• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Good Corporate Governance (GCG) 2.1.1. Pengertian Good Corporate Governance (GCG) - Pengeruh Peranan Audit Internal, Komite Audit dan Dewan Direksi Terhadapa Penerapan Good Corporate Governance Pada PT Tolan Tiga Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Good Corporate Governance (GCG) 2.1.1. Pengertian Good Corporate Governance (GCG) - Pengeruh Peranan Audit Internal, Komite Audit dan Dewan Direksi Terhadapa Penerapan Good Corporate Governance Pada PT Tolan Tiga Indonesia"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Good Corporate Governance(GCG)

2.1.1. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)

Walupun istilah GCG dewasa ini sangat populer, namun sampai saat ini belum ada definisi baku yang dapat disepakati oleh semua pihak. Istilah “corporate governance” pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Commitee, Ingris di tahun 1922 yang menggunakan istilah istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report (Agoes dan Ardana, 2009). Istilah ini sekarang menjadi sangat populer dan telah diberi banyak definisi oleh berbagai pihak.

Menurut Cadbury Commitee of United Kingdom Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

(2)

2009). Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.

2.1.2. Prisip-Prinsip GCG

Konsep GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi. Organization for Economic Coorporation and Development (OECD) mencoba untuk mengembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan baik oleh pemerintah maupun para pelaku bisnis dalam mengatur mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan. Prinsip-prinsip OECD (Agoes dan Ardana, 2009) mencakup lima bidang utama, yaitu: hak-hak para pemegang saham (stockholders) dan perlindungannya; peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya; pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu; transparansi terkai dengan struktur dan operasi perusahaan; serta tanggung jawab dewan terhadap, pemengang saham, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Secara ringkas prinsip-prinsip tersebut dapat dirangkum sebagai berikut (Agoes dan Ardana, 2009):

a. Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness) b. Transparansi (transparency)

(3)

Dalam hubungannya dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Negara BUMN juga mengeluarkan keputusan Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentan penerapan GCG. Ada lima prinsip menerut keputusan ini, yaitu:

a. Kewajaran (fainess) b. Transparansi

c. Akuntabilitas

d. Pertanggungjawaban e. Kemandirian

Selanjutnya, National Commttee on Governance (NCG,2006) memublikasikan Kode Indonesia tentang tata kelola perusahaan yang baik (Indonesia;s Code of Good Corporate Governance) pada tanggal 17 oktober 2006. Sebagaimana dinyatakan dalam kata pengantarnya oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Boediono, walaupun Kode Indonesia tentang GCG ini bukan merupakan suatu peraturan, tetapi dapat menjadi pedoman dasar bagi seluruh perusahaan di Indonesia dalam menjalankan usaha agar kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin dalam jangka panjang dalam koridor etika bisnis yang pantas. Dalam kode GCG ini, NCG mengemukakan lima prinsip GCG, yaitu:

(4)

d. Independensi (Independency) e. Kesetaraan (Fairness)

Penjelasan singkat dari masing-masing prinsip yang telah dikemukakan dapat diberikan sebagai berikut:

a. Perlakuaan yang setara (fairness) merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat, dan yang lainnya). Hal inilah yang memunculkan konsep stakeholders (seluruh kepentingan pemangku kepentingan), bukan hanya kepentingan stocholders (pemegang saham saja).

b. Prinsip transparansi (disebut juga prinsip keterbukaan), artinya kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam penyampaiaan informasi juga mengandung arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan . c. Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban

untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan dengan efektif.

(5)

tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusaan.

e. Kemandirian sebagai tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat

2.1.3. Manfaat Good Corporate Governance

(6)

memulihkan kepercayaan para investor dan institusi terkait di pasar modal. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penerapan GCG adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi, Tiger dkk, (2003) mengatakan paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:

a. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.

b. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.

c. Internasional pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.

d. Kalaupun GCG bukan obat mujarap untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah.

e. Secara teoritis praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

(7)

kewajiban semua pemangku kepentingan dalam arti luas dan khususnya organ RUPS, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi dalm arti sempit.

2.2. Internal Audit

2.2.1. Pengertian Audit Internal

Menurut Institute of Internal Auditors (IIA) (Sawyer’s 2005:9) “audit internal adalah sebuah aktivitas konsultasi dan keyakinan objektif yang dikelola secara independen di dalam organisasi dan diarahkan oleh filosofi penambahan nilai untuk meningkatkan operasional perusahaan. Audit tersebut membantu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan risiko, kecukupan kontrol, dan pengelolaan organisasi”.

(8)

Tanggung jawab auditor internal sangat beragam, tergantung pada si pemberi kerja. Ada staf audit internal yang hanya terdir atas satu atau dua karyawan yang melakukan audit ketaatan secara rutin. Staf audit internal lainnya mungkin terdir atas lebih dari 100 karyawan yang memikul tanggung jawab yang berlainan, termasuk di banyak bidang di luar akuntansi. Banyak juga auditor internal yang terlibat dalam audit operasional atau memiliki keahlian dalam mengevaluasi sistem komputer. Untuk mempertahankan independensi dari fungsi-fungsi bisnis lainnya, kelompok audit internal biasanya melapor langsung kepada direktur utama, salah satu pejabat tinggi eksekutif lainnya, atau komite audit dalam dewan komisaris.

2.2.2.Fungsi Audit Internal

Audit internal terlibat dalam memenuhi kebutuhan manajemen, dan sataf audit yang paling efektif meletakkan tujuan manajemen dan organisasi di atas rencana dan aktivitas mereka. Tujuan-tujuan audit disesuaikan dengan tujuan manajemen, sehingga auditor internal itu sendira berada dalam posisi untuk menghasilkan nilai tertinggi pada hal-hal yang dianggap manajemen paling penting bagi kesuksesan organisasi.

Menurut Sawyer’s (2005:32) mengatakan bahwa fungsi audit internal adalah sebagai berikut.

(9)

Setiap tahun kepala eksekitif audit menyiapkan rancan awal audit khusus untuk aktifitas yang diawasi. Rencana ini dipresentsikan di depan manajemen ekseskutif dan dewan, dan diubah sesuai dengan pergeseran strategi organisasi dan kebutuhan serta harapan pegawai senior. Kepala eksekutif juga memastikan bahwa waktu dan sumber daya tersedia untuk audit yang sewaktu-waktu diperlukan dan tidak bisa diperkirakan pada saat rencana awal dibuat.

b. Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko.

Auditor internal memperluas persepsi tentang manajemen risiko dan meningkatkan upaya untuk menyakinkan manajen bahwa semua jenis risiko organisasi telah diperhatikan dengan layak.

c. Memvalidasi laporan ke manajemen senior.

Manajer senior biasanya membuat laporan keputusan berdasarkan laporan yang mereka terima, bukan berdasarkan pengetahuan mereka sendiri. Laporan yang akurat dan tepat waktu lebih mungkin menghasilkan keputusan yang bermakna.

d. Membantu manajemen pada bidang-bidang teknis.

(10)

Pengamanan data telah menjadi risiko terbesar yang dihadapi oleh organisasi modern.

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional Akuntansi Publik (2001 : 322.2) mengatakan fungsi auditor internal adalah membantu kinerja pengendalian entitas. Pada waktu auditor berusaha memahami pengendalian internal, auditor harus berusaha memahami fungsi audit intern yang cukup untuk mengidentifikasi aktivitas audit intern yang relevan dengan pernyataan audit.

2.2.3. Tujuan Audit Internal

(11)

perusahaan, kesalahan manajemen dalam mengelola sumber daya dapat membuat perusahaan bangkrut. Di lain pihak, auditor internal sangat memerhatikan pemborosan dan kecurangan, dari mana pun sumbernya dan sekecil apapun jumlahnya.

2.2.4. Hubungan Audit Internal Dengan Manajemen

(12)

Sayangnya, beberapa manajer tidak menyadari manfaat yang menanti mereka. Kadang kala auditor sendiri tidak memberi pengetahuan ke manajemen tentang manfaat tersebut. Departemen audit internal mampu membantu manajemen dalam:

a. Mengawasi kegiatan-kegiatan yang tidak dapat diawasi sendiri oleh manajemen puncak.

b. Megidentifikasi dan meminimalkan risiko. c. Memvalidasi laporan ke manajemen senior. d. Membantu manajemen pada bidang-bidang teknis. e. Membantu proses pengambilan keputusan.

f. Menganalisis masa depan, bukan hanya masa lalu. g. Membantu manajer untuk mengelola perusahaan.

2.2.5. Independensi Audit Internal Dalam Pelaporan

Banyak organisasi audit internal bisa mendapatkan kebebasan yang diperlukan untuk melaksanakan audit internal secara independen dan objektif. Independensi audit internal dalam pelaporan, yaitu:

a. Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau signifikansi dari fakta-fakta yang dilaporkan.

(13)

c. Menghindari pengunaan kata-kata yang menyesatkan baik secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta, opini, dan rekomendasi dalam interpretasi auditor.

d. Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit internal.

2.2.6. Peranan Audit Internal

(14)

2.2.7. Kode Etik Aaudit Internal

Kode etik profesional disusun sebagai hasil dari hubungan yang khusus antara anggota profesi dan kliem mereka. Praktisi profesional tidak menjauhi orang-orang yang mereka layani. Prinsip bisnis “hati-hatilah kepada pembeli” tidak berlaku ketika para profesional memberi jasa kepada orang awam. Klien harus memercayai para profesional berdasarkan perilaku yang etis. Kepercayaan ini akan meningkat bila para profesional diminta untuk bersumpah melayani publik dengan jujur dan rajin dan untuk bertindak berdasarkan aturan ketat dan perilaku yang etis.

(15)

2.3. Komite Audit

2.3.1. Definisi Komite Audit

Dalam Keputusan BAPEPAM No. Kep-41/PM/2003 menyatakan “Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya”.

Independensi komite audit dari manajemen serta pegetahuan tentang masalah pelaporan keuangan merupakan determinan yang penting menyangkut kemampuannya untuk mengevaluasi secara efektif pengendalian internal dan laporan keuangan yang disiapkan manajemen. Banyak juga perusahaan tertutup yang membentuk komite audit yang efektif. Untuk perusahaan tertutup lainnya, tata kelola mungkin dilakukan oleh patner, trustee, atau komite audit manajemen, seperti komite keuangan atau anggaran. Pihak-pihak yang bertanggung jawab mengawasi arah strategi entitas dan akuntabilitas entitas, termasuk pelaporan keuangan dan pengungkapan, disebut sebagai pihak –pihak yang memikul tanggung jawab tata kelola oleh standar auditing.

2.3.2. Struktur Komite Audit

Menurut Surat Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000 struktur komite audit adalah:

(16)

b. Komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota dan salah satu dari anggota tersebut merupakan komisaris independen emite atau perusahaan publik, sedangkan anggota lainnnya merupakan pihak eksternal yang independen.

c. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris perusahaan bertindak sebagai ketua komite audit.

2.3.3. Tugas Komite Audit

Komite audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa (Komite Nasional Kebijakan Governance : 2006):

a. Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

b. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik. c. Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai

dengan standar audit yang berlaku.

d. Tidak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.

2.3.4. Wewenang Komite Audit

Menurut Keputusan BAPEPAM No. Kep-41/PM/2003 wewenang komite audit adalah:

(17)

sumber daya perusahaan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.

b. Dalam melaksanakan wewenangnya komite audit wajib bekerja sama dengan audit internal.

2.3.5. Persayaratan Keanggotaan Komite Audit

Agoes (2009) menyatakan syarat-syarat mejadi anggota komite audit adalah sebagai berikut:

a. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.

b. Salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan.

c. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan perusahaan.

d. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan dibidang pasar modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

(18)

f. Bukan merupakan karyawan kunci Emite atau Perusahaan Publik dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.

g. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emite atau Perusahaan Publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.

h. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emite atau Perusahaan Publik, Komisaris, Direksi, atau Pemegan Saham Utama Emite atau Perusahaan Publik.

i. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emite atau Perusahaan Publik.

j. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emite atau Perusahaan Publik lain pada periode yang sama.

k. Sekretaris perusahaan harus bertindak sebagai sekretaris komite audit.

2.4. Dewan Direksi

2.4.1. Definisi Dewan Direksi

(19)

suatu perseroan, maka hal penting yang berkaitan dengan keberadaannya adalah tugas, wewenang, dan taanggung jawabnya dalam perseroaan tersebut (Widiyono : 2008).

Direksi adalah organ perseroan yang wewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroaan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroaan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (UU RI No. 40 Tahun 2007).

Keberadaan direksi dalam perusahaan ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perusahaan tanpa adanya direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada direksi tanpa adanya perusahaan. Oleh karena itu, keberadaan direksi bagi perusahaan sangat penting. Sekalipun perusahaan itu sebagai badan hukum, yang mempunyai kekayaan terpisah dengan direksi, tetapi hal itu hanya berdasarkan fisik huku, bahwa perusahaan dianggap seakan-akan sebagai subjek hukum, sama seperti manusia.

2.4.2. Klasifikasi Dewan Direksi

(20)

direktur utama sebagai primus inter pores adalah mengkordinasikan kegiatan direksi. Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:

a. Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta bertindak independen.

b. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.

c. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitabily) dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan.

d. Direksi mempertangungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4.3. Pengangkatan Dewan Direksi

Pengangkatan direksi merupakan kewenangan mutlak dari RUPS. Adapun pihak yang dapat diangkat menjadi anggita direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam lima tahun sebelum pengangkatannya pernah:

a. Dinyatakan pailit.

(21)

c. Dihukum karena melakukan tindakan pidana yang merugikan keuangan negara dan atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Untuk pertama kali, pengangkatan anggota direksi dilakukan oleh pendiridalam akta pendiri. Anggota dirksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.

2.4.4. Fungsi Dewan Direksi

Fungsi pengelolaan perusahaan oleh direksi mencakup lima tugas utama, yaitu:

1. Kepengurusan

a. Direksi harus menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta program jangka panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui oleh dewan komisaris atau RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

b. Direksi harus dapat mengendalikan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien

c. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku kepentingan.

(22)

e. Direksi harus memiliki tata tertib pedoman kerja sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja.

2. Manajemen Risiko

a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen risiko perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan.

b. Untuk setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan produk atau jasa baru, harus diperhitungkan secara seksama dampak risikonya, dalam arti adanya keseimbangan antara hasil dan beban risiko.

c. Untuk memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan baik, perusahaan perlu memiliki unit kerja atau penanggungjawad terhasap pengendalian risiko.

3. Pengendalian Internal

a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian internal perusahaan yang handal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-undangan.

(23)

mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki satuan kerja pengawasan internal.

c. Suatu kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu direksi dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan; memberikan saran dalam upaya memeperbaiki efektifitas proses pegendalian risiko; melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan, pelaksanaan GCG dan perundang-undangan; dan memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal.

d. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung jawab kepada diretur utama yang membawahi tugas pengawasan internal. Satuan kerja pengawasan internal mempunyai hubungan fungsional dengan dewan komisaris melalui komite audit.

4. Komunikasi

a. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara perusaahaan dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan fungsi sekretaris perusahaan.

(24)

pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan wajar dari pemangku kepentingan.

c. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola danamasyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki sekretaris perusahaan yang fungsinya dapat mencakup pula hubungan dengan investor .

d. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerjake kepatuhan tersendir, fungsi untuk menjamin kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan oleh sekretaris perusahaan.

e. Sekretaris perusahaan atau pelaksana fungsi sekretaris perusahaan bertanggun jawab kepada direksi. Laporan pelaksanaan tugas sekretaris perusahaan disampaikan pula kepada dewan komisaris. 5. Tangung Jawab Sosial

a. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan, direksi harus dapat memastikan dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan.

(25)

2.4.5. Pertanggung Jawaban Direksi

a. Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan GCG.

b. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk laporan keuangan harus memperoleh pengesahaan RUPS. c. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS

diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang sahamelakukan penilaian.

2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Di bawah ini ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh internal audit, komite audit dan dewan direksi terhadap good corporate governance yang dijadikan penulis sebagai panduan atau contoh dalam penulisan penelitian ini.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Peneliti Variabel

(26)
(27)

Pengendalian intern terhadap tata kelola perusahaan yang Use of Interpersonal Likability,

Argument, and Accounting

(28)

2.6. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dalam upaya penerapan good corporate governance ada beberapa bagian didalam perusahaan yang dapat mewujudkannya, yaitu audit internal, komite audit dan dewan.

Audit internal membantu organisasi untuk mencapi tujuannya melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian dan proses governance, keberadaan audit internal dalam suatu perusahaan atau organisasi sangat memiliki pranan yang sangat penting karena audit inernal yang baik akan menciptakan pengawasan yang baik juga bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan, risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan

Good Corporate Governance (Y)

Audit Internal (X1)

Komite Audit (X2)

(29)

diminimalisasi, peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti, kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi, sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis, dan tujuan organisasi telah dicapai secara efektif

Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, independensi komite audit dari manajemen serta pegetahuan tentang masalah pelaporan keuangan merupakan determinan yang penting menyangkut kemampuannya untuk mengevaluasi secara efektif pengendalian internal dan laporan keuangan yang disiapkan manajemen. Pihak-pihak yang bertanggung jawab mengawasi arah strategi entitas dan akuntabilitas entitas, termasuk pelaporan keuangan dan pengungkapan, disebut sebagai pihak –pihak yang memikul tanggung jawab tata kelola oleh standar auditing.

(30)
(31)

2.7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara emoiris. Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena (Erlina, 2011). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 = Intenal audit secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerapa good corporate governance pada PT Tolan Tiga Indonesia.

H2 = Komite audit secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerapan good corporate governance pada PT Tolan Tiga Indonesia.

H3 = Dewan direksi secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerapan good corporate governance pada PT Tolan Tiga Indonesia.

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Dewan Direksi (X3) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerapan good corporate governance (Y) pada PT Tolan Tiga Indonesia. Hipotesis yang akan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keahlian akuntansi dan keuangan dan ukuran komite audit, independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kualitas audit

Komite audit tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, kondisi ini terjadi karena komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan

Dewan Komisaris secara langsung maupun melalui Komite Audit memberikan masukan, pertimbangan dan nasihat kepada Direksi untuk memastikan strategi bisnis dan tata kelola

Penelitian ini dilakukan untuk meneliti peran dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba dengan menggunakan indikator ukuran dewan komisaris, independensi

independensi dewan komisaris, independensi komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan asing, kepemilikan terkonsentrasi, dan ukuran

Penelitian ini dilakukan untuk meneliti peran dewan komisaris dan komite audit terhadap manajemen laba dengan menggunakan indikator ukuran dewan komisaris, independensi

KOMiTe GOOD CORPORATe GOVeRnAnCe Komite GCG bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji secara menyeluruh kebijakan GCG yang disusun oleh Direksi, serta menilai