BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas merupakan hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan
keputusan. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat
perhatian penting karena untuk dapat menlangsungkan hidupnya, suatu
perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable).
Tanpa adanya keuntungan atau profit, maka akan sulit bagi perusahaan
untuk menarik modal dari luar. Profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
Kasmir, 2010 mendefinisikan profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total
aktiva maupun modal sendiri. Sedangkan Gibson (2005 :303), profitability
is the ability of a firm to generate earnings. It is measured relative to a
number of bases, such as assets, sales and investment. Gibson mengartikan
profitabilitas sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk meningkatkan
laba perusahaan, profitabilitas ini diukur dengan membandingkan laba yang
diperoleh perusahaan degan sejumlah perkiraan yang menjadi tolak ukur
keberhasilan perusahaan seperti aktiva perusahaan, penjualan dan investasi.
Dari definisi tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh
diperoleh perusahaan tersebut. Setiap perusahaan selalu berupaya agar
memperoleh tingkat profitabilitas yang tinggi. Dalam konteks ini
perusahaan yang menguntungkan tentunya tidak memerlukan banyak
pembiayaan dengan hutang. Melalui adanya tingkat pengembalian yang
tinggi memungkinkan perusahaan membiayai sebagian besar kebutuhan
pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal.
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan
profitabilitasnya. Jika perusahaan berhasil meningkatkan profitabilitasnya,
dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut mampu mengelola sumber daya
yang dimilikinya secara efektif dan efisien sehingga mampu menghasilkan
laba yang tinggi. Sebaliknya sebuah perusahaan memiliki profitabilitas
rendah menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu mengelola
sumber daya yang dimilikinya dengan baik, sehingga tidak mampu
menghasilkan laba tinggi.
2.1.2. Rasio Profitabilitas
Dalam melakukan analisis perusahaan, disamping melihat laporan
keuangan perusahaan, juga bisa dilakukan dengan menggunakan analisis
laporan keuangan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Van Horne,
Wachowics (2009:222), menjelaskan rasio profitabilitas adalah “rasio
keuangan yang menghubungkan laba dengan penjualan dan investasi pada
Rasio profitabilitas adalah rasio yang bertujuan untuk mengukur
efektivitas manajemen yang tercermin pada imbalan hasil dari investasi
melalui kegiatan penjualan (Djarwanto, 2005). Sedangkan menurut Kasmir
(2010:196), rasio profitabilitas adalah rasio yang memperlihatkan pengaruh
gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva dan hutang terhadap hasil
operasi untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.
Analisa rasio profitabilitas yaitu menggambarkan kemampuan perusahaan
mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber dana yang ada
seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan dan jumlah cabang
(Sofyan Syafri Harahap, 2005:304)
Dari pengertian-pengertian diatas, penulis mengambil kesimpulan
bahwa analisa rasio profitabilitas adalah gambaran akhir kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan laba atau jawaban akhir tentang efisien
tidaknya perusahaan menghasilkan laba. Rasio ini juga memberikan ukuran
tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan.
Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan
menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di dalam
laporan keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan rugi laba.
Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya
adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu
tertentu, baik penurunan atau kenaikan sekaligus mencari penyebab
Ada tiga rasio yang biasa digunakan dalam mengukur tingkat
profitabilitas perusahaan. (Bambang Riyanto, 2005:331) mengemukakan
bahwa rasio-rasio profitabilitas merupakan rasio-rasio yang menunjukkan
hasil akhir sejumlah kebijakan dan keputusan-keputusan (profit margin on
sales, return on total asset, return on net worth dan lain sebagainya)”.
Ketiga rasio yang biasa digunakan dalam mengukur tingkat
profitabilitas perusahaan, yaitu :
a. Margin Laba (profit margin)
Profit margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. (Hanafi,
2010:199) menyatakan bahwa rasio ini juga bisa diinterprestasikan
sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi)
di perusahaan pada periode tertentu. Untuk menghitung profit margin,
digunakan persamaan sebagai berikut :
Laba bersih setelah pajak
Profit Margin = X 1 = …..kali Penjualan
Profit margin yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Secara
umum, rasio yang rendah menunjukkan ketidakefisienan manajemen.
b. Return On Equity (ROE)
Return on equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari penghasilan
mereka investasikan di dalam perusahaan. Return on equity (ROE)
dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut (Kasmir, 2010:204) :
Laba bersih setelah pajak
ROE = X 100% = ….. % Total Equitas
Angka yang tinggi untuk ROE menunjukkan tingkat profitabilitas yang
tinggi. Rasio ROE tidak memperhitungkan dividen maupun capital
gain untuk pemegang saham. Karena itu, rasio ini bukan pengukur
return yang di terima pemegang saham yang sebenarnya.
c. Return On Investment (ROI / ROA)
Return on investment (ROI) sering disebut sebagai return on assets
(ROA). ROI mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu. ROI dihitung dengan cara
membandingkan laba bersih setelah pajak dengan total asset, rumus
untuk mencari return on investment (ROI) dpt digunakan sebagai
berikut (Kasmir, 2010 :202) :
Laba bersih setelah pajak
ROI = X 100% = ….. % Total aktiva
Semakin tinggi tingkat ROI suatu perusahaan, semakin baik perusahaan
tersebut.
Dalam penelitian ini analisa profitabilitas yang dipakai hanya yang
terkait dengan kemapuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva
yang dipergunakan, yaitu Return on investment (ROI) atau Return on assets
Salah satu rasio profitabilitas yang sering digunakan dalam
penelitian yang berkaitan dengan pengaruh laba terhadap investasi adalah
return on investment (ROI). Return on investment menunjukkan
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.
Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan
efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional
perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas
profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam
menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan (Soemarso, 2005).
Analisa return on investment (ROI) dalam analisa keuangan
mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa
keuangan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif. Analisa return on
investment (ROI) ini sudah merupakan teknik analisa yang lazim digunakan
oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan
operasi. Return on investment (ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk
rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan
perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang
digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Dengan demikian return on investment (ROI) menghubungkan
keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan jumlah investasi
atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi
ROI memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Adapun
kelebihan ROI sebagai berikut :
1. Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi modal yang
bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi penjualan.
2. Analisis ROI dapat digunakan untuk membandingkan efisiensi
penggunaan modal pada perusahaan yang bersangkutan dengan
perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah
perusahaan berada dibawah, sama atau di atas rata-rata.
3. Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh divisi atau bagian, yaitu dengan
mengalokasikan semua biaya dan modal ke dalam bagian yang
bersangkutan dalam antrian untuk membandingkan efisiensi antar
bagian.
4. Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari
masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan. Dengan
menggunakan product system (sitem biaya produksi) yang baik, maka
modal dan biaya dapat dialokasikan ke dalam berbagai produk yang
dihasilkan oleh perusahaan, sehingga dapat dihitung profitabilitas
masing-masing produk.
5. Analisis ROI dapat digunakan untuk keperluan perencanaan antara lain
sebgai dasar dalam pengambilan keputusan jika perusahaan akan
Meskipun ROI memiliki kelebihan, namun ROI juga memiliki
kelemahan. Kelemahan ROI adalah sebagai berikut :
1. Sulit membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan
perusahaan lainnya, karena perbedaan praktek akuntansi antar
perusahaan.
2. Analisa return on investment (ROI) saja tidak dapat dipakai untuk
membandingkan antara dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh
hasil yang memuaskan.
2.1.3 Modal Kerja
2.1.3.1 Pengertian Modal kerja
Untuk memenuhi atau membiayai kebutuhan investasi dan
kebutuhan operasional perusahaan dibutuhkan modal kerja yang
cukup. Karena tanpa modal kerja yang cukup perusahaan tidak akan
dapat bekerja secara optimal dalam mencapai tujuannya. Semua
pihak sepakat bahwa modal kerja adalah dana yang diperlukan untuk
operasi sehari-hari.
Pengertian modal kerja yang dikemukakan oleh Agnes
Sawir (2005 : 129), “Modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar
yang dimiliki oleh perusahaan atau dapat pula dmaksudkan sebagai
dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi
sehari-hari seperti pembelian bahan baku, pembayaran listrik, telepon, upah
Sedangkan Husnan (2001 : 49 ), “Modal kerja merupakan
salah satu unsur aktiva yang sangat penting dalam perusahaan karena
tanpa modal kerja perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk menjalankan aktivisnya”. Menurut Hongren (2005:135),
“working capital is the difference between current assets and current
liabilities”. Sedangkan menurut Burton A. Kolb (1983) dalam sawir
(2005:129) menyatakan modal kerja adalah investasi perusahaan
dalam aktiva jangka pendek atau lancar, termasuk di dalamnya kas,
sekuritas, piutang, persediaan dan dalam beberapa perusahaan biaya
dibayar di muka”.
Dari beberapa pengertian modal kerja di atas dapat
disimpulkan bahwa modal kerja merupakan investasi perusahaan
dalam harta jangka pendek atau aktiva lancar. Modal kerja sangat
penting bagi perusahaan karena modal kerja merupakan dana yang
harus tersedia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seperti pembelian bahan baku, pembayaran listrik, telepon, upah
buruh, hutang, dan pembayaran yang lainnya.
Menurut Kasmir (2010: 250) terdapat tiga konsep tentang modal
kerja yaitu:
1. Konsep Kuantitatif
2. Konsep Kualitatif
Dalam konsep ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya jumlah utang lancar atau utang yang harus segera dibayar. Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar itu harus disediakan untuk memenuhi kewajiban financial yang harus segera dibayar dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membayar operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karena itu modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membayar operasi perusahaan mampu mengganggu likuiditasnya yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja memo (non working capital) 3. Konsep Fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam satu periode accounting (current income) bukan periode berikutnya (future income)
Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang
tidak menghasilkan current income atau kalau menghasilkan tidak
sesuai dengan misi perusahaan yaitu non working capital, sehingga
besarnya modal kerja adalah:
a. Besarnya kas
b. Besarnya persediaan
c. Besarnya piutang (dikurangi bersarnya laba)
d. Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap
(besarnya adalah sejumlah dana yang berfungsi untuk menghasilkan
current income tahun yang bersangkutan)
Sedangkan bagian piutang yang merupakan keuntungan
adalah tergolong dalam modal kerja potensial dan sebagian dana
income (pendapatan tahun-tahun sesudahnya) termasuk dalam non
working capital.
2.1.3.2 Siklus Modal Kerja
Proses pemutaran modal kerja akan selalu berjalan selama
perusahaan masih beroperasi, modal kerja berputar terus-menerus
dalam perusahaan karena dipakai untuk membiayai operasi
sehari-hari. Proses pemutaran modal kerja itu dinamakan lingkaran modal
kerja, yang akan selalu berputar selama perusahaan merupakan
“going concern” atau masih berjalan (Tunggal, 2005: 91)
Analisis tentang lingkaran modal kerja dimulai dengan kas
uang kas ditanam dalam persediaan dan berbagai alat dan jasa,
disamping dibiayai dari para pemasok dengan kredit, yang kemudian
memerlukan pembiayaan dengan kas. Barang perusahaan dijual pada
para pembeli dengan tunai atau kredit biasa atau dengan pembayaran
wesel/promes dari debitor dan dari wesel/promes diterima kas
(Tunggal, 2005: 91). Jadi, proses kas persediaan-piutang-uang
merupakan lingkaran modal kerja dana akan berputar terus-menerus
selama perusahaan itu berjalan.
2.1.3.3 Jenis – Jenis Modal Kerja
Modal kerja dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu sebagi
berikut :
A. Modal kerja permanen (permanent working capital) yaitu modal
menjalankan fungsinya. Modal kerja permanen ini dapat
dibedakan dalam :
1. Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang
harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas
usahanya.
2. Modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan
untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal.
B. Modal kerja variabel (variable working capital) yaitu modal kerja
yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan,
dan modal kerja ini dibedakan antara lain :
1. Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim.
2. Modal kerja siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konyungtur,
3. Modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang besarnya
berubah-ubah karena keadaan yang tidak diketahui
sebelumnya, (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir,
perubahan keadaan ekonomi yang mendadak).
Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin
operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Apabila modal
kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja
apabila jumlah modal kerja terlalu kecil atau kurang, maka
perusahaan akan kurang mampu memenuhi permintaan langganan.
2.1.3.4 Fungsi Modal Kerja
Fungsi modal kerja adalah sebagai berikut:
1. Modal Kerja itu menampung kemungkinan akibat buruk yang
ditimbulkan karena penurunan nilai aktiva lancar seperti
penurunan nilai piutang yang diragukan dan yang tidak dapat
ditagih atau penurunan nilai persediaan.
2. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk
membayar semua utang lancarnya tepat pada waktunya dan untuk
memanfaatkan potongan tunai ; dengan menggunakan potongan
tunai maka jumlah yang akan dibayarkan uttuk pembelian barang
menjadi berkurang.
3. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk
memelihara “Credit standing” perusahaan yaitu penilaian pihak
ketiga, misalnya bank dan para kreditor akan kelayakan
perusahaan untuk memelihara kredit. Disamping itu modal kerja
yang mencukupi memungkinkan perusahaan untuk menghadapi
situasi darurat seperti dalam hal terjadi : pemogokan banjir dan
kebakaran.
4. Memungkinkan perusahaan untuk memberikan syarat kredit
kepada para pembeli. Kadang-kadang perusahaan harus
lunak dalam usaha membantu para pembeli yang baik untuk
membiayai operasinya.
5. Memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan persediaan pada
suatu jumlah yang mencukupi untuk melayani kebutuhan para
pembeli dengan lancar.
2.1.3.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal Kerja
Kebutuhan perusahaan akan modal tergantung pada
faktor-faktor sebagai berikut (Tunggal, 1995: 96-101) :
1. Sifat atau Jenis Perusahaan
Kebutuhan modal kerja tergantung pada jenis dan sifat dariusaha
yang dijalankan perusahaan.
2. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi dan memperoleh
barang yang akan dijual.
Ada hubungan langsung antara jumlah modal kerja dan jangka
waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang yang akan
dijual pada pembeli. Makin lama waktu yang diperlukan untuk
memperoleh barang, atau makin lama waktu yang diperlukan
untuk memperoleh barang dari luar negeri, jumlah modal kerja
yang diperlukan makin besar.
3. Cara-cara atau syarat-syarat pembelian dan penjualan
Kebutuhan modal kerja perusahaan dipengaruhi oleh syarat
pembelian dan penjualan. Makin banyak diperoleh syarat kredit
kerja yang ditanamkan dalam persediaan. Sebaliknya, semakin
longgar syarat kredit yang diberikan pada pembeli maka akan
lebih banyak modal kerja yang ditanamkan dalam piutang.
4. Perputaran persediaan
Makin cepat persediaan berputar maka makin kecil modal kerja
yang diperlukan. Pengendalian persediaan yang efektif diperlukan
untuk memelihara jumlah, jenis, dan kualitas barang yang sesuai
dan mengatur investasi dalam persediaan. Disamping itu biaya
yang berhubungan dengan persediaan juga berkurang.
5. Perputaran piutang
Kebutuhan modal kerja juga dipengaruhi jangka waktu penagihan
piutang. Apabila penagihan piutang dilakukan secara efektif maka
tingkat perputaran piutang akan tinggi sehingga modal kerja tidak
akan terikat dalam waktu yang lama dan dapat segera digunakan
dalam siklus usaha perusahaan.
6. Siklus Usaha (Konjungtur)
Dalam masa “prosperti” (konjungtur tinggi), perusahaan akan
berupaya untuk membeli barang mendahului kebutuhan untuk
memperoleh harga yang rendah dan memastikan adanya
persediaan yang cukup, sehingga dalam masa tersebut diperlukan
modal kerja yang besar. Sebaliknya, dalam masa “depresi”
(konjungtor menurun) maka volume usaha turun dan banyak
7. Musim
Apabila perusahaan tidak dipengaruhi musim, maka penjualan
tiap bulan rata-rata sama. Tetapi jika pipengaruhi musim,
perusahaan memerlukan sejumlah modal kerja yang maksimum
untuk jangka relatif pendek.
Ada 2 macam musim :
a. Musim dalam hal produktif hanya dilakukan dalam bulan-bulan
tertentu saja sedangkan dalam bulan lain tidak ada produksi
atau sedikit produksinya.
b. Musim dalam hal penjualan, yaitu penjualan hanya dilakukan
dalam bulan-bulan tertentu saja, sedangkan dalam bulan lain
penjualan tidak begitu banyak.
2.1.4 Likuiditas Perusahaan
Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus
dipenuhi (Riyanto, 2005 :25). Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang
dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan
membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang
mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala
kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain
perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian
segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid,
dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah
illikuid.
Sedangkan menurut Munawir (2001:31) likuiditas adalah
menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera harus
dipenuhi.
Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang
dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas
perusahaan, yaitu :
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar menurut Van Horne (2009:206) adalah “ rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka
pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.”
Rasio lancar atau Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat
untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan
petunjuk untuk dapat mengetahui dan menduga sampai dimanakah
kiranya kita, apabila memberikan kredit berjangka pendek kepada seorang
nasabah, dapat merasa aman atau tidak. Dasar perbandingan tersebut
kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi
kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan
pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan
apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya kewajiban
lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada
suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya
dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan
terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di
dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya (Tunggal,
2005: 154).
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor,
oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang
perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama
berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos
modal kerja dengan ketat/dengan semestinya. Dilain pihak ditinjau dari
sudut pemegag saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling
menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan
jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.
Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak
mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, tetapi
kadang-kadang sutau current ratio yang rendah malahan menunjukkan
pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu
piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maxsimum.
Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan
terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar,
berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat (Tunggal, 2005: 157).
Formulasi untuk mengetahui rasio ini sebagai berikut (Van Horne,
2009:206):
Aktiva Lancar
Current Ratio = X 100% = …..% Hutang Lancar
2.Rasio Sangat Cepat (Quick Ratio atau acid test ratio)
Rasio sangat cepat menurut Kasmir (2010:137) adalah “ rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar
kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar
tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory).”
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan
antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar (Munawir
2001: 74). Rasio ini merupakan ukuran kemampuan ukuran kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan tidak
memperhitungkan persediaan, karena menganggap persediaan
memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada
kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini
lebih tajam dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva
yang sangat likuid. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini
Rumus untuk mencari rasio sangat cepat sebagai berikut (Kasmir, 2010:137) :
Aktiva Lancar – Persediaan
Quick Ratio = X 100% = … % Utang Lancar
3.Rasio Kas (cash ratio)
Rasio Kas atau cash ratio adalah “ rasio yang merupakan
perbandingan antara kas yang ada diperusahaan dibandingkan dengan
total utang lancar.” (Sugiono, 2008:62)
Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh Kasmir (2010:
138-139) bahwa, “ rasio kas (cash ratio) merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur seberap besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang”.
Formulasi untuk menghitung rasio kas adalah (Kasmir, 2010:139) :
Kas
Cash Ratio = X 100% = …% Kewajiban Lancar
4. Rasio Perputaran Kas
Menurut Kasmir (2010: 140) perhitungan perputaran kas dapat
diartikan sebagai berikut :
a. Apabila rasio perputaran kas tinggi, ini berarti, ketidak mampuan
perusahaan dalam membayar tagihannya.
b. Sebaliknya apabila rasio perputaran kas rendah, dapat diartikan kas
sehingga perusahaan harus bekerja keras dengan kas yang lebih sedikit.
Rumus yang digunakan untuk mencari rasio perputaran kas adalah
sebagai berikut (Kasmir, 2010:141) :
Penjualan Bersih
Rasio Perputaran Kas = X 100% = …% Modal Kerja Bersih
5.Inventory to Net Working Capital
Menurut Kasmir (2010:141-142), “Inventory to Net Working
Capital adalah rasio yang digunakan untuk mengukur atau
membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja
perusahaan. Modal kerja yang dimaksud adalah selisih antara aktiva
lancar dan kewajiban lancar”.
Rumus untuk mencari inventory to net working capital adalah
(Kasmir, 2010:142
Persediaan
Inventory to NWC = X 100% = …% Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar
2.1.5. Solvabilitas
Menurut Kasmir (2010:151), rasio solvabilitas (leverage ratio)
adalah “ rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva
perusahaan dibiayai dengan utang.”
Rasio solvabilitas menurut Wild (2005:9) merupakan “ kemungkinan
dan kemampuan jangka panjang perusahaan untuk melunasi kewajiban
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka
panjang apabila perusahaan dilikuidasi.
Jenis-jenis rasio solvabilitas antara lain sebagai berikut:
a. Rasio Utang (Debt Ratio)
Rasio utang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara total utang dan total aktiva. Dengan kata lain, rasio
utang mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau
seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
Rumus untuk mencari debt ratio sebagai berikut (Kasmir, 2010:156):
Total Utang
Rasio Utang = X 100% = …% Total Aktiva
b. Rasio Utang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio)
Rasio utang terhadap ekuitas adalah rasio yang digunakan untuk
menilai utang dengan ekuitas.
Formulasi untuk mencari rasio Debt to Equity Ratio sebagai berikut
(Kasmir, 2010:158) :
Total Utang
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti Judul Variabel Kesimpulan
1. Siwi Nurgraeni Real Estate yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta. Nusa Tenggara Barat.
2.3 Kerangka Konseptual Penelitian
H4
H1
H2
H3
Sumber: Diolah Peneliti (2012)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
yang digunakan berhubungan dengan berbagai faktor yang telah peneliti
identifikasikan sebagai masalah penting. Kerangka konseptual merupakan sintesis
atau ekstrapolasi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan
keterkaitan antar variabel yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk
memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Kerangka
konseptual yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel
yang akan diteliti. Jadi, secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel
independen dan variabel dependen. Working Capital Turnover (WCT)
(X1)
Return Of Investment (ROI)
(Y) Current Ratio (CR) (X2)
Perusahaan yang dikatakan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi berarti
tinggi pula efisiensi penggunaan modal kerja yang digunakan perusahaan tersebut
(Munawir, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa perputaran modal kerja (WCT) berpengaruh signifikan terhadap profabilitas.
Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan
membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo
dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia ( Syamsudin, 2002:41) .
Kemampuan memperoleh laba selama periode tertentu akan mengorbankan
likuiditas (aktiva lancar) maupun modal, baik modal sendiri maupun modal secara
keseluruhan (Horne, 2005). Profitabilitas berbanding terbalik dengan likuiditas,
hal ini menunjukkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas.
Solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan
dilikuidasi. Berdasarkan Pecking Order Theory, semakin besar rasio ini,
menunjukkan bahwa semakin besar biaya yang harus ditanggung perusahaan
untuk memenuhi kewajiban yang dimilikinya. Hal ini dapat menurunkan
profitabilitas yang dimilikinya. Dari uraian diatas dapat ditarik hipotesis
solvaabilitas atau leverage berpengaruh negative terhadap profitabilitas.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas,
H1 : Perputaran Modal Kerja (working capital turnover) berpengaruh
signifikan terhadap Profitabilitas (ROI) pada perusahaan Industri
Makanan dan Minuman
H2 : Likuiditas (current ratio) berpengaruh signifikan terhadap
Profitabilitas (ROI) pada perusahaan Industri Makanan dan
Minuman
H3 : Solvabilitas (debt to equity ratio) tidak berpengaruh signifikan
terhadap Profitabilitas (ROI) pada perusahaan Industri Makanan
dan Minuman
H4 : Perputaran modal kerja (WCT), Likuiditas (CR) dan Solvabilitas
(DER) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
Profitabilitas (ROI) pada perusahaan Industri Makanan dan
Minuman