BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Dharma (2007) meneliti tentang pengaruh penerapan sistem manajemen mutu
ISO 9001:2000 terhadap kinerja karyawan PT. Asuransi Jasa Raharja Cabang Sumatera
Utara pada tingkat kepercayaan 95% (α=5%) dengan memfokuskan pada karakteristik
sumber daya manusia dan karakteristik organisasi. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah kuesioner disertai wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode
analisis data yang digunakan analisis deskriptif dan model yang digunakan regresi linier
berganda dengan perangkat SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 yaitu karakteristik sumber
daya manusia, dan karakteristik organisasi baik secara simultan maupun parsial secara
signifikan pada kinerja karyawan PT. Jasa Raharja (Persero) cabang Sumatera Utara.
Sutoyo (2006) dalam penelitiannya berjudul pengaruh penerapan sistem
manajemen mutu ISO 9001:2000 terhadap kinerja karyawan pada PT Brantas Abipraya
Wilayah I Medan dengan memfokuskan pada kompetensi, kesadaran dan pelatihan,
Infrastruktur, lingkungan kerja. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
kuesioner disertai wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis
data yang digunakan analisis deskriptif dan model yang digunakan regresi linier
berganda dengan perangkat SPSS ver 11.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 yaitu kompetensi,
kesadaran dan pelatihan (X1), Infrastruktur (X2), lingkungan kerja (X3) terhadap kinerja
karyawan pada PT. Brantas Abipraya Wilayah I Medan. Dan analisis variabel yang
paling dominan mempengaruhi kinerja karyawan adalah infrastruktur yaitu
yang berarti bahwa apabila PT. Brantas Abipraya Wilayah I Medan melakukan
kebijakan kearah yang positif terhadap infrastruktur akan meningkatkan kinerja
karyawan.
2.2. Sumber Daya Manusia
2.2.1. Pengertian Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam organisasi
dan bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan yang ada. Dalam penelitian ini
dilihat dari kualitas SDM yang dimiliki dan bagaimana untuk meningkatkannya, serta
sejauh mana SDM tersebut mendapatkan pelatihan keterampilan. Menurut Wiley (2002)
mendefinisikan bahwa “sumber daya manusia merupakan pilar penyangga utama
sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan
dari organisasi tersebut”. Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang
sangat penting, karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola
sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi.
Sementara itu Matindas (2002) mengatakan bahwa sumber daya manusia adalah
kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar
penjumlahan karyawan-karyawan yang ada. Sebagai kesatuan, sumber daya manusia
harus dipandang sebagai suatu system di mana setiap karyawan merupakan bagian yang
saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan secara bersama-sama berfungsi untuk
mencapai tujuan organisasi.
Menurut Nasution (2005) bahwa sumber daya manusia ( SDM) di dalam
organisasi merupakan kunci keberhasilan organisasi, karena pada dasarnya SDM yang
merancang, memasang, mengoperasikan dan memelihara dari system integral tersebut,
Manusia sebagai asset yang akan mengelola sumber daya yang ada dalam
organisasi memerlukan manusia yang baik kualitasnya. Sumber daya manusia jika
ditinjau dari segi kualitasnya memiliki dua kemampuan, yaitu :
1. Hard Skill : Kemampuan akademik yang dimiliki seseorang.
2. Soft Skill : Kemampuan menyesuaikan dengan lingkungan terutama dalam dunia kerja /
organisasi.
Kedua kemampuan diatas diperlukan bagi sumber daya manusia dalam
menggerakan dan mengembangkan organisasi. Agar kualitas sumber daya manusia yang
dihasilkan memenuhi standard maka setiap tahapan proses harus direncanakan dan
dikendalikan sesuai dengan standard dan spesifikasi yang telah ditetapkan sesuai
kebutuhan organisasi.
2.2.2. Pengukuran Kualitas Sumber Daya Manusia
Zainun (2001) menyatakan peningkatan mutu sumber daya manusia dimaksudkan
untuk berbagai keperluan seperti :
1) Menyiapkan seseorang agar saatnya dihari tugas tertentu yang belum tahu
secara khusus, apa tugas itu dengan harapan akan mampu bilamana nanti
diserahi tugas yang sesuai.
2) Memperbaiki kondisi sesorang yang sudah diberi tugas dan sedang menghadapi tugas
tertentu yang merasa ada kekurangan pada dirinya untuk mampu mengemban tugas
itu sebagaimana mestinya.
3) Mempersiapkan seseorang untuk diberi tugas tertentu yang sudah pasti yang
syarat-syaratnya lebih berat dari tugas yang dikerjakannya sekarang
4) Melengkapi seseorang dengan hal-hal apapun yang mungkin timbul di seputar
tugasnya,baik yang langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
5) Menyesuaikan seseorang kepada tugas-tugas yang mengalami perubahan karena
berubahnya syarat-syarat untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan itu secara sebagian
atau seluruhnya.
6) Menambah keyakinan dan percaya diri kepada seseorang bahwa dia adalah orang
yang benar-benar cocok untuk tugas yang sedang diembannya.
7) Meningkatkan wibawa seseorang dari pandangan bawahan maupun orang lain baik
teman sejawat maupun para relasinya
Peningkatan kualitas sumber daya manusia menurut Robbins (2001) dapat diukur
dari keberhasilan :
1) Peningkatan kemampuan teoritis adalah suatu kapasitas individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
2) Peningkatan kemampuan teknis adalah metode atau system mengerjakan suatu
pekerjaan.Peningkatan kemampuan konsepsual adalah mampu memprediksi segala
3) Peningkatan moral adalah mampu melaksanakan koordinasi, mampu bekerja sama,
selalu berusaha menghindari perbuatan tercela dan mampu bersedia mengembangkan
diri.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa dengan pemberian pekerjaan merupakan
upaya peningkatan mutu. Orang yang dikatakan sudah bermutu dalam arti mempunyai
kualitas tertentu untuk melakukan sesuatu pekerjaan akan kehilangan sebagian atau
seluruh mutu itu secara berangsur-angsur bila pada saatnya tidak dimanfaatkan dengan
memberi pekerjaan yang sesuai. Orang dapat bermutu dan diberi pekerjaan yang sesuai
akan semakin matang dan semakin mantap mutunya karena bertambahnya mutu itu
dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari pekerjaan.
2.2.3. Tantangan dalam Pengelolaan Kualitas Sumber Daya Manusia
Faktor manusia sangat penting didalam organisasi untuk menghadapi kompetensi
dan strategi bertahan, maka setiap bagian didalam organisasi harus terlibat dan
membutuhkan waktu yang berkesinambungan serta konsisten didalam pengelolaanya.
Tantangan didalam pengelolaan sumber daya Manusia terdiri dari dua aspek yaitu
aspek dari luar organisasi dan aspek dari dalam organisasi.
1. Aspek dari luar organisasi.
a. Teknologi
Perubahan teknologi akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur
pekerjaan, proses operasi, sehingga menuntut keahlian tertentu dalam
menjalankannya.
b. Budaya dan lingkungan
Perubahan norma dan sistem nilai dalam masyarakat.
c. Ekonomi
Perubahan struktur ekonomi menyebabkan ketatnya persaingan sehingga para
d. Pemerintahan.
Perubahan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap lapangan kerja,
seperti undang-undang kepegawaian, sistem penggajian dll.
2. Aspek dari dalam organisasi
a. Sistem pengelolaan SDM yang meliputi : rekrutmen, system penilaian
Performance, system karier, pendidikan dan latihan, system imbalan, system
reward and punishment dan Pemberhentian Pegawai.
b. Budaya organisasi
Keadaan ini apabila tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan konflik
didalam organisasi, walaupun konflik didalam organisasi tidak dapat dihindari,
tetapi bagaimana organisasi mengelolanya agar konflik tersebut menjadi
minimum
c. Ketersediaan sistem Informasi .
Sistem informasi yang dibutuhkan haruslah dapat diakses oleh semua anggota
organisasi agar dapat cepat menyatukan persepsi dalam mengambil kebijakan
organisasi dan mengimlementasikan dalam bentuk kegiatan kerja organisasi.
2.3. Prasarana
Prasarana yaitu fasilitas yang mendukung kalancaran pelaksanaan pekerjaan
untuk mencapai kesesuaian terhadap persyaratan produk meliputi bangunan, ruang kerja,
dan fasilitas yang sesuai, peralatan proses (perangkat lunak dan perangkat keras),
pelayanan pendukung (transportasi dan komunikasi).
Dalam upaya peningkatan kinerja pegawai atas pelayanan perlu diperhatikan
prasarana yang mendukung dan memadai sehingga pelanggan merasa nyaman dan puas.
Kenyamanan pelanggan dapat tercapai apabila karyawan juga merasa nyaman, oleh
2.4. Teori Lingkungan Kerja
2.4.1. Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan
manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam
suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para
karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang
memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja
yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi
kerja karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila
manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman.
Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama.
Lebih jauh lagi lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan
waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang
efisien.
Beberapa ahli mendefinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut
Menurut Nitisemito (2000), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
diembankan. Menurut Sedarmayati (2001), Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat
perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja,
metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan
segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik
ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan
2.4.2. Jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan
kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non
fisik.
A. Lingkungan kerja Fisik
Menurut Sedarmayanti (2001), Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan
berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan
baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi
dalam dua kategori, yakni : lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan
(Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya). Lingkungan perantara atau lingkungan
umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia,
misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran
mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka
langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah
lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan
lingkungan fisik yang sesuai.
B. Lingkungan Kerja Non Fisik
Menurut Sedarmayanti (2001), Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan
yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan
maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan
non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
Menurut Nitisemito (2000) Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi
jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.
Sentono (2001) yang mengutip pernyataan Prof. Myon Woo Lee sang pencetus
teori W dalam Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, bahwa pihak manajemen
perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa
membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak manajemen
perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas. Kondisi seperti
inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi
perusahaan untuk mencapai tujuan.
2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai
suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan
yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat
melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.
Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu
yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga
dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja
yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan
kerja.
Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001) yang dapat
mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan
kemampuan karyawan, diantaranya adalah :
1. Penerangan/cahaya di tempat kerja
2. Temperatur/suhu udara di tempat kerja
3. Kelembaban di tempat kerja
5. Kebisingan di tempat kerja
6. Getaran mekanis di tempat kerja
7. Bau tidak sedap ditempat kerja
8. Tata warna di tempat kerja
9. Dekorasi di tempat kerja
10. Musik di tempat kerja
11. Keamanan di tempat kerja
Faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai, untuk itu
kondisi lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis akan membuat pegawai merasa
nyaman dan bergairah dalam melaksanakan pekerjaan.
2.5. Kinerja Pegawai 2.5.1. Pengertian Kinerja
Kinerja dalam bahasa Inggris disebut performance, yang dapat diartikan dengan
pekerjaan, perbuatan atau penampilan. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan
hanya menyatakan hasil kerja, tetapi bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah
tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.
Suatu organisasi dalam melaksanakan aktifitasnya perlu mengetahui kekuatan atau
kelemahan yang terdapat dalam setiap komponen yang terlibat dalam aktifitas organisasi.
Misalnya kinerja pegawai (sumber daya manusia) yang terdapat dalam organisasi tersebut
melemah atau sebaliknya yaitu memberikan kontribusi positif bagi perkembangan
organisasi tersebut. Oleh karena itu organisasi harus berupaya mengevaluasi secara rutin
tentang setiap komponen dalam organisasi tersebut, khususnya masalah kinerja pegawai.
Dalam melaksanakan kerjanya, pegawai menghasilkan sesuatu yang disebut
dengan kinerja. Kinerja merupakan hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau
(2007) menyatakan : ”Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya”. Pada dasarnya kinerja merupakan hasil kerja secara
kualitas yang dihasilkan oleh karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasil kinerja karyawan tersebut,
karyawan hasilkan untuk kalangsungan hidup karyawannya dan untuk kemajuan
organisasi. Sehingga semua harapan dan tujuan karyawan maupun organisasi dapat
tercapai.
Hasibuan (2005) menyatakan : ”Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
Kinerja merupakan suatu prestasi atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh individu
atau suatu organisasi dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu periode tertentu. Menurut
Veithzal Rivai (2004) bahwa : “ Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya
dalam perusahaan.”
Dalam mencapai hasil kerja yang baik seorang pegawai harus memiliki rasa kesediaan
untuk melakukan kegiatan. Karena dengan rasa kesediaan karyawan, semua kegiatan
dapat dilaksanakan yang sesuai dengan rencana dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya, sedangkan apabila karyawan tidak memiliki rasa kesediaan dalam
melaksanakan kegiatan maka semua kegiatan tidak dapat dilaksanakan dan tidak sesuai
dengan apa yang direncanakan dan juga hasilnya pun akan tidak baik.
Menurut Robbins (2008) kinerja pegawai adalah sebagai fungsi dari interaksi
antara kemampuan dan motivasi. Dalam studi manajemen kinerja pekerja atau pegawai
ada hal yang memerlukan pertimbangan yang penting sebab kinerja individual seorang
pegawai dalam organisasi merupakan bagian dari kinerja organisasi, dan dapat
dicapai organisasi tersebut akan dipengaruhi oleh tingkat kinerja dari pegawai secara
individu maupun kelompok.
Mathis dan Jackson (2006) berpendapat bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang
mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi antara lain
termasuk;
(1) kuantitas output,
(2) kualitas output,
(3) jangka waktu output,
(4) kehadiran di tempat kerja, dan
(5) sikap kooperatif.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai
merupakan hasil yang dicapai pegawai dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang diberikan
kepadanya baik secara kuantitas maupun kualitas melalui prosedur yang berfokus pada
tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya standard pelaksanaan. Untuk
mencapai kinerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah sumber daya manusia.
Walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi tetapi apabila orang atau
personil yang melaksanakan rencana/program tersebut tidak berkualitas dan tidak
memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut akan
sia-sia.
2.5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Robbins (2008), ada tiga kriteria kinerja yang paling umum, yaitu: hasil kerja
perorangan, perilaku dan sifat. Jika mengutamakan hasil akhir, lebih dari sekedar alat,
maka pihak manajemen harus mengevaluasi hasil kerja dari seorang pekerja. Dengan
menggunakan hasil kerja, seorang manajer perencana dapat menentukan kriteria untuk
Menurut Mathis dan Jackson (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan adalah:
1. Faktor kemampuan individu yang meliputi bakat, minat dan faktor kepribadian
2. Usaha yang dicurahkan meliputi motivasi, etika kerja, kehadiran, dan rancangan
tugas
3. Dukungan organisasi yang meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan dan
teknologi, standar kerja, manajemen dan rekan kerja.
Suatu organisasi dapat berkembang merupakan keinginan setiap individu yang
ada di dalam organisasi tersebut, sehingga diharapkan dengan perkembangan tersebut
organisasi mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman. Kemajuan organisasi
dipengaruhi faktor-faktor lingkungan yang bersifat eksternal dan internal.
Daesler (2005), kinerja karyawan dapat dilihat pada diri karyawan itu sendiri saat
bekerja, yang meliputi ketepatan waktu dalam mengerjakan pekerjaan, ketelitian dalam
mengerjakan tugas dan juga keterampilan dalam mengerjakan tugas. Kemudian
faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi dan kinerjanya, yaitu :
1. Kualitas kerja yaitu pencapaian prestasi kerja yang dapat dilihat pada diri
karyawan itu sendiri saat bekerja, yang meliputi ketepatan waktu dalam
mengerjakan pekerjaan, ketelitian dalam mengerjakan tugas dan juga
keterampilan dalam mengerjakan tugas.
2. Kuantitas kerja yaitu pencapaian prestasi kerja yang diukur atas dasar hasil
pekerjaan yang dicapai oleh karyawan dalam bekerja. Kuantitas kerja dapat pula
diukur melalui output atau hasil yang dibandingkan dengan standar output yang
telah ditetapkan oleh perusahaan.
3. Supervisi yang diperlukan oleh karyawan dimana setiap karyawan sangat
membutuhkan saran, kritik, arahan dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan
pekerjaan.
5. Konservasi ataupun upaya setiap karyawan untuk mencegah pemborosan,
kerusakan dan bagaimana karyawan dalam memelihara alat.
Menurut Mondy (2008), Kriteria kinerja yang paling umum adalah, sifat,
perilaku, kompetensi, pencapaian tujuan, dan potensi perbaikan.
1.
Sifat
Sifat-sifat karyawan tertentu seperti sikap, penampilan dan, inisiatif adalah
dasar untuk beberapa evaluasi. Namun banyak dari kualitas yang umum
digunakan tersebut bersifat subjektif dan bisa jadi tidak berhubungan dengan
pekerjaan atau sulit untuk didefenisikan
2.
Perilaku
Ketika hasil tugas seseorang sulit ditentukan, organisasi bisa mengevaluasi
perilaku atau kompetensi orang tersebut yang berhubungan dengan tugas.
3.
Kompetensi
Kompetensi meliputi sekumpulan luas pengetahuan, keterampilan, sifat,
dan perilaku yang bisa bersifat teknis, berkaitan dengan keterampilan antar
pribadi, atau berorientasi bisnis. Kompetensi-kompetensi yang terseleksi untuk
keperluan evaluasi haruslah yang berhubungan erat dengan kesuksesan pekerjaan
4.
Pencapaian Tujuan
Jika organisasi-organisasi menganggap hasil akhir lebih penting dari cara,
hasil-hasil pencapaian tujuan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi.
Hasil-hasil yang dicapai harus berada dalam kendali individu atau tim dan haruslah
hasil-hasil yang mengarah pada kesuksesan perusahaan.
Ketika organisasi-organisasi mengevaluasi kinerja para pegawai, banyak
criteria yang digunakan berfokus pada masa lalu. Data evaluasi menjadi
dokumen-dokumen historis. Dengan demikian perusahaan-perusahaan harus
berfokus pada masa depan, memasukkan perilaku-perilaku dan hasil-hasil yang
diperlukan untuk mengembangkan karyawan dan dalam proses tersebut mencapai
tujuan-tujuan organisasi.
2.5.3. Pengukuran Kinerja
Dalam pelaksanaan kegiatan organisasi, ada hal penting yang perlu dilakukan
pimpinan yaitu mengukur kinerja karyawan dengan tujuan untuk mengetahui apakah
kinerja karyawan mengalami peningkatan atau mengalami penurunan. Pengukuran
kinerja dalam organisasi perlu dilakukan, karena dengan dilakukannya pengukuran
kinerja terhadap karyawan, pimpinan atau pihak manajemen dapat mengetahui kinerja
karyawan yang ada didalam organisasinya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kinerja, seperti yang dikemukakan oleh Veithzal Rivai (2004) yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan pengukuran dengan cara perbandingan antara kinerja nyata dengan
kinerja yang direncanakan.
2. Melakukan pengukuran dengan cara perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil
(sasaran) yang diharapkan.
3. Melakukan pengukuran dengan cara perbandingan antara kinerja nyata tahun ini
4. Melakukan pengukuran dengan cara perbandingan kinerja suatu perusahaan dengan
perusahaan lain yang unggul dibidangnya.
5. Melakukan pengukuran dengan cara perbandingan capaian tahun berjalan dengan
rencana dalam (dua, tiga, empat atau lima tahun) pencapaian.
Pengukuran kinerja sangat perlu dilakukan oleh pimpinan atau atasan untuk
mengetahui kinerja pegawai dan pengukuran kinerja pegawai perlu dilakukan secara
berulang-ulang kali atau secara periode. Dengan sering dilakukannya pengukuran kinerja
tujuan organisasi dapat tercapai dan harapan dari masing-masing pegawaipun dapat
tercapai pula.
2.5.4. Sistem Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi untuk menilai kinerja
pegawainya, penilaian ini dilakukan untuk memberikan umpan balik kepada pegawai
dalam upaya memperbaiki kinerjanya dan usaha meningkatkan produktivitas organisasi.
Hal ini berkaitan dengan kebijakan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi,
demosi, mutasi, kenaikan pangkat, pendidikan dan pelatihan. Penilaian kinerja yang
dilakukan dalam suatu organisasi haruslah mengikuti standar kinerja yang ditetapkan,
dimana pengukuran kinerja tersebut juga memberikan umpan balik yang positif kepada
pegawai. (Mangkuprawira,2004).
Sumber: Mangkuprawira (2004)
Gambar 2.1. Elemen-elemen Kunci System Penilaian Kinerja
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan
bagian integral dari proses penilaian meliputi: penerapan sasaran kinerja yang
spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, dibatasi waktu, adanya pengarahan
dan dukungan dari atasan. Karyawan dan atasan secara bersama dapat menetapkan
sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.
2.5.5. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Pegawai
Tujuan penilaian kinerja:
1.
Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap pegawai.
2.
Digunakan sebagai dasar perencanaan di bidang personalia, khususnya
penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
Kinerja Karyawan Penilaian Kinerja Umpan balik
Karyawan
Ukuran Kinerja
Standar Kinerja
3.
Digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai
seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang karirnya atau
perencanaan karirnya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
4.
Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antar atasan dan
bawahan.
5.
Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang personalia,
khususnya prestasi pegawai dalam bekerja.
6.
Pegawai dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing
sehingga dapat memacu perkembangannya. Sebaliknya bagi atasan yang
menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan sehingga dapat
membantu dan memotivasi pegawai dalam bekerja.
7.
Hasil penilaian kinerja tersebut akan bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang personalia secara keseluruhan.
2.6. Kerangka Konseptual
Sumber daya manusia merupakan faktor yang berperan aktif dalam
menggerakkan organisasi dalam mencapai tujuannya. Tercapainya tujuan organisasi
hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat dalam organisasi, untuk
berkinerja dengan baik. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja
lembaga (institutional performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain
bila kinerja pegawai (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja
lembaga (institutional performance) juga baik.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan aspek yang penting bagi
suatu organisasi yang membangun keunggulan bersaing melalui peran sumber daya
manusia yang menjalankan strategi organisasinya. Oleh karena itu sangatlah penting bagi
mendorong semua pegawai untuk memberikan kontribusi secara optimal terhadap
pencapaian tujuan organisasi.
Mangkunegara (2006) menyatakan : ”Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Berkualitas bukan hanya pandai tetapi memenuhi semua syarat kualitatif
yang dituntut pekerjaan itu sehingga pekerjaan itu benar- benar dapat diselesaikan
menurut kompetensi kemampuan, kecakapan, ketrampilan, kepribadian, sikap dan
perilaku. Sumber daya manusia keberadaannya menempati posisi yang paling
menentukan dalam peningkatan mutu suatu sistem organisasi. Prasarana yaitu
fasilitas yang mendukung kalancaran pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai
kesesuaian terhadap persyaratan produk meliputi bangunan, ruang kerja, dan
fasilitas yang sesuai, peralatan proses (perangkat lunak dan perangkat keras),
pelayanan pendukung (transportasi dan komunikasi).
Dalam upaya peningkatan kinerja pegawai perlu diperhatikan lingkungan kerja
yang mendukung dan memadai sehingga pekerja merasa nyaman dalam bekerja dan dapat
bekerja dengan baik. Keberhasilan organisasi sangat tergantung pada lingkungan kerja di
dalam organisasi, karena para pegawai yang melakukan kegiatan pekerjaan merasa betah
dan menyukai lingkungan tempat mereka bekerja. Lingkungan kerja merupakan salah
Berdasarkan hal tersebut maka secara sederhana kerangka konseptual
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
2.7. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual di atas maka hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. Sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai Kopertis Wilayah I Medan.
2. Prasarana berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Kopertis
Wilayah I Medan
3. Lingkungan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
Kopertis Wilayah I Medan
Kinerja Pegawai (Y)
Sumber Daya Manusia (X1)