• Tidak ada hasil yang ditemukan

Basuki

Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta

ABSTRAK

Penanaman kedelai dilapang sering mendapat gangguan hama, terutama dari jenis serangga, salah satunya adalah Ophiomyia phaseoli (Tryon). Serangan hama tersebut dapat menurunkan hasil sampai 59%. Serangan hama Ophiomyia phaseoli (Tryon) diawali dengan penusukan daun kotiledon menggunakan ovipositor serangga betina, yang menyebabkan terjadi pelukaan pada jaringan tanaman. Pada daerah disekitar jaringan yang luka, memperlihatkan aktifitas pembentukan asam-asam fenolat, Perbedaan genotipe kedelai rentan dan genotipe kedelai tahan memberi respon berbeda terhadap pelukaan jaringan.

Penelitian bertujuan untuk: 1. Mengetahui respon tanaman kedelai terhadap pelukaan. 2. Menentukan kriteria seleksi tanaman kedelai tahan terhaap Ophiomyia phaseoli (Tryon) berdasar reaksi tanaman terhadap pelukaan jaringan.

Percobaan dilaksanakan di Arjasari Bandung, pada bulan April 2005 sampai juni 2005. Sebagai perlakuan adalah Genotipe tanaman kedelai tahan dan genotipe tanaman peka terhadap Ophiomyia phaseoli (Tryon), menggunakan Rancangan Acak Kelompok, diulang tiga Blok. Tanaman kedelai umur 12 hst dibuat luka, ditusuk jarum steril pada permukaan daun kotiledon sebanyak 10 tusukan/kotiledon. Pada 0 jam, 12 jam, 24 jam dan 36 jam setelah pelukaan jaringan tanaman dianalisa kandungan polifenol menggunakan metode High Performance Liquidified Chromatography (HPLC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Pelukaan mekanis pada jaringan tanaman kedelai menyebabkan terjadi aktifitas peningkatan pembentukan polifenol. 2. Peningkatan kandungan polifenol berbanding lurus dengan lama waktu setelah pelukaan jaringan (sampai 36 jam setelah pelukaan). 3. genotipe tanaman kedelai peka terjadap Ophiomyia phaseoli (Tryon) memperlihatkan kandungan polifenol lebih banyak dari pada genotipe kedelai tahan.

Pendahuluan

Kedelai Glycine max (L.) Merr. telah menjadi makanan sehari-hari sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol semakin diminati oleh sejumlah besar masarakat Indonesia (Marwoto, et al., 1999). Konsumsi kedelai oleh masyarakat umumnya dalam bentuk olahan, baik melalui proses fermentasi atau tidak melalui proses fermentasi (Kasryno, et al., 1993)

Industri tahu dan industri tempe, pertumbuhan industri kecap serta tumbuhnya industri peternakan unggas mendorong permintaan kedelai terus meningkat (Sumarno, 1999). Sejalan dengan peningkatan permintaan kedelai tersebut di atas pemerintah berupaya untuk meningkatkan produksi kedelai baik melalui intensifikasi maupun penambahan luas areal panen (Sumarno, 1999).

Indonesia tahun 2006 secara riel luas panen kedelai 580.534 ha, dengan produksi 747611 ton dan produktivitas 1.29 ton ha-1 (BPS, 2006) .Apabila dibanding dengan produktivitas potensial kultivar kedelai unggul saat ini seperti ‘Manglayang’ dengan produktivitas potensial 2.45 ton ha-1 dan kultivar ‘Baluran’ dengan produktivitas 2.5 - 3.5ton ha-1 (Suhartina, 2003), tampak kesenjangan antara produktivitas potensial dengan produktivitas riel. Rendahnya produktivitas riel tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya disebabkan oleh serangan hama (Marwoto, et al., 1999).

Penanaman kedelai di lapang tidak lepas dari gangguan hama, terutama dari jenis serangga, salah satu di antaranya adalah Ophiomyia phaseoli (Tengkano dan Iman 1985). Serangan hama tersebut dapat menyebabkan kematian, menurunkan hasil kedelai per hektar ( Sumarno et al., 1989; Spencer, 1973).

Penyebaran O. phaseoli mencakup wilayah sangat luas meliputi daerah Australia, Afrika, Belgia, Filipina, Malaysia, Srilangka, India, Kenya, Kongo, Cina Selatan, Thailan, Vietnam dan Indonesia (van der Goot, 1984 Tengkano dan Soehardjan, 1993; Kalshoven 1981, Talekar dan Chen, 1983). Penyebaran O. phaseoli diIndonesia meliputi daerah pusat produksi kedelai yaitu: Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Lampung. (Adie, 1992; Nurdin dan Dahono, 1992) Arsad (1983) menginformasikan bahwa kerugian berupa penurunan hasil karena serangan O. phaseolisamaai 59%

Proses kematian tanaman kedelai diawali oleh serangga O. phaseoli betina meletakkan telur pada jaringan kotiledon yang mulai membuka di atas permukaan tanah. Setelah telur menetas menjadi larva, larva tersebut langsung menggerek jaringan kotiledon yang berlanjut sampai pada kulit batang. Bekas gerekan membentuk alur berkelok-kelok pada kotiledon serta melingkar pada kulit batang. Yang menyebabkan terputusnya aliran air dan unsur hara dari akar menuju daun. yang menyebabkan tanaman mati.

Pengendalian O. phaseoli dengan melibatkan kultivar tahan merupakan langkah tepat dan mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: praktis dalam pelaksanaanya, ekonomis, spesifik terhadap hama sasaran, efek pengendalian bersifat kumulatif dan dapat digabung dengan cara pengendalian lainnya, serta dampak terhadap lingkungan sangat terbatas (Oka dan Soehardjan, 1997; Untung, 2001; Panda dan Khush, 1995).

Upaya untuk mendapatkan kultivar tahan telah dirintis yang diawali pencarian sumber genetik ketahanan (Tengkano, 1977). Ruswandi et al (1993) melaporkan bahwa galur berkode genotip 13x30D (4) (9)(5) BP diketahui sebagai galur tahan terhadap O. phaseoli. Baihaki (2003) dalam uji lapangan untuk penyaringan 104 galur kedelai koleksi Achmad Baihaki di Arjasari, menemukan galur nomor 24 berkode genotip 13x30B (5)(11)(1)(3) B (A) (14)D menempati peringkat satu tingkat ketahanan terhadap O. phaseoli. Penemuan tersebut dapat dipertimbangkan untuk menjadi sumber gen ketahanan dan studi genetik berkaitan dengan karakter ketahanan tanaman kedelai terhadap O. phaseoli.

Serangan Ophiomyia phaseoli pada tanaman kedelai dapat menyebabkan pelukaan jaringan, pada daerah disekitar jaringan yang luka, sel-sel yang pada awalnya stabil, kemudin memperlihatkan aktifitas pembentukan mRNA, sehinggaterjadi peningkatan polisom serta penggabungan asam-asam amino menjadi protein yang dipergunakan pembelahan sel untuk menutup luka. Disekitar jaringa yang luka terdapat asam-asam fenolat dalam jumlah yang banyak, asam fenolat tersebut tidak ada sebelum terjadi pelukaan. Peningkatan fenol terkadi 12 setelah pelukaan Galston and Davies, 1970). Suparta (1998) melaporkan bahwa tanaman kentang yang tahan terhadap Lirioyza huidobrensis memperlihatkan kandungan fenol lebih tinggi dibanding dengan tanaman rentan. Adanya fenomena perbedaan kandungan fenol pada genotipe tanaman tahan dan tanaman rentan, mungjin dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi tanaman kedelai tahan terhadap O. phaseoli.

Ketahanan antibiosis tanaman mengandung senyawa kimia yang dapat menyebabkan serangga tidak mampu berkembang secara normal. Menurut Noris dan Kogan (1980) pertahanan diri tanaman terhadap serangga dikelompokkan ke dalam pertahanan berdasar morfologi dan biokimia. Ketahanan biokimia merupakan pengaruh fisiologis yang merugikan pada kehidupan serangga hama sebagai akibat memakan atau mencerna bagian tanaman tertentu. Noris dan Kogan (1980) mengemukakan faktor biokimia yang mendasari ketahanan tanaman terhadap serangga umumnya berupa senyawa sekunder. Salah satu senyawa sekunder adalah fenol. (Panda dan Khush, 1995; Heldt, 1997). Adanya perbedaan kandungan polifenol antar kultivar/galur tanaman kedelai dilaporkan sebagai variabilitas yang luas (Gatut, 2002).

program pemuliaan terhadap cekaman hama, sering menghadapi dua kendala yang sangat berat, pertama kendala melakukan seleksi sejumlah genotip yang sangat besar, sehingga pekerjaan seleksi sangat melelahkan, kedua dalam melakukan penyaringan ketahanan, terkendala adanya faktor lingkungan yang berubah, sehingga sangat mempengaruhi hasil pekeruaan penyaringan.

Fenomena adanya korelasi antara karakter tanaman satu dengan karakter lain yang dituju sering dimanfaatkan oleh pemulia tanaman, adanya korelasi kandungan fenol dalam jaringan tanaman kedelai dengan karakter ketahanan terhadap O. phaseoli dapat dipakai sebagai alternatif untuk seleksi tidak langsung. Seleksi secara tidak langsung tersebut akan meningkatkan akurasi data, memperlancar dan memudahkan pekerjaan pemulia dalam proses seleksi karakter yang dituju. Noris dan Kogan (1980) mengungkapkan bahwa kandungan senyawa gossypol pada tanaman kapas berkorelasi positip dengan karakter ketahanan terhadap serangga Heliothis sp.. Informasi adanya korelasi antara kandungan fenol dengan karakter ketahanan tanaman kedelai terhadap O. phaseoli sangat penting untuk dikaji.

Analisis untuk menentukan kandungan senyawa toksik dalam kadar relatif sangat rendah yang terdapat dalam jaringan tanaman memerlukan peralatan berteknologi tinggi, karena dengan peralatan teknologi konvensional selain memerlukan waktu lama, hasil yang diperoleh tidak akurat, bahkan tidak mampu mendeteksinya. Salah satu alat yang mampu mendeteksi adanya senyawa racun (fenol) yang terkandung dalam jaringan tanaman dalam kadar yang sangat rendah adalah High Performance Lquidified Chromatography (HPLC). Analisis senyawa organik dengan menggunaan metode HPLC memiliki beberapa keunggulan antara lain: merupakan teknik analisis yang sangat peka,

tingkat presisinya tinggi, mampu memisahkan senyawa yang sangat serupa, dan memerlukan waktu relatif singkat (Adnan, 1997).

Penelitian bertujuan untuk:

1. Mengetahui respon tanaman kedelai terhadap pekukaan

2. Mengetahui adanya korelasi antara kandungan polifenol pada tanaman kedelai yang mendapat pelukaan dengan ketahanan tanaman kedelai terhadap O. phaseoli, sehingga dapat digunakan sebagai kriteia seleksi tanaman kedelai tahan terhadap O. phaseoli.

Metode Penelitian

Penelitian merupakan percobaan lapangan, dilaksanakan di Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) unit kebun percobaan Fakultas pertanian UNPAD, terletak di desa Lebakwangi Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat lebih kurang 900 m dari permukaan air laut, jenis tanah Ultisol, kisaran pH 6.2 – 6.6. Type curah hujan menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk type B atau basah (Baihaki, 2000).

Analisis kandungan polifenol dilaksanakan di laboratorium BALITBIO Tanaman Pangan Departemen Pertanian Bogor.

Percobaan penanaman untuk pengujian reaksi tanaman kedelai karena pengaruh pelukaan btatan dimulai bulan April 2005, sampai bulan Juni 2005.

Bahan tanaman kedelai yang dipakai sebagai genotipe kedelai tahan diperoleh melalui proses seleksi untuk penyaringan ketahanan terhadap O. phaseoli pada 104 galur/kultivar kedelai koleksi Achmad Baihaki. Penyaringan ketahanan telah dilaksanakan di kebun percobaan SPLPP Arjasari pada bulan April 2003 sampai Juni 2003. Dari hasil penyaringan ketahanan tersebut terpilih sebagai genotipe tahan adalakah kultivar Lokon, sedangkan genotipe rentan

kultivar Orba menempati peringkat ketahanan 103 dari 104 galur yang diuji.

Penelitian merupakan percobaan lapangan, sebagai perlakuan adalah genotipe yang terdiri dari genotipe kedelai tahan dan genotipe kedelai rentan terhadap O. Phaseoli, dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok diulang dalam 3 Blok sebagai ulangan.

Pelaksanaan percobaan untuk mengetahui reaksi tanaman kedelai terhadap pelukaan kekanis, dilakukan prosedur percobaan sebagai berikut:

1. Ditanam berturut-turut genotipe kedelai tahan (Lokon) dan genotipe rentan (Orba) pada petak percobaan ukuran 1x2m jarak tanam 10x20cm masing-masing entri ditanam sebanyak 50 benih. diulang tiga blik sebagai ulangan.

2. Untuk menghindari terserang hama yang dapat menimbulkan pelukaan mekanis sebelum waktunya perlakuan, maka tanaman ditutup dengan menggunakan kerudung kain kasa halus berwrna putih berkerangka besibaja.

3. Setelah tanaman umur 12 hst dilakukan pelukaan (mekanis) secara buatan, yaitu dilakukan tusukan menggunakan jarum steril. pada setiap permukaan kotiledon ditusuk sebanyak 10 tusukan, pada helai daun unifoliat ditusuk sebanyak 12 tusukan, dan pada batang ditusuk sebanyak 8 tusukan, tusukan diusahakan menyebar merata pada permukaan tanaman.

Pelukaan buatan dimaksudkan meniru cara serangga O. phaseoli melukai jaringan tanaman kedelai pada awal melakukan serangan, menggumakan onipositor serangga betina untuk meletakkan telur pada jaringan tanaman kedelai.

4. Pada 0 jam, 12 jam, 24 jam dan 36 jam setelah dilakukan penusukan, untuk setiap genotipe tanaman diambil 10 tanaman sampel untuk dianalisa kandungan polypenol, Analisa kandungan polifenol menggunakan Metode High Perpormance Liquified Chromatography (HPLC).

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisa pengukuran banyaknya kandungan polypenol pada jaringan tanaman kedelai yang mendapat pelukaan disajikan pada tabel berikut.

Tabel. Kandungan polypenol tanaman kedelai setelah pelukaan mekanik Kandungan Polypenol (ppm) Setelah Pelukaan mekanik Entri

0 jam 12 jam 24 jam 36 jam

P –2 P –6 11.247 36.604 13.732 53.722 21.206 65.239 27.581 90.504

Dari Tabel tersebut di atas terlihat bahwa pelukaan (mekanis) pada jaringan tanaman kedelai menyebabkan terjadinya peningkatan pembentukan polypenol, peningkatan kandungan polypenol berbanding lurus dengan lama waktu setelah terjadi

pelukaan. Hasil pengamatan pada interval waktu pengamata 12 jam setelah terjadi pelukaan mekanik, terlihat bahwa pada tanaman kedelai peka terhadap O. phaseoli menunjukan kandungan polypenol lebih tinggi bila dibanding dengan tanaman kedelai lebih tahan terhadap O. phaseoli.

Hasil percobaan ini sesuai dengan Galston dan Davies (1970) yang menyatakan pada jaringan tanaman mendapat pelukaan mekanis, maka setelah rentang waktu 12 jam akan terjadi peningkatan kandungan polypenol. Pernyataan tersebut nampaknya berlaku bagi setiap tanaman yang mendapat pelukaan secara mekanis maupun karena serangan patogen. Dari hasil percobaan ini mengisaratkan bahwa peningkatan kandungan polypenol setelah serjadi pelukaan tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria seleksi secara tidak langsung dengan karakter ketahanan tanaman kedelai terhadap O. phaseoli.

Herawati dan Setiamihardja (2000) menyatakan bahwa akibat pelukaan (baik pelukaan mekanik maupun patogenik) menyebabkan berbagai proses dan perubahan kimiawi. Pada daerah sekitar luka terjadi aktivitas pembentukan mRNA pada polisom, Disekitar luka terbentuk asam-asam fenolat, terbentuknya asam-asam fenolat diawali terbentuknya enzim phenylalanine ammoniase lyase (PAL) dan tyrosine ammonia lyase (TAL). Enzim peroksidase terdapat meningkat setelah terjadi infeksi patogen, pembentukan enzim peroksidase merupakan faktor utama pada ketahanan terhadap patogen.

Hasil percobaan ini berlawanan dengan Supartha (1998) yang melaporkan bahwa tanaman kentang tahan terhadap Liriomyza huidobrensis memperlihatkan kandungan polifenol lebih tinggi dibanding dengan tanaman rentan. Gatut (2002) melaporkan bahwa tidak ada korelasi nyata antara kandungan tanin dengan ketahanan kedelai terhadap O. pkaseoli. Basuki (2006) melaporkan bahwa Lokon merupakan genotipe tahan terhadap O. phaseoli berbunga putih, mengandung tanin (merupakan senyawa fenol) lebih rendah dibanding dengan genotip rentan. Kondisi ini mengisaratkan bahwa polifenol tidak dapat dapat dipakai sebagai kriteria seleksi kedelai tahan terhadap O. phaseoli.

Kesimpulan

Hasil percobaan dan pembahasan dapat disimpulkan:

1. Pelukaan mekanis pada jaringan tanaman kedelai menyebabkan terjadi aktifitas peningkatan pembentukan polifenol.

2. Peningkatan kandungan polifenol berbanding lurus dengan lama waktu setelah pelukaan jaringan (sampai 36 jam setelah pelukaan).

3. Genotipe tanaman kedelai peka terjadap Ophiomyia phaseoli (Tryon) memperlihatkan kandungan polifenol lebih banyak dari pada genotipe kedelai tahan.

Daftar Pustaka

Adie, M.M. 1992. Penyaringan Genotip Kedelai Untuk Ketenggangan Terhadap Lalat Kacang. Laporan Penelitian. Kerja Sama Aplaied Agriculture Research Project Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Dep Tan dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Andi Offset. Yogyakarta.

Arsad, D.M. 1983. Pengaruh Diversivikasi Genetik Terhadap Penampilan dan Kompetisi Antara genotip Kedelai serta serangan Ophyomyia phaseoli. Tesis. Tidak dipublikasikan. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.

BPS, 2006. Statistik Indonesia 2006. Jakarta- Indonesia.

Baihaki, A. 2000. Penemuan Varietas Unggul Kedelai ‘MANGLAYANG’ Wacana Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. Tahun Akademik 1999-2000. Guru Besar Universitas Padjadjaran. Bandung. 30-43.

Basuki, 2006. Ketahanan Kedelai terhadap Ophiomyia phaseoli (Tryon): Pewarisan dan Korelasi Genetik Karakter Morfologi dan Biokimia Penting. Disertasi. Tidak dipublikasi. Program Pascasarjana UNPAD. Bandung.

Chiang, H. S., and D. M. Norris. 1984. “Purple Stem “ a new indicator of soybean stem resistance to bean flies. Jour. of Econ. Entomol.. 77: (1). Published By The Entomological Society of America.

Dandi, S., dan Harnoto. 1985. Pengendalian Hama Kedelai. Dalam Sadikin, S. Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 319-330.

Djuwarso, T. 1991. Bioekologi Serangan dan Pengendalian Lalat Kacang. dalam Pengendalian Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. 66-78.

Galston, A. W., and P. J. Davies. 1970. Control Mechanisms in Plant Development. Prentice-Hall, inc. Englewood Cliffs. New jersaey.

Gatut, W. A. S., 2002. Variabilitas Genetik, Heritabilitas Beberapa Karakter Morfologi dan Kandungan Tanin Serta Korelasinya dengan Ketahanan beberapa genotipe Kedelai Terhadap lalat kacang (Ophiomyia sp.). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. Tidak dipublikasikan.

Herawati, T., dan R. Setiamihardja. 2000. Pemuliaan Tanaman Lanjutan. Program studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian. UNPAD. Bandung.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crops In Indonesia. Revised and Translated By van der Laan, P.A.. P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve Jakarta.

Kasryno, K., H. Delima, I.W. Rusastra, Erwidodo, dan C.A. Rasahan. 1993. “Pemasaran Kedelai di Indonesia”, dalam Sadikin S. (editor) Kedelai. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian . PusLitBang Tananaman Pangan. Bogor.

Marwoto., Suharsono., dan Supriyatin. 1999. Hama Kedelai dan Komponen Pengendalian Hama Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.

Norris, D. M., dan M. Kogan. 1980. Biochemical And Morfological Bases Of resistance. Dalam Breeding Plants Resistant To Insects. Wiley Interscience publicatian. Maxwell, F.G. dan P.R. Jennings. 1980. New York. 23-61.

Nurdin, F dan Dahono. 1992. Uji Ketahanan Galur/Varietas Kedelai Terhadap Hama Utama. Balit Bang Tan Departemen Pertanian dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Oka, I. N., dan M. Soemardjan. 1997. Tantangan Entomologi Pada Abad XXI. Prosiding Seminar Nasional PIE. Tantangan Entomologi Pada Abad XXI. Bogor. 8 Januari 1997. 1- 17.

Panda, N., dan Khush, G. 1995. Host Plant Resistance to Insects. Published in International Rice Reserarch Institute. Philipines. 353p.

Ruswandi, D., A. Baihaki., A. Kurniawan., Basuki., dan Anas. 1993. “Evaluasi Sumber dan Tingkat Ketahanan Populasi Galur Harapan Kedelai terhadap Ophyomyia

phaseoli”, Seminar Forum Komunikasi Pemuliaan Tanaman. Kerjasama Dikti

dengan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.. Malang. Tanggal 17 – 20 Oktober 1993.

Spencer, K.A. 1973. Agromyzidae (Diptera) of Economic Importance. Publishers. The hague.

Suhartina. 2003. Perkembangan dan Deskripsi Varietas Unggul Kedelai 1918-2002. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.

Sumarno., D. M. Arsyad., dan I. Manwan. 1989. Analisis Kesenjangan Hasil Kedelai di Jawa. Laporan Proyek Analisis Kesenjangan Hasil Kedelai. Pusat Koordinasi Regional Untuk Penelitian dan Pengembangan Palawija di Daerah Tropik Basah. Asia dan Pasifik. Bogor.

Supartha, I. W. 1998. Biomi Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae) pada Tanaman Kentang. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Talekar, N. S., dan B.S. Chen. 1983. ”The Beanfly Pest Complex of Tropical Soybean”. Proceedings of A Traning Course. Chiang Mai, Thailand. 18-24 Februari 1991.

Tengkano, W. 1977. “Pengujian varietas kedelai terhadap serangan Ophiomyia phaseoli”. Laporan Kemajuan Penelitian. Seri Hama dan Penyakit. Nomor 10. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. Bogor.

Tengkano, W., dan Iman. 1985. “Strategi Pengendalian Ophiomyia phaseoli Tryon pada Tanaman Kedelai”, Seminar Balai Penelitian Pertanian. Bogor. Vol. 2.

Tengkano, W., dan M. Suhardjan. 1993. Jenis Hama Utama Pada Berbagai Fase Pertumbuhan Tanaman Kedelai. dalam Sadikin. Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 295-323.

Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. GajahMada Universty Press. Yogyakrta.

van der Goot, V. D. 1984. Agromyzid Flies Of Same Native Legume Crops In Java. Translation. Published By Asian Vegetable Research and Development Center. Sanhua. Tainan. Taiwan R.O.C

SUSU KAMBING, SUNAH RASULULLAH YANG TELAH