2062
DAMPAK FLUKTUASI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK DAN
NILAI TUKAR RIIL TERHADAP TINGKAT INFLASI DI
INDONESIA PERIODE TAHUN 2005 TRIWULAN I
–
TAHUN 2014
TRIWULAN IV
Nadia
1; Nudiatulhuda Mangun
2; Yohan
3,
Jurusan Ilmu Ekonomi dan StudiPembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo, Jalan Soekarno - Hatta, KM 9 Palu, 94118
Telp. 08114500245, e-mail: jowe.shine12@gmail.com
ABSTRAK
Fluktuasi Harga BBM dan nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar adalah 2 variabel yang dapat memberikan pengaruh bagi kondisi perekonomian. Fluktuasi harga BBM dan nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar akan memberikan dampak terhadap tingkat inflasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon yang diterima inflasi akibat fluktuasi harga BBM dan nilai tukar riil di Indonesia. Hipotesis yang diajukan adalah: (1) variabel harga BBM secara statistik berpengaruh tidak signifikan terhadap inflasi (2) variabel nilai tukar riil secara statistik berpengaruh tidak signifikan terhadap inflasi (3) variabel harga BBM secara statistik dan signifikan mempengaruhi inflasi (4) variabel nilai tukar riil secara statistik dan signifikan mempengaruhi inflasi. Data yang digunakan sesuai dengan variabel-variabel yang dibutuhkan. Data untuk variabel harga BBM jenis premium di ambil dari laporan pertamina. Data nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar diperoleh dari World Bank. Data inflasi di Indonesia diperoleh dari lembaga
penyedia data nasional (BPS) dan data inflasi Amerika diperoleh dari Consumer
Price Index US Inflation. Data pengamatan yang diambil adalah data tahun 2005 triwulan I – triwulan IV tahun 2014. Penelitian ini menggunakan VAR dan
dilanjutkan dengan VECM dan propertinya (fungsi impulse response dan
dekomposisi varian) untuk melihat respon variabel inflasi terhadap fluktuasi harga
BBM dan nilai tukar riil Rupiah. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, hanya
variabel nilai tukar riil yang berpengaruh secara statistik dan signifikan mempengaruhi inflasi. Hasil IRF menunjukan bahwa dari hasil estimasi, dapat diidentifikasi bahwa dalam jangka pendek variabel harga BBM berpengaruh negatif (-) kecuali nilai tukar riil dan signifikan terhadap pembentukan inflasi di Indonesia. Sedangkan pada jangka panjang, hanya nilai tukar yang secara statistik dan signifikan mempengaruhi inflasi di Indonesia. Dan dari hasil VD menunjukan bahwa sumber penting variasi inflasi adalah kejutan terhadap inflasi itu sendiri dengan proporsi paling besar diantara variabel lainnya yaitu 81%.
Kata kunci: Harga BBM, Nilai Tukar Riil Rupiah terhadap US Dollar, Tingkat
Inflasi, Vector AutoRegression (VAR), Vector Error Correction Model
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kenaikan harga bahan bakar minyak menjadi isu yang sangat
strategis dalam kestabilan
perekonomian baik negara maju
maupun yang sedang berkembang. Gejolak kenaikan harga minyak dunia berpengaruh terhadap beban APBN yang menanggung subsisi terhadap
konsumen bahan bakar minyak.
Permasalahan bagi pemerintah antara pilihan menanggung subsidi yang
semakin besar atau mengurangi
subsidi dengan konsekuensi depresiasi nilai Rupiah sebagai salah satu akibat dari naiknya harga BBM di dalam negeri (Triyono, 2003:156).
Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar berpengaruh pada harga barang-barang impor. Bahan impor yang penting dan sangat banyak dipergunakan oleh masyarakat adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Data Bank Indonesia memaparkan dalam empat tahun terakhir nilai tukar Rupiah terus memburuk seiring dengan kenaikan impor minyak dan gas. Pada Januari 2010, impor migas sekitar US$ 1.6 miliar dan nilai tukar Rupiah mengacu pada kurs tengah Bank Indonesia masih Rp.8.286 per US Dolar, namun sejak pertengahan 2011 impor migas rata-rata melebihi US$ 3 miliar. Bahkan pada Juli 2013 setelah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, impor minyak menembus angka US$ 4 miliar karena konsumsi BBM tetap tinggi (Sofie et al, 2014:412).
Hasil dokumenter Hendry Wijaya (Chief of Education & Training - Pojok Bursa Efek Indonesia Ukrida) dalam melihat dampak kenaikan BBM dari
data-data sebelumnya di bidang harga dan pendapatan, kebijakan pemerintah mempengaruhi kenaikan harga barang dan jasa seperti bahan bakar minyak dan memberikan tambahan laju inflasi. Pada tahun 2005 kenaikan harga BBM pertama kali dilakukan pada 1 Maret 2005 dari Rp.1.810/liter menjadi Rp.2.400/liter. Tujuh bulan kemudian pada 1 oktober 2005 pemerintah kembali menaikkan harga BBM sebesar 87,5% dari Rp.2.400/liter menjadi Rp. 4.500.liter. Pada 30 Desember 2005,
crude oil price ditutup diharga USD 61,04/barel, inflasi yang terjadi pada periode 2005 sebesar 17,11% adalah inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia (1997/1998) dan untuk menahan tingginya inflasi, maka Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan dari bulan Juli-Desember dari 8,50% ke level 12,25%. Pada akhir tahun 2005, inflasi impor juga meningkat seiring pergerakan kurs Rupiah terhadap US Dollar yang
melemah dari Rp. 9.090 ke level
Rp.9.803, sehingga terlihat adanya
Capital Flight akibat pertumbuhan inflasi yang terlalu tinggi.
Inflasi kemudian bergerak turun pada periode 2006 sebesar 6.60%. Pada tahun 2008 tepatnya 24 mei 2008, pemerintah kembali menaikkan harga BBM dari Rp. 4.500/liter ke
harga Rp.6.000/liter yang
menyebabkan peningkatan inflasi
kembali mencapai double digit ke
11,06% dan Bank Indonesia
menggunakan haknya untuk
mengintervensi pasar dengan
2064
Rp.9.433,96 ke level Rp11.235,96 pada
akhir tahun 2008. Dalam
perkembangannya setiap tahun inflasi terendah pada periode 2009 yaitu sebesar 2,78% hingga pada periode 2013 naik sebesar 8,38% yang
berdampak pada naiknya angka
kemiskinan di Indonesia.
Studi yang telah dilakukan
menunjukkan kenaikan harga BBM akan berdampak dengan meningkatnya tingkat harga yang merepresentasikan
tingkat inflasi (ceteris paribus) selama
1 bulan dan menyebabkan penurunan tingkat output selama 3 bulan (Putra, 2014). Sedangkan kenaikan nilai tukar riil akan membuat tingkat inflasi meningkat selama 5 bulan dan
menyebabkan penurunan tingkat
output selama 3 bulan. Penelitian ini dudukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suparti, (2013) dan Achasani et al (2009).
Penelitian yang dilakukan oleh
Studi Pengembangan Indikator
Ekonomi Makro (2001) mengamati perubahan nilai tukar, jumlah uang beredar dan harga BBM dalam negeri
yang dijadikannya sebagai leading
indikator yang cukup baik untuk
menaksir laju inflasi bulanan.
Penelitian ini menemukan bahwa setiap kenaikan 1% harga BBM akan memberikan tambahan inflasi sekitar 0,085%.
Yunus (2013) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di
Indonesia, dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel jumlah uang beredar, harga minyak dunia, subsidi BBM, dan tingkat suku bunga
riil secara simultan mempunyai
pengaruh signifikan terhadap inflasi. Secara parsial, hanya jumlah uang
beredar berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Inflasi, sedangkan harga minyak dunia dan tingkat suku bunga riil berpengaruh negatif dan signifikan dan untuk variabel subsidi
BBM tidak berpengaruh secara
signifikan, penelitian ini didukung beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Langi et al (2014) dan Nizar (2012).
Rumusan pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana respon atau reaksi
yang diterima inflasi saat terjadi fluktuasi terhadap seluruh variabel yaitu harga bahan bakar minyak jenis premium dan nilai tukar riil Rupiah/US Dollar pada tahun 2005 triwulan I sampai dengan tahun 2014 triwulan IV?
2. Bagaimana varian dekomposisi
atas perubahan nilai variabel Inflasi yang disebabkan oleh fluktuasi dari variabel harga bahan bakar minyak jenis premium dan nilai tukar riil Rupiah/US Dollar pada tahun 2005 triwulan I
sampai dengan tahun 2014
triwulan IV?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis respon inflasi atas
dampak suatu goncangan (shock)
terhadap seluruh variabel pada tahun 2005 triwulan I sampai tahuan 2014 triwulan IV.
2. Menganalisis dekomposisi varian
digunakan untuk menghitung dan
menganalisis seberapa besar
pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variabel
endogen atau berapa besar
variabel itu sendiri dan goncangan dari variabel lain yaitu harga BBM dan nilai tukar riil pada tahun 2005 triwulan I sampai dengan tahun 2014 triwulan IV.
Manfaat Penelitian
1. Bagi pengembangan keilmuan
yaitu menambah pengetahuan dari
segi ilmu ekonomi yang
membahas seputar pengaruh
harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia.
2. Bagi kalangan akademis dan
mahasiswa, sebagai bahan
referensi yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang masalah ini secara lebih luas dan mendalam.
KAJIAN PUSTAKA Harga Minyak Dunia
Jumlah permintaan (quantity
demanded) dari suatu barang adalah jumlah barang yang rela dan mampu dibayar oleh pembeli. Banyak hal yang mempengaruhi jumlah perintaan barang, tetapi ketika kita menganalisis bagaimana pasar bekerja, salah satu penentunya adalah harga barang itu sendiri. Karena jumlah permintaan akan jatuh seiring dengan naiknya harga dan akan meningkat seiring turunnya harga, dapat dikatakan
bahwa jumlah permintaan
berhubungan negatif terhadap harga. Variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan suatu barang selain harga, yaitu pendapatan, harga barang-barang terkait, selera, harapan, dan jumlah pembeli.
Jumlah penawaran (quantity
supplied) dari suatu barang adalah jumlah yang rela dan mampu dijual oleh penjual atau produsen. Banyak
hal yang mempengaruhi jumlah
penawaran barang, tetapi ketika kita menganalisis bagaimana pasar bekerja, salah satu penentunya adalah harga dari barang itu sendiri. Karena jumlah
penawaran akan meningkat dan
menurun seiring naik dan turunnya
harga. Jumlah penawaran
berhubungan positif terhadap harga.
Adapun variabel-variabel yang
mempengaruhi penawaran suatu
barang, selain harga barang itu sendiri, antara lain harga input, teknologi, harapan, dan jumlah penjual (Mankiw, 2009:87-91).
BBM merupakan bahan dasar untuk melakukan kegiatan di segala sektor dan kehidupan, kenaikkan
harga BBM yang drastis akan
menaikkan harga barang dan jasa termasuk kebutuhan sehari-hari rakyat banyak. Kelompok rumah tangga miskin yang paling menderita atas beban kenaikan harga BBM, karena disamping kebutuhan bahan bakar dan transportasi, kebutuhan-kebutuhan lain naik pula, sedangkan penghasilan relatif kecil (Suparmoko, 2002:199).
Faktor Penentu Harga Minyak
Fluktuasi harga minyak mentah di pasar internasional pada prinsipnya mengikuti aksioma yang berlaku umum dalam ekonomi pasar, dimana tingkat harga yang berlaku sangat ditentukan oleh mekanisme permintaan dan
penawaran (demand and supply
mechanism) sebagai faktor fundamental (Nizar, 2002). Faktor-faktor lain dianggap sebagai Faktor-faktor non-fundamental, terutama berkaitan
dengan masalah infrastruktur,
geopolitik dan spekulasi.
Dari sisi permintaan, perilaku harga minyak sangat dipengaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi dunia.
2066
peningkatan permintaan terhadap
minyak yang kemudian mendorong naiknya harga minyak didahului oleh
pertumbuhan ekonomi global yang
cukup tinggi. Sebelum terjadinya krisis
minyak (oil shock) pertama (tahun
1973) dan kedua (tahun 1978), laju pertumbuhan ekonomi global yang tinggi, lebih dari 4% per tahun, diikuti dengan permintaan minyak yang cukup kuat, masing-masing dengan pertumbuhan sekitar 8% dan 4% (Kesicki, 2010). Kenaikan permintaan
minyak terjadi akibat dorongan
pertumbuhan ekonomi yang
berlangsung dalam dekade 1960-an sampai tahun 1973, terutama berasal
dari negara-negara maju yang
tergabung dalam the Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD). Setelah krisis
harga minyak kedua, rata-rata
tahunan konsumsi minyak tumbuh lebih dari 1 juta barel per hari, kecuali pada awal 1990, dimana
konsumsi global stagnan karena
runtuhnya Uni Soviet. Sejak tahun
2000, permintaan minyak yang tinggi didorong oleh pertumbuhan ekonomi di kawasan non-OECD, yaitu Asia, terutama Cina dan India (Kesicki 2010 dan Breitenfellner et al, 2009) dalam Nizar (2012:191)
Dari sisi penawaran fluktuasi harga minyak mentah dunia sangat dipengaruhi oleh ketersediaan atau pasokan minyak oleh negara-negara produsen, baik negara-negara yang
tergabung dalam Organization of the
Petroleum Exporting Countries (OPEC) maupun negara produsen non-OPEC. Ketersediaan atau pasokan minyak
sangat erat kaitannya dengan
kapasitas produksi, kapasitas investasi dan infrastruktur kilang (Kesicki, 2010
dan Breitenfellner et al., 2009) dalam
Nizar (2012:191).
Teori Penentu Kurs Teori Elastisitas
Teori elastisitas melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung di antara kedua negara tersebut atau disebut
sebagai pendekatan perdagangan
(trade approach) atau pendekatan elastisitas terhadap pembentukan kurs (elasticity approach to exchange rate determination). Pada pendekatan ini, kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan expor suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar ketimbang nilai expornya (artinya negara yang
bersangkutan mengalami defisit
perdagangan), maka kurs mata
uangnya akan mengalami peningkatan (atrinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penutunan nilai tukar) itu akan berlangsung secara cepat dalam sisitem kurs mengambang. Peningkatan kurs (angka nominalnya) atau penurunan nilai tukar mata uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi expornya menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan barbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. Akibatnya expor
negara tersubt akan mengalami
kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun sampai ada akhirnya
nilai perdagangan internasionalnya
benar-benar seimbang (impor sama dengan expor). Akibatnya, nilai tukar harus melakukan penyesuaian untuk
pembayaran internasional. Jika elastisitas permintaan bersifat elastis,
pengaruh penurunan impor dan
kenaikan expor akan sangat
berpengaruh bagi keseimbangan
neraca pembayaran internasional
sehingga hanya diperlukan sedikit
penyesuaian dalam nilai tukar
(Salvatore, 2996:43).
Teori Purchasing Power Parity (PPP)
Teori Paritas Daya Beli
(purchasing power parity- PPP)
menerangkan hubungan sempurna
antara tingkat inflasi relatif di antara dua negara dengan nilai tukar. Teori PPP menyatakan bahwa setiap unit dari mata uang seharusnya mampu membeli sejumlah barang yang sama banyaknya di semua negara (Mankiw, 2006:246).
Teori ini terbagi menjadi dua versi, yaitu:
a. Versi absolut (absolut form)
menyatakan bahwa keseimbangan nilai mata uang dalam negeri terhadap nilai mata uang luar negeri merupakan perbandingan harga absolut dalam dan luar negeri. Teori paritas daya beli dapat dinyatakan dalam:
S= P/Px
Keterangan:
S = Nilai Kurs Valas
P = Tingat harga
Px = Variabel Luar Negeri
Konsep di atas adalah
hubungan antara nilai tukar
dengan inflasi pada suatu negara.
Harga barang-barang impor
dipengaruhi oleh harga luar negeri dan nilai tukar. Bahwa harga barang yang sama atau identik yang terdapat pada negara yang berbeda mempunyai harga yang
sama (one price) jika diukur
menggunakan valuta yang sama. Jika setelah diukur menggunakan
valuta yang sama terdapat
perbedaan harga, maka
permintaan dan penawaran pasar
akan membuat harga-harga
barang tersebut menjadi sama. Sebagai contoh dua barang yang sama diproduksi oleh Amerika dan Indonesia, tetapi setelah diukur menggunakan valas yang sama terdapat perbedaan harga dimana produk Indonesia lebih murah,
maka pasar akan merespon
dengan menaikkan permintaan
produk Indonesia dan menurunkan permintaan produk Amerika yang pada akhirnya akan menaikkan dan menurunkan harga barang sampai mendekati atau setara antara satu sama lain (Hakim, 2013:34).
b. Versi relatif (relative form)
mempertimbangkan adanya
ketidaksempurnaan pasar yang
terdapat pada negara yang
berbeda, seperti adanya
perbedaan biaya transportasi, tarif, dan kuota yang dikenakan oleh negara yang bersangkutan. Harga barang yang sama yang terdapat pada negara yang berbeda akan
terdapat perbedaan harga.
Menurut versi relatif, perbedaan harga yang ada seharusnya tidak
berbeda jauh selama biaya
transportasi dan proteksi
perdagangan tidak berubah.
Sebagai ilustrasi, diasumsikan
bahwa dua negara awalnya
memiliki tingkat inflasi nol dan nilai tukar yang berjalan di dua negara berada dalam ekuilibrium.
2068
inflasi, nilai tukar juga harus disesuaikan untuk mengimbangi
inflasi yang terjadi, dengan
adanya hal tersebut menjadikan
harga barang-barang yang
terdapat di kedua negara akan tampak sama bagi konsumen dikarenakan daya beli konsumen di kedua negara tidak terlalu berbeda jauh (Hakim, 2013:35).
Hukum Satu Harga (The Law Of One Price)
Hubungan nilai tukar dengan
inflasi dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori the law of one
price atau hukum satu harga. Dalam perekonomian tertutup, hukum ini mengemukakan bahwa harga barang-barang yang sama jika dijual di dua tempat yang berbeda, maka harganya akan sama. Karena adanya perbedaan penggunaan tarif pada setiap kota
maupun daerah maka hukum the law
of one price lebih menitikberatkan pergerakan harga yang sama dari satu barang yang sejenis di dua tempat (Mishkin, 2003:170).
Dalam perekonomian terbuka atau negara yang melakukan transaksi
ekonomi dengan pihak luar negeri, the
law of one price diartikan tingkat
harga-harga umum barang-barang
yang sejenis akan sama di setiap
negara. Pengertian ini sering disebut
dengan konsep absolute purchasing
power parity (PPP). (Mishkin, 2003:170).
Mekanisme Nilai Tukar ke Inflasi
Analisis efek perubahan (
pass-through effect analysis) umumnya
digunakan untuk mengetahui efek
perubahan nilai tukar terhadap
perubahan tingkat harga, baik harga ekspor-impor maupun harga di tingkat
konsumen. Pass-through effect akan
menimbulkan efek langsung dan tidak
langsung (direct and indirect pass
through effect). Svensson (2000)
mengembangkan model pengaruh
lintasan kurs terhadap perekonomian. Analisis yang dilakukan oleh Svensson menyatakan bahwa pengaruh lintasan kurs terhadap perekonomian data melalui efek langsung maupun tidak langsung. Perubahan nilai tukar akan berpengaruh langsung terhadap inflasi melalui perubahan harga barang-barang impor merupakan jalur yang
terjadi pada efek langsung (direct
pass through), sedangkan jalur yang terjadi pada efek tidak langsung,
perubahan nilai tukar akan
mempengaruhi melalui jalur output, yaitu melalui perubahan permintaan agregat dan penawaran agregat.
Hartati (2004) menyatakan bahwa dampak langsung perubahan nilai tukar mempengaruhi inflasi melalui
perubahan indeks harga barang
domestik yang berasal dari impor
barang-barang konsumsi (final goods).
Majardi (2000) menyatakan bahwa dampak perubahan nilai tukar yang langsung mempengaruhi inflasi dapat digolongkan ke dalam dua kategori.
Pertama, first direct pass through,
yaitu dampak melalui barang
konsumsi. Barang konsumsi
terpengaruh karena perubahan harga
barang impor dapat langsung
mempengaruhi harga jual produk di dalam negeri. Kelompok barang ini memiliki nilai elastisitas yang tinggi
terhadap perubahan kurs. Kedua,
dampak tidak langsung (second direct
pass-through), yaitu dampak melalui impor bahan baku dan barang modal.
Nilai tukar akan mempengaruhi
guncangan permintaan dan penawaran agregat. Secara teoritis, jalur tidak langsung biasanya melalui transmisi
demand pull, yaitu ketika kenaikan harga luar negeri ataupun kenaikan mata uang asing terhadap rupiah mengakibatkan kenaikan pendapatan eksportir dalam negeri. Hasil akhirnya adalah akan meningkatkan permintaan eksportir terhadap barang dan jasa di dalam negeri. Kedua faktor ini secara
bersamaan akan meningkatkan
permintaan luar negeri yang
selanjutnya meningkatkan total
permintaan agregat dan akhirnya meningkatkan laju inflasi (Darwanto, 2007:29).
Teori Inflasi
Teori yang menjelaskan mengenai inflasi, yaitu:
1. Teori Keynes
Menurut teori keynes, inflasi
terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan
ekonominya, menyebabkan
permintaan efektif masyarakat
terhadap barang-barang
(permintaan agregat) melebihi
jumlah barang-barang yang
tersedia (penawaran agregat),
akibatnya akan terjadi inflationary
gap. Keterbatasan jumlah
persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Keadaan ini akan terus terjadi di masyarakat, sehingga laju inflasi akan terhenti apabila salah satu golongan masyarakat tidak lagi memperoleh dana (tidak lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada
tingkat harga yang berlaku,
sehingga permintaan efektif
masyarakat secara keseluruhan
tidak lagi melebihi supply barang
(inflationary gap menghilang) (Boediono, 1985:169-173).
2. Teori Strukturalis
Teori strukturalis menerangkan proses inflasi jangka panjang di
negara-negara sedang
berkembang. Dalam teori ini
proses inflasi tersebut hanya bila berlangsung terus apabila jumlah uang beredar juga bertambah terus. Tanpa kenaikan jumlah
uang, proses tersebut akan
berhenti dengan sendirinya.
Menurut Boediono (1985:176),
teori ini ada beberapa hal yang dapat menimbulkan inflasi dalam
perekonomian negara-negara
sedang berkembang adalah :
a) Ketidakelastisan dari
penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibandingkan dengan
pertumbuhan pada
sektor-sektor lain. Kelambanan ini
disebabkan karena supply atau
produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga. Kelambanan
pertumbuhan penerimaan
ekspor ini berarti kelambanan
pertumbuhan kemampuan
untuk mengimpor
barang-barang yang dibutuhkan (untuk
konsumsi dan investasi).
Akibatnya negara-negara
berkembang berusaha untuk mencapai target pertumbuhan
tertentu dan mengambil
kebijakan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi dalam negeri dari
2070
(substitusi impor), meskipun
seringkali produksi dalam
negeri mempunyai biaya
produksi yang lebih tinggi dari barang-barang sejenis yang
diimpor. Apabila proses
substitusi impor ini makin meluas, maka kenaikan biaya produksi juga makin meluas ke
berbagai barang, sehingga
dengan demikian inflasi terjadi (Boediono, 1985:176).
b) Ketidakelastisan dari supply
atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Produksi bahan makanan dalam negeri
tidak tumbuh secepat
pertumbuhan penduduk dan pendapatan perkapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung naik melebihi kenaikan harga-harga lain. Kenaikan bahan makanan ini mendorong kenaikan upah
karyawan, sehingga
meningkatkan biaya produksi yang nantinya akan menaikkan harga barang. Kenaikan harga
barang-barang ini akan
menimbulkan kenaikan upah lagi yang kemudian diikuti oleh kenaikan harga-harga, proses
tersebut akan berhenti
seandainya harga bahan
makanan tidak terus naik (Boediono, 1985:175).
3. Teori Kuantitas
Mankiw (2003:87) menyatakan
bahwa menurut teori kuantitas,
kenaikan dalam tingkat
pertumbuhan uang sebesar 1 persen menyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi. Teori ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan
(ekspektasi) masyarakat mengenai
kenaikan harga terhadap
timbulnya inflasi. Inti dari teori ini adalah inflasi hanya dapat terjadi jika ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral dan laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
Teori kuantitas membedakan
sumber inflasi menjadi 2, yakni teori
Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation.
a) Demand Pull Inflation
Inflasi tarikan permintaan
(Demand Full Inflationi) muncul ketika jumlah produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh produsen tidak sanggup mengimbangi jumlah permintaan
oleh seluruh masyarakat (AD>AS).
Jenis Inflasi ini biasanya terjadi pada saat perekonomian dalam
keadaan full employment disertai
dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Pada kondisi seperti ini, tingkat produksi seluruh
perusahaan sudah mencapai
kapasitas penuh, sementara
permintaan masyarakat
meningkat pesat. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi
mendorong tingkat output
(produksi) tetapi hanya
mendorong kenaikan harga-harga yang biasa juga disebut sebagai
Inflasi Murni (Pure Inflation).
Namun jika pertambahan
akan mengakibatkan terjadinya
Inflationary Gap dan selanjutnya
terjadilah inflasi (Khalwaty,
2000:15-16).
b) Cost Push Inflation
Inflasi desakan biaya (Cosh push
Inflation) yakni terjadi kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Peningkatan biaya produksi akan
mendorong para produsen
meningkatkan harga, meskipun
mereka akan menghadapi
kemungkinan penurunan
permintaan terhadap produk
yang mereka hasilkan (Sukirno, 1999:305).
METODE PENELITIAN Tipe Penelitian
Penelitian ini adalah suatu cara untuk dapat memahami objek-objek yang menjadi sasaran atau tujuan dari suatu penelitian. Tipe penelitian yang dirujuk pada penelitian deskriptif kuantitatif terapan yang merupakan
penelitian yang dilakukan untuk
menguji pengaplikasian teori dalam pemecahan masalah tertentu.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis fluktuasi harga BBM
premium dan Nilai Tukar Rill
terhadap tingkat Inflasi di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data periode triwulan 1 tahun 2005 sampai dengan triwulan 4 tahun 2014.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur dan pencarian di berbagai situs internet dalam bentuk
angka mengenai harga BBM jenis premium, Nilai Tukar Riil dan tingkat
Inflasi yang diambil runtun waktu (time
series) dengan kurun waktu 2005-2014 (10 tahun).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang digunakan sesuai dengan
variabel-variabel yang dibutuhkan.
Data dari variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini
bersumber dari lembaga penyedia data nasional (BPS) maupun dari Laporan Keuangan Bank Indonesia, berbagai instansi terkait dan internet. Data yang digunakan untuk Data yang
digunakan untuk masing-masing
variabel adalah harga BBM
jenispremium, Nilai Tukar Riil (RER) dan inflasi (IHK). Data pengamatan yang diambil adalah data tahun 2005 triwulan 1 sampai dengan tahun 2014 triwulan 4.
Data untuk penelitian BBM jenis premium diambil sumbernya dari laporan pertamina melalui website
www.pertamina.go.id dan handbook of
energy dan statistic kementrian ESDM berbagai edisi. Satuan pengukuran dari variabel harga komoditas BBM adalah dalam ribu Rupiah.
Metode Analisis
Analisis Vector Autoregression (VAR)
Metodologi VAR pertama kali dikemukakan oleh Sims (1980). Model VAR dibuat untuk mengatasi hal di
mana hubungan antar variabel
ekonomi dapat tetap diestimasi tanpa
perlu menitikberatkan masalah
2072
Data time series pada umumnya tidak stasioner pada level. Jika data tidak stasioner di tingkat level namun stasioner pada proses diferensi data, maka harus diuji apakah data yang digunakan dalam model mempunyai hubungan jangka panjang atau tidak.
Ada tidaknya hubungan jangka
panjang dapat diketahui dengan
melakukan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi, maka model
yang digunakan adalah model Vector
Error Correction Model (VECM).
Model VECM merupakan model
VAR yang terestriksi (restricted VAR).
Adanya kointegrasi menunjukkan
adanya hubungan jangka panjang antar variabel di dalam sistem VAR.
Tujuan VECM adalah untuk
mengetahui hubungan jangka panjang antar variabel dalam model.
Apabila data yang digunakan stasioner pada perbedaan pertama maka model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan
menjadi Vector Error Correction Model
(VECM). Analisis impulse response
function dilakukan untuk melihat
respon suatu variabel endogen
terhadap guncangan variabel lain
dalam model. Variance decomposititon
analysis juga dilakukan untuk melihat kontribusi relatif suatu variabel dalam
menjelaskan variabilitas variabel
endogenusnya.
Sumber: Widarjono (2007:374)
Gambar 1. Proses Pembentukan VAR
Penelitian ini mengamati 3 variabel endogen yaitu Harga Bahan Bakar Minyak jenis premum nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar
(RER) dan inflasi (IHK), maka
hubungan interdependensi antara
ketiga variabel tersebut
dispesifikasikan ke dalam sistem persamaan yang terdiri dari tiga persamaan berikut:
Keterangan:
BH : Harga BBM
RER : Nilai Tukar Riil
INFt : Inflasi Indonesia
t : triwulan
j : Jumlah lag (kelambanan) triwulan yang dipilih berdasarkan estimasi
terbaik.
Φ : Matriks autoregressive
ε1t, ε2t, dan ε3t, merupakan proses white noise (independen terhadap perilaku
historis HB, RER, dan INF).
Harga BBM dipengaruhi oleh variabel Harga BBM itu sendiri pada periode sebelumnya, dan Nilai Tukar Rill serta Inflasi periode sebelumnya. Nilai tukar riil dipengaruhi oleh variabel nilai tukar riil itu sendiri pada periode sebelumnya dan oleh
inflasi, serta Harga BBM periode
sebelumnya. Inflasi dipengaruhi
variabel Inflasi itu sendiri pada
periode sebelumnya dan oleh harga BBM serta Nilai Tukar Riil periode
sebelumnya. Persamaan-persamaan
dalam model VAR tersebut ditulis kembali menjadi:
xt= A0 + Ai xt–1+ et
xt merupakan vektor (n*1) variabel observasi (HB, RER, dan INF); A0 adalah
vektor (n*1) intersept; Aiadalah matriks (n*n) koefisien; etadalah vektor (n*1) error
term.
Proses Pengujian Model
Tahapan pengujian model
meliputi:
1. Uji stasioner;
2. Penetuan Lag;
3. Uji Statistik Portmanteau;
4. Uji Portmanteau Ljung-Box(QLB);
5. Uji Portmanteau Monti (QMT);
6. Uji Stabilitas;
7. Uji Kointegrasi;
8. Uji Granger Kausality Test;
9. Vector Error Correction Model
(VECM);
10. IRF (Impulse Response);
11. FEVD (Forecast Error Variance
Decomposition).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perkembangan Harga BBM di Indonesia
Trend perkembangan harga BBM
dan inflasi meningkat hingga
mencapai puncak pada bulan obtober
2005. Kenaikan harga BBM jenis
premium membawa peningkatan
inflasi sebesar 8,81%. Pada bulan januari 2009 harga premium menjadi
4.500 diikuti oleh turunnya tingkat inflasi sebesar 2.78%.
Pada bulan juni 2013,
2074
Tabel 1. Inflasi Pada Bulan Yang Bersamaan Dengan Terjadinya Perubahan Harga BBM
Tahun Tanggal Bensin Premium Inflasi (%)
2014 Sumber: Handbook of Energy& Statistic berbagai edisi.
Perkembangan Nilai Tukar Rill di Indonesia
Pergerakan nilai tukar riil Rupiah terhadap USD selama tahun 2005 terdepresiasi pada triwulan III yang berada pada level Rp. 16.133/USD dengan kurs nominal sebesar Rp. 10.123/USD, serta indeks harga konsumen (IHK) Amerika sebesar 196,89 basis poin dan indeks harga konsumen (IHK) Indonesia sebesar 123,54 basis poin. Nilai tukar riil Rupiah terhadap USD diperoleh dari nilai tukar nominal yang telah
disesuaikan dengan tingkat harga,
artinya hubungan kurs nominal
dengan nilai tukar riil dapat ditujukan secara matematika dengan formula berikut (Zuhroh, 2007:62).
RER= ER * PF/PD, atau RER = 10.123x 196.6/124,33 =
16.007
RER adalah real exchange rate
atau nilai tukar riil, ER adalah nilai
tukar nominal (Rupiah terhadap US
Dollar), PF adalah IHK AS dan PD
adalah IHK Indonesia.
Tabel 2. Perkembangan Nilai Tukar Riil Terhadap Dollar AS
Tahun I II III III
Perkembangan Inflasi di Indonesia Periode Triwulan I Tahun 2005-Triuwlan IV tahun 2014.
Pada tahun 2005, inflasi
mencapai 17,11% year in year (yoy).
Disebabkan olah kuatnya tekanan eksternal akibat melambungnya harga minyak dunia, berlanjutnya kondisi moneter ketat global dan respon kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM) domestik serta depresiasi nilai tukar Rupiah (Laporan Perekonomian Indonesia, 2005).
berada pada posisi 6,6% year on
year (yoy) atau berada di bawah
sasaran inflasi 2006 Bank Indonesia sebaras 8% ± 1%. Penurunan inflasi tidak terlepas dari penurunan inflasi
administred price terkait penundaan pemerintah untuk menaikkan tarif dasr listrik (TDL) serta perkembangan
nilai tukar Rupiah yang stabil
(Laporan Perekonomian Indonesia, 2006).
Pada tahun 2008, tekanan inflasi cukup tinggi yaitu mencapai
11.06% yoy dibandingkan tahun 2007
yang sebesar 6,59% yoy. Disebabkan
oleh kenaikan harga komoditas
intenasional terutama minyak mentah dan bahan pangan. Kenaikan harga
tersebut menyebabkan kenaikan
barang administrered price seiring
dengan kebijkan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi (Laporan
Perekonomian Indonesia, 2008).
Inflasi yang terjadi pada tahun
2010 mencapai 6.96% yoy atau
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya (2009) yang sebesar
2,78% yoy. Laju inflasi ini melampaui
asumsi makro 2010 yang sebesar 5,3%, hal ini tidak lepas dari gejolak kenaikan harga pangan yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 2011,tingkat
inflasi mengalami penurunan yaitu
berada di level 3,79% yoy
dibandingkan tahun sebelumnya
(2010) yang sebesar 6,96%yoy. Laju
inflasi ini berada di bawah target pemerintah yang sebesar 5,65%. Tekanan inflasi pada desember 2011 masih dipengaruhi bahan makanan
dengan kenaikan hingga 1,62%
(Laporan Perekonomian Indonesia, 2010).
Analisis Hasil Pengujian dan Estimasi
Data Generating Proces (DGP)
Pada bagian ini akan diuraikan alat analisis penelitian diantaranya
meliputi uji akar unit (unit root test),
pengujian lag optimal. Hal ini karena
dalam model multivariat time-series,
kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi palsu (spurious regression) dan tidak valid.
Uji Stationer
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa seluruh variabel stasioner
pada tingkat first difference karena
nilai ADF test statistic
variabel-variabel itu secara aktual lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinnon. Hasil uji akar unit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Akar-akar Unit Variabel Penelitian
Variabel Derajat ADF Prob.*
BBM Level
Nilai Tukar Riil Level
First Difference
Ket: Signifikan pada taraf nyata 5% Hasil pengujian akar unit pada
tingkat first difference menunjukkan
bahwa semua variabel sudah
stasioner. Seluruh variabel yang akan
diestimasi dalam penelitian ini
2076
Penetapan Tingkat Kelambanan (lag) Optimal
Hasil tingkat lag optimal
berdasarkan berbagai kriteria.
Hasilnya menunjukkan bahwa lag
optimal untuk variabel-variabel yang ingin diestimasi adalah lima.
Tabel 4. Penentuan Lag Lenght
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 139.5486 NA 1.02e-07 -7.586036 -7.454076* -7.539978
1 152.6881 23.35905* 8.12e-08* -7.816006* -7.288167 -7.631776*
2 161.2221 13.74926 8.43e-08 -7.790119 -6.866399 -7.467716
3 170.3031 13.11688 8.65e-08 -7.794614 -6.475015 -7.334039
Ket: lag optimum 1(*)
Berdasarkan tabel 4 lag ke-1 dipilih karena mempunyai kriteria nilai Akaike
Information Criterion (AIC) yang paling kecil diantara lag-lag yang lainnya dan
kemudian didukung juga dengan nilai LR, FPE yang paling kecil pada lag tersebut.
Uji Statistik Portmanteau
Setelah model diperoleh, langkah berikutnya adalah memeriksa model. Salah satu diagnostik terhadap residual yang dapat dilakukan adalah memeriksa adanya korelasi serial antar residual pada beberapa lag. Pada Uji Portmanteau Q terlihat terlihat bahwa periode ke-12 tidak ada komponen autokorelasi yang signifikan pada tingkat kesalahan 5% (semua pvalue > 5%).
Tabel 5. Portmanteau Autocorrelation Test
Lags Q-Stat Prob. Adj Q-Stat Prob. df
1 1.660782 NA* 1.706915 NA* NA*
2 10.09899 0.3425 10.62731 0.3021 9
3 22.11478 0.2269 23.70331 0.1650 18
4 25.80582 0.5294 27.84175 0.4192 27
5 29.52603 0.7686 32.14325 0.6526 36
6 31.81731 0.9309 34.87799 0.8616 45
7 33.84310 0.9856 37.37648 0.9587 54
8 37.00611 0.9963 41.41203 0.9838 63
9 43.91069 0.9964 50.53594 0.9743 72
10 47.77771 0.9988 55.83520 0.9852 81
11 54.08513 0.9990 64.81114 0.9792 90
12 58.86331 0.9995 71.88285 0.9817 99
Uji Stabilitas Model
Kondisi stabil mensyaratkan
model VAR yang dibentuk memiliki
nilai akar karakteristik atau modulus
kurang dari 1 atau berada dalam
unit circle. Hasil uji stabilitas model
pada lag 1 dapat dilihat pada Tabel
6 dan diilustrasikan pada Gambar .2
Tabel 6. Hasil Uji Stabilitas
Root Modulus
0.475676 0.475676
-0.093959 - 0.048116i 0.105562
Tabel 6 terlihat bahwa nilai akar karakteristik atau modulus semuanya menunjukkan angka lebih kecil dari 1, di sisi lain Gambar 2 menunjukkan bahwa
semua titik Inverse Roots ofAR Characteritic Polynomial beradadi dalam lingkaran.
Sehingga berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 6 model VAR yang akan diuji stabil.
Gambar 2. Hasil Uji Stabilitas
Uji Kointegrasi
Setelah data diketahui stasioner pada uji akar akar unit pada differensi pertama, selanjutnya dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui apakah terdapat hubungan jangka panjang antara variabel yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan uji kointegrasi Johansen.
Tabel 7. Uji Kointegrasi Johansen
Hypothesized No. of CE(s)
Max-Eigen Statistic
0.05 Critical Value
Trace Statistic
0.05 Critical
Value
None ** 35.24831 21.13162 62.19605 29.79707
At most 1 ** 14.47248 14.26460 26.94773 15.49471
At most 2 ** 12.47525 3.841466 12.47525 3.841466
Hasil uji kointegrasi terlihat dari
trace test dan max-eigen test, kemudian kedua nilai dibandingkan
dengan critical value sebesar 5% dan
apabila nilai trace statistic dan
max-eigen value lebih besar daripada
critical value maka terdapat kointegrasi pada tingkat keyakinan 95%. Pada tabel 4.7 diatas dapat diinterpretasikan adanya kointegrasi
pada tingkat kepercayaan 95%.
Dengan adanya kointegrasi pada uji
johansen memperlihatkan indikasi
adanya hubungan jangka panjang antar variabel sehingga variabel ini membentuk satu hubungan yang linear. Model yang akan digunakan
adalah Vector Error Correction Model
(VECM) karena terdapat persamaan yang terkointegrasi.
Uji Granger Kausality Test
Uji kausalitas Granger (Granger
Causality Test) dilakukan untuk melihat apakah dua variabel memiliki hubungan timbal balik atau tidak. Dengan kata lain, apakah satu variabel memiliki hubungan sebab akibat dengan variabel lainnya secara signifikan, karena setiap variabel
dalam penelitian mempunyai
kesempatan untuk menjadi variabel
endogen maupun eksogen. Uji
kausalitas bivariate pada penelitian ini
menggunakan VAR Pairwise Granger
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
2078
Causality Test dan menggunakan taraf nyata lima persen. Tabel 8 berikut
menyajikan hasil analisis uji Bivariate
Granger Causality.
Tabel 8. Uji Kausality Granger
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. Kauslitas
LOGBBM does not Granger Cause LOGIHK 39 2.41774 0.1287 Tidak
LOGIHK does not Granger Cause LOGBBM 0.19102 0.6647 Tidak
LOGRER does not Granger Cause LOGIHK 39 5.22139 0.0283 Ya
LOGIHK does not Granger Cause LOGRER 5.86446 0.0206 Ya
LOGRER does not Granger Cause
LOGBBM 39 2.58085 0.1169
Tidak
LOGBBM does not Granger Cause LOGRER 3.32461 0.0766 Tidak
Ket. Signifikan Pada Taraf Nyata 5%
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa terdapat satu hubungan dua arah (bolak balik) yaitu antar nilai tukar riil dan inflasi.
Hasil Empiris
Hasil Estimasi VECM
Tabel 9 menunjukkan hasil
estimasi VECM dengan menggunakan lag 1. Dari hasil yang didapatkan, apabila nilai t-hitung > nilai t-tabel, maka hubungan variabel tersebut
signifikan (pada level 5%, t-hitung = 2,042).
Untuk VECM yang bernilai -1,33
mengindikasikan sebesar 1,33%
mampu mengoreksi deviasi
keseimbangan jangka panjang setelah
lag pertama atau model ini mampu
mengoreksi ketidaksesuaian jangka pendek terhadap jangka panjang sebesar 1,33% selama satu bulan.
Nilai error correction memperlihatkan
adanya koreksi dari pergerakan suatu variabel menuju keseimbangan jangka panjangnya.
Tabel 9. Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Pada Jangka Pendek
Error Correction: D(LOGIHK,2) D(LOGBBM,2) D(LOGRER,2)
CointEq1 -1.333983 2.239352 0.280789
(0.42871) (0.86285) (0.43879)
[-3.11161] [ 2.59528] [ 0.63991]
D(LOGIHK(-1),2) 0.407911 -1.383813 -0.380583
(0.27289) (0.54925) (0.27931)
[ 1.49475] [-2.51948] [-1.36258]
D(LOGBBM(-1),2) -0.154713 -0.165840 0.060406
(0.09271) (0.18660) (0.09489)
[-1.66871] [-0.88874] [ 0.63657]
D(LOGRER(-1),2) 0.471536 -0.197879 -0.271035
(0.23615) (0.47529) (0.24170)
[ 1.99677] [-0.41633] [-1.12136]
C 0.000137 0.007258 -0.002034
(0.01279) (0.02575) (0.01310)
[ 0.01070] [ 0.28184] [-0.15531]
Ket Signifikan pada taraf 5% = 2,04
tukar yang secara statistik dan signifikan mempengaruhi inflasi di Indonesia. Hasil ini sejalan dengan temuan dari Odusula dan Akinlo (2001) serta Berument dan
Pasaogullari yang menemukan adanya dampak kontraksi output yang diakibatkan
kejutan pertumbuhan nilai tukar riil.
Tabel 10. Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Pada Jangka Panjang
Cointegrating Eq: CointEq1
D(LOGIHK(-1)) 1.000000
D(LOGBBM(-1)) -0.241781
(0.05057) [-4.78096]
D(LOGRER(-1)) 0.559492
(0.06209) [ 9.01103]
C 0.000532
Ket Signifikan pada taraf 5% = 2.04
Simulasi Analisis IRF
Respon Inflasi Terhadap Fluktuasi Harga BBM
Analisis impuls respon (IRF) pada model penelitian bertujuan untuk menganalisis pengaruh fluktuasi harga
BBM terhadap tingkat inflasi. Untuk
memudahkan interepretasi, shock pada
harga BBM sebesar satu standar
deviasi terhadap inflasi ditunjukkan dalam Gambar 2 dalam 40 periode, berikut ini:
Gambar 3. Respon Inflasi Terhadap Fluktuasi Harga BBM di Indonesia
Hasil IRF inflasi terhadap
fluktuasi harga BBM menunjukka
respon positif dan berfluktuatif.
Periode ke-2 merupakan periode yang memiliki respon tertingggi. Selanjutnya
menurun dan berfluktuasi sampai
periode ke-10.
Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi. Terjadinya inflasi tidak dapat dihindari karena bahan bakar dalam hal ini premium merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat dan merupakan jenis
barang komplementer. Meskipun ada
berbagai cara untuk mengganti
penggunaan BBM, tetapi BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Inflasi akan terjadi jika subsidi BBM dicabut, harga BBM akan naik. Jika harga BBM naik,
harga barang dan jasa akan
mengalami kenaikan pula. Inflasi yang
terjadi dalam kasus ini adalah “Cosh
Push Inflation”. Inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya produksi dan dilihat berdasarkan -.04
-.02 .00 .02 .04 .06 .08
5 10 15 20 25 30 35 40
R e s p o n s e o f D (L O GI H K ) to D (L O GB B M)
.00 .04 .08 .12 .16
5 10 15 20 25 30 35 40
2080
sumbernya, yang terjadi adalah
“Domestic Inflation”, sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri.
Respon Inflasi Terhadap Fluktuasi Nilai Tukar Riil
Hasil IRF yang menggambarkan respon inflasi dalam 40 periode mendatang terhadap pengaruh fluktuasi nilai tukar riil yang ditunjukkanpada Gambar 4 berikut
Gambar 4. Respon Variabel Inflasi Saat Terjadi Shock/Gocangan Nilai Tukar Riil
Dari gambar 4. menggambarkan
fungsi impulse response yang
mengamati empat puluh kuartal
setelah kejutan selama periode
pengamatan. Gambar 4 menunjukkan pengamatan dampak respon yang diterima oleh inflasi akibat fluktuasi nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dollar selama empat puluh kuartal
adalah bersifat convergence. Hasil
penelitian telah sesuai dengan
hipotesis dimana teradapat hubungan yang positif antara inflasi dengan nilai
tukar riil sesuai dengan teori
sebelumnya yang menyatakan bahwa penurunan nilai tukar riil (yang berarti menandakan terjadi apresiasi) akan di ikuti oleh penurunan laju inflasi.
Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD)
Hasil analisis FEVD menunjukkan sumber penting variasi inflasi adalah kejutan terhadap inflasi itu sendiri dengan proporsi paling besar diantara variabel lainnya yaitu 81%. Variabel lain yang mampu menjelaskan inflasi dengan proporsi cukup besar adalah
harga BBM dengan rata-rata 10%. Sedangkan nilai tukar riil tidak mampu menjelaskan inflasi yang ditandai
dengan sangat kecil proporsi
dekomposisi varian yaitu hanya
sebesar 7,28%. Hasil ini menunjukkan kejutan terhadap variabel lain hanya mempunyai kemampuan yang kecil dalam menjelaskan inflasi. Dengan
demikian variabel inflasi dapat
dianggap sebagai variabel eksogen.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis, IRF
memberikan simpulan bahwa
inflasi memberikan respon yang berfluktuatif dengan harga BBM,
hal ini membuktikan bahwa
variabel inflasi adalah variabel yang volatil. Artinya, inflasi akan selalu berfluktuasi pada ternnya dari waktu ke waktu.
2. Hasil uji kausalitas Granger dan
dilanjutkan dengan Impulse
fluktuasi nilai tukar riil rupaih menunjukkan adanya pergerakan yang Convergence. Fluktuasi nilai
tukar riil Rupiah hanya
berlangsung sementara dan tidak
menimbulkan dampak secara
permanen. Dampaknya adalah
searah atau kejutan berupa
depresiasi nilai tukar Rupiah yang
mendorong kenaikan inflasi
Indonesia.
3. Hasil Analisis FEVD, menujukkan
bahwa sumber kejutan terbesar
yang mempengaruhi variabel
inflasi bersumber dari fluktuasi harga BBM. Sehingga, variabel harga BBM dapat digunakan sebagai variabel eksogen untuk mempengaruhi variasi variabel lain dalam penelitian ini.
Saran
Adapun saran yang diusulkan adalah:
1. Pemerintah dan semua pemangku
kepentingan (stakeholders) perlu
meminimalisisr dampak
guncangan harga minyak dunia di dalam negeri melalui kebijakan
himbauan moral kepada
masyarakat.
2. Pemerintah dengan serius
mMendorong pengembangan
sumber energi alternatif yang komprehensif dari hulu sampai hilir, berbasis sumber energi, baik yang berasal dari panas bumi seperti batu bara, matahari, angin maupun sumber energi yang menggunakan minyak nabati.
3. Pemerintah perlu mencegah
dampak berkepanjangan dari
kejutan nilai tukar riil rupiah terhadap inflasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ariefianto, Doddy, Moch. (2012), Ekonometrika Esensi dan Aplikasi Dengan
Menggunanaksn Eviews.
Anastia, Novelin, Judith (2012) “Perbandingan Tiga Uji Statistik Dalam Verifikasi Model
Runtun Waktu” Universitas Pendidikan Indonesia, repository.upi.edu
Anugrah, D.F. 2012. “The Long and Short-term Determinants of Inflation in Indonesia’s
Regions”.
Apriani, Karina, Dian. 2007. “Analisis Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia
Terhadap Inflasi dan Output di Indonesia Periode 1990-2006”. [Skripsi]. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor.
Atmadja, S. Adwin (1999). Inflasi di Indonesia: Sumber-Sumber Penyebabnya Dan
Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999 :
54-67 Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/54.
Baye, Michael R. (2003). Managerial Economics and Business Strategy. Mc. Graw-Hill.
New York
Boediono, (1985), Ekonomi Moneter seri sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Moneter. No.
5, Edisi Ketiga, Yogyakarta: Penerbit BPFE Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014.. Indeks Harga Konsumen Dan Inflasi Bulanan Indonesia,
2005-2014. 25 Juni 2014 http://bps.go.id/menutab.php?tabel=1
&kat=2&id_subyek=03
2082
Chintia, Santi (2013). Dampak Guncangan Harga Minyak Mentah Dunia Terhadap
Harga Beras Domestik (Suatu Analisis Kointegrasi). [skripsi].
Darwanto. 2007. “Kejutan Pertumbuhan Nilai Tukar Riil, Terhadap Inflasi, dan Pertumbuhan Output dan Pertumbuhan Neraca Transaksi Berjalan di Indonesia”.
Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 12 No. 1, April 2007 Hal 15-25.
Endri. 2008. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia”. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol. 13, No. 1, Hal: 1-3.
Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics 4th Ed. McGraw-Hill. Singapore.
Handbook Of Energy & Statistic Kementrian ESDM berbagai edisi.
Hendry, Wijaya. Ukrida Newsletter edisi Maret-April, selengkapnya mengenai potensi
ekposur kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap sektor riel.
Indrawati, Sri Mulyani (1996), Sumber-Sumber Inflasi di Indonesia, Makalah dalam
Seminar ISEI dan PERHEPI, Jakarta.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Data Harga Bahan Bakar
Minyak Indonesia periode 2005 triwulan I – triwulan IV tahun 2014.
Khalwaty, Tajul. (2000). Inflasi dan Solusinya. PT Gramedia Putaka Utama: Jakarta
Mankiw N. Gregory. (2000). Teori Makroekonomi. Edisi Ke Empat. Alih bahasa [Imam
Nurmawan]—Erlangga: Jakarta
. (2003). Makroekonomi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta.
(2006). Principles Of Economics, Makroekonomi. Edisi 3-Jakarta:
Salemba Empat, 2006.
. (2009). Pengantar Ekonomika Mikro, Edisi 3. Penerbit BPFE
Yoyakarta.
Laporan Studi Pengembangan Indikator Ekonomi Makro. (2001). Pergerakan Kurs dan
Uang Beredar sebagai Leading Indikator Inflasi. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1971 tentang Pelaksanaan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 Secara Efektif.
Langi, Manuela, Theodores. Vecky Masinambow dan Hanly Siwu. (2014). Analisis Pengaruh Suku Bunga Bi, Jumlah Uang Beredar, Dan Tingkat Kurs Terhadap
Tingkat Inflasi Di Indonesia. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi. Volume 14 no. 2
-Mei 2014 Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan: Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Mishkin, Frederic S. (2003). The Economic of Money, Banking and Finencial Markets. Sixth
Edition Update. Adddison Wesley.
Nizar, Abdi, Muhammad. 2012. Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap
Perekonomian Indonesia” Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan
Fiskal, Kementerian Keuangan-RI, Jakarta.
Nugraha, Widya, Fickry (2006) Efek Perubahan (Pass-Through Effect) Kurs Terhadap
Indeks Harga Konsumen Di Asean-5, Jepang Dan Korea Selatan. Departemen
Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Odusola, A.F. and Akinlo A.E. (2001), Output, Inflation, And Exchange Rate In
Developing Countries: An Application To Nigeria. The Developing Economies
Journal, XXXIX-2 (June), 199-222.
Paris, Dauda. “Analisis Pengaruh Fundamental Ekonomi dan Pergerakan Nilai tukar
Rupiah Terhadap Dollar Amerika (USD/IDR)” STIM Nitro Makassar, Jurnal ASSETS
Volume 1 Nomor 2 Tahun 2011.
Putra, Eka, Fadel. 2013. Dampak Kenaikan Harga BBM dan Nilai Tukar Riil Terhadap
Sukirno, Sadono. (1999). Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Kedua. 21 PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
. (2006). Makroekonomi: Teori Pengantar. Edisi ke Tiga. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Suparmoko, M. (2002). Ekonomi Publik Untuk Keuangan Dan Pembangunan Dan
Pengembangan Daerah. Penerbit Andi.
Salvatore, Dominick, 1996. Ekonomi Internasional. Jilid ke 2. Jakarta; Erlangga.
Sihono, Teguh. 2008. Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Indonesia.
Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Volume 5 Nomor 2, Desember 2008.
Yogyakarta.
Simorangkir, I. dan Suseno (2004), Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar, Pusat Pendidikan
dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia.
Sofie, Fadhilah, Chomas., Rima Annisa Romli, Nurzaman, Lukmanul Hakim. 2014.
Dampak Impor BBM terhadap Nilai Tukar. Economics Development Analysis
Journal. Vol 3, No 2 (2014). Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi,
Universitas Negeri Semarang, Indonesia.
Styo, Mita Et al. 2014. Pengaruh Hrga Minyak Dunia, Harga Emas, dan Tingkat Inflasi
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Studi Pada Bank Indonesia Periode
Tahun 2003- 2011. Malang
Triyono. 2003. Analisis Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS dan Faktor Faktor Yang
Mempengaruhinya. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 9, No 2, Desember 2003,
hal 156-167, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis.
Ekonisia Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta.
Yunus, Yuliarni. (2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia
Tahun 1998-2012. Tesis Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis:
Universitas Hasanuddin.
Zuhroh, Idah. (2007) Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Terhadap Pertumbuhan Neraca perdagangan Indonesia. Suatu Aplikasi Model Vector AutoRegressive, VAR.
Journal of Indonesian Applied Economics. Vol. 1 No. 1 Oktober 2007, 59-73.