• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gesekan dan Keausan - Analisa Distribusi Tekanan Minyak Pelumas Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gesekan dan Keausan - Analisa Distribusi Tekanan Minyak Pelumas Pada Bantalan Luncur Menggunakan Minyak Pelumas SAE 15W/40 dan SAE 20W/50"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gesekan dan Keausan

Ketika suatu permukaan bergerak relatif terhadap permukaan lainnya di bawah pengaruh tekanan yang diberikan maka gaya yang bekerja pada kedua permukaan bersinggungan tersebut akan timbul tahanan tehadap gerakan, fenomena ini menunjukkan adanya gesekan. Ada tiga tipe dasar gesekan yakni, gesekan luncur, gesekan menggelinding dan gesekan fluida. Gesekan meluncur dan gesekan menggelinding adalah gesekan kering, sedangkan gesekan fluida adalah gesekan basah. Disebut gesekan basah karena ada lapisan fluida yang memisahkan secara sempurna pada salah satu atau kedua permukaan bergesekan. Ketika dua atau lebih permukaan mengalami gesekan, maka ada kecenderungan kedua permukaan tersebut akan mengalami keausan. Gesekan juga dapat merusak komponen mesin karena adanya energi gesekan tersebut yang diubah menjadi kalor. Fenomena tersebut banyak ditemukan pada elemen-elemen mesin, baik yang bergerak translasi, rotasi maupun gabungan keduanya. Ring piston dan slinder, poros dan bantalan, roda gigi, sabuk dan puli adalah contoh elemen mesin yang saling bergesekan.

2.2 Pengertian Pelumasan

(2)

dapat memperpanjang masa hidup atau masa pakai mesin tersebut. Cara yang paling efektif dan banyak digunakan untuk mengendalikan gesekan tersebut adalah dengan suatu teknik yang disebut pelumasan.

Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan diantara permukaan-perrnukaan yang bergerak relatif satu sama lain dengan menempatkan bahan pelumas diantara kedua permukaan yang bergerak tersebut. Bahan pelumas yang umum adalah berupa cairan (liquids) dan semi-liquid, tapi dapat juga berupa padat atau gas, atau kombinasi cair, padat dan gas. Bahan pelumas dalam wujud cairan sering disebut dengan minyak pelumas.

2.3 Fungsi Bahan Pelumas

Bahan pelumas banyak digunakan seperti pada motor bakar, baik untuk pembakaran dengan busi (siklus Otto) maupun untuk pembakaran dengan tekanan (siklus Diesel dan siklus Dual).

Bahan pelumas juga digunakan pada sektor industri, misalnya untuk bantalan, roda gigi pompa maupun kompresor, turbin dan lain-lain. Dalam hal ini termasu pemanasan dan pendinginan pada industri baja, pertambangan, industri kertas, industri tekstil, dan sebagai pendingin dan pelumas untuk mata pahat mesin perkakas.

Pada beberapa penggunaan diperlukan minyak pelumas yang dapat bekerja pada interval temperatur yang besar, dengan kata lain diperlukan indeks kekentalan minyak pelumas yang besar, misalnya pada turbin gas.

(3)

demikian sifat ini dapat dimanfaatkan untuk melindungi sistem dari kontaminasi udara luar. Dengan kata lain, bahan pelumas dapat berperan sebagai paking (seal).

2.4 Tipe-Tipe Pelumasan

2.4.1 Pelumasan Hidrodinamis

Pelumasan hidrodinamis (Hydrodynamic Lubrication) adalah tipe pelumasan dimana gerakan relatif dari gerakan meluncur pada sebuah permukaan menyebabkan formasi tekanan lapisan pelumas memisahkan sepenuhnya permukaan yang bergesekan. Dengan kata lain lapisan tipis pelumas dibangkitkan oleh gerakan relatif dari salah satu atau kedua permukaan itu sendiri. Penggambaran dari prinsip pelumasan hidrodinamis dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada gambar 2.1, salah satu permukaan (slider) bergerak relatif terhadap suatu permukaan yang diam, gerakannya disebut gerakan meluncur. Lapisan tipis minyak pelumas (oil film) terbentuk akibat adanya.gerakan meluncur dari slider

terhadap permukaan yang diam yang membangkitkan pressure wedge. Begitu juga halnya dengan roller yang bergerak pada relatif pada permukaan rata (gambar 2.2).

Pelumasan hidrodinamis umumnya diaplikasikan pada permukaan bidang dengan gerakan meluncur, misalnya poros yang menggunakan bantalan luncur (journal bearing).

(4)

oleh Beauchamp Tower mempunyai keteraturan dan kesamaan karakteristik seperti yang disimpulkan Osborne Reynolds bahwa harus ada persamaan defenitif yang terbatas dalam hubungan gesekan, tekanan dan kecepatan. Berdasarkan penelitian Beauchamp Tower tersebut, Osborne Reynolds mengembangkan teori matematis untuk menjelaskan eksperimen yang dilakukan Beauchamp Tower, dan dipublikasikan pada tahun 1886.

Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata

Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata

2.4.2 Pelumasan Elastohidrodinamis

(5)

pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalnya pada bantalan gelinding (roller bearing), mimis (hall/roller) akan menekan cincin sehingga terjadi deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya.

2.4.3 Pelumasan Bidang Batas

Pelumasan bidang batas (Boundary Lubrication) mengacu pada situasi kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah, kuantitas pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada bagian yang bersinggungan. Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas masih terjadi kontak asperity (permukaan kasar pada suatu permukaan yang dilihat di bawah mikroskop). Pada situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi oksida pada besi atau baja, aluminium oksida (alumina) pada aluminium dan sebagainya. Ketika asperities tersebut saling bergesekan, kecenderungan

(6)

2.4.4 Pelumasan Tekanan Ekstrim

Pelumasan tekanan ekstrim mengacu pada kondisi apabila kontak yang terjadi di bawah pengaruh kerja paling hebat/ekstrim, seperti pada pemotongan logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, sehingga aditif tekanan ekstrim (EP additive) digunakan untuk melumasi. EP (Extreem Pressure) additive ini merupakan sennyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan permukaan bantalan pada temperatur tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumas pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnya tinggi antara permukaanpermukaan yang berkontak.

2.4.5 Pelumasan Padat

Pelumasan padat (Solid Lubrication) adalah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut.

Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin.

(7)

digunakan sebagai pelumas padat adalah grafit dan molybdenum disulfida dan PTFE (Polytetrafluoroethylene) / teflon.

Adapun karakterisitik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah sebagai berikut:

• Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali.

• Memiliki stabilitas kimia yang baik sepanjang temperatur yang diperlukan. • Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan.

• Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap permukaan bantalan, sehingga tidak mudah hilang/aus dari permukaan bantalan.

• Memiliki daya tahan terhadap keausan dan umur yang relatif panjang. • Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekan terutama bantalan. • Tidak beracun dan ekonomis.

(8)

Tabe1 2.1 Bahan yang digunakan sebagai pelumas.

Kelompok Bahan Nama Bahan

Layer-lattice compounds

(sumber : Lubrication and Lubricant Selection :A Practical Guide, Third Edition by A.R Lansdow)

2.4.6 Pelumasan Hidrostatis

(9)

tekanan minyak pelumas di dalam bantalan misalnya. Namun pada mesin-mesin yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan lagi terjadi pelumasan hirodinamis pada saat start. Untuk itu diperlukan tekanan yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantaraporos dan bantalan misalnya. Tekanan demikian diperoleh dengan menggunakan pompa tekanan tingi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek, bukan sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan hidrostatis (Hidroslcctic Lubrication).

Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar (externally pressurize) karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan. Dalam kasus ini, pada operasi normal yang terjadi bukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan hidrodinamis.

2.5 Kekentalan Minyak Pelumas (Viscosity)

2.5.1 Kekentalan Dinamik dan Kekentalan Kinematik

(10)

menurut Hukum Newton tentang aliran viskos. Suatu permukaan bergerak relatif dengan kecepatan u terhadap permukaan lain dimanadiantara kedua permukaan ditempatkan suatu lapisan tipis fluida. Kekentalan didefenisikan sebagai besamya tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan dan besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran (rate of shear).

Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskositas

Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis:

(2.1)

Dimana : τ = tegangan geser fluida (N/m2) µ = kekentalan dinamik (Poise, P)

u = kecepatan relatif permukaan (m/det)

h = tebal lapisan pelumasan (m) Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis T

(2.2)

(Sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan, In A.Halim Nasution M.Sc, Departemen Teknik Mesin USU).

(11)

pada temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis ditulis:

Dimana: v = kekentalan kinematik (Stoker, S)

Ρ = rapat massa (gram/cm 3)

Satuan tegangan geser adalah dalam cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah Poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinematik adalah Stokes disingkat St. Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah Centipoise disingkat cP dan Centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St =100 cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah mz/det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan:

1 P = 10-1 N det/mz 1 Cp = 10-3 N detJmz 1 St = 104 mz/det 1 cSt = 10-6 mz/det

Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbfs/in2 (pound force second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds.

Hubungan antara reyn dan centipoise:

(12)

1 reyn = 6,9. 106 cP

Kekentalan juga dapat/pernah dinyatakan dengan unit sebagai berikut:

 Kekentalan Redwood (Redwood viscosity)

Secara teknis Redwood viscosity bukanlah satuan untuk kekentalan melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml minyak untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk (cup-shaped funnel) akibat gaya beratnya sendiri.

 Kekentalan Saybolt (Saybolt viscosity)

Saybolt viscosity secara teknis adalah waktu alir dan hat tersebut juga bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam pengukurannya dengan Redwood viscosity. Metode ini pernah menjadi metode standar pada ASTM.

 Kekentalan Engler (Engler viscosity)

Engler viscosity juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama dengan Redwood viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat, waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur yang sama. Hal ini diterapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan.

2.5.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas

(13)

Klasitikasi yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah klasifikasi menurut ISO dan SAE.

1. Klasifikasi Kekentalan Menurut ISO

Sistem klasifikasi kekentalan minyak pelumas menurut ISO (International Standard Organization) adalah berdasarkan kekentalan kinematik, dalam satuan centistokes (cSt), pada daerah (range) kekentalan pada temperatur 400C. Setiap daerah kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG (Viscosity Grade) atau derajat kekentalan 150, dimana kekentalan tersebut merupakan kekentalan kinematik rata-rata pada daerah tersebut (midpoint kinematic viscosity). Untuk mendapatkan nilai kekentalannya, harus dihitung 10% dari nilai rata-rata kekentalan kinematiknya. Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan rata-rata 100 cSt, dimana batas kekentalannya adalah 90 cSt untuk minimum dan 110 cSt untuk maksimum.

Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar grafik dan tabel berikut, yang dikutip dari dokumen ISO 3448 "Industrial Liquid Lubricants - ISO Viscosity Classification".

(14)

Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C. Angka derajat

kekentalan ISO

Harga tengah

kekentalan, cSt

Batas kekentalan kinematik, cSt pada 40°C

Minimum Maksimum

(sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral,Ir. A.Halim Nasution MSc )

2. Klasifikasi Kekentalan Menurut SAE

(15)

(Miscellaneous Division), disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh suatu komite September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh SAE, klasifikasi kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk otomotif, melainkan ssemua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk industri, kapal laut dan pesawat udara. Klasifikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas mesin-mesin secara rheologi saja. Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditujukan untuk penggunaan oleh pabrik pembuat mesin-mesin dalam menentukan derajat kekentalan minyak pelumas yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi, dan oleh perusahaan minyak dalam merumuskan dan memberi label produksi mereka.

Dua seri derajat kekentalan diberikan pada tabel 2.2, dimana salah satu mengandung letter W dan lainnya tidak. Derajat kekentalan dengan letter W didasarkan atas kekentalan maksimum pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan batas maksimum, sebagaimana kekentalan minimum pada 100 °C . Minyak pelumas tanpa letter W didasarkan atas kekentalan pada 100 °C . Minyak yang diklasifikasikan kekentalannya pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan memenuhi persyaratan untuk derajat W, dan yang mana kekentalannya pada 100 °C berada dalam daerah yang telah ditentukan dari salah satu klasifikasi derajat non-W.

(16)

Apparent Viscosity of Motor Oils at Low Temperature Using the Cold Crancing

Simulator), dan hasilnya dilaporkan dalam centipoise (cP). Kekentalan diukur dengan metode ini dan telah ditemui hubungannya dengan kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperatur rendah.

Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Viscosity Clasification).

SAE

2.5.3 Minyak Pelumas Multigrade

(17)

Tabe1 2.4 Klasifikasi Multigarde SAE Crankcase OH Viscosity Nomor SAE Ganda Indeks Kekentalan

10W/30 145 10W/40 169 10W/50 190 20W/40 113 20W/50 133

Minyak pelumas mesin otomotif diklasifikasikan oleh SAE seperti tercantum pada tabel 2.4. Tabel 2.4 khusus menunjukkan kekentalan minyak pelumas multigrade. Ternyata bahwa minyak pelumas jenis ini mempunyai indeks kekntalan yang tinggi.

Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa nomor SAE yang diikuti dengan

letter W (Winter) ditunjukkan sebagai minyak pelumas yang dimaksudkan untuk kemudahan dalam menghidupkan mesin selama kondisi cuaca dingin. Misalnya SAE 20W/50, artinya bahkan pada saat musim dingin (atau pada pagi hari saat bukan musim dingin) nilai kekentalannya akan sama seperti SAE 20, dan pada saat udara panas (kondisi operasi) atau bukan musim dingin kekentalan maksimalnya adalah akan sama seperti SAE 50.

(18)

yang memiliki musim dingin, tetapi juga yang beriklim tropis, sehingga sering menimbulkan keragu-raguan bagi pengguna. Secara teori minyak pelumas SAE 20W/50 tersebut dapat diaplikasikan/digunakan pada sistem yang memerlukan minyak pelumas SAE 20, SAE 30, SAE 40 dan SAE 50.

2.5.4 Pengaruh Tekanan dan Temperatur Terhadap Kekentalan

Tekanan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kekentalan pelumas. Hal ini sangat penting dalam pelumasan tipe elastohidrodinamis dan bidang hidrolika. Minyak pelumas yang menunjukkan perubahan kekentalan yang besar terhadap temperatur juga akan menunjukkan perubahan yang besar dengan perubahan tekanan.

Persamaan Baru memberikan solusi hubungan kekentalan dan tekanan, yaitu: ..

. (2.4)

(sumber: Literatur 1, bab 4, ha129)

Dimana µo. dan eαp adalah kekentalan masing-masing pada tekanan p

dan tekanan atmosfir, adalah koefisien tekanan untuk kekentalan. Koefisien tekanan untuk kekentalan untuk minyak pelumas yang memiliki indeks viskositas rendah dan menengah iebih tinggi daripada untuk minyak pelumas dengan indeks viskositas tinggi.

Persamaan kekentalan-tekanan Roeland merupakan persamaan alternatif untuk menentukan kekentalan minyak pelumas terhadap perubahan tekanan yang dinyatakan dengan:

(19)

Dimana:

µ = kekentalan pada tekanan p(cP) µ0= kekentalan dalam tekanan atmosfer

z = konstanta yang harganya bergantung pada jenis minyak pelumas

(Sumber: Analisa Karakteristik bantalan luncur terhadap minyak pelumasTugas Sarjana,

Departemen Teknik Mesin USU).

Gambar. 2.4 Pengaruh tekanan terhadap , persamaan Barus dan Persamaan Roeland

(20)

Persamaan Roeland, Blok dan Vlugter memberikan hubungan antara kekentalan minyak pelumas dengan temperatur, dinyatakan sebagai berikut:

Log (1,200+1og µ ) =log b - S log (1 ) (2.6)

(sumber: Literatur I, bah 4, ha1.36)

Dimana :

µ = kekentalan (cP) t = temperatur (°C)

(sumber: Lubrication and Reliability Handbook, by M.J.Neale).

Gambar 2.5 pengaruh tempratur terhadap minyak pelumas pada tekanan atmosfer.

2.6 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

(21)

biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan misalnya 400C. Alat untuk mengukur kekentalan minyakpelumas disebut dengan viskometer (viscometers).

2.6.1 Viskometer Bola Jatuh (Falling Sphere riscomneter)

2.6.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes

Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan digambarkan seperti pada gambar di bawah.

Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung transparan yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya gesekan fluida semakin besar. Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi gaya apung (arahnya ke atas), dan gaya gesekan (arahnya ke atas). Pada suatu kecepatan terentu akan terjadi keseimbangan.

(22)

Gambar 2.6 viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum stokes. Maka diperoleh kekentalan dinamik (µ) minyak pelumas (fluida) yang diuji:

2

9 .

Dimana:

µ = kekentalan dinamik (N.s/m2)

= perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan rata-rata (m/det )

ρb = rapat massa bola baja (kg/m3)

ρf = rapat massa fluida (kg/m3)

g = gaya gravitasi = 9,81 (m/s2)

(sumber : fisika untuk universitas edisi ke -7 jilid 1)

2.6.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler

Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler

(23)

Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah:

̅

(2.8)

(Sumber : Fisika untuk Universitas edisi ke-7 jilid 1)

Dimana : µ = kekentalan dinamik (Poise)

ρ1 = massa jenis bola uji (kg/m3)

ρ2 = massa jenis fluida (kg/m3)

K = Konstanta bola uji viskometer ̅ = waktu rata-rata

2.6.2 Viskometer Rotasional

Viskometer rotasional (Rotational Cylindrical Viscometer) seperti pada gambar 2.2 terdiri dari dua slinder konsentris dengan fluida yang terdapat diantara keduanya. Slinder terluar diputar dan torsi diukur pada slinder yang terdapat di dalam.

Jika: ri = jari jari slinder bagian dalam ro = jari-jari slinder bagian luar la = panjang tabung/slinder

TM = radial clearance

Didapat kekentalan dinamik/absolut:

(24)

Gambar 2.8. Viskometer Rotasional

2.6.3 Viskometer Pipa Kapiler

Pengukuran kekentalan pada viskometer pipa kapiler (Capillary Fiscometers) didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung berdiameter kecil/pipa kapiler.

(25)

Gambar 2.9 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler

Jika , adalah kekentalan kinematik pada p = 0 dan tempratur tetap, Serta A* = ̅ dan mengingat q a 1 ,

Dimana B* adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut.

(26)

2.6.4. Viskometer Cone and Plate

Gambar 2.10 Viskometer Ferranti – Cone and Plate Viskometers

Gambar 2.11. Prinsip kerja Viskometer Ferranti – Cone and Plate Viscometers

2.6.5. Viskometer tipe lain

(27)

Gambar 2.12 Viskometer Stormer Gambar 2.13 Viskometer Saybolt

Gambar 2.14 Viskometer MacMichael

2.7 Aditif minyak pelumas

(28)

ada dari minyak pelumas tersebut. Atau dapat juga memberikan sifat yang baru pada minyak pelumas, yang tidak dimiliki sebelumnya.

Minyak pelumas awalnya ada yang diberikan aditif, namun dalam jumlah yang sangat sedikit, agar terjaga keseimbangan komposisi kimia dalam pelumas. Penambahan aditif haruslah dalam takaran yang sesuai dengan rekomendasi pabrikan pembuat aditif tersebut.

Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.

2.8 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur

2.8.1 Bantalan Luncur

(29)

Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalah yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalah luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing.

Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanyal lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlet selancar air yang berselancar/meluncur bebas diantara air, demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalah dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas.

Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.

(30)

2.8.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur

Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.

2.8.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/permukaan datar

Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar

Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya (CD) diam, seperti pada gambar 2.14. Kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD diam. Gaya pada minyak yang digambarkan dalam elemen kubus dx.dy.dz pada setiap titik (xyz) seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut (xyz).

(31)

Dimana µ = koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x Anggap elemen dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan (p adalah independent terhadap y), sehingga solusi gaya:

, . , . 0 (2.12)

Substitusi nilai F:

(2.13) Integral persamaan (2.10) terhadap y:

(2.14) Lalu kita tentukan kondisi v=V ketika y==0 dan v=0 ketika y=h, didapat:

1 1 (2.15)

catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C 1 dan C2 adalah karena y diukur berlawanan dengan arah yang diindikasikan.

Dari sini fungsi internal pada persamaan (2.9) harus bernilai Atau tanda dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi:

(32)

2.8.2.2 Persamaan tekanan sommerfeld untuk pelumasan Hidrodinamis

Pada bantalan luncur.

Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.17 Mekanisme pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur

Gambar 2.18 Distribusi tekanan dan geometri bantalan luncur

(33)

(2.17) Dapat juga ditulis:

(2.18)

Dimana:

po = tekanan suplai (Pa)

ω = kecepatan putaran poros l journal (rpm) R = radius bantalan (m)

r = radius poros (m)

δ = kelonggaran radial (R-r) e = eksentrisitas

ε = perbandingan eksentrisitas

µ= viskositas minyak pelumas h = tebal lapisan minyak pelumas

θ = posisi angular (°)

(sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan,Ir.A.Halim Nasution.M.Sc. Departemen Teknik

Mesin USU).

(34)

Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total (P) di sepanjang bantalan , yaitu sebagai berikut:

12 . . . .

2 √1

Jika : . . .

Maka : . . (2.19)

(Sumber : Matakuliah Teknik Pelumasan,Ir.A.Halim Nasution.M.Sc. Departemen Teknik

Mesin USU).

 

2.8.3 Ketidakpastian Pengukuran (Uncertainties Measurement) J.P.Holman

Kesalahan (error) merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam suatu pengukuran. Kesalahan dalam pengukuran biasanya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai sebenarnya dengan nilai terukur. Efek error adalah menciptakan ketidakpastian (uncertainty) dalam nilai sebuah hasil pengukuran. Perhitungan ketidakpastian yang teliti tidak hanya memberikan perkiraan yang tepat mengenai data penelitian yang didapat, tapi juga dapat digunakan untuk menentukan pengukuran–pengukuran yang memerlukan kepresisian lebih tinggi agar didapat hasil yang akurat. Analisis ketidakpastian merupakan alat yang sangat berguna untuk menetapkan tingkat reliabilitas sebuah pengukuran dan untuk validasi model–model teoritis dan simulasi.

(35)

tunggal d ketidakpas

digunakan u stian :

untuk melakkukan anallisis. Persammaan dasarr dalam an

(2.24)

(36)
(37)
(38)
(39)

Gambar

Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata
Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskositas
Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C.
Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk grafik distribusi tekanan minyak pelumas arah aksial pada bantalan luncur yang menggunakan minyak pelumas oli Enduro SAE 20W/50 dan minyak pelumas oli Federal SAE 20W/50

Grafik perbandingan distribusi tekanan teoritis Sommerfeld dan hasil eksperimen pada bantalan luncur menggunakan pelumas multigrade dengan penambahan aditif pada putaran

Berikut adalah data-data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas yang dilakukan di Laboratorium Fisika Lanjutan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Seperti

pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas Enduro SAE 20W/50 putaran 1250 rpm 47 Gambar 4.5 Grafik distribusi tekanan sommerfeld hasil eksperimen. pada bantalan

Teknik Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida di antara permukaan-permukaan