2.1 KANKER
2.1.1 Definisi Kanker
Kanker adalah penyakit pada tubuh sebagai akibat dari sel-sel tubuh yang
tumbuh dan berkembang abnormal di luar batas kewajaran (Junaidi, 2007).
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan
tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya sel-sel kanker
ini dapat berkembang ke bagian tubuh lain sehingga dapat menyebabkan kematian
(Setiati, 2009). Jenis kanker tergantung pada jenis organ atau sel tempat
terjadinya pembelahan sel yang abnormal tersebut, contohnya: kanker rahim,
kanker payu dara, kanker hati, kanker usus, kanker pankreas, kanker otak, kanker
kulit, kanker prostat, kanker tulang sarkoma,kanker testis, kanker lidah, kanker
mata, kanker darah, dan lain-lain. Hasil penelitian Oemiati (2011), kanker
terbanyak di Indonesia adalah kanker ovarium dan servix uteri.
2.1.2 Penyebab
Kategori agens dan faktor-faktor tertentu memberikan implikasi dalam
proses karsinogenik. Adapun fakor-faktor yang menyebabkan kanker adalah
sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002 ).
Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam struktur genetik sel yang
menganggu generasi populasi sel sehingga sel tersebut mengarah pada
kanker.
2. Agen Fisik
Faktor-faktor fisik yang dapat menyebabkan kanker mencakup pemajanan
terhadap sinar matahari atau radiasi, iritasi kronis atau inflamasi, dan
penggunaan tembakau.Pemajanan berlebih pada radiasi ultraviolet, terutama
pada individu berkulit terang, dan bermata hijau atau biru, meningkatakan
resiko kanker kulit.Iritasi atau inflamasi kronik diduga merusak sel-sel yang
menyebabkan diferensiasi sel abnormal. Mutasi sel sekunder terhadap iritasi
atau inflamasikronik berkaitan dengan kanker bibir pada perokok yang
menggunakan pipa.
3. Agen Kimia
Banyak substansi kimiawi yang ditemukan dalam lingkungan kerja yang
menjadi karsinogen atau ko-karsinigen dalam proses kanker. Karsinogen
kimia mencakup zat warna amino aromatik dan anilin,arsenik, jelaga dan tar,
absestos, benzen, pinang dan kapur sirih, kardium, senyawaan kromium, nikel
dan seng, debu kayu, senyawa berilium dan polivinil klorida.
4. Faktor-faktor genetik dan keturunan
Kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal,
dapat terbentuk sel-sel mutan.
Beberapa kanker pada masa dewasa dan anak-anak menunjukkan predisposisi
dekat memiliki tipe kanker yang sama. Kanker yang bersifat keturunan
termasuk retinoblastoma, nefroblastoma, feokromositoma, maligna, leukimia
dan kanker payudara, endometrial, kolorektal, lambung, prostat dan
paru-paru.
5. Faktor-faktor makanan
Risiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang
karsinogenik atau ko-karsinogenik atau ada tidaknya substansi proaktif
dalanm diet. Substansi diet berkaitan dengan peningkatan resiko kanker,
mencakup lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang
mengandung nitrat atu nitrit, dan diet dengan kalori tinggi.
6. Agen hormonal
Pertumbuhan kanker dipercepat dengan adanya gangguan kesimbangan
hormon baik oleh pembentukan hormon tubuh sendiri (endogenus) atau
pemberian hormon eksogenus.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Menurut Diananda (2009), gejala kanker biasanya tergantung dari jenis,
tempat, dan stadium kanker. Gejala umum kanker sebagai berikut :
1. Pembengkakan pada organ tubuh yang terkena (misalnya : ada benjolan di
payudara, di perut, dan sebagainya)
Terjadi perubahan pada tahi lalat seperti: bertambah besar, warnanya
tambah hitam, ada penyebaran pigmen di sekitar tahi lalat, gatal berdarah,
rambut yang sebelumnya ada gugur dan tidak tumbuh lagi.
3. Demam kronis
4. Terjadinya batuk kronis (terutama kanker paru) atau perubahan suara
(pada kanker leher)
Perubahan nada suara pada umumnya menjadi serak dan makin lama
suaranya makin hilang (aphoni) dapat disebabakan oleh kanker laring,
thyroid, paru. Batuk yang tidak sembuh-sembuh dapat disebabkan
olehkanker paru dan jalan nafas.
5. Terjadi perubahan pada sistem pencernaan/ kandung kemih
Alat-alat pencernaan terganggu disebut indigestion atau dispepsi,
misalnya: perubahan pola BAB, BAB berdarah dan sebagainya. Ini
disebabkan oleh kanker rektum, lambung, usus, atau kolon dan
sebagainya.
6. Penurunan nafsu makan dan berat badan
7. Keluarnya cairan atau darah tidak normal ( misalnya: keluar cairan
abnormal dari puting payudara ).
Suatu evaluasi diagnostik yang lengkap termasuk mengidentifikasi tahap
dan derajat keganasan. Pilihan pengobatan dan prognosa ditentukan dengan dasar
pentahapan dan penderajatan (Smeltzer & Bare, 2002). Pentahapan menentukan
ukuran tumor dan keberadaan metastasis. Sistem TNM sering digunakan dalam
menggambarkan keganasan kanker. Dalam sistem ini T mengacu pada keluasan
tumor primer, N mengacu pada keterlibatan nodus limfe, M mengacu pada
keluasan metastasis.
Sistem penderajatan digunakan untuk menentukan jenis jaringan yang
menjadi asal dari tumor dan tingkat sel-sel mempertahankan fungsi dan
karakteristik histologis dari jaringan asal. Penderajatan dituliskan dengan nilai
numerik dengan rentang I sampai IV. Tumor derajat I dikenal sebagai tumor yang
berdiferensia baik, struktur dan fungsinya hampir menyerupai jaringan asal.
Sedangkan tumor yang tidak menyerupai jaringan sel dalam struktur atau
fungsinya disebut tumor berdiferensiasi buruk atau tidak bisa berdiferensiasi
disebut tumor derajat IV.
T Tumor Primer
TX
T0 Tis
TI-T4
Ukuran, luas, kedalaman tumor primer
Tumor primer tidak dapat dikaji
Tidak ada bukti tumor primer In Situ
Peningkatan ukuran atau luas
N Metastasis Nodus
NX
Luas dan lokasi kelenjar getah bening regional yang terkena
N0
NI-N3
Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional
Peningkatan jumlah dan ukuran kelenjar getah bening regional
M Metastasis
MX
M0
MI
Tidak ada atau ada penyebaran jauh penyakit
Penyakit jauh tidak dapat dikaji
Tidak ada penyebaran jauh dari penyakit
Penyebaran penyakit jauh
Tabel 2.1 Tumor Nodus Metastasis menurut Otto, 2005
2.1.5 Penatalaksanaan
Kira-kira 40-50% penderita dapat disembuhkan baik dengan cara bedah,
kemoterapi, radioterapi, maupun kombinasinya (Syamsuhidayat, 2005).
1. Pembedahan
Pengangkatan kanker secara menyeluruh melalui tindakan pembedahan
masih merupakan modalitas pengobatan yang terbaik dan yang paling sering
digunakan. Pembedahan mungkin dipilihsebagai metode pengobatan primer atu
mungkin sebagai metode diagnostik, profilaktik, paliatif, atau rekonstruksi.
2. Radiasi
Radiasi ionosasi digunakan untuk menggangu pertumbuhan selular. Radiasi
mungkin digunakan sebagai suatu cara untuk menyembuh kanker. Terapi radiasi
juga dapat digunakan untuk mengontrol penyakit malignansi bila tumor tidak
dapat diangkat secara pembedahan atau bila ada metastasis pada nodus lokal, atau
leukemik ke otak atau medula spinalis. Radiasi diberikan pada letak tumor baik
dengan mekanisme eksternal atau internal.
3. Kemoterapi
Kemoterapi terutama digunakan untuk mengobati penyakit sistemik dari lesi
setempat. Kemoterapi mungkin dikombinasi dengan pembedahan atau terapi
radiasi, atau kedua-duanya, untuk menurunkan ukuran tumor sebelum operasi,
untuk merusak semua sel-sel tumor yang tertinggal pasca operasi, atau untuk
mengobati beberapa bentuk leukimia. Tujuan dari kemoterapi (penyembuhan,
pengontrolan, paliatif) harus realistik, karena tujuan tersebut akan menetapkan
medikasi yang digunakan dan keagresifan dari rencana pengobatan.
2.2 Kemoterapi
2.2.1 Definisi Kemoterapi
Menurut Sukardja (2002), kemoterapi adalah terapi untuk membunuh
sel-sel kanker dengan obat-obat anti kanker yang disebut dengan sitostatika.
Sedangkan menurut Brunner (2002), kemoterapi adalah penggunaan preparat
antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel kanker dengan
mengganggu fungsi dan reproduksi selular. Kemoterapi memiliki beberapa tujuan
berbeda, yaitu: kemoterapi kuratif, kemoterapi adjuvan, kemoterapi neoadjuvan,
kemoterapi paliatif dan kemoterapi investigatif.
2.2.2Efek Samping Kemoterapi
membelah.Namun, terkadang obat ini memiliki efek pada sel – sel tubuh normal
yang mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa ( selaput lendir ),
sum – sum tulang, kulit dan sperma. Beberapa efek samping yang sering ditemui
pada pasien adalah sebagai berikut (Sudoyo, 2009) :
1. Supresi sum–sum tulang
Trombositopenia, anemia, dan leukopenia adalah efek samping yang
terjadi akibat kemoterapi.
2. Muko sitis
Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis), lidah (glositis),
tenggorokan (esofagitis), usus (enteritis), dan rektum (proktitis).Umumnya
muko sitis terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah kemoterapi.
3. Mual dan Muntah
Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari sel–sel mukosa yang
melapisi saluran cerna. Muntah dapat terjadi secara akut, dalam 0-24 jam
setelah kemoterapi, atau tertunda 24 – 96 jam setelah kemoterapi.
4. Diare
Diare disebabkan karena kerusakan sel epitel saluran cerna sehingga
absorpsi tidak adekuat. Obat golongan antimetabolit sering menimbulkan
diare.Pasien dianjurkan untuk makan rendah serat, tinggi protein dan minum
cairan yang banyak.
Kerontokan rambut sering terjadi pada kemoterapi akibat efek letal obat
terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan total akan terjadi setelah
pengobatan dihentikan.
6. Infertilitas
Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium merupakan hal yang
rentan terhadap efek toksik obat antikanker. Pria yang kemoterapi seringkali
produksi spermanya menurun.Kemoterapi seringkali menyebabkan
perempuan pramenopause mengalami penghentian menstruasi sementara atau
menetap dan timbul gejala-gejala menopause.
2.2.3 Faktor – Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Kemoterapi
Menurut Sudoyo (2009), beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
melakukan kemoterapi adalah sebagai berikut:
1. Faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan kemoterapi adalah:
pilihan rejimen pengobatan, dosis, cara pemberian, dan jadwal pemberian.
2. Faktor yang harus diperhatikan pada pasien adalah: Usia, jenis kelamin,
status sosio ekonomi, status gizi, status penampilan, cadangan sumsum
tulang, serta fungsi hati, paru, ginjal, jantung, dan penyakit penyerta
3. Faktor yang berhubungan dengan tumor seperti: jenis dan derajat histologi,
tumor primer atau metastasis, lokasi metastasis, ukuran tumor, adanya
2.3. Kecemasan
2.3.1 Definisi kecemasan
Kecemasanadalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh,
perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari,
2001).Kecemasan terjadi sebagai hasil dari sebuah ancaman pada kepribadian
seseorang, harga diri, atau identitas diri. Kecemasan dialami ketika nilai-nilai
seseorang mengenali bahwa keberadaannya sebagai seseorang terancam.
Nilai-nilai yang termasuk didalamnya adalah fisik, sosial, moral, dan unsur emosional
dalam kehidupan (Stuart & Sundeen, 1998).
2.3.2 Penyebab
Penyebab kecemasan terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1.Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2012), ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya kecemasan, yaitu:
a.Menurut pandangan psikoanalitis
Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian yaitu id dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan implus
primitif, sedangkan super ego melambangkan hati nurani dan dikendalikan oleh
budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang
b. Menurut pandangan interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan
interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma
seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.
c.Menurut pandangan perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasiyaitu segala sesuatu yang menggangu
kemampuan individu mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku
yang lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari
berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.
d. Kajian keluarga
Gangguan kecemasan biasanya terjadi di dalam keluarga. Dan biasanya
tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.
e. Kajian biologis
Menunujukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin,
obat-obatan yang mengandung neuroregulator inhibisi asam
gamma-aminobutirat, yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan kecemasan.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat berasal dari sumber eksternal dan internal yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas fisik yang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (Kaplan & Sadock, 1997 dalam
Lufta & Maliya, 2007):
1. Faktor-faktor intrinsik, antara lain
a. Usia pasien
Kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa
dan lebih banyak pada wanita.
b. Pengalaman pasien menjalani pengobatan
Pengalaman awal pasien dalam menjalani pengobatan merupakan
pengalaman-penagalaman yang sangat sangat berharga yang terjadi pada
individu untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini
seabagai bagian penting yang sangat menentukan kondisi mental pasien di
kemudian hari.
c. Konsep diri dan peran
Konsep adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan oendirian yang
diketahui individu terhadap dirinya dan dapat mempenagruhi individu
tersebut berhubungan orang lain. Banyak faktor yang mempengaruhi peran
seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran,
2. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain:
a. Kondisi medis (diagnosa penyakit)
Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis
sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk
masing-masing kondisi medis.
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah mengidentifikasi stresor
dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat pendidikan juga
mempengaruhi kesdaran dan pemahaman terhadap stimulus.
c. Akses informasi
Pemberitahuan tentang sesuatu agar orang membentuk pendapatnya
berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan
yang didapatkan pasien sebelum pelaksanaan kemoterapi.
d. Proses adaptasi
Proses adaptasi sering menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan
sumber-sumber dari lingkungannya.
e. Tingkat sosial ekonomi
Status sosial ekonomi berkaitan dengan gangguan psikiatrik. Keadaan
ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi
peningkatan kecemasan pada pasien.
f. Jenis tindakan kemoterapi
Semakin mengetahui tentang tindakan kemoterapi, akan memepengaruhi
g. Komunikasi terapeutik
Hampir sebagian besar pasien yang menjalani kemoterapi mengalami
kecemasan. Pasien sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari
perawat.
2.3.4 Tanda dan Gejala Kecemasan
Stuart (2012) menyatakan bahwa ansietas dapat diekspresikan secara langsung
melalui perubahan fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif.
1. Respon fisiologis berhubungan dengan ansietas terutama dimediasi oleh sistem
saraf otonom yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Berbagai respon fisiologis
yang dapat diobservasi, yaitu:
a. Kardiovaskular: palpitasi, jantung berdebar, pingsan, tekanan darah
meningkat, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.
b. Pernafasan: napas cepat dan dangkal, tekanan pada dada, sensasi
tercekik, terengah-engah.
c. Neuromuskular: refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum,
tungkai lemah, gerakan yang janggal.
d. Gastrointestinal: kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak
nyaman pada perut, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati dan diare.
e. Saluran perkemihan: tidak dapat menahan kencing dan sering berkemih
f. Kulit: wajah kemerahan, keringat terlokalisasi (telapak tangan), gatal,
rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat dan berkeringat seluruh
2. Respon perilaku: gelisah, ketegangan fisik, tremor, terkejut, bicara cepat,
kurang koodinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari
masalah, menghindar, hiperventilasi dan sangat waspada.
3. Respon kognitif: perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam
memberikan penilaian, hambatan berpikir, kreatifitas menurun, lapang persepsi
menurun, bingung, takut kehilangan kendali, mimpi buruk, takut cedera atau
kematian, produktivitas menurun.
4. Respon afektif: mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup,
ketakutan, khawatir, mati rasa, rasa bersalah dan malu.
2.3.5 Tingkat Kecemasan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), ada beberapa tingkatan kecemasan
yaitu:
1. Cemas ringan
Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa hidupnya
sehari-hari. Pada tingakatan inilah persepsi melebar dan individu akan berhati-hati
dan waspada. Respon cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, gejala ringan padalambung, muka berkerut dan bibir bergetar,
lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah secara efektif, tidak dapat
duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan.
2.Cemas sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu lebih
cemas sedang seperti sering nafas pendek, nadi dan tekana darah naik, mulut
kering, anoreksia, gelisah , lapang pandang menyempit, rangsangan luar tidak
mampu diterima.
3. Cemas berat
Pada cemas berat lapang persepsi sangat sempit. Seseorang cenderung hanya
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Seseorang
tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau
tuntunan. Respon kecemasan berat seperti napas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan lapang
persepsi sangat sempit, tidak mampu meyelesaikan masalah, blocking, verbalisasi
cepat, dan perasaan anacaman meningkat.
4. Panik
Pada tahap ini persepsi telah terganggu sehingga individu tidak dapat
mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apapun, walaupun telah diberi
pengarahan. Respon panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit
dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis,
agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, kehilangan
kendali, dan persepsi kacau.
Ada 4 tingkat ansietas (Pepalu, 1952): ringan, sedang, berat, dan panik.
Pada masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku,
kemampuan kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas
Tingkat Kecemasan
Fisiologis Kognitif/persepsi Emosi / Afektif
Cemas Ringan Ketegangan otot
ringan Sadar akan lingkungan
Rileks atau sedikit gelisah
Cemas Sedang Ketegangan otot
sedang sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung stimulus meningkat Rentang perhatian
Cemas Berat Ketegangan otot
berat
Hiperventilasi Kontak mata buruk Pengeluaran
tujuan dan
Panik Flight, fight, atau
freeze Tidak dapat tidur Hormon stres dan neurotransmiter
Pikiran tidak logis, terganggu
Kepribadian kacau Tidak dapat menyelesaikan masalah
Fokus pada pikiran sendiri
Tidak rasional Sulit memahami stimulus eksternal Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
Merasa terbebani hasil yang buruk Kaget, takut Lelah
Tabel 2.2 Tingkat Kecemasan (Peplau, 1952 dalam Videbeck 2008)
Rentang Respon Kecemasan menurut Stuart (2012):
Adaptif Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
2.3.5 Kecemasan Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi
Kecemasan pada pasien kanker disebabkan oleh masalah persepsi pasien
tentang kanker yang selalu dikaitkan dengan kematian dan masalah ketidak
pastian setelah pengobatan (Sharti & Djoerban, 2007).
Pasien kanker dapat mengalami reaksi psikologis yang berat. Derajat dan
manifestasi reaksi psikologis berkaitan langsung dengan jenis kelamin, usia,
tingkat budaya, pengalaman hidup, pemahaman akan pengetahuan medis, dan ciri
pribadi. Kecemasan dapat dialami penderita kanker selama sakit yaitu sebelum
dan sesudah diagnosa ditegakkan dan saat menjalani pengobatan. Hal ini
berkaitan dengan tidak adanya kepastian akan prognosa penyakit, dan efektifitas
pengobatan terhadap pemulihan kondisi. Kemoterapi merupakan terapi kanker
yang sering digunakan. Efek samping dari obat kemoterapi sering membuat
pasien mengalami ansietas, tegang, depresi, fobia maupun keraguan. Sebelum
kemoterapi pasien sudah merasa takut, dan reaksi psikologis pasca kemoterapi
sering kali lebih berat (Fujin, dkk., 2011).
Rasa cemas yang dirasakan pasien kanker timbul karena kemoterapi tidak
hanya berlangsung dalam waktu singkat tetapi juga dilakukan secara berulang.
Efek samping yang timbul menimbulkan rasa tidak nyaman dan paling sering
terjadi secara umum adalah rontoknya rambut karena kematian sel rambut,
timbulnya anoreksia yang membuat nafsu makan berkurang drastis karena efek
samping mual muntah yang terjadi, vertigo, anemia serta perubahan kulit (Otto,
menyebabkan ketidakseimbangan fisik, psikologis, sosial dan emosional.
Keluhan-keluhan yang muncul dari ansietas meliputi respon fisik, kognitif,
perilaku dan emosi.
Hasil penelitian Setyowati (2006), menemukan bahwa kemoterapi
membuat penderita kanker merasa cemas, kecemasan ini ditunjukkan melalui
respon fisiologis, perilaku kognitif dan afektif. Reaksi fisiologis seperti tangan
berkeringat dan terasa dingin, detak jantung berdetak lebih cepat, wajah pucat dan
tegang, kehilangan nafsu makan, gerakan yang janggal, rasa tidak nyaman pada
perut, rasa tertekan pada dada dan sering buang air kecil. Respon perilaku berupa
gugup, menarik diri dari hubungan interpersonal, dan melarikan diri dari masalah.
Respon kognitif seperti takut pada kematian dan cedera. Sedangkan respon afektif
berupa kurang sabar, merasa tegang, gugup, dan merasa takut.
Kecemasan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi akan berpengaruh
pada keadaan fisiologis pasien. Perubahan fisiologis seperti pernafasan, aliran
darah dan denyut jantung yang meningkat akan mempengaruhi efektivitas
pengobatan kemoterapi. Oleh karena itu, kecemasan dalam menghadapi