yaitu dengan cara diberikan
akar Islam (tauhid). Dasar pendekatan ini adalah bahwa ilmu tidak netral dan sangat
dipengaruhi oleh para pengembangnya. Betapapun ilmu dikehendaki tetap obyektif, namun
sisi subyektif tidak akan pernah hilang. Untuk mengangkat harkat umat Islam tiada lain
kecuali mengembangkan ilmu. Hanya saja ilmu yang mana?. Agar umat Islam tidak keluar
dari akar sejarah panjangnya, ilmu islamilah yang harus digeluti dan dikembangkan.
Bagaimana hasil islamisasi ilmu?. Nampaknya masih sangat terbatas. Karena
mengembangkan ilmu saat ini tidak berada dalam suasana vakum, melainkan harus terus
berinteraksi dengan dunia yang ada. Apalagi dalam arus informasi yang begitu kuat,
menghasilkan pilihan-pilihan yang hampir tidak terbatas bagi umat Islam. Lembaga
pendidikan khususnya pendidikan tinggi adalah institusi penghasil, pengawet dan penyebar
ilmu yang saat ini berkembang sangat pesat. Kajian keislaman pun tidak hanya dilakukan
di pusat-pusat Islam seperti di Timur Tengah melainkan juga di perguruan tinggi di
Penutup
Pendidikan adalah kunci utama memadukan sains dan agama. Hingga saat ini
sistem pendidikan umat masih terpola pada dua kecenderungan besar yaitu pendidikan
umum dan pendidikan agama. Itulah yang kemudian dikenal dengan dikhotomi. Padahal
dalam kenyataannya mereka yang belajar kimia butuh pedoman hidup yang dapat diperoleh
dari agama. Sedangkan mereka yang belajar ilmu agama di pesantren atau sekolah agama
butuh hidup layak di dunia. Mereka memerlukan keterampilan hidup.
Yang terjadi kemudian adalah upaya sintesis. Di sekolah umum diberi pelajaran
agama, dan di sekolah agama diberi pelajaran umum. Dari awal sudah disadari bahwa cara
itu mengandung kelemahan. Namun, hingga kini belum ada cara yang ideal. Persoalan ini
adalah persoalan besar yang menyangkut kebijakan nasional atau bahkan dunia Islam pada
umumnya. Bagaimana negara-negara Islam atau negara dengan penduduk mayoritas Islam
dapat sejajar dengan negara maju lainnya. Menjaga identitas diri dalam persaingan global
yang keras memang bukanlah hal yang mudah. UIN Syarif Hidayatullah dan UIN Sunan
Kalijaga membuat terobosan dengan memasukkan ilmu umum dalam suatu program studi
baru. Ada enam IAIN saat ini yang telah bermetamorfosis menjadi UIN. Hanya saja di
kalangan sebagian stafnya ada kekhawatiran jangan-jangan program studi baru tersebut
suatu saat akan menelan program studi ilmu-ilmu agama yang sudah ada sebelumnya.
Rasanya market oriented sebagaimana yang saat ini sedang berlangsung tidak dapat
dihadapi hanya dengan cara tambal sulam. Diperlukan cara yang lebih strategis dengan
melibatkan negara. Di Belanda misalnya karena pendidikan tinggi memerlukan biaya yang
sangat mahal akhirnya hampir semua PT diambil alih oleh negara/pemerintah. Di Indonesia
hal ini memang suatu hal yang sangat sulit di mana PTS jumlahnya sudah mencapai sekitar
2800 buah, sedangkan PTN jumlahnya ‘hanya’ 85. Peran pemerintah tetap diperlukan
terutama untuk melindungi program studi yang dianggap kering namun strategis tapi
kurang diminati melalui subsidi yang memadai.
Ada harapan baru dari dunia Islam. Negara-negara Timur Tengah yang mendapat
anugerah dana melimpah karena harga minyak yang melambung di atas $ 120 per barel
menanamkan dana dalam bidang pendidikan yang sangat besar. Pemerintah Saudi Arabia
misalnya dengan dana yang sangat besar (ratusan trilyun rupiah) melalui yayasan yang
dibentuk Raja Abdullah mendirikan perguruan tinggi King Abdullah University of Science
and Technology (KAUST) dengan ambisisi besar. Ingin menjadikan perguruan tinggi
tersebut setara dengan perguruan tinggi papan atas dunia melalui pendidikan pasca sarjana
dan penelitian. Strategi besarnya hampir sama dengan perguruan tinggi lainnya. Ada empat
Institut riset: Sumber Daya Alam, Energi dan lingkungan, Biosains dan Bioengineering,
Sains dan Teknik Bahan, Matematika Terapan dan Sains Komputasi. Kita belum tahu
persis bagaimana ruh Islam diintegrasikan dalam perguruan tinggi tersebut (lihat di situs
web perguruan tinggi tersebut, http://www.kaust.edu.sa). KAUST akan dibuka pada bulan
September 2009. Sebagai sebuah semangat dan upaya tentu merupakan suatu langkah besar
yang sangat positip dan perlu didukung. Semoga semangat keilmuan umat Islam yang
pernah mengispirasi dunia pada zamannya akan kembali lagi. Amin.
Daftar Pustaka
Anonima. -. http://www.kaust.edu.sa.
Anonimb. 2006. Majalah Time edisi 5 November 2006.
Bakar, O. 1997. Hierargi Ilmu Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu. Edisi terjemahan. Mizan, Bandung.
Lapidus, I. 1988. A History of Islamic Societies. Cambridge University Press, Cambridge. (buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia)
Sardar, Z. 1987. The Future of Muslim Civilization. Mansell Pub. Ltd., London.
Scientific American. 1994. Special Issue Life in The Universe. October 1994.
MOTIVASI AGAMA DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
DAN TEKNOLOGI
Achmad Mursyidi
Pengantar
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sungguh telah mendatangkan berbagai
kemudahan di berbagai bidang kehidupan. Kemajuan teknologi transportasi
memungkinkan kita melanglang buana, bahkan ke luar angkasa, dalam hitungan hari.
Sementara kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan kita dapat
mengetahui apa yang terjadi di belahan bumi lain pada saat yang sama dengan terjadinya
peristiwa, bahkan dapat berkomunikasi langsung dengan pelaku peristiwanya.
Di bidang pangan, kemajuan pengetahuan bioteknologi dengan biologi molekulernya yang
memungkan dilakukannya rekaya genetik (DNA). dengan kemajuan itu memungkinkan
kita meningkatkan produktivitas bahan pangan, mendapatkan jenis ”tanaman baru”
(transgenik) yang tahan terhadap penyakit, kekeringan, dan mampu menghasilkan jenis
senyawa kimia yang kita kehendaki. Bahkan, akhir-akhir ini manusia mulai merambah
pada rekayasa genetik hewan dan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat luar biasa itu, ternyata tidak luput
dari dampak negatif yang cukup menggelisahkan. Kerusakan lingkungan di banyak negara
sudah cukup parah, kemiskinan terjadi di mana-mana, ketegangan antara negara maju dan
berkembang sangat mengkawairkan yang memerlukan jawaban untuk mengatasinya.
Menghadapi kenyataan itu para ilmuwan kemudian banyak melirik ke agama. Bagaimana
peran agama di masa lalu mendorong kemajuan ilmu dan tekonologi dan peran masa kini
mengatasi dampak negatifnya?
Motivasi Agama
Tulisan lebih difokuskan peran agama Islam karena agama ini yang saya pahami. Islam
sangat mendorong pemeluknya untuk mencari, menguasai, mengembangkan, dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan, sejalan dengan visi dan misi keberadaannya di dunia. hal
ini dapat disimak lima ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
merupakan kunci pembuka ilmu, yakni membaca (Al-’Alaq, 1 -5). Lebih lanjut, dalam
konteks yang berbeda-beda, lebih 400 (empatratus) kali kata ”ilmu” disebutkan dalam
Al-Quran. Secara umum, dinyatakan dalam al-Quran bahwa ”Allah akan mengangkat
orang-orang beriman dan berilmu, beberapa dearajat”.
Untuk operasionalnya, Nabi mengilustrasikan dalam sabdanya: ”Barangsiapa
menginginkan dunia dia harus berilmu; barangsiapa menginginkan akhirat dia juga
harus berilmu; dan barangsiapa menginginkan keduanya, dia harus berilmu”.
Bahkan lebih tegas lagi, Nabi bersabda bahwa ”menuntut ilmu itu wajib bagi setiap
muslim (pria maupun wanita)”, dan ”mewajibkan menuntut ilmu sepanjang hayat
(sejak lahir sampai mati)”, satu deklarasi yang baru diungkapkan oleh UNESCO tahun
70-an dengan semboyan ”life long education”.
Seruan, dorongan, motivasi, bahkan kewajiban yang secara eksplisit difirmankan Allah dan
disabdakan Nabi dari sumber paling autentik, yakni Qur-an dan Hadits untuk menuntut
ilmu bagi ummat Islam telah direspon ummat terdahulu dengan penuh kesungguhan. Hal
itu dapat disaksikan pada awal perkembangan agama Islam (650 – 1250 M) yang telah
membuahkan kasanah ilmu pengetahuan yang mengagumkan di kalangan ummat Islam.
Bukan saja ilmu-ilmu yang terkait langsung dengan kewajiban ibadah, tetapi meliputi
berbagai macam ilmu yang menunjang kepentingan kehidupan manusia di dunia.
Beberapa nama ilmuwan muslim populer yang hasil karyanya menjadi acuan ilmuwan
Barat sampai abad pertengahan antara lain Al-Kindi (abad ke 9) fisikawan yang juga
filosof dan menulis berbagai bidang ilmu obat-obatan dan geologi; Ibnu Sina yang dikenal
di Barat dikenal nama Avicena (980 – 1037) di bidang filsafat dan kedokteran;
Al-Khawarizmi (wafat th 875 M) peletak dasar-dasar aljabar dan penyusun daftar logaritma;
Omar Khayyam, yang sebagai penyair adalah orang pertama yang menulis tentang
destilasi dan pengembang persamaan pangkat satu, dua, dan tiga dengan solusi geometrik;
Jabir bin Hayyan, yang di Barat dikenal sebagai Geber (wafat abad ke 9) adalah ahli ilmu
Kimia yang mumpuni di jamannya; Al-Biruni (973 – 1050) dipandang sebagai ilmuwan
terbesar sampai abad pertengahan, menguasai berbagai bidang ilmu: matematika dan
astronomi, geografi, sejarah, dan bahasa; Ibnu Al-Haythami (965 – 1039) dikenal sebagai
bidang astronomi; Al-Ghozali (1058 – 1111) di bidang filsafat; Ibn Rushd yang dikenal
dengan nama Averos (1126 – 1198) di bidang filsafat; Al Rozi (Razes, 1149 – 1209) di
bidang filsafat, teologi, kimia, dan dan kedokteran, dan masih banyak lagi.
Ilmu yang harus dipelajari
Satu pertanyaan yang sering banyak diperdebatkan adalah: ”ilmu apa yang wajib/harus
dipelajari? Ilmu Agama atau Ilmu Dunia/umum?” Jawabnya sepaham: yakni ”Ilmu
Agama”! Orang masih bertanya pula: Ilmu apa yang termasuk ilmu agama?. Di sini ada
dua kelompok ilmuwan/ulama Islam. Pertama, yang berpendapat ilmu yang terkait dengan
ibadah (Tauhid, al-Quran dengan rangkaiannya, hadits, shalat, zakat, puasa, dan hajji),
sementara kelompok kedua berpendapat bahwa ilmu agama adalah segala macam ilmu
yang terkait dengan pelaksanaan misi kehambaan dan misi khalifahan.
Seperti diketahui bahwa keberadaan manusia di dunia bukanlah tanpa tujuan tetapi oleh
Allah dijelaskan bahwa manusia diciptakan untuk melaksanakan dua misi secara simultan,
yakni (i) misi kehambaan: ”tidaklah diciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi
kepada Allah” (Al-Ma’arij, 56), dan (ii) misi kekhalifahan ”dengan kewajiban
memakmurkan/mensejahterakan penghuni bumi” (Hud, 61). Kedua misi tersebut harus
dilaksanakan secara simultan dan nanti akan diminta pertanggung-jawaban oleh Allah di
hari qiyamat (Al-Mu’minun, ayat 115).
Dengan memahami kedua misi tersebut serta tanggungjawab manusia kelak, jelas bahwa
manusia memerluka ilmu yang komprehensif: ilmu penghambaan dan ilmu kekhalifahan.
Dengan kata lain, Islam tidak mengenal dikotomi ilmu: Ilmu Dunia dan Ilmu Akhirat.
Dalam konteks ini Imam Ghozali menjelaskan ilmu yang wajib dituntut umat Islam
meliputi ilmu yang sifatnya (i) wajib ’ain yakni ilmu-ilmu yang terkait dengan ibadah
mahdhoh, karena setiap orang wajib memahami tatacara melaksanakan ibadah mahdhoh
(shalat, zakat, puasa, hajji), dan (ii) wajib kifayah, yakni ilmu-ilmu yang terkait dengan
pelaksanaan misi kekhalifahan (memmakmurkan penghuni bumi); tidak semua orang
berkewajiban menguasai ilmu itu, tetapi harus ada sekelompok orang yang mampu dan
menguasainya sehingga misi kekhalifahan terlaksana dengan baik. Bentuk kewajiban
mensejahterakan dunia itu adalah tersedianya kebutuhan manusia untuk merasa sejahtera,
misalnya pangan, papan, sarana transportasi, informasi, komunikasi, pendidikan,
kesehatan, dan sarana pelaksanaan ibadah mahdhoh.
Lebih dari itu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus ditujukan untuk
kemslahatan bagi siapa saja, segenap manusia apa pun agama dan rasnya, bahkan semua
makhluq (rohmatan lil’alamin), dan tidak merusak lingkungan (Al-Qahsash, 77) serta
harus dipertanggung-jawabkan kepada Allah SWT. Jadi muara dari semua kegiatan,
termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki landasan
moral/keyakinan dalam rangka beribadah kepada Allah, dalam rangka mencari ridho Allah.
Artinya, semua harus sesuai dengan kaidah dasar: keimanan, memberi manfaat, dan tidak
mendatangkan kemudhorotan. Perlu dicatat bahwa berbagai sarana ibadah mahdhoh dan
sarana-prasarana kesejahteraan manusia yang sekarang kita nikmati, masih banyak yang
bukan buatan ummat Islam. Sudahkah kita terbebas dari kewajibah kifayah?
Pertanyaan di atas perlu mendapat jawaban, apalagi di era global sekarang ini di mana
ummat Islam telah tersebar di seluruh pelosok dunia. Coba kita bayangkan, bagaimana
kita dapat melaksanakan ibadah hajji kalau tidak ada sarana transportasi pesawat udara
atau kapal laut! Tidak mungkin rasanya kita berangkat ibadah hajji dengan berkendaraan
onta atau kuda dari Indonesia. Untung sudah ada pesawat terbang, walaupun pembuatnya
bukan orang islam! Demikian pula berbagai sarana-prasarana era modern sekarang ini.
Oleh karena itu, walaupun terlambat, ummat Islam mesti mengejar ketertinggalan, untuk
menguasai ilmu dan teknologi. ”Late is better than never”.
Terkait dengan motivasi agama Yahudi dan Kristen, saya harus jujur bahwa kurang banyak
mengetahui dari teks/manuskrip aslinya. Dari bacaan yang ada, dorongan ilmuwan Yahudi
dan Kristiani ternyata banyak terinspirasi oleh karya terjemahan teks-teks Yunani oleh
filosof muslim Ibnu Rushd (1128 – 1198) dan karya-karya ilmuwan muslim di awal
peradaban Islam (tahun 1000 M) yang sampai ke tangan mereka.
Para ilmuwan Yahudi ternyata lebih mengutamakan landasan moral yang didasarkan pada
teks Taurat (Torah) dalam pegembangan ilmu dan di awalnya memilih bidang yang terkait
dengan penciptaan. Tidak mengherankan kalau ilmuwan Yahudi memiliki ahli bidang
perkembangan bioteknologi, utamanya terkait dengan kloning dan organisme transgenik
(GMO) cenderung menolaknya.
Ilmuwan Kristiani (Anglikan) memulai mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara lebih intens setelah kasus Galileo Galilei (1616 dan 1633). Pada tahun 1660 Church
of England mengijinkan tulisan Thomas Spart (1635 – 1713) sebagai ”Mother of the short
Knowledge”, diikuti John Ray (1627 – 1705) yang menulis karya ilmiahnya berjudul ”The
wisdom of God manifested in the work of the Creation” (1691). Setelah itu muncul Charles
E Raven (1885 – 1964) dengan 2 volume buku sejarah agama dan Sain (Natural Religion
and Science)
Seperti telah disebutkan di muka bahwa kajian-kajian perkembangan ilmu dan teknologi di
kalangan ilmuwan kristiani berlangsung setelah abad ke 13. Banyak ilmuwan kristiani
(Pantekosta, Katolik Roma, dsb) bermunculan dengan berbagai bidang ilmu yang terlibat
dengan apa yang dikenal masa Renaisans.
Ilmu apa yang mendesak?
Pertanyaan di atas ditujukan kepada semua agama. Untunglah akhir-akhir ini tumbuh
kesadaran bersama di kalangan agamawan, apa peran agama menghadapi realitas kondisi
dunia seperti sekarang ini? Bagi ummat Islam, kalau dikaitkan kewajiban dan misi ummat
Islam seperti disebutkan di muka, jawabannya adalah semua ilmu dan teknologi sangat
mendesak. Mengapa? Ummat Islam yang berada berada di titik rendah walaupun tidak di
titik nadir, perlu menyadari bahwa sebagian besar saranna dan prasarana untuk
melaksanakan misi kehambaan dan kekhalifahan bukan ummat Islam yang
menyediakannya. Akibatnya, kita sangat bergantung kepada pihak lain, sehingga mudah
dipermainkan, kemudian kita protes. Coba kita renungkan kebutuhan keseharian kita:
transportasi, komunikasi, informasi, papan, dan pangan. Mengapa kita baru berperan
sebagai pengguna (users) bukan penyedian (providers)?
Di antara yang mendesak itu, mungkin masalah pangan merupakan pilihan prioritas yang
sangat mendesak. Mangapa? Ada beberapa alasan, antara lain (i) pangan merupakan
kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda terlalu lama (1 bulan?), apalagi jumlah kita
sangat besar, lebih 200 juta orang, (ii) efek ke generasi berikutnya sangat signifikan
(kemunduran intelektual), dan (iii) sebagai negara agraris dengan tanah yang subur rasanya
sangat aneh kalau ada berita ada kelaparan (gizi buruk?) di negeri ini.
Adanya kesenjangan yang cukup lebar antara ”pemilik” teknologi lanjut (advanced)
dengan masyarakat negara berkembang, nampaknya disebabkan kurang atau tiadanya
landasan moral pengembangan teknologi itu. Kebanyakan agamawan saat ini tidak terlalu
mempermasalahkan teknologi itu sendiri selama kaidah moral diterapkan, yakni tidak
menyalahi etika moral (bertanggungjawab kepada Allah), untuk kemaslahatan bersama
(tidak semata-mata keuntungan materi sekelompok kecil orang), dan tidak mendatangkan
kemudhorotan atau kerusakan lingkungan.
Penutup
Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mendatangkan banyak kemudahan tetapi disertai pula berbagai dampak negatif yang sulit
dihindari. Agama, sebagai tata nilai dan tuntunan hidup, di satu sisi mendorong
penguasaan ilmu di sisi lain juga mengendalikan agar pengembangannya menuju ke arah
yang benar. Kuncinya, pelaku pengembang dan pengguna teknologi mesti berhati-hati dan
menyadari bahwa hasil teknologi yang dicapainya sering tidak dapat diprediksi akan
dampak negatifnya. Adalah tugas para agamawan untuk turut memantau pengembangan
DUKUNGAN IPTEK DALAM PENENTUAN HALAL
Studi Kasus Produk Peternakan
Tridjoko Wisnu Murti*
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Bulaksumur –Yogyakarta 55281
Abstrak
Di berbagai belahan dunia, banyak berkembang restoran, katering dan industri pangan berbasis etnis dan religi. Pada awalnya perkembangan itu dipengaruhi oleh kepercayaan pemiliknya, namun dengan berkembangnya sifat profesionalisme usaha, kebutuhan dan tuntutan pasar tidak boleh dikesampingkan. Artikel ini membahas landasan agama Islam tentang halal, asas manfaat pengharaman pangan dan pendekatan iptek untuk menguji keharaman suatu pangan. Terdapat hubungan yang lurus antara larangan agama, manfaat pengharaman dan perkembangan iptek dalam menguji pangan haram. Dalam pemikiran dasar manusia didalam memenuhi kebutuhan fisik tubuhnya terkait dengan kemurnian berpikir dan nilai kemanusiaan yang wajib dijaganya. Dalam hal tertentu Islam mengajarkan kehalalan dan keamanan pangan itu saling terkait erat, sehingga walau sekecil apapun zat yang tergolong merugikan manusia dan ternyata banyak dikandung pada bahan makanan yang diharamkan Islam itu tetap dilarang. Kaum muslimin diharapkan bisa mengambil hikmah larangan Allah tentang makanan itu dari sudut IPTEK pula.
Kata Kunci: Pangan dan Minuman, Restoran dan Katering, Keamanan, Kehalalan
Pendahuluan
Pangan etnis/religi adalah salah satu trend yang mengemuka pada era globalisasi
ini. Di AS pangan bagi etnis Hispanik terlihat merupakan 15% dari pangan yang ada di
restoran dan bersama variannya, makanan Meksiko dan Karibia mencapai 43%. Di
Indonesia, restoran etnis Padang dapat ditemukan di berbagai daerah, dan di Yogyakarta
sendiri ada sekitar 60 – 70% (Rossa, 2003; Gusnainti, 2003). Pangan etnis itu tidak saja
membawa flavor tersendiri, namun juga berbeda dalam persiapan bahan dan cara proses
pangan yang berlaku. Selain makanan etnis Padang yang mayoritas beragama Islam, ada
juga restoran etnis Cina dan Eropa di berbagai kota di Indonesia. Selain pangan atas dasar
etnis, maka di Negara muslim, maka muncul berbagai restoran yang mencantumkan label
halal bagi restoran/kateringnya. Restoran berbasis etnis itu secara langsung berhubungan
dengan keberadaan dan kepercayaan religi pemilik atau etnis yang bersangkutan. Jika
dilihat secara religi, maka rumah makan atau katering menyediakan menu sesuai dengan
peraturan, kondisi lingkungan, dan harapan konsumennya. Peraturan Indonesia
mengakomodasi kepentingan konsumen dalam UU No 7/1996 pasal 30 ayat 2 tentang
label, yakni ”label” sebagaimana dimaksud pada pasal 30 ayat 1 memuat
sekurang-kurangnya keterangan mengenai: a. nama produk, b. daftar bahan yang digunakan, c. isi
berat bersih, d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke
dalam wilayah Indonesia, e. keterangan tentang halal, dan f. tanggal, bulan, dan tahun
kadaluarsa.
Mayoritas bangsa Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Tentu, hukum positif
yang berkembang mengakomodasi kepentingan setidaknya mayoritas rakyatnya dan tidak
merugikan yang minoritas. Bagaimana hal itu dapat dipastikan tidak merugikan, disinilah
peranan ulama dan umara (termasuk para ahli) menjelaskan jika aturan Tuhan bisa
didukung oleh penjelasan ilmiah yang diperlukan secara memadai.
Islam adalah agama yang sangat komprehensif yang mengajarkan dan memberi
petunjuk kepada pengikutnya melalui aturan yang dibangun terhadap individu, lingkungan
sosial, dan aspek kemasyarakatannya. Dasar petunjuk terhadap pemakaian dan konsumsi
pangan dimunculkan pada Kitab suci Al Qur’an dan diterangkan serta dijelaskan secara
praktis melalui Sunnah Rasulullah Muhammad saw (kehidupan, aksi dan pengajaran nabi),
yang ditujukan kepada semua umat manusia.. Hukum ini secara tegas diawasi oleh kaum
Muslimin di seluruh dunia (1,5 milyar populasi dari Afrika Utara-Timur Tengah-Asia
Selatan-Asia Tenggara dan Eropa/Amerika) pada semua etnik dan ragam geografis).
Dengan perkembangan kemajuan jaman yang menglobal dalam pemasaran pangan, maka
industri pengolahan pangan mengirim hasil olahannya jauh dari pabrik asalnya. Oleh
karena itu, industri pangan (pabrik, restoran-katering), obat dan kosmetik harus memahami
dasar hukum sesuai kebutuhan kaum Muslimin dan implikasinya dari hukum halal-haram
yang ada.
Pokok-pokok ajaran Islam tentang halal-haram itu secara mendasar mencakup 11
hal, yakni:
a. Asal segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah Mubah (diijinkan) kecuali
beberapa yang secara khusus diharamkan.
b. Penentuan halal-haram adalah wewenang mutlak Allah sendiri.
d. Mengharamkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya (dasar
alasan mengharamkan sesuatu karena ketidakmurnian/ketidaksucian dan kerusakan
yang ditimbulkan).
e. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram.
f. Apa saja yang membawa pada yang haram adalah haram.
g. Bersiasat terhadap hal yang haram, hukumnya adalah haram.
h. Niat baik, tidak dapat melepaskan yang haram.
i. Menjauhkan diri dari yang subhat (tidak jelas) karena takut terlibat yang haram.
j. Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang.
k. Keadaan yang terpaksa, membolehkan yang terlarang.
Halal adalah kata-kata Al Qur’an yang artinya diijinkan. Dalam hubungannya
dengan pangan, maka itu adalah standar makanan orang Islam. Petunjuk Al Qur’an secara
umum mengatakan bahwa semua adalah halal, kecuali yang secara khusus dikatakan
haram. Secara khusus larangan tentang makanan dalam Islam ada dalam Al Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 173 atau Al-Maidah ayat 3 ”Kalian diharamkan (makan) bangkai, darah
mengalir, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah”. Sedang
larangan minuman yang memabukkan ada dalam surat Al-Maidah ayat 90 ”Wahai orang
beriman, minuman anggur, mainan undian, patung idola, dan permainan anak panah
hanyalah sesuatu yang menyesatkan, perbuatan syetan. Tinggalkan itu, engkau mungkin
akan sukses”.
Atas dasar itu, maka semua makanan sehat, murni, dan bersih semua diijinkan
untuk manusia, kecuali yang dilarang itu dan keturunannya (Bangkai atau binatang mati,
darah mengalir/membeku, babi dan semua produk terkait, ternak disembelih tanpa
menyebut nama Allah/menyebut nama selain Allah, ternak terbunuh dengan cara yang
mencegah darah mengalir keluar tubuhnya, makanan (beracun) termasuk alkohol dan obat
terlarang, binatang buas berkuku: singa, anjing, anjing hutan/srigala, macan, burung
bercakar: elang, garuda, hantu,dll, binatang darat tanpa telinga: kodok, ular).