• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri 2.1.1 Pengertian Nyeri - Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Intensitas Nyeri pada Ibu Primigravida Kala I Fase Aktif Persalinan di Klinik Bersalin Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri 2.1.1 Pengertian Nyeri - Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Intensitas Nyeri pada Ibu Primigravida Kala I Fase Aktif Persalinan di Klinik Bersalin Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Tahun 2013"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri

2.1.1 Pengertian Nyeri

Menurut Assosiasi Internasional yang khusus mempelajari tentang nyeri (The International Associational for the Study of Pain /IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu yang tidak menyenangkan bersifat subjektif dan berhubungan dengan panca

indra, serta suatu pengalaman emosional yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan

baik aktual maupun potensial yang di gambarkan sebagai suatu yang dapat

menyebabkan nyeri secara psikologis (Perry dan Potter, 2010).

Menurut Maryunani (2010) nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional

yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial,

sehingga menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri

tersebut. Menurut Reeder dkk (2011) nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif,

berbeda antara satu orang dengan orang lain dan dapat juga berbeda pada orang yang

sama diwaktu berbeda.

2.1.2 Teori Nyeri

Menurut Maryunani (2010) terdapat teori yang menjelaskan tentang nyeri

(2)

pemikiran pertama Gate Kontrol Theory adalah bahwa keberadaan dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada transmisi tertentu pada impuls-impuls syaraf.

Kedua, mekanisme gate/pintu sepanjang sistem syaraf mengontrol/mengendalikan transmisi nyeri. Akhirnya, jika gate terbuka, impuls yang menyebabkan sensasi nyeri

dapat mencapai tingkat kesadaran. Jika gate tertutup, impuls tidak mencapai tingkat

kesadaran dan sensari nyeri tidak dialami.

2.1.3 Sifat Nyeri

Menurut Perry dan Potter (2006) dalam penelitian Arfina (2012) Nyeri

merupakan suatu kondisi yang lebih sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh

stimulasi tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan bersifat individual. Stimulus nyeri

dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental. Nyeri merupakan mekanisme

fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri, apabila seseorang yang mengalami

nyeri maka perilakunya akan berubah, misalnya seseorang yang kakinya mengalami

dislokatio menghindari aktifitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada

kakinya untuk mencegah cidera lebih lanjut. Nyeri merupakan tanda peringatan

bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang pertimbangan utama pada saat pengkajian

nyeri.

2.1.4 Jenis-jenis Nyeri

Nyeri dikategorikan dengan durasi atau lamanya (akut atau kronis) atau

dengan kondisi patologis. Nyeri akut/sementara bersifat melindungi, memiliki

penyebab yang dapat diindentifikasi, berdurasi pendek dan memiliki sedikit

(3)

dengan atau tanpa pengobatan setelah jaringan yang rusak sembuh. Hal ini di

sebabkan karena nyeri akut dapat diprediksi waktu penyembuhannya dan

penyebabnya dapat diidentifikasi, hal ini akan membuat tim medis merasa termotivasi

untuk segera menangani nyeri tersebut.

Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari yang diharapkan, tidak selalu

memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi dan dapat memicu penderitaan yang

teramat sangat bagi seseorang. Seseorang dengan nyeri kronis terkadang tidak

menunjukkan gejala yang jelas dan tidak bisa beradaptasi terhadap nyeri, dengan kata

lain orang tersebut terlihat lebih menderita seiring dengan waktu dapat menyebabkan

kelelahan secara fisik dan mental. Gejala-gejala yang berhubungan dengan nyeri

kronis mencakup kelelahan, sukar tidur, anoreksia, penurunan berat badan, apatis,

merasa putus asa dan marah (Perry dan Potter, 2010)

Menurut Price dan Wilson (2005) dalam Judha dkk (2012), nyeri berdasarkan

lokasi atau sumbernya yaitu :

a. Nyeri Somatik Superfisial (Kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superficial kulit dan jaringan

subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa

rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila kulit yang hanya terlibat, nyeri

sering dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis atau seperti terbakar, tetapi

apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi

(4)

b. Nyeri Somatik Dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendon,

ligamentum, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit

reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit dan cenderung menyebar ke daerah

sekitarnya.

c. Nyeri Visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh.

Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan

terletak di dinding otot polos organ-organ berongga. mekanisme utama yang

menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau distensi abnormal dinding atau

kapsul organ, iskemia dan peradangan.

d. Nyeri Alih

Nyeri alih didefenisikan sebagai nyeri berasal dari kata salah satu daerah di

tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke daerah

kulit yang dipersyarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viksus yang

nyeri tersebut berasal dari masa mudigah, tidak hanya ditempat organ tersebut berada

pada masa dewasa.

e. Nyeri Neuropati

Sistem syaraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari

sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan

(5)

gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering memiliki kualitas

seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Dengan demikian nyeri sering

bertambah parah oleh stress emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda oleh

relaksasi.

2.2 Nyeri Persalinan

Nyeri dalam persalinan merupakan stimulus yang dirasakan ibu selama proses

persalinan. Respon nyeri dapat dilihat dari perubahan sikap, cemas, merintih,

menangis bahkan sampai meraung (Hutahaean, 2009). Nyeri adalah bagian integral

dari persalinan dan melahirkan menurut Melzack (1984) dikutip oleh mander (2003).

Menurut Judha dkk (2012) yang mengutip pendapat Cunningham (2004) mengatakan

bahwa nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium, merupakan proses fisiologis

dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu.

2.2.1 Tahapan Persalinan

Menurut Maryunani (2010) proses persalinan dibagi menjadi 4 tahapan atau

dikenal dengan istilah kala yaitu :

a. Kala I atau kala pembukaan/pematangan serviks, yaitu dari saat mulai terbukanya

saluran leher rahim/serviks uteri sampai pembukaan lengkap.Kala I persalinan di

mulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai

pembukaan lengkap (10 cm), persalinan kala I di bagi 2 fase yaitu fase laten dan

fase aktif. Fase laten persalinan dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan

(6)

4 cm, biasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam. Sementara pada fase aktif

persalinan frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi

dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit

dan berlangsung selama 40 detik atau lebih), serviks membuka dari 4 cm sampai

dengan 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih perjam hingga

pembukaan lengkap (10 cm), terjadi penurunan bagian terbawah janin. Fase aktif

dibagi menjadi 3 yaitu fase akselerasi, fase dilatasi maksimal dan fase deselerasi

(Hidayat dan Sujiyatini, 2010). Pada primigravida terjadinya kala I persalinan

pada fase laten selama 20 jam dan fase aktif selama 1,2 cm/jam sedangkan pada

multigravida terjadinya kala I persalinan fase laten selama 14 jam dan fase aktif

selama 1,5 cm/jam (Bobak, 2004)

b. Kala II disebut juga sebagai kala pengeluaran, yaitu sejak pembukaan lengkap

sampai lahirnya bayi.

c. Kala III atau kala pelepasan uri/kala pelepasan plasenta yaitu dari saat lahir bayi

sampai keluarnya plasenta.

d. Kala IV atau observasi paska persalinan, yaitu sejak plasenta dilahirkan sampai

satu jam setelah proses persalinan.

2.2.2 Penyebab Nyeri Persalinan

Menurut Judha dkk (2012) nyeri persalinan yang dialami oleh ibu yang akan

bersalin disebabkan oleh :

(7)

Kontraksi rahim menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta iskemia

rahim akibat kontraksi arteri miometrium, karena rahim merupakan organ internal

maka nyeri yang timbul disebut nyeri visceral. Pada persalinan nyeri dapat dirasakan

ibu pada punggung bagian bawah dan sacrum, biasanya ibu mengalami nyeri ini

selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi.

b. Regangan Otot Dasar Panggul

Jenis nyeri ini timbul pada saat mendekati kala II, tidak seperti nyeri visceral,

nyeri ini terlokalisir di daerah vagina, rektum dan perineum sekitar anus. Nyeri ini

disebut dengan nyeri somatik dan disebabkan peregangan struktur jalan lahir bagian

bawah akibat penurunan bagian terbawah janin.

c. Kondisi Psikologis

Nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa cemas. Takut,

dan tegang yang memicu produksi hormon prostaglandin sehingga timbul hormon.

Kondisi hormon dapat memengaruhi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri.

2.2.3 Pengukuran Intensitas Nyeri

Kata-kata deskriptif sering memiliki nilai numeris yang ditambahkan dalam

upaya untuk lebih memperjelas hubungan antara berbagai tingkat nyeri menurut

Wright (1988) dalam Prasetyo (2010). Skala pengukuran nyeri NRS (Numerical Rating Scale) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini ibu bersalin dapat di nilai nyeri persalinan dengan skala 0-10. Angka 0 diartikan kondisi

(8)

yang dirasakan, skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum

dan sesudah pemberian terapi musik (Prasetyo, 2010).

2.2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon terhadap Nyeri Persalinan

Faktor-faktor yang memengaruhi respon terhadap nyeri persalinan adalah :

a. Budaya

Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi oleh budaya

individu. Menurut Mulyati (2002) dalam Judha dkk (2012) menjelaskan bahwa

budaya memengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu primigravida, sehingga

penting untuk mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik budaya

memengaruhi seorang ibu dalam mempersepsikan dan mengekspresikan nyeri

persalinan. Menurut Finnerty (2006) bahwa musik dapat memengaruhi fisiologi tubuh

dan keadaan pikiran seseorang, dalam mengatasi nyeri klinis, model biopsikososial

sangat berpengaruh saat ini sehingga budaya juga dapat memengaruhi seseorang

dalam pemilihan penggunaan musik untuk mengatasi rasa nyeri.

b. Kecemasan

Stres atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat menyebabkan kontraksi

uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit dirasakan. Karena saat wanita dalam

kondisi inpartu tersebut mengalami stress maka secara otomatis tubuh akan

melakukan reaksi defenisif sehingga secara otomatis dari hormon tersebut

merangsang tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon kotekolamin dan

(9)

persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum

melahirkan, sehingga uterus menjadi semakin tegang, aliran darah dan oksigen ke

dalam otot – otot uterus berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya

adalah rasa nyeri yang tidak terelakkan (Judha, 2012)

Menurut Paice (1991) dalam Marpaung (2011) menyatakan bahwa stimulus

nyeri mengaktifkan sistem limbik yang diyakini dapat mengendalikan emosi

seseorang khususnya ansietas. Kecemasan sering meningkatkan persepsi nyeri dan

nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan cemas sehingga sulit memisahkan

antara kecemasan dan persepsi nyeri, hubungan keduanya bersifat kompleks.

c. Pengalaman Persalinan

Menurut Judha (2012) bahwa Pengalaman persalinan sebelumnya juga dapat

memengaruhi respon ibu terhadap nyeri, bagi ibu yang mempunyai pengalaman yang

menyakitkan dan sulit pada persalinan sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada

pengalaman lalu akan memengaruhi sensitifitas rasa nyeri. Menurut Maryunani

(2010) bahwa pengalaman nyeri yang lalu mengubah sensitifitas ibu terhadap nyeri,

selain itu keberhasilan atau kurang berhasilnya tindakan pengurangan nyeri

memengaruhi harapan ibu terhadap penyembuhan nyeri.

d. Dukungan Keluarga (Support System)

Dukungan dari pasangan, keluarga maupun pendamping persalinan dapat

membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga membantu mengatasi rasa nyeri.

Kehadiran pendamping selama proses persalinan, sentuhan penghiburan dan

(10)

saat proses persalinan. Pendamping ibu saat proses persalinan sebaiknya adalah orang

yang paling peduli pada ibu dan yang paling penting adalah orang yang diinginkan

ibu untuk mendampingi ibu selama proses persalinan (Rukiyah dkk, 2011)

e. Persiapan Persalinan

Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa nyeri.

Namun, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas dan takut

akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai tehnik atau metode latihan

agar ibu dapat mengatasi ketakutannya (Judha, 2012)

f. Terapi Musik

Terapi musik mempunyai efek positif pada nyeri dan kecemasan sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup individu. Musik dapat mengurangi denyut jantung

seseorang, tekanan darah, suhu tubuh, laju respirasi dan mampu mengalihkan

perhatian ke yang lain sehingga mampu mengurangi persepsi nyeri (Demir, 2011).

Musik selain dapat memengaruhi suasana hati, kini musik diketahui memiliki

kekuatan yang mengagumkan. Secara fisik, emosi dan spiritual. Bunyi, nada dan

ritme yang terkandung dalam musik dapat mempertajam pikiran, meningkatkan

kreativitas dan menyembuhkan penyakit dalam tubuh, bahkan musik mampu

meredakan kecemasan para calon ibu yang akan melahirkan dan membantu

mengeluarkan endorphin yaitu pemati rasa sakit alamiah yang dimiliki tubuh

sehingga mengurangi kebutuhan akan obat anastesi, menurut Campbell (2002) dalam

(11)

2.2.5 Penatalaksanaan Nyeri Persalinan

Menurut Mander (2003) bahwa penatalaksanaan nyeri ada dua yaitu secara

farmakologis dan non farmakologis :

1. Metode Farmakologis

Metode farmakologis pada nyeri persalinan meliputi analgesia yang dapat

menurunkan dan mengurangi rasa nyeri dan anastesi yang menghilangkan sensasi

bagian tubuh baik parsial maupun total menurut Pilliteri (2003) dalam Budiarti

(2011). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis pada ibu ini diupayakan dapat

menimbulkan efek yang seminimal mungkin bagi ibu seperti kesadaran, kontraksi

uterus, kekuatan ibu mendorong dan juga pada janinnya. Penatalaksanaan secara

farmakologis ini dapat mengurangi nyeri persalinan secara efektif dengan

memberikan sensasi rasa nyeri yang minimal, rasa nyaman dan rileks.

Menurut Judha dkk (2012) untuk mengurangi rasa nyeri persalinan dengan

menggunakan metode farmakologis dapat memilih jenis obat yang digunakan antara

lain:

a. Analgesia Narkotik (Mereperidine, Nalbuphine, Butorphanol, Morfin Sulfate

Fentanyln)

b. Analgesia regional (Epidural, spinal dan kombinasinya)

c. ILA (Intra thecal Labor Analgesia)

(12)

Metode non farmakologis dapat diberikan oleh ibu bersalin oleh sebahagian

besar pemberi asuhan kesehatan baik dokter, bidan dan perawat, metode non

farmakologis lebih efektif dibandingkan dengan metode farmakologis, metode

farmakologis lebih mahal dan berpotensi mempunyai efek yang kurang baik, baik itu

bagi ibu maupun pada janin. Sementara metode non farmakologis bersifat murah,

simpel, efektif tanpa efek yang merugikan dan dapat meningkatkan kepuasan selama

persalinan karena ibu dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya

(Maryunani, 2010). Hal yang penting di dalam mengurangi nyeri bukan jumlah nyeri

yang dialami oleh ibu bersalin namun bagaimana ibu bersalin tersebut dapat

memenuhi harapan dirinya sendiri dalam mengatasi nyeri persalinan (Bobak dkk,

2004)

Menurut Reeder (2011) menyatakan bahwa ada tiga sistem pereda nyeri non

farmakologis yaitu :

a. Sistem Motivasional Afektif

Sistem motivasional afektif menyebabkan respons fight-or-flight (melawan dan menghindar) terhadap nyeri, sistem pereda nyeri yang lain tidak akan

efektif jika respons fight-or-flight ini tidak ditangani namun jika ditangani akan muncul respons relaksasi fisiologis yang merupakan tujuan utama penatalaksanaan

nyeri dalam persalinan.

b. Sistem Sensori Diskriminatif

Menurut Hilbers dkk (1986) dalam Reeder (2011) bahwa untuk mengurangi

(13)

digunakan yaitu mekanoreseptor, termoreseptor, dan kemoreseptor. Ketiga reseptor

disuplai oleh serabut saraf yang memiliki kecepatan berbeda dalam

konduksi/penghantaran ke korteks. Persepsi nyeri menurun karena informasi sensori

mencapai otak sebelum informasi nyeri. Sistem sensori diskriminatif yang dapat

dilakukan pada ibu bersalin meliputi : pengaturan posisi pada ibu, stimulasi kutaneus,

panas dan dingin, masase, effleurage, TENS (Transcutaneous Electric Nerve Stimulation),acupressure, sentuhan terapeutik.

c. Sistem Kognitif Evaluatif

Menurut Turner dkk (1990) dalam Reeder (2011) bahwa penggunaan strategi

kognitif evaluatif merupakan pembelajaran respons perilaku yang baru terhadap nyeri

dan stress dapat memberi wanita rasa memiliki kemampuan untuk mengendalikan

nyeri dan menurunkan emosi, pikiran dan penilaian negatif terhadap nyeri, pada

akhirnya rasa ini dapat mengurangi nyeri, penderitaan dan perilaku nyeri. sistem

kognitif evaluatif ini dapat dilakukan dengan tehnik pernafasan, memusatkan

perhatian, imajinasi, pergerakan fisik yang berpola, bimbingan verbal, distraksi,

hypnosis dan terapi musik.

2.3 Pengaruh Terapi Musik terhadap Intensitas Nyeri Persalinan

Menurut Reeder (2011) bahwa musik merupakan salah satu penatalaksanaan

penurunan intensitas nyeri secara non farmakologis. Musik terbukti mampu

mengurangi kecemasan fisiologis pada individu yang siap menjalani perawatan serta

(14)

fasilitas musik ini menunjukkan penurunan denyut jantung, tingkat respirasi dan

kebutuhan oksigen. Musik juga dapat menimbulkan efek neuroendokrin yang berguna

bagi pasien. Musik bisa meningkatkan suatu respons seperti endorphin yang dapat

memengaruhi suasana hati, sehingga mampu menurunkan kecemasan, dalam hal ini

menurut para ahli musik mengalihkan pasien dari rasa nyeri, memecah siklus

kecemasan dan ketakutan yang meningkatkan reaksi nyeri, serta memindahkan

perhatian pada sensasi yang menyenangkan (Aizid, 2011)

2.3.1 Defenisi Musik

Musik sesungguhnya sudah dikenal sejak puluhan abad silam, jauh sebelum

peradaban manusia terbentuk. Pada dasarnya musik adalah bunyi dan segala sesuatu

yang dapat menimbulkan bunyi, inilah yang melatarbelakangi musik. Musik menurut

Aristoteles mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, karena

mempunyai daya terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotism. Menurut kamus

besar bahasa Indonesia, musik adalah seni menyusun nada atau suara dalam urutan,

kombinasi dan hubungan temporal atau menghasilkan komposisi (suara) yang

mempunyai kesatuan dan kesinambungan (Aizid, 2011)

Menurut Maryunani dan Sukaryati (2011) bahwa terapi musik merupakan

suatu bentuk kegiatan yang mempergunakan musik dan lagu/nyanyi secara terpadu

dan terarah didalam membimbing ibu hamil dan ibu bersalin, terapi musik adalah

bentuk terapi dengan mempergunakan musik secara sistematis, terkontrol dan terarah

dalam menyembuhkan, merehabilitasi, mendidik dan melatih anak – anak dan orang

(15)

Menurut Campbell (2001) dalam penelitian Saputra (2011) mendefinisikan

musik sebagai bahasa yang mengandung unsur universal, bahasa yang melintasi batas

usia, jenis kelamin, ras, agama, dan kebangsaan. Musik muncul di semua tingkat

pendapatan, kelas sosial dan pendidikan. Musik berbicara kepada setiap orang dan

kepada setiap spesies. Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”.

Kata “terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu

atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik

dan mental. Kata “musik” dan terapi musik digunakan untuk menjelaskan media yang

digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi.

Menurut Djohan (2006) dalam penelitian Dewi (2009) mendefinisikan terapi

musik sebagai sebuah aktifitas terapeutik yang menggunakan musik sebagai media

untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan

emosi.

2.3.2 Manfaat Musik

Menurut Pusat Terapi Musik dan Gelombang Otak Indonesia mengatakan

bahwa manfat musik adalah :

1. Relaksasi Mengistirahatkan Tubuh dan Pikiran

Manfaat yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik adalah perasaan

rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran lebih fresh. Terapi musik memberikan

kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk mengalami relaksasi yang sempurna.

(16)

mengalami re-produksi, penyembuhan alami berlangsung, produksi hormon tubuh

diseimbangkan dan pikiran mengalami penyegaran.

2. Meningkatkan Kecerdasan

Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan intelegensia seseorang

disebut Efek Mozart. Hal ini telah diteliti secara ilmiah oleh Frances Rauscher et al

dari Universitas California. Penelitian lain juga membuktikan bahwa masa dalam

kandungan dan bayi adalah waktu yang paling tepat untuk menstimulasi otak anak

agar menjadi cerdas, karena otak anak sedang dalam masa pembentukan, sehingga

sangat baik apabila mendapatkan rangsangan yang positif, jika seorang ibu yang

sedang hamil sering mendengarkan terapi musik, janin di dalam kandungannya juga

ikut mendengarkan. Otak janin akan terstimulasi untuk belajar sejak dalam

kandungan..

3. Meningkatkan Motivasi

Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan dan mood

tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul dan segala kegiatan bisa

dilakukan. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun

menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari hasil penelitian, ternyata

jenis musik tertentu bisa meningkatkan motivasi, semangat dan meningkatkan level

energi seseorang.

(17)

Musik ternyata sangat berpengaruh terhadap pengembangan diri seseorang.

karena musik yang didengarkan menentukan kualitas pribadi, orang yang punya

masalah perasaan, biasanya cenderung mendengarkan musik yang sesuai dengan

perasaannya.

5. Meningkatkan Kemampuan Mengingat

Terapi musik dapat meningkatkan daya ingat dan mencegah kepikunan. Hal

ini bisa terjadi karena bagian otak yang memproses musik terletak berdekatan dengan

memori. Sehingga ketika seseorang melatih otak dengan terapi musik, maka secara

otomatis memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi musik banyak

digunakan di sekolah-sekolah modern di Amerika dan Eropa untuk meningkatkan

prestasi akademik siswa. Sedangkan di pusat rehabilitasi, terapi musik banyak

digunakan untuk menangani masalah kepikunan dan kehilangan ingatan.

6. Kesehatan Jiwa

Terapi musik banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater untuk

mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan

psikologis.

7. Mengurangi Rasa Sakit

Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem saraf yang

bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung dan fungsi otak, yang

mengontrol perasaan dan emosi kedua sistem tersebut bereaksi sensitif terhadap

musik, frustasi dan marah dapat menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa sakit

(18)

secara fisik dan mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah rasa

sakit. Dalam proses persalinan, terapi musik berfungsi mengatasi kecemasan dan

mengurangi rasa sakit. Sedangkan bagi para penderita nyeri kronis akibat suatu

penyakit, terapi musik terbukti membantu mengatasi rasa sakit.

8. Menyeimbangkan Tubuh

Stimulasi musik membantu menyeimbangkan organ keseimbangan yang

terdapat di telinga dan otak. Jika organ keseimbangan sehat, maka kerja organ tubuh

lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat.

9. Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Jenis musik yang kita dengar sesuai dan dapat diterima oleh tubuh manusia,

maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan sejenis hormon (serotonin) yang dapat menimbulkan rasa senang sehingga tubuh akan menjadi lebih kuat (dengan

meningkatnya sistem kekebalan tubuh) dan membuat kita menjadi lebih sehat.

10. Meningkatkan Olahraga

Mendengarkan musik selama olahraga dapat memberikan olahraga yang lebih

baik dalam beberapa cara, di antaranya meningkatkan daya tahan, meningkatkan

mood dan mengalihkan dari setiap pengalaman yang tidak nyaman selama olahraga.

Menurut Campbell (2001) dalam penelitian Dewi (2009) menerangkan bahwa

musik memiliki beberapa manfaat yaitu : (1) musik menutupi bunyi dan perasaan

yang tidak menyenangkan; (2) musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan

gelombang otak; (3) musik memengaruhi pernafasan; (4) musik memengaruhi denyut

(19)

otot dan memperbaiki gerak serta koordinasi tubuh; (6) musik juga memengaruhi

suhu badan; (7) musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stress;

(8) musik dapat memperkuat ingatan dan pelajaran; (9) musik mengubah persepsi kita

tentang waktu; (10) musik dapat memperkuat ingatan dan pelajaran; (11) musik dapat

meningkatkan produktivitas; (12) musik meningkatkan asmara dan seksualitas; (13)

musik merangsang pencernaan; (14) musik meningkatkan daya tahan; (15) musik

meningkatkan penerimaan tidak sadar terhadap simbolisme; (16) musik dapat

menimbulkan rasa aman dan sejahtera.

Musik bisa menimbulkan keadaan yang mengatasi kesadaran, menyembuhkan

dan mengembalikan keselarasan serta memurnikan jiwa (Mucci dan Mucci, 2002).

Menurut Arfina (2012) menyatakan bahwa musik merupakan sebuah rangsangan

pendengaran yang terorganisasi, terdiri atas melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk

dan gaya. ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi maka ia dapat

meningkatkan, memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual

setiap individu serta bersifat universal, nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu

penggunaan terapi musik bisa diterapkan secara luas pada semua orang dalam

berbagai kondisi.

Penggunaan musik di rumah-rumah sakit masa kini mulai banyak, hal ini

disebabkan efek musik yang menenangkan dan menyenangkan pasien, sehingga

berakibat pada kondisi kesehatan khususnya jantung dan pembuluh darah. Informasi

dalam bentuk musik diyakini dapat menguntungkan karena tidak mengganggu

(20)

dibandingkan peringatan verbal dan pada pasien yang mengalami kecemasan tingkat

tinggi jika pemberian informasi yang terlalu banyak akan memperburuk nyeri

menurut Hakim (2008) dalam penelitian Hermawati (2011).

Menurut Kusuma (2009) bahwa musik memiliki banyak kegunaan di dunia

kesehatan terutama musik klasik yang banyak digunakan sebagai terapi karena musik

dapat memberikan efek yang berpengaruh terhadap kerja sistem tubuh manusia

seperti sistem saraf pusat. Musik klasik yang digunakan sebagai terapi telah banyak

dilakukan di beberapa rumah sakit dan pada umumnya menunjukkan kemajuan yang

berarti bagi penderita.

2.3.3 Jenis-jenis Musik

Menurut Aizid (2011) bahwa banyak aliran musik yang dapat digunakan

sebagai terapi kesehatan dan kecerdasan yaitu :

a. Alternative yaitu jenis musik yang bersuara keras dan meliputi musik pop dan rok yang tengah menjadi trend saat ini, banyak musik alternative yang sangat melodis, menyenangkan dan di dukung oleh lirik serta melodi yang positif dan

membangkitkan semangat, untuk itu jenis musik ini bisa dijadikan sebagai terapi

kesehatan dan kecerdasan.

b. Ambient, musik ambient adalah musik yang mengambang, digunakan sebagai musik yang bertujuan untuk rileks.

(21)

d. Baroque yaitu jenis musik yang tepat jika diasosiasikan dengan relaksasi. Musik ini sangat bergam serta dapat menggugah semangat riang dan ringan.

e. Big Band yaitu jenis musik dansa dengan orkestra yang bisa membuat semangat yang menggebu gebu.

f. Bluergrass yaitu jenis musik yang awalnya dipopulerkan oleh Bill Monroe yang biasanya mengacu pada musik country yang digunakan untuk berdansa. Musik ini bersifat sangat menghibur dengan nada – nada religious didalamnya.

g. Classical yaitu jenis musik yang banyak digunakan orang sebelum awal tahun 1900-an. Musik klasik yang terkenal adalah karangan Mozart yang memiliki

kejernihan, keanggunan dan kebeningan, jenis musik ini mampu memperbaiki

konsentrasi, ingatan, mengurangi stress dan persepsi spesial (Saputra, 2011)

h. Easy Listening yaitu musik kontemporer yang dikemas sebagai versi instrumental dengan iringan orkestra dari lagu lagu terkenal saat ini serta diproduksi untuk

relaksasi dan musik latar.

i. Jazz yaitu jenis musik yang dapat menenangkan atau sangat menggairahkan seperti berirama kompleks yang mengiringi rangkaian suara melodis dan tidak

harmonis.

j. Minimalism yaitu jenis musik yang sangat sederhana dan berulang ulang dengan sedikit variasi pada melodi atau ritmenya, efeknya bisa membuat kita rileks

sampai terhipnotis atau terhanyut jika dikemas dengan benar.

Dari sekian banyak karya musik klasik sebenarnya gubahan milik Wolfgang

(22)

membuktikan bahwa musik – musik karyanya memberikan efek paling positif bagi

perkembangan janin, bayi dan anak – anak. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Alfred

Tomatis dan Don Campbell mengistilahkan dengan efek Mozart. Dibanding gubahan

musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada karya – karya Mozart

mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak, yang

tidak kalah penting adalah kemurnian dan kesederhanaan musik Mozart itu sendiri.

Komposisi yang disusunnya telah berhasil menghasilkan kembali keteraturan bunyi

yang pernah dialami bayi selama dalam kandungan (Ainy, 2011).

Menurut penelitian Kesuma (2009) bahwa musik klasik karangan Mozart

dengan judul Andante, Piano Concerto no. 21 in C Major KV. 467 mampu

memberikan tingkat konsentrasi yang tinggi setelah diberikan musik klasik Mozart.

Musik klasik Mozart mempunyai ketukan yang pelan dan sesuai dengan irama denyut

jantung orang dewasa sehingga menimbulkan perasaan tenang. Musik klasik dengan

tempo 60 per menit mengaktifkan otak kiri dan kanan, kerja simultan pada otak kiri

dan kanan dapat memaksimalkan proses belajar dan penyimpanan informasi. Musik

klasik karya Mozart memiliki kemurnian dan kesederhanaan dalam bunyi – bunyi

yang dimunculkannya. Musik klasik karya Mozart ringan, tidak rumit, tidak datar dan

tidak membangkitkan gelombang – gelombang emosi yang naik turun dengan tajam.

2.3.4 Durasi dan Frekuensi Mendengarkan Musik

Menurut Djohan (2006) dalam penelitian Saputra (2011) mengatakan bahwa

sebuah musik dapat saja terdengar lembut dan tenang. Walaupun diperpanjang

(23)

sendirinya telah membawa pulsa gelombang yang memengaruhi pikiran dan tubuh

dalam berbagai tingkatan. Mendengar musik sebenarnya tidak sesederhana proses

persepsi sensor yang pasif. Telinga bertanggung jawab untuk respons fisiologis dari

vibrasi mekanisme yang masuk ke kanal pendengaran, tetapi semua itu tergantung

pula pada pikiran pendengar dalam mengkonsepsi melodinya, yang mana untuk

mendapatkan hasil tersebut harus dilakukan setiap hari berulang-ulang, sehingga

sebuah melodi bukan hanya nada-nada dengan perangkat fisika saja. Akibatnya

adalah harus ada pembedaan dengan istilah mendengarkan dan mendengar musik.

Terapi musik yang dilakukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan

belum memiliki pedoman waktu dan pelaksanaan yang jelas. Pemberian terapi musik

dengan jenis musik yang tepat dan diberikan pada pasien yang tepat tidak akan

memberikan efek yang membahayakan, walaupun diberikan dalam waktu yang agak

lama pada beberapa pasien. Terapi musik yang hanya diberikan hanya waktu singkat

dapat memberikan efek positif bagi pasien (Mucci dan Mucci, 2002). Menurut

Delaune dan Ladner (2002) dalam Demir (2011) mengatakan bahwa menurut

literature terapi musik tidak efektif jika digunakan secara terus menerus, penerapan

terapi musik yang efektif sekitar 25 – 90 menit perhari cukup sebagai terapi.

2.3.5 Cara Kerja Musik sebagai Terapi

Mekanisme cara kerja musik sebagai alat terapi yakni memengaruhi semua

organ sistem tubuh. Menurut Nurseha dan Djafaar (2002) dalam penelitian

Kustiningsih (2008) mengatakan bahwa musik klasik mempunyai fungsi

(24)

melodi dan harmoni yang teratur serta dapat menghasilkan gelombang alfa dalam

gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang membuat otak siap

menerima masukan baru, efek rileks dan menidurkan.

Menurut Reeder dkk (2011) mengatakan bahwa pada umumnya sepanjang

kontraksi dan diantara kontraksi jika wanita menginginkan ia akan mendengarkan

musik yang telah dipilih maka kondisi ini akan memberikan stimulus kepada indra

pendengar yang sulit diabaikan . Untuk input visual akan berfokus pada sebuah benda

atau menutup matanya dan membayangkan sesuatu yang dinyatakan oleh syair musik

tersebut. Berdasarkan teori Gate Kontrol bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini

mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan

impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme

pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorphin yang akan menghambat

pelepasan substansi. Musik klasik Mozart sendiri juga dapat merangsang peningkatan

hormon endorphin yang merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh

tubuh, sehingga pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi

antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya substansi akan

menghantarkan impuls, pada saat tersebut endorphin akan memblokir lepasnya

substansi dari neuron sensorik, sehingga transmisi impuls nyeri di medulla spinalis

menjadi terhambat dan sensasi nyeri menjadi berkurang.

(25)

Nyeri persalinan dapat terjadi akibat adanya kontraksi otot rahim, regangan

otot dasar panggul dan kondisi psikologis yang menyebabkan terjadinya dilatasi dan

effecement pada serviks sehingga terjadi pembukaan serviks. Ibu akan merasakan nyeri yang berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar

punggung dan menurun ke paha. Respon nyeri persalinan dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu budaya, kecemasan, pengalaman persalinan, dukungan keluarga (Support system), dan persiapan persalinan.

Nyeri persalinan berkaitan erat dengan reseptor nyeri dan adanya rangsangan,

reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor. Gate Kontrol Theory mempunyai dasar pemikiran bahwa keberadaan dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada

transmisi tertentu pada impuls-impuls saraf dan mekanisme gate/pintu sepanjang sistem saraf mengontrol/mengendalikan transmisi nyeri, akhirnya jika gate terbuka impuls yang menyebabkan sensasi nyeri dapat mencapai tingkat kesadaran jika gate

tertutup impuls tidak mencapai tingkat kesadaran dan sensasi nyeri tidak dialami.

Metode yang dapat mengatasi nyeri persalinan ada dua yaitu metode farmakologis

dan metode non farmakologis. Metode farmakologis yaitu metode dengan

menggunakan obat-obatan dan metode non farmakologis tidak menggunakan

obat-obatan.

Tiga sistem non farmakologis yang dapat mengurangi intensitas nyeri yaitu

Sistem motivasional afektif meliput i flight or flight (relaksasi), sistem kognitif evaluatif dan sistem sensori diskriminatif. Salah satu metode non farmakologis yang

dapat mengurangi terjadinya nyeri adalah terapi musik. Terapi musik dapat

merangsang peningkatan hormon endorphin yang merupakan substansi sejenis morfin

(26)

ke sinaps, terjadi antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat

seharusnya substansi akan menghantarkan impuls, pada saat tersebut endorphin akan

memblokir lepasnya substansi dari neuron sensorik, sehingga transmisi impuls nyeri

di medulla spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri menjadi berkurang.

Berdasarkan teori yang ada maka dapat disimpulkan landasan teori sebagai

berikut :

Gambar 2.1 Gate Kontrol Theory (Melzak dan Wall 1965), Hilbers et al (1986), Turner et al (1990) dalam Mander (2003), (Potter & Perry, 2010)

Persalinan

Metode Non Farmakologi dalam penurunan intensitas nyeri:

- Sistem motivasional afektif: flight or flight atau relaksasi.

- Sistem sensori diskriminatif: terapi musik, tehnik pernafasan, memusatkan perhatian, imajinasi, pergerakan fisik yang berpola, bimbingan verbal, dukungan, informasi, distraksi, hypnosis.

- Sistem kognitif evaluatif:pengaturan posisi, stimulasi kutaneus, panas dingin, masase, effleurage, transcutaneous electric nerve stimulation (TENS) dan acupressure.

(27)

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berfikir dalam melakukan

penelitian yang dikembangkan dari tinjauan teori. Variabel dalam penelitian ini

meliputi variabel independen, variabel dependen dan variabel counfounding. Varabel independen dalam penelitian ini adalah terapi musik klasik dan variabel dependennya

adalah penurunan intensitas nyeri sementara variabel counfounding terdiri dari budaya, kecemasan, pengalaman persalinan, dukungan keluarga (support system) dan persiapan persalinan, dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah kecemasan dan

dukungan persalinan sementara budaya tidak diteliti karena tempat penelitian terletak

pada daerah dengan latar belakang budaya yang sama sehingga sebagian dipengaruhi

oleh budaya setempat. Pengalaman persalinan tidak diukur karena responden yang

akan diambil adalah ibu primigravida yaitu ibu yang baru pertama kali bersalin

sehingga belum pernah mengalami pengalaman persalinan yang lalu dan persiapan

persalinan mengarah kepada sikap cemas dan takut sehingga pada pasien yang takut

dan cemas dianggap belum siap dalam menghadapi persalinan, hal ini merupakan

(28)

Variabel Independen Variabel Dependen

Variabel Counfounding

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Terapi Musik Klasik

Intensitas Nyeri Persalinan Fase Aktif Kala I

Gambar

Gambar 2.1  Gate Kontrol Theory (Melzak dan Wall 1965), Hilbers et al (1986), Turner  et al (1990) dalam Mander (2003), (Potter & Perry, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Penelitian ini membuktikan bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan dapat mengurangi intensitas nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I fase laten.. Oleh karena

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik dan musik tradisional Bali terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas kompres hangat dan teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan intensitas nyeri persalinan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signi fi kan intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu inpartu primigravida yang

Hasil penelitian tentang efektifitas terapi murottal Al- Qur’an terhadap penurunan intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif didapatkan hasil yang menunjukkan

diberikan terapi musik dengan rata – rata intensitas nyeri persalinan pada ibu inpartu kala I pada kelompok intervensi (kelompok yang diberi perlakuan) berada pada skala

Teknik rebozo dapat membuat tubuh menjadi rileks, mempercepat proses persalinan, mengurangi tingkat kecemasan, mengurangi intensitas nyeri pada persalinan, dan membuat para ibu bersalin

JURNAL KESEHATAN TAMBUSAI 5414 PENGARUH MASASE EFFLEURAGE TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PERSALINAN KALA I FASE AKTIF: A SYSTEMATIC REVIEW Bella Riska Ayu1*, Junie