BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
(CSR)
A. Sejarah Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung jawab sosial perusahaan dalam teori ekonomik klasik, sebuah
perusahaan bertindak secara bertanggung jawab sosial jika perusahaan itu
menggunakan sumber-sumber daya seefisien mungkin untuk menghasilkan barang
dan jasa yang diinginkan oleh masyarakat pada harga yang para konsumen
bersedia membayar.Tujuan satu-satunya perusahaan ialah memaksimumkan profit
sambil bertindak sesuai dengan undang-undang. Jika hal ini dilakukan, menurut
para ekonom klasik, perusahaan telah melaksanakan tanggung jawab sosial
utamanya.Akan tetapi, pendapat yang berasal dari buku Adam Smith, The Wealth
of Nations, ini tidak pernah diikuti tanpa syarat.Dunia usaha dan orang-orang
bisnis telah melakukan modifikasi kepada prinsip pemaksimuman profit yang
kaku itu untuk memberi perhatian kepada keprihatinan sosial.7
Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) atau
yang lebih dikenal dengan sebutan CSR, menjadi sebuah topik diskusi yang
menarik perhatian dunia usaha bisnis di Eropa dan Amerika Serikat sejak
lebihkurang satu abad yang lalu. Pada awalnya khusus mengenai CSR mengarah
pada suatu kondisi dilematis antara stakeholdersyang dihasilkan perusahaan dan
upaya memaksimalkan kepentingan publik. Dengan kata lain, keterlibatan
7
perusahaan dalam sebuah tanggung jawab sosial selalu meningkatkan konflik
tentang fungsi direksi yang harus mengabdi pada kepentingan yang terbaik bagi
perusahaan atau menjadikan perusahaan sebagai warga negara yang baik (good
corporate citizen).
CSR yang kini marak diimplementasikan banyak perusahaan, berkembang
setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan memandang bahwa
sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan
kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui produk dan pembayaran pajak
kepada negara.Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat tidak sekedar
menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya,
melainkan juga menuntut untuk bertanggungjawab secara sosial.Karena, selain
terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat
disekitarnya, kegiatan operasional perusahaan umumnya juga memberikan
dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan di
sekitar operasional perusahaan.Itulah yang kemudian melatarbelakangi munculnya
konsep CSR yang paling primitif serta kedermawanan yang bersifat karitatif.8
Gema CSR semakin terasa pada Tahun 1960-an saat dimana secara global,
masyarakat dunia telah pulih dari Perang Dunia II, dan mulai menapaki jalan
menuju kesejahteraan. Pada waktu itu, persoalan-persoalan kemiskinan dan
keterbelakangan yang semula terabaikan mulai mendapatkan perhatian lebih luas
dari berbagai kalangan.Persoalan ini telah mendorong berkembangnya beragam
8
aktivitas yang terkait dengan pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan
dengan mendorong berkembangnya sektor produktif dari masyarakat.
Gema CSR pada dekade itu juga diramaikan oleh terbitnya buku
“Silent Spring (1962)”. Rachel Louise Carson (May 27, 1907-April 14, 1964)
adalah seorang marine biologist dan nature writer asal Amerika Serikat, bukunya
menceritakan masalah penggunaan obat pemberantas hama yang tidak terkontrol
sehingga berdampak matinya dimana pengertian judulnya mencerminkan tidak
ada lagi kicauan burung-burung di musim semi karena burung-burungnya mati
akibat obat pembunuh hama. Judul tersebut merupakan inspirasi dari syair by
John Keats.
Prinsip duty to Act bonafide in the interest of the company yang dikenal
luas dalam hukum perseroan menuntut seorang direksi agar mengelola perseroan
untuk kepentingan dan keuntungan perseroan.Tentunya tujuan akhirnya adalah
optimalisasi nilai (value) bagi para pemegang saham. Disisi lain, perseroan
sebagai sebuah legal entity (subjek hukum) yang memiliki legal personality
ditengah-tengah masyarakat memiliki kewajiban terhadap subjek hukum lainnya
atau anggota dalam pergaulan masyarakat secara umum.9
9
Soerjono, Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Sensi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 41.
Tuntutan ini merupakan
wujud dari kewajiban perseroan sebagai salah satu subjek yang eksistensinya
dipengaruhi oleh interaksi yang baik dengan subjek lainnya ditengah pergaulan
masyarakat.Sebelum merambah ke masyarakat yang lebih luas, semestinya CSR
dilakukan untuk lingkungan terdekat, yaitu masyarakatnya sendiri atau
karyawan pun ikut menyalurkan kepedulian sosial terhadap lingkungannya, seperti
yang dilakukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja.
CSR yang kini marak diimplementasikan banyak perusahaan mengalami
evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup panjang.Konsep ini
tidak lahir begitu saja.Ada beberapa tahapan sebelum gemanya lebih terasa pada
saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan
masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari untung
belaka.Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup
diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan
masyarakat melalui produknya, dan pembayaran pajak kepada negara.Seiring
dengan berjalannya waktu, masyarakat tidak sekedar menuntut perusahaan untuk
menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya karena, selain terdapat
ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat disekitarnya,
kegiatan operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif,
misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan disekitar operasi
perusahaan.10
Perkembangan CSR semakin menguat seiring munculnya globalisasi
ekonomi global sejak berakhirnya Perang Dunia II yang mendorong timbulnya
transisi sistem ekonomi yang akandialami oleh suatu negara dari perencanaan
negara menuju sistem pasar. Transisi ekonomi kearah sistem ekonomi pasar
tentunya akan memunculkan berbagai resiko, baik sosial maupun ekonomi,
10
misalnya kekhawatiran punahnya kultur dan ekonomi global, kerusakan
lingkungan, eksploitasi pekerja anak, pelanggaran hak buruh, beban hutang
negara, imperialisme gaya baru perusahaan multinasional.
Pada awal abad ke-20 muncul pemikiran tentang korporasi yang lebih
manusiawi.Lester Thurow mengatakan bahwa hal tersebut bertolak dari
pergeseranmainstream tentang kapitalisme pada saat itu. Menurutnya, kapitalisme
saat itu tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, namun juga memasukkan
unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis apa yang disebut dengan
suistainablesociety.11
Masalah degradasi daya dukung lingkungan kemudian menjadi kekuatan
internasional baru untuk menekan dunia usaha tentang pentingnya CSR yang
berdimensi lingkungan.Pada kurun waktu 1970-anClub of Rome,
mempublikasikan pemikiran mereka dalam “The Limits to Growth”, karya ini
mengingatkan masyarakat dunia bahwa bumi memiliki keterbatasan daya
dukung,sementara disisilain jumlah manusia terus bertambah.Oleh sebab itu,
eksploitasi sumber daya alam harus dilakukan secara lebih hati-hati agar
pembangunan dapat dilakukan secara berkelanjutan.Sejalan dengan itu,
berkembang wacana tentang kepedulian lingkungan, kegiatan kedermawanan terus
berkembang dalam kemasanphilanthropy serta community development.12
Dasawarsa 1990-an adalah dasawarsa yang diwarnai dengan beragam
pendekatan seperti pendekatan integral,pendekatan stakeholder maupun
pendekatancivil society. CSR kembali menarik perhatian dunia pada saat
11
Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Surabaya: Ashaf Media Garfika), hal. 3.
12
diselenggarakan KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de janeiro, Brazil. Pentingnya
CSR terkait dengan peran strategis dari perusahaan dalam menunjang
pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development)yang berbasis pada
keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.13
Pertemuan ini menghendaki agar eksploitasi ekonomi dalam aktifitas-aktifitas
perusahaan tetap memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan
hidup.Perusahaan semestinya melakukan upaya-upaya untuk menyeimbangkan
peran-peran ekonominya dengan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh aktifitas
ekonomi tersebut baik terhadap manusia maupun lingkungan hidup di
sekitarnya.CSR dalam konteks ini tidak saja penting bagi masyarakat sekitar,
tetapi juga menyangkut keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang.Namun
demikian, KTT Rio tidak sampai pada sebuah konvensi politik yang menyarankan
negara-negarauntuk mengatur kewajiban CSR dalam peraturan perundang-undangan
nasionalnya.14
Terobosan besar konteks CSR ini dilakukan oleh John Elkington melalui
konsep “3P” (profit, people, planet) atau disebut juga TBL (The Triple Bottom
Line),Economic, Social, Environmental, yang dituangkan dalam bukunya
“Cannibals with Forks, The triple Bottom Line Twentieth Century Business“yang
direlease pada tahun 1997. Ia berpendapat bahwa jika perusahaan ingin suistain,
maka ia perlu memperhatikan 3P yakni, bukan Cuma profit yang diburu, namun
13
Bambang Rudito dan Melia Femiola, Op.cit, hal. 234. 14
juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut
aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).15
B. Pengertian Corporate Social Responsibility(CSR)
Jika berbicara tentang CSR kita langsung berfikir tentang perilaku
korporasi.Padahal jika ditelaah lebih jauh, pemerintah pun tidak dianjurkan untuk
menjalankan aktivitas CSR, dengan beberapa penyesuaian tentunya.Hal ini
berkaitan dengan posisi pemerintah sebagai konsumen terbesar bagi seluruh
kegiatan konsumsi.CSR memberikan petunjuk penting yang dapat menjadi
panduan bagaimana perusahaan dan pemerintahan sebaiknya dijalankan.
Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas kehidupan
mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas
untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta
memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada
sekaligus memelihara, atau dengan kata lain, merupakan cara perusahaan
mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas,atau
dapat dikatakan sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan
dan keuntungan kegiatan bisnis dari pihak-pihak lain yang berkepentingan baik
secara internal yaitu pekerja, pemegang saham, dan penanam modal maupun
eksternal, yaitu kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota komunitas,
kelompok komunitas sipil, dan perusahaan lain.16
15
Yusuf Wibisono, Op.Cit., hal. 6-7. 16
Sebagaimana berdasarkan UU Perseroan Terbatas Bab V Pasal 74, CSR disebut dengan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah 17: Komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, bagi perseroan itu sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Definisi CSR sangat menentukan pendekatan audit program CSR.
Sayangnya, belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai
lembaga. Beberapa definisi CSR berikut ini menunjukkan keragaman pengertian
CSR menurut berbagai organisasi:
1. World Bussiness Council for Suistainable Development:
Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan
memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan
masyarakat luas pada umumnya.
2. International Finance Corporation:
Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan
ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka,
komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka
melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.
3. Institute of Chartered Accountants, England and Wales:
Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelolaan bisnis mampu memberi
dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai
bagi pemegang saham (stakeholders) mereka.
4. Canadian Government:
17
Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan, dan sosial ke
dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan
yang dilakukan secara transparan dan bertanggungjawab untuk menciptakan
masyarakat yang sehat dan berkembang.
5. European Commission:
Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap
sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya
dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip-prinsip
kesukarelaan.
6. CSR Asia:
Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan
prinsip ekonomi, sosial, dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam
kepentingan para stakeholders.
Definisi lainnya adalah The World Bussiness Council for Suistainable
Development(WBCSD) mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial
perusahaan, sebagai: komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara
etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi,
bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya
sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.18
Komisi eropa membuat definisi yang lebih praktis, yang pada dasarnya bagaimanaperusahaan yang secara sukarela memberi kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Sedangkan Elkington mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian pada peningkatan kualitas perusahaan, masyarakat, khususnya komunitas sekitar, serta lingkungan hidup. The Commission for European Communities
dalam publikasi Green Paper-nya memandang CSR sebagai sebuah konsep yang penting pada suatu perusahaan yang memutuskan secara sukarela untuk memberi kontribusi bagi masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih besar.Green Paper mencatat bahwa bagi sebuah organisasi untuk menjadi bertanggung jawab secara lingkungan berarti tidak hanya memenuhi sebuah kewajiban hukum, tetapi juga menginvestasikan lebih dalam hal sumber daya manusia, lingkungan dan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan.Green Paper juga mendeskripsikan CSR dalam dua kategori yaitu dimensi internal diinterpretasikan termasuk dalam manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keamanan saat kerja, adaptasi pada perubahan dan manajemen dari dampak lingkungan dan sumber daya alam.Dimensi eksternal termasuk komunitas lokal, rekan bisnis termasuk pemasok dan konsumen dan kepedulian lingkungan global.19
Dengan memperhatikan keterkaitan antara perusahaan, masyarakat dan
pemerintah seperti telah diuraikan sebelumnya, pada zaman sekarang ini, sudah
merupakan keharusan agar perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial,
pemerintah dan masyarakat dapat menilai kinerja perusahaan, seandainya
perusahaan hanya mengejar target keuntungan dengan tanpa dibarengi tanggung
jawab sosial. Dengan berdasarkan pada uraian diatas, dimana sebenarnya
keharusan perusahaan harus mempunyai tanggung jawab sosial.Hal ini menjadi
dilema, karena pada dasarnya perusahaan didirikan semata-mata untuk
kepentingan ekonomis dalam hal ini mencari keuntungan.Sehingga apabila
18
Martono Anggusti .Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, (Bandung: Books Terrace and Library, 2010), hal. 12.
19
perusahaan dibebani tanggung jawab sosial, apakah mungkin terjadi tarik-menarik
(spanning) antara kepentingan mencari untung dan kepentingan sosial.
Untuk melihat perlu atau tidaknya perusahaan, maka terlebih dahulu harus
dilihat status perusahaan, apa sebenarnya perusahaan itu. Pada negara-negara
modern, kehadiran perusahaan dalam masyarakat merupakan suatu aset nasional
yang sangat penting, dengan alasan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut
setidaknya dapat membantu negara (pemerintah) untuk turut serta membantu
segala kebutuhan hidup masyarakat yang tidak bisa dipenuhi oleh
pemerintah.Bahkan dalam keadaan-keadaan tertentu, perusahaan dianggap
sebagai “pribadi” yang mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana adanya
pribadi manusia yang dalam tindakannya terwujud oleh badan pengurus
perusahaan.
Berkaitan dengan status perusahaan tersebut, disini perlu dikemukakan
pendapat dari Richard T. de George mengenai status perusahaan yang memandang
perusahaan dari dua segi yaitu:20
1. Perusahaan sebagai legal-creator, yang melihat perusahaan sebagai sepenuhnya
ciptaan hukum, ada hanya berdasarkan hukum. Menurut pandangan ini,
perusahaan diciptakan oleh negara dan tidak mungkin ada tanpa negara.
Negara dan hukum sendiri adalah ciptaan masyarakat. Perusahaan diciptakan
oleh masyarakat. Maka kalau perusahaan tidak lagi berguna bagi masyarakat,
masyarakat bisa saja mengubah atau meniadakannya. Mengkaji perusahaan
sebagai legal-creator, dengan tidak melepas keberadaannya dari negara,
20
begitu juga keberadaan negara tidak akan ada tanpa ada masyarakat yang
menghendaki adanya negara, jadi antara masyarakat, negara, dan perusahaan,
merupakan tiga komponen yang tidak bisa saling melepaskan diri, maka dari
itu jika perusahaan sudah tidak lagi memberikan kontribusi yang positif
bagi masyarakat dan negara, perusahaan tersebut harus diberhentikan
keberadaannya.
2. Perusahaan sebagai legal-recognition, yang melihat perusahaan tidak
memusatkan perhatiannya pada status legal dari perusahaan, melainkan pada
perusahaan sebagai suatu usaha bebas dan produktif. Menurut pandangan ini,
perusahaan terbentuk oleh para anggotanya yang mengikat dirinya,
mengorganisasi diri dan melakukan suatu kegiatan tertentu dengan cara
tertentu secara bebas. Dalam hal ini perusahaan tidak dibentuk oleh negara.
Negara hanya mendaftar dan mengakui operasi perusahaan itu. Perusahaan
juga bukan suatu organisasi bentukan masyarakat. Menurut pandangan yang
kedua ini, bahwa kehadiran perusahaan dalam masyarakat hanya karena
keinginan, inisiatif para anggota masyarakat yang saling mengikatkan dirinya
membentuk perusahaan dan negara hanya mencatatkan keberadaan
perusahaan, sehingga menurut pandangan ini perusahaan merupakan suatu
usaha yang bebas dan produktif, hanya semata-mata mencari keuntungan.
Apabila pandangan yang pertama yang diuraikan diatas, dikaitkan dengan
kehadiran perusahaan-perusahaan negara di Indonesia, yaitu lembaga perusahaan
(badan usaha) hadir ditengah masyarakat karena dibentuk oleh hukum, misalnya
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang telah mengatur berbagai bentuk,
jenis perusahaan yang diperkenankan hadir dalam masyarakat. Dengan berpijak
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, oleh karena perusahaan hadir
dibentuk oleh masyarakat, negara yang harus bergerak dengan tujuan mencari
untung atau tanggung jawab dari segi ekonomi, bukan berarti mengabaikan
tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat karena tidak mungkin dan akan sulit
sendiri apabila perusahaan tidak membutuhkan masyarakat dan tidak berhubungan
dengan masyarakat dan negara. Oleh karena itu antara perusahaan, masyarakat,
dan negara saling membutuhkan.21
Dalam pandangan lain yang dikemukakan oleh Theodore Levvit “bahwa harus ada pemisahan tanggung jawab sosial dari tanggung jawab ekonomi.”Perusahaan dalam pandangan ini hanya mempunyai tanggung jawab tetapi terbatas pada tanggung jawab ekonomi.Isi dari tanggung jawab ekonomi perusahaan adalah memperbesar usahanya serta berusaha mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya.Sebaliknya tanggung jawab sosial hanyalah urusan negara, karena negara dibentuk oleh masyarakat untuk menjalankan fungsi-fungsi sosial masyarakat.22
Jika pendapat dari Theodore Levvit ini diterima dengan pandangan sebelah
mata, bahwa hanya mencari keuntungan saja, maka hal ini akan menimbulkan
efek ataupun akibat-akibat yang sangat merugikan masyarakat, bahwa memang
benar dalam konsep negara modern yaitu untuk mewujudkan “welfare state’
menjadi kewajiban bagi penyelenggara negara, tapi dalam hal ini perusahaan tidak
bisa hidup menyendiri terlepas dari masyarakat dan negara. Oleh karena itu
perusahaan disamping mengejar keuntungan atau laba perlu juga menjalankan
21
Ibid, hal 65
22
fungsi sosial atau mempunyai tanggung jawab sosial, sebagai salah satu kontribusi
untuk turut serta mensejahterakan rakyat.Untuk lebih memahami secara
komprehensif perlu atau tidak perlu perusahaan harus mempunyai tanggung jawab
sosial ini, perlu dikemukakan argumen-argumen yang menyatakan bahwa
perusahaan tidak harus mempunyai tanggung jawab sosial dan argumen-argumen
yang menyatakan bahwa perusahaan harus mempunyai tanggung jawab sosial
yaitu:23
1. Argumen yang menyatakan perusahaan tidak harus mempunyai tanggung
jawab sosial atau menentang perlunya tanggung jawab sosial bahwa:
a. Tujuan bisnis adalah mengejar keuntungan sebesar-besarnya.
b. Tujuan yang terbagi-bagi dan harapan yang membingungkan.
c. Biaya keterlibatan sosial.
d. Bisnis mempunyai kekuasaan yang sudah memadai.
e. Kurangnya tenaga terampil.
f. Perusahaan tidak mampu membuat pilihan moral.
2. Argumen yang menyatakan perusahaan harus mempunyai (perlunya) tanggung
jawab sosial, bahwa:
a. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah.
b. Kewajiban moral.
c. Terbatasnya sumber-sumber daya.
d. Lingkungan sosial yang lebih baik.
23
e. Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan.
f. Bisnis mempunyai sumber daya-sumber daya yang berguna.
g. Keuntungan jangka panjang.
Dari kedua pernyataan yang saling bertentangan tersebut, saya lebih setuju
untuk menyatakan bahwa perusahaan harus mempunyai tanggung jawab sosial,
hal ini dilandasi oleh suatu kenyataan yang tidak akan terbantah dengan maraknya
dunia bisnis, dengan berbagai persaingan yang sehat dengan yang tidak sehat
hampir sebanding, dan pada akhirnya hanya perusahaan yang memperhatikan
kebutuhan, keinginan masyarakat akan dapat bertahan, karena kecenderungan
masyarakat sekarang membutuhkan produk biaya yang bermutu.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka wujud tanggung jawab sosial
perusahaan dapat dirumuskan dalam dua wujud, yaitu:
a. Positif : melakukan kegiatan-kegiatan yang bukan didasarkan pada
perhitungan untung rugi, melainkan didasarkan pada pertimbangan
demi kesejahteraan sosial.
b. Negatif : tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dari segi ekonomis
menguntungkan, tetapi dari segi sosial merugikan kepentingan dan
kesejahteraan sosial.
Pembahasan bahwa perusahaan harus mempunyai tanggung jawab sosial
ini, sangat terasa penting dan tepat dengan berdasarkan Pancasila, yang menjadi
dasar dalam segala bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Substansi dari
berbagai sektor kehidupan, sehingga dengan demikian perusahaan-perusahaan
yang ada di bumi Indonesia, mempunyai kewajiban, disamping mencari
keuntungan ekonomis (tanggung jawab ekonomi), juga mempunyai tanggung
jawab sosial, dengan memberikan keselarasan, keseimbangan dan keharmonisan
diantara tanggung jawab tersebut. 24
Berdasarkan uraian diatas sebenarnya tanggung jawab sosial perusahaan
merupakan rasa kepedulian sosial perusahaan terhadap segala aspek yang
berkaitan dan menunjang hidupnya perusahaan, dengan menyelaraskan,
menyeimbangkan, dan harmonisasi antara tanggung jawab ekonomi (mencari untung)
dan tanggung jawab sosial.
C. Ruang Lingkup Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Dari arti tanggung jawab sosial perusahaan diatas, bagaimana sebenarnya
ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan.Menurut Vernono A. Musselman
dan John H. Jackson bahwa istilah “tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu
ketika hanya berarti sumbangan finansial pada seni atau masyarakat setempat, dan
mungkin perilaku etis.”
Bahwa sesuai dengan perkembangan jaman, sudah merupakan keharusan
perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial, dan meskipun begitu ternyata
masih tidak mudah untuk memberikan batasan atau ruang lingkup dari tanggung
jawab sosial perusahaan tersebut.
Bahwa dari istilah tersebut diatas sesuai dengan perkembangan jaman mengalami penambahan arti, juga sekaligus merupakan ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan, seperti yang dikemukakan oleh Vernon
24
A. Musselman-John H. Jackson, bahwa “tanggung jawab sosial perusahaan meliputi keprihatinan atas kesehatan, informasi konsumen, menyewa ahli praktek, tidak menjalankan diskriminasi serta memelihara lingkungan fisik.”25
Ruang lingkup yang hampir sama dengan yang tersebut diatas, diberikan
pula oleh basu Swastha DA dan Ibnu sukotjo W bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan mencakup hal-hal seperti bidang kesehatan, informasi konsumen,
praktek tanpa diskriminasi dan pemeliharaan lingkungan fisik:26
a. Sonny Keraf melihat ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan
tersebut, dengan menyebutkan
b. ada dua jalur tanggung jawab sosial sesuai dengan dua jalur relasi perusahaan
dengan masyarakat, yaitu relasi primer dan relasi sekunder, dirumuskan
sebagai berikut:
1. Terhadap relasi primer, misalnya memenuhi kontrak yang sudah dilakukan
dengan perusahaan lain, memenuhi janji, membayar utang, memberi
pelayanan pada konsumen dan pelanggan secara memuaskan, bertanggung
jawab dalam menawarkan barang dan jasa kepada masyarakat dengan
mutu yang baik, memperhatikan hak karyawan, kesejahteraan karyawan
dan keluarganya, meningkatkan keterampilan dan pendidikan karyawan
dan sebagainya.
2. Terhadap relasi sekunder, bertanggung jawab atas operasi dan dampak
bisnis terhadap masyarakat pada umumnya, atas masalah-masalah sosial
seperti: lapangan kerja, pendidikan, prasarana sosial, pajak, dan sebagainya.
25
Basu Swastha DH., Ibnu Sukotjo W. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern), Edisi Ketiga, Yogyakarta: Liberty, 1993, hal 26.
26
Jika dikaji lebih lanjut sebenarnya ada dua hal yang berkaitan dengan
ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan yaitu:
a. Internal, merupakan tanggung jawab kedalam perusahaan itu sendiri,
perusahaan harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan karyawannya,
terhadap mutu bahan yang dipergunakan agar menghasilkan barang
yang baik atau hal-hal yang berkaitan dengan proses produksi.
b. Eksternal, merupakan tanggung jawab ke luar perusahaan, perusahaan
harus bertanggung jawab terhadap lingkungan yang berada disekitar
perusahaan sertaakibat-akibat yang ditimbulkannya, bertanggung
jawab terhadap barang-barang yang dibuat (dipasarkan) atau pasca
produksi.
D. Pengaturan Hukum Mengenai Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Pelaksanaan Corporate Sosial Responsibility yang dilakukan di Indonesia
tentunya harus memiliki dasar hukum agar para pengusaha dapat melaksanakan
CSR sebaik-baiknya dan tidak dilakukan tanpa melihat pengaturan yang
ada.Dasar hukum daripada CSR adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
2. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM).
3. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
4. Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU
5. Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL).
Pada Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU
PT) pengaturan CSR dapat dilihat dalam Bab V. hal ini merupakan masalah baru
dalam hukum Perseroan Terbatas, Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas tidak mengaturnya. Akan tetapi pengaturan CSR dalam
Undang-Undang PT sangat minim sekali.Hanya terdiri dari 1 Pasal saja, yakni
Pasal 74 Undang-Undang No. 40 tahun 2007.27
Bunyi Pasal 74 UUPT yang mewajibkan CSR bagi Perseroan Terbatas,
adalah :28
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan pemerintah.
Dalam penjelasan Pasal 74 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas jelas disebutkan bahwa kewajiban pelaksanaan CSR bagi
perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis inti dari perusahaan
tersebut. Walaupun perusahaan tersebut tidak secara langsung melaksanakan
27
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 125.
28
eksploitasi sumber daya alam, tetapi selama kegiatan usahanya berdampak pada
fungsi kemampuan sumber daya alam, maka perusahaan tersebut wajib
melaksanakan tanggung jawab sosialnya.
Pengaturan adanya kewajiban tanggung jawab sosial bagi perseroan di
negara-negara maju, seperti di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa maju
sudah dimulai sejak tahun 50-an, artinya setiap perusahaan disamping mencari
keuntungan, juga wajib memberikan manfaat kepada masyarakat, lingkungan
sekitarnya.
Dalam Pasal 74 ayat (1) UUPT, menegaskan “bahwa perseroan yang
bergerak dalam bidang sumber daya alam usaha wajib melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan.”
Substansi pasal ini menegaskan dan kewajiban hanya kepada perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan dalam bidang usaha sumber
daya alam saja berkewajiban untuk mempunyai tanggung jawab sosial dan
lingkungan.29
Substansi pasal ini, sangat sempit yaitu hanya perseroan yang bergerak
dalam bidang usaha (mengelola) sumber daya alam yang berkewajiban untuk
mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan. Seharusnya kewajiban
tanggung jawab sosial dan lingkungan, bukan hanya untuk perseroan dalam
bidang usaha sumber daya alam saja, tapi juga untuk semua perseroan, dan sempit
dalam pengertian tanggung jawab sosial yang dikaitkan dengan lingkungan
29
saja.Sebagaimana diuraikan diatas tanggungjawab sosial mempunyai makna atau
pengertian yang luas tidak hanya terdapat lingkungan saja, tapi juga berkaitan
dengan aspek kehidupan masyarakat disekitarnya, apakah kehadiran sebuah
perseroan disuatu tempat dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat,
misalnya dapat menaikkan taraf hidup masyarakat disekitarnya atau malah
menghancurkannya, kemudian terhadap produknya, tidak hanya
bertanggungjawab (misalnya untuk makanan) produknya aman dikonsumsi, tapi
juga dampak ikutannya yang akan muncul kemudian harus dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam Peraturan PemerintahNo. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas masih berlaku mengingat PP
tersebut produk dari UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UU PT
yang lama) untuk melaksanakan UUPT No. 40 tahun 2007 hal-hal semacam itu
dapat diperhatikan dan ditegaskan lebih lanjut, sehingga tidak menimbulkan
penafsiran yang bias yang dimanfaatkan oleh pemilik dan perusahaan-perusahaan
nakal.
Dalam Pasal 74 ayat (2) UUPT, bahwa tanggung jawab sosial merupakan
kewajiban perseroan yang wajib dianggarkan dalam anggaran
(keuangan)perseroan.Dengan kewajiban seperti ini, tanggung jawab sosial bagi
setiap perusahaan, wajib menghitung dengan cermat setiap pengeluaran perseroan,
sehingga keuntungan yang diperoleh merupakan keuntungan bersih (netto) yang
perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan
lingkungan tersebut, sanksi yang akan diatur tersebut harus ditegaskan:
1. Bentuk dan jenisnya. Sebaiknya jangan sanksi berupa pengenaan sejumlah
uang ataupun pidana, tapi berupa kewajiban untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial tertentu yang sesuai atau berkaitan dengan bidang usaha
perseroan.
2. Sanksi harus dijatuhkan oleh suatu institusi atau lembaga yang khusus dibuat
untuk keperluan tersebut, dan bersifat independen.
3. Sanksi yang dijatuhkan oleh lembaga tersebut bersifat mengikat dan final,
artinya tidak ada proses hukum kepada instasi lainnya.
4. Setiap sanksi yang dijatuhkan wajib diawasi dan diaudit oleh suatu lembaga
yang independen.
5. Jika perseroan yang dijatuhi sanksi tersebut, tidak mematuhinya atau menurut
lembaga yang mengawasi dan mengaudit tersebut tidak sepenuh hati untuk
melaksanakannya, maka lembaga tersebut dapat menunjuk lembaga lainnya
untuk melaksanakan kewajiban sosial tersebut dengan biaya dari perseroan
yang dijatuhi sanksi, atau
6. Lembaga yang ditunjuk tersebut dapat merekomendasikan kepada pemerintah,
agar segala izin yang berkaitan dengan perseroan dicabut.
Pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
(UU PM) pengaturan CSR dapat dilihat pada:30
30
1. Pasal 15
Setiap penanaman modal berkewajiban:
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan
usaha penanaman modal;dan
e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL. Yang dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf b UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Pasal 1 angka 4
Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.
Pasal 16
Bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.Ini juga merupakan bagian dari TJSL.
Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan TJSL, maka berdasarkan Pasal 34 UU 25/2007, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
(Pasal 34 ayat (3)
Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
demikian akan kehilangan konsumen sehingga lama-kelamaan akan mati dengan sendirinya.
Prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)
merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan CSR. Bila perusahaan dapat
menerapkan GCG, maka hal itu akan membawa dampak positif bagi keberlanjutan
perusahaan, yang pada dasarnya memuat nilai-nilai etika bisnis sebagai basis
menuju praktik CSR. Terdapat 5 (lima) prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman
bagi para pelaku bisnis, yaitu:31
1. Keterbukaan informasi (Transparency)
Keterbukaan informasi (Transparency) secara sederhana dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi.Dalam mewujudkan prinsip ini perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap pihak-pihak yang berepentingan. 2. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas (Accountability) maksudnya adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggung jawab antar pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi.
3. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup memelihara lingkungan bisnis kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada pemegang saham juga kepada pihak pihak yang berkepentingan. 4. Kemandirian (independency)
Kemandirian (independency) intinya mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa adanya kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Kesetaraan dan kewajaran (Fairness)
Kesetaraan dan kewajaran (Fairness) menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak dari pihak-pihak yang berkepentingan
31
terhadapeksistensi perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Diharapkan kesetaraan dan kewajaran dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitori dan memberikan jaminan perlakuan yang adil diantara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Dari 5 prinsip GCG ini, prinsip pertanggungjawaban (responsibility)
merupakan prinsip yang mempunyai keterkaitan paling dekat dengan CSR.Dalam
prinsip ini, penekanan yang paling tegas diberikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap jalannya perusahaan.Melalui prinsip ini diharapkan
perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali
menghasilkan dampak yang harus ditanggung oleh pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap jalannya perusahaan, sehingga harus memperhatikan
kepentingan dan nilai tambah dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
jalannya perusahaan.
Pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) pengaturan CSR dapat dilihat pada:32
1. Menimbang butir a
Bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
2. Menimbang butir b
Bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
3. Menimbang butir d
Bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun setelah lainnya mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan
32
makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
4. Menimbang butir e
Bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkunganhidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
5. Pasal 1 angka 1
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
6. Pasal 1 angka 2
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfataan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 7. Pasal 1 angka 3
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya dasar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
8. Pasal 1 angka 6
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
9. Pasal 3
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :
a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;
h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. Mengantisipasi isu lingkungan global 10.Pasal 4
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: a. Perencanaan;
1. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. 2. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi: a. Pencegahan;
b. Penanggulangan; dan c. Pemulihan
3. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.
Hak atas lingkungan hidup merupakan salah satu hak asasi
manusia.Tetapi, meskipun hak atas lingkungan hidup telah dituangkan dalam
suatu peraturan dan adanya kebijaksanaan pemerintah mengenai pembangunan
berwawasan lingkungan hidup belum merupakan jaminan bahwa hak tersebut
sudah benar-benar terlindungi.
Penjabaran lebih luas hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
adalah diakuinya hak lingkungan hidup tetapi sebagai penyandang hak tidak dapat
mempertahankan haknya tanpa bantuan orang lain. Untuk itu diperlukan peran
dan/atau badan hukum.Adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan berarti
telah melanggar hak asasi manusia dan lingkungan atas keberlanjutan daya
dukungnya sehingga diperlukan peran semua pihak untuk mempertahankan hak
tersebut.Masalah lingkungan hidup merupakan tanggung jawab sosial bagi
perusahaan sebagai badan hukum untuk mempertahankan eksistensinya dan sudah
selayaknya mengimplementasi CSR.33
Adapun peraturan yang mengatur mengenai CSR bagi BUMN tertuang
dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
(UU BUMN).Disebutkan bahwa BUMN dapat menyisihkan sebagian laba
bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan
masyarakat sekitar BUMN (Pasal 88 ayat (1)).Oleh karena itu semua sektor harus
melaksanakannya dengan baik.34
Kemudian daripada itu dalam penerapan CSR, CSR tersebut tidaklah
berdiri Sendiri melainkan adanya dilaksanakannya Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL). Dalam hal ini pelaksanaan CSR yang diatur dalam Pasal 74
UUPT 2007 berbeda dengan Program Kemitraan dengan Pengusaha Kecil
maupun dengan Program Bina Lingkungan yang diwajibkan kepada BUMN.
Program Kemitraan dengan Pengusaha kecil dan Prgram Bina Lingkungan
mula-mula diatur dalam Permeneg BUMN No. 236/MBU/2003 tentang BUMN. Oleh
karena apa yang diatur di dalamnya dipandang belum cukup memberikan
landasan operasional bagi perusahaan pelaksanaan Program Kemitraan BUMN
Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Bank BNI Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Studi Pada PT. BNI 46 Kantor Cabang Universitas Sumatera Utara), 2011.
34
dengan Pengusaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, maka Permeneg BUMN
tersebut diganti dengan Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang
Program Kemitraan BUMN dengan Pengusaha kecil dan Program Bina Lingkungan,
tanggal 27 April 2007.35
1. Pasal 1 angka 6
Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil yang selanjutnya disebut Program Kemitraan dalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.
2. Pasal 1 angka 7
Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL adalah Program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.
3. Pasal 1 angka 8
Program BL BUMN Pembina adalah program BL yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh BUMN Pembina diwilayah usaha BUMN yang bersangkutan.
4. Pasal 1 angka 9
Program BL BUMN Peduli adalah program BL yang dilakukan secara bersama-sama antar BUMN dan pelaksanaannya ditetapkan dan dikoordinir oleh menteri.
5. Pasal 1 angka 10
Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam peraturan ini.
6. Pasal 1 angka 11
Mitra binaan adalah usaha kecil yang mendapatkan pinjaman dari pogram kemitraan.
7. Pasal 2
(1) Persero dan perum wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan ini.
(2) Persero terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL dengan berpedoman pada peraturan ini yang ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 8. Pasal 13 ayat (2)e
Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina:
35
1. Bantuan korban bencana alam
2. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan 3. Bantuan peningkatan kesehatan
4. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum 5. Bantuan sarana ibadah
6. Bantuan pelestarian alam
Sasaran dan objek CSR yang diatur dalam Pasal 74 UUPT 2007, berbeda
dengan Permeneg BUMN No.PER-05/MBU/2007. Sasaran CSR yang diatur
dalam Pasal 74 UUPT 2007, antara lain terdiri atas:
a. Bertujuan untuk menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang, dan
sesuai dengan lingkungan, nilai, moral, dan budaya masyarakat setempat,
b. Jadi sasarannya masyarakat setempat,
c. Dengan tujuan agar terciptanya hubungan yang selaras dan seimbang antara
perseroan dengan masyarakat sesuai dengan lingkungan, norma dan budaya
masyarakat setempat.
Adapun sasaran atau objek Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2007
adalah:
1. Usaha kecil yang disebut Program Kemitraan
a. Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Usaha Kecil agar menjadi
tangguh dan mandiri,
b. Caranya dengan jalan memanfaatkan dana dari bagian “laba” BUMN.
2. Program Bina Lingkungan (Program BL)
a. Bertujuan untuk “Pemberdayaan Kondisi sosial masyarakat oleh BUMN,
Ditinjau dari segi pendanaan antara CSR yang diatur dalam Pasal 74
UUPT 2007, terdapat perbedaan dengan apa yang ditentukan dalam Permeneg
BUMN tersebut.
Sumber pendanaan CSR perseroan yang diatur dalam Pasal 74 UUPT
2007 yaitu:
a. Dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan,
b. Bukan diambil dari laba perseroan.
Sedangkan sumber dana Program Kemitraan dan Program BL yang diatur
dalam Permeneg BUMN tersebut:
a. Bersumber dari penyisihan laba BUMN
b. Pengadministrasian dan penyusunan RKA Program Kemitraan dan Program
BL, terpisah dari RKA BUMN Pembina.
Juga dari segi subjek Perseroan yang wajib melaksanakannya juga
berbeda:
a. Subjek Perseroan yang wajib melaksanakan CSR adalah Perseroan pada
umumnya yang menjalankan kegiatan usaha:
1. Di bidang Sumber daya alam, dan
2. Yang berkaitan dengan sumber daya alam.
b. Sedang subjek yang wajib melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL
adalah setiap BUMN tanpa mempersoalkan jenis atau bidang kegiatan
usahanya.
a. Pelaksanaan CSR dilakukan oleh Perseroan yang kegiatan usahanya dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam,
b. Sedang pelaksana Program Kemitraan diberikan BUMN yang bersangkutan
dalam bentuk:
1. Pinjaman untuk membiayai modal kerja atau pembelian aktiva tetap milik
usaha kecil,
2. Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan danapelaksana kegiatan
usaha mitra binaan sebagai pinjaman tambahan dan berjangka pendek.
c. Begitu juga pelaksana Program BL, merupakan bantuan yang meliputi ruang
lingkup:
1. Bantuan korban bencana alam,
2. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan,
3. Bantuan peningkatan kesehatan
4. Bantuan pengembangan prasarana/sarana umum,
5. Bantuan sarana ibadah,
6. Bantuan pelestarian alam.
Demikian letak perbedaan antara CSR yang diatur dalam Pasal 74 UUPT
2007 dengan Program Kemitraan dan Program BL yang diatur dalam Permeneg
BUMN No. PER-05/MBU/2007.Jelas tampak Permeneg tersebut merupakan lex
Special (special laws) yang khusus berlaku terhadap BUMN, sedangkan CSR
dengan syarat apabila Perseroan itu melakukan kegiatan bidang usaha sumber
daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Meskipun suatu BUMN telah memenuhi kewajiban melaksanakan
Program Kemitraan dan Program BL sesuai dengan ketentuan Permeneg
dimaksud, hal itu tidak melepaskan kewajiban BUMN yang bersangkutan
melaksanakan CSR, apabila BUMN itu melakukan kegiatan usaha dibidang
sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya alam.36
36