• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Perbedaan Efek Posisi Prone Dan Supine Terhadap Nadi, Respirasi Dan Suhu Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of Perbedaan Efek Posisi Prone Dan Supine Terhadap Nadi, Respirasi Dan Suhu Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

55 Perbedaan Efek Posisi Prone Dan Supine Terhadap Nadi, Respirasi Dan Suhu Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi

Sri Janatri1, Elly Nurachmah2, Setiawati3

Sri Janatri : Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan (S-2) Kekhususan Keperawatan Anak, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendelal Achmad Yani Cimahi

Email : janatrisri@yahoo.co.id

Abstrak

Bayi berat lahir rendah, merupakan masalah kesehatan perinatal, membutuhkan perawatan untuk meningkatkan kesempatan menjalani masa transisi. Tanggung jawab mandiri perawat membantu menjaga kesetabilan nadi, respirasi dan suhu yang merupakan indicator kesehatan bayi, dengan memberikan posisi prone. Tujuan penelitian untuk membuktikan adanya perbedaan efek posisi prone dan supine terhadap nadi, respirasi dan suhu BBLR. Metode penelitian menggunakan quasi experiment design, dengan sampel 34 BBLR pada dua kelomok intervensi. Hasil uji hipotesis terdapat efek posisi prone terhadap nadi dan respirasi masing-masing p- value 0.001, tetapi tidak terdapat efek pada suhu p- value 0.056, posisi supine tidak terdapat efek pada nadi, respirasi dan suhu p- value 0.058, 0.085, 1.000, pada uji t independen terdapat perbedaan efek posisi prone dan supine terhadap nadi p- value 0.001, tetapi tidak terdapat pebedaan terhadap respirasi dan suhu p- value 0.056 dan 0.206. Rekomendasikan: intervensi prone tepat diberikan pada bayi nadi dan respirasi normal/diatas normal.

Kata Kunci : Efek, nadi, prone, respirasi, suhu, supine

ABSTRACT

Low birth weight babies, a perinatal health problem, requiring treatment to increase the chances of a period of self-responsibility transition. Nurse responsibility helps maintain pulse stability, respiration and temperature is the indicator of infant health, by providing the prone position. Purpose this study to prove the existence of differences in the effects of prone and supine position on pulse, respiration and temperature of LBW. Methods with quasi experiment design, with 34 samples in two groups LBW intervention. Results uji hypothesized effects are prone to pulse position and respiration p-value 0.001, but no effect on the temperature p-value 0.056, supine position there is no effect on pulse, respiration and temperature p-value 0.058, 0.085, 1.000, independent t test found the differences in the effects of prone and supine positions to pulse p-value of 0.001, but there is no average difference between the respiration and temperature p-value 0.056 and 0.206. Recommendation: prone more appropriate intervention given to infants above normal pulse and respiration.

(2)

56 Pendahuluan

Bayi lahir dengan berat badan kurang dari setandar normal biasa disebut dengan bayi berat lahir rendah (BBLR). Bayi berat lahir rendah dapat dikelompokan menjadi prematuritas murni dan dismaturitas. Prematuritas murni yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan.

“Bayi berat lahir rendah masih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama kesehatan perinatal.

Pada waktu kelahiran, sejumlah adaptasi fisiologis mulai terjadi pada tubuh bayi baru lahir. Karena perubahan dramatis ini, bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan bagaimana ia membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya di luar uterus (Bobak, 2006).

Hipotermi merupakan factor resiko pada semua bayi baru lahir terlebih pada BBLR, karena mempunyai lapisan lemak yang lebih tipis.. Pencegahan terjadinya hipotermi salah satu cara efektif dalam mempertahankan kisaran suhu yang diinginkan pada BBLR adalah penggunaan inkubator terkontrol manual atau otomatis (Wong, 2009). Asuhan keperawatan yang komperhensif kepada semua bayi baru lahir pada saat ada di ruang rawat perlu dilakukan dengan baik, untuk membantu melewati masa transisi.

Tingginya AKB di Indonesia menjadi salah satu faktor penilai belum membaiknya derajat kesehatan di Indonesia hal ini terlihat dengan AKB di Indonesia 248 /100.000 kelahiran (Kemenkes, 2009).

Kematian neonatal dapat disebabkan oleh beberapa hal. Proporsi pola penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan berat badan lahir rendah/LBW (35%), serta asfiksia lahir (33,6%). Menurut data dari WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah kematian neonatal terbesar di seluruh dunia. Angka kematian bayi di Indonesia 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2002003. Prevalensi BBLR di Indonesia antara 2-17,2% (Depkes, RI, 2007).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Propinsi Jawa Barat masih tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional yaitu 321,15 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2003).

(3)

57

agar istirahat dan tidur lebih lama sehingga kebutuhan energi minimal, 4) memberikan kenyamanan pada bayi agar mampu beradaptasi pada lingkungan yang baru, 5)

Mencegah terjadinya hipoglikemia dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) sesuai dengan kebutuhan.

Tujuan perubahan posisi pada BBLR adalah terutama untuk mengurangi stress bayi. Salah satu faktor yang mempengaruhi stress bayi adalah posisi tidur. Ada beberapa posisi tidur yang diberikan pada bayi yaitu posisi lateral, prone dan supine. Posisi prone dapat meningkatkan kualitas tidur bayi sehingga mendorong peningkatan perkembangan neuromuskuler (Miyata,at al, 2012).

Posisi prone adalah posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen dan posisi badan telungkup (Wong, et al., 2003). Dengan meletakkan bayi pada posisi prone, gravitasi dapat menarik lidah ke anterior sehingga jalan nafas lebih baik, dengan demikian udara dapat masuk keparu-paru, alveoli dan keseluruh jaringan tubuh. Posisi yang terbaik untuk bayi adalah posisi fleksi, posisi tersebut hanya didapatkan pada posisi prone.

Tujuan memposisikan prone pada bayi dengan BBLR adalah untuk 1) meningkatkan oksigenasi, 2) meningkatkan mekanika pernapasan, 3) homogenisasi gradient tekanan pleura, 4) meningkatkan volume paru-paru dan memfasilitasi kelancaran sekresi (Pelosi, Brazzi, Gattinoni, 2002). Pendapat lain mengemukakan bahwa “Posisi prone pada bayi merupakan posisi yang sangat menghemat energi, karena posisi ini akan menurunkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi supine. Hal ini disebabkan karena posisi prone, kaki bayi fleksi sehingga menurunkan metabolisme tubuh akibatnya terjadi penurunan kehilangan panas (Hegner & Cadwel, 2003). Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa dengan memberikan posisi prone pada BBLR dapat meningkatkan oksigenasi, sehingga kekurangan oksigen dalam tubuh bisa diatasi, dengan demikian angka kejadian komplikasi dan kematian pada BBLR dapat diminimalisir.

Demikian juga hasil penelitian dari (Kusumaningrum , 2011), dalam penelitian yang berjudul “ The Effect of Prone Position on Fio2 Level in Premature Baby Who Received Ventilator”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari Fio2 pada bayi dengan ventilator sebelum dan setelah diposisiskan prone.

(4)

58 Care Unit (NICU) dan High Care Unit (HCU). Ruang Perinatologi terpisah dari ruangan yang lain, ruang ini mempunyai 19 box bayi dan memiliki 5 inkubator.

Ruang rawat bayi di Perinatologi setiap hari dikondisikan suhu ruangan antara 25˚C sampai dengan 30˚C. Catatan harian di ruang tersebut enam bulan terahkir tahun 2012, jumlah kejadian 8 kondisi bayi baru lahir dari 1322 kelahiran adalah Bayi Normal Cukup Bulan (NCB) Sesuai Masa Kehamilan (SMK) 917 bayi (69,36 %), BBLR Neonatal Kurang Bulan (NKB) 103 bayi (7,79 %), BBLR Neonatal Cukup Bulan (NCB)126 bayi (9,53 %), Asfiksia Berat 57 bayi (4,31 %), Asfiksia Sedang 64 bayi (4,84 %), Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) Neonatal Kurang Bulan (NKB) 17 bayi (1,28 %), dan MAS 17 bayi (1,28 %), Besar Masa Kehamilan (BMK) Neonatal Cukup Bulan (NCB) 21 bayi (1,59 %).

Kejadian kematian bayi enam bulan terahkir tahun 2012 dengan berbagai penyebab di Ruang Perinatologi rumah sakit tersebut berjumlah 36 bayi, dengan Asfiksia berat 16 (44,44 %), Asfiksia sedang 4 bayi (11,11%), BBLSR 6 ( 16,66 %), BBLR Neonatal Kurang Bulan 10 bayi (27,77 %). Pada data tersebut tergambarkan bahwa di Ruang Perinatologi Rumah Sakit tersebut , dalam waktu 6 bulan merawat 1.322 bayi, sedangkan bayi dengan BBLR (NCB) dan BBLR (NKB) mendapatkan peringkat ke 2 dan ke 3 dari total masalah bayi baru lahir di ruang tersebut.

Tujuan penelitian ini mengetahui “Seberapa besar signifikansi perbedaan efek posisi prone dan supine terhadap nadi, respirasi dan suhu Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi “.

Beberapa penyebab terjadinya BBLR dapat ditinjau dari beberapa faktor, diantaranya adalah : komplikasi obstetric, kondisi kesehatan ibu saat kehamilan, dan faktor sosial ekonomi (May & Mahimesh, 2004). Beberapa penyebab yang menjadi komplikasi obstetric diantaranya adalah malformasi uterus, kehamilan ganda, kelainan bentuk tulang servik (Inkompeten Serviks), chrorioamnistis, pre eklampsia berat, plasenta previa, riwayat prematur, dan RH insoimunisation.

(5)

59 dan aktivitas kardiovaskuler bada bayi. Penyesuaian bayi baru lahir pada kehidupan ekstrauterin adalah sebagai berikut.

Perubahan fisiologis paling kritis dan segera harus dilakukan oleh bayi begitu lahir adalah mulai bernapas (Wong, 2009). Faktor suhu primer adalah suhu dingin mendadak pada bayi pada saat keluar dari lingkungan rahim ibu yang hangat. Proses respirasi dipengaruhi oleh cairan surfaktan yang ada dalam paru. Cairan yang melapisi alveoli dan jalan nafas ini sangat membantu proses pengembangan paru saat inspirasi dan mencegah terjadinya kolaps alveoli saat ekspirasi (MacGregor, 2008). Setelah respirasi dilakukan, pola respirasi dangkal dan tidak teratur berkisar antara 30 sampai 60 tarikan napas per menit (Bobak, 2006).

Nadi merupakan indicator kerja jantung, jika terjadi masalah pada kerja jantung, maka dapat diketahui dari frekuensi nadi. Nilai normal frekuensi nadi pada neonatus adalah 120-160 kali/menit (Bobak, 2006).

Termoregulasi, regulasi panas tubuh merupakan hal yang paling kritis terhadap ketahanan hidup bayi. Meskipun kapasitas produksi panas bayi cukup memadai, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya kehilangan panas berlebihan. Faktor predisposisi tersebut adalah 1) Area permukaan kulit bayi yang luas memudahkan kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan, meskipun sebagian dapat dikompensasi oleh posisi fleksi, 2) tipisnya lapisan subkutis bayi merupakan isolasi yang buruk untuk mempertahankan suhu dan 3) Mekanisme bayi untuk menghasilkan panas tidak bisa dengan respon menggigil, tetapi menghasilkan panas dengan nonshivering thermogenesis, yang mencakup peningkatan metabolisme dan kebutuhan oksigen (Wong, 2009).

Suhu tubuh bayi yang meningkat akan menyebabkan metabolisme dalam tubuh juga akan meningkat. Peningkatan metabolisme membutuhkan jumlah kadar oksigen yang juga akan meningkat, karena suhu tubuh khususnya jika bayi prematur mengalami demam akan menurunkan saturasi oksigen (MacGregor, 2008). Suhu tubuh inti atau biasa disebut suhu aksilar pada bayi termasuk BBLR bervariasi sesuai dengan periode reaktivitas, namun biasanya berkisar 36,5˚C sampai dengan 37,5˚C (Bobak, 2006).

(6)

60 Ada beberapa posisi tidur bayi antara lain adalah terlentang (supine), miring kanan atau miring kiri (lateral), tengkurap (prone). Posisi yang paling umum digunakan pada bayi adalah adalah posisi supine, karena pada umumnya posisi ini dianggap paling aman (Potter & Perry, 2009).

Posisi prone adalah posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen dan posisi badan telungkup (Wong, 2009). Pendapat lain mengemukakan bahwa “Posisi prone pada bayi merupakan posisi yang sangat menghemat energi, karena posisi ini akan menurunkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi supine. Hal ini disebabkan karena posisi prone, kaki bayi fleksi sehingga menurunkan metabolisme tubuh akibatnya terjadi penurunan kehilangan panas (Hegner & Cadwel, 2003). Dengan meletakkan bayi pada posisi prone, gravitasi dapat menarik lidah ke anterior sehingga jalan nafas lebih baik, dengan demikian udara dapat masuk keparu-paru, alveoli dan keseluruh jaringan tubuh. Posisi yang terbaik untuk bayi adalah posisi fleksi. Posisi fleksi tersebut hanya didapatkan pada posisi prone. Tujuan memposisikan prone pada bayi dengan BBLR adalah untuk 1) meningkatkan oksigenasi, 2) meningkatkan mekanika pernapasan, 3) homogenisasi gradient tekanan pleura, inflasi alveolar dan distribusi ventilasi, 4) meningkatkan volume paru-paru dan mengurangi jumlah area paru yang mengalami aktelektasis, 5) memfasilitasi kelancaran sekresi dan 6) untuk mengurangi cidera paru akibat penggunaan ventilator (Pelosi, Brazzi dan Gattinoni, 2002).

Posisi supine adalah posisi yang sering digunakan pada bayi normal maupun bayi dengan perawatan di rumah sakit. Posisi terlentang atau supine pada bayi adalah posisi yang berlawanan dengan posisi prone. Posisi supine pada bayi merupakan posisi yang sangat membutuhkan energi berlebih, karena posisi ini akan meningkatkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi prone. Hal ini disebabkan karena posisi supine, kaki bayi dalam kondisi ekstensi, sehingga berdampak terhadap peningkatan metabolisme tubuh, akibatnya terjadi peningkatan kehilangan panas (Hegner & Cadwel, 2003).

Metode Penelitian

(7)

61 Untuk memilih sampel penelitian menggunakan Consecutive sampling. Dalam menentukan sampel kelompok intervensi prone dan supine, dari sampel yang memenuhi kriteria dilakukan random sampel yang mendapatkan random nomor ganjil maka dimasukan anggota kelompok intervensi prone dan pada sampel yang mendapatkan random nomor genap maka dimasukan anggota kelompok intervensi supine, dengan sampel 17 BBLR setiap kelompok, sihingga total sampel adalah 34 BBLR.

Penelitian ini dilakukan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R.Syamsudin,SH. Kota Sukabumi.dan dilakukan dalam waktu 6 bulan, yang dimulai dari tanggal 04 Maret sampai dengan tanggal 31 Agustus 2013 .

Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen pengkajian yang meliputi karakteristik, nadi, respirasi dan suhu, yang dirancang sendiri oleh peneliti baik untuk posisi prone maupun supine.

Pada tahap ini peneliti melakukan pengambilan data pada 2 kelompok intervensi prone dan supine , secara simultan dalam artian jika pada waktu bersamaan mendapatkan BBLR yang sesuai dengan kriteria penelitian pada kelompok posisi prone dan supine , maka peneliti melakukan pengukuran dan perlakuan secara bergantian, agar masing-masing responden terpantau dengan baik.

Pada kelompok intervensi posisi prone melakukan pengukuran nadi, respirasi, suhu, memberikan posisi prone selama 20 menit (pemantauan ketat selama perlakuan), kemudian melakukan pengukuran secara berurutan nadi, respirasi dilanjutkan pengukuran suhu, memberikan posisi supine.

Pada kelompok posisi supine

Melakukan pengukuran nadi, respirasi, suhu, memberikan posisi supine selama 20 menit (pemantauan ketat selama intevensi), kemudian melakukan pengukuran nadi, respirasi, suhu, memberikan posisi miring kanan dan semua data didokumentasikan pada instrument.

1. Analisa Deskriptif

(8)

62 variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan nilai rerata, median ,simpangan baku dan nilai maksimum-minimum.

2. Analisa Inferens

Dalam penelitian ini analisis inferens untuk menguji hipotesis pengaruh intervensi terhadap Berat Bayi Lahir Rendah dilakukan dengan menggunakan uji T 2 sampel independen sedangkan untuk menguji hipotesis perbedaan pengaruh antar intervensi menggunakan uji t 2 sampel berpasangan.

Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dan didapatkan data mengikuti distribusi yang normal.

Untuk menguji perbedaan pengaruh dua kelompok intervensi maka digunakan uji t 2 sampel independen.

Hasil Penelitian

1. Analisis Data Karakteristik Responden

Hasil analisis data karakteristik responden Berdasarkan Usia, Berat Badan Lahir dan Panjang Badan Lahir baik yang dikenai perlakuan posisi prone dan supine didasarkan pada nilai mean, median, simpangan baku, nilai minimal dan nilai maksimal dapat terlihat pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1

Distribusi Responden berdasarkan Usia, Berat Badan Lahir dan Panjang Badan Lahir N = 34

Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada kelompok intervensi prone nilai rerata usia 30.88 jam, median 30.00 jam, simpangan baku 4.14 dan nilai maksimal-minimal adalah 26-38

(9)

63 jam, sedangkan pada kelompok intervensi supine nilai rerata 30.47 jam, median 29.00 jam , simpangan baku 5.25 dan nilai maksimal-minimal 24-44 jam.

Pada tabel 4.1 ini juga dapat terlihat rerata berat bayi lahir pada kelompok intervensi prone 2.015 gram, midian 2.000 gram, simpangan baku 0.25 dan nilai maksimal-minimal 1650-2400 gram, sedangkan pada kelompok intervensi supine nilai rerata 1.998 gram, median 2.050 gram, simpangan baku 0.33 dan nilai maksimal - minimal adalah 1500-2425 gram.

Demikian juga terlihat pada tabel 4.1 bahwa rerata panjang badan responden pada kelopok intervensi prone 44.00 cm, median 44.00 cm, simpangan baku 1.69 dan nilai maksimal-minimal adalah 38-47 cm, sedangkan pada kelompok inervensi supine dengan nilai rerata 42.38 cm, median 42.00 cm, simpangan baku 2.63 dan nilai maksimal-minimal 38-47 cm.

a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin baik yang dikenai perlakuan posisi prone dan supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase, selengkapnya dijelaskan pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelami N = 34

Terlihat pada tabel 4.2 bahwa dari kedua kelompok intervensi, responden sebagian besar dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 64.7% kelompok intervensi prone dan 52.9% pada kelompok intervensi supine.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Gestasi baik yang dikenai perlakuan posisi prone dan perlakuan posisi supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase.

(10)

64 Hasil selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Gestasi

N = 34

Pada tabel 4.3 dapat terlihat bahwa masa gestasi pada kedua kelompok intervensi sebagian besar dengan masa gestasi 34-35 minggu sebesar 47.1% pada kelompok intervensi prone dan 41.2% pada kelompok intervensi supine.

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Persalinan baik yang dikenai perlakuan posisi prone dan posisi supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase diuraikan pada tabel 4.4 berikut

Perlakuan Masa Gestasi

Frekuensi %

Posisi

Prone

28-29 0 0.0

29-30 1 5.9

31-32 1 5.9

32-33 1 5.9

33-34 2 11.8

34-35 8 47.1

35-36 4 23.5

Jumlah 17 100.0

Posisi

Supine

28-29 1 5.9

29-30 1 5.9

31-32 2 11.8

32-33 1 5.9

33-34 1 5.9

34-35 7 41.2

35-36 4 23.5

(11)

65 Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan

N = 34

Pada tabel 4.4 diketahui bahwa dari 17 responden baik pada kelompok posisi prone dan posisi supine keduanya sebagian besar dengan jenis persalinan spontan. Jika dibandingkan antara kelompok posisi prone dan kelompok posisi supine masih lebih banyak kelompok posisi prone untuk jenis persalinan spontan yaitu dengan 94.1% dan supine 76.5 %.

d. Hasil uji normalitas data nadi, respirasi dan suhu sebelum dan sesudah intervensi prone dan supine sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan menggunakan dapat dijelaskan pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5

Hasil Uji Normalitas Data Nadi, Respirasi dan Suhu Sebelum dan Sesudah Intervensi

(12)

66

Suhu 0.152 Nolmal

Supine

Sebelum

Nadi 0.616 Nolmal

Respirasi 0.438 Nolmal

Suhu 0.114 Nolmal

Sesudah

Nadi 0.897 Nolmal

Respirasi 0.158 Nolmal

Suhu 0.114 Nolmal

Berdasarkan Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa hasil uji normalitas data nadi, respirasi dan suhu sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok intervensi menghasilkan nilai p-value semuanya >0.005, hal ini menunjukkan bahwa semua data baik sebelum dan sesudah intervensi mengikuti distribusi normal.

e. Gambaran nadi, respirasi dan suhu sebelum dilakukan intervensi pada kedua kelompok intervensi prone dan kelompok intervensi supine sebelum dilakukan intervensi, selengkapnya hasil analisis terdapat pada tabel 4.6 sebagai berikut :

Tabel 4.6

Distribusi Nadi, Respirasi dan Suhu Responden

Sebelum Dilakukan Intervensi

N = 34

Variabel Kelompok

Intervensi Mean Median SD Min-Mak

Nadi Prone 154.59 151.00 8.80 143-167

Supine 150.71 150.00 5.25 143-160

Respirasi Prone 53.59 52.00 9.51 40-68

Supine 48.94 47.00 5.89 40-60

Suhu Prone 37.05 37.10 0.31 36.3-37.6

Supine 37.06 36.90 0.46 36.8-37.3

(13)

masing-67 masing 154.59 kali/menit, 151.00 kali/menit dan 8.80. Sedangkan pada kelompok posisi supine memiliki nadi minimal 143 kali/menit dan maksimal 160 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 150.71 kali/menit, 150.00 kali/menit dan 5.25.

Berdasarkan Tabel 4.6 juga memperlihatkan bahwa untuk posisi prone memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 68 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 53.59 kali/menit, 52.00 kali/menit dan 9.51, sedangkan pada posisi supine memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 48.94 kali/menit, 47.00 kali/menit dan 5.89.

Pada Tabel 4.6 juga memperlihatkan bahwa untuk posisi prone memiliki suhu minimal 36.3ºC dan maksimal 37.6ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 37.05ºC, 37.1ºC dan 0.31, sedangkan pada intervensi supine memiliki suhu minimal 36.8 ºC dan maksimal 38.8ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 37.06ºC, 36.9ºC dan 0.46.

f. Gambaran Nadi, Respirasi dan Suhu Setelah Dilakukan Intervensi pada BBLR dapat dilihat pada Table 4.7 berikut ini :

Tabel 4.7

Distribusi Nadi, Respirasi dan Suhu Responden Setelah Dilakukan Intervensi

N = 34

Variabel Kelompok

Intervensi

Mean Median SD Min-Mak

Nadi

Prone 149.71 148.00 7.51 140-160

Supine 152.12 151.00 6.99 143-165

Respirasi

Prone 50.24 51.00 8.93 38-66

Supine 50.24 49.00 7.28 40-60

Suhu

Prone 37.02 37.10 0.30 36.3-37.5

Supine 36.94 36.90 0.122 36.8-37.3

(14)

68 kali/menit dan maksimal 165 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 152.12 kali/menit, 151.00 kali/menit dan 6.99.

Berdasarkan Tabel 4.7 juga memperlihatkan pada posisi prone memiliki respirasi rate minimal 38 kali/menit dan maksimal 66 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 50.24 kali/menit, 51.00 kali/menit dan 8.93, sedangkan pada posisi supine memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata dan simpangan baku masing-masing 50.24 kali/menit, 49.00 kali/menit dan 7.28.

Pada Tabel 4.7 juga memperlihatkan bahwa posisi prone memiliki suhu minimal 36.3ºC dan maksimal 37.5ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 37.02ºC, 37.10ºC dan 0.30, sedangkan pada kelompok posisi supine memiliki suhu minimal 36.8ºC dan maksimal 37.3ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 36.9ºC, 36.90ºC dan 0.122.

g. Perbedaan Efek Posisi Prone dan Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi dan Suhu Responden

Sebelum dijelaskan hasil analisa perbedaan efek posisi prone dan supine terhadap nadi, respirasi dan suhu BBLR, maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengaruh efek dari kedua intervensi sebagaimana dijelaskan pada tabel 4.8 berikut ini :

Tabel 4.8 Perbedaan Efek Sebelum dan Sesudah Posisi Prone dan Efek Sebelum dan Sesudah Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi dan Suhu Responden N = 34

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji hipotesis Efek Posisi Prone Terhadap Nadi p-value 0.001. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) secara signifikan ditolak yang memiliki makna

(15)

Inter-69 terdapat efek posisi prone terhadap nadi, dengan nilai indeks korelasi 0.947 menunjukkan terdapat efek yang sangat kuat posisi prone terhadap nadi.

Pada Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji hipotesis Pengaruh Posisi Prone Terhadap Respirasi Rate menghasilkan p-value 0.001. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) secara signifikan ditolak yang memiliki makna terdapat efek posisi prone terhadap respirasi rate, dengan nilai indeks korelasi 0.944 menunjukkan terdapat efek yang sangat kuat posisi prone terhadap respirasi rate.

Berdasarkan Tabel 4.8 juga menunjukkan hasil uji hipotesis Efek Posisi Prone Terhadap Suhu menghasilkan p-value 0.056. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek posisi prone terhadap suhu.

Demikian juga Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji hipotesis Efek Posisi Supine Terhadap Nadi menghasilkan p-value 0.058. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek posisi supine terhadap nadi.

Pada Tabel 4.8 juga menunjukkan hasil uji hipotesis pengaruh posisi supine terhadap respirasi rate menghasilkan p-value 0.085. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek posisi supine terhadap respirasi rate.

Tabel 4.8 juga menunjukkan hasil uji hipotesis efek posisi supine terhadap suhu menghasilkan p-value 1.000. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek posisi supine terhadap suhu.

Adapun hasil analisis perbedaan selisih efek posisi prone dan supine terhadap nadi, respirasi dan suhu BBLR akan dijelaskan pada tabel 4.9 berikut ini.

(16)

70 Tabel 4.9 menunjukkan bahwa hasil Uji Levene menghasilkan p-value 0.611 yang memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.001 pada uji t independen memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak yang menunjukkan terdapat perbedaan efek antara posisi prone dengan posisi supine terhadap Nadi.

Tabel 4.9 juga menunjukkan bahwa hasil Uji Levene menghasilkan p-value 0.976 yang memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.056 pada uji t independen memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang berarti menunjukkan tidak terdapat perbedaan efek antara posisi prone dengan posisi supine terhadap Respirasi Rate.

Pada Tabel 4.9 menunjukkan juga bahwa berdasarkan hasil Uji Levene menghasilkan p-value 0.102 yang memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.206 pada uji t independen memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang berarti menunjukkan tidak terdapat perbedaan efek antara posisi prone dengan posisi supine terhadap Suhu.

Interprestasi dan Diskusi

1. Karakteristik Responden

a. Usia, berat bayi lahir dan panjang lahir

Rerata usia responden pada kelompok intervensi prone yaitu 30.88 jam dan 30.47 jam pada kelompok intervensi supine. Rentang usia pada kelompok prone antara 26 hingga 38 jam dan pada kelompok supine antara 24 hingga 44 jam. Bobak (2006) menyatakan usia bayi lebih dari 24 jam sudah melewati masa reaktifitas tahap dua, sehingga secara fisiologis bayi sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan luar rahim.

(17)

71 Pada penelitian ini rerata panjang badan responden adalah 44.00 cm pada kelompok intervensi prone dan 42.38 cm pada kelompok intervensi supine. Panjang badan ini sesuai yang dikemukakan Bobak (2006) bahwa panjang badan bayi prematur dari kepala sampai ujung tumit kurang dari 45 cm. Panjang badan merupakan salah satu indicator pertumbuhan janin/bayi dalam rahim, semakin baik pertumbuhan janin tentu saja panjang badan akan sebanding dengan berat badan. Pada penelitian ini peneliti menetapkan kriteria inklusi BBLR dengan premature murni, sehingga panjang badan responden rerata tidak jauh berbeda dengan literatur.

b. Jenis kelamin

Proporsi laki-laki dari kedua kelompok intervensi lebih besar dibandingkan dengan perempuan dalam penelitian ini, pada kelompok intervensi prone jenis kelamin laki-laki 64.7% dan pada kelompok intervensi supine 52.9%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena penelitian tidak berdasarkan randomisasi jenis kelamin, sehingga memungkinkan jenis kelamin tertentu bisa lebih banyak/sedikit atau sama bisa terjadi. Peneliti belum menemukan literature bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya BBLR.

c. Masa Gestasi

Masa gestasi pada kedua kelompok intervensi sebagian besar dengan masa gestasi 34-35 minggu sebesar 47.1% pada kelompok intervensi prone dan 41.2% pada kelompok intervensi supine, tetapi jika dibandingkan pada kedua kelompok didapatkan kelompok intervensi prone lebih banyak pada masa gestasi 34-35 minggu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Heimann (2009) pada masa gestasi rerata 28 minggu dengan masa gestasi responden antara 24-32 minggu. Hasil penelitian sesuai dengan Bobak (2006) persalinan

prematur adalah pesalinan pada usia kehamilan 20-37 minggu. Mengamati usia gestasi pada

kedua penelitian tersebut masih dalam batas usia gestasi bayi prematur. d. Jenis Persalinan

Pada penelitian ini diketahui bahwa dari 17 responden baik pada kelompok posisi prone dan kelompok posisi supine keduanya lebih banyak dengan jenis persalinan spontan. Jika dibandingkan antara kelompok posisi prone dan kelompok posisi supine masih lebih banyak

(18)

72 Hal ini sesuai dengan (Bobak, 2006) bahwa bayi dengan berat badan lebih kecil akan lahir dengan persalinan spontan. Sebagian kecil responden dengan jenis persalinan seksio caesar hal tersebut didukung oleh Short, Gray dan Dodge (2010) bahwa persalinan seksio caesar diperlukan sekalipun pada bayi kecil apabila terjadi kelainan obstetric.

1. Gambaran Nadi, Respirasi dan Suhu Sebelum Dilakukan Intervensi

Pada penelitian ini hasil pengukuran nadi untuk posisi prone memiliki nadi minimal 143 dan maksimal 167 dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 154.59, 151.00 dan 8.80. Sedangkan pada kelompok posisi supine memiliki nadi minimal 143 dan maksimal 160 dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 150.71, 150.00 dan 5.25. Hasil ini sesuai dengan Bobak (2006) bahwa denyut nadi bayi baru lahir tanpa memperhitungkan masa gestasi, berkisar antara 140-180 kali/menit. Pada responden kelompok posisi prone memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 68 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 53.59 kali/menit, 52.00 kali/menit dan 9.51, sedangkan untuk posisi supine memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 48.94 kali/menit, 47.00 kali/menit dan 5.89. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suek (2012) memiliki rerata frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi prone masing-masing adalah 34.16 kali/menit dan 32.35 kali/menit (SD: 6.36; 95% CI: 30.64-37.69). Kedua penelitian ini rerata respisai ratenya dalam batas fisiologi.

Nilai maksimal-minimal, Rerata, median dan simpangan baku untuk suhu tubuh BBLR sebelum dilakukan intervensi pada kelompok posisi prone masing-masing 36.3-37.6ºC, 37.05ºC, 37.10ºC dan 0.31, sedangkan pada kelompok intervensi supine nilai maksimal-minimal, rerata, median dan simpangan baku masing-masing 36.8-37.3ºC, 37,06ºC, 36.90ºC dan 0.46.

(19)

73 Hal ini terjadi kesamaan dimungkinkan karena sampelnya sama-sama bayi prematur dan dirawat dengan inkubator. Suhu ruang inkubator selalu diatur antara 36ºC sampai dengan 36,5ºC, hal ini cara efektif untuk mempertahankan suhu yang diinginkan pada bayi Blake dan Murray (1998, dalam Wong, 2009:291).

2. Gambaran Nadi, Respirasi dan Suhu Setelah Dilakukan Intervensi

Setelah dilakukan intervensi pada kelompok prone memiliki nadi minimal 140 kali/menit dan maksimal 160 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 149.71 kali/menit, 148.00 kali/menit dan 7.51, sedangkan pada kelompok posisi supine memiliki nadi minimal 143 kali/menit dan maksimal 165 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 152.12 kali/menit, 151.00 kali/menit dan 6.99.

Pada kelompok posisi prone memiliki respirasi rate minimal 38 kali/ menit dan maksimal 66 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 50.24 kali/menit, 51.00 kali/menit dan 8.93, sedangkan pada posisi supine didapatkan respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 50.24 kali/menit, 49.00 kali/menit dan 7.28.

Setelah dilakukan intervensi posisi prone mendapatkan hasil suhu minimal 36.3ºC dan maksimal 37.5ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 37.02ºC, 37.10ºC dan 0.30, sedangkan untuk posisi supine memiliki suhu minimal 36.8 dan maksimal 37.3ºC dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 36.94ºC, 36.90ºC dan 0.122.

Dari ketiga variable tersebut setelah dilakukan intervensi memiliki hasil dalam batas normal, sesuai dengan Bobak (2006) bahwa pola respirasi dangkal dan tidak teratur berkisar antara 30 sampai 60 tarikan napas per menit pada neonatus merupakan hal fisiologi, demikian juga disebutkan bahwa suhu tubuh inti atau biasa disebut suhu aksilar pada bayi termasuk BBLR bervariasi sesuai dengan periode reaktivitas, namun biasanya berkisar 36,5˚C sampai dengan 37,5˚C dan nilai normal frekuensi nadi pada neonatus adalah 120-160 kali/menit. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bayuningsih (2011) rereta nadi 146.87 kali/menit pada kelompok control, 137.93 kali /menit pada kelompok intevensi dan rerata suhu 36.67ºC pada kelompok control serta 36.55 pada kelompok intervensi. Hasil penelitian keduanya sama dimungkinkan karena fisiologisnya sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan.

(20)

74 3. Efek Posisi Prone dan Supine terhadap Nadi, Respirasi dan Suhu Setelah Dilakukan

Intervensi

Setelah dilakukan intervensi pada dua kelompok, uji hipotesis Efek Posisi Prone Terhadap Nadi menghasilkan p-value 0.001. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) secara signifikan ditolak yang memiliki makna terdapat efek posisi prone terhadap nadi, dengan nilai indeks korelasi 0.947 menunjukkan terdapat efek yang sangat kuat posisi prone terhadap nadi. Hal ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Maynard, Bignall dan Kitchen (2000) penelitiannya pada bayi prematur tanpa menggunakan ventilator, dengan memberikan posisi prone selama 20 menit, hasil penelitiannya didapatkan rerata frekuensi nadi dengan perlakukan prone lebih kecil dibandingkan dengan sebelum diberikan posisi prone dengan nilai p value 0,0008 diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi nadi pada posisi prone. Hasil penelitian ini sama karena sampel dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu tanpa menggunakan ventilator dan yang peneliti lakukan pada BBLR dengan masa gestasi antara 28-29 sampai dengan 35-36 minggu juga tanpa ventilator.

(21)

75 Kedua peneliti ini mengambil sampel pada bayi premature dengan menggunakan ventilator, sehingga sampelnya dengan gangguan pernapasan dan dalam pemantauannya dengan melihat hasil pada monitor, tetapi yang peneliti lakukan dengan menghitung pernapasan secara manual. Uji hipotesis Efek Posisi Prone Terhadap Suhu menghasilkan p-value 0.056. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek posisi prone terhadap suhu. Suhu tubuh bayi dapat dipengruhi oleh beberapa factor antara lain lingkungan, patologi, cairan. Uji hipotesis Efek Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi dan Suhu menghasilkan masing-masing p-value 0.058, 0.085 dan 1.000. Dari ketiga hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek posisi supine terhadap nadi, respirasi dan suhu BBLR. Hasil ini tidak sesuai literature yang menyatakan bahwa, “ Posisi supine pada bayi merupakan posisi yang sangat membutuhkan energi berlebih, karena posisi ini akan meningkatkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi prone, hal ini disebabkan karena posisi supine, kaki bayi dalam kondisi ekstensi, sehingga berdampak terhadap peningkatan metabolisme tubuh, akibatnya terjadi peningkatan kehilangan panas (Hegner & Cadwel, 2003). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maynard, Bignall dan Kitchen (2000) penelitiannya pada bayi premature tanpa menggunakan ventilator, dengan memberikan posisi supine pada kelompok kontrol selama 20 menit, hasil penelitiannya didapatkan rerata frekuensi nadi 161.94 kali/menit, hasil ini dinyatakan lebih besar dengan hasil rerata pada posisi prone 157.51 kali per menit, pada hasil penelitiannya juga dinyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna antara sesudah dan sebelum dilakukan intervensi pada kelompok kontrol pada nadi.

(22)

76 4. Perbedaan Selisih Efek Posisi Prone dan Posisi Supine Terhadap Nadi, Respirasi

dan Suhu BBLR

Pada nadi menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Uji Levene menghasilkan p-value 0.611 yang memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.001 pada uji t independen memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak yang berarti menunjukkan terdapat perbedaan efek antara posisi prone dengan posisi supine terhadap Nadi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Maynard, Bignall dan Kitchen (2000) penelitiannya pada bayi premature tanpa menggunakan ventilator, dengan memberikan posisi prone selama 20 menit, dan hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol hasil penelitiannya didapatkan rerata frekuensi nadi dengan perlakukan prone lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,0008 diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi nadi posisi prone dan posisi supine.

Hasil penelitian ini juga didukung hasil penelitian Louis at all. (2004) yang melakukan penelitian pada sampel 29 bayi dengan rerata berat bayi 1.915 gram ± 939, rerata masa gestasi 36 minggu ± 2, dengan hasil kekuatan denyut nadi posisi supine rerata 32.60 dan min-mak (23.12-59.90) yang secara signifikan lebih tinggi dari pada posisi prone rerata 25.87 dan min-mak (14.94, 35.57) dan menyimpulkan bahwa posisi prone berpengaruh terhadap penurunan kekuatan denyut nadi.

Pada respirasi dan suhu hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Uji Levene menghasilkan p-value masing-masing adalah 0.976 dan 0.102 yang memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.056 dan 0.206 pada uji t independen memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang berarti menunjukkan tidak terdapat perbedaan efek antara posisi prone dengan posisi supine terhadap respirasi rate dan suhu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suek (2011), dengan sampel 15 bayi diberikan posisi prone dan posisi supine pada 15 bayi kelompok kontrol, menyatakan bahwa tidak ada perbedaan respirasi antara kelompok kontrol dan kelompok inervensi sesudah dilakukan perlakuan dengan nilai p- 0.209.

(23)

77 Beberapa faktor predisposisi terjadinya kehilangan panas berlebihan pada neonates menurut (Wong, 2009) adalah 1) Area permukaan kulit bayi yang luas memudahkan kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan, meskipun sebagian dapat dikompensasi oleh posisi fleksi, 2) Tipisnya lapisan subkutis bayi merupakan isolasi yang buruk untuk mempertahankan suhu dan 3) Mekanisme bayi untuk menghasilkan panas tidak bisa dengan respon menggigil, tetapi menghasilkan panas dengan nonshivering thermogenesis, yang mencakup peningkatan metabolisme dan kebutuhan oksigen.

Simpulan

Terdapat efek yang bermakna dengan nilai p- value < alpa pada nadi dan respirasi, tetapi tidak ada efek yang bermakna pada suhu dengan p-value > alpa pada posisi prone, sedangkan pada posisi supine pada nadi, respirasi dan suhu mempunyai nilai p- value > alpa. Terdapat perbedaan efek posisi prone dan supine pada nadi dengan p- value < alpa, tetapi tidak ada perbedaan efek pada respirasi dan suhu dengan p- value > alpa.

Saran

(24)

78 DAFTAR PUSTAKA

Alligood M.R., & Tomey, A.M. (2006). Nursing Theorists and Their Work, 6 Ed, USA: Mosby Inc.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta. Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., alih bahasa Meiliya, Wahyuningsih, dan Yulianti (2009).

Praktik Keperawatan Klinis. EGC, Jakarta.

Bobak, (2006). Maternity Women’s Health Care, St. Louis : Missouri Mosby Inc. Budiman, (2011). Penelitian Kesehatan Buku Pertama, PT Refika Aditama , Bandung.

Burn, N., & Grove, S. K., (2009). Understanding Nursing Research, Philadelphia W.B.Saunders Company.

Candra, B. (2010). Biostatistik Untuk Kedokteran & Kesehatan, EGC, Jakarta.

Cooper, L. G. at al. (2007). Impact of a family-centered care initiative on NICU care, staff and families, Journal of Perinatology, 27, S32–S37.

Dahlan, S.M.,(2008). Langkah- langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan, CV. Sagung Seti, Jakarta.

Depkes. RI, (2000). Millenium development goals (MDGs), Departemen Kesehatan Republik Indonesia , Jakarta.

Dharma, K. K., (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan, Jakarta : TIM.

Jane W.B., Ruth C. & Bindler, (2003). Pediatric Nursing Caring For Children, Wasihington.

Helmann, K. at al. , (2009). Impact of Skin to Skin Care, Prone and Supine Positioning on

Cardiorespiratory Parameters and Thermoregulation in Premature Infants, European Respiratory Jurnal,20(10),1017-1028.

Hidayat, (2009). Metode Penelitian Dan Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta.

Jarus, T. at al. , (2011). Infant Behavior and Development Effects of prone and supine positions on sleep state and stress responses in preterm infants, Neonatology Jurnal 34 (2011) 257–263.

Jean, M. et al, (2004). Power Spectral Analysis of Heart Rate in Relation to Sleep position, Jurnal ,Biology of the Neonate; 2004; 86, 2; ProQuest pg. 81

(25)

79 Kemenkes RI, (2010). Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak ,Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia , Jakarta.

Krisnadi, S. R., Effendi, J. S. dan Pribadi, A. (2009). Prematuritas, PT Refika Aditama, Bandung.

Kusumaningrum, A. (2011). Prone position in acute respiratory distress syndrome , International Jurnal of Pablic Health Research Special Issu, pp (20-24).

---, (2011). The Effect of Prone Position on Fio2 Level in Premature Baby Who Received Ventilator, Jurnal of Pablic Health Research Special Issu, pp ( 20-24).

Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, (2013). Pedoman Penulisan Dan Petunjuk Pembuatan Tesis, STIKES A.Yani, Cimahi.

MacGregor,J., (2008). Introduction to the anatomy and physiology of children: A guid for student of nursing, child care and health, New York.

May,K.A. & Mahimesh,L.R., (2004). Maternal & neonatal nursing family centered care, JB Lippincot, Co, Pennsylania.

Maynard, V. Bignall, S., & Kitchen,S. (2000). Effec of Positioning on Respiratory Synchrony in Ventilated Pre-term Infant. Physiotherapy Research International, 5(2), 96-110.

Miyata, S. at al., (2012). The Effek of the Prone Potition on the Psysiological Function in Healthy Students. The Open General and Medicine Journal, 2012(5), 9-12.

Muscari, M. E. (2001). Advanced Pediatric Clinical Assessment Skill and Procedures, Lippincott, Philadelphia New York.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Pelosi, P,. Brazzi, L., & Gattinoni, L. (2002). Prone position in acut respiratory distress syndrom. European Respiratory Jurnal,20(10),1017-1028.

Potter, P. A. & Perry, A. G. alih bahasa Asih dkk, (2009). Buku ajar fundamental keperawatan; terjemahan. EGC , Jakarta.

Reeder, Martin, Griffin, alih bahasa Afiyanti, Rachmawati, Djuwitaningsih, (2012). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga, Ed.18, EGC, Jakarta. Relvas, M.S., Silver, P.C., & Sagy, M., (2003). Prone Positioning of Pediatric Patients with

ARDS Results in Improvement in Oxygenation if Maintained > 12 h daily. CHEST Journal, 124, 269-274.

(26)

80 Short, Gray, Dodge, alih bahasa Erik Gultom, (2010). Sinopsis Pediatri, Binarupa Aksara,

Tangerang.

Suek, D., O. (2012). Pengaruh Pemberian Posisi Pronasi Terhadap Status Hemodinamik Anak Yang Menggunakan Ventilasi Mekanik di Ruang PICU RSAB Harapan Kita Jakarta, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

Wong, D, L. at al., (2009). Wong’s Essetials of Pediatric Nursing, (6th edition), Missouri : Mosby Inc.

Ishikawa, T. at al., (2002). Prone Position Increases Collapsibility of the Passive Pharynx in Infants and Small Children. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine,166 (5),

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
+5

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena yang terjadi di lingkungan kampus Universitas Negeri Surabaya khususnya di jurusan Pendidikan Geografi menunjukkan bahwa mahasiswa yang aktif di dalam

Terkait hal tersebut membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang proses produksi buis beton berdasarkan tinjauan ekonomi Islam

Sedikitnya jumlah ektoparasit yang ditemukan pada ikan bandeng ukuran kecil maupun ikan bandeng ukuran besar diduga karena kegagalan parasit dalam menyerang,

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation terhadap hasil belajar dribbling sepakbola

Persepsi dari masyarakat terhadap pengembangan ekowisata diketahui bahwa seluruh masyarakat menyatakan tidak keberatan apabila di Desa Huta Ginjang dikembangkan

Hal ini dapat disebabkan oleh jenis tanaman atau tumbuhan yang terdapat di kedua lokasi ini memiliki kemiripan yang lebih besar sebagai tempat mencari makan ataupun untuk

...laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut diatas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang materil...Grup mengalami defisit sebesar Rp 1.213.491.601.495...hal-hal

Soal tersebut digunakan untuk memperoleh data tes awal dan tes akhir siswa sehingga mendeskripsikan bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif