• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Dengan Menggunakan Minyak Pelumas Monograde Sae 30 Dan Sae 40 Dengan Dan Tanpa Zat Aditif Dengan Variasi Putaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur Dengan Menggunakan Minyak Pelumas Monograde Sae 30 Dan Sae 40 Dengan Dan Tanpa Zat Aditif Dengan Variasi Putaran"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA DISTRIBUSI TEKANAN PADA BANTALAN

LUNCUR DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS

MONOGRADE SAE 30 DAN SAE 40 DENGAN DAN TANPA

ZAT ADITIF DENGAN VARIASI PUTARAN

SKRIPSI

Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

MANGATAS JC MANURUNG

N I M : 0 4 0 4 0 1 0 83

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

KATA PENGANTAR

Pujian dan rasa syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat karunia-Nya, Skripsi ini dapat selesai dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat dan melengkapi studi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jenjang pendidikan sarjana (S1) menurut kurikulum Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini membahas tentang teknik pelumasan pada bantalan luncur yang dilumasi dengan minyak pelumas multigrade, berjudul , “ Analisa Distribusi Takanan Pada Bantalan Luncur Dengan Menggunakan Minyak Pelumas Monograde SAE 30 Dan SAE 40 Dengan Dan Tanpa Zat Aditif Dengan Variasi Putaran”.

Dengan terselesainya Skripsi ini, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang Tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis tanpa pamrih.

2. Bapak Ir. A Halim Nasution, M.Sc. selaku dosen pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini sekaligus selaku Kepala Laboratorium Teknik Pelumasan, yang telah memberikan izin penulis melakukan eksperimen.

(3)

4. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara .

5. Bapak Tulus Burhanuddin, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara .

6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada teman-teman di H’48 dan juga buat Junita yang telah mau mengingatkan terus untuk mengerjakan Skripsi ini.

8. Ucapkan terima-kasih kepada semua mahasiswa Teknik Mesin umumnya, dan khususnya sesama rekan-rekan stambuk 2004.

Dalam menyelesaikan Tugas ini penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya Skripsi ini. Saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun. Akhir kata, Penulis mengharapkan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, April 2009 Penulis

Mangatas JC Manurung

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

SPESIFIKASI TUGAS ... iii

KARTU BIMBINGAN ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pengertian Pelumasan ... 4

2.2 Fungsi Bahan Pelumas ... 4

2.3 Gesekan dan Keausan ... 6

2.4 Tipe-tipe Pelumasan ... 9

2.4.1 Pelumasan Hidrodinamis ... 9

2.4.2 Pelumasan Hidrostatis ... 12

(5)

2.4.4 Pelumasan Bidang Batas ... 13

2.4.5 Pelumasan Padat... 14

2.4.6 Pelumasan Tekanan Ekstrim ... 14

2.5 Kekentalan, Temperatur dan Tekanan ... 15

2.5.1 Kekentalan (Viscositas) ... 15

2.5.2 Hubungan Kekentalan Dengan Temperatur ... 18

2.5.3 Hubungan Kekentalan Dengan Tekanan ... 20

2.6 Klasifikasi Minyak Pelumas ... 20

2.6.1 Klasifikasi Minyak Pelumas Berdasarkan Materi Pelumas .. 20

2.6.2 Klasifikasi Minyak Pelumas Berdasarkan Kekentalannya ... 22

2.6.3 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas Menurut SAE ... 22

2.6.4 Klasifikasi Kekentalan Minyak Lumas Industri Berdasarkan ISO ... 24

2.7 Zat Aditif ... 25

2.8 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 26

2.8.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes ... 27

2.8.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler ... 29

2.9 Bantalan Luncur dan Pelumasan Pada Bantalan Luncur ... 30

2.9.1 Bantalan Luncur ... 30

2.9.2 Pelumasan Hidrodinamis Pada Bantalan Luncur ... 32

BAB III METODE PENGUJIAN ... 34

3.1 Diagram Alir Pengujian ... 34

(6)

3.3 Pengisian ... 35

3.4 Pemanasan (warm up) ... 35

3.5 Pengujian Spesimen ... 35

3.5.1 Pendataan Spesimen ... 36

3.5.2 Pengujian Viscositas ... 36

3.5.3 Pengujian Distribusi Tekanan ... 37

BAB IV DATA PENGUJIAN DAN ANALISA DATA ... 41

4.1 Data-data Hasil Pengujian ... 41

4.1.1 Data Hasil Pengujian Viscositas ... 41

4.1.2 Data Hasil Pengujian Distribusi Tekanan ... 43

4.2 Analisa Hasil Pengujian ... 48

4.2.1 Analisa Hasil Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas ... 48

4.2.2 Analisa Pengujian Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur ... 50

4.3 Analisa Tekanan Sommerfeld Pada Bantalan ... 70

4.4 Analisa Beban Bantalan Luncur... 91

BAB V KESIMPULAN ... 95

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gerakan Menggelinding (rolling) 7

Gambar 2.2 Gerakan Meluncur 7

Gambar 2.3 Pelumasan Hidrodinamis Untuk Gerakan Meluncur 15

Gambar 2.4 Pelumasan Hidrodinamis Pada Roller Dengan Bantalan Rata 11

Gambar 2.5 Pelumasan Hidrodinamis Pada Bantalan Luncur 11

Gambar 2.6 Defenisi Kekentalan Melalui Hukum Newton 16

Gambar 2.7 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes 27

Gambar 2.8 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler 29

Gambar 2.9 Bantalan Luncur 31

Gambar 2.10 Bantalan Luncur dan Tata Namanya 32

Gambar 3.1 Diagram alir Pengujian 34

Gambar 3.2 Penampang Viscometer Bola Jatuh 36

Gambar 3.3 Penampakan Samping Dari Peralatan Bantalan Luncur 38

Gambar 3.4 Pandangan Assembling Peralatan Bantalan Luncur 39

Gambar 3.5 Alat Uji Bantalan Luncur TecQuipment TM 25 40

Gambar 4.1 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 tanpa aditif 56

(8)

Gambar 4.3 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas

monograde SAE 30 tanpa aditif... 58

Gambar 4.4 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas

monograde SAE 30 dengan penambahan aditif... 59

Gambar 4.5 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada 1000 rpm... 60

Gambar 4.6 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30

dengan dan tanpa aditif pada 1500 rpm 60

Gambar 4.7 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30

dengan dan tanpa aditif pada 2000 rpm 61

Gambar 4.8 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30

dengan dan tanpa aditif pada 2500 rpm 62

Gambar 4.9 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada 2750 rpm 62

(9)

SAE 40 tanpa aditif 63

Gambar 4.11 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 40 dengan penambahan aditif 64

Gambar 4.12 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas

monograde SAE 40 tanpa penambahan aditif 65

Gambar 4.13 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada arah aksial bantalan luncur menggunakan minyak pelumas

monograde SAE 40 dengan penambahan aditif 66

Gambar 4.14 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada 1000 rpm 67

Gambar 4.15 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada 1500 rpm 67

Gambar 4.16 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada 2000 rpm 68

Gambar 4.17 Grafik perbandingan distribusi tekanan lapisan pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada 2500 rpm 68

(10)

luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada 2750 rpm 69

Gambar 4.19 Prosedur penggambaran kurva teoritis Sommerfeld pada

putaran 1000 rpm 72

Gambar 4.20 Kurva tekanan Sommerfeld dengan pemakaian minyak pelumas jenis SAE 30 tanpa zat aditif 81

Gambar 4.21 Kurva tekanan Sommerfeld dengan pemakaian minyak pelumas jenis SAE 30 dengan penambahan zat aditif 82

Gambar 4.22 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada putaran 1000 rpm 83

Gambar 4.23 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada putaran 1500 rpm 83

Gambar 4.24 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2000 rpm 84

Gambar 4.25 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2500 rpm 84

(11)

Gambar 4.27 Kurva tekanan Sommerfeld dengan pemakaian minyak pelumas jenis SAE 40 tanpa zat aditif 86

Gambar 4.28 Kurva tekanan Sommerfeld dengan pemakaian minyak pelumas jenis SAE 40 dengan menambahkan zat aditif 87

Gambar 4.29 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 1000 rpm 88

Gambar 4.30 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 1500 rpm 88

Gambar 4.31 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2000 rpm 89

Gambar 4.32 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2500 rpm 89

Gambar 4.33 Kurva perbandingan tekanan teoritis Sommerfeld dengan mempergunakan minyak pelumas SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2750 rpm 90

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kekentalan beberapa fluida pada temperatur kamar. 18

Tabel 2.2 Perubahan kekentalan terhadap tekanan dan temperature 20

Tabel 2.3 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat 21

Tabel 2.4 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Mesin Menurut SAE-J300 23

Tabel 2.5 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Roda Gigi/Transmisi Manual dan Gardan Menurut SAE- J 306 24

Tabel 2.6 Tabel 2.6 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Industri Menurut ISO dan ASTM (ISO 3448, ASTM D 2422, DIN 51519) 25

Tabel 2.7 Tipe aditif dan penggunaannya 26

Tabel 4.1 Data pengujian rapat massa minyak pelumas SAE 30 41

Tabel 4.2 Data pengujian rapat massa minyak pelumas SAE 40 42

Tabel 4.3 Data-data kecepatan bola jatuh SAE 30 tanpa aditif 42

Tabel 4.4 Data-data kecepatan bola jatuh SAE 30 dengan penambahan zat aditif 42

Tabel 4.5 Data-data kecepatan bola jatuh SAE 40 tanpa aditif 42

Tabel 4.6 Data-data kecepatan bola jatuh SAE 40 dengan penambahan zat aditif 43

(13)

Tabel 4.8 Data-data hasil pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 30 dengan

penambahan zat aditif 45

Tabel 4.9 Data-data hasil pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 40 tanpa aditif 46

Tabel 4.10 Data-data hasil pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dengan menggunakan minyak pelumas SAE 40 dengan penambahan zat aditif 47

Tabel 4.11 Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur dengan Menggunakan Pelumas

SAE 30 Tanpa zat Aditif 52

Tabel 4.12 Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur dengan Menggunakan Pelumas SAE 30 dengan menggunakan zat Aditif 53

Tabel 4.13 Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur dengan Menggunakan Pelumas SAE 40 tanpa zat Aditif 54

Tabel 4.14 Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur dengan Menggunakan Pelumas SAE 40 dengan Penambahan

zat Aditif 55

Tabel 4.15 Nilai ε dan k terhadap minyak pelumas monograde SAE 30 tanpa

aditif 74

Tabel 4.16 Nilai εdan k terhadap minyak pelumas monograde SAE 30 dengan penambahan aditif 74

(14)

Tabel 4.18 Nilai εdan k terhadap minyak pelumas monograde SAE 40 dengan penambahan aditif 75

Tabel 4.19 Distribusi Tekanan Teoritis Sommerfeld terhadap Minyak Pelumas SAE 30 tanpa Penambahan Zat Aditif 77

Tabel 4.20 Distribusi Tekanan Teoritis Sommerfeld terhadap Minyak Pelumas SAE 30 dengan Penambahan

Zat Aditif 78

Tabel 4.21 Distribusi Tekanan Teoritis Sommerfeld terhadap Minyak Pelumas SAE 40 tanpa Penambahan Zat Aditif 79

Tabel 4.22 Distribusi Tekanan Teoritis Sommerfeld terhadap Minyak Pelumas SAE 40 dengan Penambahan Zat Aditif 80

Tabel 4.23 Beban total P bantalan luncur dengan SAE 30 dengan penambahan zat aditif 93

Tabel 4.24 Beban total P bantalan luncur dengan SAE 40 tanpa penambahan zat aditif 93

Tabel 4.25 Beban total P bantalan luncur dengan SAE 40 dengan penambahan

(15)

DAFTAR NOTASI

Notasi Arti Satuan

α Koefisien tekan m

D Diameter bantalan m

d Dimeter poros/journal m

ε Eksentrisitas m

Fb Gaya apung kg.m/s2

Fb Gaya Gesek kg.m/s2

g gravitasi bumi m/s2

h,dy Tebal lapisan minyak pelumas m

hm Tebal maksimum lapisan minyak pelumas m

k Angka Sommerfeld Pa

l Lebar efektif bantalan m

μ Kekentalan dinamik Pa.s

Ob Titik pusat bantalan -

Oj Titik pusat poros -

P Tekanan minyak pelumas Pa

Po tekanan Suplai Pa

ρb Massa jenis bola kg/ m3

ρf Massa jenis fluida kg/ m3

r jari-jari poros m

(16)

τ Tegangan geser fluida N/m2

θ Sudut pengukuran radial derajat

ύ Kekentalan kinematik m2/s

t Waktu pengujian bola jatuh s

h2 Tinggi permukaan minyak pengujian m

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Pengujian

Seiring dengan perkembangan industri saat ini yang semakin pesat, dan seiring dengan semakin melambungnya harga-harga sparepart di pasaran, menuntut pabrik-pabrik untuk lebih lagi melakukan perawatan untuk setiap komponen-komponen dari pabriknya terkhusus elemen mesin yang terdapat di pabrik tersebut. Dan yang menjadi salah satu perhatian khusus dalam bidang industri tersebut adalah bidang teknologi pelumasan. Karena setiap mekanisme mesin yang melakukan gerakan baik gerakan translasi maupun rotasi jika kedua permukaannya bertemu dan saling bergesekan akan berdampak fatal yaitu keausan mekanisme itu. Inilah yang menjadi fungsi utama dari pelumasan tersebut yaitu untuk menghindari terjadinya keausan dari elemen-elemen mesin tersebut.

Dengan menghindari terjadinya keausan dalam mekanisme suatu mesin, dapat memperpanjang umur dari suatu elemen mesin. Dengan itu akan mengurangi biaya operasional dari suatu pabrik. Hal inilah yang mengakibatkan dalam suatu perencanaan perancangan suatu mesin, terkhusus bagian mesin-mesin yang bergerak atau bergesekan, sistem pelumasan sangat perlu dipertimbangkan.

(18)

Sistem pelumasan yang terjadi dalam suatu komponen mesin dapat kita lihat dalam bantalan. Baik itu dalam bantalan luncur (journal bearing) maupun bantalan gelinding (roller bearing), sebab konstruksinya yang sederhana, mudah dipasang, harga yang relatif murah dan mudah dalam sistem pelumasannya.

Namun penelitian ini, yang diteliti adalah hanya pelumasan dalam bantalan luncur (journal bearing). Pada bantalan luncur, tipe pelumasan yang biasa dijumpai adalah pelumasan hidrodinamis, dimana kedua permukaan dipisahkan secara sempurna oleh minyak pelumas. Agar kondisi tersebut tercapai, maka distribusi tekanan pada sekeliling bantalan harus mampu mengangkat beban dan beban poros. Banyak peneliti yang sudah melakukan pengkajian terhadap pelumasan ini. Dan salah satu diantaranya adalah A.J.W Sommerfeld, dan solusinya diberikan dalam persamaan Sommerfeld. Namun karena perkembangan minyak pelumas yang semakin baik, serta bantalan yang terus diperbaharui dan variasi kecepatan yang dipergunakan, sehingga sangatlah sulit untuk mendapatkan data dan performa karakteristik dari suatu bantalan luncur.

(19)

1. 2. Tujuan Pengujian

Adapun yang menjadi tujuan dari pengujian ini adalah:

1. Mengetahui kekentalan (viscositas) dari berbagai minyak pelumas.

2. Mengetahui karakteristik bantalan luncur dengan perubahan kecepatan poros.

3. Mengetahui distribusi tekanan pada bantalan luncur dan perubahan yang terjadi seiring dengan kekentalan minyak pelumas dan variasi kecepatan pada bantalan luncur.

4. Mendapatkan perbandingan kurva teori Sommerfeld dengan hasil pengujian di Laboratorium.

1. 3. Batasan Masalah

Dalam pengujian ini penulis hanya melakukan pengkajian perubahan distribusi tekanan pada bantalan luncur pada beberapa tingkat kekentalan minyak pelumas dan variasi kecepatan poros.

Adapun jenis minyak pelumas yang dipergunakan dalam uji coba ini adalah jenis pelumas SAE 30 dan SAE 40 dengan alasan jenis minyak pelumas ini banyak dipergunakan pada industri dan kendaraan bermotor. Dan juga mempergunakan jenis zat aditifnya jenis oil treatment. Adapun yang menjadi fungsi dari oil treatment ini (sumber: Label kemasan oil treatment) adalah :

- Untuk meningkatkan viscositas dan indeks kekentalan - Mengurangi panas pada oli

- Meningkatkan anti-oxsidant

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pengertian Pelumasan

Teknik pelumasan adalah suatu cara untuk memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida diantara permukan-permukaan yang bergesekan. Sementara pelumas suatu zat yang berada atau disisipkan diantara dua permukaan yang bergerak secara relatife agar dapat mengurangi gesekan antar permukaan tersebut.

Teknik pelumasan ini sangat dibutuhkan dalam suatu industri terutama dalam dunia permesinan yang sangat banyak terjadinya gesekan antara komponen-komponen mesin dan banyaknya komponen mesin yang harus dijaga kondisinya agar umur dari suatu komponen mesin tersebut lebih panjang dalam pemakaiannya. Misalnya dalam gerakan berputar pada bantalan luncur, poros atau jurnal yang beroksilasi pada bantalan, gabungan dari gerakan menggelinding atau luncuran pada gigi-gigi roda gigi yang berpasangan, gerakan luncuran pada piston terhadap silindernya dan yang lain yang kesemuanya itu memerlukan pelumasan.

2. 2. Fungsi Bahan Pelumas

(21)

Hal ini sesuai dengan fungsi dari minyak pelumasan antara lain: 1. Mengurangi gesekan dan keausan

Mengurangi gesekan dan keausan dilakukan dengan memberikan lapisan (film) untuk menghindari kontak langsung bagian-bagian mesin yang saling bergesekan sehingga melindungi permukaan logam yang bersinggungan baik yang meluncur atau yang menggelinding dari keausan. Ini merupakan fungsi utama dari bahan pelumas.

2. Memindahkan panas

Panas yang timbul akibat pergesekan seperti pada bantalan-bantalan atau roda gigi dapat dipindahkan oleh minyak pelumas asalkan terjadi aliran minyak yang mencukupi. Demikian juga panas yang terjadi akibat dari pembakaran. Minyak pelumas menjadi komponen pendingin dari piston, silinder liner, dan lainnya dari panas pembakaran Di samping itu, minyak pelumas juga mendinginkan panas akibat gesekan. Panas yang diserap akan mengakibatkan turunnya viscositas minyak pelumas.

3. Menjaga sistem agar tetap bersih

(22)

efisien juga harus dapat dibersihkan oleh suatu bahan pelumas. Kotoran ini perlu disingkirkan dari permukaan komponen yang bersinggungan.

4. Melindungi sistem

Baik dari hasil degradasi pelumas atau akibat kontaminasi hasil pembakaran, pelumas bisa bersifat asam dan menjadikan korosi pada logam. Adanya uap air dapat juga menyebabkan karat pada besi. Oleh sebab itu pelumas harus bisa menanggulangi efek-efek tersebut dan oleh Karena itu bahan pelumas harus direncanakan untuk melindungi sistem terhadap serangan korosif dan kimiawi. Bahan pelumas juga dapat melindungi sistem dari getaran yang terjadi dengan cara meredam getaran dan kejutan pada sambungan karena gerakan tenaga yang selalu berubah Mengingat arti pentingnya minyak pelumas bagi daya tahan mesin, maka sebelum memilih minyak pelumas ada baiknya lebih dulu mengetahui kualitas minyak pelumas tersebut sehingga dapat mencegah penggunaan minyak pelumas yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin.

2. 3. Gesekan dan Keausan a. Gesekan

(23)

Ada 3 tipe dasar gesekan antara permukaan-permukaan yang bersinggungan, yaitu:

- Gesekan meluncur (dihasilkan oleh suatu permukaan yang bergerak di atas permukaan lainnya)

- Gesekan menggelinding (dihasilkan oleh silinder atau bola yang menggelinding di atas permukaan lain)

- Gesekan fluida (dihasilkan jika salah satu atau kedua permukaan padat secara sempurna dipisahkan oleh lapisan fluida)

Atau dapat kita gambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. 1. Gerakan menggelinding (rolling)

Gesekan meluncur dan menggelinding merupakan gesekan kering, berlawanan dengan gesekan fluida yang merupakan gesekan basah. Gesekan menggelinding lebih mudah diatasi dibandingkan dengan gesekan meluncur dan gesekan fluida lebih mudah diatasi dibandingkan dengan kedua jenis gesekan kering tersebut. Itulah sebabnya gesekan gelinding dalam banyak hal lebih efisienn dibandingkan dengan gesekan meluncur, namun kedua tipe gesekan ini

(24)

akan lebih efisien dalam operasinya apabila digunakan bahan pelumas yang ditempatkan di antara kedua permukaan yang bergesekan, sehingga terhindar kontak langsung antar permukaan.

Pada gesekan fluida tahanan gesek lebih jelas ada, tapi relatif sangat kecil dibandingkan dengan gesekan kering. Teknologi pemanfaatan gesekan fluida ini mengarahkan kita kepada teknik pelumasan.

b. Keausan

Suatu permukaan yang kelihatannya licin mempunyai ketidakteraturan yang membedakan luas sebenarnya persinggungan antara 2 permukaan logam. Biarpun untuk pembebanan ringan tekanan pada titik singgung yang bersinggungan bukan main tingginya, dan jika ada gerakan relatif antara permukaan-permukaan maka gesekan dan panas timbul pada titik-titik kecil tersebut.

(25)

2. 4. Tipe-tipe Pelumasan

2. 4. 1. Pelumasan Hidrodinamis

Pada pelumasan dengan tipe hidrodinamis (Hydrodynamic Lubrication) permukaan yang bergesekan atau yang bersinggungan baik yang bergerak meluncur atau pun menggelinding, dipisahkan oleh pelumas secara sempurna. Dimana tekanan pada lapisan tipis pelumas dibangkitkan oleh gerakan relatif oleh kedua permukaan itu sendiri.

Salah satu contoh penggunaan pelumasan dengan tipe hidrodinamis adalah gerakan rotasi yang terjadi pada bantalan luncur (journal bearing). Selanjutnya contoh pelumasan ini dapat kita lihat dalam gambar di bawah ini:

V = 0

(a)

(b)

(26)

(c)

Gambar 2. 3. Pelumasan Hidrodinamis untuk gerakan meluncur Gambar 2.3 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

(a) Permukaan kedua logam masih menempel karena belum ada gerak relatif (b) Permukaan atas mulai naik begitu ada kecepatan relatif

(c) Permukaan atas berselancar (hydroplane) akibat kecepatan relatif yang cukup dan terjadi gesekan fluida total.

A

V>v

Titik singgung Roller

Oil-wedge Roller

(27)

Gambar 2. 4. Di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

(a) Roller diam dan bersinggungan dengan bantalan rata pada satu titik/ garis singgung

(b) Roller berputar dan terbentuk oip-wedge. Kedua permukaan terpisah oleh lapisan tipis minyak pelumas.

+ +

Poros

Bantalan

(a)

Gambar 2. 4. Pelumasan Hidrodinamis pada roller dengan bantalan rata

Poros

+ + +

(28)

(b) (c)

Gambar 2. 5. Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur (journal bearing)

Gambar 2. 5. di atas dapat kita terangkan sebagai berikut:

(a) Poros diam dan lapisan minyak berada pada celah lebar. Kedua permukaan bersinggungan di bagian bawah.

(b) Poros mulai berputar sementara terbentuk celah kecil di bagian bawah kiri. Minyak pelumas mengalir dari celah lebar ke celah sempit.

(c) Poros berputar terus dan berada pada posisi stabil, celah sempit agak melebar. Oil-wedge terbentuk pada celah yang konvergen.

2. 4. 2. Pelumasan Hidrostatis

(29)

bergesek, bukann sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas.

Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas terus difungsikan.

2. 4. 3. Pelumasan Elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication)

Pelumasan jenis ini dipakai jika kontak bidang antara kedua permukaan yang bergerak sangat kecil seperti kontak titik atau kontak garis sehingga akan timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak pelumas yang membatasi permukaan-permukaan tersebut. Pelumasan dengan tipe seperti ini dapat ditemukan pada bantalan gelinding meskipun pelumasan hidrodinamis dapat juga dilakukan.

2. 4. 4. Pelumasan Bidang Batas (Boundary Lubrication)

(30)

molekul.Lapisan ini bahkan tidak terbentuk dari oli pelumas, melainkan berupa kotoran, oksida logam, dan gas dari udara.

2. 4. 5. Pelumasan Padat (Solid Lubrication)

Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin.

Jadi pelumasan padat (Solid Lubrication) dapat diartikan seperti sebuah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut.

Misalnya bahan inorganik tertentu seperti grafit dan molybdenum disulfida, memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesekan.

2. 4. 6. Pelumasan Tekanan Ekstrim

(31)

pelumasan tekanan ekstrim sedikit keausan tak dapat dielakkan antara permukaan yang bergerak tapi boleh jadi sangat kecil dan hampir berakhir bagi permukaan yang bergerak relatif.

2. 5. Kekentalan, Temperatur dan Tekanan

2. 5. 1. Kekentalan (Viscosity)

Kekentalan merupakan sifat yang paling utama dari sebuah bahan pelumas karena sifat ini secara garis besar menunjukkan kemampuan melumasi sesuatu. Atau dengan kata lain bahwa kekentalan adalah kemampuan dari bahan pelumas untuk melawan tegangan geser yang terjadi pada waktu bergerak.

Kekentalan minyak pelumas itu berubah-ubah menurut perubahan temperatur. Dengan sendirinya minyak pelumas yang baik tidak terlalu peka terhadap perubahan temperatur, sehingga dapat berfungsi sebagai mestinya, baik dalam keadaan dingin pada waktu mesin mulai bekerja maupun pada saat temperatur kerja. Bahan harus mengalir ketika suhu mesin atau temperatur

(32)

kekentalan lebih tepat pada temperatur tertinggi atau temperatur terendah ketika mesin dioperasikan.

Hukum Newton tentang aliran viscos menyatakan bahwa tegangan geser di dalam fluida adalah berbanding lurus dengan perubahan kecepatan.

Gambar 2.6. Defenisi kekentalan melalui hukum Newton

Jadi kekentalan menurut hukum Newton dapat kita defenisikan sebagai berikut:

h u dy du µ

µ

τ= = ...(2.1)

(sumber: Literatur 13 Hal. 16)

dimana: τ = tegangan geser fluida (N/m2) µ = kekentalan dinamik (Poise, P)

u = kecepatan relatif prmukaan (m/det)

h = tebal lapisan pelumasan (m) Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis:

dy du

τ

µ = ...(2.2)

(33)

pada temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara Matematis ditulis:

ρ µ

ν = ...(2.3)

dimana: ν = kekentalan kinematik (Stoke, S) ρ = rapat massa (gram/cm3)

Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dyne/cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinemati adalah stoke disingkat St.

Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St = 100 cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah m2/det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan:

1 P = 10-1 N det/m2 1 cP = 10-3 N det/m2 1 St = 10-4 m/det2 1cSt = 10-6 m2/det

Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in2 (pound-force second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds.

(34)

1 reyn = 6,9 . 106 cP

Tabel 2.1. Kekentalan beberapa fluida pada temperatur kamar.

Fluida

Kekentalan dinamik

dalam cP

Kekentalan kinematik

dalam cSt

Udara 0,018 15

Bensin 0,5 0,7

Air 1 1

Minyak zaitun 84 93

Gliserol 1500 1250

Minyak pelumas 8-1400 10-1500

(Sumber: Literatur 6 Hal. 32)

2. 5. 2. Hubungan Kekentalan Dengan Temperatur

Yang penting dalam setiap situasi dimana bahan pelumas bekerja pada suatu daerah temperatur tertentu. Pada temperatur rendah molekul-molekul pada cairan sangat rapat sekali satu sama yang lain dengan kata lain volume bebas terbatas. Pada temperatur tinggi volume bebas bertambah, kekentalan fluida turun dan ukuran, bentuk molekul-molekul dan sebagainya tidak begitu penting.

(35)

Log 10 Log 10 (v + 0,6) = n Log 10 T + C...(2.4)

(sumber: Literatur 6 Hal.33)

Dimana :

v = kekentalan dinamik (cSt) T = temperatur (oR = oF + 460) C = konstanta

n = konstanta

Persamaan Roeland, Blok dan Vlugter juga memberikan hubungan antara kekentalan minyak pelumas dengan temperaturnya dan dinyatakan sebagai berikut:

Log (1,200 + log µ) = log b – S log (1 + t/135)...(2.5)

Dimana :

µ = kekentalan dalam cP t = temperatur dalam oC

S = indeks slope (dituntut konstan untuk minyak pelumas dari minyak mentah yang diolah sama)

(36)

2. 5. 3. Hubungan Kekentalan Dengan Tekanan

Hubungan ini sangat penting dalam bidang hidrolika dan pelumasan tipe elastohidrodinamis. Kenaikan tekanan analog dengan penurunan temperatur, dimana begitu tekanan bertambah kekentalan menurun. Minyak pelumas yang menunjukkan perubahan kekentalan yang besar dengan perubahan temperatur juga akan menunjukkan perubahan yang besar dengan percobaan tekanan. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Perubahan kekentalan terhadap tekanan dan temperatur

Tekanan dalam psi

Kekentalan dalam centipoise

Minyak pelumas HVI Minyak pelumas LVI

30oC 60oC 90oC 30oC 60oC 90oC

0 890 137 38,5 1700 149 32,6

5000 2200 302 76,6 5300 393 73,4

10000 5400 640 146 17300 1020 158

15000 12000 1240 251 50000 2400 314

(Sumber: Literatur 6 Hal. 37)

2. 6. Klasifikasi Minyak Pelumas.

2. 6. 1. Klasifikasi Minyak PelumasBerdasarkan Materi Pelumas

(37)

1.Pelumas Cair (Liquid Lubricant)

Pelumas yang mencair pada suatu suhu ruangan dengan kandungan-kandungan yang dimiliki didalamnya berupa zat cair, pelumas tersebut bisa dituangkan dari satu wadah ke wadah lain.Pelumas ini tidak mempunyai bentuk melainkan akan mengisi bentuk wadahnya, contoh, semua jenis oli adalah pelumas cair.

2. PelumasYang Semi Padat (Semi solid Lubricant)

Pelumas semi padat ciri khasnya adalah, akan menjadi cair manakala suhu naik, dan sebaliknya akan menjadi kental jika temperatur turun. Contohnya, Gemuk (Grease).

3. Pelumas Padat (Solid Lubricant)

Pelumas padat seringkali berbentuk bubuk atau butiran-butiran.Umumnya

pelumas ini digunakan pada daerah yang sangat dingin dimana oli akan membeku, dan pada tempat yang panas dimana oli akan terbakar

Tabel 2.3 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat

Kelompok Bahan

Nama Bahan

Layer-lattice compounds

Molybdenum disulphide Graphite

Tungsten diselenide Tungsten disulphide Niobium diselenide Tantalum disulphide Calcium fluoride Graphite fluoride

Polymers

PTFE Nylon

PTFCE Acetal

PVF2 Polyimide

FEP Polyphenylene sulphide PEEK

Metals Lead Tin

Gold Silver

Indium

(38)

Sumber: http://ligerlube.com/berita2.html

4. Pel

Kedengarannya jenis pelumas ini asing bagi kita bahwa sebuah gas bisa digunakan berfungsi sebagai pelumas, ingat bahwa tujuan utama pelumas adalah untuk memisahkan dua buah benda yang berhadapan dan bergerak, contoh yang sering kita lihat adalah pada kunci impact, disamping gas sebagai pengatur tenaga sebenarnya gas sebagai pemisah gigi didalam kunci impact tersebut.

2. 6. 2. Klasifikasi Minyak Pelumas Berdasarkan Kekentalannya

Klasifikasi minyak pelumas berdasarkan indeks kekentalannya (sumber: Literatur 6 Hal. 22) adalah sebagai berikut:

1. High Viscosity Index (HVI) atau Indeks kekentalan tinggi yaitu indeks kekentalan (VI) = 80 – 100

2. Medium Viscosity Index (MVI) atau indeks kekentalan sedang yaitu VI = 30 – 79

3. Low Viscosity Index (LVI) atau indeks kekentalan rendah yaitu VI = 0 – 29

2. 6. 3. Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas Menurut SAE

Derajat kekentalan menurut SAE (Society of Automotive Enginers) untuk pelumasan mesin-mesin ditentukan seperti pada tabel-tabel di bawah ini:

a. Klasifikasi kekentalan untuk motor bensin dan motor diesel

(39)

Tabel 2.4 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Mesin Menurut SAE-J300

Sumber:http//www.pertamina.com/index.php?option=com_search&searchword=keputusanmenteri

b. Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Roda Gigi Transmisi

Manual dan Gardan

Kekentalan (Viskositas) minyak lumas roda gigi/transmisi manual yang beredar di Indonesia harus memenuhi klasiifikasi kekentalan viskositas menurut SAE, sebagaimana tercantum pada tabel 2.5.

Klasifikasi Viskositas

menurut SAE

Viskositas pada suhu rendah Viskositas pada suhu tinggi ".

Cranking (cP) maks pada temperatur °C

Pemompaan (cP) maks. tanpa ada

stress pada temperatur °C *)

Kinematic (cSt) pada

100°C

Shear Tinggi (cP) pada 150 °C dan 10 6 S 4 min

(OW40,5W40, 1 OW40 grade)

40 - - 12,5 <16,3 3,7

(15W40,20W40,25W40,40 grade)

50 - - 16,3 <21,9 3,7

(40)

Tabel 2.5 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Roda Gigi/Transmisi Manual dan Gardan Menurut SAE- J 306

Klasivikasi Suhu Visl<ositas Viskositas (eSt) pada 100° C Viskositas 150.000 cP (ASTM D 2983) ASTM D 445

menurut SAE Temperatur Maks. ° C

Minimum Maksimum

70W - 551) 4,1 .

-15W -40 4,1 -

80W -26 7,0 -

85W -12 11,0 -

80 - 7,0 <11,0

85 - 11,0 <13,5

90 - 13,5 <24,0

140 - 24,0 <41,0

250 - 41,0 -

Sumber:http//www.pertamina.com/index.php?option=com_search&searchword=keputusanmenteri

1) Pengujian dengan metode ASTM D 2983, tidak dilakukan untuk suhu dibawah - 40 ° C

Pada kedua tabel di atas terdapat dua seni kekentalan yang mana satu mengandung letter W dan yang lainnya tidak. Dimana minyak pelumas yang mengandung letter W (winter) ini ditunjukkan sebagai minyak pelumas yang dimaksudkan untuk kemudahan dalam menghidupkan mesin selama kondisi cuaca dingin.

2.6.4. Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Industri

Berdasarkan Sistem ISO

(41)

Tabel 2.6 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Industri Menurut

ISO dan ASTM (ISO 3448, ASTM D 2422, DIN 51519)

Klasifikasi Viskositas Batasan ASTM Viskositas

Viskositas ISO Tengah, viskositas Nomor Saybolt, SUS

Kinematik kinematik (cSt) Viskositas pada 100° F pada 40 ° C Saybolt, (37,5° C)

(42)

tertentu.

Komposisi suatu minyak pelumas mungkin memerlukan satu atau lebih aditif, bergantung pada kondisi yang bagaimana minyak pelumas digunakan. Beberapa kondisi yang lebih umum dikenakan pada minyak pelumas diberikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.7 Tipe aditif dan penggunaannya.

Kondisi yang dialami minyak

pelumas yang digunakan pada

mesin-mesin

Tipe aditif yang diperlukan untuk

memperbaiki performansi

Temperatur tinggi Anti-oxidant

Temperatur rendah Pour point depressant Range temperatur besar VI Improver

Pembebanan berat Anti-wear

Lingkungan korosif Anti-corrosion

Kontaminasi asam Alkaline

Kontaminasi jelaga Detergent dan dispersant Kontaminasi partikel logam Metal-deactivator

Kontaminasi air Demulsifier

Agitasi mekanis berbahaya Anti busa (foam)

(Sumber: Literatur 6 Hal. 58)

2.8

Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas

(43)

dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -18 °C, 10°C, 28°C, 40°C, 50 °C atau 100°C. Alat untuk mengukur kekentalan minyak pelumas disebut dengan viskometer (viscometers).

2.8.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes

Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan yang besarnya dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes

Maka: ΣF = 0 Fg-Fb-Fv = 0 Fg = Fb + Fv

Dimana: Fv = 6.π.r.v.μ...(2.6) Fg = 4/3. π. r3.

b

(44)

Maka persamaan tersebut menjadi:

Maka diperoleh kekentalan dinamik (μ) minyak pelumas (fluida) yang diuji:

g

= perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan

(45)

2.8.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler

Gambar 2.8 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler

Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas. Salah satu keuntungan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dibandingkan dengan menurut hukum Stokes adalah peralatan yang relatif lebih kecil dan adanya kontrol temperatur, artinya pengukuran dapat dilakukan dengan temperatur yang bervariasi.

Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah : µ =K1−ρ2).t...(2.10) Dimana: μ = kekentalan dinamik (cP)

ρ1 = massa jenis bola uji (gram/cm3) ρ2 = massa jenis fluida (gram/cm3)

(46)

t = waktu rata-rata bolah jatuh (sekon)

2.9 Bantalan Luncur dan Pelumasan Pada Bantalan Luncur

2.9.1 Bantalan Luncur

Jenis bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (rolling elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal penyerapan getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relatif tidak bising, dan umurnya lebih panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu poros,misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan.

Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing.

(47)

demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas.

Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.

Gambar 2.9 Bantalan luncur

2.9.2 Pelumasan Hidrodinamis Pada Bantalan Luncur

(48)

Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.

Gambar 2.10 Bantalan luncur dan tata namanya

(sumber:Literatur 11 Hal. 26)

Pada tahun 1904, A. J. W. Sommerfeld (1869-1951) menemukan suatu persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu:

0

Dapat juga ditulis:

(49)

e = eksentrisitas (m)

dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah: h = δ(1-ε.cosθ)

Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total di sepanjang bantalan , yaitu sebagai berikut:

(50)

BAB III

METODE PENGUJIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai metode-metode yang dilakukan dalam pengujian untuk melihat pengaruh viscositas minyak pelumas dan putaran poros jurnal terhadap distribusi tekanan pada bantalan luncur.

3. 1. Diagram Alir Pengujian

Diagram alir pengujian dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Minyak Pelumas

Pemeriksaan Kekentalan

Pengisian

Pemanasan/ Warm Up Waktu 1 jam/1500 rpm

Pengujian

Putaran 1000 rpm Waktu 10 menit

Putaran 1500 rpm Waktu 10 menit

Putaran 2000 rpm Waktu 10 menit

Putaran 2500 rpm Waktu 10 menit

Putaran 2750 rpm Waktu 10 menit

Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

(51)

3. 2. Variabel Pengujian

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa distribusi tekanan dipengaruhi oleh kekentalan minyak pelumas dan putaran poros jurnal maka kedua hal ini akan menjadi variable pengujian.

3. 3. Pengisian

Pengisian yang dimaksud di sini adalah pengisian minyak pelumas ke dalam mesin percobaan. Pada waktu pengisian pipa-pipa pada bantalan luncur harus benar-benar bersih dan tidak ada udara di dalamnya. Karena hal ini apabila terdapat masih kotoran-kotoran atau sisa-sisa percobaan sebelumnya dan adanya udara di dalam pipa tersebut, maka data yang kita dapat kemungkinan tidak akan tepat. Dalam pengisian ini perlu dibuat titik awal pengujian (datum). Hal ini perlu untuk menunjukkan bahwa tekanan di dalam bantalan baik disekeliling maupun disepanjang bantalan berada dalam keadaan stabil dan sama.

3. 4. Pemanasan (warm up)

Pemanasan dilakukan dengan membiarkan poros berputar pada putaran 1500 rpm dalam waktu kira-kira 1 jam. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kestabilan tekanan minyak pelumas pada bantalan dimana tidak terlihat lagi perubahan tekanan baik di sekeliling bantalan maupun sepanjang bantalan.

3. 5. Pengujian Spesimen

(52)

3. 5. 1. Pendataan Spesimen

Spesimen yang akan diuji diambil berdasarkan perbedaan kekentalan pada dua tingkat kekentalan. Adapun spesimen pelumas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Minyak Pelumas SAE 30 dengan dan tanpa zat aditif diuji pada beberapa variasi putaran dengan setiap putaran lamanya 10 menit.

2. Minyak Pelumas SAE 40 dengan dan tanpa zat aditif diuji pada beberapa variasi putaran dengan setiap putaran lamanya 10 menit.

Kedua variasi minyak pelumas ini dipilih karena kekentalannya masih memungkinkan untuk dipakai pada mesin uji dan ketersediaannya dipasaran.

3. 5. 2. Pengujian viscositas

Pengujian viscositas dilakukan di laboratorium mesin di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara dan dengan bantuan dari laboratorium kimia analis Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Dalam hal ini alat yang dipakai adalah viscometer bola jatuh.

(53)

3. 5. 3. Pengujian Distribusi Tekanan

Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Mesin Fluida di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara dengan spesifikasi alat uji sebagai berikut:

1. Motor Listrik

Nama alat : Motor Listrik

Seri NC : 106326 A

Frame : 5

HD : 0125

Volt : 240 Volt

Amp : 1,2 A

Rating : Count

Type : 5 Hunt

2. Mesin Uji Bantalan

Nama alat : TM 25 Journal Bearing

Diameter poros : 50 mm

Diameter luar bantalan : 55 mm Panjang efektif bantalan : 70 mm Massa tiap bantalan : 100 gram Volume minyak dalam bantalan : 65,5 cm3

(54)

Gambar 3.3 Penampakan samping dari peralatan uji distribusi tekanan

(sumber: Literatur 8 Hal. 2)

penurunan tekanan yang terlihat. Selanjutnya kecepatan dinaikkan secara bertahap sampai 5 kali dan pemeriksaan tetap dilakukan seperti di atas.

(55)

Gambar 3.4 Pandangan asembling peralatan bantalan luncur

(sumber: Literatur 8 Hal. 3)

Keterangan gambar 3.4 : A : Poros / journal

(56)

D : Karet diafragma (Flexible rubber diaphragm) E : Piringan penutup bantalan

F : Penunjuk kesimbangan bantalan G : Fixed frame

H : Beban

I : Batang beban

(57)

BAB IV

DATA PENGUJIAN DAN ANALISA DATA

4. 1. Data-data Hasil Pengujian

Berikut ini akan diuraikan data-data hasil pengujian secara berurutan yakni pengujian viscositas dan data pengujian distribusi tekanan.

4. 1. 1. Data Hasil Pengujian Viscositas

Berikut adalah data-data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas yang dilakukan di Laboratorium Fisika Lanjutan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengujian kekentalan pada penelitian ini menggunakan viskometer bola jatuh (falling-sphere viscometer) menurut Hoeppler.

Bola baja yang dipakai pada viscometer ini memiliki massa jenis 7,7 gram/cm3.

Tabel 4.1 Data pengujian rapat massa minyak pelumas SAE 30

Bahan Volume

Pengukuran (cm3)

Massa Pengukuran

(gram)

Massa jenis (gram/cm3)

Minyak Pelumas SAE 30

tanpa aditif 100 77,44 0,7744

Minyak Pelumas SAE 30

(58)

Tabel 4. 2 Data pengujian rapat massa minyak pelumas SAE 40

Minyak Pelumas SAE 40

tanpa aditif 100 87,28

0,8728 Minyak Pelumas SAE 40

dengan penambahan aditif 100 93,28 0,9328

Tabel 4. 3. Data-data kecepatan bola jatuh SAE 30 tanpa aditif

T (oC)

Tabel 4. 4. Data-data kecepatan bola jatuh SAE 30 dengan penambahan zat aditif

(59)

Tabel 4. 5. Data-data kecepatan bola jatuh SAE 40 tanpa aditif

T (oC)

t1(s) t2(s) t3(s) t4(s) t5(s)

trata-rata(s)

28 6,1 5,9 6,4 6,5 6,3 6,24

31 6,4 6,3 6,2 6,0 5,9 6,16

34 5,9 5,8 5,4 5,6 5,5 5,64

37 5,4 5,3 4,9 4,6 4,7 4,98

40 4,4 4,4 4,1 4,3 4,1 4,26

Tabel 4. 6. Data-data kecepatan bola jatuh SAE 40 dengan penambahan zat aditif

T (oC)

t1(s) t2(s) t3(s) t4(s) t5(s) trata-rata(s)

28 7,4 7,8 7,6 7,5 8,0 7,66

31 7,3 7,4 7,5 7,2 7,2 7,32

34 6,9 6,8 6,9 6,7 6,8 6,82

37 6,5 6,2 6,3 6,2 6,0 6,24

40 5,5 5,4 5,2 5,1 5,0 5,24

4. 1. 2. Data Hasil Pengujian Distribusi Tekanan

Pengujian distribusi tekanan pada bantalan luncur dilakukan di laboratorium Teknik Pelumasan Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(60)
(61)
(62)
(63)
(64)

4. 2. Analisa Hasil Pengujian

4. 2. 1. Analisa pengujian kekentalan minyak pelumas

1. Minyak Pelumas SAE 30

Minyak Pelumas SAE 30 Tanpa Zat Aditif

Massa jenis (rapat massa) dari minyak pelumas SAE 30 tanpa aditif adalah

ρ = 0,7744 gram/cm3. Berdasarkan data pengujian menggunakan viscometer HAAKE Fisson didapat trata-rata pada T (oC) = 40 adalah 2,88 detik, sehingga :

μ1 =trata-rata. (

ρ

1 –

ρ

2) . K = 2,88.( 7,7 - 0,7744).33,8 = 674,1656 cP

Minyak Pelumas SAE 30 Dengan Menambahkan Zat Aditif

Massa jenis (rapat massa) dari minyak pelumas SAE 30 dengan menambahkan zat aditif adalah ρ = 0,8344 gram/cm3. Berdasarkan data pengujian menggunakan viscometer HAAKE Fisson didapat trata-rata pada T (oC) = 40 adalah 3,54 detik, sehingga :

μ2 = trata-rata. (

ρ

1 –

ρ

2) . K = 3,54.( 7,7 - 0,8344).33,8 = 821,4828 cP

(65)

Berdasarkan pengujian maka dapat diperoleh seberapa persen peningkatan kekentalan minyak pelumas SAE 30:

% kenaikan kekentalan =

awal

Dengan cara yang sama maka dapat kita peroleh kekentalan pada berbagai suhu pengujian terhadap minyak pelumas SAE 30

Tabel 4. 11. Kekentalan minyak pelumas (μ) SAE 30 dengan dan tanpa aditif

T (oC) μ tanpa aditif (cP) μ dengan penambahan

aditif (cP)

% kenaikan

kekentalan

28

894,2058 1021,052 14,18535

31

828,6619 983,9229 18,73635

34

786,5265 942,1526 19,78649

37

730,3461 918,9468 25,82348

40

674,1656 821,4828 21,85178

(66)

2. Minyak Pelumas SAE 40

Minyak Pelumas SAE 40 Tanpa Zat Aditif

Massa jenis (rapat massa) dari minyak pelumas SAE 40 tanpa zat aditif adalah ρ = 0,8728 gram/cm3. Berdasarkan data pengujian menggunakan viscometer HAAKE Fisson didapat trata-rata T (oC) = 40 adalah 4,26 detik, sehingga

μ1 = trata-rata. (

ρ

1 –

ρ

2) . K = 4,26.( 7,7 - 0,8728).33,8 = 983,0348 cP

Minyak Pelumas SAE 40 Dengan Penambahan Zat Aditif

Massa jenis (rapat massa) dari minyak pelumas SAE 40 dengan penambahan zat aditif adalah ρ = 0,9328 gram/cm3. Berdasarkan data pengujian menggunakan viscometer HAAKE Fisson didapat trata-rata T (oC) = 40 adalah 5,24 detik, sehingga :

μ2 = trata-rata. (

ρ

1 –

ρ

2) . K = 5,24.( 7,7 - 0,9328).33,8 = 1.198,5523 cP

Berdasarkan pengujian maka dapat diperoleh seberapa persen peningkatan kekentalan minyak pelumas SAE 30:

% kenaikan kekentalan =

(67)

Dengan cara yang sama maka dapat kita peroleh kekentalan pada berbagai suhu pengujian terhadap minyak pelumas SAE 40

Tabel 4. 12. Kekentalan minyak pelumas (μ) SAE 40 dengan dan tanpa aditif

T (oC) μ tanpa aditif (cP) μ dengan penambahan

aditif (cP)

% kenaikan

kekentalan

28

1439,938 1752,082 21,67758

31

1421,478 1674,314 17,78684

34

1301,483 1559,948 19,85928

37

1149,182 1427,284 24,20001

40

983,0349 1198,552 21,92368

Dari tabel 4.12 di atas maka diperoleh rata-rata % kenaikan kekentalan minyak pelumas SAE 40 dengan penambahan aditif adalah 21,08948 %

Namun untuk pemakaian data selanjutnya yang dipakai adalah data dari suhu pengujian 40oC . Karena temperatur kerja dari bantalan adalah berkisar pada 400C.

4. 2. 2. Analisa Pengujian Distribusi Tekanan Pada Bantalan Luncur

Enam belas titik pengujian pada peralatan bantalan luncur TecQuipment TM25 menunjukkan distribusi tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan luncur. Observasi pada manometer adalah perubahan tinggi permukaan minyak pelumas pada papan manometer akibat adanya tekanan di sekeliling bantalan luncur, sehingga data yang didapat adalah kenaikan permukaan minyak dalam satuan mm oil, oleh karena itu perlu didapat nilai dari tekanan yang terjadi di sekeliling bantalan:

(68)

Dimana:

P = tekanan (Pa)

ρ = massa jenis minyak pelumas (kg/m3) g = gaya gravitasi (9,81 m/det2)

h2= tinggi permukaan minyak hasil pengamatan (m)

h1= tinggi mula-mula permukaan minyak pada manometer (m)

Pada titik 1, pada pengujian menggunakan minyak pelumas SAE 30 tanpa zat aditif, analisa tekanannya adalah sebagai berikut:

P = 774,4. 9,81 . (0,95-0,75) = 1519,3728 Pa

Pada titik 1, pada pengujian menggunakan minyak pelumas SAE 30 dengan melakukan penambahan zat aditif, analisa tekanannya adalah sebagai berikut:

P = 834,4. 9,81 . (0,795-0,67) = 1023,183 Pa

(69)
(70)
(71)
(72)
(73)

Selanjutnya data-data pada tabel 4.13 sampai dengan 4.16 yang di atas diplot ke dalam bentuk grafik untuk mendapatkan karakteristik bantalan luncur tersebut terhadap jenis minyak pelumas tersebut. Grafiknya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

-5000 -4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000 4000

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Posisi Angular (derajat)

T

ekan

an

a (

P

a) 1000

1500

2000

2500

2750

(74)

-6000 -5000 -4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Posisi Angular (drajat)

T

ekan

an

(

P

a) 1000

1500

2000

2500

2750

(75)

Gambar 4.3 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas arah aksial pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 tanpa aditif

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

1 2 3 4 5

Nomor Pipa Kapiler Arah Aksial

T

ekan

an

(

P

a) 1000

(76)

Gambar 4.4 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas arah aksial pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 dengan penambahan zat aditif

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

1 2 3 4 5

Nomor Pipa Kapiler Arah Aksial

T

ekan

an

(

P

a) 1000

1500

2000

2500

(77)

Putaran 1000 rpm

Gambar 4.5 . Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur

menggunakan pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada putaran 1000 rpm

Putaran 1500 rpm

(78)

Gambar 4.7 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur

menggunakan pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2000 rpm

Gambar 4.8 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur

menggunakan pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2500 rpm

(79)

Gambar 4.9 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur

menggunakan pelumas monograde SAE 30 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2750 rpm

Putaran 2750 rpm

-5000

-4000

-3000

-2000

-1000

0

1000

2000

3000

4000

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

Posisi Angular (derajat)

T

ekan

an

(

P

a)

Tanpa aditif

(80)

Gambar 4.10. Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 40 tanpa zat aditif

-5000 -4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000 4000

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

T

ekan

an

(

P

a)

Posisi Angular (derajat)

1000

1500 2000 2500

(81)

Gambar 4.11 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 40 dengan penambahan aditif

-5000 -4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360

T

ekan

an

(

P

a)

Posisi Angular (derajat)

1000

(82)

Gambar 4.12 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas arah aksial pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 40 tanpa penambahan zat aditif

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

1 2 3 4 5

Nomor Pipa Kapiler Arah Aksial

T

ekan

an

(

P

a) 1000

(83)

Gambar 4.13 Grafik distribusi tekanan lapisan minyak pelumas arah aksial pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde SAE 40 dengan penambahan zat aditif

0 500 1000 1500 2000 2500

1 2 3 4 5

T

ekan

an

(

P

a)

Nomor Pipa Kapiler Arah Aksial

(84)

Gambar 4.14 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur

menggunakan pelumas monograde SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 1000 rpm

Gambar 4.15 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur

menggunakan pelumas monograde SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 1500 rpm

(85)

Gambar 4.16 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur

menggunakan pelumas monograde SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2000 rpm

Gambar 4.17 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur menggunakan pelumas monograde SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2500 rpm

(86)

Gambar 4.18 Grafik perbandingan distribusi tekanan pada bantalan luncur

menggunakan pelumas monograde SAE 40 dengan dan tanpa aditif pada putaran 2750 rpm

Putaran 2750 rpm

-5000 -4000 -3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000 4000

0 30 60 90

120 150 180 210 240 270 300 330 360

Posisi Angular (derajat)

T

ekan

an

(

P

a)

(87)

4. 3. Analisa Tekanan Sommerfeld Pada Bantalan

Hasil percobaan dianalisa menggunakan persamaan tekanan Sommerfeld. Persamaan tekanan Sommerfeld untuk bantalan luncur adalah sebagai berikut :

diganti dengan k , maka persamaan menjadi:

Analisa tekanan Sommerfeld memerlukan penggambaran kurva tekanan teoritis terhadap pengujian pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas monograde dengan dan tanpa penambahan aditif.

Pertama ditentukan kurva tekanan hasil pengujian, misalnya pada pengujian menggunakan minyak pelumas monograde SAE 30 tanpa aditif, pada putaran 1000 rpm. Kemudian dipilih dua titik A dan B pada kurva tekanan hasil pengujian pada tekanan yang sama sepanjang 180° (hanya ada satu pasang titik pada setiap kurva yang memungkinkan). Kedua titik A dan B dihubungkan dan membentuk sumbu axis P-Po = 0 untuk kurva Sommerfeld. Tanda minus pada nilai k adalah karena pergeseran/pengambilan posisi angular yang arahnya ke kiri atau berlawanan arah jarum jam . Dari grafik kemudian dapat ditentukan titik tekanan maksimum (p-po)maks.

(88)

Lalu dari titik B yang merupakan titik yang terdekat dengan lapisan minyak pelumas maksimum ditarik garis sejajar sumbu P-P0 sampai menyentuh garis Pmaks, maka nilai jarak tersebut adalah θm.

Kemudian dilakukan penggambaran kurva tekanan Sommerfeld, dimana titik awalnya adalah titik B kemudian dilanjutkan ke arah kiri.

Berikut adalah prosedur penggambaran kurva Sommerfeld, dimana tahap awal adalah penentuan θm , nilai (p-p0) max dan titik A dan B yang berjarak 180°. Kemudian nilai tekanan Sommerfeld pada setiap titik di plot sedemikian, titik pertama (1), atau titik yang berada pada posisi 0° berada pada titik B, selanjutnya titik kedua, ketiga dan seterusnya digambar ke arah kiri kurva.

Dari kurva karakteristik bantalan luncur di bawah pada putaran 1000 rpm diperoleh sebagai berikut:

θm= 2250 pada (P-Po)maks = 3467,67804 Pa Oleh karena itu:

(89)

Gambar 4.19 Prosedur penggambaran kurva teoritis Sommerfeld pada putaran 1000 rpm.

3467,67804

(90)

Dari kurva pengujian bantalan luncur menggunakan minyak pelumas SAE 30 tanpa aditif pada putaran 1000 rpm:

θm = 225° Maka dengan persamaan :

ε1,2 =

Untuk mendapatkan nilai yang memenuhi, masing-masing harga ε tersebut dimasukkan ke dalam persamaan di bawah ini:

(91)

Maka harga εyang memenuhi pada 1000 rpm adalah 0,54 pada k=1027,5131 Pa Dengan cara yang sama nilai ε dan k dapat diperoleh untuk masing-masing pengujian, dan hasilnya dapat dilhat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.17 Nilai ε dan k terhadap minyak pelumas monograde SAE 30 tanpa

Tabel 4.18 Nilai εdan k terhadap minyak pelumas monograde SAE 30 dengan penambahan aditif.

(92)

Tabel 4.20 Nilai εdan k terhadap minyak pelumas monograde SAE 40 dengan

Dengan memasukkan nilai εdan k ke dalam persamaan Sommmerfeld yaitu:

Untuk bantalan luncur maka dapat diperoleh distribusi tekanan teori Sommmerfeld.

Distribusi tekanan teori Sommerfeld dengan menggunakan pelumas jenis SAE 30 tanpa aditif, pada 1000 rpm adalah:

(93)

Untuk θ = 90

(P-Po) = -2055,03 Pa

Untuk θ = 120

(P-Po) = -2888,81 Pa

Untuk θ= 150

(P-Po) = -2777,96 Pa

Untuk θ =180

(P-Po) = 0 Pa

Untuk θ=210

(P-Po)= 2777,959 Pa

Untuk θ= 240

(P-Po)= 2888,806 Pa

Untuk θ=270

(P-Po)= 2055,026 Pa

Untuk θ=300

(P-Po)= 1252,381 Pa

Untuk θ=330

(P-Po)= 588,5649 Pa

Untuk θ=360

(P-Po)= 0 Pa

(94)

Gambar 4.20 Grafik perbandingan antara tekanan antara eksperimental dengan teoritis tehadap SAE 30 tanpa penambahan zat aditif pada putaran 1000 rpm

Posisi Angular (derajat)

Putaran 1000 rpm

Posisi Angular (derajat)

Putaran 1500 rpm

(95)

Gambar 4.21 Grafik perbandingan antara tekanan antara eksperimental dengan teoritis tehadap SAE 30 tanpa penambahan zat aditif pada putaran 1500 rpm

Gambar 4.22 Grafik perbandingan antara tekanan antara eksperimental dengan teoritis tehadap SAE 30 tanpa penambahan zat aditif pada putaran 2000 rpm

Posisi Angular (derajat)

Putaran 2000 rpm

Teoritis

Posisi Angular (derajat)

Putaran 2500 rpm

(96)

Gambar 4.23 Grafik perbandingan antara tekanan antara eksperimental dengan teoritis tehadap SAE 30 tanpa penambahan zat aditif pada putaran 2500 rpm

Gambar 4.24 Grafik perbandingan antara tekanan antara eksperimental dengan teoritis tehadap SAE 30 tanpa penambahan zat aditif pada outaran 2750 rpm

Posisi Angular (derajat)

Gambar

Tabel 2.1. Kekentalan beberapa fluida pada temperatur kamar.
Tabel 2.3  Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat
Tabel 2.5
Tabel 2.7  Tipe aditif dan penggunaannya.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembatasan masalah penelitian ini adalah untuk memperoleh karakteristik bantalan luncur terhadap perubahan kecepatan poros menggunakan minyak pelumas oli kemasan Super 2000 dan

Untuk grafik distribusi tekanan minyak pelumas arah aksial pada bantalan luncur yang menggunakan minyak pelumas oli Enduro SAE 20W/50 dan minyak pelumas oli Federal SAE 20W/50

Berikut adalah data-data hasil pengujian kekentalan minyak pelumas yang dilakukan di Laboratorium Fisika Lanjutan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Seperti

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat dan melengkapi studi untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jenjang pendidikan sarjana (S1) menurut kurikulum Departemen Teknik

pada bantalan luncur menggunakan minyak pelumas Enduro SAE 20W/50 putaran 1250 rpm 47 Gambar 4.5 Grafik distribusi tekanan sommerfeld hasil eksperimen. pada bantalan

dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan digambarkan

Gambar 4.10 Grafik distribusi tekanan sommerfeld hasil eksperimen pada. bantalan luncur menggunakan minyak pelumas