BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri
2.1.1 Pengertian Nyeri
Menurut Assosiasi Internasional yang khusus mempelajari tentang nyeri (The International Associational for the Study of Pain /IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu yang tidak menyenangkan bersifat subjektif dan berhubungan dengan panca
indra, serta suatu pengalaman emosional yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan
baik aktual maupun potensial yang di gambarkan sebagai suatu yang dapat
menyebabkan nyeri secara psikologis (Perry dan Potter, 2010).
Menurut Maryunani (2010) nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial,
sehingga menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri
tersebut. Menurut Reeder dkk (2011) nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif,
berbeda antara satu orang dengan orang lain dan dapat juga berbeda pada orang yang
sama diwaktu berbeda.
2.1.2 Teori Nyeri
Menurut Maryunani (2010) terdapat teori yang menjelaskan tentang nyeri
pemikiran pertama Gate Kontrol Theory adalah bahwa keberadaan dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada transmisi tertentu pada impuls-impuls syaraf.
Kedua, mekanisme gate/pintu sepanjang sistem syaraf mengontrol/mengendalikan transmisi nyeri. Akhirnya, jika gate terbuka, impuls yang menyebabkan sensasi nyeri
dapat mencapai tingkat kesadaran. Jika gate tertutup, impuls tidak mencapai tingkat
kesadaran dan sensari nyeri tidak dialami.
2.1.3 Sifat Nyeri
Menurut Perry dan Potter (2006) dalam penelitian Arfina (2012) Nyeri
merupakan suatu kondisi yang lebih sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh
stimulasi tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan bersifat individual. Stimulus nyeri
dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan mental. Nyeri merupakan mekanisme
fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri, apabila seseorang yang mengalami
nyeri maka perilakunya akan berubah, misalnya seseorang yang kakinya mengalami
dislokatio menghindari aktifitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada
kakinya untuk mencegah cidera lebih lanjut. Nyeri merupakan tanda peringatan
bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang pertimbangan utama pada saat pengkajian
nyeri.
2.1.4 Jenis-jenis Nyeri
Nyeri dikategorikan dengan durasi atau lamanya (akut atau kronis) atau
dengan kondisi patologis. Nyeri akut/sementara bersifat melindungi, memiliki
penyebab yang dapat diindentifikasi, berdurasi pendek dan memiliki sedikit
dengan atau tanpa pengobatan setelah jaringan yang rusak sembuh. Hal ini di
sebabkan karena nyeri akut dapat diprediksi waktu penyembuhannya dan
penyebabnya dapat diidentifikasi, hal ini akan membuat tim medis merasa termotivasi
untuk segera menangani nyeri tersebut.
Nyeri kronis berlangsung lebih lama dari yang diharapkan, tidak selalu
memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi dan dapat memicu penderitaan yang
teramat sangat bagi seseorang. Seseorang dengan nyeri kronis terkadang tidak
menunjukkan gejala yang jelas dan tidak bisa beradaptasi terhadap nyeri, dengan kata
lain orang tersebut terlihat lebih menderita seiring dengan waktu dapat menyebabkan
kelelahan secara fisik dan mental. Gejala-gejala yang berhubungan dengan nyeri
kronis mencakup kelelahan, sukar tidur, anoreksia, penurunan berat badan, apatis,
merasa putus asa dan marah (Perry dan Potter, 2010)
Menurut Price dan Wilson (2005) dalam Judha dkk (2012), nyeri berdasarkan
lokasi atau sumbernya yaitu :
a. Nyeri Somatik Superfisial (Kulit)
Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superficial kulit dan jaringan
subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa
rangsang mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila kulit yang hanya terlibat, nyeri
sering dirasakan sebagai penyengat, tajam, meringis atau seperti terbakar, tetapi
apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri menjadi
b. Nyeri Somatik Dalam
Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot, tendon,
ligamentum, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki lebih sedikit
reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit dan cenderung menyebar ke daerah
sekitarnya.
c. Nyeri Visera
Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh.
Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan
terletak di dinding otot polos organ-organ berongga. mekanisme utama yang
menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau distensi abnormal dinding atau
kapsul organ, iskemia dan peradangan.
d. Nyeri Alih
Nyeri alih didefenisikan sebagai nyeri berasal dari kata salah satu daerah di
tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke daerah
kulit yang dipersyarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viksus yang
nyeri tersebut berasal dari masa mudigah, tidak hanya ditempat organ tersebut berada
pada masa dewasa.
e. Nyeri Neuropati
Sistem syaraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari
sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan
gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering memiliki kualitas
seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Dengan demikian nyeri sering
bertambah parah oleh stress emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda oleh
relaksasi.
2.2 Nyeri Persalinan
Nyeri dalam persalinan merupakan stimulus yang dirasakan ibu selama proses
persalinan. Respon nyeri dapat dilihat dari perubahan sikap, cemas, merintih,
menangis bahkan sampai meraung (Hutahaean, 2009). Nyeri adalah bagian integral
dari persalinan dan melahirkan menurut Melzack (1984) dikutip oleh mander (2003).
Menurut Judha dkk (2012) yang mengutip pendapat Cunningham (2004) mengatakan
bahwa nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium, merupakan proses fisiologis
dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu.
2.2.1 Tahapan Persalinan
Menurut Maryunani (2010) proses persalinan dibagi menjadi 4 tahapan atau
dikenal dengan istilah kala yaitu :
a. Kala I atau kala pembukaan/pematangan serviks, yaitu dari saat mulai terbukanya
saluran leher rahim/serviks uteri sampai pembukaan lengkap.Kala I persalinan di
mulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai
pembukaan lengkap (10 cm), persalinan kala I di bagi 2 fase yaitu fase laten dan
fase aktif. Fase laten persalinan dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan
4 cm, biasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam. Sementara pada fase aktif
persalinan frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi
dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit
dan berlangsung selama 40 detik atau lebih), serviks membuka dari 4 cm sampai
dengan 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih perjam hingga
pembukaan lengkap (10 cm), terjadi penurunan bagian terbawah janin. Fase aktif
dibagi menjadi 3 yaitu fase akselerasi, fase dilatasi maksimal dan fase deselerasi
(Hidayat dan Sujiyatini, 2010). Pada primigravida terjadinya kala I persalinan
pada fase laten selama 20 jam dan fase aktif selama 1,2 cm/jam sedangkan pada
multigravida terjadinya kala I persalinan fase laten selama 14 jam dan fase aktif
selama 1,5 cm/jam (Bobak, 2004)
b. Kala II disebut juga sebagai kala pengeluaran, yaitu sejak pembukaan lengkap
sampai lahirnya bayi.
c. Kala III atau kala pelepasan uri/kala pelepasan plasenta yaitu dari saat lahir bayi
sampai keluarnya plasenta.
d. Kala IV atau observasi paska persalinan, yaitu sejak plasenta dilahirkan sampai
satu jam setelah proses persalinan.
2.2.2 Penyebab Nyeri Persalinan
Menurut Judha dkk (2012) nyeri persalinan yang dialami oleh ibu yang akan
bersalin disebabkan oleh :
Kontraksi rahim menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta iskemia
rahim akibat kontraksi arteri miometrium, karena rahim merupakan organ internal
maka nyeri yang timbul disebut nyeri visceral. Pada persalinan nyeri dapat dirasakan
ibu pada punggung bagian bawah dan sacrum, biasanya ibu mengalami nyeri ini
selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi.
b. Regangan Otot Dasar Panggul
Jenis nyeri ini timbul pada saat mendekati kala II, tidak seperti nyeri visceral,
nyeri ini terlokalisir di daerah vagina, rektum dan perineum sekitar anus. Nyeri ini
disebut dengan nyeri somatik dan disebabkan peregangan struktur jalan lahir bagian
bawah akibat penurunan bagian terbawah janin.
c. Kondisi Psikologis
Nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa cemas. Takut,
dan tegang yang memicu produksi hormon prostaglandin sehingga timbul hormon.
Kondisi hormon dapat memengaruhi kemampuan tubuh menahan rasa nyeri.
2.2.3 Pengukuran Intensitas Nyeri
Kata-kata deskriptif sering memiliki nilai numeris yang ditambahkan dalam
upaya untuk lebih memperjelas hubungan antara berbagai tingkat nyeri menurut
Wright (1988) dalam Prasetyo (2010). Skala pengukuran nyeri NRS (Numerical Rating Scale) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini ibu bersalin dapat di nilai nyeri persalinan dengan skala 0-10. Angka 0 diartikan kondisi
yang dirasakan, skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan sesudah pemberian terapi musik (Prasetyo, 2010).
2.2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Respon terhadap Nyeri Persalinan
Faktor-faktor yang memengaruhi respon terhadap nyeri persalinan adalah :
a. Budaya
Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi oleh budaya
individu. Menurut Mulyati (2002) dalam Judha dkk (2012) menjelaskan bahwa
budaya memengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu primigravida, sehingga
penting untuk mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik budaya
memengaruhi seorang ibu dalam mempersepsikan dan mengekspresikan nyeri
persalinan. Menurut Finnerty (2006) bahwa musik dapat memengaruhi fisiologi tubuh
dan keadaan pikiran seseorang, dalam mengatasi nyeri klinis, model biopsikososial
sangat berpengaruh saat ini sehingga budaya juga dapat memengaruhi seseorang
dalam pemilihan penggunaan musik untuk mengatasi rasa nyeri.
b. Kecemasan
Stres atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat menyebabkan kontraksi
uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit dirasakan. Karena saat wanita dalam
kondisi inpartu tersebut mengalami stress maka secara otomatis tubuh akan
melakukan reaksi defenisif sehingga secara otomatis dari hormon tersebut
merangsang tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon kotekolamin dan
persalinan jika calon ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum
melahirkan, sehingga uterus menjadi semakin tegang, aliran darah dan oksigen ke
dalam otot – otot uterus berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya
adalah rasa nyeri yang tidak terelakkan (Judha, 2012)
Menurut Paice (1991) dalam Marpaung (2011) menyatakan bahwa stimulus
nyeri mengaktifkan sistem limbik yang diyakini dapat mengendalikan emosi
seseorang khususnya ansietas. Kecemasan sering meningkatkan persepsi nyeri dan
nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan cemas sehingga sulit memisahkan
antara kecemasan dan persepsi nyeri, hubungan keduanya bersifat kompleks.
c. Pengalaman Persalinan
Menurut Judha (2012) bahwa Pengalaman persalinan sebelumnya juga dapat
memengaruhi respon ibu terhadap nyeri, bagi ibu yang mempunyai pengalaman yang
menyakitkan dan sulit pada persalinan sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada
pengalaman lalu akan memengaruhi sensitifitas rasa nyeri. Menurut Maryunani
(2010) bahwa pengalaman nyeri yang lalu mengubah sensitifitas ibu terhadap nyeri,
selain itu keberhasilan atau kurang berhasilnya tindakan pengurangan nyeri
memengaruhi harapan ibu terhadap penyembuhan nyeri.
d. Dukungan Keluarga (Support System)
Dukungan dari pasangan, keluarga maupun pendamping persalinan dapat
membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga membantu mengatasi rasa nyeri.
Kehadiran pendamping selama proses persalinan, sentuhan penghiburan dan
saat proses persalinan. Pendamping ibu saat proses persalinan sebaiknya adalah orang
yang paling peduli pada ibu dan yang paling penting adalah orang yang diinginkan
ibu untuk mendampingi ibu selama proses persalinan (Rukiyah dkk, 2011)
e. Persiapan Persalinan
Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan berlangsung tanpa nyeri.
Namun, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas dan takut
akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai tehnik atau metode latihan
agar ibu dapat mengatasi ketakutannya (Judha, 2012)
f. Terapi Musik
Terapi musik mempunyai efek positif pada nyeri dan kecemasan sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup individu. Musik dapat mengurangi denyut jantung
seseorang, tekanan darah, suhu tubuh, laju respirasi dan mampu mengalihkan
perhatian ke yang lain sehingga mampu mengurangi persepsi nyeri (Demir, 2011).
Musik selain dapat memengaruhi suasana hati, kini musik diketahui memiliki
kekuatan yang mengagumkan. Secara fisik, emosi dan spiritual. Bunyi, nada dan
ritme yang terkandung dalam musik dapat mempertajam pikiran, meningkatkan
kreativitas dan menyembuhkan penyakit dalam tubuh, bahkan musik mampu
meredakan kecemasan para calon ibu yang akan melahirkan dan membantu
mengeluarkan endorphin yaitu pemati rasa sakit alamiah yang dimiliki tubuh
sehingga mengurangi kebutuhan akan obat anastesi, menurut Campbell (2002) dalam
2.2.5 Penatalaksanaan Nyeri Persalinan
Menurut Mander (2003) bahwa penatalaksanaan nyeri ada dua yaitu secara
farmakologis dan non farmakologis :
1. Metode Farmakologis
Metode farmakologis pada nyeri persalinan meliputi analgesia yang dapat
menurunkan dan mengurangi rasa nyeri dan anastesi yang menghilangkan sensasi
bagian tubuh baik parsial maupun total menurut Pilliteri (2003) dalam Budiarti
(2011). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis pada ibu ini diupayakan dapat
menimbulkan efek yang seminimal mungkin bagi ibu seperti kesadaran, kontraksi
uterus, kekuatan ibu mendorong dan juga pada janinnya. Penatalaksanaan secara
farmakologis ini dapat mengurangi nyeri persalinan secara efektif dengan
memberikan sensasi rasa nyeri yang minimal, rasa nyaman dan rileks.
Menurut Judha dkk (2012) untuk mengurangi rasa nyeri persalinan dengan
menggunakan metode farmakologis dapat memilih jenis obat yang digunakan antara
lain:
a. Analgesia Narkotik (Mereperidine, Nalbuphine, Butorphanol, Morfin Sulfate
Fentanyln)
b. Analgesia regional (Epidural, spinal dan kombinasinya)
c. ILA (Intra thecal Labor Analgesia)
Metode non farmakologis dapat diberikan oleh ibu bersalin oleh sebahagian
besar pemberi asuhan kesehatan baik dokter, bidan dan perawat, metode non
farmakologis lebih efektif dibandingkan dengan metode farmakologis, metode
farmakologis lebih mahal dan berpotensi mempunyai efek yang kurang baik, baik itu
bagi ibu maupun pada janin. Sementara metode non farmakologis bersifat murah,
simpel, efektif tanpa efek yang merugikan dan dapat meningkatkan kepuasan selama
persalinan karena ibu dapat mengontrol perasaannya dan kekuatannya
(Maryunani, 2010). Hal yang penting di dalam mengurangi nyeri bukan jumlah nyeri
yang dialami oleh ibu bersalin namun bagaimana ibu bersalin tersebut dapat
memenuhi harapan dirinya sendiri dalam mengatasi nyeri persalinan (Bobak dkk,
2004)
Menurut Reeder (2011) menyatakan bahwa ada tiga sistem pereda nyeri non
farmakologis yaitu :
a. Sistem Motivasional Afektif
Sistem motivasional afektif menyebabkan respons fight-or-flight (melawan dan menghindar) terhadap nyeri, sistem pereda nyeri yang lain tidak akan
efektif jika respons fight-or-flight ini tidak ditangani namun jika ditangani akan muncul respons relaksasi fisiologis yang merupakan tujuan utama penatalaksanaan
nyeri dalam persalinan.
b. Sistem Sensori Diskriminatif
Menurut Hilbers dkk (1986) dalam Reeder (2011) bahwa untuk mengurangi
digunakan yaitu mekanoreseptor, termoreseptor, dan kemoreseptor. Ketiga reseptor
disuplai oleh serabut saraf yang memiliki kecepatan berbeda dalam
konduksi/penghantaran ke korteks. Persepsi nyeri menurun karena informasi sensori
mencapai otak sebelum informasi nyeri. Sistem sensori diskriminatif yang dapat
dilakukan pada ibu bersalin meliputi : pengaturan posisi pada ibu, stimulasi kutaneus,
panas dan dingin, masase, effleurage, TENS (Transcutaneous Electric Nerve Stimulation),acupressure, sentuhan terapeutik.
c. Sistem Kognitif Evaluatif
Menurut Turner dkk (1990) dalam Reeder (2011) bahwa penggunaan strategi
kognitif evaluatif merupakan pembelajaran respons perilaku yang baru terhadap nyeri
dan stress dapat memberi wanita rasa memiliki kemampuan untuk mengendalikan
nyeri dan menurunkan emosi, pikiran dan penilaian negatif terhadap nyeri, pada
akhirnya rasa ini dapat mengurangi nyeri, penderitaan dan perilaku nyeri. sistem
kognitif evaluatif ini dapat dilakukan dengan tehnik pernafasan, memusatkan
perhatian, imajinasi, pergerakan fisik yang berpola, bimbingan verbal, distraksi,
hypnosis dan terapi musik.
2.3 Pengaruh Terapi Musik terhadap Intensitas Nyeri Persalinan
Menurut Reeder (2011) bahwa musik merupakan salah satu penatalaksanaan
penurunan intensitas nyeri secara non farmakologis. Musik terbukti mampu
mengurangi kecemasan fisiologis pada individu yang siap menjalani perawatan serta
fasilitas musik ini menunjukkan penurunan denyut jantung, tingkat respirasi dan
kebutuhan oksigen. Musik juga dapat menimbulkan efek neuroendokrin yang berguna
bagi pasien. Musik bisa meningkatkan suatu respons seperti endorphin yang dapat
memengaruhi suasana hati, sehingga mampu menurunkan kecemasan, dalam hal ini
menurut para ahli musik mengalihkan pasien dari rasa nyeri, memecah siklus
kecemasan dan ketakutan yang meningkatkan reaksi nyeri, serta memindahkan
perhatian pada sensasi yang menyenangkan (Aizid, 2011)
2.3.1 Defenisi Musik
Musik sesungguhnya sudah dikenal sejak puluhan abad silam, jauh sebelum
peradaban manusia terbentuk. Pada dasarnya musik adalah bunyi dan segala sesuatu
yang dapat menimbulkan bunyi, inilah yang melatarbelakangi musik. Musik menurut
Aristoteles mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, karena
mempunyai daya terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotism. Menurut kamus
besar bahasa Indonesia, musik adalah seni menyusun nada atau suara dalam urutan,
kombinasi dan hubungan temporal atau menghasilkan komposisi (suara) yang
mempunyai kesatuan dan kesinambungan (Aizid, 2011)
Menurut Maryunani dan Sukaryati (2011) bahwa terapi musik merupakan
suatu bentuk kegiatan yang mempergunakan musik dan lagu/nyanyi secara terpadu
dan terarah didalam membimbing ibu hamil dan ibu bersalin, terapi musik adalah
bentuk terapi dengan mempergunakan musik secara sistematis, terkontrol dan terarah
dalam menyembuhkan, merehabilitasi, mendidik dan melatih anak – anak dan orang
Menurut Campbell (2001) dalam penelitian Saputra (2011) mendefinisikan
musik sebagai bahasa yang mengandung unsur universal, bahasa yang melintasi batas
usia, jenis kelamin, ras, agama, dan kebangsaan. Musik muncul di semua tingkat
pendapatan, kelas sosial dan pendidikan. Musik berbicara kepada setiap orang dan
kepada setiap spesies. Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”.
Kata “terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu
atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik
dan mental. Kata “musik” dan terapi musik digunakan untuk menjelaskan media yang
digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi.
Menurut Djohan (2006) dalam penelitian Dewi (2009) mendefinisikan terapi
musik sebagai sebuah aktifitas terapeutik yang menggunakan musik sebagai media
untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan
emosi.
2.3.2 Manfaat Musik
Menurut Pusat Terapi Musik dan Gelombang Otak Indonesia mengatakan
bahwa manfat musik adalah :
1. Relaksasi Mengistirahatkan Tubuh dan Pikiran
Manfaat yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik adalah perasaan
rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran lebih fresh. Terapi musik memberikan
kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk mengalami relaksasi yang sempurna.
mengalami re-produksi, penyembuhan alami berlangsung, produksi hormon tubuh
diseimbangkan dan pikiran mengalami penyegaran.
2. Meningkatkan Kecerdasan
Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan intelegensia seseorang
disebut Efek Mozart. Hal ini telah diteliti secara ilmiah oleh Frances Rauscher et al
dari Universitas California. Penelitian lain juga membuktikan bahwa masa dalam
kandungan dan bayi adalah waktu yang paling tepat untuk menstimulasi otak anak
agar menjadi cerdas, karena otak anak sedang dalam masa pembentukan, sehingga
sangat baik apabila mendapatkan rangsangan yang positif, jika seorang ibu yang
sedang hamil sering mendengarkan terapi musik, janin di dalam kandungannya juga
ikut mendengarkan. Otak janin akan terstimulasi untuk belajar sejak dalam
kandungan..
3. Meningkatkan Motivasi
Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan dan mood
tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul dan segala kegiatan bisa
dilakukan. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun
menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari hasil penelitian, ternyata
jenis musik tertentu bisa meningkatkan motivasi, semangat dan meningkatkan level
energi seseorang.
Musik ternyata sangat berpengaruh terhadap pengembangan diri seseorang.
karena musik yang didengarkan menentukan kualitas pribadi, orang yang punya
masalah perasaan, biasanya cenderung mendengarkan musik yang sesuai dengan
perasaannya.
5. Meningkatkan Kemampuan Mengingat
Terapi musik dapat meningkatkan daya ingat dan mencegah kepikunan. Hal
ini bisa terjadi karena bagian otak yang memproses musik terletak berdekatan dengan
memori. Sehingga ketika seseorang melatih otak dengan terapi musik, maka secara
otomatis memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi musik banyak
digunakan di sekolah-sekolah modern di Amerika dan Eropa untuk meningkatkan
prestasi akademik siswa. Sedangkan di pusat rehabilitasi, terapi musik banyak
digunakan untuk menangani masalah kepikunan dan kehilangan ingatan.
6. Kesehatan Jiwa
Terapi musik banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater untuk
mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan
psikologis.
7. Mengurangi Rasa Sakit
Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem saraf yang
bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung dan fungsi otak, yang
mengontrol perasaan dan emosi kedua sistem tersebut bereaksi sensitif terhadap
musik, frustasi dan marah dapat menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa sakit
secara fisik dan mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah rasa
sakit. Dalam proses persalinan, terapi musik berfungsi mengatasi kecemasan dan
mengurangi rasa sakit. Sedangkan bagi para penderita nyeri kronis akibat suatu
penyakit, terapi musik terbukti membantu mengatasi rasa sakit.
8. Menyeimbangkan Tubuh
Stimulasi musik membantu menyeimbangkan organ keseimbangan yang
terdapat di telinga dan otak. Jika organ keseimbangan sehat, maka kerja organ tubuh
lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat.
9. Meningkatkan Kekebalan Tubuh
Jenis musik yang kita dengar sesuai dan dapat diterima oleh tubuh manusia,
maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan sejenis hormon (serotonin) yang dapat menimbulkan rasa senang sehingga tubuh akan menjadi lebih kuat (dengan
meningkatnya sistem kekebalan tubuh) dan membuat kita menjadi lebih sehat.
10. Meningkatkan Olahraga
Mendengarkan musik selama olahraga dapat memberikan olahraga yang lebih
baik dalam beberapa cara, di antaranya meningkatkan daya tahan, meningkatkan
mood dan mengalihkan dari setiap pengalaman yang tidak nyaman selama olahraga.
Menurut Campbell (2001) dalam penelitian Dewi (2009) menerangkan bahwa
musik memiliki beberapa manfaat yaitu : (1) musik menutupi bunyi dan perasaan
yang tidak menyenangkan; (2) musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan
gelombang otak; (3) musik memengaruhi pernafasan; (4) musik memengaruhi denyut
otot dan memperbaiki gerak serta koordinasi tubuh; (6) musik juga memengaruhi
suhu badan; (7) musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stress;
(8) musik dapat memperkuat ingatan dan pelajaran; (9) musik mengubah persepsi kita
tentang waktu; (10) musik dapat memperkuat ingatan dan pelajaran; (11) musik dapat
meningkatkan produktivitas; (12) musik meningkatkan asmara dan seksualitas; (13)
musik merangsang pencernaan; (14) musik meningkatkan daya tahan; (15) musik
meningkatkan penerimaan tidak sadar terhadap simbolisme; (16) musik dapat
menimbulkan rasa aman dan sejahtera.
Musik bisa menimbulkan keadaan yang mengatasi kesadaran, menyembuhkan
dan mengembalikan keselarasan serta memurnikan jiwa (Mucci dan Mucci, 2002).
Menurut Arfina (2012) menyatakan bahwa musik merupakan sebuah rangsangan
pendengaran yang terorganisasi, terdiri atas melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk
dan gaya. ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi maka ia dapat
meningkatkan, memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual
setiap individu serta bersifat universal, nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu
penggunaan terapi musik bisa diterapkan secara luas pada semua orang dalam
berbagai kondisi.
Penggunaan musik di rumah-rumah sakit masa kini mulai banyak, hal ini
disebabkan efek musik yang menenangkan dan menyenangkan pasien, sehingga
berakibat pada kondisi kesehatan khususnya jantung dan pembuluh darah. Informasi
dalam bentuk musik diyakini dapat menguntungkan karena tidak mengganggu
dibandingkan peringatan verbal dan pada pasien yang mengalami kecemasan tingkat
tinggi jika pemberian informasi yang terlalu banyak akan memperburuk nyeri
menurut Hakim (2008) dalam penelitian Hermawati (2011).
Menurut Kusuma (2009) bahwa musik memiliki banyak kegunaan di dunia
kesehatan terutama musik klasik yang banyak digunakan sebagai terapi karena musik
dapat memberikan efek yang berpengaruh terhadap kerja sistem tubuh manusia
seperti sistem saraf pusat. Musik klasik yang digunakan sebagai terapi telah banyak
dilakukan di beberapa rumah sakit dan pada umumnya menunjukkan kemajuan yang
berarti bagi penderita.
2.3.3 Jenis-jenis Musik
Menurut Aizid (2011) bahwa banyak aliran musik yang dapat digunakan
sebagai terapi kesehatan dan kecerdasan yaitu :
a. Alternative yaitu jenis musik yang bersuara keras dan meliputi musik pop dan rok yang tengah menjadi trend saat ini, banyak musik alternative yang sangat melodis, menyenangkan dan di dukung oleh lirik serta melodi yang positif dan
membangkitkan semangat, untuk itu jenis musik ini bisa dijadikan sebagai terapi
kesehatan dan kecerdasan.
b. Ambient, musik ambient adalah musik yang mengambang, digunakan sebagai musik yang bertujuan untuk rileks.
d. Baroque yaitu jenis musik yang tepat jika diasosiasikan dengan relaksasi. Musik ini sangat bergam serta dapat menggugah semangat riang dan ringan.
e. Big Band yaitu jenis musik dansa dengan orkestra yang bisa membuat semangat yang menggebu gebu.
f. Bluergrass yaitu jenis musik yang awalnya dipopulerkan oleh Bill Monroe yang biasanya mengacu pada musik country yang digunakan untuk berdansa. Musik ini bersifat sangat menghibur dengan nada – nada religious didalamnya.
g. Classical yaitu jenis musik yang banyak digunakan orang sebelum awal tahun 1900-an. Musik klasik yang terkenal adalah karangan Mozart yang memiliki
kejernihan, keanggunan dan kebeningan, jenis musik ini mampu memperbaiki
konsentrasi, ingatan, mengurangi stress dan persepsi spesial (Saputra, 2011)
h. Easy Listening yaitu musik kontemporer yang dikemas sebagai versi instrumental dengan iringan orkestra dari lagu lagu terkenal saat ini serta diproduksi untuk
relaksasi dan musik latar.
i. Jazz yaitu jenis musik yang dapat menenangkan atau sangat menggairahkan seperti berirama kompleks yang mengiringi rangkaian suara melodis dan tidak
harmonis.
j. Minimalism yaitu jenis musik yang sangat sederhana dan berulang ulang dengan sedikit variasi pada melodi atau ritmenya, efeknya bisa membuat kita rileks
sampai terhipnotis atau terhanyut jika dikemas dengan benar.
Dari sekian banyak karya musik klasik sebenarnya gubahan milik Wolfgang
membuktikan bahwa musik – musik karyanya memberikan efek paling positif bagi
perkembangan janin, bayi dan anak – anak. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Alfred
Tomatis dan Don Campbell mengistilahkan dengan efek Mozart. Dibanding gubahan
musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada karya – karya Mozart
mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak, yang
tidak kalah penting adalah kemurnian dan kesederhanaan musik Mozart itu sendiri.
Komposisi yang disusunnya telah berhasil menghasilkan kembali keteraturan bunyi
yang pernah dialami bayi selama dalam kandungan (Ainy, 2011).
Menurut penelitian Kesuma (2009) bahwa musik klasik karangan Mozart
dengan judul Andante, Piano Concerto no. 21 in C Major KV. 467 mampu
memberikan tingkat konsentrasi yang tinggi setelah diberikan musik klasik Mozart.
Musik klasik Mozart mempunyai ketukan yang pelan dan sesuai dengan irama denyut
jantung orang dewasa sehingga menimbulkan perasaan tenang. Musik klasik dengan
tempo 60 per menit mengaktifkan otak kiri dan kanan, kerja simultan pada otak kiri
dan kanan dapat memaksimalkan proses belajar dan penyimpanan informasi. Musik
klasik karya Mozart memiliki kemurnian dan kesederhanaan dalam bunyi – bunyi
yang dimunculkannya. Musik klasik karya Mozart ringan, tidak rumit, tidak datar dan
tidak membangkitkan gelombang – gelombang emosi yang naik turun dengan tajam.
2.3.4 Durasi dan Frekuensi Mendengarkan Musik
Menurut Djohan (2006) dalam penelitian Saputra (2011) mengatakan bahwa
sebuah musik dapat saja terdengar lembut dan tenang. Walaupun diperpanjang
sendirinya telah membawa pulsa gelombang yang memengaruhi pikiran dan tubuh
dalam berbagai tingkatan. Mendengar musik sebenarnya tidak sesederhana proses
persepsi sensor yang pasif. Telinga bertanggung jawab untuk respons fisiologis dari
vibrasi mekanisme yang masuk ke kanal pendengaran, tetapi semua itu tergantung
pula pada pikiran pendengar dalam mengkonsepsi melodinya, yang mana untuk
mendapatkan hasil tersebut harus dilakukan setiap hari berulang-ulang, sehingga
sebuah melodi bukan hanya nada-nada dengan perangkat fisika saja. Akibatnya
adalah harus ada pembedaan dengan istilah mendengarkan dan mendengar musik.
Terapi musik yang dilakukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan
belum memiliki pedoman waktu dan pelaksanaan yang jelas. Pemberian terapi musik
dengan jenis musik yang tepat dan diberikan pada pasien yang tepat tidak akan
memberikan efek yang membahayakan, walaupun diberikan dalam waktu yang agak
lama pada beberapa pasien. Terapi musik yang hanya diberikan hanya waktu singkat
dapat memberikan efek positif bagi pasien (Mucci dan Mucci, 2002). Menurut
Delaune dan Ladner (2002) dalam Demir (2011) mengatakan bahwa menurut
literature terapi musik tidak efektif jika digunakan secara terus menerus, penerapan
terapi musik yang efektif sekitar 25 – 90 menit perhari cukup sebagai terapi.
2.3.5 Cara Kerja Musik sebagai Terapi
Mekanisme cara kerja musik sebagai alat terapi yakni memengaruhi semua
organ sistem tubuh. Menurut Nurseha dan Djafaar (2002) dalam penelitian
Kustiningsih (2008) mengatakan bahwa musik klasik mempunyai fungsi
melodi dan harmoni yang teratur serta dapat menghasilkan gelombang alfa dalam
gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang membuat otak siap
menerima masukan baru, efek rileks dan menidurkan.
Menurut Reeder dkk (2011) mengatakan bahwa pada umumnya sepanjang
kontraksi dan diantara kontraksi jika wanita menginginkan ia akan mendengarkan
musik yang telah dipilih maka kondisi ini akan memberikan stimulus kepada indra
pendengar yang sulit diabaikan . Untuk input visual akan berfokus pada sebuah benda
atau menutup matanya dan membayangkan sesuatu yang dinyatakan oleh syair musik
tersebut. Berdasarkan teori Gate Kontrol bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini
mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme
pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorphin yang akan menghambat
pelepasan substansi. Musik klasik Mozart sendiri juga dapat merangsang peningkatan
hormon endorphin yang merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh
tubuh, sehingga pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi
antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya substansi akan
menghantarkan impuls, pada saat tersebut endorphin akan memblokir lepasnya
substansi dari neuron sensorik, sehingga transmisi impuls nyeri di medulla spinalis
menjadi terhambat dan sensasi nyeri menjadi berkurang.
Nyeri persalinan dapat terjadi akibat adanya kontraksi otot rahim, regangan
otot dasar panggul dan kondisi psikologis yang menyebabkan terjadinya dilatasi dan
effecement pada serviks sehingga terjadi pembukaan serviks. Ibu akan merasakan nyeri yang berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar
punggung dan menurun ke paha. Respon nyeri persalinan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu budaya, kecemasan, pengalaman persalinan, dukungan keluarga (Support system), dan persiapan persalinan.
Nyeri persalinan berkaitan erat dengan reseptor nyeri dan adanya rangsangan,
reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor. Gate Kontrol Theory mempunyai dasar pemikiran bahwa keberadaan dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada
transmisi tertentu pada impuls-impuls saraf dan mekanisme gate/pintu sepanjang sistem saraf mengontrol/mengendalikan transmisi nyeri, akhirnya jika gate terbuka impuls yang menyebabkan sensasi nyeri dapat mencapai tingkat kesadaran jika gate
tertutup impuls tidak mencapai tingkat kesadaran dan sensasi nyeri tidak dialami.
Metode yang dapat mengatasi nyeri persalinan ada dua yaitu metode farmakologis
dan metode non farmakologis. Metode farmakologis yaitu metode dengan
menggunakan obat-obatan dan metode non farmakologis tidak menggunakan
obat-obatan.
Tiga sistem non farmakologis yang dapat mengurangi intensitas nyeri yaitu
Sistem motivasional afektif meliput i flight or flight (relaksasi), sistem kognitif evaluatif dan sistem sensori diskriminatif. Salah satu metode non farmakologis yang
dapat mengurangi terjadinya nyeri adalah terapi musik. Terapi musik dapat
merangsang peningkatan hormon endorphin yang merupakan substansi sejenis morfin
ke sinaps, terjadi antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat
seharusnya substansi akan menghantarkan impuls, pada saat tersebut endorphin akan
memblokir lepasnya substansi dari neuron sensorik, sehingga transmisi impuls nyeri
di medulla spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri menjadi berkurang.
Berdasarkan teori yang ada maka dapat disimpulkan landasan teori sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Gate Kontrol Theory (Melzak dan Wall 1965), Hilbers et al (1986), Turner et al (1990) dalam Mander (2003), (Potter & Perry, 2010)
Persalinan
Metode Non Farmakologi dalam penurunan intensitas nyeri:
- Sistem motivasional afektif: flight or flight atau relaksasi.
- Sistem sensori diskriminatif: terapi musik, tehnik pernafasan, memusatkan perhatian, imajinasi, pergerakan fisik yang berpola, bimbingan verbal, dukungan, informasi, distraksi, hypnosis.
- Sistem kognitif evaluatif:pengaturan posisi, stimulasi kutaneus, panas dingin, masase, effleurage, transcutaneous electric nerve stimulation (TENS) dan acupressure.
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berfikir dalam melakukan
penelitian yang dikembangkan dari tinjauan teori. Variabel dalam penelitian ini
meliputi variabel independen, variabel dependen dan variabel counfounding. Varabel independen dalam penelitian ini adalah terapi musik klasik dan variabel dependennya
adalah penurunan intensitas nyeri sementara variabel counfounding terdiri dari budaya, kecemasan, pengalaman persalinan, dukungan keluarga (support system) dan persiapan persalinan, dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah kecemasan dan
dukungan persalinan sementara budaya tidak diteliti karena tempat penelitian terletak
pada daerah dengan latar belakang budaya yang sama sehingga sebagian dipengaruhi
oleh budaya setempat. Pengalaman persalinan tidak diukur karena responden yang
akan diambil adalah ibu primigravida yaitu ibu yang baru pertama kali bersalin
sehingga belum pernah mengalami pengalaman persalinan yang lalu dan persiapan
persalinan mengarah kepada sikap cemas dan takut sehingga pada pasien yang takut
dan cemas dianggap belum siap dalam menghadapi persalinan, hal ini merupakan
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel Counfounding
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Terapi Musik Klasik
Intensitas Nyeri Persalinan Fase Aktif Kala I