BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Teknik Pelumasan
Teknik Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida di antara permukaan-permukaan yang bergerak atau bergesek yang selanjutnya disebut bahan pelumas. Bahan pelumas yang umum adalah wujud cair seperti minyak mineral mempunyai kekentalan bervariasi tergantung pada pemakaiannya, biasanya digunakan untuk bantalan pada motor bakar atau mesin-mesin industri. Bahan pelumas semi padat seperti minyak gemuk biasanya digunakan untuk bantalan putaran rendah dan padat seperti grafit dan molybdenum biasanya digunakan pada temperature yang sangan tinggi.
Pemakaian bahan pelumas sangat luas pada bidang mekanisme mesin antara lain seperti gerakan berputar poros pada bantalan luncurm, jurnal yang berputar pada bantalan, gabungan dari gerakan gelinding atau luncuran pada gigi-gigi roda gigi-gigi yang berpasangan, gerakan luncur pada piston terhadap silindernya. Semua mekanisme ini memerlukan pelumasan untuk mengurangi gesekan, keausan, dan panas.
2. 2. Fungsi Bahan Pelumas
Fungsi utama dari bahan pelumas yang umum digunakan pada peralatan permesinan adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi gesekan dan keausan
dan kondisi lainnya. Sifat ini didapat dari kekentalan yang dimiliki minyak pelumas (viscosity).
b. Memindahan panas
Panas yang ditimbulkan oleh elemen mesin yang bergerak (misalnya: bantalan dan roda gigi) dipindahkan oleh minyak pelumas, asalakan terjadi aliran yang mencukupi.
c. Menjaga sistem tetap bersih
Bahan pelumas harus dapat menghindarkan kontaminasi sistem dari komponen-komponen bergerak yang bias merusak sistem tersebut. Partikel-partikel logam akibat keausan, abu yang berasal dari luar dan sisa hasil pembakaran dapat memasuki sistem dan menghalangi operasi yang efisien. d. Melindungi sistem
Karat bias disebabkan kehadiran udara dan air, serta kuausan korosif dapat dikarenakan asam-asam mineral yang terbentuk secara kimiawi selama pembakaran bahan bakar. Karat dapat menyebabkan kerusakan komponen, sehingga komponen tersebut tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Karena hal itulah bahan pelumas harus direncanakan untuk melindungi sistem terhadap serangan korosif.
2. 3. Tipe-tipe Pelumasan 2. 3. 1.Pelumasan Hidrodinamis
Pelumasan ini adalah bahwa permukaan penerima beban dari bantalan dipisahkan oleh lapisan pelumas yang agak tebal, sedemikian rupa untuk menjaga persinggungan antara dua logam. Pada pelumasan hidrodinamis ini tidak tergantungan pada pemberian pelumasan dengan tekanan, walaupun hal itu mungkin terjadi, tetapi yang jelas ia memerlukan adanya penyediaan pelumas yang cukup setiap waktu. Tekanan pada lapisan tipis pelumas biasanya dibangkitkan oleh gerakan relatif dari kedua permukaan itu sendiri
sambungan atau kontak langsung melalui lapisan tipis minyak pelumas tersebut. Gerakan rotasi misalnya pada poros dengan menggunakan bantalan luncur (jurnal). Dengan gerakan ini bahan pelumas di tarik dari celah yang lebar pada bagian atas ke bagian yang sempit di sebelah bawah, sehingga membentuk oil wedge yang memisahkan kedua permukaan. Berikut adalah gambar pelumasan hidrodinamis.
Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata
Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relative pada bidang rata
2. 3. 2.Pelumasan Elastohidrodinamis
minyak pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalkan pada bantalan gelinding (roller bearing), mimis (ball/roller) akan menekan cincin sehingga terjadi deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya.
2. 3. 3.Pelumasan Bidang Batas
Pelumasan bidang batas (Boundary Lubrication) mengacu pada situasi kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah, kuantitas pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada bagianyang bersinggungan. Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas masih terjadi kontak asperity (permukaan kasar pada suatu permukaan yang dilihat di bawah mikroskop). Pada situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi oksida pada besi atau baja, aluminium oksida (alumina) pada aluminium dan sebagainya. Ketika asperities tersebut untuk melekat relative lembut. Namun, bila lapisan oksida tersebut aus/habis akibat gesekan yang berat maka permukaan-permukaan yang bersinggungan memiliki kecenderungan untuk melakukan kontak langsung. Maka sangat penting untuk mmepertahankan lapisan oksida tersebut, agar terjadi gesekan yang relatif lembut. Dan jika permukaan logam tersebut kehilangan lapisan oksidanya maka akan terjadi gesekan dan keausan yang parah. Dan pada kasus tersebut di atas pelumasan bidang batas dapat mengurangi gesekan dan keausan yang terjadi. Mekanisme dari pelumasn bidang batas sendiri adalah misalnya dengan physical adsorption, chemical adsorption, maupun chemical reaction.
2. 3. 4.Pelumasan Tekanan Ekstrim
additive inin merupakan senyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan permukaan bantalan pada temperature tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumasd pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnmya tinggi antara permukaan-permukaan yang berkontak.
2. 3. 5.Pelumasan Padat
Pelumasan padat (Solid Lubrication) adalah sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut. Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan keriil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu pasir debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin.
Walaupun telah banyak dikembangkan bahan inorganic untuk pelumasan padaT, seperti misalnya mica, talc, dan chalk namun sangat sedikit yang digunakan secara umum untuk permesinan. Bahan-bahan yang umum dan paling banyak digunakan sebagai pelumas adalah grafit dan molybdenum disulfide dan PTFE (polytetraflouroethylene)/ Teflon.
Adapun karakterisatik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah sebagai berikut:
Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali Memiliki stabilitas kinia yang baik sepanjang temperatu yang
diperlukan
Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap permukaan bantalan, sehinngga tidak mudah hilang/aus dari permukaan bantalan
Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekann terutama bantalan
Tidak beracun dan ekonomis
Bahan inorganic seperti grafit dan molybdenum disulfide memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesek. Senyawa-senyawa demikian dapat digunakan sendiri-sendiri atau disuspensikan dalam tempat cairan atau minyak gemuk. Jenis plastic/polimer seperti PTFE dapat digunakan sebagai permukaan bantalan yang dalam penggunaan tidak menggunakan atau
membutuhkan pelumasan lanjutan ataupunb lainyya.
Beberapa bahan yang digunakan sebagai pelumas padat dapat dilihat pada table 2.1
Table 2.1 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat
Kelompok
Bahan
Nama
Bahan
Layer-lattice compounds Molybdenum disulphide Graphite
Tungsten diselenide Tungsten disulphide Niobium diselenide Tantalum disulphide Polymers PTFE Nylon
PTFCE Acetal PVF2 Polyimide
Metals Lead Tin
Gold Silver
Other Inorganics Molybdic oxide Boron trioxide
L d id B it id
(sumber : Lubrication and Lubricant Selection: A Practical Guide, Third Edittion by A.R.Lansdown)
2.3.6 Pelumasan hidrostatis
tipis pelumas tersebut dicapai dengan akibat gerakan luncuran lapisan minyak pelumas (oil-wedge) untuk membvangkitkan tekanan minyak pelumas didalam bantalan. Namun pada mesin-mesin yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan lagi terjadi pelumasan hidrodinamis pada saat start. Untuk itu diperlukan tekanan yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantara poros dan bantalan. Tekanan demikian diperoleh dengan menggunakan pompa tekanan tinggi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek, bukan sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan hidrostatis (hydrostatic lubrication). Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar (externally pressurized) karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan, sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan. Dalam kasus ini, pada operasi normal yang terjadi vukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan hidrodinamis.
2.4 Kekentalan minyak pelumas (Viscosity)
2.4.1 Kekentalan dinamik dan kekentalan kinamatik
Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton
tentang aliran viskos Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis:
du u dy h
(2.1)
dimana: tegangan geser fluida (N/m2) kekentalan dinamik (Poise, P) u = kecepatan relatif permukaan (m/det) h = tebal lapisan pelumasan (m)
Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis:
/ du dy
(2.2)
Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa pada temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis
v
dimana: v = kekentalan kinematik (Stokes, S) = rapat massa (gram/cm3)
Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dyne/cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinematik adalah stokes
disingkat St.
Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St = 100 cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah m2/det. Dengan demikian diperoleh hubungan
satuan-satuan:
1 P = 10-1 N det/m2 1 cP = 10-3 N det/m2
1 St = 10-4 m2/det 1cSt = 10-6 m2/det
Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in2 (pound force second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds.
Hubungan antara reyn dan centipoise:
1 reyn = 6,9 . 106 cP
Kekentalan juga dapat/pernah dinyaatakan dengan unit sebagai berikut: Kekentalan Redwood (Redwood viscosity)
Secara teknis Redwood viscocity bukanlah satuan untuk kekentalan melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml minyak untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk
(cuo-shaped funnel) akibat gaya beratnya sendiri. Kekentalan Saybolt (Saybolt viscosity)
Saybolt viscosity secara teknis adalah waktu alir dan hal tersebut juga bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam
pengukurannya dengan Redwood Viscosity. Metode ini pernah menjadi metode standar pada ASTM.
Kekentalan Engler (Engler viscosity)
Engler viscosity juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama dengan Redwood Viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat, waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur yang sama. Hal ini ditetapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi seara
berangsur-angsur mulai ditinggalkan.
2.4.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas
keperluan teknik dan industry telah diklasifikasikan seperti ISO, SAE, ASTM, DIN, AGMA dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah klasifikasi menurut ISO dan SAE.
1. Klasifikasi kekentalan menurut ISO
Sistem kekentalan minyak pelumas menurut ISO (Iternational Standard
Organization) adalah berdasarkan kekentalan kinematic, dalam satuan centistokes (cSt), pada daerah (range) kekentalan pada temperature 400C. Setiap daerah kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG (Viscosity Grade) atau derajat kekentalan ISO, dimana kekentalan tersebut merupakan kekentalan kinematic rata-rata pada daerah tersebut (midpoint kinematic viscosity). Untuk mendapatkan nilai kekentalannya, harus dihitung 10% dari nilai rata-rata kekentalannya, harus. Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan rata-rata 100 cSt untuk maksimum. Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar
Gambar 2.4 Kekentalan minyak pelumas menurut dokumen ISO 3448 pada
Nilai kekentalan pada ganbar diatas dapat dilihat pada table dibawah, untuk nilai kekentalan pada suhu 400C. Nilai untuk harga kekentalan kinematic minyak pelumas pada 400C menurut dokumen ISO 3448.
Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 400C
Angka derajat kekentalan ISO
Harga tengah kekentalan, cSt
pada 40°C
2. Klasifikasi kekentalan menurut SAE
Sistem kjlasifikasi disusun oleh SAE (Society of Automotive Engineers), dalam SAE J300 SEP80 pertama kali dilaporkan Divisi Anekaragam (Miscellaneous Division), disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh suatu komite pada September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh SAE, klasifikasi kekentalan minyak kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk ootomatif, melainkan semua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk industry, kapal laut dan dan pesawat udara. Klasisikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas mesin-mesin secara rheology saja. Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditunjukkan penggunaan oleh penggunaan pabrik pembuat mesin-mesin dalam menentukan derajat kekentalan minyak pelumas yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi, dan oleh perusahaan minyak dalam merumuskan dan memberi label produksi mereka.
hubungannya denga kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperature rndah.
Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Visccosity Classification)
SAE Viscosity (cSt)
min max
(sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral, A.Halim Nasution)
2.5 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumasan
Kekentalan fluida/minyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Pengujian minyak pelumas biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -180C, 100C, 280C, 400C, 500C atau 1000C. Alat untuk mengukur kekentalan minyak pelumas disebut dengan viskometer (viscometer)
2.5.1 Viskometer Bola Jatuh (Falling Sphare Viscometer) 2.5.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes
Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak
melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan yang besarnya dirumuskan sebagai berikut:
6. . . .
Fv r v (2.4)
Dimana:
Fv = gaya yang melawan gerakan (kg m/det) r = jari-jari bola (m)
v = kecepatan bola relatif (m/det) = kekentalan fluida (N det/m2)
Gambar 2.5 Viskometer bola jatuh ayang memenuhi hukum Stokes
Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung transparan
yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya Fv semakin besar. Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi Fg (arahnya ke bawah), gaya apung
0
F
Fg = Fb + Fv (2.5)
Maka kecepatan bola tidak berubah lagi melainkan tetap pada nilai maksimum atau nilai akhir yang ditulis dengan kecepatan v. Gaya Fg dan Fb dapat ditulis
sebagai fungsi jari-jari bola r, rapat massa bola bdan rapat massa fluida f:
Fg = 4/3..r3. b.g (2.6) Maka diperoleh kekentalan dinamik () minyak pelumas (fluida) yang diuji:
2
2.5.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler
Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler
Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas.
Salah satu keuntungan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dibandingkan dengan menurut hukum Stokes adalah peralatan yang relatif lebih kecil dan adanya kontrol temperatur, artinya pengukuran dapat dilakukan dengan
temperatur yang bervariasi.
Formula untuk pengukuran viskometer menurut Hoeppler adalah :
1 2
( ).
K t
(2.10)
Dimana: = kekentalan dinamik (cP)
1
= massa jenis bola uji (gram/cm3)
2
= massa jenis fluida (gram/cm3)
2.5.2 Viskometer Rotasional
Viskometer Rotasional (Rotational Cylindrical Viscometer) seperti pada gambar 2.2 terdiri dari dua silinder konsentris dengan fluida yang terdapat
diantara keduanya. Silinder terluar diputar dan torsi diukur pada silinder yang terdapat di dalam.
Jika: ri = jari-jari silinder bagian dalam
ro = jari-jari silinder bagian luar
a = panjang tabung/silinderc = radial clearence = kecepatan sudut Maka berdasarkan postulat Newton:
o
Catatan: o merupakan konstanta proporsional, disebut juga kekentalan absolut
().
Maka atorsi yang terjadi pada silinder bagian dalam adalah:
2
0 2 0 2
q
i a t c
r r l
(2.13)
Gambar 2.7 Viskometer Rotasional 2.5.3 Viskometer Pipa Kapiler
Pengukuran kekentalan pada viscometer pipa kapiler (Capillary Viscometers) didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung berdiameter kecil/pipa kapiler.
Gambar 2.8 Beberapa jenis tipe viscometer pipa kapiler
Gambar 2.9 Penampang pipa kapiler
Secara umum perhitungan viskositas pada viskometer pipa kapiler: Berdasarkan aliran fluida pada pipa bundar:
0 4 8
4 q dp
dx a
Jika 1 adalah tekanan masuk dari fluida dan lt adalah panjang pipa kapiler, pada =0 dan temperatur konstan. Maka dapat dituliskan:
0
Dimana B* adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut.
2.5.4 Viskometer Cone and Plate
0
Maka torsi yang terjadi:
2
Gambar 2.11 prinsip kerja cone-and-plate viscometer
2.5.5 Viskometer tipe lain
Selain dari viscometer diatas, masih banyak lagi viscometer tipe lain, beberapa diantaranya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.13 Saybolt Viscometers
2.6 Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur 2.6.1 Bantalan Luncur
Jenis bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (rolling elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding (pada parameter yang dianggap sama) dalam hal penyerapan getaran, tahapan terhadap gaya kejut, relative tidak bising dan umurnya lebih panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu poros, misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan.
Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing.
Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncur (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanya lapisan fliuda tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlit selancar air yang berselancar/meluncur bebas diatas air, demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan batuan lapisan tipis minyak pelumas.
Gambar 2.15 Bantalan luncur
2.6.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur
Ada berbagai jenis bantalan luncur dan bantalan-bantalan tersebut dapat dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis.
2.6.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/permukaan datar
Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat/permukaan datar
Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya (CD) diam, seperti
pada gambar 2.16. kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD diam. Gaya pada minyak yang digambarkan dalam elemen kubus dx, dy, dz pada
Setiap titik (xyz) seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut (xyz).
Berdasarkan hukum Newton:
F = v y
Dimana = koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x. Anggap elemen
dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan p 0 y (p adalah independent terhadap y), sehingga solusi gaya:
(F Fdy) F dx dz. p (p pdx) dy dz. 0
Sehingga hasilnya: F p
y x
Substitusi nilai F:
v
Kemudian kita Integralkan persamaan (2.21) sehingga kita mendapatkan
persamaan (2.22):
Lalu kita tentukan kondisi v=V ketika y=0 dan v=0 ketika y=h, didapat:
1
catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C1 dan C2 adalah
Dari sini fungsi internal pada persamaan (2.20) harus bernilai
,
F F
F dy pengganti F dy
y y
dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi:
1
2.6.2.2 Persamaan Tekanan Sommerfeld untuk Pelumasan Hidrodinamis pada Bantalan Lucur
Gambar 2.17 Bantalan luncur dan tata namanya
Pada tahun 1904, A. J. W. Sommerafeld (1869-1951) menemukan suatu
persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu:
Dapat juga ditulis:
p = tekanan pada minyaka pelumas (Pa)
0
p = tekanan suplai (Pa)
= kecepatan putaran poros / journal (rpm)
R = radius bantalan (m) r = radiaus poros (m)
= kelonggaran radiala (R-r) e = eksentrisitas
ε = perbandingan eksentrisitas
ε = e
= viskositas minyak pelumas
h = tebal lapisan minyak pelumas = posisi angular (o)
Dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah:
h = (1.cos )
Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total di sepanjang bantalan, yaitu sebagai berikut:
P=
2 2 . . (1 )
l r
k
(2.27)
Dimana:
P = Beban total di sepanjang bantalan (N)
k = angka sommerfeld (Pa) l = panjang bantalan (m) r = jari-jari poros (m)