BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai sebuah Negara yang berkembang Indonesia memiliki fungsi untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Untuk mewujudkan hal tersebut
alokasi yang efisien dan efektif dalam pengelolaan potensi dan sumber daya yang ada
sangat diperlukan.Pembangunan merupakan upaya pemanfaatan segala potensi yang
ada dimasing-masing daerah, oleh karena itu pembangunan lebih diarahkan ke
daerah-daerah,sehingga pelaksanaan pembangunan tersebut diserahkan langsung pada
tiap-tiapdaerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Ghofir, 2000). Untuk itu
tahun2000 diberlakukan otonomi daerah yang ditandai dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undang-Undang No.
32 tahun2004. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban Daerah
Otonom untukmengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakatsetempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Suparmoko,
2001).
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah
daerahdan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang ada dan
membentuksuatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk
menciptakansuatu lapangan kerja baru yang merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi dalamwilayah tersebut (Lincolin Arsyad, 1997) dalam (Dini, 2010).Namun
menjadi tugas dari pemerintah pusat saja, namun juga menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah (otonomi daerah). Munculnya otonomi daerah ini mengakibatkan
terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintah sentralisasi kepada sistem
pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan terhadap
daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang bertanggung jawab, untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat dan kepentingan rumah tangganya sendiri
sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Untuk
otonomi daerah yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah
kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 huruf 1 dalam Undang –
UndangNo 32 Tahun 2004 dirumuskan bahwa : “Daerah Otonom”, selanjutnya
disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah
tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.Artinya daerah otonom harus memiliki
kemampuan untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya melalui
sumber-sumber pendapatan yang dimiliki yang meliputi semua kekayaan yang dikuasai oleh
daerah dengan batas-batas kewenangan dan selanjutnya digunakan untuk membiayai
semua kebutuhan dalam rangka penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri.
Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan
pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat
diandalkan.Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak
2001.Dengan adanya otonomi daerah dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber
penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah.
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Program Pembangunan
Nasional,menegaskan bahwa program penataan pengelolaan keuangan daerah
secaraprofesional, efisien, transparan, dan bertanggung jawab.Sasaran yang ingin
dicapaiadalah semakin meningkatnya proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
secarasignifikan dalam pembiayaan bagi kegiatan pelayanan masyarakat dan
pembangunan.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 pasal 157 tentang
PemerintahDaerah, sumber pendapatan tetap yang digunakan untuk membiayai
berbagaikegiatan Daerah Otonom terdiri dari:
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain Pendapatan Yang Sah
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber
diluar Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat
dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk
pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah bersumber pada pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli
daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
sah.Selain PAD, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Sedangkan yang paling potensial berupa pemasukan dari sektor pajak daerah dan
retribusi daerah yang tetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya
didaerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, yang bersumber dari:
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD).
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara (BUMN).
c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, bersumber dari:
a. Hasil penjualan aset daerah.
b. Penerimaan jasa giro.
c. Penerimaan bunga deposito.
d.Denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
Pada pengertian lain pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan atau
dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan Undang-Undang.Pemberlakuan
Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang
No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
sesungguhnya. Peran Pemerintah Daerah dalam era ekonomi sangat besar karena
dituntut kemandiriannya dalam melaksanakan fungsi dan memberlakukan
pembiayaan atas seluruh kegiatan daerah. Pemerintah Daerah juga diharapkan
mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memaksimalkan
potensi sumber-sumber daya daerah, selain itu pemerintah daerah juga dituntut untuk
mampu mengatur pengelolaan dana dan sumber daya yang tersedia dengan seefisien
dan seefektif mungkin. Pendapatan Asli Daerah dapat diperoleh dengan
mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan pajak daerah yang dikelola ataupun
yang berpotensi untuk dipungut pajak daerah agar dapat digunakan secara efisien dan
efektif.
Pajak mempunyai mempunyai peranan penting dalam membiayai keperluan
Negara maupun daerah. Ditinjau dari lembaga pemungutannya pajak dibedakan
menjadi dua , yaitu pajak pusat ( disebut juga pajak Negara ) dan pajak daerah.
Pajak Pusat (Negara) pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1983,
sedangkan pajak daerah dan restribusi daerah pertama kali baru dilakukan pada
tahun 1997. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Agus Setiawan,dkk,2006).
Pajak daerah ini digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah daerah dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing,yang gunanya
untuk membiayai urusan rumah tangga daerah dan untuk membiayai pengeluaran
Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah yang mempunyai kontribusidan
potensi terbesar di Kota Medan adalah pajak daerah.Pajak Daerah merupakansumber
pendapatan yang dapat dikembangkan berdasarkan peraturan-peraturan pajakyang
diterapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tanggapemerintah
daerah tersebut (Syuhada Sofian, 1997) dalam (Dini: 2010)
Sebagai salah satu sumber utama dalam pembiayaan urusan rumah tangga,
pajak daerah mendapat perhatian khusus dalam pengelolaannya. Hal ini terlihat dari
banyaknya penggunaan jasa yang disediakan oleh pemerintah kepada orang pribadi
maupun pihak swasta, sehingga pemerintah memiliki peluang dalam
mengoptimalisasikan pemungutan pajak daerah secara maksimal.
Kota Medan adalah Ibu kota Provinsi Sumatera Utara,Indonesia. Kota Medan
memiliki luas 26.510 Hektar (1265,10 km2) atau 3,6 % dari keseluruhan luas wilayah
Sumatera Utara. Dengan demikian dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya,
Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk
yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 30 30’– 3043’ Lintang
Utara dan 98035’ – 98044’ Bujur Timur. Sebagai daerah yang pada pinggiran jalur
pelayaran Selat Malaka,maka Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu
masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa baik perdagangan domestik maupun
luar negeri (ekspor-impor). Tentu dalam perdagangan dibutuhkan wadah
untukpemasaran produk lewat media cetak maupun media elektronik mengingat
jumlah penduduk Kota Medan yang relatif besar dan berpotensi sebagai konsumen
dijadikan sebagai modal besar bagi pengguna sektor perdagangan dan salah satu yang
paling diminati oleh pengguna adalah pemasaran lewat media reklame.Media reklame
ini dianggap sebagai pilihan paling alternatif dalam pemasaran karena dianggap
menguntungkan dan sangat efektif. Reklame dianggap mampu menarik calon
konsumen karena reklame dapat diakses oleh berbagai pihak. Hal ini menjadikan
reklame sebagai salah satu yang harus diperhatikan oleh pemerintah, baik dalam hal
pemberian aturan dan tarif pemasangan reklame yang diatur oleh undang-undang
maupun peraturan daerah.
Menurut Siahaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal
1 angka 26 dan 27 , Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame
.Menurut Perda Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame,Reklame
adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk dan corak ragamnyadirancang
untuk tujuan komersial, memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan,
atauuntuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa orang atau badan yang
dapat dilihat,dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
Realisasi pajak reklame setiap tahunnya masih cukup kecil dibanding jenispajak lain
yaitu rata-rata sebesar 24.343.255. Hal ini membuktikan bahwa pajakreklame bukan
merupakan pajak unggulan di Kota Medan. Tetapi cukup menarikuntuk diteliti,
melihat kenyataan di lapangan reklame banyak ditemukan reklame-reklame di tempat
umum, namun masih saja kecil sumbangannya rata-rata hanya 4,0 % terhadap PAD.
Kenyataan ini dapat dilihat pada Tabel 1.1:
Realisasi Penerimaan Dinas Pendapatan Kota Medan Dari Pajak Reklame dan Kontribusinya Terhadap PAD
Tahun
Sumber : Diolah sendiri
Pajak Reklame dapat memberikan kontribusi tersendiri terhadap penerimaan
pendapatan asli daerah (PAD), hal ini terlihat pada penerimaan Pajak Reklame Kota
Medan di tahun 2011 mampu memberikan kontribusi sebesar Rp. 26.757.363.691,-
dari target sebesar Rp.48.161.250.000,- artinya realisasi penerimaan Dinas
Pendapatan Kota Medan terhadap Pajak Reklame adalah 55,6% .Pada tahun 2012
sebesar Rp. 25.954.919.442,7,- dari target sebesar Rp.64.161.250.000,- artinya
realisasi penerimaan Dinas Pendapatan Kota Medan terhadap Pajak Reklame adalah
40,45% dan tahun 2013 sebesar Rp. 22.648.466.759,7,- dari target sebesar Rp
69.161.250.000,- artinya realisasi penerimaan Dinas Pendapatan Kota Medan
terhadap Pajak Reklame adalah 32,75%.Sehingga pemerintah diharap dapat
mengoptimalkan objek pajak ini guna menambah pendapatan asli daerah (PAD) yang
akan digunakan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan dan membiayai
pembangunan.Sebagai sumber penerimaan yang dapat memberikan kontribusi
tersendiri terhadap pendapatan asli daerah di kota Medan, pemerintah diharap mampu
mengoptimalkan potensi yang dimiliki pajak reklame. Namun dalam
medan yang dari tahun ke tahun semakin menurun, yakni pada tahun 2011 berkisar
55,6% menurun 15,15 % menjadi 40,45 % pada tahun 2012, kemudian menurun 7,7
% pada tahun 2013 menjadi 32,75 %. Hal tersebut menyiratkan bahwa potensi pajak
reklame Kota Medan sebenarnya cukup besar , dilihat dari target penerimaan pajak
reklame Kota Medan selalu meningkat setiap tahunnya.
Bila dilihat dari kontribusinya bagi Pajak Daerah, Pajak Reklame sebagaisalah
satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang berpotensi dan dapat
dilakukanpemungutan secara efisien dan efektif sehingga dapat lebih berperandalam
usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Medan. Menurut(Marihot
P.Siahaan dan Ahmad Sofyan : 2005) dalam (Dini: 2010), pemasukan dari pajak
reklame didapatdari nilai sewa reklame yang dipasang dengan tarif sewa reklame
berdasarkan darilokasi pemasangan reklame, lamanya pemasangan reklame, dan jenis
ukuran reklame.Pihak-pihak yang menggunakan jasa reklame dari bidang pendidikan,
industri,perhotelan, hiburan, bank-bank dan lembaga keuangan, transportasi,
komunikasi danpihak pemerintah.
Hal yang menjadi kendaladalam pencapaian target pajak reklame di kota
Medan, salah satu faktor penyebabnya adalah masih banyaknya reklame-reklame
illegal yang bertebaran di jalan dan tidak taat pajak.Masih ada industri atau usaha
kecil yang belum membayar pajak, tidak membayar pajak, tidak memiliki izin
pemasangan reklame dan juga dikarenakan masa tayangnya sudah habis oleh karena
itu akan dilakukan penertiban reklame.Selain banyaknya reklame illegal, faktor
memungut pajak reklame sudah melaksanakan tugasnya dengan baik atau malah
sebaliknya aparat tersebutlah yang justru membuat pencapaian target penerimaan
realisasi pajak reklame tidak tercapai. Disamping itu kesadaran masyarakat maupun
oknum industri yang berkepentingan dalam membayar pajak reklame juga masih
perlu ditingkatkan agar target yang telah ditetapkan tercapai. Agar reklame-reklame
illegal menjadi reklame yang taat pajak sehingga dapat mencapai target yang telah
ditetapkan dan meningkatkan PAD yang akan digunakan dalam membangun Kota
Medan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis memutuskan untuk melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Potensi Pajak Reklame di
Kota Medan”.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam pelaksanaan daerah otonom, tentu Kota Medan memerlukan biaya
yang relatif besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri. Untuk itu
pemerintah Kota Medan perlu untuk meningkatkan pendapatan daerah terutama yang
bersumber dari pajak daerah .salah satunya adalah Pajak Reklame. Besarnya
penerimaan Pajak Reklame pada dasarnya tergantung pada kesiapan daerah dan
potensi daerah tersebut. Di samping itu partisipasi dan peran serta masyarakat akan
sangat mendukung keberhasilan pelaksanaan pajak reklame khususnya wajib pajak
reklame. Berdasarkan uraian latar belakang maka permasalahan yang dihadapi
ketidakstabialanpertumbuhan pajak reklame dan kontribusi pajak reklame terhadap
PAD.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti
mengemukakan pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Seberapa besar potensi pajak reklame Kota Medan sebagai salah satu
Pendapatan Asli Daerah ?
2. Seberapa besar kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Medan ?
3. Apakah pemungutan pajak reklame Kota Medan yang dilakukan
DISPENDA Kota Medan tahun anggaran periode 2009-2013 sudah
efektif?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui besarnya potensi pajak reklame sebagai salah satu
pendapatan asli daerah Kota Medan.
2. Untuk mengetahui besar kontribusi pajak reklame tehadap Pendapatan
Asli Daerah Kota Medan.
3. Untuk mengetahui tingkat efektifitas pemungutan pajak reklame yang
dilakukan DISPENDA Kota Medan selama tahun anggaran 2009-2013.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan yang berkaitan dengan
pengoptimalisasian potensi pajak reklame secara efektif dalam rangka
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD) Kota Medan.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah terutama aparat
Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan untuk meningkatkan pemungutan
serta pengelolaan pajak reklame sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah